PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM

Download Limbah cair surimi adalah limbah organik yang mengandung banyak protein terlarut. ... limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutamin...

0 downloads 573 Views 1MB Size
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI

MUHAMAD FAUZI RIDWAN C34050211

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

RINGKASAN

MUHAMAD FAUZI RIDWAN. C34050211. Produksi dan Karakterisasi Enzim Transglutaminase dari Streptoverticillium ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi. Dibawah bimbingan WINI TRILAKSANI dan YUSRO NURI FAWZYA. Transglutaminase merupakan enzim yang dimanfaatkan pada berbagai industri makanan untuk meningkatkan sifat rheologi, enkapsulasi bahan yang berlemak dan larut lemak, memperbaiki pembentukan gel dan sifat gel, perubahan daya larut protein serta sifat busa dan daya ikat air. Enzim transglutaminase membutuhkan substrat, diantaranya sodium kaseinat yang harganya cukup mahal. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif penggunaan bahan lokal yang relatif lebih murah dan diduga memiliki komponen yang diperlukan. Limbah cair surimi adalah limbah organik yang mengandung banyak protein terlarut. Air bekas pencucian daging ikan lumat pada proses pengolahan surimi merupakan salah satu bahan lokal yang diduga bias digunakan sebagai pengganti Na-kaseinat adalah limbah cair surimi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutaminase, melakukan karakterisasi enzim transglutaminase dengan menentukan pH dan suhu optimum, ketahanan enzim terhadap panas, pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap aktivitas enzim, serta menentukan berat molekul protein enzim transglutaminase. Penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu optimasi media produksi enzim transglutaminase Streptoverticillium ladakanum dengan memanfaatkan limbah cair surimi dan melakukan karakterisasi enzim (menentukan pH dan suhu optimum, ketahanan enzim terhadap panas, serta pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap aktivitas enzim) serta menentukan berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis) . Enzim transglutaminase diproduksi pada media yang diberi perlakuan substitusi limbah cair surimi dengan konsentrasi berbeda. Media optimum yang menghasilkan aktivitas enzim tertinggi (0,985 unit/ml), yaitu media yang disubstitusi limbah cair surimi 100%. Waktu optimum produksi enzim dicapai pada inkubasi hari ke-7. Hasil karakterisasi biokimia menunjukan bahwa enzim transglutaminase memiliki pH optimum pada pH 8 setelah ditambah 200 mM buffer Tris-HCl dengan aktivitas enzim sebesar 0,596 unit/ml serta suhu optimum dicapai pada suhu 50oC dengan aktivitas enzim sebesar 0,851 unit/ml. Enzim transglutaminase relatif stabil pada kisaran suhu 37-50oC selama 2 jam dengan aktivitas maksimumnya ditunjukkan pada suhu 37oC pada 20 menit inkubasi sebesar 1,148 unit/ml. Penambahan ion logam Na+, K+, Li+, Cu+ dan Ca2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim sekitar 2-8%, sebaliknya ion logam Zn2+ dapat menghambat aktivitas enzim secara keseluruhan. Sementara, penambahan EDTA dan PMSF 5 mM dapat menurunkan aktivitas enzim transglutaminase masingmasing sebesar 9,37% dan 18,01%. Hasil uji SDS-PAGE menunjukkan bahwa enzim transglutaminase kasar dari bakteri Streptoverticillium ladakanum memiliki berat molekul sebesar 16,0; 40,2 dan 94,0 kDa.

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI

MUHAMMAD FAUZI RIDWAN C34050211

Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

LEMBAR PENGESAHAN Judul

:

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI

Nama

:

Muhamad Fauzi Ridwan

NRP

:

C34050211

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

(Ir. Wini Trilaksani, M.Sc) NIP. 19610128 198601 2 001

(Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si) NIP. 19600213 198703 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil) NIP. 19580511 198503 1 002

Tanggal lulus : ………………

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Produksi dan Karakterisasi Enzim Transglutaminase dari Streptoverticillium ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Muhamad Fauzi Ridwan

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah atas Nabi akhir zaman Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, para thobiin serta umatnya yang tetap istiqomah dalam dakwah. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang terlaksana atas pembiayaan dari Balai Besar Pengolahan Produk dan Bioteknologi Perikanan dan Kelautan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar. Maka dalam kesempatan ini, dengan penuh cinta, penulis haturkan

terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini khususnya kepada : 1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, MS dan Ibu Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan-masukan yang membangun kepada penulis. 2. Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selaku dosen penguji atas saran dan masukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Ayah dan Adik tercinta. Hatur kasih dan sungkem atas dukungannya baik moril maupun materil selama ini. Serta Ibu tercinta yang selalu memberikan segalanya, semoga amal-amalnya diterima dan ditempatkan di surga-Nya. 4. Ibu Ekowati Chasanah, Ibu Dewi Seswita Zilda, Bapak Dedi, Mba Asri, Ibu Ifah, Mas Gintung dan seluruh staf Laboratorium Bioteknologi, Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Terima kasih atas kesempatan dan dukungannya yang telah diberikan selama melakukan penelitian.

v

5. Mba Indra, teman sekaligus kakak yang selalu sabar dan memberikan bimbingan dan petunjuk selama melaksanakan penelitian ini. 6. Safrina Dyah Hardiningtyas, atas keikhlasan membantu, menemani dan memberikan dukungannya kepada penulis. 7. Teman-teman THP 42, 41, 43 dan 44. Terima kasih banyak atas segala persaudaraan, keakraban, keceriaan, serta cinta kasihnya. 8. Temen-teman satu kosan”Wisma Aulia” Rinto, Jamil, Febri, Fahrul, Widi, Ado, Kak Hendra, Wahyu, Fuadi dan Vabi. Terima kasih atas kehangatan dan keceriaan yang diberikan. 9. Terima kasih kepada Mas Ali, Mas Lavin, Mba Nuning, Suci dan Tika. Teman-teman dan kakak ku dari Universitas Brawijaya dan Universitas Islam Negri yang baru dikenal penulis selama melaksanakan penelitian. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kiranya para pembaca bersedia memberikan koreksi bagi penulis agar dapat lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis pribadi dan umumnya semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, 25 Januarai 2010

Penulis

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muhamad Fauzi Ridwan, dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 28 November 1986 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Yayat Ruhiyat dan Ibu Nendah. Penulis memulai jenjang pendidikan di TK PGRI Mangunreja dan selesai pada tahun 1993, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negri 1 Mangunreja dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan menengah ditempuh di SLTP Negri 1 Mangunreja dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negri 1 Singaparna dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006, penulis memasuki Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Tasikmalaya (HIMALAYA) periode 2005/2006, LDK Al-Hurriyah divisi sosial kemasyarakatan periode 2005/2006, Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK (DPM-C) periode 2006/2007 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) periode 2007/2008. Pada bulan Juli 2008 selama 1 bulan, penulis pernah melaksanakan praktek kerja lapang dengan judul “Pengawasan Mutu Produk Udang Windu (Penaeus monodon) Beku Headless Block di PT Indokom Samudra Persada, Lampung Selatan”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul ” Produksi dan

Karakterisasi

Enzim

Transglutaminase

dari

Streptoverticillium

ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi” dibimbing oleh Ibu Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Ibu Ir. Yusro Nuri Fawzya, M.Si.

vii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................ 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1 Enzim Transglutaminase ............................................................................. 4 2.2 Karakterisasi Biokimia Enzim .................................................................... 6 2.2.1 Suhu................................................................................................... 6 2.2.2 pH ...................................................................................................... 8 2.2.3 Ion logam ........................................................................................... 9 2.2.4 Senyawa inhibitor .............................................................................. 9 2.3 Streptoverticulllum ladakanum ................................................................. 10 2.4 Medium Pertumbuhan Mikroba ................................................................ 12 2.5 Limbah Cair Surimi .................................................................................. 13 2.6 Aplikasi Transglutaminase dalam Industri ................................................ 14 3. METODOLOGI ........................................................................................... 17 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 17 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 17 3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 17 3.3.1 Penelitian pendahuluan..................................................................... 18 3.3.1.1 Penentuan waktu propagasi (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004) ............................................................. 18 3.3.1.2 Penentuan konsentrasi optimum limbah cair surimi (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004)................................... 19 3.3.2 Penelitian utama ............................................................................... 20 3.3.2.1 Penentuan pH dan suhu optimum aktivitas enzim (Worratao dan Yongsawatdigul, 2005) ....................................................... 21 3.3.2.2 Penentuan ketahanan enzim terhadap panas (Singh dan Mehta, 1994) ........................................................... 21 3.3.2.3 Penentuan pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim (Lin et al., 2008)........................................................................ 21 3.3.2.3 Penentuan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim (Suzuki et al., 2000) .................................................................. 21

viii

3.3.2.5 Elektroforesis enzim transglutaminase dengan SDS-PAGE (Edelstein dan Bollag, 1991)...................................................... 21 3.3.3 Prosedur analisis .............................................................................. 22 3.3.3.1 Uji aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) ........................... 23 3.3.3.2 Uji protein (Bollag dan Edelstain, 1991) ................................... 23 3.4 Analisis Data ............................................................................................ 24 4. HASIL DAN PEMBASAN........................................................................... 26 4.1 Penelitian Pendahuluan ............................................................................. 26 4.1.1 Waktu propagasi .............................................................................. 26 4.1.2 Konsentrasi optimum limbah cair surimi .......................................... 27 4.2 Penelitian Utama ...................................................................................... 30 4.2.1 pH optimum aktivitas enzim ............................................................. 30 4.2.2 Suhu optimum aktivitas enzim ......................................................... 31 4.2.3 Ketahanan enzim terhadap panas ...................................................... 33 4.2.4 Pengaruh aktivator terhadap aktivitas enzim ..................................... 35 4.2.5 Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim ..................................... 37 4.2.6 Berat molekul protein dengan SDS-PAGE ....................................... 39 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 41 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 41 5.2 Saran ........................................................................................................ 41 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42 LAMPIRAN ..................................................................................................... 46

ix

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Sifat biokimia dari lima jenis mammalian transglutaminase ............................. 5 2. Asam amino konsentrat air limbah surimi ikan nila (Oreochromis niloticus) ................................................................................. 14 3. Aplikasi microbial transglutaminase pada pengolahan makanan .................... 16 4. Komposisi media inokulum ............................................................................ 19 5. Komposisi media produksi enzim ................................................................... 19 6. Komposisi gel SDS-PAGE ............................................................................. 22 7. Pengaruh berbagai ion logam terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase ............................................................................................ 36 8. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase .............. 38

x

DAFTAR GAMBAR

No.

Teks

Halaman

1. Transglutaminase mengkatalisis reaksi: a) reaksi perpindahan asil b) interaksi silang residu lisin dan glutamin dari protein c) deaminasi (Folk, 1980). .................................................................................................... 4 2. Struktur kristal dari microbial transglutaminase (Kashiwagi et al., 2002) ........ 6 3. Bakteri Streptoverticillium sp. (Tresner et al., 1971) ...................................... 11 4. Yoghurt dari susu skim yang diberi perlakukan dengan suhu 80oC selama 5 menit: a) tanpa MTGase b) dengan 100 U MTGase/L (Lauber et al., 2002 dalam Grades, 2006)...................................................................................... 15 5. Diagram alir produksi enzim transglutaminase pada media lokal (limbah surimi) dan standar (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004)......................... 18 6. Diagram alir produksi dan karakaterisasi enzim transglutaminase (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004; Worato dan Yongsawatdigul, 2005; Singh dan Mehta, 1994; Lin et al., 2008; Suzuki et al., 2000; Edelstein dan Bollag, 1991) ................................................................................................. 25 7. Kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum ............................ 26 8. Pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim transglutaminase ............................................................................................ 28 9. Pengaruh pH pada aktivitas enzim transglutaminase ....................................... 31 10. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase ............................... 32 11. Pengaruh ketahanan panas terhadap aktivitas enzim transglutaminase ............. 34 12. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase ....................... 35 13. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase ......................... 38 14. Berat molekul protein dari enzim transglutaminase ......................................... 40

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) ............................................................................... 47 2. Kurva standar untuk penentuan aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) ...... 48 3. Prosedur untuk pengukuran konsentrasi protein (metode Lowry).................... 50 4. Kurva standar untuk penentuan konsentrasi protein ........................................ 52 5. Hasil uji pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim dengan menggunakan SPSS .................................................. 54 6. Hasil pengujian aktivitas enzim transglutaminase ........................................... 56 7. Kadar protein dan aktivitas spesifik enzim transglutmainase dengan penambahan konsentrasi limbah cair surimi berbeda.......................... 58 8. Komposisi bahan yang digunakan untuk melakukan SDS-PAGE ................... 59 9. Kurva standar SDS-PAGE ............................................................................. 61

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Enzim adalah protein yang berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis, berfungsi sebagai katalisator di dalam sel dan bersifat khas. Kerja enzim pada umumnya mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivitas (Lehniger, 1993). Enzim merupakan produk yang bernilai ekonomis tinggi karena dapat menunjang proses produksi, baik pangan maupun non pangan. Pemanfaatan enzim terus meningkat dalam berbagai industri karena sifatnya yang efisien, selektif, dapat diperkirakan, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan (Suhartono, 2000). Penggunaan enzim di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan semakin berkembangnya industri pangan dan non pangan di Indonesia yang memanfaatkan enzim sebagai katalisator berbagai reaksi kimia. Berbagai industri tersebut menggunakan enzim dalam jumlah yang sangat besar. Saat ini, pemenuhan kebutuhan enzim di Indonesia masih impor dari negara Jepang. Pada tahun 2008, besarnya impor enzim di Indonesia mencapai 3.803.030 Kg dengan harga US$ 20.209.947 (BPS, 2009). Transglutaminase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi perpindahan gugus asil menjadi ikatan kovalen silang diantara protein (Nonaka et al., 1989). Enzim ini banyak ditemukan pada liver marmut, ikan, jaringan tumbuhan dan mamalia serta invertebrata. Beberapa industri pangan memanfaatkan enzim transglutaminase, antara lain untuk memperbaiki tekstur keju, mengurangi sineresis (kehilangan air) pada yoghurt, meningkatkan sifat rheologi, enkapsulasi bahan yang berlemak dan larut lemak serta memperbaiki pembentukan gel dan sifat gel (Grades, 2006). Enzim transglutaminase juga dimanfaatkan pada industri tekstil, yaitu untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh bahan kimia dan protease selama pembuatan wool (Cortez et al., 2004) dan pencucian benang wool (Cortez et al., 2005). Penggunaan enzim transglutaminase di Indonesia belum begitu banyak. Hal ini dikarenakan sumbernya yang langka, media untuk produksi enzim ini mahal, serta proses pemisahan dan pemurniannya juga rumit. Beberapa enzim

