PERBANDINGAN HASIL PEMILIHAN TRASE JALAN DENGAN MENGGUNAKAN

Download 26 Okt 2013 ... ABSTRAK. Pemilihan trase jalan harus didasarkan pada pertimbangan yang kompleks dengan mengakomodasi aspek yang bersifat te...

0 downloads 366 Views 320KB Size
Transportasi

PERBANDINGAN HASIL PEMILIHAN TRASE JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN AHP DAN ANP (STUDY KASUS: PENGEMBANGAN JALAN KOLEKTOR PROVINSI GORONTALO) (055T) Fadly Ibrahim1, Moch. Husnullah Pangeran2 dan Agung Wihartanto3 1

PT.Yodya Karya (Persero) Email: [email protected] Institut Teknologi Bandung (ITB) Email: [email protected] 3 PT.Yodya Karya (Persero) Email: [email protected]

2

ABSTRAK Pemilihan trase jalan harus didasarkan pada pertimbangan yang kompleks dengan mengakomodasi aspek yang bersifat teknis dan nonteknis. Pendekatan yang dapat mengakomodasi aspek yang bersifat multikriteria adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process (ANP). AHP merupakan pendekatan yang bersifat preferrence dengan model yang berbentuk hirarki, sedangkan ANP merupakan pendekatan yang bersifat influence dengan model yang berbentuk jaringan. Untuk itu penelitian ini bertujuan membandingkan tingkat kepentingan kriteria pemilihan trase jalan dan tingkat keterpilihan setiap alternatif trase dengan menggunakan AHP dan ANP. Pada penelitian ini terdapat empat kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan trase yakni; aspek teknis, sosial, ekonomi, serta tata ruang dan lingkungan. Masing-masing kriteria tersebut kemudian diurai menjadi beberapa paremerter/elemen. Hasil analisis mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepentingan masing-masing kriteria dan bobot prioritas setiap alternatif trase antara pendekatan AHP dan ANP. Selanjutnya bobot akhir yang dihasilkan dari ANP dinilai lebih objektif karena memungkinkan dilakukan feedbeck terhadap elemen dan klasternya sendiri. Kata kunci: pemilihan trase jalan, AHP, ANP

1. PENDAHULUAN Provinsi Gorontalo sebagai bagaian dari koridor ekonomi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memiliki berbagai keunggulan khususnya di sektor pertanian dan kelautan. Potensi tersebut umumnya tersebar pada kawasan-kawasan pergunungan yang memiliki aksessibilitas yang terbatas. Sebagai respon terhadap permasalahan tersebut dan dengan mempertimbangkan urgensitas sektor transportasi, maka Pemerintah Provinsi Gorontalo telah mengusulkan beberapa trase jalan alternatif yang menghubungkan antara Kota Gorontalo dengan Ibukota Kabupaten Kwandang. Sasaran yang ingin dicapai terhadap pembangunan jalan tersebut adalah untuk meningkatkan perekonomian pada daerah-daerah yang mempunyai pendapatan rendah, sekaligus membuka daerah – daerah terisolir yang banyak tersebar di Kecamatan Tapa, Telaga dan Atinggola. Adapun alternatif trase jalan yang akan dianalisis berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) adalah sebagai berikut. Tabel 1. Alternatif trase Alternatif

Deskripsi

Trase A

Kecamatan Tapa – Kecamatan Bulango Utara – Kecamatan Atinggola (38.5 km)

Trase B

Kecamatan Tapa – Kecamatan Telaga – Kecamatan Telaga Biru – Kecamatan Atinggola (43.1 km)

Trase C

Kecamatan Tapa – Kecamatan Telaga – Kecamatan Telaga Biru – Kecamatan Atinggola (54.0 km)

Ketiga alternatif tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan baik dari segi teknis, sosial, lingkungan maupun ekonomi. Sehingga dalam penentuan rute yang paling ideal, Pemerintah Provinsi Gorontalo diperhadapkan permasalahan pengambilan keputusan yang harus didasarkan pada pertimbangan yang kompleks dan komprehensif dengan mengakomodasi seluruh aspek-aspek yang berkaitan dengan teknis pembangunan jalan,

