PENGARUH KONSELING APOTEKER DENGAN ALAT BANTU PADA

Download Hipertensi urgensi adalah situasi dimana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih d...

0 downloads 461 Views 1MB Size
Submitted Accepted Published

p-ISSN: 2088-8139 e-ISSN: 2443-2946

: 12 Agustus 2015 : 31 Agustus 2015 : 30 September 2015

Volume 5 Nomor 3 – September 2015

PERBANDINGAN RESPON KLINIK NIKARDIPIN DENGAN DILTIAZEM PADA HIPERTENSI EMERGENSI COMPARISON OF CLINICAL RESPONSE BETWEEN NICARDIPINE AND DILTIAZEM IN HYPERTENSIVE EMERGENCIES Poppy Diah Palupi1), Fita Rahmawati2) dan Probosuseno3) 1) Akademi Farmasi Nusaputera, Semarang 2) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta ABSTRAK Hipertensi emergensi merupakan suatu kedaruratan medik dan memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Secara umum, obat antihipertensi yang digunakan pada pasien hipertensi emergensi diberikan secara parenteral. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon klinik nikardipin dengan diltiazem intravena dalam menurunkan tekanan darah, mean arterial pressure, dan denyut jantung pada pasien hipertensi emergensi. Penelitian merupakan penelitian analitik dengan rancangan retrospective cohort study. Data diambil dari rekam medik pasien hipertensi emergensi yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Intensive Care Unit (ICU), maupun bangsal rawat inap selama periode Januari sampai Desember 2014 di RSUD Kota Semarang. Jumlah subjek penelitian sebanyak 117 pasien, terdiri dari 66 pasien kelompok nikardipin dan 51 pasien kelompok diltiazem. Nikardipin dapat menurunkan mean arterial pressure (MAP) sebesar 14,45%, sedangkan diltiazem sebesar 12,20%. Nikardipin menurunkan tekanan darah sistolik 17,69%, sedangkan diltiazem sebesar 17,63%. Nikardipin menurunkan tekanan darah diastolik 21,56% dan denyut jantung sebesar 1,74%, sedangkan diltiazem menurunkan tekanan darah sebesar 20,30% dan denyut jantung sebesar 7,83%. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menurunkan tekanan darah dan MAP antara nikardipin dan diltiazem. Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam menurunkan denyut jantung antara nikardipin dan diltiazem. Kata kunci : hipertensi emergensi, tekanan darah, nikardipin, diltiazem

ABSTRACT Hypertensive emergency is a medical emergency and requires management to save the patients. In general, the antihypertensive drugs used in patients with hypertensive emergencies is administered parenterally. The purpose of this study was to determine the clinical response of intravenous nicardipine and diltiazem in reducing blood pressure, mean arterial pressure, and heart rate in patient with hypertensive emergencies. Study was conducted using retrospective cohort design. The data were taken from medical record of hypertensive emergencies patient in Emergency Room (ER), Intensive Care Unit (ICU), and wards from January to December 2014 at General Hospital of Semarang. The subject of this study were 117 patients, consisting of 66 patients treated with nicardipine and 51 patients treated with diltiazem . Nicardipine decreased the mean arterial pressure (MAP) 14,45%, while diltiazem decreased 12,20%. Nicardipine reduced systolic blood pressure 17.69%, while diltiazem reduced 17.63 %. Nicardipine reduced diastolic blood pressure 21.56% and heart rate 1.74%, while diltiazem reduced diastolic blood pressure 20.30% and heart rate 7,83%. There was no significant difference between nicardipine and diltiazem in reducing blood pressure and MAP. There was significant difference between nicardipine and diltiazem in reducing heart rate. Keywords: hypertensive emergencies, blood pressure, nicardipine, diltiazem

PENDAHULUAN Prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, 2004, dan 2010 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi (Depkes RI, 2006). Korespondensi Poppy Diah Palupi, S.Far., Apt. Akademi Farmasi Nusantara Jln. Jenderal Sudirman No. 270, Semarang Email : [email protected] HP : 081327414800

172

Chobanian et al. (2003) dalam The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure membagi krisis hipertensi menjadi dua, yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Ramos dan Varon, 2014). Hipertensi urgensi adalah situasi dimana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih dari 110 mmHg, tetapi tidak ada

