PERMASALAHAN DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN

Download permasalahan pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang. 1. PENDAHULUAN. Ketergantungan impor merupakan permasalahan yang berulan...

0 downloads 467 Views 537KB Size
PERMASALAHAN DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN

Abstrak

Sangat ironis, sebagai negara agraris dan negara maritim yang berkelimpahan sumber daya alam, Indonesia masih bergantung pada impor, petani masih miskin dan banyak usia produktif meninggalkan pertanian. Kondisi tersebut disebabkan karena permasalahan yang terjadi dibagi tiga yaitu pertama aspek geografi, Indonesia berpotensi terkena dampak bencana alam. Kedua aspek kebijakan pemerintah, dimana kebijakan pemerintah kurang pro-petani, Ketiga, aspek program pemerintah seperti subsidi baik benih, pupuk dan bunga kredit pertanian yang kurang tepat sasaran, 50% jaringan irigasi rusak dan target komoditas di sektor pertanian di RPJMN tidak pernah tercapai. Kedaulatan pangan di Indonesia mampu tercapai apabila terdapat arah kebijakan yang tegas dan implementasi kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang.

1.

PENDAHULUAN Ketergantungan impor merupakan permasalahan yang berulang setiap tahun. Sangat ironis sebagai negara agraris yang kelimpahan sumber daya alam, Indonesia harus mengimpor 29 komoditas pangan (BPS, 2013)1. 29 komoditas tersebut adalah beras, jagung, kedelai, biji gandum dan mesin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis lembu, jenis lembu, daging ayam, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, ladateh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, cabai kering, cabai awet, tembakau, ubi kayu, kentang. Sebagian pangan yang diimpor tersebut justru bisa dihasilkan di negeri sendiri. Tidak masuk akal garam juga diimpor di Indonesia, negara maritim dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia2. Terlebih lagi sejak 2010 Indonesia sudah menghadapi ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) dan akan ditetapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015, berarti akan semakin banyak produk pertanian dari luar negeri termasuk ASEAN dan China yang masuk ke Indonesia. Idealnya, impor yang dilakukan pemerintah disebabkan karena kekurangan produksi dalam negeri. Namun yang terjadi di negeri ini, Bulog (http://m.liputan6.com/bisnis/read/791549/daftar-29-bahan-pangan-yang-diimpor-risampai-november#sthash.cXmkDayR.dpuf) 2 http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia-TerpanjangKeempat-di-Dunia/?category_id 1

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 111

selalu kekurangan kebutuhan beras ketika masa panen raya. Konon, masalah berulang tiap tahun inilah yang terus menjadi alasan pemerintah dalam melakukan impor. Impor pangan secara langsung berdampak pada pasokan dan harga yang terjaga hingga mempengaruhi rendahnya inflasi.3 4 Tulisan ini tidak menganalisa hubungan inflasi tersebut, namun menekankan pada permasalahan penurunan produktivitas pertanian dan langkah tindak lanjutnya. 2.

PERMASALAHAN Menurut proyeksi para ahli kependudukan, pada tahun 2035 sekalipun program Keluarga Berencana (KB) sukses, penduduk kita akan mencapai sekitar 350 juta jiwa. Dengan tingkat konsumsi per kapita seperti sekarang ini, 139 kg per kapita per tahun, pada 2035 dibutuhkan sekitar 50 juta ton beras. Untuk menghasilkan 50 juta ton beras, dibutuhkan sawah dengan produktivitas rata-rata 5 ton GKG (Gabah Kering Giling) per ha seluas sekitar 11 juta ha. Data menunjukkan, sekarang Indonesia hanya mempunyai sekitar 6,5 juta hektar sawah, sehingga sangat sulit membayangkan mendapatkan areal baru untuk mencapai 11 juta ha tadi.5 Masalah pertambahan permintaan lebih besar daripada kemampuan berproduksi, harus segera menjadi fokus perhatian pemerintah. Perlu upaya serius dari pemerintah dalam menghadapi kondisi saat ini di sektor pertanian. I. KONDISI SAAT INI 1. Petani masih miskin Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan. Selain itu, Nilai Tukar Petani sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan dengan target batas bawah RPJMN, yaitu 115-120.6 Hal ini menunjukkan petani (nelayan, peternak, perkebun) Indonesia belum sejahtera. Penyebab lemahnya NTP dapat dilihat dari IT atau IB. Dari segi IT, sulitnya diversifikasi konsumsi pangan karena budaya masyarakat Indonesia yang makan nasi/kebutuhan pokok tertentu yang sulit berubah atau dengan 3Impor