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 37

Transportasi

maupun aspek non teknis. Disamping itu adanya tuntutan untuk menciptakan pola pembangunan yang partisipatif (bottom-up planning) dengan mengakomodasi pertimbangan-pertimbangan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap peningkatan aksessibilitas pada kawasan strategis terisolir di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan pandangan tersebut, maka dibutuhkan adanya suatu pendekatan yang mampu mengintegrasikan kriteria yang kompleks dalam pengambilan keputusan. Menurut Tamin, OZ, (2004) salah satu pendekatan perencanaan yang memungkinkan diakomodasikannya sejumlah kepentingan dan sejumlah kriteria pengambilan keputusan adalah pendekatan Analisis Multi Kriteria (AMK). Hal senada dikemukakan oleh Sjafruddin, A (2004), bahwa analisis multi kriteria adalah metode yang dikembangkan dan digunakan dalam masalah pengambilan keputusan dan dimaksudkan untuk bisa mengakomodasi aspek-aspek di luar kriteria ekonomi dan finansial serta juga bisa mengikutsertakan berbagai pihak yang terkait dengan suatu proyek secara komprehensif dan scientific (kuantitatif maupun kualitatif). Sedangkan menurut Road Note 5 (2004), dijelaskan bahwa analisis multi kriteria merupakan prosedur dalam melakukan perangkingan (prioritisasi) dengan mengkombinasikan berbagai kepentingan secara bersama-sama diantaranya kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan dan pertimbangan lainnya. Beberapa penelitian telah memperkenalkan metode pengambilan keputusan berbasis AMK untuk penilaian lingkungan dan teknik. Umumnya riset tersebut menggunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang telah diterima dan dianggap memilik keunggulan sebagai model pengambilan keputusan yang bersifat multikriteria dalam menilai prioritas kriteria dan indikator yang digunakan. Pendekatan yang lain yang digunakan adalah pendekatan Outranking seperti Electre dan Promothee, pendekatan ini digunakan untuk menghindari kompensasi masalah metode tradisional yang memungkinkan terjadi agregasi berdasarkan jumlah, nilai ekstrem dari suatu kriteria, dan hasil global yang mungkin tidak sesuai dengan pendapat para ahli. Semua teknik tersebut diproses dengan asumsi kriteria yang independen, namun asusmi ini tidak selalu realistis, sehingga memungkinkan terjadinya bias yang berdampak pada kesimpulan evaluasi yang tidak optimal. Untuk itu dikembangkan pendekatan Analytic Network Process (ANP) yang dapat memperhitungkan saling ketergantungan antar kriteria dan menghindari terjadinya kompensasi (Navarro, G, dkk, 2009).

2. TUJUAN PENULISAN Penelitian ini bertujuan untuk; 1) melakukan analisis tingkat kepentingan parameter pemilihan trase dengan menggunakan AHP dan ANP, 2) membandingkan bobot prioritas setiap alternatif trase berdasarkan hasil analisis AHP dan ANP.

3. ANALYTIC HIRARCHY PROCESS DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS AHP dan ANP merupakan metode pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty. ANP merupakan suatu sistem dengan pendekatan feedback yang digunakan untuk menilai hubungan multiarah yang dinamis antar atribut keputusan. ANP adalah solusi untuk mengatasi keterbatasan pada metode pendahulunya, yaitu AHP (analytic hierarchy process). ANP memiliki kelebihan mengacu pada fakta bahwa tidak semua persoalan dapat disusun secara hirarkis karena dependensi (inner/outer), serta hubungan saling mempengaruhi di antara dan di dalam kluster (kriteria dan alternatif). Jika konsep utama ANP adalah pengaruh (influence), maka AHP adalah preferensi (preferrence). Adanya feedback dalam model ANP juga akan meningkatkan prioritas yang diturunkan dari judgements, sehingga prediksi akan menjadi lebih akurat. Ringkasnya, penggunaan ANP menuntun kepada suatu konsep yang diharapkan lebih obyektif, yaitu “apa yang paling berpengaruh”. Pembobotan dengan ANP membutuhkan model yang merepresentasikan saling keterkaitan antar kriteria dan subkriteria yang dimilikinya. Ada 2 kontrol yang perlu diperhatikan didalam memodelkan sistem yang hendak diketahui bobotnya. Kontrol pertama adalah kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan kriteria dan sub kriterianya. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP. Kontrol lainnya adalah kontrol keterkaitan yang menunjukkan adanya saling keterkaitan antar kriteria atau cluster (Saaty, 1996). Pengaruh dari satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain dalam suatu sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio yang diambil dari perbandingan berpasangan. Jaringan pada metode ini memiliki kompleksitas yang tinggi dibanding dengan jenis lain, karena adanya fenomena feedback dari cluster satu ke cluster lain, bahkan dengan cluster-nya sendiri (Ibrahim, F, 2013).

