PENGEMBANGAN EKOWISATA SEBAGAI STRATEGI PELESTARIAN HUTAN

Download ISSN 1441 – 318X. PENGEMBANGAN EKOWISATA. SEBAGAI STRATEGI PELESTARIAN HUTAN MANGROVE. (Studi Kasus Hutan Mangrove di Pantai Utara ...

3 downloads 553 Views 47KB Size
J.Tek.Ling

Vol .7

No. 3

Hal. 234-242

Jakarta, Sept. 2006

ISSN 1441 – 318X

PENGEMBANGAN EKOWISATA SEBAGAI STRATEGI PELESTARIAN HUTAN MANGROVE (Studi Kasus Hutan Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Indramayu) Ikhwanuddin Mawardi Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract. Mangrove forest area in coastal Indramayu district province of West Java as potential building and able to be developed as econatural tourisms and educational tourism with using of services from mangrove forest area. To built and develop of ecotourism area need a good planing which involving the investor as stakeholders. Econatural tourism need to be empowered as well as centre of educational and traing which related with mangrove forest area protection

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Indramayu yang dikenal sebagai kota Mangga, adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terletak di Pesisir Utara Pulau Jawa. dengan panjang garis pantai sekitar 114 km. Wilayah administratif Kabupaten Indramayu adalah 2.000,99 km², yang dibagi dalam 24 kecamatan, 8 kelurahan dan 302 desa; dengan jumlah penduduk 1.653.451 jiwa (820 jiwa/km² ) laki-laki 836.528 jiwa dan perempuan 816.923 (1). jiwa Kabupaten Indramayu dilintasi jalur Pantura yang merupakan jalur ekonomi terpadat di Indonesia, terutama pada musim lebaran dan tahun baru. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas utara Pulau Jawa, dengan stasiun terbesar di Jatibarang.

234

Sekitar 58% atau 118.513 hektar wilayah Kabupaten Indramayu merupakan areal persawahan produktif, sehingga Kabupaten Indramayu dikenal sebagai lumbung beras bagi Jawa Barat. Keradaan pesisir sepanjang 114 km menjadikan Indramayu mempunyai potensi perikanan tangkap dan budidaya tambak yang besar. Data produksi terakhir adalah sebesar 59.840 ton ikan (1).. tangkap dan 10.710 ton dari tambak Selain potensi perikanan, pesisir Kabupaten Indramayu juga memiliki potensi minyak dan gas bumi yang cukup besar sehingga Indramayu dikenal pula sebagai kota penghasil minyak Selain perikanan dan pertambangan, potensi lain yang ada di pesisir Kabupaten Indramayu adalah hutan mangrove dengan luas 8.023,55 ha. Di belakang hutan bakau tersebut terdapat (2).. hutan lindung seluas 2.081,60 ha Meskipun belum dimanfaatkan dengan

Mawardi, I. 2006

optimal, namun beberapa lokasi disekitar hutan mangrove telah dikembangkan menjadi daerah wisata yang cukup terkenal; seperti

a. Pantai Eretan yang terletak di jalur

b.

Jalan Raya Pantura ± 39 km dari Kota Indramayu kearah Jakarta. Saat ini Pant ai Eretan dimanfaatkan sebagai sebagai rest area bagi berbagai kendaraan yang banyak lalu lalang di Pantura tersebut. Disepanjang pantai terdapat hutan mangrove yang rindang dan banyak berdiri restoran dan rumah makan yang siap menyajikan aneka hidangan ikan laut yang segar. Pantai Tirtamaya yang terletak pada jalur pantura antara Indramayu (16 km) dan Cirebon.(38 km). Pantai Tirtamaya .adalah salah satu tujuan wisata lokal yang banyak dikunjungi, karena selain dapat digunakan sebagai pemandian laut yang aman, juga mempunyai panorama yang indah, terutama pada saat terbit dan terbenamnya matahari:

