PENYUSUNAN SKALA HEDONISME KEBAUAN BEBERAPA SUMBER BAU DI INDONESIA
RUTH KARTIKA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan Beberapa Sumber Bau di Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2017
Ruth Kartika NIM F44130062
ABSTRAK RUTH KARTIKA. Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan Beberapa Sumber Bau di Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO. Bau merupakan salah satu sumber gangguan lingkungan penting di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun skala hedonisme kebauan, menentukan nilai skala hedonisme kebauan menggunakan panelis, mengukur kadar amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) menggunakan analisis kimia dan membandingkannya dengan nilai skala hedonisme kebauan, serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan polusi kebauan. Penelitian dilakukan dengan mengacu pada Kep-50/MENLH/11/1996, SNI 19-7119.1-2005, dan RSNI3.7119.11:2007. Penyusunan skala hedonisme dilakukan di beberapa lokasi yang merupakan sumber bau di Dramaga. Nilai skala hedonisme kebauan yang digunakan -4≤x≤4 dengan ketelitian 1 (satu) angka desimal. Berdasarkan hasil penelitian, peternakan ayam mendapatkan nilai skala hedonisme terkecil, yaitu sebesar -2,5 (cukup tidak sedap) dan toko minyak wangi yang mendapat nilai tertinggi sebesar 2,8 (cukup sedap). Faktor yang mempengaruhi polusi bau adalah aliran udara, lingkungan, tempat tertutup dan terbuka, lama waktu paparan, serta senyawa-senyawa, seperti amonia (NH3), metil merkaptan (CH3SH), hidrogen sulfida (H2S), metil sulfida (CH3)2S, dan stirena (C6H5CHCH2). Kata kunci:
amonia, hidrogen sulfida, kebauan, skala hedonisme, sumber bau
ABSTRACT RUTH KARTIKA. Development of Malodour Hedonic Scale of Selected Odour Sources. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO. Odour is one of the important sources of environmental disturbance in Indonesia. The purposes of this study were to develop a hedonic scale of malodour, to determine the value of malodour hedonic scale by using panellists, to measure the concentration of ammonia (NH3) and hydrogen sulphide (H2S) using chemical analysis and to compare it with the hedonic scale of malodour, and also to analyse the factors that cause malodour pollution. This research was conducted based on Kep-50/MENLH/11/1996, SNI 19-7119.1-2005, and RSNI3.7119.11:2007. Development of hedonic scale was carried out in several odour sources at Dramaga, Bogor. The value of malodour hedonic scale used had a range of -4≤x≤4 with accuracy of 1 (one) decimal number. The result showed that poultry had the lowest hedonic scale of -2.5 (quite bad) and perfume shop had the highest hedonic scale of 2.8 (quite good). Factors affecting the odour pollution were air flow, environment, indoor and outdoor area, long of exposure, and the presence of gas compounds i.e. ammonia (NH3), methyl mercaptan (CH3SH), hydrogen sulphide (H2S), methyl sulphide (CH3)2S, and styrene (C6H5CHCH2). Keywords:
ammonia, hedonic scale, hydrogen sulphide, malodour, odour sources
PENYUSUNAN SKALA HEDONISME KEBAUAN BEBERAPA SUMBER BAU DI INDONESIA
RUTH KARTIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa dengan karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan Beberapa Sumber Bau di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arah dan bimbingan. 2. Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si dan Bapak Sutoyo, S.TP., M.Si selaku penguji ujian skripsi. 3. Ibunda Berti Napitupulu dan Ayahanda Oberlin Tambunan dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. 4. Ibu Ety Herwati, Dipl. Kim selaku PLP lanjutan di Laboratorium Limbah B3 dan Kualitas Udara, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. 5. Teman-teman terbaik, yaitu Tulus Wijaya, Astri Salatin, Nur Rizky Aulia, Umniah Hanesti, Sinta Agustia, Abang Zuhri, Lucky Rizkia Putra, Mohammad Hamdani, Fauzan Muhammad Ilmi, serta kepada Wedo Aru Yuhantoro, Ihsan Firdaus, Abraham Anwar, Fandri Cahya, dan Wiranda Intan Suri yang telah membantu proses pengambilan data dan penulisan karya ilmiah ini. 6. Teman-teman SIL 50 yang telah memberikan dukungan. Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bogor,
Juli 2017
Ruth Kartika
iv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bau dan Polusi Bau
2
Kuantitas dan Kualitas Bau
3
METODE PENELITIAN
4
Waktu dan Tempat
4
Alat dan Bahan
4
Prosedur Penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan
6
Penentuan Kurva Kalibrasi
6
Sumber Kebauan terhadap Kesan Negatif
7
Sumber Kebauan terhadap Kesan Positif
10
Analisis Skala Hedonisme
13
Analisis Uji Kimia pada Tempat Terindikasi Kesan Bau Negatif
14
Analisis Uji Kimia pada Tempat Terindikasi Kesan Bau Positif
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24
v
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Skala Hedonisme Kesan Kebauan Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan negatif Nilai skala hedonisme dengan kadar H2S kesan negatif Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan positif Nilai skala hedonisme dengan kadar H2S kesan positif
6 14 15 16 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Diagram alir penelitian Kurva kalibrasi gas NH3 Kurva kalibrasi gas H2S Peternakan ayam di daerah Dramaga Pasar Tradisional Dramaga Tempat penampungan sampah di Pasar Dramaga Instalasi pengomposan sampah Kantin Sapta Dharma Toko buah Toko kue&roti Toko minyak wangi Skala hedonisme sumber-sumber kebauan Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan negatif Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar H2S tempat kesan negatif Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 tempat kesan positif Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar H2S tempat kesan positif
5 7 7 8 8 9 10 11 11 12 13 13 14 15 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner pengukuran skala hedonisme kebauan 2 Data nilai skala hedonisme kebauan oleh panelis
21 22