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

kerusakan organ terkait. Hipertensi emergensi merupakan keadaan darurat hipertensi dan disertai kerusakan organ (nyeri dada, sesak napas, nyeri punggung, mati rasa/kelemahan, kesulitan berbicara) (AHA, 2014). Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) dengan menggunakan obat-obat antihipertensi kerja pendek, serta antihipertensi yang diberikan secara intravena (Varon, 2008). Antihipertensi yang dapat dipilih di antaranya natrium nitroprusid, nitrogliserin, nikardipin, labetalol, dan esmolol (Suhardjono, 2012). Berdasarkan Idham (2008), obat antihipertensi emergensi yang tersedia di Indonesia adalah nitrogliserin, nikardipin, dan diltiazem. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yang et al. (2004) mengenai penggunaan nikardipin intravena pada pasien hipertensi emergensi disebutkan bahwa nikardipin dengan dosis 10 mg/jam dapat menurunkan tekanan darah diastolik hingga 30%. Penelitian lain oleh Clifton et al. (1989) menyebutkan nikardipin intravena dengan dosis 8 mg/jam dapat menurunkan tekanan darah diastolik hingga 15,2%. Penelitian mengenai hipertensi emergensi masih terbatas dan belum banyak dilakukan di Indonesia. Terbatasnya ketersediaan obat antihipertensi emergensi di Indonesia dan mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada penderita hipertensi emergensi di rumah sakit, mendorong peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hipertensi emergensi. Hasil observasi di RSUD Kota Semarang menunjukkan bahwa obat antihipertensi emergensi yang digunakan yaitu nikardipin dan diltiazem. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian perbandingan respon klinik nikardipin dengan diltiazem pada pasien hipertensi emergensi. METODE Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian termasuk penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cohort. Metode pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari catatan rekam medik pasien hipertensi emergensi yang dirawat inap di RSUD Kota Semarang periode Januari - Desember 2014.

Populasi dan Subjek penelitian Subjek dalam penelitian adalah semua pasien yang didiagnosis hipertensi emergensi yang menjalani rawat inap di RSUD Kota Semarang periode Januari-Desember 2014. Kriteria inklusi penelitian antara lain pasien dengan diagnosis hipertensi emergensi dimana tekanan darah diastoliknya ≥120 mmHg disertai kerusakan organ, menerima terapi antihipertensi nikardipin atau diltiazem, dan merupakan pasien rawat inap. Kriteria eksklusi antara lain pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap dan pasien yang masuk RS lalu meninggal dunia dalam waktu < 8 jam. Analisis Data Data karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, kerusakan organ, dan obat antihipertensi lain yang digunakan dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan Chi-Square goodness of fit test. Data karakteristik pasien meliputi usia, berat badan, tekanan darah, mean arterial pressure (MAP), dan denyut jantung dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji T dua sampel independen atau MannWhitney. Analisis data yang digunakan untuk membandingkan respon klinik antara nikardipin dengan diltiazem menggunakan uji T dua sampel independen atau Mann-Whitney. Analisis data digunakan untuk mengendalikan counfounding factor yang diperkirakan dapat mempengaruhi variabel tergantung seperti terapi farmakologi lain yang diterima pasien, dianalisis menggunakan analisa kovariansi. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Penelitian Jumlah subjek yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 117 subjek penelitian yang termasuk kriteria inklusi, yaitu 66 subyek kelompok nikardipin dan 51 subjek kelompok diltiazem. Tabel I menunjukkan bahwa secara umum karakteristik kedua kelompok tidak jauh berbeda karena sebagian besar karakteristik bernilai p>0,05. Hasil Pengukuran Mean Arterial Pressure (MAP), Tekanan Darah, dan Denyut Jantung Berdasarkan Tabel II diketahui bahwa MAP antara kelompok nikardipin dengan

173

Volume 5 Nomor 3 – September 2015

Tabel I. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian n (%) Kelompok Karakteristik Nikardipin Diltiazem Rerata ± SB n (%) n (%) Rerata ± SB Rerata ± SB Jenis Kelamin Laki-laki 48 (41) 30 (45,5) 18 (35,3) Perempuan 69 (59) 36 (54,5) 33 (64,7) Umur (tahun) Rerata 53,61±10,05 54,45±10,16 52,51±9,88 Berat badan Rerata 60,62±11,35 61,64±12,49 59,45±9,91 (kg) Mean Arterial Rerata 158,02±12,62 159,27±11,56 156,39±13,82 Pressure (MAP) Tekanan darah Rerata 216,01±25,03 218,76±24,52 212,45±25,46 sistolik (mmHg) Tekanan darah Rerata 129,01±11,61 129,42±11,36 128,47±12,00 diastolik (mmHg) Denyut jantung Rerata 97,94±18,69 98,84±18,64 96,80±18,87 Kerusakan SI 35 (29,9) 20 (30,3) 15 (29,4) organ AMI 11 (9,4) 6 (9,1) 5 (9,8) SH 27 (23,1) 16 (24,2) 11 (21,6) CHF 11 (9,4) 7 (10,6) 4 (7,8) CKD 30 (25,6) 17 (25,8) 13 (25,5) RTP 3 (2,6) 0 3 (5,9) Antihipertensi ACEI 48 (41) 25 (37,9) 20 (39,21) lain yang ARB 67 (57,3) 37 (56,1) 30 (58,82) digunakan Diuretik 38 (32,5) 18 (27,3) 23 (45,10) CCB 85 (72,6) 44 (66,7) 41 (80,39) Lain-lain