1.2. Permasalahan. Potensi-potensi tersebut diatas merupakan sumberdaya pembangunan yang telah banyak berperan dalam peningkatan perekonomian masyarakat Kabupaten Indramayu selama ini Sebagai sumberdaya tidak dapat pulih, pertambangan akan habis sesuai dengan laju (intensitas) pemanfaatan nya,. Bagi masyarakat Indramayu dampak positif (manfaat) keberadaan sumberdaya pertambangan tersebut untuk masa mendatang; akan sangat tergantung pada ”kebijakan pengelolaan keuntungan yang diterima saat ini. Manfaat akan berhenti saat sumberdaya habis jika keuntungan selama ini digunakan untuk konsuntif, dan akan bermanfaat terus jika keuntungan

dijadikan modal usaha miliki Pemerintah Daerah.(BUMD). Berbeda dengan sumberdaya pertambangan, sumberdaya perikanan dan hutan bakau adalah sumberdaya dapat pulih, yang kelestarian potensi dan manfaatnya tidak hanya dipengaruhi oleh intensitas pemanfaatan potensi tersebut, namun dipengaruhi pula faktor lain, terutama aktivitas pembangunan di hulu dan sekitar ekosistem berada.

Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi aktivitas pembangungan ekonomi di bagian hulu dan sekitar ekosistem mangrove pada umumnya mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan yang merusak hutan mangrove; yang berarti pula merusak daerah pemijahan (spawaning grounds) dan perbesaran (nursery grounds) berbagai jenis biota air (ikan, udang, kerang-kerangan, dan jenis biota lainnya). Berkenaan dengan perihal itulah maka untuk tetap dapat memproduksi ikan laut dan memanfaatkan Pantura sebagai tempat wisata, keberadaan hutan Mangrove di Pantura wilayah Kabupaten Indramayu harus dilestarikan. 2. MANGROVE. 2.1 . Peran Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekositem peralihan yang sangat subur.

Ekosistem ini dikatakan sangat subur karena semua bagian dari vegetasi mangrove merupakan sumber makanan potensial dalam berbagai bentuk yang (3) mangrove.

hidup

di

ekosistem

Karena sangat subur maka ekosistem mangrove menjadi habitat dari berbagai jenis burung, mamalia, reptilia jenis-jenis biota lainnya, sehingga karenanya hutan bakau memiliki

Pengembangan Ekowisata.... ..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7 (3): 234--242

235

keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pole) yang tinggi dan berfungsi sebagai salah satu sistem penunjang kehidupan. Selanjutnya bagian dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang, dan bagian lainnya) yang jatuh di perairan disekitarnya, akan hancur menjadi serasah (detritus) .yang dapat langsung dimakan oleh beberapa jenis biota air, termasuk ikan; sedangkan sisanya akan terdekomposisi menjadi unsur hara/nutrien yang akan digunakan untuk pertumbuhan plankton yang menjadi makanan utama ikan. Keberadaan detritus dan plankton yang berlimpah inilah yang secara alami menjadi alasan mengapa ekosistem mangrove menjadi daerah pemijahan (spawaning grounds) dan perbesaran (nursery grounds) berbagai jenis biota air (ikan, udang, kerang-kerangan, dan jenis biota lainnya). Selanjutnya tumbuhan mangrove/ bakau memiliki sistem perakaran dan canopi yang rapat dan kokoh, sehinggasecara fisik dapat berfungsi pula sebagai pelindung daratan dari abrasi air laut (gempuran gelombang, tsunami, angin topan, dan peresapan air laut), dan akhirnya karena struktur kayu yang keras maka kayu bakau dapat dijadikan bahan baku kertas, arang dan bangunan yang berkualitas baik. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa peran hutan mangrove pada perekonomian daerah adalah (1) secara langsung sebagai sumber hasil hutan berupa kayu; dan (2) secara tidak langsung menjamin keberlanjutan dan peningkatan produksi ikan; baik produksi tangkap maupun budidaya tambak.

236

2.2. Ancaman terhadap Keberlanjutan Hutan Mangrove Hutan Mangrove yang memiliki peran penting seperti tersebut diatas terancam keberlanjutannya karena: (1) pencemaran perairan pesisir akibat pembangunan dibagian huluc dan sekitar ekosistem dapat menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuhnya; .(b) ditebang untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar dan bahan bangunan masyarakat di sekitarnya; dan yang paling dominan adalah (c) penebangan untuk dijadikan (dikonversi) menjadi tambak guna membudidayakan ikan/udang (tambak).