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, polusi bau yang terjadi di lingkungan baik secara langsung ataupun tidak langsung menimbulkan dampak bagi masyarakat dan lingkungan (Capelli et al. 2013). Bau merupakan salah satu masalah lingkungan yang sering dirasakan oleh masyarakat (Henshaw et al. 2006). Bau dapat timbul dari beberapa sumber bau, seperti instalasi pengolahan limbah (Aatamila et al. 2011), sarana pengecatan, kilang minyak, dan industri kimia. Menurut Kep50/MENLH/11/1996, bau adalah suatu rangsangan dari zat yang diterima oleh indera penciuman, sedangkan kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Istilah bau setidaknya mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama kesan yang ditangkap oleh indra pembau dan yang kedua merujuk pada jenis senyawa kimia (Yuwono 2008). Kebauan telah diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan terdapat beberapa parameter kebauan, yaitu amonia (NH3), metil merkaptan (CH3SH), hidrogen sulfida (H2S), metil sulfida (CH3)2S, dan stirena (C6H5CHCH2) (Kemen LH 1996). Pengetahuan masyarakat awam yang masih terbatas tentang bau, senyawa berbau, sumber bau, polusi bau serta teknologi penanganan dan pengelolaan masalah bau menjadi salah satu sebab tetap berlangsungnya polusi bau dalam udara ambien. Namun, kondisi nyata kebauan sendiri sulit untuk didefinisikan, sehingga dibutuhkan pengukuran akan kualitas dan kuantitas bau. Kualitas bau dapat didefinisikan menggunakan skala hedonisme. Skala hedonisme merupakan kategori penilaian yang bersifat relatif antara suka atau tidak suka dari bau yang dirasakan (Yuwono 2008). Menurut Cabanac dan Cabanac (2011), hedonisme adalah bagaimana seseorang suka atau tidak suka dalam keadaan sadar. Persepsi penciuman manusia berbeda antara satu individu dengan individu lainnya terhadap intensitas dan kenikmatan bau yang diberikan (Keller et al. 2007). Derajat menyenangkan atau tidak menyenangkan ditentukan oleh pengalaman dan hubungan emosional dari masing-masing panelis. Dalam satu penelitian juga disimpulkan bahwa kemampuan manusia dalam mengindentifikasi campuran bau dipengaruhi oleh fisiologi (Laing dan Francis 1989). Kuantitas bau pada sumber bau diukur dengan menggunakan uji analisis kimia sesuai SNI 19-7119.1-2005 (BSN 2005) dan RSNI3.7119.11:2007 (BSN 2007).
Perumusan Masalah Permasalahan yang dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut adalah : 1. Belum adanya skala hedonisme kebauan secara nasional. 2. Belum dilakukan pengukuran kesan suka atau tidak suka terhadap kebauan yang ditimbulkan oleh sumber bau dengan menggunakan panelis.
2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menyusun skala hedonisme kebauan. 2. Menentukan nilai skala hedonisme kebauan pada beberapa contoh tempat yang diduga menimbulkan kesan bau negatif dan positif dengan menggunakan panelis. 3. Mengukur kadar amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) menggunakan analisis kimia dan membandingkannya dengan nilai skala hedonisme kebauan pada beberapa contoh tempat. 4. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan polusi kebauan.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait untuk: 1. Menangani kondisi lingkungan dalam pengelolaan kualitas udara khususnya tentang bau sehingga memenuhi standar yang berlaku. 2. Digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan fasilitas sanitasi lingkungan. 3. Penyusunan skala hedonisme kebauan di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah: Penelitian dilakukan di tempat-tempat yang diduga merupakan sumber timbulnya kebauan yang menimbulkan kesan bau negatif, seperti peternakan ayam, pasar tradisional, tempat penampungan sampah, dan instalasi pengomposan sampah. Penelitian juga dilakukan di tempat-tempat yang diduga merupakan sumber timbulnya kebauan yang menimbulkan kesan bau positif, seperti kantin, toko buah, toko kue & roti, serta toko minyak wangi. Skala hedonisme kebauan akan digunakan dalam pengukuran skala kesukaan atau ketidaksukaan bau dari odoran campuran dan dibandingkan dengan hasil pengukuran kebauan dengan analisis kimia. Penelitian ini hanya menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan polusi kebauan.
TINJAUAN PUSTAKA Bau dan Polusi Bau Dalam istilah bau terkandung setidaknya 2 (dua) pengertian, yaitu pertama “kesan” yang ditangkap oleh indra pembau dan yang kedua merujuk pada “jenis
3 senyawa kimia” (Yuwono 2008). Bau bermakna kualitas yang dapat dideteksi oleh sistem indera dalam bentuk aroma, baik wangi ataupun busuk (Sakawi et al. 2011a dan Sakawi et al. 2011b). Dengan kata lain, bau tidak akan bisa dikenali atau diketahui keberadaannya oleh makhluk hidup bila indera pembaunya tidak mampu menangkapnya. Bau dapat membantu mengevaluasi kondisi lingkungan sekitar secara langsung. Bau dapat berupa senyawa tunggal, seperti hidrogen sulfida (H2S) dan amonia (NH3), maupun berupa gabungan berbagai senyawa, seperti misalnya bau parfum (gabungan bermacam-macam senyawa). Polusi bau merupakan salah satu bentuk polusi udara. Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1999 disebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PPRI 1999). Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup disebutkan bahwa kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KemenLH 1996). Baku tingkat kebauan adalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Kuantitas dan Kualitas Bau Kuantitas bau atau konsentrasi bau dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) atau mg/m3. Satu ppm berarti dalam satu juta satuan volume udara terdapat satu satuan volume senyawa bau, sedangkan satu mg/m3 berarti terdapat satu miligram senyawa bau dalam satu meter kubik udara (Yuwono 2008). Kualitas bau dinyatakan secara deskriptif melalui kata yang menggambarkan bau tersebut. Sebagai contoh, bau busuk diperoleh dari senyawa hidrogen sulfida (H2S), bau yang pedas diperoleh dari senyawa asetaldehida, bau amis ikan diperoleh dari trimethylamine, dan bau sayur busuk muncul dari metil merkaptan. Kompilasi berbagai macam senyawa beserta kesan bau yang yang ditimbulkan telah dilakukan (Yuwono and Lammers 2004). Kesan bau ditimbulkan oleh beberapa faktor yang dikenal sebagai FIDOL atau frequency (F), intensity (I), duration (D), offensiveness (O), dan location (L) (Freeman dan Cudmore 2002). Pengukuran kadar kebauan merupakan hal yang kompleks. Standar Eropa prEN3725 telah menjadi standar global yang menjadi acuan beberapa negara seperti Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Yunani, Jerman, Islandia, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris (McGinley dan McGinley 2001). Sementara itu, beberapa negara di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan memiliki hukum dan kontrol mengenai bau di negaranya masing-masing. Sedangkan pengukuran konsentrasi odoran tunggal dari kebauan diatur dalam Standar Nasional Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Ada banyak studi mengenai mitigasi bau yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti dari negara lain (Sakawi dan Lukman 2015).