2

transglutaminase yang sudah dikomersialkan, misalnya transglutaminase yang berasal dari liver marmot dengan harga sekitar US$ 80/unit (Zhu et al., 1995) dan transglutaminase dari mikroba produksi PT Ajinomoto. Ando et al., (1989), menemukan enzim transglutaminase yang berasal dari mikroba. Enzim transglutaminase dari mikroba memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan enzim transglutaminase yang diproduksi dari hati marmut, yaitu dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan dalam jumlah besar melalui proses fermentasi sehingga menghasilkan enzim yang lebih murah. Salah satu mikroba penghasil enzim transglutaminase adalah bakteri Streptoverticillium ladakanum yang merupakan bakteri penghasil enzim ekstraselular. Substrat yang digunakan dalam media pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum untuk menghasilkan enzim transglutaminase umumnya masih menggunakan bahan sintesis yang relatif mahal seperti sodium kaseinat. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber substrat dari bahan lain yang relatif lebih murah harganya. Salah satu alternatif bahan lokal yang dapat digunakan sebagai sumber substrat lain untuk dikembangkan dalam produksi enzim transglutaminase adalah limbah cair surimi. Limbah cair surimi masih belum banyak termanfaatkan. Di Jepang, sekitar 5000 ton (berat kering) Fish Water Soluble Protein (FWSP) dibuang

setiap

tahunnya

dari

limbah

cair

pabrik

pengolahan

surimi

(Iwata et al., 2000). Air limbah pencucian surimi tidak hanya mengandung protein sarkoplasma yang larut air, akan tetapi protein miofibril, protease, hemepigmen dan zat bioaktif lainnya yang sangat potensial (Tacharatanamanee et al., 2004). Penelitian enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum pernah dilakukan oleh Tellez Luis et al., (2004) yang melakukan produksi enzim transglutaminase pada media yang ditambah hidrolisat jerami gandum. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hidrolisat jerami gandum merupakan media yang cocok untuk produksi enzim transglutaminase dari Streptoverticillium ladakanum. Penelitian yang dilakukan oleh Tellez Luis merupakan salah satu penelitian yang perlu terus dikembangkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan menggunakan media dari bahan lokal lainnya (limbah cair surimi) serta dilakukan karakterisasi pada enzim yang dihasilkan.

3

1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi limbah cair surimi sebagai salah satu komponen media untuk produksi enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum dengan cara melakukan uji aktivitas enzim dan proteinnya, melakukan karakterisasi enzim transglutaminase dengan menentukan pH dan suhu optimum, ketahanan enzim terhadap panas, pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap aktivitas enzim serta menentukan berat molekul protein dengan menggunakan metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate-polyacrilamide gel electrophoresis).

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim Transglutaminase Transglutaminase termasuk ke dalam kelompok enzim transferase dan mempunyai nama sistematis, yaitu protein glutamin γ-glutamyltransferase (EC 2.3.2.13). Transglutaminase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi perpindahan gugus asil antara kelompok γ-carboxyamide residu glutamin pada protein, peptida dan berbagai amina primer. Apabila kelompok ε-amino residu lisin aktif sebagai aseptor asil, maka akan menghasilkan proses polimerisasi dan interaksi silang inter- atau intra-molekul protein melalui pembentukan ikatan ε-(γ-glutamyl) lisin. Pada proses ini terjadi pertukaran amonia dari kelompok ε-amino residu lisin ke kelompok carboxyamide residu glutamin pada molekul protein. Apabila amin primer tidak ada, maka air dapat berperan sebagai aseptor asil dan menghasilkan proses deamidasi kelompok γ-carboxyamide glutamin untuk membentuk asam glutamat (Haard dan Simpson, 2000). Reaksi katalisasi enzim transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Transglutaminase mengkatalisis reaksi: a) reaksi perpindahan asil b) interaksi silang residu lisin dan glutamin dari protein c) deamidasi (Folk, 1980). Istilah

“transglutaminase”

pertama

kali

diperkenalkan

oleh

Clarke et al., (1957) yang menjelaskan aktivitas transamidasi pada liver marmut. Sekarang, transglutaminase sudah ditemukan pada tumbuhan, invertebrata, amfibi,

5

burung, ikan dan mikroorganisme. Enzim dari berbagai sumber tersebut mengkatalis perubahan post-translational protein dengan membentuk ikatan isopeptida melalui interaksi silang protein atau penggabungan amina (Folk, 1980). Transglutaminase tersebar secara luas pada organisme eukariot dan prokariot. Akan tetapi karakteristik transglutaminase yang paling baik, yaitu berasal dari mamalia. Berdasarkan sumbernya, enzim transglutaminase dibagi ke dalam dua golongan, yaitu: a). Mammalian Transglutaminase Aktivitas transglutaminase ditemukan dan tersebar secara luas dalam plasma, jaringan dan cairan ekstraseluler dari beberapa mamalia. Transglutaminase yang merubah protein seluruhnya ada dalam tubuh. Enzim transglutaminase tersebut dapat digolongkan ke dalam lima golongan, yaitu faktor XIII (plasma dan plasenta), transglutaminase jaringan, keratinosit, epidermis dan prostata (Greenberg et al., 1991; Aeschilman dan Paulsson, 1994 dalam Hemung, 2007). Sifat biokimia dari lima jenis mammalian transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 1. Perbedaan dari kelima jenis mammalian transglutaminase terletak pada berat molekul, struktur subunit dan aktivitas protease, tetapi semuanya memiliki ketergantungan yang sama pada kalsium. Tabel 1. Sifat biokimia dari lima jenis mammalian transglutaminase TGase

Berat molekul (KDa)

Struktur subunit

Aktivitas protease

Ketergantungan pada kalsium

Faktor XIII - Plasma 360 a2b2 ada ada - Plasenta 166 a2 ada ada Jaringan 85 monomer tidak ada Keratinosit 90 monomer tidak ada Epidermis 80 monomer ada ada Prostata 150 homodimerik tidak ada Sumber : Greenberg et al., (1991); Aeschilman dan Paulsson (1994) dalam Hemung (2007) b). Varietas Transglutaminase lainnya Enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan ε-(γ-glutamyl)

lisin

ditemukan pada berbagai organisme. Contohnya, aktivitas transglutaminase yang ditemukan pada ikan (Araki dan Seki, 1993), lobster (Myhrman dan BrunerLorand,

1970),

kepiting

sepatu

kuda

(Tachypleus

tridentatus)

6

(Tokunaga et al., 1993) serta yeast Candida albicans (Ruizherrer et al., 1995). Selain itu, transglutaminase ditemukan pada berbagai bakteri seperti Bacillus subtilis (Suzuki et al., 2000), Streptoverticillium sp. (Ando et al., 1989), dan Streptomyces sp. (Umezawa et al., 2002) serta tumbuhan Medicago sativa L. (Margosiak et al., 1990). Struktur kristal dari microbial transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 2. Aktivitas transglutaminase yang dihasilkan oleh seluruh organisme tersebut tergantung pada Ca2+, kecuali bakteri dan tumbuhan.

Gambar 2. Struktur kristal dari microbial transglutaminase (Kashiwagi et al., 2002) 2.2 Karakterisasi Biokimia Enzim Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu yang menentukan efektivitas kerja suatu enzim. Apabila faktor pendukung tersebut berada pada kondisi yang optimum, maka kerja enzim juga akan optimal. Hasil karakterisasi enzim walaupun masih bersifat ekstrak kasar, namun dapat menggambarkan karakter enzim di dalamnya. Kondisi lingkungan harus menunjang kondisi yang dibutuhkan enzim untuk dapat berfungsi sebagai katalis reaksi (Ryta, 2001). 2.2.1 Suhu Reaksi enzim umumnya terdiri dari beberapa tahapan reaksi dan respon terhadap suhu dari masing-masing tahap berbeda. Setiap enzim memiliki aktivitas pada suhu tertentu. Aktivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu, akan tetapi setelah suhu optimum tercapai maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu akan

menurun

dengan

peningkatan

suhu.

Hal

terdenaturasinya protein enzim (Pelczar dan Chan, 1986).

ini

disebabkan

telah

7

Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Peningkatan suhu tertentu menyebabkan semakin meningkatnya aktivitas katalitik dan semakin bertambahnya proses kerusakan enzim (Palmer, 1991). Peningkatan suhu menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan hidrofobik lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersier dari enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi (Suhartono, 1989). Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun. Dan jika suhu di bawah suhu optimum maka enzim tidak dapat bekerja dengan baik atau energi aktivasinya juga akan menurun. Struktur protein menentukan aktivitas enzim, jika srukturnya terganggu maka aktivitasnya akan berubah pula. Kenaikan suhu sampai batas tertentu dalam suatu reaksi menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi enzim karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi. Pada suhu yang lebih besar dari batas reaksi, protein enzim dapat mengalami perubahan konformasi yang bersifat detrimal, yaitu berubahnya susunan tiga dimensi yang khas dari rantai polipeptida. Hal yang sama juga dapat terjadi pada substrat yang perubahan konformasinya dapat menyebabkan gugus reaktifnya akan mengalami kesulitan pada saat memasukan sisi aktif enzim (Suhartono, 1989). Suhu optimum untuk aktivitas transglutaminase, yaitu antara 45-55oC, tergantung

pada

spesies

Streptoverticillium.

Transglutaminase

dari

o

Stv. mobaraense memiliki aktivitas optimum pada suhu 55 C sedangkan suhu optimum

untuk

transglutaminase

dari

Stv.

griseocarneum

dan

Stv. cinnamoneum spp. adalah 45oC. Stabilitas enzim akan menurun dengan meningkatnya suhu. Aktivitas transglutaminase dari Stv. mobaraense bertahan

8

lama pada suhu 40oC sedangkan pada suhu diatas 50oC aktivitasnya menurun (Ando et al., 1989). Suhu optimum untuk transglutaminase dari mamalia lebih tinggi dari suhu tubuhnya, yaitu sekitar 55oC. Apabila suhunya lebih dari 55 oC, aktivitas enzim akan turun dengan cepat, karena enzim mengalami perubahan konformasi atau terdenaturasi (Jiang dan Lee, 1992 dalam Negus, 2001). 2.2.2 pH Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat bermuatan ion positif, ion negatif, atau ion bermuatan ganda (zwitterion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994). Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai pH optimum tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada di atas atau di bawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium lingkungan (Lehninger, 1993). Pada umumnya, enzim bersifat ampolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Diperkirakan perubahan keaktifan enzim ini adalah akibat perubahan pH lingkungan. Perubahan pH lingkungan ini terjadi karena adanya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim pada sisi aktifnya atau sisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif dalam meningkatkan substrat menjadi produk. Perubahan ionisasi juga dapat dialami oleh substrat atau kompleks enzim-substrat, yang juga berperan terhadap aktivitas enzim (Webb dan Dixon, 1979).

9

2.2.3 Ion logam Banyak enzim yang memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul anorganik, seperti ion Fe2+, Mn2+, Zn2+, atau mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim, seperti thiamin pirofosfat, FAD, serta koenzim A. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam lainnya hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara. Akan tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat secara kuat dan permanen. Dalam hal ini disebut gugus protetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut haloenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil selama pemanasan, sedangkan bagian protein enzim disebut apoenzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1993). Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim (Harper et al., 1979). Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti: (a) menjaga bagain internal enzim, (b) menghubungkan enzim dengan substrat, (c) merubah konstanta keseimbangan reaksi enzim, (d) merubah tegangan permukaan protein enzim, (e) menghilangkan inhibitor, (f) menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi aktif enzim maupun substrat, dan (g) merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Richardson dan Hylop, 1985). Lebih dari 25% jenis enzim mengandung ion logam yang terikat atau memerlukan ion logam bagi aktivitasnya. Metaloenzim mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti, yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan yang lebih lemah dengan logam, dengan demikian memerlukan logam tambahan. Oleh karena itu, perbedaan metaloenzim dengan enzim yang diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas suatu enzim tertentu terhadap ion logamnya (Harper et al., 1979). 2.2.4 Senyawa inhibitor Telah diketahui bahwa mekanisme enzim dalam suatu reaksi ialah melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Oleh karena itu, hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi

10

apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi tersebut dinamakan inhibitor (Poedjiadi, 1994). Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan irreversible dan reversible. Hambatan irreversible pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversible dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing (Poedjiadi, 1994). Inhibitor merupakan senyawa yang cenderung menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Inhibitor dapat bereaksi dengan substrat, kofaktor atau dengan enzim langsung. Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Sebaliknya, transglutaminase yang dipengaruhi ion logam Ca 2+ dapat dihambat oleh EDTA, misalnya tilapia transglutaminase (Worratao dan Yongsawatdigul 2005). Aktivitas microbial transglutaminase dapat dihambat kuat oleh (p-Chloromercuribenzoate)

PCMB

serta

sedikit

dihambat

oleh

(N-ethylmaleimide) NEM dan (Phenyl methyl sulfonyl fluoride) PMSF. 2.3 Streptoverticillium ladakanum Klasifikasi bakteri Streptovercillium ladakanum adalah sebagai berikut (Wikispesies, 2007) : Filum

: Actinobacteria

Kelas

: Actinobacteria

Ordo

: Actinomycetales

Famili

: Streptomycetaceae

Genus

: Streptoverticillium

Spesies

: Streptoverticillium ladakanum

Streptoverticillium memiliki ukuran besar dengan diameter antara 0,8-1,2 µm. Ciri pemersatu ialah pleomorfisme sel-selnya dan kecenderungan membentuk filamen (hifa) bercabang. Pada beberapa spesies, hifa-hifa itu bersatu membentuk miselium (Pelczar dan Chan, 1986). Setiap cabang vertisil memiliki puncak

11

cabang (umbel) yang terdiri dari dua atau beberapa rantai spora yang berbentuk bola dan spiral (Holt et al., 1994). Beberapa spesies menghasilkan pigmen yang dapat larut, substrat berwarna dan aerial mycelium. Bakteri ini resisten pada lysozyme dan neomycin serta mampu menghasilkan komponen yang menunjukkan aktivitas seperti antifungal, antibakteri, antiprotozoa dan antitumor serta sensitif terhadap agen antibakteri dan actinophage. Streptoverticillium

termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram

positif. Dinding selnya mengandung L-diaminopimelic acid (L-DAP). Kandungan utama sel bakteri ini adalah saturated, iso- dan anteiso-fatty acid, MK-9 (H6) dan MK-9

(H8)

menaquinone

phosphatidylethanolamine,

serta

phospholipid

phosphatidylinositol

(diphosphatidylglycerol, dan

phosphatidylinositol

mannoside) (Holt et al., 1994).