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 38

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

(a)

(b)

Gambar 1. Model struktur AHP (a) dan ANP (b)

4. METODE PENELITIAN Tahap 1. identifikasi kriteria dan subkriteria Kriteria dan subkriteria merupakan alat ukur untuk menilai alternatif yang paling ideal. Ibrahim, F (2010) mengembangkan beberapa parameter pemilihan trase jalan, diantaranya aspek lingkungan, ekonomi, integrasi terhadap sistem jaringan, dan teknik. Sedangkan menurut Tamin OZ (2001) aspek-aspek yang menjadi kriteria perencanaan transportasi antara lain adalah; 1) Akomodasi terhadap kebutuhan perjalanan (Flow Function), 2) Keterpaduan hirarki jaringan jalan, 3) Biaya pengoperasian yang murah, dan 4) pemerataan aksessibilitas dan koneksitas antar daerah. Dengan mengkombinasikan beberapa referensi dapat diidentifikasi dan dideskripsikan kriteria dan subkriteria pemilihan alternatif trase di Provinsi Gorontalo. Dalam konsep ANP kriteria dapat dikelompokkan sebagai klaster sedangkan subkriteria merupakan elemen. Tabel 2. Kriteria dan subkriteria pemilihan trase Kriteria/Klaster 1. Teknik

Subkriteria/Elemen 1.1 Konektivitas dengan Jalan Arteri (KNF) 1.2 Jarak Tempuh (JT) 1.3 Waktu Tempuh (WT) 1.4 Geometrik (GMT) 1.5 Hidrologi/lintasan air (HID) 1.6 Geoteknik (GTK)

2. Sosial

2.1 Kesiapan pembebasan lahan (LHN) 2.2 Gangguan Sosial (GS)

3. Ekonomi

3.1 Biaya Konstruksi (BK) 3.2 Biaya Operasional Kendaran (BOK) 3.3 Nilai Waktu (NW)

4. Tata Ruang dan Lingkungan

4.1 Kawasan Permukiman (PKM) 4.2 Kawasan Perkebunan/Pertanian (PKB) 4.3 Kawasan Hutan Lindung (HL)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 39

Transportasi

Tahap 2. Perancangan Model Struktur AHP dan ANP Pada tahap ini akan dilakukan perancangan model struktur AHP dan ANP. Perancangan model didasarkan pada prinsip dasar yang membedakan kedua metode tersebut. Model AHP dirancang dengan bentuk yang terstruktur dan berhirarki, dengan tingkatan tertinggi adalah tujuan dan terendah adalah alternatif. Sedangkan model ANP dirancang dengan bentuk jaringan yang membentuk interaksi dan ketergantungan antar elemen maupun klaster.

(a)

(b)

Gambar 2. Model pemilihan trase dengan AHP (a) dan ANP (b)

Tahap 3. Pembobotan dengan ANP Penilaian kriteria dan subkriteria dilakukan berdasarkan preferensi responden yang dinilai memiliki kompetensi (expert)) dalam bidang perencanaan jalan melalui kuesioner. Tabel 3. Contoh kuesioner AHP dan ANP A:: Alternatif Trase A Vs B: Alternatif Trase B A

Ditinjau dari aspek “konektifitas” yang manakah trase lebih ideal Berapa tingkat kepentingannya?

1

B

X 2

3 X

4

5

6

7

8

9

Dalam studi ini, AHP dan ANP dirancang dalam tiga langkah, yaitu: (i) pendefinisian hubungan dalam hirarki (gambar 1) dan jaringan (gambar 2);; (ii) membuat matriks perbandingan berpasangan ((pairwise pairwise comparison comparison) antar kriteria; dan (iii) mengembangkan algoritma solusi dengan mensintesis tesis antara kriteria, subkriteria dan alternatif. Khusus Algoritma solusi pada ANP terdiri dari: (a) membuat unweighted supermatrixx dengan cara memasukkan semua bobot-bobot bobot kepentingan relatif yang dihasilkan dari perbandingan berpasangan ((eigen vector vector) ke dalam sebuah supermatriks; (b) menyesuaikan nilai nilai-nilai dalam unweighted supermatrix sehingga tercapai kolom stokastik (weighted supermatrix), ), dan (c) membuat limiting supermatrix dengan memangkatkan supermatriks secara terus menerus hingga angka disetiap tiap kolom dalam satu baris sama besar (stabil), setelah itu limiting supermatrix dinormalisasi untuk mendapat nilai akhir dari kriteria kriteria-kriteria yang diperbandingkan. Skala perbandingan berpasangan pada AHP dan ANP dilakukan mengikuti ketentuan seperti te tersaji dalam tabel berikut (Saaty dan Vargas, 1994).