4
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari-April 2017. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, peternakan ayam di daerah Dramaga, pasar tradisional Dramaga, tempat penampungan sampah Pasar Dramaga, instalasi pengomposan sampah di Rumah Kompos Margajaya, kantin Sapta Dharma, toko buah di daerah Bara Tengah, toko kue & roti Super Kue, dan toko minyak wangi Dramaga.
Alat dan Bahan Dalam penyusunan skala hedonisme dengan panelis 5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) wanita akan digunakan stopwatch dan kuesioner. Berdasarkan SNI, alat yang digunakan dalam pengukuran kadar amonia adalah prefilter holder, botol penjerap volume 30 ml, perangkap uap, serat kaca (glass wool), flow meter yang mampu memukur laju alir 1 liter/menit, kran pengatur, pompa, prefilter, labu ukur 100 ml dan 1000 ml, pipet volumetrik 0,5 ml; 1 ml; 5 ml; dan 20 ml, pipet mikro 1 ml, gelas ukur 100 ml, dan gelas piala 100 ml; 500 ml; 1000 ml; dan 2000 ml. Selain itu, digunakan tabung uji 25 ml, spektrofotometer, timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, buret 50 ml, labu erlenmeyer 250 ml, kaca arloji, desikator, oven, termometer, barometer, dan penangas air (BSN 2005). Bahan yang digunakan dalam pengukuran kadar amonia adalah larutan penjerap, larutan natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO.2H2O 2%, larutan natrium hidroksida (NaOH) 6,75 M, larutan hipoklorit (NaOCl) 3,7% dan larutan kerja hipoklorit. Bahan lainnya adalah larutan fenol (C6H5OH) 4% v/v, larutan kerja fenol, larutan penyangga, larutan induk amonia 1000 µg, larutan standar amonia 10 µg, dan larutan HCl 1,2 M (BSN 2005). Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar hidrogen sulfida (H2S) adalah botol penjerap volume 30 ml, perangkap uap, penyerap air (glass wool atau silica gel), flow meter yang mampu memukur laju alir 2 liter/menit, kran pengatur, pompa hisap, labu ukur 25 ml; 100 ml; dan 1000 ml, pipet volumetrik, pipet tetes, gelas ukur 100 ml, gelas piala 100 ml; 500 ml; dan 2000 ml, dan tabung uji 25 ml. Alat lain yang digunakan adalah spektrofotometer dilengkapi kuvet, timbangan analitik dengan ketelitian 4 desimal, buret 50 ml, labu erlenmeyer 250 ml, kaca arloji, desikator, oven, termometer, barometer (BSN 2007). Bahan yang digunakan dalam pengukuran kadar hidrogen sulfida (H2S) adalah larutan penjerap, larutan H2SO4 50 % (v/v), larutan induk N,N-dimetil-pfenilendiamin dihidroklorida, larutan kerja N,N-dimetil-p-fenilendiamin dihidroklorida (p-aminodimetilanilin dihidroklorida), larutan besi III klorida 3,7 M, larutan amonium fosfat 40% b/v, larutan natrium tiosulfat 0,1 N, larutan H2SO4 (1:5), hablur KIO3, larutan iod, larutan kanji (amilum), larutan asam klorida (HCl) 1 M, dan larutan asam klorida (HCl) (1+10). Selain itu, digunakan larutan induk natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan induk H2S, larutan standar H2S, larutan kerja H2S (µL H2S/ml) (BSN 2007).
5
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi pengumpulan data berupa nilai kebauan yang didapat dari panelis dan uji analisis kimia yang dilanjutkan dengan pengolahan data. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Mulai
Pengumpulan data Nilai kebauan dengan: - Panelis - Sampling
Uji analisis kimia
Nilai skala hedonisme Pengolahan data
Kompilasi hasil skala hedonisme
Studi pustaka faktor penyebab polusi bau
Selesai Gambar 1 Diagram alir penelitian Pengumpulan Data Penyusunan skala hedonisme kebauan dilakukan langsung di lapangan dengan dua metode, yaitu menggunakan panelis dan uji analisis kimia. Langkahlangkah pengukuran diantaranya: 1. Lokasi sampling dan sampling point ditentukan. 2. Panelis dibawa ke sumber bau untuk memberikan nilai skala hedonisme kebauan dengan mengisi kuesioner. 3. Lama waktu pengukuran terbagi dari menit ke-1, ke-2, dan ke-3. 4. Kesan suka dan tidak suka terhadap kebauan yang ditimbulkan oleh sumber bau juga diukur dengan menggunakan uji analisis kimia sesuai SNI. Uji analisis
6
5. 6.
7.
8.
kimia kadar amonia mengacu pada SNI 19-7119.1-2005. Uji analisis kimia kadar hidrogen sulfida mengacu pada RSNI3.7119.11:2007 Menyusun skala hedonisme kebauan. Menentukan nilai skala hedonisme kebauan pada beberapa contoh tempat yang diduga menimbulkan kesan bau negatif dan positif dengan menggunakan panelis. Mengukur kadar amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) menggunakan analisis kimia dengan tiga kali pengulangan dan membandingkannya dengan nilai skala hedonisme kebauan pada beberapa contoh tempat. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan polusi kebauan.
Dalam proses pengukuran kebauan, masing-masing panelis tidak diperbolehkan berdiskusi, melihat, atau memberitahukan hasil penilaian kepada panelis lainnya. Panelis memberikan penilaian sesuai dengan skala yang telah disusun. Dalam Mauskar (2008) faktor utama yang mendukung kesan suatu kebauan bagi manusia adalah durasi paparan bau, frekuensi terjadinya, toleransi, dan ekspektasi dari reseptor.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan Skala hedonisme kebauan yang disusun menunjukkan indikasi kesukaan atau ketidaksukaan terhadap bau. Nilai skala hedonisme yang digunakan -4≤x≤4 yang dapat mewakili kesan negatif dan kesan positif dengan ketelitian 1 (satu) angka desimal. Nilai skala hedonisme -4-0 menunjukkan kesan bau tidak menyenangkan (negatif) sedangkan nilai skala hedonisme 0-4 menunjukkan kesan bau menyenangkan (positif). Pemilihan skala -4≤x≤4 ditunjukkan oleh Tabel 1 ((Yuwono 2008, Yuwono 2015).