Gambar 3. Bakteri Streptoverticillium sp. (Tresner et al., 1971) Streptoverticillium bersifat aerobik, yaitu tumbuh pada kondisi lingkungan yang banyak oksigen atau konsentrasi karbondioksida sedikit. Bakteri ini juga bersifat kemoorganotrof dan mesopilik. Tumbuh optimum pada temperatur 26-32oC dan pH 6,5-8,0. Bakteri

ini kebanyakan hidup saprofit pada tanah

(Holt et al., 1994). Reproduksi bakteri yang termasuk Streptoverticillium terjadi dari salah satu miselium aerial atau dari germinasi spora. Spora tersebut memiliki permukaan yang halus sampai sedikit kasar (Holt et al., 1994). 2.4 Medium Pertumbuhan Mikroba Medium pertumbuhan adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan

12

pembangun sel, untuk sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba mempunyai sifat fisiologi tertentu, sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula. Media pertumbuhan dapat berupa media sintetik maupun media alami. Pada media sintetik, setiap komponen merupakan senyawa yang relatif murni serta konsentrasi komponen dalam media dan strukturnya dapat diketahui dengan pasti. Media sintetik mempunyai keuntungan, antara lain: setiap komponen dapat dengan mudah diubah, disamping kesalahan atau kelainan yang mungkin terjadi selama fermentasi akibat komposisi media dapat dicegah (Yuniasari, 1994). Faktor yang penting dalam optimasi media fermentasi adalah pemilihan komposisi sumber karbon dan nitrogen karena sel-sel mikroorganisme dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen serta garam-garam dalam jumlah seimbang (Suhartono, 1989). Gula sederhana seperti glukosa merupakan sumber karbon yang mudah dicerna dan digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi. Penggunaan glukosa dalam media harus dibatasi, karena selain pertimbangan ekonomis juga untuk menghindari efek represi produksi enzim (Suhartono, 1989). Bakteri akan melakukan hidrolisa secara perlahan pada media yang mengandung senyawa karbon dan sumber nitrogen untuk mencegah terjadinya represi katabolit (proses yang menyebabkan fase lag menjadi berkepanjangan sehingga mempengaruhi sifat perumbuhan dan pembentukan produk yang menyebabkan penurunan aktivitas enzim) dan produksi enzim meningkat (Bierbaum et al., 1994). Sumber nitrogen yang digunakan dalam media fermentasi dapat berupa nitrogen organik maupun nitrogen anorganik. Contoh sumber nitrogen organik untuk pertumbuhan mikroba, antara lain pepton, ekstrak khamir, tepung kedelai dan limbah organik (Suhartono, 1989). Ekstrak khamir dan pepton merupakan sumber asam amino atau nitrogen dan vitamin B sebagai stimulan pertumbuhan bakteri. Mikroba membutuhkan vitamin B untuk pertumbuhannya, seperti vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), dan B12 (kobalamin). Vitamin B ini digunakan dalam pembentukan koenzim yang akan berikatan dengan enzim dengan ikatan yang tidak begitu kuat (Moat, 1979).

13

Kebutuhan nutrisi mikroba terlihat dalam unsur-unsur yang tersusun dalam selnya. Susunan kimia sel mikroba relatif tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang terkandung di dalam sel. Komponen utama yang menyusun sel bakteri adalah unsur C, H, O, N, P dan S, yang jumlahnya 95% dari berat kering sel, sedangkan sisanya tersusun dari unsur-unsur lain (Irianto, 2006). Mikroba membutuhkan nitrogen sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-asam nukleat. Nitrogen digunakan dalam bentuk amonium, nitrat, asam amino, protein, dan sebagainya. Sumber karbon untuk mikroba dapat berbentuk senyawa organik maupun anorganik. Hidrogen dan oksigen biasanya digunakan sebagai air untuk keperluan seperti pelarut, hidrolisis, ionisasi, osmosis, dan sebagianya (Irianto, 2006). Seluruh mikroorganisme membutuhkan sumber sulfur, nitrogen dan fosfat sebagai sumber mineral trace. Komponen mineral utama yang umumnya dibutuhkan semua jenis mikroorganisme adalah fosfat, kalium, kalsium, sulfur dan magnesium. Penambahan kasium seringkali meningkatkan aktivitas enzim yang dihasilkan. Beberapa jenis mineral biasanya sudah terdapat bersama-sama dengan komposisi substrat, seperti besi, tembaga, mangan, seng dan sebagainya. Fosfat, sulfat dan anion lain diberikan sebagai garam mineral (Suhartono, 1989). 2.5 Limbah Cair Surimi Limbah cair didefinisikan sebagai buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat dan lingkungan industri dimana komponen utamanya adalah air yang telah digunakan dan mengandung benda-benda padat yang terdiri dari zat-zat organik dan anorganik (Mahida, 1984). Air pencucian surimi merupakan hasil samping atau bahkan menjadi limbah bagi industri pengolahan surimi, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran perairan jika tidak ditangani dengan baik karena mengandung bahan organik yang tinggi (Uju et al., 2009). Kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari proses pencucian minced fish berkisar antara 6000-27000 mg/l (Lin et al., 1995). Air dari proses pencucian surimi tidak hanya membawa protein sarkoplasma yang larut air, akan tetapi protein miofibril, protease, hemepigmen dan zat bioaktif lainnya yang sangat potensial (Tacharatanamanee et al., 2004). Air limbah yang dihasilkan dari pencucian pertama pada proses pembuatan surimi mengandung

14

protein, non protein, nitrogen, lemak dan abu yang tinggi (Lin et al., 1995). Air cucian minced fish mengandung protein 1,58% (b/v) dan mengandung 17 asam amino

dengan

asam

glutamat

sebagai

komponen

dominan

(Trilaksani et al., 2007). Secara spesifik, Bourtoom et al., (2009) melaporkan kadar protein air cucian minced fish tahap pencucian pertama sebesar 1,23 mg/ml, sedangkan pada pencucian kedua dan ketiga lebih rendah, yaitu 0,64 dan 0,54 mg/ml. Kadar protein ini 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan kadar protein air pasteurisasi rajungan (Uju et al., 2008). Asam amino dari konsentrat air limbah surimi ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel

2.

Asam amino konsentrat (Oreochromis niloticus)

No. Jenis asam amino 1 Asam aspartat 2 Asam glutamat 3 Serin 4 Glisin 5 Histidin 6 Argini 7 Treonin 8 Alanin 9 Prolin 10 Tirosin 11 Valin 12 Metionin 13 Sistin 14 Isoleusin 15 Leusin 16 Fenilalanin 17 Lisin Sumber : Trilaksani et al., (2007)

air

limbah

surimi

ikan

nila

Nilai rata-rata (%) 3,79 + 0,04 5,49+ 0.05 1,13 + 0,05 1,64 + 0,04 0,49 + 0,03 0,94 + 0,01 2,45 + 0,06 2,03 + 0,03 1,12 + 0,03 1,35 + 0,02 0,32 + 0,06 0,98 + 0,09 0,76 + 0,01 3,23 + 0,05 2,73 + 0,01 1,64 + 0,05 1,35 + 0,04

2.6 Aplikasi Transglutaminase dalam Industri Modifikasi

protein

dengan

menggunakan

transglutaminase

sudah

dimanfaatkan pada berbagai industri makanan. Transglutaminase berfungsi dalam meningkatkan sifat rheologi, enkapsulasi bahan yang berlemak dan larut lemak, memperbaiki pembentukan gel dan sifat gel, perubahan daya larut protein serta sifat busa dan daya ikat air (Motoki dan Seguro, 1998; Jaros et al., 2006 dalam Lantto, 2007). Kebutuhan industri makanan terhadap enzim transglutaminase sudah dapat dipenuhi semenjak beberapa instansi internasional menggunakan

15

microbial

transglutaminase

yang

dihasilkan

dari

mikroorganisme

Streptoverticillium mobaraense pada industri makanan (Grades, 2006). Microbial transglutaminase (MTGase) komersial yang diproduksi oleh Ajinomoto sudah diaplikasikan pada berbagai makanan berprotein untuk meningkatkan karakteristik beberapa produk makanan komersial, seperti kenampakan, tekstur, viskositas dan gelasi. Pembentukan interaksi silang tambahan menyebabkan perubahan pada ukuran, konformasi, viskositas, gelasi dan kestabilan beberapa makanan berprotein seperti kedelai, ketan, urat daging , miosin, globulin dan kasein sehingga penampakan dan tekstur berbagai makanan dapat dimodifikasi dengan menggunakan MTGase selama proses pembuatan makanan. Menurut Hazová et al., (2002) dalam Grades (2006), penambahan MTGase ke dalam tepung menimbulkan pengaruh positif pada tekstur roti dan kue kering dengan konsentrasi enzim sebesar 3,5-4,5 mg/kg tepung. Hasil penelitian Lauber et al., (2002) dalam Grades, (2006) menunjukan bahwa penamabahan MTGase pada yoghurt dari susu skim yang diberi perlakukan dengan suhu 80 oC selama 5 menit memberikan pengaruh yang nyata. Hasil penelitian tersebut disajikan pada Gambar 4. a)

b )

Gambar 4. Yoghurt dari susu skim yang diberi perlakukan dengan suhu 80oC selama 5 menit: a) tanpa MTGase b) dengan 100 U MTGase/L (Lauber et al., 2002 dalam Grades, 2006). Transglutaminase juga dapat dimanfaatkan pada industri tekstil. Misalnya, transglutaminase digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh bahan kimia dan protease selama pembuatan wool (Cortez et al., 2004) dan pencucian benang wool (Cortez et al., 2005). Beberapa aplikasi microbial transglutaminase pada pengolahan makanan dapat dilihat pada Tabel 3.

16

Tabel 3. Aplikasi microbial transglutaminase pada pengolahan makanan Sumber Daging

Produk Hamburger, bakso, stuffeddumplings, shao-mai Daging kaleng Daging beku

Ikan

Daging cetak Fish paste

Kolagen Terigu

Imitasi sirip ikan hiu Makanan kue

Kacang kedelai

Mapuo doufu Tofu goreng (aburaage) Tofu

Sayuran dan buahbuhaan Kasein

Seledri

Promotor absorpsi mineral

Gelatin

Ikatan silang protein Makanan manis

Seasoning

Seasoning

Sumber : Zhu et al., (1995)

Pengaruh Meningkatkan elastisitas, tekstur, rasa dan flavor Tekstur dan penampakan menjadi baik Meningkatkan tekstur dan mengurangi biaya Merestrukturisasi daging Meningkatkan tekstur dan penampakan Imitasi pelezat makanan Meningkatkan tekstur dan volume Memperpanjang daya simpan Meningkatkan tekstur Memperpanjang daya simpan Pengawet makanan

Meningkatkan absorpsi mineral pada usus Mengurangi allergenicity Makanan rendah kalori dengan tekstur baik, kokoh dan elastis Meningkatkan rasa dan flavour

Reference Sakamoto and Soeda (1991) Seguro and Motoki (1991) Takagaki dan Narukawa (1990) Matsui et al., (1990) Wakameda et al., (1990b) Tani et al., (1990 Ashikawa et al., (1990) Kato et al., (1991) Soeda et al., (1990) Nonaka et al., (1990) Takagaki et al., (1991)

Noguchi et al., (1992) Yamauchi et al., (1991) Yamanaka and Sakai (1992)

Kobata et al., (1990)