Pangan Melonjak, Ini Tanggapan Mendag Lutfi, Senin, 05/05/2014 .http://finance.detik.com/read/2014/05/05/141140/2573359/4/impor-pangan-melonjakini-tanggapan-mendag-lutfi 4 KOMPAS “Pemerintah Lebih Suka Impor Beras”, 8 Mei 2014 5 Focus Group Discussion dengan topik “Meningkatkan Produktivitas Pertanian Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Nasional”, 7 & 24 Agustus 2012, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin; Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, MST.; Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA ;Dr. Ir. H.S. Dillon; Guru Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec dan Dr. Aviliani, SE, M.Si. 6 NTP yaitu indikator yang biasa dipakai untuk mengukur kesejahteraan petani

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 112

kata lain, ketergantungan konsumsi pangan masih tinggi. Dari segi IB, keterlambatan bantuan input usaha pertanian seperti benih dan pupuk sering terjadi. Biasanya anggaran belum bisa dicairkan dengan mudah pada awalawal tahun, padahal petani harus segera memulai penanaman di awal tahun.7 Nilai Tukar Petani

Sumber:BPS

Petani tetap hidup miskin karena petani tidak punya hak untuk menetapkan kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian yang ada di Indonesia tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer Jury. Ini berdampak pada gerakan kedaulatan pangan di India. Dengan 1,2 miliar penduduk masih bisa ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton jagung, dan 4,2 juta ton tepung kedelai tahun 2011. 8 Bandingkan dengan Indonesia yang penduduknya hanya 240 juta tapi banyak impor berbagai komoditas. 2. Ketergantungan impor Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang dilakukan pemerintah. Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan perkebunan sebesar 8 – 9%. Pada Desember 2013, ekspor perkebunan meliputi minyak sawit, kelapa, karet dan gula tebu sebesar 96%. Namun produk perkebunan yang diekspor merupakan bahan mentah dan sebagian impor merupakan bahan jadi. Impor dilakukan sebagian besar untuk konsumsi, bukan untuk proses produksi. Hal ini menunjukkan sangat tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik terhadap impor. Ekspor dan Impor Sektor Pertanian Desember 2013

Sumber: BPS, diolah 7 8

Iswadi, “Pendapatan Petani” KOMPAS, 23 April 2014. Ibid 2 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 113

3. Banyak usia produktif meninggalkan pertanian Grafik berikut menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dari 2003 ke 2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif di Indonesia berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian. jika sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun lagi, sektor pertanian Indonesia makin terpuruk.

Sumber: BPS

II. ASPEK PERMASALAHAN A. Aspek Geografis Penyebab penurunan produktivitas pertanian bisa disebabkan force majeur atau dengan kata lain diluar kendali manusia seperti seperti bencana alam dll. Indonesia terletak di ring of fire, sehingga Indonesia akan lebih sering terkena dampak bencana alam. Statistik Bencana Alam