Skala -4 -3 -2
Tabel 1 Skala Hedonisme Kesan Kebauan Kesan Bau Skala Kesan Bau Skala menyengat -1 agak tidak sedap 2 tidak sedap 0 tanpa bau 3 cukup tidak sedap 1 sedang 4
Kesan Bau cukup sedap sedap sangat sedap
Penentuan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi sebagai salah satu persiapan dalam pengujian sampel. Kurva kalibrasi dibuat sebanyak tiga kali dengan tujuan mendapatkan kurva yang sesuai. Gas NH3 dan H2S merupakan gas yang berbau tidak enak (Sianipar 2009). Dari hasil pengolahan kurva kalibrasi amonia (NH3), didapatkan data R2 = 0,9631. Kurva kalibrasi inilah yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi penyebab kebauan selanjutnya. Kurva kalibrasi gas NH3 ditunjukkan
7 oleh Gambar 2. Gambar 3 menunjukkan hasil pengolahan kurva kalibrasi hidrogen sulfida (H2S) dan didapatkan data R2 = 0,9123. Jumlah NH3 larutan standar (µg)
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 y = 0,0536x R² = 0,9631
0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0
5
10 Nilai absorbansi
15
20
Gambar 2 Kurva kalibrasi gas NH3 Jumlah H2S larutan standar (µg)
0,20 0,18 0,16 0,14 0,12 0,10 0,08
y = 0,0035x R² = 0,9123
0,06 0,04 0,02 0,00 0
10
20
30 40 Nilai absorbansi
50
60
Gambar 3 Kurva kalibrasi gas H2S
Sumber Kebauan terhadap Kesan Negatif Peternakan Ayam Tempat penelitian pada Gambar 4 merupakan peternakan ternak ayam petelur di daerah Dramaga yang dipelihara dengan sistem baterai, yaitu kandang-kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah dengan dasar kandang berlubang-lubang sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang yang berupa kolam. Kandang baterai adalah sangkar segi empat yang disusun secara berderet memanjang dan bertingkat dua atau lebih. Nilai skala hedonisme kebauan untuk peternakan ayam sebesar -2,5 (cukup tidak sedap) dengan nilai standar deviasi ±0,7. Usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan (Deptan 1991, Deptan 1994).
8
Gambar 4 Peternakan ayam di daerah Dramaga Sumber pencemaran usaha peternakan ayam lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia, hidrogen sulfida, dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan (Rachmawati 2000). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (Pauzenga 1991). Pasar Tradisional Pada pasar tradisional Dramaga, nilai skala hedonisme yang diperoleh sebesar -2,5 (cukup tidak sedap) standar deviasi sebesar 0,8. Pengukuran dilakukan pada pukul 08.46-09.46 WIB. Los pasar Dramaga sangat kotor, berada pada ruang yang tertutup dengan ventilasi udara yang sangat minim. Kondisi pasar ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 5 Pasar Tradisional Dramaga
9 Titik sampling dilakukan di lantai 2 yang kebanyakan berisi sayuran dan bumbu namun juga ditemukan penjual daging, ikan, dan daging ayam. Pembentukan karakteristik bau yang ditimbulkan daging dipengaruhi oleh jenis pakan, perubahan kimia dalam daging, kontaminan dengan lingkungan, aktivitas mikrobiologi, dan waktu paparan (Randa 2007; Purwati 2007). Gas H2S dengan cepat diserap oleh paru-paru. Ada beberapa bukti untuk menyatakan bahwa ada hubungan paparan asam sulfida dengan risiko keguguran spontan (Xu et al. 1998). Tempat Penampungan Sampah (TPS) Tempat penampungan sampah di Pasar Dramaga adalah sebuah kawasan yang merupakan muara pembuangan sampah dari seluruh sampah dari pasar ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai skala hedonisme kebauan sebesar -2,4 dengan standar deviasi 0,3. Nilai ini menunjukkan kesan cukup tidak sedap. Bau yang ditimbulkan didominasi oleh sampah sayuran (organik). Berdasarkan hasil survei di beberapa kota di Indonesia umumnya, sekitar 70-80 % sampah merupakan sampah organik. Tempat penampungan sampah di Pasar Dramaga menggunakan sistem terbuka. Bau dapat menyebar di tempat pembuangan akhir (TPA) dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Soemirat 2003). Studi AMDAL terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989 menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas disertai bau busuk, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi.
Gambar 6 Tempat penampungan sampah di Pasar Dramaga Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam sampah dapat berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, CO2, NH3, PO4, dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, penguraian sampah akan berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4, dan H2S yang berbau tidak enak (Suriawiria 1985).
10 Instalasi Pengomposan Sampah Kegiatan atau aktivitas pembuangan sampah memerlukan sistem pengelolaan sampah yang baik, dimana salah satunya adalah usaha pengomposan (Sulistyorini 2005). Pengomposan merupakan strategi managemen limbah organik padat paling ramah lingkungan dibandingkan sanitary landfill dan incineration (Marchettini et al. 2006, Modles et al. 2006). Instalasi pengomposan merupakan instalasi untuk mengolah sampah padat organik menjadi pupuk kompos. Pengomposan dapat menurunkan jumlah sampah yang harus ditangani, sedangkan bau akibat proses pengomposan dapat dikendalikan dengan ketercukupan oksigen untuk pengomposan (Setiyo 2007). Kadar H2S yang terdeteksi sebesar 0,05 ppm cenderung lebih besar dibanding amonia yang terdeteksi. Dari hasil identifikasi bau pada proses pengomposan secara aerob lebih didominasi pelepasan S- dibandingkan dengan gas NH3 (Setiyo 2007). Diukur nilai skala hedonisme oleh panelis untuk instalasi pengomposan sampah adalah 0,1 (tanpa bau) dengan standar deviasi 0,2. Kesan ini timbul karena sampah organik pada instalasi pengomposan sampah ini sudah mengalami pengeringan dan berada di tempat yang terbuka. Di dekat tempat instalasi pengomposan terdapat tanaman pandan yang berbau harum (Nawawi A et al. 2014). Keberadaan tanaman pandan ini kemungkinan yang menyebabkan sebagian panelis memberikan nilai positif. Kondisi instalasi pengomposan sampah tempat penelitian ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7 Instalasi pengomposan sampah
Sumber Kebauan terhadap Kesan Positif Kantin Nilai skala hedonisme kebauan untuk toko buah sebesar 2,1. Nilai ini menunjukkan kesan cukup sedap dengan nilai standar deviasi ±1,0. Keadaan saat dilakukan pengukuran, seperti ditunjukkan pada Gambar 8 cukup ramai karena pengukuran dilakukan pada pukul 07.26-08.26 WIB. Makanan yang dijual di kantin ini merupakan makanan khas Indonesia yang terkenal dengan rempah-rempah. Rempah-rempah dengan aroma kuat ketika dicerna umumnya akan menghasilkan
11 gas sulfur yang diserap oleh darah dan dieliminasi melalui paru-paru dan pori-pori kulit. Selain itu, konsumsi makanan olahan yang terlalu banyak garam/gula, tepung, minyak terhidrogenasi, dan sebagainya, cenderung akan membusuk di perut, sehingga memproduksi bau napas yang tidak diinginkan dan bau badan. Produk susu juga kaya protein, yang ketika dipecah dalam perut menimbulkan hidrogen sulfida dan metil merkaptan pemicu bau busuk. Contoh makanan tersebut adalah telur, hati, ikan, dan kacang-kacangan.