17

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian

”Produksi dan Karakterisasi Enzim Transglutaminase dari

Streptoverticillium ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi” dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Bioteknologi, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : peralatan gelas (tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala), timbangan analitik, sentrifus merk Beckman coulter, spektrofotometer, autoklaf, oven, sudip, jarum ose, laminar, kompor listrik, shaking inkubator, mikropipet, blue tip, eppendorf, bunsen, kertas pH, hot plate stirer dan termoblock. Bahan yang digunakan antara lain : (1) isolat bakteri Streptoverticillium ladakanum; (2) media untuk penyegaran isolat bakteri adalah ekstrak khamir, pepton, MgSO4.7H2O, KH2PO4, NaHPO4 dan bacto agar ; (3) media inokulasi adalah ekstrak khamir, pepton, MgSO4.7H2O, KH2PO4, NaHPO4, gliserol, aquades, sodium kaseinat dan limbah cair surimi yang diambil pada tahap pencucian I dan II (yang dicampur) dan berasal dari PT Namyong, Tegal; (4) uji aktivitas enzim adalah CBZ-gln-gly (benzyloxycarbonyl-L-glutaminyl-glycine), 0,2 N NaOH, 1,0 N NaOH, Tris-HCl pH 6, hydroxylamine, glutathione, 3 N HCl, 12% TCA, 5% FeCl3.6H2O, miliq water; serta (5) analisis protein adalah Na2CO3, 0,5 M NaOH, C4H4KNaO6.4H2O, miliq water, CuSO4.5H2O dan folin. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan yang terdiri dari optimasi media enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum dengan memanfaatkan limbah cair surimi sebagai substrat. Media yang menghasilkan aktivitas enzim transglutaminase paling baik akan terpilih untuk dikarakterisasi dan diteliti lebih lanjut pada penelitian utama. Penelitian utama terdiri dari penentuan pH dan suhu optimum untuk aktivitas enzim,

18

ketahanan enzim terhadap panas, serta pengaruh ion logam dan inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase. 3.3.1 Penelitian pendahuluan Pada

penelitian

transglutaminase

dari

pendahuluan bakteri

dilakukan

substitusi

Streptoverticillium

media

ladakanum

enzim dengan

memanfaatkan limbah cair surimi sebagai substrat. Penelitian ini meliputi penentuan waktu propagasi dan penentuan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutaminase. Streptoverticillium ladakanum Kultur isolat bakteri pada media agar miring

Pembuatan inokulum pada media cair

Media standar / kontrol : - Ekstrak khamir 0,25% - Pepton 1,05% - MgSO4.7H2O 0,05% - KH2PO4 0,2% - NaHPO4 0,5% - Gliserol 5% - Sodium kasein 2%

Produksi enzim pada media lokal dan standar Inkubasi dalam inkubator goyang 26oC; 150 rpm; 8 hari Sampling dan pemisahan enzim dengan pellet menggunakan sentrifugasi 4oC; 800 rpm; 30 detik

Media lokal : - Ekstrak khamir 0,25% - Pepton 1,05% - MgSO4.7H2O 0,05% - KH2PO4 0,2% - NaHPO4 0,5% - Gliserol 5% - Limbah surimi (25, 50, 75,dan 100)% (v/v)

-Uji aktivitas enzim -Uji protein terlarut (metode Lowry)

Gambar 5. Diagram alir produksi enzim transglutaminase pada media lokal (limbah surimi) dan standar (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004) 3.3.1.1 Penentuan waktu propagasi (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004) Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui waktu yang tepat untuk memindahkan isolat ke dalam media produksi. Waktu propagasi diukur dengan menggunakan metode biomassa, yaitu mengukur berat biomassa sel kering menggunakan timbangan digital. Kegiatan ini dimulai dengan menumbuhkan isolat dalam beberapa erlenmeyer 25 ml yang berisi 20 ml media cair (Tabel 4). Isolat diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan agitasi 150 rpm dan suhu 26oC selama waktu tertentu. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam dengan menyaring sampel dalam erlenmeyer menggunakan kertas saring. Sebelumnya,

19

kertas saring ditimbang untuk mengetahui beratnya. Sampel tersebut dikeringkan terlebih dulu dalam oven (105oC) selama 15 menit kemudian ditimbang beratnya. Biomassa

sel tersebut

selanjutnya

diplotkan untuk

memperoleh kurva

pertumbuhan. Waktu propagasi ditentukan berdasarkan bentuk kurva yang dihasilkan. Rumus untuk memperoleh biomassa bakteri adalah sebagai berikut : Biomassa = (berat biomassa bakteri+berat kertas saring) – berat kertas saring Tabel 4. Komposisi media inokulum Komposisi media

Konsentrasi media (%) 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 2

Ekstrak khamir Pepton MgSO4.7H2O KH2PO4 NaHPO4 Gliserol Sodium kasein

3.3.1.2 Penentuan konsentrasi limbah cair surimi optimum (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004) Isolat hasil penyegaran dibiakkan dalam media inokulum sebanyak 10% dari total media produksi. Inokulum dimasukkan secara aseptik sebanyak 10% pada media kontrol dan media yang disubstitusi limbah cair surimi (Tabel 5). Inokulum dimasukkan ke dalam media tersebut pada waktu propagasi optimalnya dan diinkubasi pada shaking inkubator dengan kecepatan agitasi 150 rpm dan suhu 26oC selama delapan hari. Setiap hari dilakukan pengambilan 2 ml sampel kultur untuk pengujian aktivitas enzim dan pengukuran konsentrasi protein. Waktu dan media optimal produksi enzim ditentukan dengan melihat nilai aktivitas enzim dan jumlah protein yang dihasilkan oleh kultur bakteri (seperti pada Gambar 5). Tabel 5. Komposisi media produksi enzim Komposisi media Ekstrak khamir (%) Pepton (%) MgSO4.7H2O (%) KH2PO4 (%) NaHPO4 (%) Gliserol (%) Sodium kaseinat (%) Limbah cair surimi (%) (v/v) Limbah cair surimi (%) (v/v) Limbah cair surimi (%) (v/v) Limbah cair surimi (%) (v/v)

Media K 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 2 -

Media A 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 25 -

Media B 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 50 -

Media C 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 75 -

Media D 0,25 1,05 0,05 0,2 0,5 5 100

20

Keterangan:

K = media kontrol A = media yang disubstitusi limbah cair surimi 25% (v/v) B = media yang disubstitusi limbah cair surimi 50% (v/v) C = media yang disubstitusi limbah cair surimi 75% (v/v) D = media yang disubstitusi limbah cair surimi 100% (v/v)

3.3.2 Penelitian utama Penelitian utama merupakan penelitian lanjutan dari hasil substitusi media enzim transglutaminase yang telah disubstitusi dengan memanfaatkan limbah cair surimi pada penelitian pendahuluan. Penelitian utama dilakukan untuk mengkarakterisasi enzim yang dihasilkan pada media bahan lokal yang memiliki aktivitas enzim transglutaminase paling baik. Karakterisasi enzim bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum aktivitas enzim sehingga penggunaan enzim dapat disesuaikan dengan karakter tersebut. Dengan penggunaan enzim pada kondisi optimumnya, maka enzim akan bekerja secara optimal dan lebih efisien. Karakterisasi enzim yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan suhu optimum, pH optimum, ketahanan terhadap panas,

pengaruh

ion

logam

dan

inhibitor

terhadap

aktivitas

enzim

transglutaminase serta penentuan bobot molekul protein dengan menggunakan metode SDS-PAGE. 3.3.2.1 Penentuan pH dan suhu optimum aktivitas enzim (Worratao dan Yongsawatdigul, 2005) Optimasi pH dan suhu dilakukan terhadap enzim transglutaminase hasil produksi menggunakan medium produksi hasil optimasi. Ekstrak enzim kasar diperoleh melalui sentrifugasi larutan fermentasi dengan kecepatan 5800 g pada suhu 4oC selama 15 menit. Penentuan pH optimum dilakukan dengan mereaksikan enzim kasar pada bufer dengan variasi nilai pH yang berkisar antara 4 sampai 9. Bufer yang digunakan dalam penentuan pH optimum adalah 200 mM bufer asetat (pH 4–6), 200 mM bufer Tris–HCl (pH 6–8) dan 200 mM bufer borat (pH 8–9), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim transglutaminase ditentukan dengan menginkubasi enzim pada suhu 25, 30, 37, 50, 60, dan 70oC selama 10 menit kemudian diukur aktivitasnya menggunakan pH optimum. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim tersebut dengan metode Grossowicz et al., (1950).

21

3.3.2.2 Penentuan ketahanan enzim terhadap panas (Singh dan Mehta, 1994) Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan enzim untuk kehilangan aktivitasnya. Pengujian dilakukan dengan memanaskan enzim tanpa substrat pada suhu 37, 50 dan 60oC selama waktu tertentu. Setiap 20 menit enzim yang telah dipanaskan tersebut diangkat dan didinginkan beberapa menit. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim dengan metode Grossowicz et al., (1950). 3.3.2.3

Penentuan pengaruh (Lin et al., 2008)

ion

logam

terhadap

aktivitas

enzim

Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase diukur dengan mereaksikan enzim dengan 1 mM ion logam. Aktivitas diukur pada kondisi optimum enzim, dan dibandingkan dengan kontrol. Pada kondisi yang sama, dibuat kontrol yang tidak ditambahkan dengan ion logam. Ion logam yang diujikan meliputi kation Na+, K+, Li+ ,Cu+, Ca2+, Mg2+, Zn2+ dan Fe3+ dalam bentuk larutan klorida. Hasil reaksi diuji aktivitasnya dengan metode Grossowicz et al., (1950). 3.3.2.4

Penentuan pengaruh (Suzuki et al., 2000) Pengaruh

penambahan

inhibitor

terhadap

aktivitas

enzim

inhibitor

terhadap

aktivitas

enzim

transglutaminase diukur dengan mereaksikan enzim dengan dua konsentrasi inhibitor, yaitu 1 mM dan 5 mM. Aktivitas enzim diukur pada pH dan suhu optimal enzim, kemudian dibandingkan dengan kontrol. Pada waktu yang bersamaan, dibuat kontrol yang tidak ditambahkan inhibitor. Inhibitor yang digunakan, yaitu EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) dan PMSF (phenyl methyl sulfonyl fluoride). Reaksi yang dihasilkan diuji aktivitasnya dengan metode Grossowicz et al., (1950). 3.3.2.5

Elektroforesis enzim transglutaminase (Edelstein dan Bollag, 1991).

dengan

SDS-PAGE

Persiapan awal yang perlu dilakukan dalam elektroforeis adalah pembuatan gel. Metode yang digunakan dalam pembuatan gel adalah metode

22

Edelstein dan Bollag (1991). Komposisi gel SDS-PAGE dapat dilihat pada Tabel 6. Bahan untuk separating gel dicampur satu persatu dengan memasukkan 10% APS (ammonium persulfate) dan TEMED (Tetramethyl ethylenediamine) pada akhir campuran. Larutan tersebut diaduk dan dipipet perlahan ke dalam plate kaca sampai 1,5 cm dari permukaan kaca lalu didiamkan sekitar 15-20 menit. Dalam proses ini, diusahakan agar tidak terbentuk gelembung udara. Setelah gel memadat, campuran stacking gel dipipet perlahan ke dalam plate kaca lalu dengan segera dimasukan sisir (10 sumur) sebagai tempat memasukkan sampel. Komposisi gel SDS-PAGE dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi gel SDS-PAGE Bahan Larutan A Larutsn B Larutsn C Akuabides 10% APS TEMED

Separating gel (12%) 4 ml 2,5 ml 3,5 ml 50 µl 5 µl

Stacking gel (5%) 0,67 ml 1,0 ml 2,3 ml 30 µl 5 µl

Sampel yang telah dicampur dengan 5 x bufer sampel (45 µl + 5 µl) dipanaskan pada 100oC selama 3 menit, lalu dilakukan loading sampel ke dalam sumur sebanyak 10 µl. Berbeda halnya dengan sampel, marker yang di-loading ke dalam sumur sebanyak 7,5 µl. Sebelum running dilakukan, buffer elektroforesis dimaskukan ke dalam chamber. Running elektroforesis dilakukan pada 125 volt, 16 mA dalam kondisi dingin. Waktu yang diperlukan untuk running elektroforesis sekitar 2 jam. Setelah pemisahan, gel dilepas dari plate kaca lalu direndam dalam larutan coomassie gel stain selama 7-10 menit. Setelah direndam, gel dibilas cepat dengan akuabides selama 2 x 20 detik. Kelebihan warna dihilangkan dengan larutan coomassie gel destain sampai diperoleh pita-pita protein yang jelas teramati dengan latar belakang relatif jernih. Gel direndam dalam larutan coomassie gel destain selama satu malam.