Dengan ancaman seperti tersebut diatas; yang utamanya dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder, maka menghentikan perusakan dan sekaligus menjaga kelestariannya adalah harus dengan melibatkan dan memperhatikan kepentingan mereka. Dengan demikian maka melarang masyarakat menebang kayu, haruslah memikirkan/meyediakan sumber uang lain (lapangan pekerjaan) untuk membeli kayu penggantinya. Demikian pula pelarangan membuka hutan bakau secara besar-besaran untuk tambak, harus diarahkan untuk menebang seperlunya saja. Jika konsep pelibatan, penggantian kebutuhan dan pembelajaran seperti ini bisa dilakukan maka kelestarian hutan Mangrove dapat diharapkan. Konsep tersebut dapat berjalan, salah satunya adalah jika hutan Mangrove dipandang sebagai aset yang memiliki nilai ekonomi dan ekologi, sehingga pemanfaatannya tidak bersifat ekstraktif, namun simbiotik; dimana para pemanfaat berinteraksi positif dengan sumberdaya yang dimanfaatkannya.

Mawardi, I. 2006

3. EKOWISATA. 3.1.. Konsep Ekowisata Secara konseptual, ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah (4). setempat Beberapa padanan istilah ecoturism antara lain adalah naturalbased tourism, green travel, low impact tourism, village based tourism, sustainable tourism, cultural tourism, heritage tourism dan natural tourism. Definisi ekowisata tersebut diatas mengisyaratkan .adanya 3 dimensi penting dalam ekowisata, yaitu :

a. Konservasi: suatu kegiatan wisata

b.

c.

tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif seminimal mungkin; Pendidikan: wisatawan yang mengikuti wisata tersebut akan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai keunikan biologis, ekosistem dan kehidupan sosial di kawasan yang dikunjungi; Sosial: masyarakat mendapat kesempatan untuk menjalankan kegiatan tersebut.

Ekowisata telah berkembang dengan cepat, pertama-tama karena ekowisata mempunyai arti yang lain bagi orang awam dan istilah tersebut sangat sering digunakan untuk pemasaran. Imbuhan eco seperti ecotour, ecotravel, ecosafary, ecovacation, ecoadventures, ecosruise, dll., yang disamakan artinya dengan pemanfaatan yang bertanggung (6). jawab

Berbeda dengan pariwisata yang sudah dikenal, ekowisata dalam penyelenggaraanya tidak menuntut tersedianya fasilitas akomodasi yang modern atau glamour yang dilengkapi dengan peralatan yang serba mewah atau bangunan artifisial yang (5) berlebihan . Selanjutnya, dilihat dari aktivitas yang dilakukan pada kegiatan ekowisata, maka pada dasarnya ekowisata dalam penyelenggaraanya dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, memelihara keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasan hidup (the way of live), menciptakan ketenangan, kesunyian, memelihara flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Oleh karenanya, dalam ekowisata, wisatawan yang datang tidak semata-mata untuk menikmati alam sekitarnya tetapi juga mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan atau pengalaman. Dengan demikian maka selaraslah arti ekowisata sebagai wisata yang bertanggung jawab. 3.2. Kebijakan Pengembangan Wisata Kebijakan pengembangan ekowisata telah ditetapkan dalam berbagai peraturan pemerintah yang mengatur kebijaksanaan pengembangan eko(7). wisata Pada dasarnya, kebijaksanaan pengembangan ekowisata itu menganjurkan agar pelaku Ekowisata dapat memenuhi hal-hal berikut : 1) Dalam pembangunan, prasarana dan sarana sangat dianjurkan dilakukan sesuai kebutuhan saja tidak berlebihan dan menggunakan bahan yang terdapat di daerah tersebut. 2) Diusahakan agar meggunakan teknologi dan fasilitas modern seminimal mungkin.