Gambar 8 Kantin Sapta Dharma Toko Buah Buah-buahan cenderung dicium bagian luarnya untuk mengetahui sudah matang atau masih mentah. Aroma manis dari buah berasal dari gas etilen (Manjunatha et al. 2012). Semakin banyak gas etilen yang terbentuk, buah akan semakin matang, manis, dan aromanya harum. Selain itu telah lama disadari bahwa rasa asam segar pada buah jeruk dihasilkan oleh senyawa organik yang disebut asam sitrat. Nilai skala hedonisme kebauan untuk toko buah sebesar 2,2 (cukup sedap). Nilai tersebut menunjukkan kesan cukup sedap dengan standar deviasi ±0,7. Gambar 9 merupakan toko buah yang menjadi tempat penelitian.
Gambar 9 Toko buah
12 Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi akibat benturan fisik, kehilangan air sehingga layu, serangan serangga, dan serangan mikroba. Tandatanda kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan diantaranya tekstur yang lunak (berair), perubahan warna oleh pertumbuhan kapang, berbau alkohol atau asam yang disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat, misalnya pada sari buah (Chan et al. 2008). Toko Kue & Roti Nilai skala hedonisme kebauan untuk toko roti sebesar 2,5. Nilai ini menunjukkan kesan cukup sedap dengan standar deviasi ±1,0. Kondisi tempat penelitian ditunjukkan oleh Gambar 10. Roti, bolu, serta berbagai jenis kue mengandung bahan pengembang. Salah satu jenis bahan pengembang yang digunakan dalam pangan adalah amonium karbonat.
Gambar 10 Toko kue & roti Amonium karbonat atau (NH4)2CO3 mudah terurai menjadi gas amonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2) pada pemanasan sehingga garam ini dikenal sebagai amonia pembuat roti dan merupakan pendahulu untuk bahan adonan modern soda kue dan ragi (Pop 2007). Gas amonia ini akan menghasilkan gelembung kecil sehingga membuat roti lebih ringan dan lebih empuk. Di dalam proses fermentasi, ragi merubah gula dan karbohidrat di dalam adonan menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan alkohol. Terbentuknya zat inilah yang menjadikan adonan mengembang dan beraroma harum khas roti ketika dipanggang. Adonan roti umumnya menggunakan lemak nabati (margarin) dan lemak hewani (mentega). Di dalam adonan roti, lemak berfungsi untuk memperbaiki tekstur dan citarasa. Resep roti akan lebih empuk dan aroma harum dengan adanya lemak di dalam resep adonan (Huber dan Schoenlechner 2016) Toko Minyak Wangi Dalam penelitian ini, toko minyak wangi menunjukkan kesan yang paling positif. Nilai skala hedonisme kebauan untuk toko minyak wangi sebesar 2,8. Nilai berada di tengah rentang kesan cukup sedap cenderung sedap dengan nilai standar deviasi ±0,8. Toko minyak wangi yang menjadi tempat penelitian merupakan toko
13 minyak wangi terbesar di daerah Dramaga, Bogor (Gambar 11). Toko ini merupakan ruang tertutup yang dilengkapi dengan air conditioner. Di dalam toko dipajang berbagai jenis wewangian yang dijual sehingga menimbulkan kesan sangat positif. Parfum, cologne dan semprotan tubuh sering disebut wewangian. Beberapa bahan kimia berbahaya dalam pengharum ruangan, diantaranya butane, propane, amonia, fenol, dan formaldehyde.
Gambar 11 Toko minyak wangi
Analisis Skala Hedonisme Keempat tempat yang diduga menimbulkan kesan bau negatif diurutkan dari nilai skala hedonisme terkecil oleh panelis. Sumber bau tersebut adalah peternakan ayam, pasar tradisional, tempat penampungan sampah, dan yang terakhir adalah instalasi pengomposan sampah. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 12. 5,0 4,0
Skala Hedonisme
3,0 2,1
2,2
5
6
2,5
2,8
2,0 1,0 0,1 0,0 1
2
3
4
7
8
-1,0 -2,0 -3,0
-2,5
-2,5
-2,4
Keterangan: 1 Kandang ayam 2 Los pasar tradisional 3 TPS 4 Instalasi pengomposan
5 Kantin 6 Toko buah 7 Toko roti 8 Toko minyak wangi
-4,0
Gambar 12 Skala hedonisme sumber-sumber kebauan
14
Namun, nilai skala hedonisme di instalasi pengomposan sampah diukur sebesar 0,1 menunjukkan kesan bau positif (tanpa bau). Instalasi pengomposan sampah yang menjadi tempat penelitian berada di ruang terbuka dan terdapat tanaman pandan yang berbau harum. Ini mungkin yang menyebabkan panelis memberikan nilai positif. Selanjutnya, keempat tempat yang diduga menimbulkan kesan positif diurutkan dari skala terkecil berturut-turut adalah kantin, toko buah, toko kue & roti, dan yang paling menunjukkan kesan positif adalah toko minyak wangi. Toko minyak wangi yang menjadi tempat penelitian merupakan toko minyak wangi terbesar di sepanjang jalan Dramaga, Bogor. Toko merupakan ruang tertutup yang dilengkapi dengan air conditioner. Di dalam toko dipajang berbagai jenis wewangian yang dijual sehingga menimbukan kesan sangat positif.