Sumber: Annual Disaster Statistical Review 2012, CRED

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 114

Menurut Annual Dissaster Statistical Review 2012, yang dilakukan oleh CRED (Centre for Research on the Epidemiology of Disaster), Indonesia menempati posisi ke-4 untuk negara-negara yang sering mengalami bencana alam. Pada 2012, Indonesia mengalami 4 kejadian Geophysical (gempa bumi, gunung meletus, kekeringan), 9 kejadian hydrological (banjir) dan 2 kejadian meteorological (badai). Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah bekerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi kerugian yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali cuaca. Selain itu, pemerintah dapat mendorong penelitian dan pengembangan benih yang berpotensi yang lebih adaptif dan lebih berumur pendek yang disesuaikan dengan perubahan iklim. B. Aspek Kebijakan Pemerintah Selama ini, Pemerintah berupaya membuat berbagai kebijakan Pertanian namun program dan kebijakan yang telah digulirkan masih belum sepenuhnya berjalan secara terpadu, efisien dan efektif. Hal ini dapat terlihat dari tidak pernah tercapainya target di sektor pertanian di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Target RPJMN

Sumber: BPS, diolah

Salah satu kebijakan terbaru yang tidak pro-petani adalah Keputusan MA No.70 Tahun 2014 yang membatalkan Perpres No 31/2007. Aturan yang mulai berlaku 22 Juli 2014, menyatakan semua produk pertanian segar yang dihasilkan petani dikenai PPN sebesar 10% untuk produk segar pertanian, perkebunan, hortikultura dan hasil hutan. Selain berlaku bagi barang impor, aturan itu juga berlaku bagi barang lokal. Barang-barang yang dikenai PPN dari Pengusaha Kena Pajak meliputi produk perkebunan, yakni kakao, kopi, kelapa sawit, biji mete, lada, biji pala, buah pala, bunga pala, cengkeh, getah karet, daun the, daun tembakau, biji tanaman perkebunan dan sejenisnya. Komoditas hotrikultura yakni pisang, jeruk, mangga, salak, nanas, manggis,

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 115

durian dan sejenisnya.9 Tanpa PPN saja, produk pertanian Indonesia sudah kalah bersaing dengan produk impor apalagi ditambah kewajiban PPN. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah membebaskan pajak yang dikenakan ke petani dan memberi tarif tinggi kepada produk impor. Hal ini tidak melanggar ketentuan peraturan perdagangan Internasional dan dapat melindungi produk pertanian dalam negeri. Jepang sudah mengimplementasikan hal ini untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Kebijakan pertanian harus jangka panjang untuk memastikan keberlangsungannya. Kebijakan domestik hendaknya disertai dengan kebijakan perdagangan luar negeri untuk melindungi produksi dalam negeri C. Aspek Program Pemerintah Program Pemerintah yang dilakukan selama ini yang berupa peningkatan produktivitas, antara lain: a. Subsidi Benih, Pupuk dan Bunga Kredit Program Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar anggaran di APBN pada subsidi energi yang tidak tepat sasaran. Alokasi anggaran subsidi benih pada APBN rata-rata hanya 2.3% per tahun dari total subsidi non energi dan rata-rata 0.4% per tahun dari total subsidi. Rata-rata subsidi pupuk 37% dari subsidi non energi dan 7% dari total subsidi. Sangat sedikit untuk sebuah negara agraris. Persentasi Subsidi Pupuk dan Benih terhadap Total Subsidi dan Non Energi Tahun

Subsidi Pupuk

%/total subsidi

%/subsidi nonenergi

Subsidi Benih

%/total subsidi

%/subsidi non energi

2008 2009

15,181.5

5.51%

18,329.0

13.27%

29.04%

985.2

0.36%

1.88%

42.14%

1,597.2

1.16%

3.67%

2010

18,410.9

9.55%

34.90%

2,177.5

1.13%

4.13%

2011

16,344.6

5.53%

41.12%

96.9

0.03%

0.24%

2012

13,958.5

4.03%

34.95%

60.3

0.02%

0.15%

2013

17,932.7

5.15%

37.14%

1,454.2

0.42%

3.01%

2014

21,048.8

6.31%

40.81% 1,564.8 0.47% Sumber: Nota Keuangan, kemenkeu

3.03%

Selain anggaran sedikit, masalah yang hampir setiap tahun terjadi adalah pupuk subsidi yang naik setiap tahun. Kenaikan harga pupuk tersebut disebabkan kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang disebabkan lonjakan harga gas, kenaikan harga bahan bakar minyak, inflasi dan

