PERTANYAAN INFORMASI KERACUNAN

Download dan nitrit adalah keju. Di Indonesia, penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet diatur dalam Permenkes ... jantung, sedangkan p...

1 downloads 531 Views 100KB Size
MEWASPADAI BAHAYA KERACUNAN AKIBAT PENGGUNAAN PENGAWET NITRAT DAN NITRIT PADA DAGING OLAHAN Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung protein. Protein adalah salah satu nutrisi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak, dan sebagai sumber kalori. Daging dapat mengalami kerusakan akibat terjadinya proses pembusukan oleh bakteri. Oleh karena itu, untuk memperpanjang usia produk daging sering kali diperlukan tambahan bahan pengawet. Daging olahan seperti sosis dan korned umumnya menggunakan bahan tambahan pangan pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah natrium nitrat, natrium nitrit, kalium nitrat, dan kalium nitrit. Penggunaan pengawet tersebut bertujuan untuk membantu mencegah pembusukan, terutama untuk keperluan penyimpanan, transportasi, dan distribusi produk daging. Nitrit dapat mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun botulin. Selain sebagai pengawet, senyawa nitrat dan nitrit juga dapat memberikan warna merah pada produk daging, unggas, dan ikan olahan sehingga memberikan tampilan segar dan menarik. Produk lain yang juga menggunakan senyawa nitrat dan nitrit adalah keju. Di Indonesia, penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet diatur dalam Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Batas maksimum penggunaan pengawet nitrat dan nitrit adalah sebagai berikut: No. 1.

2.

3.

Nama bahan Kalium nitrat

Kalium nitrit

Natrium nitrat

Jenis / bahan makanan

Batas maksimum penggunaan

Daging olahan; daging awetan

500 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat, dihitung sebagai natrium nitrat.

Keju

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat.

Daging olahan; daging awetan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit.

Korned kalengan

50 mg mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrit, dihitung sebagai natrium nitrit.

Daging olahan; daging awetan

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat.

Keju

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat.

1

4.

Natrium nitrit

Daging olahan; daging awetan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit.

Korned kalengan

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit.

Efek Senyawa Nitrat dan Nitrit terhadap Kesehatan Pembatasan kadar pengawet jenis nitrat dan nitrit pada pangan olahan didasarkan pada kemungkinan terjadinya efek yang membahayakan bagi tubuh. Pada kadar tertentu, senyawa nitrat dan nitrit relatif aman dan tidak bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Senyawa nitrat dan nitrit, keduanya dapat menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang dapat menimbulkan hipotensi. Pada dosis rendah, nitrat dapat membuat rileks pembuluh darah vena sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke jantung, sedangkan pada dosis tinggi dapat membuat rileks pembuluh darah arteri sehingga dapat memperlancar peredaran darah. Keracunan kronis: terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik Nitrit dapat bereaksi dengan amina dan amida membentuk senyawa N-nitroso yang kebanyakan bersifat karsinogenik. Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi dengan cara yang sama, tetapi nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi menjadi nitrit dengan bantuan bakteri penitrifikasi. Bakteri penitrifikasi ini dapat dijumpai pada bahan pangan, saliva, dan saluran pencernaan. Pada orang dewasa diketahui bahwa asupan nitrit kebanyakan berasal dari hasil reduksi nitrat dalam saliva. Kondisi tertentu di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan konversi nitrat menjadi nitrit, terutama jika kondisi pH cairan lambung cukup tinggi (>5), yang merupakan kondisi yang mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi nitrat. Kondisi ini umum dijumpai pada bayi karena secara normal sistem pencernaannya mempunyai pH yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Di dalam saluran pencernaan, senyawa nitrit dapat bereaksi dengan amina yang terkandung dalam pangan membentuk senyawa nitrosamin. Selain di dalam tubuh, senyawa nitrosamin juga dapat terbentuk di luar tubuh, misalnya pada saat daging yang mengandung nitrit atau nitrat diolah atau dimasak, terutama pada suhu tinggi. Keracunan akut: terjadinya methemoglobinemia (kondisi darah tidak dapat mengikat oksigen) Keracunan karena penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat pula terjadi secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Selain dapat membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik, nitrit merupakan senyawa yang berpotensi sebagai