Analisis Uji Kimia pada Tempat Terindikasi Kesan Bau Negatif Keempat tempat yang diduga menimbulkan kesan bau negatif diurutkan dari nilai skala hedonisme terkecil oleh panelis berturut-turut adalah peternakan ayam, pasar tradisional, tempat penampungan sampah, dan yang terakhir adalah adalah instalasi pengomposan sampah. Hal ini sesuai dengan kadar NH3 yang terdeteksi. Semakin kecil skala hedonisme, semakin besar kadar NH3 yang terdeteksi. Semakin tinggi kadar NH3 artinya semakin menyengat yang memberikan kesan negatif pada sumber bau. Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan negatif ditunjukkan pada Tabel 2. Gambar 13 menunjukkan hubungan skala hedonisme dengan kadar NH3 terdeteksi pada tempat berbau kesan negatif.
Titik 1 2 3 4
Tabel 2 Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan negatif Sumber Bau Skala Hedonisme Konsentrasi NH3 (ppm) Peternakan ayam -2,52 1,01 Pasar tradisional -2,51 0,194 TPS -2,41 0,039 Rumah kompos 0,14 0,031
1,0 0,8 0,6 0,4 y = -0,1551x + 0,0357 R² = 0,1897 2
-3,0
-2,5
3 1 Peternakan ayam
0,2
Konsentrasi NH3 (ppm)
1,2 1
0,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 Skala Hedonisme 4 2 Pasar tradisional 3 TPS 4 Rumah Kompos
-2,0
Gambar 13 Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan negatif
15
Hubungan skala hedonisme dengan kadar H2S terdeteksi pada tempat berbau kesan negatif ditunjukkan pada Gambar 14. Namun kadar gas H2S yang terdeteksi tidak menunjukkan korelasi dengan nilai skala hedonisme oleh panelis. Pada kelompok tempat yang diduga menimbulkan kesan negatif, peternakan ayam memiliki kadar H2S tertinggi dengan nilai skala hedonisme terendah. Nilai skala terendah kedua adalah pasar tradisional namun kadar H2S yang terdeteksi sebesar 0,05 ppm atau lebih kecil daripada kadar H2S di tempat penampungan sampah yang menempati nilai skala hedonisme terendah ketiga. Nilai skala hedonisme dengan kadar H2S kesan negatif ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3 Nilai skala hedonisme dengan kadar H2S kesan negatif Titik Sumber Bau Skala Hedonisme Konsentrasi H2S (ppm) 1 Peternakan ayam -2,52 0,123 2 Pasar tradisional -2,51 0,050 3 TPS -2,41 0,079 4 Rumah kompos 0,14 0,053 0,14 0,12 0,10 3
0,08 0,06
4
Konsentrasi H2S (ppm)
1
2
-3,0
-2,5 1 Peternakan ayam
-2,0
y = -0,0119x + 0,0543
0,04
R² = 0,2155
0,02
0,00 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 Skala Hedonisme 2 Pasar tradisional 3 TPS 4 Rumah Kompos
0,5
Gambar 14 Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar H2S tempat kesan negatif
Analisis Uji Kimia pada Tempat Terindikasi Kesan Bau Positif Keempat tempat yang diduga menimbulkan kesan bau positif diurutkan dari nilai skala hedonisme terkecil oleh panelis berturut-turut adalah kantin, toko buah, toko kue & roti, dan yang menunjukkan kesan paling positif adalah toko minyak wangi. Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan positif ditunjukkan oleh Tabel 4. Pada Gambar 15, kadar NH3 yang terdeteksi tidak menunjukkan korelasi
16 dengan skala hedonisme oleh panelis. Ini bisa disebabkan oleh campuran gas di udara seperti gas etilen dari buah, aroma ester pada minyak wangi, alkohol yang terbentuk pada fermentasi roti, dan bau tubuh pengunjung kantin. Tabel 4 Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan positif Titik Sumber Bau Skala Hedonisme Konsentrasi NH3 (ppm) 1 Kantin 2,11 0,000 2 Toko buah 2,19 0,000 3 Toko kue & roti 2,52 0,021 4 Toko minyak wangi 2,75 0,084 4
0,09 0,08
Konsentrasi NH3 (ppm)
0,07 y = 0,1219x - 0,2655
0,06
R² = 0,8512
0,05 0,04 0,03
3 0,02 0,01 2
1
0,00 0,0 1 Kantin
0,5 2 Toko buah
1,0
1,5 Skala Hedonisme 3 Toko kue & roti
2,0
2,5
3,0
4 Toko minyak wangi
Gambar 15 Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 tempat kesan positif Nilai skala hedonisme dengan kadar NH3 kesan positif ditunjukkan oleh Tabel 5. Pada Gambar 16, kadar H2S yang terdeteksi tidak menunjukkan korelasi dengan skala hedonisme oleh panelis. Ini bisa disebabkan oleh campuran gas di udara seperti gas etilen dari buah, aroma ester pada minyak wangi, alkohol yang terbentuk pada fermentasi roti, dan bau tubuh pengunjung kantin. Tabel 5 Nilai skala hedonisme dengan kadar H2S kesan positif Titik Sumber Bau Skala Hedonisme Konsentrasi H2S (ppm) 1 Kantin 2,11 0,286 2 Toko buah 2,19 0,072 3 Toko kue & roti 2,52 0,312 4 Toko minyak wangi 2,75 0,041
17 0,35 3
Konsentrasi H2S (ppm)
0,30
1
0,25 0,20 0,15
y = -0,1522x + 0,5419 R² = 0,1049
0,10
2
0,05
4
0,00 0,0 1 Kantin
0,5
1,0
2 Toko buah
1,5 Skala Hedonisme 3 Toko kue & roti
2,0
2,5
3,0
4 Toko minyak wangi
Gambar 16 Hubungan nilai skala hedonisme dengan kadar H2S tempat kesan positif
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Nilai skala hedonisme yang digunakan -4≤x≤4 dapat mewakili kesan negatif dan kesan positif dengan ketelitian 1 (satu) angka desimal. 2. Peternakan ayam mendapatkan nilai skala hedonisme kebauan terkecil, yaitu sebesar -2,5 (cukup tidak sedap) diikuti oleh pasar tradisional, tempat penampungan sampah, instalasi pengomposan, kantin, toko buah, toko kue & roti, dan toko minyak wangi yang mendapat nilai tertinggi sebesar 2,8 (cukup sedap). 3. Ditemukan korelasi antara nilai skala hedonisme oleh panelis dan kadar amonia terdeteksi pada tempat yang diduga menimbulkan kesan bau negatif. Semakin rendah nilai skala hedonisme, maka semakin besar kadar amonia yang terdeteksi dan bau semakin tidak sedap. 4. Faktor yang mempengaruhi polusi bau, yaitu aliran udara, lingkungan, tempat tertutup dan terbuka, lama waktu paparan, serta senyawa-senyawa yang menyebabkan kebauan berdasarkan literatur yaitu senyawa amonia (NH3), metil merkaptan (CH3SH), hidrogen sulfida (H2S), metil sulfida (CH3)2S, dan stirena (C6H5CHCH2).