23

3.3.3 Prosedur analisis Analisis-analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengukuran aktivitas enzim transglutaminase dengan metode Grossowicz et al., (1950) dan uji protein dengan metode Lowry. 3.3.3.1 Uji aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) Aktivitas

enzim

transglutaminase

diukur

dengan

metode

Grossowicz et al., (1950) yang telah dimodifikasi dengan menggunakan L-glutamic acid γ-monohydroxamate sebagai standar. Satu unit transglutaminase didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang mengkatalisis pembentukan 1 µmol L-glutamic acid γ-monohydroxamate per menit pada suhu 37 oC.. Dua eppendorf disiapkan untuk sampel enzim dan blanko. Reagen A dibuat lebih dulu dengan cara menghomogenkan 5 mg CBZ-gln-gly, 0,1 ml NaOH 0,2 N, 0,02 ml NaOH 1,0 N, 0,2 ml Tris-HCl pH 6, 0,1 ml hydroxylamine dan 0,1 ml glutathione di dalam eppendorf, kemudian ditambahkan enzim sebanyak 0,2 ml. Untuk blanko ditambahkan miliq water sebanyak 0,5 ml. Kemudian sampel dan blanko diinkubasi pada temperatur 37oC selama

10 menit. Reaksi dihentikan dengan

penambahan reagen B pada sampel dan blanko. Reagen B dibuat dari 3 N HCl, 12% TCA dan 5% FeCl3.6H2O dengan perbandingan 1:1:1. Setelah itu, blanko ditambahkan enzim sebanyak 0,2 ml. Perubahan warna yang terjadi diamati serta dibandingkan antara sampel dan blanko. Sampel dan blanko disentrifugasi pada suhu 4oC;

5800 g; 30 detik. Kemudian keduanya diukur dengan elisa reader

pada panjang gelombang 530 nm. 3.3.3.2 Uji protein (Bollag dan Edelstain, 1991) Kadar protein enzim transglutaminase yang diperoleh ditentukan dengan metode Lowry (Bollag dan Edelstain, 1991) dengan menggunakan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar. Sejumlah enzim transglutaminase, ditambahkan ke dalam campuran larutan lowry A, larutan lowry B dan larutan lowry C dengan perbandingan 20:1:1. Sementara itu, di tempat terpisah dibuat campuran kontrol yang terdiri dari miliq water dan campuran larutan lowry A, larutan lowry B serta larutan lowry C (perbandingan 20:1:1). Selanjutnya campuran larutan ini diinkubasikan pada suhu kamar selama 15 menit, untuk kemudian ditambahkan pereaksi folin yang telah diencerkan dengan miliq water dengan perbandingan

24

1:10. Campuran larutan ini kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama 45 menit

untuk

kemudian

dibaca

absorbansinya

dengan

menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. 3.4 Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan, yaitu konsentrasi limbah cair surimi pada media pertumbuhan bakteri dengan berbagai taraf konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) (v/v) dengan dua kali ulangan. Model linear untuk rancangan acak lengkap yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002): Yij = µ + τi + εij i = faktor (i = 1,2,3,4,5) j = ulangan (j = 1,2) keterangan : Yij = respon percobaan karena pengaruh faktor penambahan limbah cair surimi pada faktor ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum τi = pengaruh faktor perlakuan (penambahan limbah cair surimi) pada taraf ke-i εij = pengaruh galat percobaan karena faktor penambahan limbah cair surimi pada taraf ke-i dan ulangan ke-j Data parametrik (hasil uji aktivitas enzim dan protein) dianalisis secara statistik dengan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Adapun perhitungan untuk uji lanjut Tukey sebagai berikut:

keterangan : KTG = nilai kuadrat tengah galat r

= jumlah ulangan

rp

= ditentukan dari tabel

Analisis data yang digunakan dalam penelitian utama ialah menggunakan analisis deskriptif. Karakterisasi enzim transglutaminase bertujuan untuk

25

mengetahui kondisi optimum dengan cara melihat aktivitas enzim tertinggi. Penentuan hasil karakterisasi dilakukan dengan menggunakan microsoft excel 2007. Diagram alir kegiatan berikut menunjukkan produksi dan karakterisasi enzim transglutaminase dalam media lokal (limbah cair surimi) (Gambar 6). Streptoverticillium ladakanum

Penentuan kurva pertumbuhan bakteri dan waktu propagasi

Pembuatan inokulum (stater)

Penentuan konsentrasi optimum limbah cair surimi (0%, 25%, 50%, 75% dan 100%) (v/v)

Media standar : - Ekstrak khamir 0,25% - Pepton 1,05% - MgSO4.7H2O 0,05% - KH2PO4 0,2% - NaHPO4 0,5% - Gliserol 5% - Sodium kasein 2%

Produksi enzim dalam jumlah banyak pada konsentrasi dan waktu optimum

Karakterisasi enzim transglutaminase

Penentuan pH optimum: - 200 mM bufer asetat (pH 4–6) - 200 mM bufer Tris– HCl (pH 6–8) - 200 mM bufer borat (pH 8–9)

Penentuan suhu optimum : Enzim diinkubasi pada berbagai suhu (25, 37, 50, 60 dan 70 oC) selama dua jam

Ketahanan terhadap panas : enzim dipanaskan pada suhu 37, 50 dan 60oC dan diukur setiap 20 menit

Pengukuran berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE

Pengaruh ion logam : Kation Na+, K+, Li+, Cu+, Ca2+, Mg2+, Zn2+ dan Fe3+

Pengaruh inhibitor: 1mM dan 5 mM inhibitor (EDTA dan PMSF)

Gambar 6. Diagram alir produksi dan karkaterisasi enzim transglutaminase (modifikasi dari Tellez Luis et al., 2004; Worato dan Yongsawatdigul, 2005; Singh dan Mehta, 1994; Lin et al., 2008; Suzuki et al., 2000; Edelstein dan Bollag, 1991)

4. HASIL DAN PEMBASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutaminase. Media yang digunakan adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi dengan berbagai konsentrasi (v/v). 4.1.1 Waktu propagasi Waktu propagasi merupakan waktu perkembangan bakteri yang tepat untuk dipindahkan ke dalam media produksi. Pada umumnya, bakteri memiliki waktu propagasi saat fase log yang dapat dilihat pada kurva pertumbuhan. Bakteri yang dipindahkan ke dalam media produksi akan memiliki fase adaptasi yang lebih singkat saat fermentasi (Mangunwidjaja, 1994). Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh volume inokulum dan kondisi fisiologisnya. Oleh karena itu, inokulum bakteri sebaiknya diinokulasikan ke dalam media fermentasi pada saat sel aktif melakukan metabolisme (fase eksponensial). Pertumbuhan mikroorganisme pada media tertentu terbagi menjadi empat zfase pertumbuhan, yaitu fase adaptasi, fase eksponensial (logaritmik), fase stasioner serta fase kematian atau penurunan (Irianto, 2006). Pengamatan pola pertumbuhan mikroba dilakukan selama 5 hari dengan selang waktu 12 jam. Pola pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 7. Pertumbuhan mikroba ditentukan dengan menggunakan metode biomassa. Berat kering biomassa yang telah ditimbang menunjukkan total sel bakteri pada waktu tertentu.

Gambar 7. Kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum

27

Gambar 7 menunjukkan waktu propagasi yang terbaik pada media pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dicapai pada waktu inkubasi 72

jam

dengan

berat

kering

sel

bakteri

sebesar

5.53

g/l.

Bakteri

Streptoverticillium ladakanaum memiliki fase eksponensial lebih lama karena bakteri tersebut termasuk ordo Actinomycetales (bakteri tingkat tinggi) yang melakukan produksi dengan spora. Reproduksi bakteri yang termasuk genus Streptoverticillium terjadi dari salah satu miselium aerial atau dari germinasi spora. Spora tersebut memiliki permukaan yang halus sampai sedikit kasar (Holt et al., 1994). 4.1.2 Konsentrasi optimum limbah cair surimi Produksi

enzim

transglutaminase

menggunakan

bakteri

Streptoveticillium ladakanum yang dikultur dalam media substitusi dengan penambahan limbah cair surimi. Streptoverticillium ladakanum merupakan bakteri yang bersifat aerobik, tumbuh optimum pada temperatur 26-32oC dan pH 6,5-8,0 (Holt et al., 1994). Pada penelitian ini, bakteri dikultur pada media substitusi tersebut dan diinkubasi dalam inkubator goyang dengan temperatur 26 oC dan kecepatan agitasi 150 rpm selama 8 hari. Nilai pH media substitusi yang digunakan untuk kultur bakteri tersebut adalah 7,5 dan limbah cair surimi yang digunakan memiliki pH yang relatif netral (7,7). Media produksi enzim transglutaminase yang digunakan pada tahap optimasi ini adalah media yang diberi perlakuan limbah cair surimi dengan konsentrasi berbeda-beda (25%, 50%, 75% dan 100%) (v/v), sedangkan media yang ditambah sodium kasein 2% digunakan sebagai kontrol. Selama delapan hari, enzim diambil setiap harinya dan dilakukan pengujian aktivitas enzim untuk menentukan waktu produksi dan konsentrasi limbah cair surimi optimum dalam produksi enzim transglutaminase. Hasil pengujian aktivitas enzim pada media substitusi dengan penambahan konsentrasi limbah cair surimi yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu optimum produksi transglutaminase dapat diketahui dari nilai aktivitas yang dimiliki enzim setelah waktu tertentu. Aktivitas enzim transglutaminase

ditentukan

berdasarkan

jumlah

L-glutamic

acid

γ-monohydroxamate yang dibentuk oleh enzim selama proses transferasi gugus

28

asil dengan menggunakan CBZ-gln-gly dan hydroxylamine sebagai substrat. Senyawa L-glutamic acid γ-monohydroxamate diukur dengan metode kolorimetri. Satu unit aktivitas transglutaminase dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang mengkatalisis pembentukan 1 µmol L-glutamic acid-monohydroxamate per menit pada suhu 37oC.

Gambar 8. Pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim transglutaminase; : kontrol; : media yang ditambah limbah cair surimi 25%; : media yang ditambah limbah cair surimi 50%; : media yang ditambah limbah cair surimi 75%; : media yang ditambah limbah cair surimi 100% Hasil uji ragam (ANOVA α=0,05) dengan rancangan acak lengkap pada media substitusi menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi limbah cair surimi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap aktivitas enzim pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 5). Ini terlihat pada Gambar 8, dimana peningkatan aktivitas enzim dari masing-masing media substitusi memiliki pola yang hampir sama, yaitu pada awal inkubasi meningkat dengan lambat, kemudian mencapai titik maksimum pada hari ke-7 dan cenderung mulai menurun pada waktu inkubasi hari ke-8. Hal ini dikarenakan limbah cair surimi yang digunakan masih dalam bentuk cairan (bukan konsentrat) sehingga komponen-komponen limbah cair surimi yang dibutuhkan bakteri untuk menghasilkan enzim relatif sama pada setiap media substitusi. Hasil uji ragam juga menunjukan bahwa pengaruh pemberian konsentrasi limbah cair surimi 75% dan 100% terhadap aktivitas enzim berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 5). Enzim transglutaminase yang dihasilkan pada media tanpa perlakukan (kontrol) memiliki aktivitas enzim paling

29

tinggi sebesar 1,018 unit/ml dengan waktu inkubasi 4 hari. Sedangkan, aktivitas enzim pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi memperlihatkan nilai lebih rendah dan waktu produksinya lebih lama dibandingkan kontrol. Aktivitas enzim tertinggi yang dihasilkan pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi ditunjukkan oleh media dengan penambahan limbah cair surimi 100% (v/v) sebesar 0,985 unit/ml dan dicapai pada waktu inkubasi pada hari ke-7. Lama waktu produksi dan rendahnya aktivitas enzim diduga disebabkan oleh kebutuhan nutrien bakteri dari lingkungannya masih tercukupi sehingga kurangnya stimulasi sel dalam mensintesis enzim dalam jumlah banyak. Dugaan ini berdasarkan pernyataan Suhartono (1989) yang menyatakan bahwa jumlah enzim di dalam sel disesuaikan oleh sel. Dalam keadaan tidak diperlukan oleh sel, enzim tidak terdapat pada konsentrasi tinggi. Apabila diperlukan, terjadi stimulasi dalam sel yang dapat meningkatkan sintesis enzim. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair surimi, aktivitas semakin tinggi. Dengan jumlah enzim yang sama, sementara konsentrasi substrat limbah cair surimi ditingkatkan dua kalinya menyebabkan peningkatan aktivitas enzim. Hasil analisa proksimat limbah cair surimi menunjukkan bahwa protein yang ada pada limbah tersebut masih cukup tinggi, antara lain protein terlarut sebesar 20,99 mg/ml dan protein total sebesar 56,05%. Kandungan protein yang cukup tinggi ini memungkinkan limbah cair surimi ini cocok sebagai substrat pada media pertumbuhan dan produksi enzim transglutaminase oleh bakteri Streptoverticillium ladakanum. Limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan oleh bakteri. Karena bahan surimi berupa ikan, maka dalam limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral seperti Zn, I, Fe, Cu, Mn, Ca dan Co. Selain itu, mineral lain yang bukan berasal dari daging ikan seperti Na terdapat pada limbah cair surimi. Garam NaCl (0,3-0,6) diperlukan untuk melarutkan protein miofibril serta ditambahkan pada pencucian akhir untuk memperbaiki air yang hilang (Yeong et al., 2002). Kebutuhan mikroorganisme akan mineral dengan sendirinya disesuaikan dengan kandungan unsur di dalam selnya. Komponen mineral utama yang umumnya dibutuhkan semua jenis mikroorganisme adalah fosfat, kalium,

30

kalsium, sulfur dan magnesium. Beberapa jenis mineral biasanya sudah terdapat bersama-sama dengan komponen substrat, seperti besi, tembaga, kobalt, mangan, seng dan sebagainya. Fosfor, sulfur dan kation lain diberikan sebagai garam mineral (Suhartono, 1989). Media yang selanjutnya digunakan untuk produksi enzim transglutaminase adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi 100%. Mempertimbangkan media tersebut memiliki aktivitas enzim yang paling tinggi dibandingkan media substitusi lainnya yang sama diberi perlakuan limbah cair surimi. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama merupakan tahap karakterisasi enzim transglutaminase yang meliputi penentuan pH dan suhu optimum aktivitas enzim transglutaminase, ketahanan enzim terhadap panas, serta pengaruh aktivator (ion logam) dan inhibitor terhadap aktivitasnya serta penentuan berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE. 4.2.1 pH optimum aktivitas enzim Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH, sehingga mengubah konformasi enzim, pengikatan substrat dan daya katalitik dari grup-grup pada sisi aktif enzim. Pengaruh yang mungkin akan terjadi adalah perubahan kecepatan maksimum, perubahan afinitas enzim terhadap substrat (Km), atau perubahan stabilitas enzim (Fogarty dan Kelly, 1979). Optimasi pH ditentukan dengan mereaksikan enzim dengan substrat pada berbagai variasi pH dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Variasi pH yang digunakan, yaitu 200 mM bufer asetat (pH 4-6), 200 mM bufer Tris-HCl (pH 6-7) dan 200 mM bufer borat (pH 8-7). Hasil penentuan pH optimum untuk aktivitas enzim transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mM bufer Tris-HCl pH 8, yaitu sebesar 0.596 unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada pH 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan

enzim

untuk

mengkatalisis

reaksi

hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan.

