Wahyu, Pola makan sehari-hari penderita gastritis
POLA MAKAN SEHARI-HARI PENDERITA GASTRITIS DUWI WAHYU, SUPONO, NURUL HIDAYAH Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: Stomach ulcers or gastritis is inflammation (swelling) of the gastritic mocosa. The occurrence of gastritis ca be caused by irregular eating pattern is the frequency of meals, type and amount of food. Good diet prevent gastritis. This studies aims to determine the daily diet in the treatment of gastritis patients in Ardimulyo. The study was descriptive using accidental sampling technique. The research was carried out in May 2013 with 40 respondents. The results found that 26 respondents (65%) had a poor diet. Gastritis patients should be motivated and encouraged to undertake and implement a good diet and correct the other families who have family members who suffer from gastritis to motivated and encouraged to undertake and implement a good diet and correct the other families who have family members who suffer from gastritis to motivate should participate actively in creating a good diet and correct in preventing and treating gastritis. Keywords: diet, gastritis Abstak: Sakit maag atau gastritis adalah peradangan (pembengkakan) dari mukosa lambung. Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yaitu frekuensi makan, jenis dan jumlah makanan. Pola makan yang baik mencegah terjadinya gastritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan sehari-hari pada pasien gastritis yang berobat jalan di Puskesmas Ardimulyo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan tehnik accidental sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 dengan 40 responden. Hasil penelitian didapat bahwa 26 responden (65%) memiliki pola makan yang kurang baik. Penderita gastritis seharusnya termotivasi dan terdorong untuk melakukan dan menerapkan pola makan yang baik dan benar. Selain itu keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita gastritis hendaknya berpartisipasi untuk memotivasi secara aktif dalam mewujudkan pola makan yang baik dan benar dalam mencegah dan mengobati gastritis Kata Kunci: pola makan, gastritis
PENDAHULUAN
Penyakit gastritis ini jika dibiarkan akan semakin parah, terlebih jika tidak ada pengaturan pola makan yang baik dan benar, maka akan menimbulkan kekambuhan yang akan mengganggu aktifitas penderita (Sulastri, 2012). Penyakit gastritis atau maag merupakan penyakit yang sangat kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit ini sering ditandai dengan nyeri ulu hati, mual, muntah, cepat kenyang, nyeri perut dan lain sebagainya. Penyakit maag sangat mengganggu karena sering kambuh akibat pengobatan yang tidak tuntas. Sebenarnya kunci pengobatan penyakit maag adalah dapat mengatur agar produksi asam lambung terkontrol kembali sehingga tidak berlebihan, yaitu dengan
Makanan sangat penting bagi tubuh kita. Tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi berupa karbohidrat, lemak, protein dan senyawasenyawa gizi penting lainnya. Asupan makanan ini harus didukung dengan pengaturan pola makan yang sesuai. Pola makan yang teratur sangat penting bagi kesehatan tubuh kita, sedangkan pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan gangguan di sistem pencernaan. Permasalahan dalam sistem pencernaan tidak boleh dibiarkan. Ada berbagai gangguan sistem pencernaan atau penyakit yang mungkin terjadi dan sering dibiarkan oleh banyak orang, salah satunya adalah penyakit gastritis atau biasa kita sebut penyakit maag. ISSN 2460-0334
17
17
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 17-24
menghilangkan stress dan makan dengan teratur (Wijoyo, 2009). Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yang mencakup frekuensi makan, jenis dan jumlah makanan. Pola makan yang baik mencegah terjadinya gastritis. Penyimpangan kebiasaan, cara, serta konsumsi jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis. Pada kasus gastritis akut, faktor penyimpangan makan merupakan titik awal yang memengaruhi terjadinya perubahan pada dinding lambung. Peningkatan produksi cairan lambung dapat dirangsang oleh konsumsi makanan atau minuman. Cuka, cabai, kopi, alkohol serta makanan lain yang bersifat merangsang juga dapat mendorong timbulnya kondisi tersebut. Pada akhirnya kekuatan dinding lambung menjadi semakin parah. Tak jarang kondisi seperti itu akan menimbulkan luka pada dinding lambung (Uripi, 2002). Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun ini bisa menyerang semua jenis kelamin karena pola makan yang buruk dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok. Penyakit gastritis ini lebih menyerang kepada usia remaja sampai dewasa sehingga butuh perawatan khusus karena akan mengganggu masa tua, dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit ini sejak dini (Tati, 2011). Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi. Dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat (Gustin, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 21-22 Januari 2013 di Puskesmas Ardimulyo dengan wawancara, didapatkan 10 pasien gastritis yang berobat ke Puskesmas Ardimulyo, 6 orang pasien mengatakan terkena gastritis karena suka makan
18
makanan yang pedas, kecut dan sering mengkonsumsi kopi, sedangkan sebanyak 4 orang mengatakan terkena gastritis karena tidak teratur makannya. Dari data buku laporan bulanan Puskesmas Ardimulyo didapatkan jumlah pasien gastritis yang rawat jalan pada bulan Agustus 2012 sebanyak 118 pasien, pada bulan September 2012 sebanyak 197 pasien, pada bulan Oktober 2012 sebanyak 166 pasien, dan pada bulan November 2012 sebanyak 144 pasien, dan menurut pengelompokan rangking 10 besar penyakit yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ardimulyo, penyakit gastritis pada bulan Maret sampai Mei selalu menduduki peringkat 2 penyakit terbanyak di Puskesmas Ardimulyo. Karena tingginya angka kejadian gastritis akibat pola makan yang tidak teratur dan tidak sesuai, maka petugas kesehatan hendaknya menjelaskan tentang bagaimana jumlah makan, frekuensi makan dan jenis makanan yang baik dan tepat bagi penderita gastritis agar pasien dapat merubah perilaku pola makannya menjadi lebih baik sehingga tidak terjadi kekambuhan pada penderita gastritis dan penyakit gastritisnya tidak semakin parah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola makan sehari-hari pada pasien gastritis yang berobat jalan di Puskesmas Ardimulyo. Tujuan khususnya adalah 1) mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi penderita gastritis, 2) mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi pasien gastritis, 3) mengetahui frekuensi makan pasien gastritis. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama menggambarkan atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan (Notoatmojo, 2002). Dalam penelitian ini populasinya adalah pasien gastritis yang berobat dalam kurun waktu ratarata setiap bulan sebanyak 156 orang di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien gastritis yang sedang berobat di Puskesmas Ardimulyo
ISSN 2460-0334
Wahyu, Pola makan sehari-hari penderita gastritis
berjumlah 40 orang yang masuk dalam kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien gastritis tanpa komplikasi penyakit yang menyertainya. Adapun kriteria eksklusi nya adalah a) pasien yang tidak berkunjung ke poli umum, b) pasien yang datang dalam keadaan tidak sadar, c) pasien tidak mau menjadi responden Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan accidental sampling, yaitu semua pasien gastritis yang sedang berobat ke Puskesmas Ardimulyo yang kebetulan bertemu dengan peneliti dan sesuai kriteria inklusi dalam waktu 6 hari dalam 1 bulan, yaitu pada tanggal 13-18 Mei 2013. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel adalah pola makan pada penderita gastritis. Sedangkan sub variabel nya adalah 1) jumlah makanan, 2) jenis makanan, 3) frekuensi makan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket atau kuesioner, yang terdiri dari 12 pernyataan (4 pernyataan tentang jumlah makanan, 4 pernyataan tentang jenis makanan dan 4 pernyataan tentang frekuensi makan) yang diserahkan kepada responden yaitu penderita gastritis dimana dalam kuesioner tersebut sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang pada tanggal 1318 Mei 2013. Teknik pengumpulan data meliputi tahap persiapan dengan mengajukan proposal penelitian ke instansi terkait dan pelaksanaan penelitian, dimana dilakukan wawancara dengan para responden dan meminta responden untuk mengisi kuesioner. Setelah data terkumpul melalui kuesioner, kemudian ditabulasikan dengan variabel yang diteliti, kemudian dilakukan pembagian skor dimana pernyataan positif diberi skor jawaban “Sering kali” diberi skor 3, “Sering” diberi skor 2, “Kadang-kadang” diberi skor 1, “Tidak pernah” diberi skor 0. Untuk pernyataan negatif diberi skor jawaban “Sering kali” diberi skor 0 “Sering” diberi skor 1, “Kadang-kadang” diberi skor 2 dan “Tidak pernah” diberi skor 3.