9

Produk Pertanian Dikenai PPN 10%. Kompas, 6 Agustus 2014, hal 17. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 116

melemahnya nilai tukar rupiah.10 Hal ini membuat petani khawatir (termasuk spekulan) sehingga membeli pupuk berlebihan.11 Mekasnisme distribusi pupuk subsidi pupuk juga perlu dikaji lebih mendalam.Subsidi pupuk mendukung produsen pupuk, dikarenakan belum terdapat pemisahan biaya yang tegas antara operasional pupuk subsidi atau non subsidi atau ekspor. Hal ini dikarenakan satu pabrik pupuk memproduksi pupuk subsidi, non subsidi dan ekspor. Hal ini membuat kesulitan mengalokasikan biaya operasional dan tentunya dapat memunculkan fraud. Penyuluh pertanian dapat membimbing petani supaya dapat membuat pupuk sendiri dari bahan yang tersedia di lingkungannya. Pertanian organik yang ramah lingkungan ini membuat tanah lebih subur di jangka panjang. Selain itu, petani tidak perlu membeli pupuk yang setiap tahun harganya naik. Subsidi pupuk dapat dialokasikan ke infrastruktur pertanian seperti jalan usaha tani atau irigasi yang juga sangat penting dalam meningkatkan produksi pertanian Subsidi bunga kredit pertanian di perbankan, terutama tanaman pangan dan hortikultura juga kurang pro-petani. Dari total kredit ke sektor pertanian, lebih dari 60% untuk perkebunan sawit. 12 Padahal, perkebunan sawit biasanya pemilik modal besar. Kendala petani dalam mengakses kredit perbankan adalah persyaratan formal yang dibutuhkan perbankan sulit dipenuhi oleh para petani. Hal ini dilematis karena Bank dalam pemberian kredit selalu terikat pada aturan hukum yang berlaku. Pemerintah mengupayakan pengembangan kredit pada sektor pertanian, disisi lain Bank melalui peraturan Bank Indonesia menekankan prinsip kehati-hatian dalam setiap penyalurannya dengan pembebanan resiko pada setiap penurunan kualitas kredit tanpa adanya perlakuan khusus.13 b.

Perbaikan Irigasi Target terlaksananya rehabilitasi irigasi pada areal seluas 1340 ribu Ha di 2014. Realisasinya sampai 2011, total areal hanya sebesar 577.18 ribu Ha. Jadi, masih kurang 762.9 ribu Ha sampai tahun 2014. 50% jaringan irigasi

Munir S, (2014), Tiga Bulan Pupuk Menghilang, Petani dan Peternak Rugi Miliaran Rupiah, 17Mei.(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/17/0832419/Tiga.Bulan.Pupuk. Menghilang.Petani.dan.Peternak.Rugi.Miliaran.Rupiah) 11Fardaniah, R. (2013), “Subsidi Pupuk dan Ketahanan Pangan”, 13 November. (http://www.antaranews.com/berita/404813/subsidi-pupuk-dan-ketahanan-pangan) 12Rachmawati (2014).”Banyuwangi Dorong Perbankan Salurkan Kredit ke Pertanian”, 21 Mei.(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/21/1828427/Banyuwangi.Dorong. Perbankan.Salurkan.Kredit.ke.Pertanian) 13 Ashari, (2009), “Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia”, Analisis Kebijakan Pertanian Volume 7 No.1, Maret, hal: 21-42 10