2

senyawa

pengoksidasi. Di dalam darah, nitrit dapat bereaksi dengan hemoglobin dengan cara mengoksidasi

zat

besi

bentuk

divalen

menjadi

trivalen

kemudian

menghasilkan

methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat mengikat oksigen, oleh karena itu terjadi penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh serta menimbulkan kondisi yang disebut methemoglobinemia. Pada darah individu normal terkandung methemoglobin dalam kadar yang rendah, yaitu 0,52%. Jika kadar methemoglobin meningkat hingga 10% maka akan menimbulkan sianosis yang ditandai dengan munculnya warna kebiruan pada kulit dan bibir; kadar di atas 25% dapat menyebabkan rasa lemah dan detak jantung cepat; sedangkan kadar di atas 60% dapat menyebabkan ketidaksadaran, koma, bahkan kematian. Berbeda dengan kondisi pada orang dewasa normal yang dapat mengalami keracunan senyawa nitrat dan nitrit akibat konsumsinya yang melebihi batas yang diperbolehkan, ada kelompok individu tertentu yang dapat mengalami keracunan senyawa nitrat dan nitrit bahkan dalam penggunaannya yang masih diijinkan. Pada bayi yang berusia kurang dari 3 bulan, sensitivitasnya terhadap nitrat dan nitrit lebih tinggi daripada orang dewasa. Keracunan nitrat atau nitrit yang berakhir pada kematian kebanyakan dialami oleh bayi. Selain bayi, perempuan hamil, orang yang mengalami defisiensi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase), serta individu yang secara genetik mempunyai kelainan struktur hemoglobin juga merupakan kelompok yang juga rentan mengalami methemoglobinemia. Diagnosis Jika terjadi keracunan, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya hipotensi yang disertai takikardi refleks dan sakit kepala. Methemoglobinemia 15% atau lebih dapat didiagnosis melalui timbulnya warna coklat ketika darah dikeringkan pada kertas saring. Uji laboratorium lain yang menunjang adalah kadar elektrolit, gas darah arteri atau oksimetri, kadar methemoglobin, dan pemantauan EKG. Penatalaksanaan Methemoglobinemia A. Penanganan darurat dan penunjang -

Pertahankan jalan nafas dan berikan nafas bantuan jika diperlukan. Berikan oksigen jika diperlukan.

-

Obati hipotensi dengan cara membaringkan pasien dalam keadaan terlentang, berikan cairan kristaloid secara intravena dan pressor drug dosis rendah jika diperlukan.

-

Pantau tanda vital dan EKG selama 4-6 jam.

B. Antidotum dan pengobatan spesifik

3

Pasien yang mengalami methemoglobinemia dapat diobati dengan pemberian metilen biru dalam jumlah yang tepat. Metilen biru diberikan jika pasien menunjukkan gejala atau tanda hipoksemia (seperti dispnea, kebingungan, atau nyeri dada) atau jika kadar methemoglobin lebih dari 30%. Metilen biru dapat meningkatkan konversi methemoglobin menjadi hemoglobin. Metilen biru direduksi melalui methemoglobin reduktase dan nikotinamida adenosin dinukleotida fosfat (NADPH) menjadi leukometilen biru, yang pada gilirannya mereduksi

methemoglobin.

Glukosa-6-fosfat

dehidrogenase

sangat

penting

untuk

pembentukan NADPH sehingga penting pula untuk menunjang berfungsinya metilen biru sebagai antidotum. Efek terapetik dapat terlihat dalam 30 menit. Methemoglobin dapat diekskresikan melalui empedu dan urin, yang berubah warna menjadi biru atau hijau. Perlu diperhatikan bahwa pemberian metilen biru yang berlebihan dapat sedikit memperburuk methemoglobinemia. Pada orang yang mengalami defisiensi G6PD, pemberian metilen biru selain dapat memperburuk menthemoglobinemia juga dapat menimbulkan hemolisis. Dosis pemberian metilen biru sebagai antidotum adalah sebagai berikut: -

Pada pasien yang tidak mengalami defisiensi G6PD: Neonatus/bayi baru lahir: 0,3 – 1 mg/kg secara intravena atau intraosseous (melalui sumsum tulang), lebih dari 3 – 5 menit; Anak-anak dan dewasa: 1 – 2 mg/kg secara intravena, lebih dari 3 – 5 menit; Disarankan diberikan dosis ulangan 1 mg/kg jika pasien menunjukkan gejala keracunan berat pada menit ke-15 atau menunjukkan gejala keracunan sedang pada menit ke-30.

-

Pada pasien yang mengalami defisiensi G6PD tidak parah: Anak-anak dan dewasa: Dimulai dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg secara intravena, lebih dari 3 – 5 menit dan jika efektif dosis titrasi ditingkatkan. Disarankan diberikan dosis ulangan 0,3 mg/kg jika pasien menunjukkan gejala keracunan berat pada menit ke-15 atau menunjukkan gejala keracunan sedang pada menit ke-30. Hentikan pemberian metilen biru jika kondisi pasien memburuk, lalu ditukar dengan pemberian transfusi darah.