ISSN 2460-0334
Hasil jawaban responden dijumlahkan dan dibandingkan dengan jawaban yang diharapkan kemudian dikalikan 100% dan hasilnya dipersentasekan (Arikunto, 2002). Selanjutnya persentase jawaban diinterpretasikan secara kualitatif dengan skala menurut Nursalam (2008) yaitu: 76-100%: Baik; 56-75% : Cukup; < 56% : Kurang. Untuk memperoleh keseluruhan responden, hasil perhitungan persentase dimasukkan dalam kriteria kuantitatif dengan skala menurut Nursalam (2008) yaitu: 90-100% : Mayoritas; 66-89% : Sebagian besar; 51-69% : Lebih dari setengahnya; 50% : Setengahnya; 3149% : Kurang dari setengahnya; 11-30% : Sebagian kecil; 0-10%: Minoritas. HASIL PENELITIAN Data umum penelitian ini tentang karakteristik subyek penelitian meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kesukaan makanan dan frekuensi kekambuhan, sedangkan data khusus nya meliputi jumlah makanan, jenis makanan, frekuensi makan, dan pola makan penderita gastritis. Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 12 responden (30%) berusia 26-36 tahun. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin seperti pada Tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar atau 27 responden (68%) adalah perempuan. Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok usia Umur 15-25 tahun 26-36 tahun 37-47 tahun 48-58 tahun >59 tahun Jumlah
F 9 12 8 4 7 40
% 22 30 20 10 18 100
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
F 13 27 40
% 32 68 100
19
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 17-24
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
F 12 8 17 3 40
% 30 20 42 8 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan PNS Karyawan IRT Wiraswasta Pelajar Buruh Pensiunan Jumlah
F 1 5 14 10 4 3 3 40
% 2 12 35 25 10 8 8 100
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kesukaan makanan Kesukaan makanan Pedas Kecut Asin Manis Bersantan Jumlah
F 29 1 5 2 3 40
% 73 2 13 5 7 100
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan frekuensi kekambuhan Frekuensi kambuh 1x seminggu 2x seminggu 3x seminggu Jumlah
F 4 22 14 40
% 10 55 35 100
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 17 responden (42%) berpendidikan SMA. Berdasarkan jenis pekerjaan, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 14 responden (35%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (Tabel 4). Berdasarkan kesukaan makanan, diketahui bahwa sebagian besar atau 27 responden (73%) menyukai makan makanan yang pedas (Tabel 5).
20
Tabel 7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah makanan Kategori Baik Cukup Kurang Jumlah
F 12 28 40
% 30 70 100
Tabel 8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis makanan Kategori Baik Cukup Kurang Jumlah
F 23 17 40
% 57 43 100
Tabel 9. Distribusi berdasarkan frekuensi makan responden Kategori Baik Cukup Kurang Jumlah
F 10 13 17 40
% 25 32 43 100
Tabel 10. Distribusi frekuensi pola makan responden yang menderita gastristis Kategori Baik Cukup Kurang Jumlah
F 1 13 26 40
% 3 32 65 100
Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa lebih dari setengahnya atau 22 responden (55%) frekuensi kambuhnya 2x seminggu. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa sebagian besar, jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita gastritis di puskesmas Ardimulyo masuk dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 28 responden (70%). Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa lebih dari setengahnya, jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita gastritis di puskesmas Ardimulyo masuk dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 23 responden (57%) Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa kurang dari setengahnya, frekuensi makan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita gastritis di puskesmas Ardimulyo masuk dalam kategori
ISSN 2460-0334
Wahyu, Pola makan sehari-hari penderita gastritis
kurang, yaitu sebanyak 17 responden (43%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya pola makan pada penderita gastritis sehari-hari masuk dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 26 responden (65%) (Tabel 10). PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan sehari-hari pada pasien gastritis meliputi jumlah makanan, jenis makanan dan frekuensi makan, masing-masing akan dideskripsikan. Jumlah Makanan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita gastritis di puskesmas Ardimulyo masuk dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 28 responden (70%). Hal ini diketahui dari soal kuesioner untuk jumlah makanan, soal yang paling banyak salah dan mendapatkan nilai terendah adalah soal nomor 1 yaitu pernyataan bahwa saya makan nasi tidak lebih dari 1 