LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI MOLEKULAR
PRODUKSI ENZIM MANANASE
KHAIRUL ANAM P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PRODUKSI ENZIM MANANASE Pendahuluan Indonesia mempunyai biodiversitas mikroorganisme yang mempunyai nilai potential dalam mengembangkan ilmu pengetahuan maupun nilai komersial. Kemajuan ilmu bioteknologi sekarang ini memacu kreativitas para peneliti untuk memanfaatkan keanekaragaman mikroorganisme dalam berbagai bidang, seperti industri pangan, peternakan, bioenergi, lingkungan dan kesehatan. Pemanfaatan mikroba meliputi produk hasil metabolisme ataupun bioenzim. Hasil industri perkebunan, pertanian dan hutan di Indonesia mengakibatkan meimpahnya limbah biomassa hasil pengolahan dari industri‐industri tersebut. Seperti limbah dari produksi minyak kelapa kopra. Kelapa kopra adalah bahan baku dalam pembuatan minyak goreng dan santan. Sehingga, pada dasarnya Industri kelapa kopra di Indonesia masih terfokus kepada produksi santan. Oleh karena itu, limbah hasil produksi minyak goreng dan santan kelapa sangat meruah dan masih sedikit industri yang bisa mengolah dan memanfaatkan limbah produksi ini. Salah satu limbah dari industri ini adalah serbuk bungkil kelapa. Bungkil adalah inti dari buah kelapa. Selama ini pemanfaatan limbah bungkil kelapa, terutama diperuntukkan sebagai pakan ternak. Tapi hampir sebagian pustaka mengindikasikan bahwa bungkil kelapa berkualitas rendah karena kandungan serat kasarnya yang tinggi, rendah kandungan asam amino esensial (lysin, methionin, tryptophan). Karena itu rekomendasi awal tentang penggunaan bungkil kelapa pada pakan ternak hanya berkisar 10‐25%. Diprediksi setiap tahun ada sekitar 1 juta ton lebih limbah ini. Sebagai catatan, sekitar 20 ~ 40% komposisi serat dari bungkil inti ini adalah beta‐mannan. Sehingga dilakukanlah penelitian yang difokuskan pada pemanfaatan biomasa polisakarida mannan dan mikroba yang dapat menghasilkan enzim mannanase yang berfungsi sebagai pemecah polimer heteromannan sehingga memproduksi mannosa, oligosakarida dan sakarida lainnya. Enzim mananase dapat dimanfaatkan oleh industri pulp dan kertas untuk proses pemutihan sehingga mengurangi pemakaian bahan kimiawi (http://web.ipb.ac.id, 2009). Mikroba mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi yaitu sebagai agen pengubah atau agen pendegradasi substrat dengan memproduksi enzim. Enzim yang diproduksi mencapai hasil maksimal pada waktu dan kondisi fermentasi tertentu. Oleh karena itu, pada percobaan kali ini dilakukan fermentasi selama 5 hari untuk mengetahui hari ke berapa diperoleh hasil optimum dalam menghasilkan enzim mananase.