Pengembangan Ekowisata.... ..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7 (3): 234--242

237

3) Pembangunan dan aktivitas dalam proyek dengan melibatkan penduduk

lokal semaksimal mungkin dengan tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. 4) Masyarakat setempat dihimbau agar tetap memelihara adat dan kebiasaanya sehari-hari tanpa terpengaruh kedatangan wisatawan yang berkunjung. 5) Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan atau pengelolaan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata, harus memperhatikan 5 unsur yang dianggap paling menentukan, yaitu : (1) Pendidikan (education): Aspek pendidikan merupakan bagian utama dalam mengelola ekowisata karena membawa misi sosial untuk menyadarkan keberadaan manusia, lingkungan dan akibat yang mungkin ditimbulkan bila teradi kesalahan atau kekeliruan dalam manajemen pemberdayaan lingkungan. (2) Perlindungan atau Pembelaan (advocacy): Setiap pengelolaan ekowisata memerlukan integritas kuat karena kadang-kadang nilai pendidikan dari maksud diadakannya ekowisata menjadi salah arah. Sarana dan prasarana yang dibuat hendaknya mampu memberi kan nilai-nilai yang berwawasan

lingkungan dan menggunakan bahan-bahan di sekitar obyek itu walaupun kelihatan sangat sederhana. Dengan cara itu, keaslian dapat dipertahankan karena dengan kesederhanaan itu masyarakat di sekitar kawasan mampu mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan sendirinya tanpa mengada-ada. 238

(3) Keterbatasan Komunitas Setempat (community involvement): Dalam pengelola an kawasan ekowisata, peran serta masyarakat setempat tidak bisa diabaikan. Mereke lebih tahu dari pendatang yang yang punya proyek karena keterlibatan mereka dalam persiapan dan pengelolaan kawasan sangat diperlukan. (4) Pengawasan (monitoring): Dalam pengelolaan pariwisata pada umumnya dan ekowisata pada khususnya, sering dijumpai adanya pergeseran yang lambat laun akan mengakibatkan hilangnya kebudayaan asli atau keaslian ekosisitem setempat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan (monitoring) yang berkesinambungan sehingga masalah integritas, loyalitas atau kualitas dan kemampuan untuk mengelola akan sangat menentukan untuk mengurangi dampak yang mungkin timbul. (5) Konservasi (conservation): Tujuan dari ekowisata adalah wisata berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman lingkungan alam dan dikelola dengna prinsip berkelanjutan. Oleh karenanya, wisatawan yang mengunjungi suatu kawasan ekowisata harus menyadari tujuan pengembang an kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi dengan memperhatikan kesejahteraan, kelestarian dan mempertahankan kelestarian lingkungan kawasan itu sendiri. 4. KASUS HUTAN BAKAU DI PESISIR KAB. INDRAMAYU 4.1. Mangrove di Kab. Indramayu

masih

Saat ini Kabupaten Indramayu memiliki hutan Mangrove yang

Mawardi, I. 2006

berada di sepanjang pesisir pantai seluas 8.023,55 ha. Hutan ini jika tidak dikelola dengan baik, diperkirakan luasnya akan terus berkurang dan pada saatnya menjadi sangat sedikit, sehingga keberadaanya tidak berarti, atau berguna bagi kehidupan organisme lain, Pada umumnya luasan hutan Mangrove di Kabupaten Indramayu berkurang oleh kegiatan masyarakat yang mengkonversi lahan hutan bakau untuk (a) perluasan areal pertambakan, (b) penambahan lahan permukiman nelayan, dan (c) areal kegiatan pembangunan lainnya sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk. Berkurangnya luasan hutan bakau tersebut telah mengakibatkan:

(1) berkurangnya kemampuan daratan khususnya pantai Indramayu dalam menghalangi abrasi pantai akibat gelombang laut. (2) Penyusupan (intrusi) air laut makin jauh ke daratan. (3) Penurunan hasil tangkapan (produktivitas) ikan di pantai dan laut lepas Indramayu yang diduga akibat dari berkurangnya areal pemijahan (spawaning ground) areal perbesaran anak-anak ikan (nursery ground). Uraian tersebut diatas mengisyaratkan bahwa sebenarnya keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantai Kabupaten Indramayu secara ekologis masih memberikan manfaat bagi perekonomian Indramayu. Seperti telah diuraikan pada bab permasyalahan (subbab.1.2), jika masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Indramayu masih menghendaki manfaat hutan Mangrove; baik manfaat langsung (ekologis) dan atau tidak langsung (produksi ikan laut dan tambak) maka

keberadaan hutan Mangrove harus dipertahankan dan dilestarikan. Menyimak uraian konsep (Bab 3.1) dan kebijakan pengembangan (3.2) Ekowisata, maka terasa bahwa konsep tesebut terasa sangat cocok untuk usaha pelestarian Mangrove di Kabupaten Indramayu. 4.2. Jasa Lingkungan Telah disebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan kawasan hutan mangrove/ bakau di pantai kabupaten Indramayu, adalah dengan menjadikannya sebagai tujuan wisata alam atau ekowisata. Mengacu pada ketentuan dalam Keppres RI No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; maka pengembangan hutan mangrove di sepanjang pantai Indramayu untuk tujuan wisata alam adalah tidak dilarang; dan untuk itu pemikiran pemanfaatan sebagai tujuan perlu dilanjutkan. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan hutan bakau sebagai obyek wisata alam, maka fungsi hutan bakau dari aspek ekologi tetap dipertahankan, sedangkan dari fungsi ekonomi kawasan hutan bakau di pantai Kabupaten Indramayu dapat diberdayakan dan dikembangkan dengan memanfaatkan ”jasa lingkungannya”. Pemanfaat jasa lingkungan tersebut diharapkan tidak hanya mampu mengganti kayu bakar, namun juga akan memberi dampak langsung yang lebih besar bagi masyarakat sekitar, yakni peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan jika sukses, pengembangan wisata ini secara tidak langsung akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Indramayu.

Pengembangan Ekowisata.... ..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7 (3): 234--242

239

Mengenai jenis jasa lingkungan dalam bentuk wisata yang mungkin dikembangkan di Kabupaten Indaramayu adalah: a) Wisata Alam dan Pendidikan Hutan bakau yang terdapat di pantai Kabupaten Indramayu (8.023,55 ha) merupakan hutan bakau yang terluas di jalur pantai utara Pulau Jawa. Bagi Kabupaten Indramayu, kawasan hutan bakau yang terletak dipesisir pantai sebelah utara dari Kabupaten Indramayu mempunyai potensi untuk dikembangkan. Salah satu diantaranya yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam dan wisata pendidikan adalah Kawasan Hutan Bakau Blok Kedung Cowet RPH Cemara BKPH/KPH Indramayu. Pengembangan dan pengelolaan kawasan hutan mangrove, menjadi daya tarik sebagai obyek wisata alam dan wisata pendidikan, yaitu melalui (1)-Pemanfaatan kawasan hutan bakau dan kondisi lingkungan sekitarnya. (2)-mengembangbiakan satwa liar yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sesuai dengan habitat kawasan hutan bakau, (3)-Pengembangan dan pemanfaatan biota perairan dan tumbuhan khas pesisir pada kawasan hutan bakau (agro-fishery). Mengingat sampai saat ini Kabupaten Indramayu belum memiliki lokasi wisata alam dan wisata pendidikan yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan nusantara, maka Pemerintah Kabupaten Indramayu termasuk Perguruan Tinggi dapat mengambil berbagai alternatif untuk membangun dan mengembangkan Kawasan Wisata Alam dan Wisata Pendidikan di Kabupaten Indramayu. Salah satu alternatif yaitu bekerjasama dengan PT. Perhutani dan investor lainnya dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan Kawasan Hutan Mangrove Blok Kedung Cowet RPH Cemara BKPH/KPH 240

Indramayu sebagai Kawasan Alam dan Wisata Pendidikan.