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 40

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

Tabel 4. Tingkat kepentingan 1

Skala penilaian klaster dan elemen

Definisi

Penjelasan

Sama Penting

Sama pentingnya dibanding yang lain.

3

Relatif lebih penting

Moderat pentingnya dibanding yang lain.

5

Lebih Penting

Kuat pentingnya dibanding yang lain.

7

Sangat Penting

Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain.

9

Jauh Lebih Penting

Ekstrim pentingnya dibanding yang lain.

Nilai Antara

Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan.

2, 4, 6, 8

Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas ketika dibandingkan elemen j, maka memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan elemen i.

Kebalikan

Dalam penilaian kepentingan relatif, dua elemen berlaku aksioma reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus 1/3 kali pentingnya dibanding elemen-i. Dua elemen yang berlainan bisa saja dinilai sama penting, yang mana angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Selanjutnya adalah sintesa prioritas dengan cara mencari eigenvector dari setiap matriks pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Dalam ANP/AHP, logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian. Rasio konsistensi (consistency ratio) dihitung dengan rumus CR = CI / RI. Consistency Index (CI) diperoleh dari CI = (λmax – n) / (n – 1), di mana λmax = nilai eigen vector terbesar dari matriks perbandingan berpasangan, dan n = ukuran matriks. Sebagai contoh, jika A lebih penting dari B dan B lebih penting dari C, tapi C lebih penting dari A, maka tidak konsisten. Nilai CR harus kurang dari 10%, karena jika lebih maka penilaian perbandingan berpasangan harus diulang (Saaty dan Vargas, 1994). Dalam hal random index (RI), secara berturutturut (RI/orde matriks) adalah (1/0), (2/0), (3/0,58), (4/0,9), (5/1,12), (6/1,24), (7/1,32), (8/1,41), (9/1,45), (10/1,49). A1

A2

AN

a11

a12

a1N

c1 e11e12

A1

W=

A2

a21

a22

a2N

c1

e11 e12

c2 e1n1

e21e22

cN e2n2

eN1eN2

eNnN

W11

W12

W1N

W21

W22

W2N

WN1

WN2

WNN

e1n1

W=

c2

e21 e22

e2n2

AN

aN1

aN2

aNN

cN

eN1 eN2 eNuN

Gambar 3. Model dasar matriks AHP

Gambar 4. Model dasar supermatriks ANP

Untuk memudahkan proses analisis, semua langkah dilakukan menggunakan perangkat lunak Super Decision yang yang dikembangkan oleh William J. Adams dari Embry Riddle Aeronautical University, Florida, bekerjasama dengan Rozann W. Saaty (Saaty, 2003).

5. HASIL PEMBAHASAN Perbandingan klaster/kriteria Hasil analisis perbandingan berpasangan dengan menggunakan pendekatan AHP didapatkan bahwa kriteria yang paling dominan dipertimbangkan dalam pemilihan trase pada studi ini adalah kriteria tata ruang dan lingkungan dengan bobot 0.451170, selanjutnya kriteria ekonomi dengan bobot 0.260943, berikutnya criteria teknik dengan bobot 0.168928, dan yang terakhir dipertimbangkan adalah criteria social dengan bobot 0.260943.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 41

Transportasi

Table 4. Bobot prioritas kriteria pada pendekatan AHP No. 1. 2. 3. 4.