11 (9,4)

5 (7,6)

6 (11,76)

Nilai p

0,083** 0,718** 0,321* 0,354* 0,084***

0,949*

0,574*

0,563* 0,398** 0,091** 0,926** 0,818** 0,533** 0,556** 0,731** 0,610** 0,160** 0,091**

Keterangan: *uji independent sample t-test, **uji Chi-square goodness of fit, *** uji Mann Whitney nilai signifikansi p=0,05 SI= stroke iskemik, AMI= acute myocardial infarc, SH=stroke haemorrhagic, CHF=congestive heart failure, CKD= chronic kidney disease, RTP=retinopati, ACEI= angiotensin converting enzyme inhibitor, ARB=angiotensin II reseptor blocker, CCB= calcium channel blocker diltiazem tidak berbeda bermakna (p>0,05). Pada kelompok nikardipin sebanyak 41 (62,1%) pasien tercapai target MAP dan pada kelompok diltiazem sebanyak 45 (88,2%) tercapai target MAP. Berdasarkan Varon dan Marik (2007), target penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi emergensi adalah tekanan darah distolik berkurang secara bertahap sampai <110 mmHg atau penurunan MAP sebesar tidak lebih dari 25% selama beberapa menit sampai dengan 1 jam. Mean Arterial Blood Pressure (MABP) mengalami penurunan sebesar 22% setelah 1 jam pertama pemberian diltiazem intavena (Onoyama, 1987).

174

Pada penelitian ini ketercapaian tekanan darah sistolik pada kelompok nikardipin sebanyak 22 (33,8%) pasien, sedangkan pada kelompok diltiazem sebanyak 17 (33,3%) pasien. Tabel III menunjukkan rerata tekanan darah sistolik kelompok nikardipin sebelum terapi 218,76±24,52 mmHg dan sesudah terapi menjadi 180,06±32,35 atau menurun 17,69%, sedangkan kelompok diltiazem tekanan darah sistolik awal 212,45±25,46 mmHg menjadi 174,98±28,92 mmHg atau menurun 17,63%. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam menurunkan tekanan darah sistolik antara kelompok nikardipin dan diltiazem (p>0,05).

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

Tabel II. Perbandingan MAP Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem Keseluruhan Nikardipin Diltiazem subjek Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB Median Median Median MAP sebelum 158,02±29,27 159,27±11,56 156,39±13,82 pemberian obat 155 157 153 MAP sesudah 131,94±12,62 136,25±16,57 137,29±13,18 pemberian obat 133 133 137 *uji Mann-Whitney nilai signifikansi p=0,05

Nilai p 0,084* 0,310*

Tabel III. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem Keseluruhan Nikardipin Diltiazem subjek Nilai p Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB Median Median Median TD sistolik sebelum 216,13±24,74 218,76±24,52 212,45±25,46 0,178* pemberian obat 214 220 210 TD sistolik sesudah 173,04±31,55 180,06±32,35 174,98±28,92 0,855* pemberian obat 175 180 180 *uji T dua sampel independen nilai signifikansi p=0,05

Penelitian yang dilakukan oleh Maleskar dan Hilleman (2012) menyebutkan rerata penurunan tekanan darah sistolik menggunakan nikardipin sebesar 22,7±11,6 mmHg. Pada 1 jam pertama pemberian diltiazem intravena rerata tekanan darah sistolik menurun dari 224 mmHg mmHg menjadi 174 mmHg, atau menurun 27,3±9,0% (Onoyama, 1987). Ketercapaian tekanan darah diastolik pada penelitian ini untuk kelompok nikardipin sebanyak 44 (67,7%) pasien, sedangkan pada kelompok diltiazem sebanyak 34 (66,7%) pasien. Berdasarkan Tabel IV rerata tekanan darah diastolik awal kelompok nikardipin sebesar 129,42±11,36 mmHg dan setelah 8 jam 101,51±16,68 mmHg atau menurun sebesar 21,56%. Pada kelompok diltiazem rerata tekanan darah diastolik sebelum terapi sebesar 128,47±12,00 mmHg dan setelah 8 jam 102,39±16,31 mmHg atau menurun sebesar 20,30%. Tekanan darah diastolik setelah pengobatan antara kelompok nikardipin dan diltiazem tidak berbeda signifikan (p>0,05). Diltiazem dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 24,6% dan diastolik 26,9% (Onoyama, 1987). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yang et al. (2004), diketahui