Wisata

Perlu dipahami, bahwa tujuan dengan dilaksanakan pembangunan dan pengembangan kawasan hutan mangrove sebagai obyek Wisata Alam dan Wisata Pendidikan, yaitu : (1)-Melindungi kawasan hutan bakau sebagai plasma nutfah; (2)-Mengembangkan hutan bakau menjadi obyek wisata alam dan wisata pendidikan yang dapat menarik kunjungan wisatawan umum atau wisatawandengan minat khusus (khusus nya di bidang pendidikan dan penelitian); (3)-Kawasan hutan bakau sebagai wisata pendidikan akan sangat bermanfaat sebagai sarana pendidikan lingkungan, pusat laboratorium mangrove bagi para pelajar, mahasiswa, atau para peneliti, serta masyarakat dan stakeholder yang terlibat dengan pengelolaan mangrove; (4)-Dalam rangka membentuk Pola Kemitraan Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat terutama di wilayah pesisir, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), serta keuntungan bagi perusahaan yang memegang hak pengelolaan hutan bakau (PT. Perhutani). Sedangkan sasaran dengan diabangunnya kawasan wisata alam dan wisata pendidikan di Kabupaten Indramayu ini adalah dalam rangka melestarikan fungsi hutan mangrove, dan meminimalisasi kerusakan hutan mangrove dari kegiatan penduduk setempat dan stakeholders yang hanya mengejar keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan fungsi ekologi. Kawasan Wisata Alam dan Kawasan Wisata Pendidikan yang akan dikembangkan dengan memanfaatkan jasa lingkungan kawasan hutan mangrove di Indramayu tersebut diharapkan bukan saja dikunjungi oleh para pelajar, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya, namun juga dapat dijadikan sebagai obyek penelitian

Mawardi, I. 2006

dan pengkajian bagi mahasiswa, dosen, serta peneliti lainnya. Fungsi dari obyek wisata alam ini tetap mempertahankan fungsi lindung dan keasliannya, sedangkan disisi lain perlu ada sentuhan lain yang dapat menarik minat masyarakat untuk mengunjunginya. Namun disisi lain pengelola Wista Alam tersebut dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi di sekitarnya (Universitas Wiralodra, Akademi Minyak dan Gas Bumi, dll) serta perguruan tinggi swasta lainnya di Cirebon, Universitas Padjadjaran (Jatignangor, Sumedang), IPB (Bogor), UI (Depok), Universitas Jendral Sudirman (Purwokerto), UNDIP (Semarang), atau Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta). Kawasan Wisata Alam dan Wisata Pendididkan ini juga menyediakan tempatnya untuk penelitian bagi para mahasiswa S1, S2, dan S3. b)

PUSAT PENDIDIKAN PELATIHAN

DAN

Selain itu Kawasan Wisata Alam dan Wisata Pendidikan yang terletak di pesisir pantai Indramayu dilengkapi pula dengan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang lebih bersifat kebaharian. Untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tersebut perlu kreativitas dari pengelola Wisata Alam dan Wisata Pendidikan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Indramayu atau dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Bidang-bidang yang dapat dikelola untuk pelatihan dan pendidikan disini antara lain (1)-Pengelolaan Pertambakan Rakyat yang Berwawasan Lingkungan; (2)-Penanggulangan Pencemaran Tumpahan Minyak Mentah di Perairan Pantai; (3)-Pengenalan Dasar Ekosistem Hutan Bakau; (4)-Pentingnya Ekosistem Mangrove Bagi Kehidupan; (5)-Budidaya Ikan Laut menggunakan Jaring Apung;