sendok nasi (centong) untuk setiap kali makan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah makan penderita gastritis kebanyakan masih banyak dalam setiap kali makan, sehingga hal ini menyebabkan jumlah makan penderita gastritis masuk dalam kategori kurang baik. Hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh penderita gastritis sebagian besar tidak sesuai dengan konsep diit gastritis, yaitu makan dengan jumlah sedikit demi sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara diet gastritis yang seharusnya dilakukan oleh penderita gastritis dengan kenyataannya, sebagian besar penderita gastritis belum menerapkan makan dengan jumlah sedikit demi sedikit. Hal tersebut dimungkinkan salah satunya karena faktor beban kerja dari penderita gastritis sendiri, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden yang terbanyak adalah ibu rumah tangga, dapat diketahui bahwa ibu rumah tangga meskipun pekerjaannya hanya didalam rumah namun pekerjaannya sebenarnya cukup berat, sejak dari pagi hingga malam mengurus rumah dan anak,
ISSN 2460-0334
karena pekerjaanya yang berat tersebut maka ibu rumah tangga kebanyakan sekali makan langsung banyak, tidak bisa makan sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan beban kerja yang cukup banyak dan sedikit waktu untuk beristirahat. Menurut Febrida (2013) jenis pekerjaan juga menentukan makanan apa yang tepat dikonsumsi. Beban kerja berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi seorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang diterimanya, seperti beban kerja berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih banyak (Munandar, 2008). Selain dari faktor beban kerja, hal yang turut berpengaruh dalam konsumsi jumlah makanan ialah dari faktor pendidikan, diketahui bahwa urutan kedua pendidikan terakhir terbanyak adalah SD, kemungkinan dalam hal pemahaman untuk memenuhi kebutuhan makan yang baik dan benar masih kurang, namun tidak semua orang yang berpendidikan rendah mempunyai perilaku seperti itu karena hal tersebut juga bisa dipengaruhi dengan banyaknya informasi-informasi yang diterima seseorang. Menurut penelitian Sulistyoningsih (2011), pendidikan dalam hal ini biasanya di kaitkan dengan pengetahuan, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi salah satu contoh, prinsip makan yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. Jenis Makanan Dari hasil penelitian diketahui bahwa 23 responden (57%) jenis makanan yang dikonsumsi masuk dalam kategori cukup. Dari hasil penelitian diketahui bahwa yang mendapat nilai tertinggi adalah soal tentang jenis makanan yang
21
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 17-24
menyatakan saya mengkonsumsi makanan yang mengandung protein (tempe, tahu, ikan, dan lainnya). Hal ini menunjukkan bahwa para penderita gastritis juga mengkonsumsi makanan yang mengandung protein karena menurut Uripi (2002) protein ini berperan dalam menetralisir asam lambung. Namun nilai terendah yang didapat responden juga terdapat di soal tentang jenis makanan, yaitu yang menyatakan saya mengkonsumsi makanan yang berminyak (gorenggorengan). Hal ini kemungkinan dikarenakan cara pengolahan makanan yang mengandung protein seperti tempe, tahu, ikan, dan lainnya sebagian di goreng, sehingga meskipun jenis makanannya benar namun cara pengolahannya salah. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan jenis makanan masuk dalam kategori cukup. Dilihat dari karakteristik responden, jenis makanan masuk dalam kategori cukup kemungkinan dikarenakan faktor pekerjaan, dimana dari hasil penelitian diketahui bahwa urutan kedua pekerjaan responden yang paling banyak adalah wiraswasta, dimana pendapatan pekerjaan wiraswasta dapat dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sehingga memengaruhi daya beli jenis-jenis makanan yang baik dan sehat, walaupun tidak semua pendapatan dialokasikan untuk makanan, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan makanan yang baik dan sehat masih mampu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Husaini dkk (2000) yang mengatakan bahwa pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga yang berimplikasi terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan anggota keluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya sesuai yang diperlukan tubuh. Setidaknya kurangnya keanekaragaman bahan makanan memang pasti terjadi pada kelompok keluarga dengan pendapatan terbatas, terbatas pula kemampuan daya belinya serta tidak banyak pilihan dalam membeli bahan pangan. Begitu pula sebaliknya, keluarga dengan pendapatan cukup, besar kemungkinan dapat memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan yang diperlukan tubuh.