N-CBZ-Gln-Gly

dan

31

Gambar 9. Pengaruh pH pada aktivitas enzim transglutaminase; : buffer asetat (pH 4-6); : buffer Tris-HCl (pH 6-8); : buffer borat (pH 8-9) Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mM bufer Tris-HCl pH 8, yaitu sebesar 0.596 unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada pH 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan

enzim

untuk

mengkatalisis

reaksi

N-CBZ-Gln-Gly

dan

hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan. Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai pH optimum tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada di atas atau dibawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium lingkungan (Lehninger, 1993). Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah, atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi yang diuji cenderung bekerja pada lingkungan yang netral. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suzuki et al., (2000) yang melaporkan bahwa enzim

32

transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki pH optimum 8,2. Selain itu, dilaporkan bahwa pH optimum enzim transglutaminase dari ikan nila

(Oreochromis

niloticus)

berkisar

7-7,5 (Worratao

and

Yongsawatdigul, 2005). 4.2.2 Suhu optimum aktivitas enzim Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dari aktivitas enzim. Setiap enzim memiliki aktivitas pada suhu tertentu. Aktivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu, akan tetapi setelah suhu optimum tercapai maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu akan menurun dengan peningkatan suhu (Pelczar dan Chan, 1986). Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara mereaksikan enzim pada pH optimalnya dengan substrat CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine pada berbagai suhu. Pada penelitian ini variasi suhu yang digunakan antara 25 oC sampai 70oC. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase Pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju reaksi kimia akan semakin cepat.

Aktivitas enzim transglutaminase dari

bakteri Streptoverticillium

ladakanum mencapai optimum pada suhu 50 oC dalam 200 mM bufer Tris-HCl pH 8, dengan nilai sebesar 0,851 unit/ml (Gambar 10). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kristin (2009) menunjukkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang menggunakan limbah cair tahu dan tapioka terjadi pada suhu 55oC.

33

Suhu di bawah 50oC menunjukkan peningkatan aktivitas enzim karena terjadinya peningkatan energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi serta rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya untuk berinteraksi (Suhartono, 1989). Ando et al., (1989) melaporkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada suhu 50 oC. Sedangkan enzim transglutaminase yang diisolasi dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platentis memiliki suhu optimum 55oC (Lin et al., 2008). Peningkatan suhu diatas 50oC menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan hidrofobik lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersier dari enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi (Suhartono, 1989). Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun. Jika suhu dibawah suhu optimum maka enzim tidak dapat bekerja dengan baik atau energi aktivasinya juga akan menurun. Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikkan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Suhu mempengaruhi laju reaksi katalistik enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi enzim sampai batas tertentu. Disisi lain peningkatan suhu yang berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi aktif substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan akhirnya menurunkan aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim akan menyebabkan terjadinya denaturasi pada enzim, karena rusaknya interaksi nonkovalen yang menjaga struktur tiga dimensi enzim tersebut. Denaturasi menyebabkan struktur pada lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif enzim berubah dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan aktivitas pada enzim (Hames dan Hooper, 2000).

34

4.2.3 Ketahanan enzim terhadap panas Ketahanan enzim terhadap panas dilakukan dengan memanaskan enzim pada suhu tertentu selama 2 jam. Setiap 20 menit, enzim yang telah dipanaskan tersebut diambil dan diuji aktivitasnya. Variasi suhu yang digunakan adalah 37 oC, 50oC dan 60oC. Hasil pengujian ketahanan enzim terhadap panas dapat dilihat pada Gambar 11. Seperti terlihat pada Gambar 11, enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi relatif stabil pada kisaran suhu yang luas (37-50oC) selama 2 jam. Aktivitas maksimum enzim transglutaminase ditunjukkan pada suhu 37oC pada 20 menit inkubasi, yaitu sebesar 1,148 unit/ml. Sedangkan pada suhu 60oC, enzim transglutaminase langsung mengalami inaktivasi.

Gambar 11. Pengaruh ketahanan panas terhadap aktivitas enzim transglutminase; : suhu 37oC; : suhu 50oC; : suhu 60oC Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Akan tetapi kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Kestabilan molekul protein dipengaruhi oleh kesetabilan ikatan-ikatan pada molekul enzim. Kestabilan molekul enzim ini mempengaruhi pengikatan enzim dengan substrat, baik secara langsung ataupun tidak langsung (Pribadi, 2005).

35

Dari uji ketahanan panas diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan ini memiliki ketahanan suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan transglutaminase yang dihasilkan dari filarial nematode Brugia malayi yang mempunyai suhu optimum 55-60oC, tetapi menunjukkan kestabilan pada suhu 60oC dengan aktivitas 100% sampai dengan 60 menit inkubasi (Singh and Mehta, 1994).

Sebaliknya,

transglutaminase

enzim

yang

tersebut

diisolasi

dari

relatif

tahan

Streptomyces

panas

dibandingkan

hygroscopicus

yang

mempunyai suhu optimum 37-45oC dan stabil pada suhu 20 oC dengan aktivitas relatif 100% sampai dengan 30 menit inkubasi (Li Cui et al., 2007). 4.2.4 Pengaruh aktivator terhadap aktivitas enzim Enzim berperan sebagai katalitik, akan tetapi tidak selalu dapat bekerja sendiri. Enzim juga memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik, atau mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya (Lehninger, 1993). Penentuan pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim diukur dengan mereaksikan enzim pada kondisi optimum dengan 1 mM ion logam. Ion logam yang diujikan meliputi kation Na+, K+, Li+ ,Cu+, Ca2+, Mg2+, Zn2+ dan Fe3+. Ion logam tersebut merupakan semua kation dalam berbentuk garam klorida. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh dari ion-ion lain selain kation dalam bentuk garam klorida terhadap kerja enzim. Hasil pengujian aktivitas enzim transglutaminase terhadap penambahan ion logam dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase

36

Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim (Harper et al., 1979). Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti: menjaga bagian internal enzim, menghubungkan enzim dengan substrat, mengubah konstanta keseimbangan reaksi enzim, merubah tegangan permukaan protein enzim, menghilangkan inhibitor, menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi aktif enzim maupun substrat, dan merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Richardson dan Hylop, 1985). Pengaruh ion logam terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh berbagai ion logam terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Ion logam

Konsentrasi (mM)

100

Kontrol +

Aktivitas relatif (%)

1

108,26

1

106,31

1

105,84

Cu

1

105,06

Ca2+

1

102,41

2+

1

0

Mg

1

80,22

Fe3+

1

87,46

Na K+ Li

+ +

Zn

2+

Setiap enzim membutuhkan ion logam yang berbeda dalam jenis dan jumlahnya dan bersifat spesifik. Dari hasil pengujian terlihat bahwa penambahan ion Zn2+ dengan konsentrasi 1 mM dapat menghambat aktivitas enzim secara keseluruhan (Gambar 12). Sementara itu, penambahan ion Mg2+ dan Fe3+ dengan konsentrasi 1 mM dapat menurunkan aktivitas realtif enzim transglutaminase masing-masing sebesar 19,78% dan 12,54% (Tabel 7). Pengaruh penambahan ion logam ini dapat menurunkan bahkan menghambat secara keseluruhan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan ion logam tersebut telah mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga aktivitasnya menurun atau pun terhambat. Suhartono (1989) menjelaskan bahwa ikatan aktivator atau inhibitor dengan enzim dapat mengubah kemampuan enzim untuk mengikat substrat sehingga mengubah daya katalis enzim. Hal ini disebabkan struktur enzim sudah mengalami

37

perubahan fisik dan kimiawi sehingga aktivitas hayatinya pun berubah. Beberapa laporan menunjukkan bahwa penambahan ion logam Zn2+ mampu menghambat aktivitas transglutaminase sampai 4,5% (Li Cui et al., 2007). Demikian juga dengan

beberapa

transglutaminase

lain

seperti

yang

dihasilkan

oleh

Streptoverticillium S-8112 dengan penambahan 1 mM ZnCl2, aktivitas enzim tersebut menurun sampai 11% (Ando et al., 1989). Ion logam seperti Na+, K+, Li+ ,Cu+ dan Ca2+ memberikan peningkatan terhadap aktivitas enzim. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada penambahan ion logam Na+ sebesar 0,929 unit/ml dengan peningkatan aktivitas relatif hanya 8,26%. Sementara itu, penambahan ion logam lainnya seperti K+, Li+, Cu+ dan Ca2+ memberikan peningkatan aktivitas relatif hampir sama sekitar 2-6%. Peningkatan aktivitas enzim tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini dididuga enzim tersebut memiliki kebutuhan ion logam yang masih terpenuhi dari lingkungannya. Selain itu, enzim transglutaminase yang berasal dari bakteri tidak dipengaruhi ion logam khususnya Ca2+. Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Li Cui et al., (2007) melaporkan bahwa aktivitas relatif enzim transglutaminase yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus dapat meningkat sekitar 5-8% setelah ditambah beberapa ion logam seperti Na+, K+ dan Ca2+ dengan konsentrasi 1 mM. Selain itu, penambahan ion logam Ca2+ pada enzim transglutaminase yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis memberikan peningkatan aktivitas relatif hanya 1,9% (Lin et al., 2008). 4.2.5 Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim Enzim sangat peka terhadap senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat karena senyawa ini disebut inhibitor. Inhibitor cenderung akan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim. Pada penelitian ini, inhibitor yang diujikan meliputi EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) dan PMSF (phenyl methyl sulfonyl fluoride), dengan menggunakan 2 konsentrasi 1 mM dan 5 mM.

38

Pengujian inhibitor yang dilakukan sama dengan pengujian pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim, yaitu enzim direaksikan dengan inhibitor 1 mM dan 5 mM pada kondisi optimum. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Inhibitor

Konsentrasi (mM)

100

Kontrol EDTA

PMSF

Aktivitas relatif (%)

1

98,89

5

90,63

1

97,43

5

81,99

Hasil Pengujian menunjukkan bahwa transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tahan terhadap EDTA, tetapi terjadi penurunan aktivitas ketika ditambahkan PMSF. Semakin besar kadar PMSF yang ditambahkan, maka semakin besar pula hambatannya. Penambahan PMSF 1 mM dan 5 mM memiliki nilai aktivitas enzim secara berurutan sebesar 1,079 unit/ml dan 0,989 unit/ml dan menyebabkan penurunan aktivitas enzim sebesar 2,57% pada penambahan PMSF 1 mM, sedangkan pada konsentrasi 5 mM penurunan aktivitas yang terjadi sebesar 18,01%. Aktivitas enzim dengan penambahan EDTA 1 mM dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 1,1 %. Sedangkan penambahan EDTA dengan konsentrasi besar (5 mM) dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 9,37%. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase Senyawa inhibitor adalah senyawa yang dapat merubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga meyebabkan perubahan daya katalisator enzim.

39

Perubahan ini disebabkan struktur enzim mengalami perubahan fisik dan kimiawi sedemikian rupa sehingga aktivitas hayatinya menjadi berubah (Suhartono, 1989). Senyawa inhibitor seperti EDTA dan PMSF merupakan inhibitor spesifik dan dapat digunakan untuk menentukan jenis enzim tertentu. PMSF merupakan inhibitor yang umumnya digunakan untuk menonaktifkan protease serin. Senyawa EDTA merupakan pengkelat yang dapat menstabilkan enzim. Senyawa ini mampu mengkelat ion logam baik yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan oleh enzim. Bila suatu ion logam dikelat oleh EDTA maka akan terjadi perubahan konformasi sehingga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Hasil pengujian (Gambar 13) menunjukkan bahwa aktivitas enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tidak dihambat secara keseluruhan oleh inhibitor EDTA dan PMSF. Meskipun aktivitas relatif enzim transglutaminase yang dihasilkan lebih rendah dari kontrol, akan tetapi daya hambat yang dihasilkan tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan enzim yang digunakan adalah enzim kasar (bukan hasil pemurnian) sehingga masih terdapat zat-zat pengotor yang mempengaruhi kinerja enzim tersebut. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Lin et al., (2008) menunjukkan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis yang ditambah inhibitor EDTA 5 mM memiliki aktivitas relatif cukup besar (96,3%). Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine

tetraacetic

acid

(EDTA)

tidak

menghambat

aktivitasnya

(Lin et al., 2008). Sebaliknya, transglutaminase yang dipengaruhi ion logam Ca 2+ dapat dihambat oleh EDTA, misalnya tilapia transglutaminase (Worratao dan Yongsawatdigul 2005). Sedangkan Suzuki et al., (2000) menjelaskan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis mengalami penurunan aktivitas relatif sebesar 26% setelah dihambat PMSF dengan konsentrasi 5 mM. 4.2.6 Berat molekul protein dengan SDS-PAGE Penentuan

berat

molekul

enzim

transglutaminase

dari

bakteri

Streptoverticillium ladakanum dilakukan dengan menggunakan cara analisis SDSPAGE. Analisis ini dilakukan terhadap enzim transglutaminase kasar. Hasil uji

40

SDS-PAGE 12% terhadap enzim transglutaminase kasar Streptoverticillium ladakanum menunjukkan jumlah pita protein sebanyak tiga buah pita dengan berat molekul 16,0; 40,2 dan 94,0 kDa (Gambar 14). Standar yang digunakan adalah marker LMW yang mengandung phosphorylase B, 97,0 kDa; albumin, 66,0 kDa; ovalbumin, 45,0 kDa; carbonic anhydrase, 30,0 kDa; trypsin inhibitor, 20,1 kDa; dan α-lactabumin, 14,4 kDa. Berdasarkan hasil karakterisasi oleh Kristin (2009) terhadap enzim transglutaminase Streptoverticillium ladakanum yang diproduksi dari media dengan penambahan limbah tahu dan tapioka yang kemudian dilakukan ultrafiltrasi diketahui bahwa enzim tersebut memiliki berat molekul sebesar 37,0 kDa. Hasil ini membuktikan bahwa enzim kasar mengandung campuran protein yang ukurannya berbeda sehingga menghasilkan lebih dari satu pita protein. Berat molekul enzim transglutaminase Physarum polycephalum sebesar 39,6 kDa (Klein et al., 1992). Enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium S-8112 dan Streptoverticillium platensis memilliki berat molekul sebesar 40,0 kDa (Ando et al., 1989; Lin et al., 2008). Bakteri Streptomyces hygroscopicus menghasilkan enzim transglutaminase dengan berat molekul 38,0 kDa (Li Cui et al., 2007). Suzuki (2000) melaporkan bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki berat molekul sebesar 29,0 kDa.