Kriteria Ekonomi Sosial Tata ruang dan lingkungan Teknik

Bobot 0.260943 0.118959 0.451170 0.168928

Consistency Ratio

0.0266

Sedangkan bobot prioritas klaster dengan menggunakan pendekatan ANP mengindikasikan bahwa apabila alternatif yang dijadikan sebagai respek, maka pertimbangan pemilihan trase jalan di Provinsi Gorontalo lebih didominasi pada pertimbangan aspek lingkungan (0.362253) dan ekonomi (0.232253), selanjutnya alternatifnya (0.179473) sendiri dan aspek teknis (0.125708). Sedangkan kriteria sosial (0.094949) merupakan aspek yang lebih rendah tingkat kepentingannya untuk dijadikan pertimbangan dalam pemilihan trase jalan. Selanjutnya apabila perbandingan berpasangan yang respek pada klaster teknik dijadikan dasar pemilihan trase, maka aspek alternatif lebih dominan menjadi pertimbangan. Sedangkan perbandingan berpasangan yang respek pada klaster sosial, lebih didominasi pada pertimbangan aspek tata ruang dan lingkungan, menyusul aspek teknik dan alternatif. Kondisi yang sama berlaku pada klaster tata ruang dan lingkungan dan kondisi sebaliknya berlaku pada klaster ekonomi. Untuk lebih jelasnya bobot prioritas masing-masing klaster dan nilai Consistency Ratio-nya dapat dilihat pada Tabel 5 s/d 10. Tabel 5. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “alternatif” No. 1 2 3 4 5

Klaster Alternatif Teknik Sosial Ekonomi Tata Ruang dan Lingkungan

Bobot 0.179473 0.125708 0.094949 0.237617 0.362253

Consistency Ratio

0.0290

Tabel 6. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “teknik” No. 1 2

Klaster Alternatif Teknik

Bobot 0.75000 0.25000

Consistency Ratio 0.0000

Tabel 7. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “sosial” No. 1 2 3

Klaster Alternatif Teknik Tata Ruang dan Lingkungan

Bobot 0.10065 0.22541 0.67380

Consistency Ratio 0.0825

Tabel 8. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “ekonomi” No. 1 2 3

Klaster Alternatif Teknik Ekonomi

Bobot 0.53961 0.16342 0.29691

Consistency Ratio 0.0089

Tabel 9. Bobot prioritas klaster dengan respek pada “tata ruang dan lingkungan” No. 1 2 3

Klaster Alternatif Teknik Tata Ruang dan Lingkungan

Bobot 0.22965 0.12202 0.64833

Consistency Ratio 0.0036

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 42

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Transportasi

Perbandingan subkriteria/elemen Hasil analisis mengindiksdikasikan bahwa subkriteria/elemen yang paling dominan mempengaruhi pemilihan trase jalan di Provinsi Gorontalo adalah kemampuan mengakomodasi kebutuhan perjalanan pada kawasan permukiman, kemudian kemampuan meningkatkan aksessibilitas dan distribusi komoditas unggulan pada kawasan pertanian dan perkebunan, hal yang lain yang dominan dipertimbangkan adalah sejauh mana trase yang diusulkan tidak melintasi kawasan hutan lindung. Selanjutnya adalah aspek jarak tempuh, biaya konstruksi, BOK, nilai waktu, waktu tempuh dan kondisi geometrik, serta aspek pembebasan lahan. Sedangkan kriteria yang lebih bersifat teknis seperti hidrologi (jumlah lintasan sungai) dan geoteknik tidak menjadi aspek yang dominan dipertimbangkan. Hal ini sangat beralasan karena permasalahan yang bersifat teknis dapat diselesaikan dengan pendekatan teknologi. Aspek yang tidak prioritas lainnya adalah konektifitas, hal ini dipengaruhi oleh karena semua usulan alternatif trase memiliki keterhubungan yang relatif sama terhadap jaringan jalan arteri. Tabel 10. Bobot akhir setiap subkriteria/elemen Subkriteria/Elemen

AHP

ANP

Konektifitas Jarak Tempuh Waktu Tempuh Geometrik Hidrologi Geoteknik Pembebasan Lahan Gangguan Sosial Biaya Konstruksi BOK Nilai Waktu Kwsn Permukiman Kwsn Perkebunan dan Pertanian Kwsn Hutan Lindung

0.02222 0.04897 0.03342 0.03593 0.01564 0.01275 0.08922 0.02974 0.10767 0.06782 0.08545 0.22260 0.14023 0.08834

0.00988 0.04123 0.02085 0.02735 0.00864 0.00609 0.02151 0.00793 0.03561 0.03370 0.03547 0.20153 0.13608 0.10411