22
Dalam Riset Kesehatan Dasar (2007), dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan sebuah keluarga apabila dilihat dari status pekerjaan seorang kepala keluarga, akan semakin tinggi pula pengeluaran rumah tangga tersebut dalam membeli bahan pangan yang mengandung energi dan protein. Pendidikan juga turut berpengaruh dalam pemenuhan jenis makanan yang baik dikonsumsi oleh penderita gastritis, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengahnya pendidikan responden ialah SMA. Menurut Hartiyanti dan Triyanti (2009) bahwa dalam hal pengeluaran keluarga terhadap pangan, tingkat pendidikan berhubungan, dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan dengan jenis makanan yang beragam. Faktor lain yang turut memengaruhi dalam pemilihan jenis makanan ialah dari segi umur, diketahui bahwa usia yang paling banyak ialah usia antara umur 26-36 tahun. Pada usia ini sebagian orang sudah tahu dan mengerti penyakit-penyakit apa saja yang sedang diderita, sehingga pada usia tersebut sudah bisa memilih dan memilah jenisjenis makanan apa saja yang baik dan sehat untuk dirinya dan untuk penyakitnya, khususnya penyakit gastritis yang memerlukan pemilihan jenis-jenis makanan yang tidak merangsang lambung untuk menghindari kekambuhan berulang. Meskipun adakalanya seseorang pada umur tersebut belum terlalu memikirkan tentang penyakitnya karna dianggap masih muda, sehingga menurut peneliti hal inilah yang menyebabkan pemilihan dalam jenis makanan penderita gastritis masuk dalam kategori cukup, belum bisa baik. Menurut Hurlock (2000) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Frekuensi Makan Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17 responden (43%) frekuensi makannya kurang baik. Hal ini diketahui bahwa soal yang paling
ISSN 2460-0334
Wahyu, Pola makan sehari-hari penderita gastritis
banyak salah dan mendapatkan nilai terendah adalah soal yang menyatakan bahwa saya sering menunda waktu makan. Hal ini menunjukkan bahwa penderita gastritis masih sering menundanunda waktu makannya, sehingga hal ini menyebabkan frekuensi makan penderita gastritis masuk dalam kategori kurang baik. Data menunjukkan hanya 17 orang dari 40 responden yang mempunyai frekuensi makan kurang baik, hal ini kemungkinan terjadi karena pekerjaan responden yang paling banyak ialah IRT kemudian diikuti wiraswasta, dimana kedua pekerjaan tersebut ialah pekerjaan yang cukup menyibukkan sehingga para penderita gastritis tidak teratur makannya dan sering terlambat makan yang menyebabkan penyakit gastritisnya sering kambuh. Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya frekuensi kambuh penderita gastritis dalam seminggu ialah 2 kali, hal ini menunjukkan bahwa penderita gastritis belum menerapkan diit gastritis yang baik dan benar karena masih seringnya penyakit gastritisnya kambuh, dengan kata lain para penderita gastritis masih sering kali terlambat makan, sehingga menyebabkan kekambuhan. Menurut Suparyanto (2012) bila seseorang terlambat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Selain dari faktor beban kerja, hal yang turut berpengaruh dalam frekuensi makan penderita gastritis ialah dari faktor pendidikan, diketahui bahwa peringkat kedua pendidikan terakhir terbanyak dari responden adalah SD, kemungkinan kemampuan memahami tentang frekuensi makan yang baik dan benar untuk penderita gastritis belum begitu dimengerti, sehingga berpengaruh dalam pelaksanaan diet gastritis yang seharusnya makan sedikit-sedikit dengan frekuensi sering.