Bahan dan Metode Isolat bakteri yang digunakan adalah bakteri koleksi dari Laboratorium Fisologi Molekular Bioteknologi, Pasca sarjana IPB dengan kode koleksi A2. Peremajaan kultur bakteri dilakukan pada media padat di cawan petri yang berisi media BSM (Basal Salt Medium) yang mengandung LBG (Locust Bean Gum) sebagai substrat sebanyak 0,5% dan agar sebanyak 1,8%. Adapun BSM terdiri dari mineral KNO3 0,2%; K2HPO4 0,1%; MgSO4 0,05%; NaCl 0,05%; FeSO4 0,001%; CaCO3 0,3% dan. Kultur mikroba diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari. Fermentasi dilakukan dengan mengambil beberapa cockborer kultur mikroorganisme pada media padat. Kultur tersebut diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100 ml media cair BSM yang mengandung serbuk ampas bungkil kelapa 0,5% sebagai substrat, diinkubasikan pada suhu kamar selama 5 hari dengan penggoyangan dengan kecepatan 150 rpm. Ekstrak enzim kasar diperoleh dengan mengambil 4 ml larutan dari kultur bakteri yang difermentasi tiap hari hingga hari ke 5. Untuk memisahkan ekstrak enzim kasar dan biomassa mikroba dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit dengan suhu 4°C. Larutan standar mannosa dibuat dengan melarutkan 1 gram manosa dalam 10 ml H2O steril. Larutan tersebut kemudian diencerkan sehingga diperoleh stok standar dengan konsentrasi 1 ug/ml. Dari larutan stok tersebut dilakukan seri pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar mannosa 0 ppm, 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm; 0,4 ppm; 0,5 ppm; 0,6 ppm; 0,7 ppm dan 0,8 ppm. 1 ml larutan stok standar manosa ditambah dengan 1 ml DNS, kemudian campuran larutan tersebut di inkubasi pada water bath dengan suhu 100°C selama 15 menit. Larutan didinginkan lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Dengan regresi linear, akan didapatkan persamaan matematik untuk standar manosa, yang akan digunakan pada pengukuran kadar enzim. Pengukuran aktivitas enzim. Pengukuran sampel dilakukan dengan cara 0,5 ml ekstrak enzim kasar ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 ml substrat bungkil kelapa lalu divortex. Kemudian di inkubasi pada water bath dengan suhu 90°C selama 1 jam. Setelah di inkubasi, larutan ditambahkan 1 ml DNS lalu di vortex kemudian dipanaskan dengan water bath pada suhu 100°C selama 15 menit. Larutan didinginkan lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran kontrol dilakukan dengan menambahkan 0,5 ml substrat bungkil kelapa dan 1 ml larutan DNS barulah kemudian ditambahkan 0,5 ml ekstrak enzim kasar lalu divortex dan kemudian dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit. Larutan didinginkan lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
Pengukuran blanko dilakukan dengan penambahan 0,5 ml substrat ekstrak enzim kasar pada 1 ml DNS dan 0,5 ml H2O steril. Campuran larutan di vortex, kemudian dipanaskan dengan water bath pada suhu 100°C selama 15 menit. Larutan didinginkan lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Dengan persamaan matematik dari kurva standar manosa, akan didapatkan kadar enzim yang terkandung dalam masing‐masing larutan. Larutan standar protein dibuat dengan menimbang 0,01 g BSA (bovine serum albumin) yang kemudian dilarutkan dengan 10 ml H2O steril sehingga diperoleh larutan stok BSA dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan stok dengan konsentrasi 1000 ppm diencerkan dengan melarutkan 0,5 ml larutan stok ditambahkan 4,5 ml H2O steril sehingga diperoleh larutan stok BSA 100 ppm. Dari larutan stok tersebut dilakukan pengukuran terhadap standar protein terlarut dengan konsentrasi 0 ppm, 20 ppm, 40ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap standar protein dengan menambahkan 0.4 ml seri larutan standar dengan 4 ml reagen Bradford (0,05 g CBB (Comasie Briliant Blue) – G 250 dilarutkan pada 25 ml etanol 95% lalu ditambahkan 50 ml asam fosfat 85%, kemudian diencerkan dengan H2O hingga mencapai volume 500 ml. larutan stok perlu diencerkan dengan H2O sebanyak 5x volume larutan stok. Larutan ini memberikan warna biru yang terdeteksi pada panjang gelombang 595 m) yang kemudian divortex lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Absorbansi larutan standar dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Dengan menggunakan regresi linear, akan didapatkan persamaan matematik untuk larutan standar protein yang diperoleh dari nilai absorbansi standar, yang akan digunakan pada pengukuran kadar protein terlarut. Pengukuran protein terlarut. Pengukuran sampel dilakukan dengan cara menambahkan 0,4 ml ekstrak enzim kasar dengan 4 ml reagen Bradford divortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Absorbansi Larutan sampel protein dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Pengukuran kontrol dilakukan dengan menambahkan 0,4 ml H2O steril dengan 4 ml reagen Bradford divortex dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Absorbansi Larutan standar protein dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Dengan persamaan matematik dari kurva standar protein, akan didapatkan kadar protein terlarut yang terkandung dalam larutan ekstrak enzim kasar.