<84:9(4/4*:4<84#+71+):4(4*(4#+79(4/(4 <84#+73:1/3(4 !/2(/'(19: " /(>(54897:18/ (4--:(4%58/(2 #+3)+)(8(4(.(4 +59+14/1 /*7525-/ +53+97/1 '(19:&+36:. (7(1&+36:. 54+19/,/9(8

# !#



 



 



 

Gambar 5. Grafik perbandingan bobot akhir setiap subkriteria/elemen

Tingkat elektabilitas setiap alternatif ruas Bobot yang didapatkan pada setiap klaster/kriteria dan subkriteria/elemen merupakan bobot yang belum diinteraksikan secara keseluruhan. Untuk itu hasil pembobotan yang didapatkan dari hasil perbandingan berpasangan disintesis sehingga didapatkan bobot akhir setiap ruas.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

T - 43

Transportasi

(a)

(b)

Gambar 6. Bobot prioritas alternatif berdasarkan AHP (a) dan ANP (b) Gambar diatas mengindikasikan bahwa hasil analisis dengan pendekatan AHP dan ANP tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkat keterpilihan masing-masing ruas, dimana alternatif C merupakan alternatif yang paling tinggi bobot prioritasnya, menyusul alternatif A dan yang paling rendah bobot prioritasnya adalah alternatif B. Namun demikian terdapat perbedaan nilai bobot prioritas yang dihasilkan dari pendekatan AHP dan ANP.

6. KESIMPULAN Tingkat prioritas elemen dan klaster yang didapatkan dari hasi analisis AHP dan ANP relatif tidak memiliki perbedaan yang signifikan diantara keduanya, namun demikian nilai bobot dari pendekatan ANP lebih realistis dengan kenyataan yang ada karena modelnya memberikan peluang untuk membangun koneksi antar elemen dengan klaster, dan melakukan analisis feedback. Karenanya pendekatan ANP dinilai dapat mengurangi kesenjangan antara model dan kenyataan yang dihadapi dalam pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA Bottero, M. Feretti, V. (2011). Assessing urban requalification scenarios by combining environmental indicators with the Analytic Network Process. Journal of Applied Operational Research. 3(2), 75–90 Husnullah, P. (2010). Model Konseptual Penilaian Risiko-Risiko Prioritas dalam Proyek Konsesi Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dengan Pendekatan Multi Kriteria”. Proceeding Konferensi Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-16225-5-4. Hal 83.ITB. Ibrahim, F. (2013). Pemilihan Trase Jalan dengan Pendekatan ANP. Prosiding Kolokium Jalan Jembatan. ISBN978-602-264-032-5 Hal III-5-1. Ibrahim, F. (2010). “Pemilihan Trase Jalan dengan Pendekatan Analisis Multi Kriteria”. Proceeding Konferensi Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-16225-5-4. Hal 79.ITB. Navarro, G, dkk (2009). Evaluation of Urban Development Proposals An ANP Approach. International Journal of Human and Social Sciences 4:7 2009. Sjafruddin A. (2004), Studi Kelayakan dan Pendanaan Infrastruktur, Institut Teknologi Bandung. Saaty, T.L. (1988). Multicriteria Decision Making : The Analytic Hierarchy Process. British Library. USA. Saaty, T.L., and Vargas, L.G. (1994). Decision Making in Economic, Political, Social, and Technological Environments with the Analytic Hierarchy Process, 1st Ed, RWS Publications, Pittsburgh. Saaty, T.L. (1996). Decision Making With Dependence and Feedback: The Analytic Network Process, RWS Publications, Pittsburgh. Saaty, R.W. (2003). Decision Making In Complex Environments: The Analytic Hierarchy Process (AHP) for Decision Making and The Analytic Network Process (ANP) for Decision Making with Dependence and Feedback. Super Decisions Tutorial. Tamin, O. Z. Syafruddin, A. (2005). “Determination Priority Of Road Improvement Alternatives Based On Region Optimization Case Study: Bandung City Indonesia”, Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, 5, 1040 – 1049. Tamin, O. Z. 2002. “Konsep Pengembangan Transportasi Wilayah di Era Otonomi Daerah”. Makalah pada Kuliah Tamu Program Pascasarjana Universtas Hasanuddin. 17-18 Januari 2002. Yuksen, I. Dagdeviren. M. 2005. Using the Analytic Network Process (ANP) In A SWOT Analysis – A Case Study For A Textile Firm. www.elsevier.com/locate/ins. (Accessed 03 Januari 2007).

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

T - 44

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013