Saran Saran yang dapat diaplikasikan adalah: 1. Perlu dilakukan standarisasi penciuman untuk panelis.
18 2. Perlu ditambahkan faktor jenis kelamin, suku, dan kelompok umur untuk penentuan panelis.
DAFTAR PUSTAKA Aatamila M, Verkasalo PK, Korhonen MJ, Suominen AL, Hirvonen MR, Viluksela NK, Nevalainen A. 2011. Odour annoyance and physical symptoms among residents living near waste treatment centres. Journal of Environmental Research 111: 164-170. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Udara ambien – Bagian 1: Cara uji kadar amonia (NH3) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer, SNI 19-7119.1-2005. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2007. Udara ambien – Bagian 11: Cara uji kadar hidrogen sulfida (NH3) udara ambien dengan metode biru etilen secara spektrofotometri, RSNI3.7119.11:2007. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Cabanac M, Cabanac MCB. 2011. Hedonicity and Memory of Odors. Journal of Psychological Studies 3(2): 178-185. Capelli L, Sironi S, Rosso DR, Guillot JM. 2013. Measuring odours in the environment vs. dispersion modelling: A review. Journal of Atmospheric Environment 79:731-743. Chan Z, Wang Q, Xu X, Meng X, Qin G, Li, B, Tian S. 2008. Functions of defenserelated proteins and dehydrogenases in resistance response induced by salicylic acid in sweet cherry fruit at different maturity ages. Journal of Proteomics 8: 4791-4807. [Deptan] Departemen Pertanian. 1991. Batasan Usaha Peternakan yang Harus Melakukan Evaluasi Lingkungan. SK Mentan No. 237/Kpts/RC.410/1991. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian. 1994. Pedoman Teknis Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) Dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Rencana Usaha Atau Kegiatan Lingkup Pertanian. SK Mentan No. 752/Kpts/OT.210/1994. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia. Freeman T, Cudmore R. 2002. Review of Odour Management in New Zealand, Air Quality Tecnical Report No.24, New Zealand Ministry. Wellington, New Zealand. Henshaw P, Nicell J, Sikdar A. 2006. Parameters for the assessment of odour impacts on communities. Journal of Atmospheric Environment 40:10161029. Huber R, Schoenlechner R. 2016. Waffle Production: Influence of batter ingredients on sticking of waffles at baking plates-Part II: Effect of fat, leavening agent, and water, Journal of Food Science 82:1. Keller A, Zhuang H, Chi Q, Vosshall LB, Matsunami H. 2007. Genetic variation in a human odorant receptor alters odour perception. Nature(449):468–472.
19 [Kemen LH] Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Baku Tingkat Kebauan, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kep-50/MENLH/11/1996. Jakarta (ID): KemenLH. Laing DG, Francis GW. 1989. The capacity of humans to identify odors in mixtures. Physiol (46): 809-814. Manjunatha G, Gupta KJ, Lokesh V, Mur KAS, Neelwame B. 2012. Nitric oxide counters ethylene effects on ripening fruits. Journal of Plant Signaling & Behavior 7(4): 476-483. Marchettini N, Ridolfi R, Rustici M. 2007. An environmental analysis for comparing waste management options and strategies. J. Waste Management 27: 562-571. Mauskar JM. 2008. Guidelines on Odor Pollution and ITS Control. New Delhi (IN): Central Pollution Control Board, Ministry of Environment & Forests Govt of India. McGinley AM, McGinley CM. 2001. The new European olfactometry standard: Implementation, experience and perspectives. Annual Conference Technical Program. Stillwater (US): St. Croix Sensory Inc. Moldes A, Cend Y, Barral MT. 2007. Evaluation of municipal solid waste compost as a plant growing media component, by applying mixture design. Bioresource Technology 98: 3069-3075. Nawawi A, Rahmiyani I, Nursolihat AS. 2014. Serbuk pandan wangi (pandanus amaryllifolius roxb.) dan pemanfaatannya sebagai penambah aroma pada makanan. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 11(1):115-120 Pauzenga. 1991. Animal Production In The 90′S In Harmony With Nature: A Case Study in the Nederlands. In: Biotechnology in the Feed Industry. Proc. Alltech’s Seventh Annual Symp. Nicholasville (US): Alltech Technical Publications. Pop G. 2007. Researches Regarding The Chemical Leavening Agent’s Role In Quality of Bakery Products. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 8(1):105-112. [PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999. Purwati. 2007. Efektifitas Plastik Polipropilen Rigid Kedap Udara dalam Menghambat Perubahan Kualitas Daging Ayam dan Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Randa SY. 2007. Bau Daging dan Performa Itik Akibat Pengaruh Galur dan Jenis Lemak serta Kombinasi Komposisi Antioksidan (Vitamin A, C, dan E) dalam Pakan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sakawi Z, Lukman I. 2015. Managing odour pollution from livestock sources in Malaysia. Malaysian Journal of Society and Space 11(13):96-103. Sakawi Z, Mastura SSA, Jaafar O, Mahmud M. 2011a. An analysis of odour concentration using Odour Concentration Meter XP-329 at landfill vicinity. Research Journal of Applied Sciences 6(5): 324-329. Sakawi Z, Mastura SSA, Jaafar O, Mahmud M. 2011b. Community perception of odour pollution from the landfill. Journal of Environmental and Earth Sciences 3(2), 143-146. Setiyo Y. 2007. Kajian Tingkat Pencemaran Udara Oleh Gas NH3 dan H2S Pada Proses Pengomposan Secara Aerob. Agrotekno 13 (1): 25-28.