(6)-Pengembangan Wisata Bahari; (7)Latihan berlayar (sailing, para sailing, berenang (swimming), memancing (fishing); dan (8)-dan jenis pelatihan lainnya yang berkaitan dengan upaya pelestari-an Pantai Indramayu dan hutan bakau. Keberadaan Kawasan Wisata Alam dan Kawasan Wisata Pendidikan di Kabupaten Indamayu ini merupakan kebanggaan bagi Kabupaten Indramayu. Hadirnya obyek wisata alam dan wisata pendidikan ini akan mendorong Kabupaten Indramayu untuk lebih kreatif lagi, yaitu dengan mengajak para investor untuk mengelola obyek wisata bersangkutan, serta membenahi sektor industri pariwisata yang ada di Kota Indramayu (hotel, tempat penginapan, dan biro perjalanan /travel, produkproduk souvenir, makanan ringan setempat). 4.3. Perencanaan dan Pengembangan Obyek Wisata di Pantura Untuk membangun dan mengembangkan Kawasan Wisata Alam dan Kawasan Wisata Pendidikan di pesisir pantai Kabupaten Indramayu tersebut perlu disusun suatu perencanaan yang matang, termasuk rencana bisnisnya (bussines plan). Kehadiran obyek wisata ini tentunya akan memberikan berbagai peluang dan kesempatan bisnis bagi para investor ataupun masyarakat setempat. Satu hal yang perlu dipertahankan yaitu menjaga dan mempertahankan fungsi Kawasan Wisata Alam dan Wisata Pendidikan sebagai kawasan yang harus dilindungi dari berbagai upaya yang dapat menyebabkan rusak atau berkurangnya fungsi ekologis dari kawasan hutan bakau di daerah tersebut.

Pengembangan Ekowisata.... ..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7 (3): 234--242

241

Obyek wisata yang direncanakan tersebut harus dapat memberikan nilai tersendiri yang tidak dimiliki oleh obyek (8,9). wisata lainnya Di lokasi obyek wisata ini para pengunjung dapat menyaksikan beraneka jenis buaya muara, atraksi buaya, atau mempelajari kondisi biologi dari seekor buaya. Atau atraksi dari berbagai binatang dan biota lainnya yang khusus hidup di habitat hutan bakau.

matang dengan melibatkan investasi dari (10). para investor Perlu memberdayakan kawasan wisata alam dan wisata pendidikan sekaligus sebagai pusat pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap kawasan hutan bakau. DAFTAR PUSTAKA

Pengunjung juga dapat berjalan (di atas di atas papan yang berada sekitar 1 meter dari permukaan air) di kawasan hutan mangrove, sambil menikmati keindahan dan keaslian dari habitat hutan bakau. Dalam pengembangan berikutnya kawasan wisata alam dan wisata pendidikan tersebut juga menyediakan akomodasi yang dapat dimanfaatkan untuk menginap (homestay) bagi para pengunjung yang berasal dari luar daerah. Obyek wisata ini diharapkan dapat dikunjungi oleh para pelajar, siswa, dan masyarakat di lingkungan Eks Wilayah Karisidenan Cirebon (Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka), atau dari daerah lain di Bandung, Jakarta, Purwokerto, Tegal, Pekalongan dan Semarang. 5. PENUTUP Kawasan hutan bakau di pesisir pantai Kabupaten Indramayu mempunyai potensi untuk dibangun dan dikembangkan sebagai Kawasan Wisata Alam dan Wisata Pendidikan dengan memanfaatkan jasa lingkungan dari kawasan hutan bakau. Untuk membangun dan mengembangkan kawasan wisata alam dan wisata pendidikan diperlukan perencanaan

242

1. 2.

http:www/indramayu.go.id. Perhutani, 2001, Buku Selayang Pandang KPH Indramayu. PT Perhutani Indramayu.. 3. Nybakken, J.w. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 459 hal.. 4. Anonim, 2003. EKOWISATA, Prinsip dan Kriteria. Kementerian Kebudaya an dan Pariwisata RI. 30 hal. 5. Hadinoto,K..1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. UI Press. 219 hal. 6. Carfter,E and G. Lowman. 1994. Ecotourims: A sustainable Option. John Willey & Sons. New York. 7. Parikesit, D dan Trisnadi, W. 1997. Kebijakan Kepariwisataan Indonesia Dalam Pembangunan Jangka Panjang. Kelola, Gadjah Mada University Bussines Review. 1997. 8. Yoeti, H. O. A. 1997. Perencanaan Dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradya Paramita, Jakarta. 9. Fandeli. C. 2000. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2000. 10. Wahab, S. 1996. Manajemen Kepariwisataan. Alih Bahasa Drs. Gromang F. PT. Pradya Paramita, Jakarta

Mawardi, I. 2006