97,0 kDa 94,0 kDa

66,0 kDa 45,0 kDa

40,2 kDa

30,0 kDa 20,1 kDa 14,4 kDa

16,0 kDa M

TG1 TG2

Gambar 14. Berat molekul protein dari enzim transglutaminase Keterangan: M = marker LMW, TG = enzim kasar transglutaminase

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Air limbah bekas pencucian surimi dapat digunakan sebagai komponen dalam media produksi enzim trasnglutaminase. Konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam media produksi enzim transglutaminase adalah 100% (v/v) dan lama waktu inkubasi 7 hari, dengan aktivitas enzim 0,985 unit/ml. Enzim trasnglutaminase memiliki aktivitas optimum pada suhu 50oC dan pH 8 dengan penambahan 200 mM bufer Tris-HCl. Enzim tersebut realtif stabil pada suhu 37-50oC selama 2 jam dan langsung mengalami inaktivasi pada suhu 60oC. Penambahan ion logam Na+, K+, Li+, Cu+ dan Ca+ dapat meningkatkan aktivitas enzim transglutaminase sekitar 2-8%, sebaliknya ion logam Zn2+ menghambat aktivitas enzim secara keseluruhan. Penambahan EDTA dan PMSF tidak memberikan penurunan aktivitas enzim yang signifikan, yaitu sekitar 1-18%. Dari hasil pengujian SDS-PAGE diperoleh bahwa transglutaminase kasar memiliki tiga buah pita protein dengan berat molekul sebesar 16,0; 40,2 dan 94,0 kDa. 5.2 Saran Mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang telah dibahas maka perlu

dilakukan

penelitian

lanjutan,

diantaranya

pemurnian

enzim

transglutaminase sehingga diperoleh enzim tanpa zat-zat pengotor. Sebelum disubstitusi pada media bakteri, limbah cair surimi perlu dipekatkan menjadi konsentrat dengan metode freez drying, sentrifugasi dan reverse osmosis. Limbah cair surimi yang digunakan perlu dilakukan analisa profil asam amino yang terkandung. Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan kembali dengan cara memproduksi enzim transglutaminase dari jenis bakteri berbeda yang dapat menghasilkan

enzim.

Penelitian

yang

serupa

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan bahan lokal lainnya yang ketersediaanya cukup dan harganya relatif murah.

42

DAFTAR PUSTAKA

Ando H, Adachi M, Umeda K, Matsuura A, Nonaka M, Uchio R, Tanaka H, Motoki M. 1989. Purification and characterization of novel transglutaminase derived from microorganism. Agric. Biol. Chem 53: 2613-2617. Araki H, Seki N. 1993. Comparison of reactivity of transglutaminase to various fish actomyosins. Nippon Suisan Gakkaishi 59:711-716. Bierbaum G, Karutz M, Botz DW, Wondrey C. 1994. Production of protease with B. licheniformis mutants insentive to repression of exoenzim biosynthesis. Appl. Microbial and Biotechnol. 40: 611-6117. Bollag DM, Edelstain ST. 1991. Protein Method. New York: Wiley-Liss, Inc. Bourtoom T, Chinnan MS, Jantawat P, Sanguandekul R. 2009. Recovery and characterization of proteins precipitated from surimi wash-water. LWTFood Science and Technology 42:599-605. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2008. Impor enzim Indonesia tahun 2008. http://www.bps.go.id/exim.php. [15 Desember 2009]. Clarke DD, Mycek MM, Neidle A, Waelsch H. 1957. The incorporation of amines into proteins. Arch. Biochem. Biophys 79:338-354. Cortez, J, Bonner PLR, Griffin M. 2004. Application of transglutaminases in the modification of wool textiles. Enz. Microb. Technol. 34: 64.72. Cortez J, Bonner PLR, Griffin M. 2005. Transglutaminase treatment of wool fabrics leads to resistance to detergent damage. J. Biotechnol. 116: 379-386. Folk JE. 1980. Transglutaminase. Annu. Rev. Biochem 49: 517-531. Fogarty WM, Kelly CT. 1979. Depelovment in Microbial Extracellular Enzyme. Di dalam: Wiseman A, editor. Topics in Enzyme and Fermentation Biotechnology. Volume III. New York: John Wiley and Sons. Grades ZEA. 2006. Stability of microbial transglutaminase and its reactions with individual caseins under atmospheric and high pressure. [disertasi]. Mexiko City: Fakultät Mathematik und Naturwissenschaften. Technischen Universität Dresden. Grossowicz N, Wainfan E, Borek E, Waelsch H. 1950. The enzymatic formation of hydroxamic acids from glutamine and asparagine J. Biol.Chem 187: 111–125. Haard NF, Simpson BK. 2000. Seafood Enzymes: Utilization and Influence on Postharvest Seafood Quality. New York: Marcel Dekker, Inc. Hames BD, Hooper NM. 2000. Biochemistry: The Instant Notes. 2nd edition. Hongkong: Springer-Verlag.

43

Harper H, Rodwell VW, Mayes PA.1979. Biokimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry. Hemung BO. 2007. Cross-linking reaction of fish muscle proteins catalyzed by threadfin bream and microbial transglutaminases. [tesis]. Suranaree: Philosophy in Food Technology. Suranaree University of Technology. Holt GJ, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins. Irianto K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: CV Yrama Widya. Iwata K, Ishizaki S, Honda A, Tanaka M. 2000. Preparation and characterization of edible film from fresh water-soluble proteins. Fisheries Science 66: 372-378. Kashiwagi T, Yokohama K, Ishikawa K, Ono K, Ejima D, Matsui H, Suzuki E. 2002. Crystal structure of microbial transglutaminase from Streptoverticillium mobaraence. The Journal Biological Chemistry 277: 44252-44260. Klein JD, Guzman E, Kuehn GD.1992. Purification and partial characterization of transglutaminase from Physarum polycephalum. Journal of Bacteriology 174: 2599-2605 Kristin I. 2009. Optimasi komposisi media pertumbuhan Streptoverticillium ladakanum guna produksi transglutaminase dan aplikasinya pada daging lumat ikan mata goyang (Priacanthus macracanthus). [tesisi]. Malang: Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Lantto

R. 2007. Protein cross-linking with oxidative enzymes and transglutaminase: effects in meat protein systems. [disertasi]. Helsinki: Department of Food Technology. University of Helsinki.

Lehninger AL.1993. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Tenawidjaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: The Foundation of Biochemistry. Li Ciu, Du G, Zhang D, Liu H, Chen J. 2007. Purification and characterization of transglutaminase from a newly isolated Streptomyces hygroscopicus. Food Chemistry 105: 612–618. Lin TM., Park JW, dan Morrissey MT. 1995. Recovery proteins and reconditioned water from surimi processing waste. J. Food Sci. 60: 4 – 9. Lin SJ, Hsieh YF, Lai LA, Chao ML, Chu WS. 2008. Characterization and largescale production of recombinant Streptoverticillium platensis transglutaminase. J Ind Microbiol Biotechnol 35:981–990 Mahida UN. 1984. Pencemaran Air dan Pencemaran Limbah Industri. Jakarta: Rajawali Press. Mangunwidjaja P. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penebar Swadaya.

44

Margosiak SA, Dharma A, Bruce-Carver MR, Gonzales AP, Louie D, Kuehn GD. 1990. Identification of the large subunit of ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase as a substrate for transglutaminase in Medicago sativa L. (alfalfa). Plant Physiol.92:88–96. Matjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perencanaan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB Press. Moat AG. 1979. Microorganisms Physiology. New York : John Wiley and Sons, Inc. Myhrman R, Bruner-Lorand J. 1970. Lobster muscle transpeptidase. Methods enzymol 19: 765. Negus

SS. 2001. A novel microbial transglutaminase derived from Streptoverticillium. [tesis]. Queensland: Faculty of Science, Griffith University.

Nonaka M, Tanaka H, Okiyama A, Motoki M, Ando H, Umeda K, Matsuura A. 1989. Polymerization of several protein by Ca2+ independent transglutaminase derived from microorganisms. Agric. Biol. Chem 53: 2619-2623. Palmer T. 1991. Understanding Enzymes. England: West Sussex. Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi Vol. 1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka Sl, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Pribadi SM. 2005. Karakterisasi enzim protease fibrinolitik termosstabil dari ekstrak kasar cacing tanah Pheretima asiatica strain lokal. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia. Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Ramírez J A, Santos I A, Morales O G, Morrissey M T, Vázquez M. 2000. Application of microbial transglutaminase to improve mechanical properties of surimi from silver carp. Cienc. Tecnol. Aliment. 3: 21-28. Richardson T, Hylop DB. 1985. Enzyme. Di dalam: Owen R Fennema editor. Food Chemistry, 2nd ed, Hal. 371. New York dan Basel: Marcel Dekker, Inc. Ruizherrer J, Iranzo M, Elorza MV, Sentandreu R, Mormeneo S. 1995. Involvement of transglutaminase in the formation of covalent cross-links in the cell wall of Candida albicans. Arch. Micro. 164: 186-193. Ryta. 2001. Karakteristik enzim protease pemecah keratin dari isolat termofil OB. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Singh RN, Mehta K. 1994. Purification and characterization of a novel transglutaminase from filarial nematode Brugia malayi. Eur. J. Biochem. 225: 625-634.

45

Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Dirjen Dikti, PAU Bioteknologi IPB. Suhartono MT. 2000. Pemahaman Karakteristik Biokimiawi Enzim Protease Dalam Mendukung Industri Berbasis Biotekologi. Bogor: IPB Press. Suzuki S, Izawa Y, Kobayashi K, Eto Y, Yamanak S, Kubota K, Yokozeki K. 2000. Purification and characterization of novel transglutaminase from Bacillus subtilis spores. Biosci. Biotechnol. Biochem 64: 2344-2351. Tacharatanamanee R, Cherdrungsi K, Youravong W. 2004. Fractionation of proteins in surimi waste water using membrane filtration. Jurnal Teknologi Pangan 41:1-10. Téllez-Luis SJ, González-Cabriales JJ, Ramírez JA, Vázquez M. 2004. Production of transglutaminase by streptoverticillium ladakanum NRRL-3191 grown on media made from hydrolysates of sorghum straw. Food Technol. Biotechnol. 42: 1–4. Téllez-Luis SJ, Ramírez JA, Vázquez M. 2004. Production of transglutaminase by streptoverticillium ladakanum NRRL-3191 using glycerol as carbon source. Food Technol. Biotechnol. 42: 75–81. Tokunaga F, Yamada M, Miyata T, Ding YL, Hiranaga-Kawabata M, Muta T, Ichinose A, Davie EW, Iwanaga S. 1993. Limulus hemocyte transglutaminase: Its purification and characterization, and identification of the intracellular substrates. J Biol Chem. 268: 252-261. Tresner HD, Hayes JA, Borders DB. 1971. Production of a naphthoquinone pigment by a species of Streptoverticillium and its accumulation by a Streptomycete. Applied Microbiology 21: 562-563. Trilaksani W, Riyanto B, Apriani SNK. 2007. Karakterisasi edible film dari konsentrat protein air limbah surimi ikan nila (Oreochromis niloticus). Buletin Teknologi Hasil Perikanan 10:60-72. Uju, Ibrahim B, Trilaksani W, Nurhayati T, Riyanto B. 2008. Proses recovery bahan flavor pada limbah cair pengolahan rajungan dengan teknologi reverse osmosis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 1:67-79. Uju, Nurhayati T, Ibrahim B, Trilaksani W, Siburian M. 2009. Karakterisasi dan recovery protein dari air cucian minced fish dengan membrane reverse osmosis. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12:115-127. Umezawa Y, Ohtsuka T, Yokoyama K, Nio N. 2002. Comparison of enzymatic properties of microbial transglutaminase from streptomyces sp. Food Sci. Technol. Res., 8 : 113–118. Webb EC, Dixon M. 1979. Enzymes. New York: Academic Press. Wikispesies. 2007. Streptoverticillium. [20 maret 2009].

http://www.species.wikimedia.org.

Worratao A, Yongsawatdigul J. 2005. Purification and characterization of transglutaminase from Tropical tilapia (Oreochromis niloticus). Food Chemistry 93: 651–658.