20 Soemirat J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Sulistyorini L. 2005. Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2 (1): 77-84 Suriawiria U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung (ID): Angkasa.` Xu X, Cho SI, Sammel M. 1998. Association of Retrochemical Exposure with Spontaneus Abortion Occupational Environmental, ed. 55. Occup Environ 55:31-36. Yuwono AS. 2008. Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia. Purifikasi 9(2): 175-186. Yuwono AS, Schulze LP. 2004. Performance test of a sensor array – based odour detection instrument. Agricultural Engineering International: The CIGR Journal of Scientific Research and Development. Manuscript Number BC 03 009. May, 2004. Yuwono AS, Fatimah R, Kurniawan A, Yusuf A. 2015. Pengelolaan Kualitas Udara dan Kebisingan. Bogor (ID): IPB Press.
21
Lampiran 1 Kuesioner pengukuran skala hedonisme kebauan KUESIONER PENGUKURAN SKALA HEDONISME KEBAUAN Nama Panelis Tempat Pengukuran
: .......................................... : .........................................
Isi nilai skala hedonisme berdasarkan kesan bau yang dirasakan. Nilai skala kebauan berdasarkan waktu pengukuran : a. Menit ke-1 : ....................... b. Menit ke-2 : ....................... c. Menit ke-3 : ....................... Skala -4 -3 -2
Kesan Bau sangat bau bau cukup bau
Skala -1 0 1
Kesan Bau agak bau tanpa bau Sedang
Skala 2 3 4
Kesan Bau cukup sedap sedap sangat sedap
22 Lampiran 2 Hasil penilaian skala hedonisme kebauan oleh panelis
Lokasi : Peternakan ayam Panelis Ke-
Menit Ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
-2,2
-2,8
-2,7
-3,9
2
-2,6
-2,7
-0,5
-3,8
-2
-2
-2,3
-2,6
-2,9
-2,1
-2,1
-2,1
-2,4
-2,7
-3,1
-2,2
3
-2,4
-2,9
-2,8
-3,8
-2
-2,3
-2,5
-2,6
-2,8
-1,9
Rata-rata
-2,5
Standar Deviasi
0,7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
-2,6
-1,5
-2,2
-1,5
-2,5
-2,5
-3,1
-3,6
-3,1
-1,8
2
-3,5
-1,6
-2,8
-1,6
-2,5
-2,9
-3,5
-3,5
-2,9
-1,2
3
-2,3
-1,5
-2,8
-1,5
-2,6
-3,5
-2,8
-3,7
-2,8
-1,3
Rata-rata
-2,5
Standar Deviasi
0,8
Lokasi : Pasar tradisional Menit Ke-
Panelis Ke-
Lokasi : Tempat penampungan sampah Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1,0
-2,5
-2,6
-2,3
-2,6
-2,6
-1,5
-2,2
-2,6
-2,6
-2,5
2,0
-2,4
-2,5
-2,5
-2,5
-2,5
-1,7
-2,3
-2,6
-2,6
-2,6
3,0
-2,3
-2,4
-2,4
-2,6
-2,5
-2,0
-2,2
-2,6
-2,6
-2,4
Rata-rata
-2,4
Standar Deviasi
0,3
8
9
10
Lokasi : Instalasi pengomposan Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
1,0
0,1
0,1
0,1
2,0
0,1
0,3
0,1
0,1
0
0,1
0,3
0
0,4
0,3
0,1
-0,1
0,2
0,2
-0,5
0,6
0,4
3,0
0,1
0,2
0,1
0,1
-0,1
0,1
0,1
0
0,6
0,2
Rata-rata
0,1
Standar Deviasi
0,2
23 Lampiran 2 Lanjutan Lokasi : Kantin Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1,0
1,2
1,8
1,1
3,9
1,8
2,9
0,9
2,8
3,1
1,1
2,0
1,3
1,9
1,2
3,8
1,8
2,9
1,1
2,9
3,4
0,8
3,0
1,1
1,9
1,2
3,9
1,8
3,1
1
3,1
3,2
1,2
Rata-rata
2,1
Standar Deviasi
1,0
Lokasi : Toko buah Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1,0
3,1
2
1,6
3
2
0,8
1,7
2,4
2,6
1,6
2,0
2,7
2,1
1,8
2,9
2,3
0,9
1,9
2,3
2,8
1,8
3,0
3,1
1,9
1,8
3,1
2,4
1
1,8
4,1
2,7
1,5
Rata-rata
2,2
Standar Deviasi
0,7
Lokasi : Toko Kue Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1,0
3,2
3,6
3,7
0,1
3,2
3,2
2,6
2,2
1,3
2,4
2,0
2,9
3,5
3,8
0,1
3,4
2,9
2,1
2,1
1,4
2,1
3,7
3,8
2,1
3,2
2,5
1,9
2,3
1,4
1,9
3,0
3,1
Rata-rata
2,5
Standar Deviasi
1,0
Lokasi : Toko minyak wangi Menit Ke-
Panelis Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1,0
3,9
2,5
2,8
3,5
2,5
1,9
3,1
2,8
3,4
0,8
2,0
3,9
2,3
2,8
3,6
2,5
1,8
3,4
2,5
3,8
1,2
3,0
3,7
2,4
2,9
3,6
2,5
1,8
3,3
2,5
3,6
1,3
Rata-rata
2,8
Standar Deviasi
0,8
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 November 1994. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Oberlin Tambunan dan Ibu Berti Napitupulu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD TKM Marsudirini Jakarta pada tahun 2007 dan pendidikan menengah pertama di SMPN 30 Jakarta pada tahun 2010. Penulis lulus dari SMAN 13 Jakarta pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur SBMPTN di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, pernah aktif pada beberapa kepanitiaan. Pada periode 2014/2015, penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian periode 2014/2015. Selain itu, penulis juga menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (Himatesil) di Art and Sport Department dan turut aktif dalam beberapa kegiatan dan kepanitian yang diselenggarakan oleh Himatesil. Penulis pernah melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di PT Indofood Sukses Makmur Tbk.Divisi Bogasari Flour Mills) dan menulis laporan berjudul Mempelajari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik di PT Indofood Sukses Tbk.Divisi Bogasari Flour Mills. Penulis menyusun skripsi yang berjudul Penyusunan Skala Hedonisme Kebauan Beberapa Sumber Bau di Indonesia di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.