C. Dekontaminasi Jika pasien dalam kondisi sadar penuh, maka dapat diberikan arang aktif. Kumbah lambung tidak perlu dilakukan pada pasien yang menelan nitrat atau nitrit dalam jumlah kecil hingga sedang jika sebelumnya telah diberikan arang aktif secara tepat. D. Peningkatan Eliminasi

4

Secara teoritis, pemberian oksigen hiperbarik dapat membantu menyuplai kebutuhan oksigen dan kemungkinan dapat berguna jika pemberian antidotum tidak menimbulkan respons yang cepat. Pencegahan Terjadinya Efek Merugikan akibat Penggunaan Nitrat dan Nitrit Tahun 1995, Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah mengevaluasi senyawa nitrat dan nitrit serta menetapkan nilai asupan harian yang aman atau Acceptable Daily Intake (ADI) untuk natrium nitrat adalah 0-3,7 mg/kg berat badan dan ADI untuk natrium nitrit adalah 0-0,06 mg/kg berat badan. JECFA juga menyarankan agar nitrat dan nitrit tidak diberikan pada bayi yang berusia kurang dari 3 bulan. Pada produk pangan yang sudah terdaftar, kadar senyawa nitrat dan nitrit yang terkandung relatif aman dan tidak toksik. Walaupun nitrosamin terbukti bersifat karsinogenik pada hewan uji, hal ini juga bergantung pada kadar nitrosamin yang ada. Pada ambang batas tertentu, nitrosamin yang terbentuk relatif tidak membahayakan. Oleh karena itu, produsen pangan yang menggunakan natrium nitrit dalam produknya harus memastikan bahwa nitrosamin yang dapat terbentuk tidak mencapai kadar yang berbahaya. Karena reaksi pembentukan senyawa nitro tergantung pada beberapa faktor fisikokimia, maka untuk menghambat terbentuknya senyawa nitrosamin dapat ditambahkan senyawa lain yang bersifat inhibitor. Salah satu inhibitor pembentukan nitrosamin adalah asam askorbat yang akan bereaksi dengan nitrit membentuk nitrit oksida dan asam dehidroaskorbat. Inhibitor lain untuk reaksi pembentukan nitrosamin adalah asam galat, natrium sulfit, sistein, dan tanin. Konsumen diharapkan bersifat bijak dalam memilih pangan yang akan dikonsumsi dan tidak berlebihan mengkonsumsi suatu produk pangan, terutama pangan olahan yang umumnya menggunakan bahan tambahan pangan. Selain itu, disarankan pula untuk tidak memberikan produk pangan olahan yang mengandung nitrat dan nitrit, seperti sosis, korned, dan makanan sejenis pada bayi karena sangat berpotensi menimbulkan methemoglobinemia. Daftar Pustaka Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007 Desphpande, S.S. Handbook of Food Toxicology. Marcel Decker, Inc. New York. 2002. Epley, R.J., et al. Nitrite in Meat. University of Minnesota. 1992. [http://www.extension. umn.edu/distribution/nutrition/DJ0974.html] (diunduh bulan April 2012) Magnuson, B. What is the evidence for a link between preservatives and cancer and other toxic effects? University of Idaho, Dept. of Food Science and Toxicology. 1997. [http://extoxnet.orst.edu/faqs/additive/preserca.htm] (diunduh bulan April 2012)

5

Speijers, G.J.A. Nitrite (and potential endogenous formation of N-nitroso compounds). Laboratory for Toxicology, National Institute of Public Health and Environmental Protection, Bilthoven, Netherlands. [http://www.inchem.org/documents/jecfa/ jecmono/v50je06.htm] (diunduh bulan April 2012) Swann, P.F. Carcinogenic risk from nitrite, nitrate and N-nitrosamines in food. Proceedings of the Royal Sociaty of Medicine. [http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC1542949/?page=2] (diunduh bulan April 2012) ___________. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1988. ___________. Sodium Nitrate. [http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-additives/specs/Monograph1/ Additive-416.pdf] (diunduh bulan April 2012) ___________. Sodium Nitrite [http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-additives/specs/Monograph1/ Additive-417.pdf] (diunduh bulan April 2012) __________. Methylene Blue (Antidote). Toxinz Poisons [http://www.toxinz.com/Spec/2247330#] (diunduh bulan April 2012)

6

Information.