Hasil dan Pembahasan Hasil Pada pemeriksaan aktivitas enzim dilakukan pengukuran kadar manosa untuk pembuatan kurva standar dengan menggunakan locust bean gum sebagai substrat. Dari pengukuran secara spektrofotometri diperoleh data sebagai berikut. Tabel 1. nilai absorbansi standar manosa Ppm Absorbansi absorbansi 0 0.0 0.114 0.000 0.1 0.260 0.146 0.2 0.520 0.406 0.3 0.814 0.700 0.4 1.049 0.935 0.5 1.391 1.277 0.6 1.580 1.466 0.7 1.886 1.772 2.040 Gambar 1. Kurva standar manosa 0.8 2.154 Dari gambar 1. Diperoleh persamaan matematis x = (y + 0.077)/2.622 dimana x adalah konsentrasi manosa dan y merupakan nilai absorbansi dari manosa pada panjang gelombang 595 nm. Dari persamaan ini, maka diperoleh data sebagai berikut. Tabel 2. Nilai absorbansi dari sampel, kontrol dan blanko serta nilai unit aktivitas enzim dari ekstrak enzim kasar mananase pada substrat bungkil kelapa Hari ke k‐b Xs Xk U s K B s‐b 1 0.712 0.635 0.327 0.385 0.308 0.176 0.147 0.003 2 0.515 0.254 0.366 0.149 ‐0.113 0.086 ‐0.014 0.009 0.464 0.362 0.229 0.235 0.133 0.119 0.080 0.007 3 0.206 0.638 0.127 0.079 0.511 0.059 0.224 0 4 0.434 0.632 0.266 0.168 0.366 0.093 0.169 0 5 Dimana s adalah nilai absorbansi dari sampel, k adalah kontrol, b adalah blanko, s‐b adalah nilai absorbansi sampel dikurangi blanko, k‐b adalah nilai absorbansi kontrol dikurangi blanko sedangkan Xs dan Xk dan Xb adalah nilai dari konsentrasi manosa yang diperoleh dengan memasukkan bilai s‐b dan k‐ b ke dalam persamaan x = (y + 0.077)/2.622, sedangkan U adalah unit aktivitas enzim dimana nilainya
diperoleh dengan mengubahnya menjadi satuan umol/menit dengan BM manosa 180 dan waktu inkubasi adalah 60 menit. Selain itu diukur pula konsentrasi protein terlarut pada ekstrak enzim kasar dengan menggunakan larutan bovine serum albumin sebagai standar untuk pengukuran protein terlarut. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut. Tabel 3. Nilai absorbansi standar BSA ppm BSA 0 20 40 60 80 100
abs 1 0.240 0.297 0.390 0.409 0.434 0.477
abs 2 0.262 0.333 0.359 0.381 0.477 0.516
abs rata‐rata 0.2510 0.3150 0.3745 0.3950 0.4555 0.4965
abs 0 0.0000 0.0640 0.1235 0.1440 0.2045 0.2455
Dari nilai absorbansi standar BSA, maka diperoleh kurva standar BSA dengan persamaan regresi y = 0.002x + 0.011.