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 117

strategis nasional di Jawa rusak. Ini berarti dalam 30 tahun terakhir tak ada perhatian pemerintah soal irigasi. 14 III. LANGKAH TINDAK LANJUT Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten dan terpadu. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan dan program: 1. Intervensi pasar • Menetapkan harga minimum untuk hasil produksi pertanian dalam negeri untuk menjamin kestabilan harga jual komoditas pertanian. • Menjamin ketersediaan pasar untuk menampung produksi pertanian dalam negeri (antar daerah di seluruh Indonesia). • Mempromosikan komoditas Indonesia ke negara asing. • Memberi bea masuk tinggi untuk impor barang yg sama dari luar negeri melindungi komoditas yg diproduksi dalam negeri 2. Standardisasi kualitas sektor pertanian • Revitalisasi Bulog, kampus dan industri sektor pertanian dalam penetapan standar dan pelatihan kepada produsen agar produknya dapat memenuhi standar tersebut • Insentif terhadap penelitian yang memberi dampak bagi pertanian Indonesia. • Pelatihan-pelatihan dan sosialisasi penyuluh pertanian yang efektif untuk petani (petani disini termasuk peternak, nelayan, perkebun) melibatkan kampus dan swasta yang terlibat dlm industri ini. 3. Subsidi input pertanian dan lanjutan • Memberikan subsidi pupuk, alat pertanian, kapal, bibit, obat hewan peliharaan dan memberikan pengawasan terhadap mekanisme pemberian subsidi-subsidi tersebut. • Insentif untuk swasta atau industri-industri yang mau terlibat misalnya industri input (pupuk, benih) sehingga tercipta harga pupuk yang lebih masuk akal. • Insentif untuk industri lanjutan (industri pengolahan makanan) untuk mejaga keutuhan mata rantai industri pertanian 4. Peningkatan produktivitas daerah produsen • Menjamin ketersediaan sekolah, puskesmas, listrik, pasar di daerah-daerah (pantai, perkebunan, pedesaan) sehingga usia produktif tertarik membangun desanya. 14(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/18/1332475/Banyak.yang.Tidak.Pah

am.soal.Kedaulatan.Pangan) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 118

Diversifikasi pangan lokal seperi: gatot, thiwul, emping, lemper, geplak, dan lain-lain pangan lokal berbagai daerah di Indonesia. Bahan makanan tersebut juga memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan beras. Cara ini akan meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan dan sekaligus menghasilkan pangan lokal yang berdaya saing. Infrastruktur • Menjamin irigasi, jalan dan jembatan serta angkutan gratis/murah untuk distribusi produksi pertanian • Mengembangkan fasilitas pembuangan limbah ternak supaya dapat berdaya guna seperti pupuk kompos dll. Perlindungan terhadap lahan pertanian/kebun • Insentif berupa keringanan pajak untuk setiap hektar tanah/jumlah peliharaan yang dimiliki Penunjukkan/pembentukan lembaga Keuangan (bank atau asuransi) yang pro-petani • Pemberian kredit murah (subsidi bunga) untuk petani khususnya petani kecil. Perlindungan terhadap gagal panen/masa paceklik untuk petani • Kerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi kerugian yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali iklim. •

5.

6.

7.

8.

3. PENUTUP Indonesia, sebagai negara maritim dan agraris, memiliki kelimpahan sumber daya alam, seharusnya dapat dapat mewujudkan kedaulatan pangan. Indonesia masih bergantung pada impor, petani masih miskin dan banyak usia produktif meninggalkan pertanian. Permasalahan yang terjadi dibagi tiga yaitu pertama aspek geografi, Indonesia berpotensi terkena dampak bencana alam. Kedua aspek kebijakan pemerintah, dimana kebijakan pemerintah kurang pro-petani dan ketiga, aspek program pemerintah seperti subsidi baik benih, pupuk dan bunga kredit pertanian yang kurang tepat sasaran, dan target RPJMN yang tidak pernah tercapai. Kedaulatan pangan ini mampu tercapai apabila terdapat arah kebijakan yang tegas dan implementasi kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui Peningkatan produktivitas pertanian dari sektor hilir, hulu dan jasa penunjangnya, Indonesia bisa mewujudkan kedaulatan pangan, yang merupakan hak setiap warga negara. (JP)

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 119