ISSN 2460-0334
Menurut Sulistyoningsih (2011), pendidikan di kaitkan dengan pengetahuan, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi salah satu contoh, prinsip yang di miliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak di bandingkan dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. Hal yang turut berpengaruh terhadap frekuensi makan ialah pekerjaan, sebagian besar pendidikan yang rendah menyebabkan jenis pekerjaannya tidak terlalu tinggi meskipun tidak semuanya begitu, diketahui bahwa pekerjaan yang paling banyak dari responden hanya ibu rumah tangga, dimana dapat diketahui bahwa ibu rumah tangga hanya mengandalkan penghasilan dari anggota keluarga yang bekerja, dengan kata lain ibu rumah tangga tidak mempunyai penghasilan sendiri, hal ini memengaruhi daya beli responden untuk membeli makanan yang baik dan sehat, selain itu hal ini menyebabkan tidak semua keluarga mampu membeli makanan untuk dimakan dalam 3 kali makan atau lebih, sehingga frekuensi makan yang seharusnya dilakukan tidak dapat dilakukan karena kemampuan daya beli yang kurang. Fikawati dan Syafik (2009) mengemukakan pendapat Worhington-Robert (2000) yang menyebutkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh karakteristik keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, status pekerjaan ayah, daya beli (pengeluaran) keluarga terhadap pangan dan wilayah tempat tinggal. PENUTUP Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: pola makan penderita gastritis di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang sebagian besar atau 26 responden (65%) kurang baik dengan rincian sebagai berikut: 1) jumlah makanan sehari-hari yang dikonsumsi oleh
23
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: 17-24
penderita gastritis di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang didapatkan bahwa sebagian besar (70%) kurang baik, 2) jenis makanan yang dikonsumsi oleh penderita gastritis di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang didapatkan bahwa lebih dari setengahnya (57%) cukup baik, 3) frekuensi makan yang dikonsumsi oleh penderita gastritis di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang didapatkan kurang baik (43%). Saran dari penelitian ini antara lain, ditujukan kepada penderita gastritis, Puskesmas, instansi pendidikan dan kepada peneliti selanjutnya. Penderita gastritis diharapkan dapat mencari informasi dari media cetak, media elektronik, mengikuti penyuluhan dan mencari informasi dari tenaga kesehatan sehingga responden dapat menerapkan pola makan yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-harinya sehingga meminimalkan kekambuhan. Puskesmas diharapkan untuk memberikan penyuluhan atau penjelasan tentang penyakit gastritis, pengobatan serta diit yang mencakup makanan apa yang boleh dan tidak diperbolehkan bagi penderita gastritis dengan bekerja sama dengan pihak tertentu. Untuk institusi pendidikan diharapkan bisa bekerja sama saat penyuluhan dengan petugaspetugas puskesmas dan memberikan leaflet tentang pola makan penderita gastritis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan dasar informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya dan saat melakukan uji validitas menjelaskan kepada responden maksud dari setiap pertanyaan dalam kuesioner agar responden mengerti dan saat penelitian responden mengerti dan saat penelitian peneliti bisa mendapatkan jawaban yang diinginkan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Febrida, Melly. 2013. Jenis Makanan Sesuai Profesi, Berat Badan dan Usia. (Online). http://
24
health.liputan6.com/. (Diakses tanggal 6 Juli 2013, 19.53 WIB) Fikawati, Sandra dan Ahmad Syafik.2009. Penyebab Keberhasilan dan Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 3, Hartiyanti dan Triyanti. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hurlock E.B. 1997. Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:Erlangga Husaini YK, Widodo Y, Triwinarto A, Salimar. 2000. Perubahan Pola Konsumsi PanganKeluarga pada Sebelum dan Sewaktu Krisis Ekonomi. Penelitian Gizi dan Makanan23 : 8-17. Munandar, A.S., 2008. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: UI Press Notoatmojo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Sulastri. 2012. Gambaran pola makan penderita gastritis di wilayah kerja puskesmas kampar kiri hulu kecamatan kampar kiri hulu Kabupaten kampar riau. Skripsi. Sumatera:Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Sulistyoningsih. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu Suparyanto. 2012. Etiologi dan Penanganan Gastritis (Online). http://dr-suparyanto.blogspot.com/ 2012/02/etiologi-dan-penanganan-gastritis.html. (diakses tanggal 21 februari 2013 jam 14.44 WIB) Tati. 2011. Hubungan antara Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada Mahasiswa Semester II Stikes Wira Husada Yogyakarta 2011. Skripsi. Yogyakarta: Stikes Wira Husada Uripi. 2002. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluran Pencernaan. Jakarta: Puspa Swara Wijoyo. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Media Indonesia Gustin, R. K. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis pada pasien yang berobat jalan di puskesmas Gulai Bancah kota Bukittinggi tahun 2011.makalah. Diunduh dari: URL: http://repository. unand. ac. id/17045/1/17JURNAL_PENELITIAN. pdf.
ISSN 2460-0334