46

Zhu Y, Rinzema A, Tramper J. 1995. Microbial transglutaminase - a review of its production and application in food processing. App. Microbial. Biotechnol. 44: 277-282. Yeong WT, Mohammad AW, Anuar N, Rahman RA. 2002. Potential use of nanofiltration membrane in treatment of wastewater from fish and surimi industries. J. Sci. Technol 24: 977-987. Yuniarsi DR. 1994. Optimasi media produksi protease oleh Bacillus brevis hasil isolasi dari air rendaman kedelai. [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

46

47

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl pH 6,0 12,1 gr Tris base dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian ditambah HCL sampai pH 6,0. 2. 0,1 M hydroxylamine 3,47 gr hydroxylamine dilarutkan dalam 100 ml akuades. 3. 0,01 M glutathione 1,54 gr glutathione dilarutkan dalam 100 ml akuades. 4. 0,2 N NaOH 100 ml 5. Benzyloxycarbonyl-L-glutaminyl-glycine 100 mg CBZ-gln-gly dilarutkan dalam 0,2 N NaOH 2 ml, kemudian ditambahkan 1,0 N NaOH sampai benar-benar larut. Tambah 4 ml (1), 2 ml (2) dan 2 ml (3) dan diatur sampai pH-nya 6,0. (b). Reagen B 1. 3 N HCl 2. 12% TCA 3. 5% FeCl3.6H2O (dilarutkan dalam 0,1 N HCl) Perbandingan antara HCL : 12% TCA : 5% FeCl3.6H2O = 1:1:1.

48

Lampiran

2.

Kurva standar untuk (Grossowicz et al., 1950)

Konsentrasi L-glutamic acid γ-hydoximate (mg/ml) 0 0,3 0,6 0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,4 2,7 4 4,3

penentuan

Volume L-glutamic acid γ-hydoximate (ml) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Contoh perhitungan kadar protein enzim transglutaminase Diketahui : absorbansi sampel = 0,498 absorbansi blanko = 0,072 X = Y – 0,024 0,374 Ditanyakan : kadar protein enzim transglutaminase Jawaban : x = sampel-blanko = 0,498 - 0,072 = 0,426 X = 0,426 – 0,024 0,374 X = 1,07486631 µmol/200 µl

aktivitas

enzim

Volume Miliq water (ml) 350 345 340 335 330 325 320 315 310 305 300 295

49

Karena pada saat pengujian aktivitas enzim dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit, maka : 1,07486631 x 1 = 0,107486631 µmol/200 µl/menit 10 Agar mendapatkan satuan aktivitas enzim tanpa angka, maka : 0,107486631 µmol/200 µl/menit x 5 = 107, 486631 µmol/µl/menit Jadi,

aktivitas

enzim

107, 486631 µmol/µl/menit.

transglutaminase

yang

dihasilkan

sebesar

50

Lampiran 3. Prosedur untuk pengukuran konsentrasi protein (metode Lowry) Perekasi Enzim Miliq water Pereaksi Lowry

Sampel (µl) Blanko (µl) 100 100 900 900 Inkubasi pada suhu kamar selama 15 menit Pereaksi Folin 3000 3000 Inkubasi pada suhu kamar selama 45 menit Ukur absorbansinya dengan panjang gelombang 540 nm (a). Pembuatan Pereaksi Lowry (Lowry A : Lowry B : Lowry C = 20:1:1) Total pereksi lowry yang dibutuhkan = 900 µl x 1 x 2 x 2 = 3.600 µl = 3,6 ml (untuk 1 sampel yang dibuat duplo) Lowry A: 100 gr Na2CO3 dalam 1 L NaOH 0,5 mmol/ml Volume Lowry A = 20 x 3,6 ml = 3,2727 ml (dilebihkan 4 ml) 22 Berat NaOH yang dibutuhkan = M NaOH x V lowry A x Mr NaOH = 0,5 M x 0,004 L x 40 = 0,08 gr NaOH Jadi, 0,08 gr NaOH dilarutkan dalam 4 ml miliqi water Berat Na2CO3 yang dibutuhkan = 100 gr Na2CO3 (I) x 4 ml NaOH (II) 1000 ml NaOH (I) = 0,4 gr Na2CO3 Jadi, 0,4 gr Na2CO3 dilarutkan dalam 4 ml NaOH 0,5 mmol/ml Lowry B : 0,5 gr NaK tartrat dalam 25 ml miliq water Volume Lowry B = 1 x 3,6 ml = 0,1636 ml (dilebihkan 2 ml) 22 Berat NaK tartrat yang dibutuhkan = 0,5 gr NaK tartrat (I) x 2 ml miliq water (II) 25 ml miliqi water (I) = 0,04 gr NaK tartrat Jadi, 0,04 gr NaK tartrat dilarutkan dalam 2 ml miliq water Lowry C : 0.25 gr CuSO4.5H2O dalam 25 ml miliq water Volume Lowry B = 1 x 3,6 ml = 0,1636 ml (dilebihkan 2 ml) 22

51

Berat CuSO4.5H2O yang dibutuhkan = 0,25 gr CuSO4.5H2O (I) x 2 ml miliqi (II) 25 ml miliq water (I) = 0,02 gr NaK tartrat Jadi, 0,02 gr NaK tartrat dilarutkan dalam 2 ml miliq water (b). Pembuatan Pereksi Folin (Folin : Miliq water = 1:10) Total perekasi folin yang dibutuhkan = 3.000 µl x1 x 2 x 2 = 12 ml (untuk 1 sampel yang dibuat duplo) Folin pekat yang dibutuhkan = 1 x 12 ml = 1,0909 ml (dilebihkan 2 ml) 11 Miliq water yang dibutuhkan = 10 x 12 ml = 10,9090 ml (dilebihkan 20 ml) 11

52

Lampiran 4. Kurva standar untuk penentuan konsentrasi protein Konsentrasi BSA (mg/ml) 0 0,6 1,2 1,8 2,4 3 3,6 4,2 4,8 5,4 6

Volume BSA (ml) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Volume Miliq water (ml) 1000 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

Contoh perhitungan kadar protein enzim transglutaminase Diketahui : absorbansi sampel = 0,147 absorbansi blanko = 0,012 Y = 0,2177 X + 0,0865 Ditanyakan : kadar protein enzim transglutaminase Jawaban : x = sampel-blanko = 0,147-0,012 = 0,135 Y = 0,2177 x 0,135 + 0,0865 Y = 0,1158895

53

Karena dilakukan pengenceran dengan perbandingan 1:9, maka : 0,1158895 x 10 = 1,158895 mg/100 µl 1,158895 mg x 1000 µl = 11,58895 mg/ml 100 ml 1 ml Jadi,

kadar

protein

11,58895 mg/ml.

enzim

transglutaminase

yang

dihasilkan

sebesar

54

Lampiran 5. Hasil uji pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim dengan menggunakan SPSS Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:respon Type III Sum of Source

Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Model

4.843

5

.969

11.691

.009

perlakuan

4.843

5

.969

11.691

.009

Error

.414

5

.083

Total

5.257

10

a

a. R Squared = ,921 (Adjusted R Squared = ,842)

respon a,,b

Tukey HSD

Subset perlakuan

N

1

kontrol

2

-.4979946525

lcs 50%

2

.4826203210

.4826203210

lcs 25 %

2

.6109625665

.6109625665

lcs 75 %

2

.7723930485

lcs 100 %

2

.9852941175

Sig.

.058

2

.485

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,083. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

55

Lampiran 6. Hasil pengujian aktivitas enzim transglutaminase a). Aktivitas dari enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media substitusi dengan penambahan limbah cair surimi Aktivitas TGase (unit/ml) Hari ke1

Kontrol 0

LCS 25% 0

LCS 50% 0

LCS 75% 0

LCS 100% 0,013

2

0,072

0,151

0,173

0,151

0,182

3

0,960

0,384

0,439

0,379

0,434

4

1,018

0,425

0,401

0,534

0,539

5

0

0,306

0322

0,482

0,551

6

0

0,379

0,361

0,571

0,603

7

0

0,611

0,483

0,772

0,985

8

0

0,550

0,499

0,597

0,861

b). Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim transglutaminase Jenis Bufer Asam asetat

Tris-HCl

Asam borat

pH 4 5 6 6 7 8 8 9

Aktv. TGase (unit/ml) 0,390 0,400 0,447 0,476 0,471 0,596 0,515 0,550

Aktivitas realtif (%) 65,43 67,23 75,08 79,91 79,12 100 86,42 92,37

c). Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase Suhu (oC) 25 30 37 50 60 70

Aktv. TGase (unit/ml) 0 0,461 0,559 0,851 0,377 0,340

Aktivitas realtif (%) 0 54,20 65,75 100 44,30 39,98

d). Pengaruh ketahanan panas terhadap aktivitas enzim transglutaminase Waktu pemanasan (menit) 0 20 40 60 80 100 120

Aktivitas TGase (unit/ml) 37oC 50oC 60oC 1,004010695 1,004010695 1,004010695 1,147727273 0,68315508 0 1,143048128 0,453877005 0 0,919117647 0,38368984 0 0,892379679 0,316176471 0 0,870320856 0,19986631 0 0,858957219 0,177807487 0

56

e). Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase Ion logam (1 mM) Kontrol Na+ K+ Li+ Cu+ Ca2+ Zn2+ Mg2+ Fe3+

Aktv. TGase (unit/ml) 0,858 0,929 0,912 0,908 0,902 0,879 0 0,688 0,750

Aktivitas relatif (%) 100 108,26 106,31 105,84 105,06 102,41 0 80,22 87,46

f). Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase Inhibitor Kontrol PMSF EDTA

Konsentrasi (mM) 1 5 1 5

Aktv. TGase (unit/ml) 1,091 1,063 0,895 1,079 0,989

Aktivitas relatif (%) 100 97,43 81,99 98,89 90,63

57

Lampiran 7. Kadar protein dan aktivitas spesifik enzim transglutmainase dengan penambahan konsentrasi limbah cair surimi berbeda

58

Lamapiran 8. Komposisi bahan yang digunakan untuk melakukan SDS-PAGE A. Stock solutions 1). 2 M Tris-HCl (pH 8,8), 100 ml a. timbang 24,2 gram Tris b. tambahkan 50 ml H2O c. tambahkan HCl sedikit-sedikit sampai pH 8,8 (sekitar 4 ml) d. tambahkan H2O sampai volume total 100 ml 2). 1 M Tris-HCl (pH 6,8), 100 ml a. timbang 12,1 gram Tris b. tambahkan 50 ml H2O c. tambahkan HCl sedikit-sedikit sampai pH 6,8 (sekitar 8 ml) d. tambahkan H2O sampai volume total 100 ml 3). 10% (w/v) SDS, 100 ml a. timbang 10 gram SDS b. tambahkan H2O sampai volume total 100 ml 4). 50% (w/v) gliserol, 100 ml a. ambil 50 ml 100% gliserol b. tambahkan 50 ml H2O 5). 1% (w/v) bromofenol blue, 10 ml a. timbang 100mg bromofenol blue b. tambahkan 10 ml H2O dan stirrer sampai larut 6). Coomassie gel stain, 200 ml a. 0,2 gram coomassie blue R-250 b. 450 ml methanol c. 90 ml H2O d. 100 ml asam asetat glasial 7). Coomassie gel destain, 500 ml a. 50 ml methanol b. 50 ml asam asetat glasial c. 400 ml H2O B. Working solutions 1). Larutan A (Acrylamide stock solution), 100 ml a. 29,2 gram akrilamid b. 0,8 gram bis-akrilamid c. tambahkan 100 ml H2O dan stirrer sampai benar-benar larut 2). Larutan B (4x Separating gel bufer), 100 ml a. 75 ml 2 M Tris-HCl (pH 8,8) b. 4 ml 10% SDS c. 21 ml H2O 3). Larutan C (4x Stacking gel bufer), 100 ml a. 50 ml 1 M Tris-HCl (pH 6,8) b. 4 ml 10% SDS c. 46 ml H2O

59

4). 10% ammonium persulfat, 5 ml a. 0,5 gram ammonium persulfat b. 5 ml H2O 5). Bufer elektroforesis, 1 liter (pH kira-kira 8,3) a. 3 gram Tris b. 14,4 gram glisin c. 1 gram SDS d. tambah H2O sampai total volume 1 liter 6). 5x Bufer sampel a. 0,6 ml 1 M Tris-HCl (pH 6,8) b. 5 ml 50% gliserol c. 2 ml 10% SDS d. 0,5 ml 2-merkaptoetanol e. 1 ml 1% bromofenol blue f. 0,9 ml H2O

60

Lampiran 9. Kurva standar SDS-PAGE Marker Phosphorylase B Albumin Ovalbumin Carbonic anhydrase Trypsin inhibitor α-lactabumin

BM (Dalton) 97000 66000 45000 30000 20100 14400

Log BM

A (cm)

B (cm)

Rf (A/B)

4,9867 4,8195 4,6532 4,4771 4,3031 4,1583

1,3 2,2 3,7 4,8 5,9 6,4

7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1

0,1830 0,3098 0,5211 0,6760 0,8309 0,9014

Keterangan : A = Jarak band dari sumuran B = Panjang gel sesudah di running Misal : X = Nilai dari Rf Y = Log BM Sehingga diperoleh persamaan linear : Y= -1,0908X + 5,1885 Dari persamaan tersebut, dapat dihitung berat molekul sampel sebagai berikut: 1). A = 1,4 cm, B = 7,1 cm, Rf = 0,1971 cm | BM = 94,0 kDa 2). A = 3,8 cm, B = 7,1 cm, Rf = 0,5352 cm | BM = 40,2 kDa 3). A = 6,4 cm, B = 7,1 cm, Rf = 0,9014 cm | BM = 16,0 kDa Contoh perhitungan : Diketahui : Jarak band ke-2 dari sumur (A) = 3,8 cm Panjang gel sesudah di running (B) = 7,1 cm Ditanyakan : Berat molekul pada band ke-2 Jawab : Rf = 3,8 = 0,5352 cm dimisalkan X 7,1 Sehingga dapat didapatkan nilai berat molekul pada band ke-2 dengan cara memasukan ke dalam persamaan linear Y= -1,0908X + 5,1885 adalah sebagai berikut : Y= -1,0908 (0,5352) + 5,1885 Y = 40243,11125 Dalton dibulatkan menjadi 40,2 kDa