tekanan darah diastolik sebelum terapi 114±17 mmHg, dan sesudah terapi 79±12 mmHg (p<0,05), sedangkan penelitian Maleskar dan Hilleman (2012), diketahui nikardipin dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 13,6±7,9 mmHg (p>0,05). Penurunan tekanan darah secara cepat dibutuhkan pada pasien hipertensi emergensi untuk mencegah kematian (Leunissen dan Kooman, 1998). Pada penelitian ini pasien hanya mendapatkan nikardipin dan diltiazem intravena pada 1 jam pertama, sedangkan untuk selanjutnya pasien juga menerima antihipertensi lain, baik diberikan parenteral seperti diuretik, maupun oral (ACEI, CCB, ARB, klonidin, spironolakton). Oleh sebab itu, dilakukan pengukuran respon klinik pasien berupa tekanan darah sistolik dan diastolik menggunakan analisis statistik anakova (analisis kovarians). Hasil anakova ditunjukkan pada Tabel V. Adapun pasien yang menerima terapi antihipertensi lain selain nikardipin sebanyak 55 (83,33%) pasien dan selain diltiazem sebanyak 46 (90,2%) pasien. Pasien yang tidak menerima terapi antihipertensi lain selain nikardipin dan diltiazem sebanyak 16 (13,67%) adalah pasien stroke, baik stroke iskemik maupun stroke

175

Volume 5 Nomor 3 – September 2015

Tabel IV. Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem Keseluruhan subjek

Nikardipin

Rerata ± SB Rerata ± SB Median Median TD sistolik sebelum 129,01±11,61 129,42±11,36 pemberian obat mmHg mmHg 125 127 TD sistolik sesudah 101,42±16,23 101,51±16,68 pemberian obat mmHg mmHg 100 100 * Uji T dua sampel independen **uji Mann-Whitney nilai signifikansi p=0,05

Diltiazem Rerata ± SB Median 128,47±12,00 mmHg 124 102,39±16,31 mmHg 100

Nilai p

0,574**

0,571*

Tabel V. Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Setelah 8 Jam Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem Dikombinasi dengan Antihipertensi Lain Nikardipin Diltiazem Nilai p Rerata±SB Rerata±SB TD sistolik 8 jam setelah 174,09±28,03 diterapi TD diastolik 8 jam 199,67±16,25 setelah diterapi *Uji analysis of covariance nilai signifikansi p=0,05

173,02±35,39

0,996

102,39±16,31

0,556*

Tabel VI. Pengukuran Denyut Jantung Sebelum dan Sesudah Diberikan Nikardipin dan Diltiazem Keseluruhan Nikardipin Diltiazem subjek Nilai p Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB Median Median Median Denyut jantung sebelum 97,94±18,69 98,84±18,64 96,80±18,87 0,563* pemberian obat 96 (60-160) 97,5 (60-139) 91 (70-160) Denyut jantung sesudah pemberian obat

93,62±18,10 92 (64-145)

hemoragik. Hipertensi pada intracerebral bleeding direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan jika tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg. Pasien dengan stroke iskemik membutuhkan tekanan sistemik yang cukup untuk mempertahankan perfusi di distal obstruksi. Oleh karena itu, tekanan darah harus dimonitor ketat dalam 1–2 jam pertama (Cherney dan Straus, 2002). Berdasarkan hasil analysis of covariance, didapatkan hasil tekanan darah sistolik dan diastolik tidak berbeda bermakna (p>0,05) meskipun nikardipin dan diltiazem diberikan bersama dengan antihipertensi lain, baik parenteral maupun oral seperti diuretik, captopril, valsartan, amlodipin, klonidin dan spironolakton, sehingga dapat dikatakan respon klinik nikardipin dan diltiazem dalam menurunkan tekanan darah

176

97,12±18,61 94,5 (66-145)

89,22±16,58 88 (64-135)

0,019*

sistolik maupun diastolik tidak dipengaruhi oleh antihipertensi lain. Calcium Channel Blocker (CCB) efektif dalam menurunkan tekanan darah, baik diberikan secara tunggal maupun kombinasi (Jamerson et al., 2008; Staessen dan Birkenhäger, 2005). Pada penelitian ini, penurunan denyut jantung pada kelompok nikardipin sebanyak 37 (57,8%) pasien, sedangkan pada kelompok diltiazem sebanyak 38 (74,5%) pasien. Rerata denyut jantung sebelum diberikan nikardipin 98,84±18,64, dan sesudah 8 jam 97,12±18,61 kali per menit atau menurun sebanyak 1,74%. Denyut jantung sebelum diberikan diltiazem 96,80±18,87 dan sesudah sebesar 89,22±16,58 kali per menit atau menurun sebesar 7,83%. Pada perbandingan nikardipin dengan labetalol pada 141 pasien hipertensi emergensi,

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

menunjukkan bahwa nikardipin dapat meningkatkan denyut jantung pada 30 menit pertama (p=0,012 pada 5 menit pertama, p<0,01 selanjutnya) (Cannon et al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Onoyama (1987) diketahui bahwa diltiazem dapat menurunkan denyut jantung sebesar 8,9%. KESIMPULAN Nikardipin dan diltiazem mempunyai respon klinik yang berbeda tetapi tidak bermakna dalam menurunkan tekanan darah sistolik, diastolik, dan MAP pasien hipertensi emergensi (p>0,05). Nikardipin dan diltiazem masing-masing dapat menurunkan denyut jantung yang berbeda bermakna pada pasien hipertensi emergensi (p<0,05). DAFTAR PUSTAKA AHA, 2014, Hypertensive Crisis, American Heart Association, Dallas. Cannon, C.M., Levy, P., Baumann, B.M., Borczuk, P., Chandra, A., Cline, D.M., et al., 2013, Intravenous Nicardipine and Labetalol Use in Hypertensive Patients with Signs or Symptoms Suggestive of End-Organ Damage in the Emergency Department: a Subgroup Analysis of the CLUE trial, British Medical Journal Open, 3(3): 1-7. Cherney, D., Straus, S., 2002, Management of Patients with Hypertensive Urgencies and Emergencies, Journal of General Internal Medicine, 17: 937–945. Chobanian A.V., Bakris G.L., Black H.R., et al., 2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report, The Journal of the American Medical Association, 289(19): 2560–2571. Clifton, G.G., Cook, M.E., Bienvenu, G.S., Wallin, J.D., 1989, Intravenous Nicardipine in Severe Systemic Hypertension, The American Journal of Cardiology, 64(15): H16– H18. Depkes RI, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Jenderal Bina Farmasi, Jakarta. Idham, I., 2008, Management Strategy in Hypertensive Crisis: The Role of Nicardipine,

Department of Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta. Jamerson, K., Weber, M.A., Bakris, G.L., Dahlöf, B., Pitt, B., Shi, V., et al., 2008, Benazepril plus Amlodipine or Hydrochlorothiazide for Hypertension in High-Risk Patients, New England Journal of Medicine, 359(23): 2417–2428. Leunissen, K.M.L., dan Kooman, J.P., 1998, Hypertensive Emergencies in Ronco, C., dan Bellomo, R., Critical Care Nephrology, 2nd Ed, Saunders, Philadelphia. Malesker, M.A., Hilleman, D.E., 2012, Intravenous Labetalol Compared with Intravenous Nicardipine in the Management of Hypertension in Critically Ill Patients, Journal of Critical Care, 27(5): 528.e7–528.e14. Onoyama, 1987, Effect of a Diltiazem on Severe Systemic Hypertension, Current Therapeutic Research, 42(6). Ramos, A.P., Varon, J., 2014, Current and Newer Agents for Hypertensive Emergencies, Current Hypertension Reports, 16(7): 1–8. Staessen, J.A., Birkenhäger, W.H., 2005, Evidence that New Antihypertensives are Superior to Older Drugs, The Lancet, 366(9489): 869– 871. Suhardjono, 2012, Penatalaksanaan Hipertensi Kompleks dan Hipertensi Krisis, Jurnal Medika, I(XXXVIII): 65. Varon, J., Marik, P. E., 2007, Hypertensive Crises: Challenges and Management, Chest, 131(6): 1949–1962. Varon, P.J., 2008, Treatment of Acute Severe Hypertension, Drugs, 68(3): 283–297. Yang, H.J., Kim, J.G., Lim, Y.S., Ryoo, E., Hyun, S.Y., dan Lee, G., 2004, Nicardipine versus Nitroprusside Infusion as Antihypertensive Therapy in Hypertensive Emergencies, Journal of International Medical Research, 32(2): 118–123.

177