Gambar 2. Kurva standar BSA untuk pengukuran protein terlarut
Dari persamaan regresi, maka diperoleh konsentrasi protein terlarut pada ekstrak enzim kasar adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Nilai absorbansi dan konsentrasi protein terlarut dalam ekstrak enzim kasar bungkil kelapa sampel abs kontrol abs ‐ kontrol Ppm mg/ml h1 0.512 0.240 0.272 130.5 0.1305 h2 0.397 0.170 0.227 108.0 0.1080 h3 0.380 0.118 0.262 125.5 0.1255 h4 0.690 0.178 0.512 250.5 0.2505 h5 0.641 0.183 0.458 223.5 0.2235 Dari pengukuran nilai aktivitas enzim dan protein terlarut, maka diperoleh niali aktivitas enzim spesifik, adalah sebagai berikut. Tabel 5. Aktivitas enzim, protein terlarut dan aktivitas spesifik enzim mananase mikroba A2 pada substrat bungkil kelapa Aktivitas mananase Konsentrasi protein Aktivitas spesifik Hari ke‐ (U/ml) (mg/ml) (U/mg) 1 0.003 0.1305 0.0207 2 0.009 0.1080 0.0853 3 0.007 0.1255 0.0574 4 0 0.2505 0 5 0 0.2235 0 Pembahasan Aktifitas suatu enzim dapat diukur dengan mengukur kecepatan perubahan substrat menjadi produk. Aktifitas enzim dinyatakan dalam satuan unit aktifitas dan aktifitas spesifik. Satu unit aktifitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu mikromol produk per menit pada keadaan kondisi tertentu, seperti pada pH tertentu dan suhu tertentu. Sedangkan aktifitas spesifik adalah jumlah unit enzim per milligram protein. Bungkil kelapa dapat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi enzim mananase karena bungkil kelapa banyak mengandung karbohidrat (60%) yang terdiri dari galaktomanna (61%), manna (26%) (Purwadaria, 1994). Galaktomanan dan manna yang ada pada karbohidrat akan di pecah oleh enzim mananase melalui komplek endo‐B‐D‐mananse, ekso‐B‐D‐mananase, a‐D‐galaktosidase dan b‐D‐ manosidase.
Dari percobaan, enzim mananase diperoleh dengan cara fermentasi dengan menggunakan isolat bakteri dengan nomor koleksi A2. Enzim yang diperoleh yaitu enzim mananase merupakan enzim yang termasuk bersifat dapat diinduksi, karena bakteri yang menghasilkan enzim terlebih dahulu di induksi dengan adanya media yang kaya akan sumber heteromannan sehingga bakteri tersebut mengeluarkan enzim mananase. Pada percobaan ini enzim diperoleh dengan mensentrifugasi larutan media dari pengambilan sampel yang dilakukan tiap hari selama 5 hari dan disebut ekstrak enzim kasar karena enzim masih belum dimurnikan dan masih bercampur dengan pengotor‐pengotor lainnya. Dari ekstrak enzim kasar ini diukur aktivitas enzim mananase terhadap subtrat bungkil kelapa dan juga protein terlarut.
Gambar 3. Aktivitas enzim mananase dari ekstrak enzim kasar bungkil kelapa Dari tabel 2, diperoleh data aktivitas enzim mananase tiap hari selama 5 hari. Dari data tersebut
kemudian diterjemahkan dalam grafik aktivitas enzim seperti yang terlihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa aktivitas tertinggi diperoleh pada hari ke 2 fermentasi yaitu sebesar 0,009 unit/ml. 0,009 unit/ml dapat diartikan bahwa 1 ml ekstrak enzim kasar dapat mendegradasi senyawa heteromanan menjadi manosa sebesar 0,009 umol permenit pada kondisi suhu 90°C. Kadar protein terlarut pada ekstrak enzim kasar tertinggi ada pada hari ke 5 dan terendah ada pada hari ke 2. Sehingga apabila unit aktivitas enzim di bagi dengan kadar protein terlarut pada masing‐ masing hari, maka diperoleh grafik seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Aktivitas spesifik dari ekstrak enzim kasar bungkil kelapa
Dari gambar 4, dapat diperoleh informasi bahwa pada hari ke 2, aktivitas spesifik dari ekstrak enzim kasar dari bungkil kelapa memiliki nilai spesifik tertinggi dibanding dengan hari‐hari lainnya. Artinya pada hari ke 2, tiap 1 mg protein yang telarut di dalam ekstrak enzim kasar memiliki aktivitas sebesar 0,0853 unit. Sehingga apabila protein dalam ekstrak enzim kasar dipekatkan atau diendapkan akan diperoleh aktivitas tertinggi tiap mg nya yaitu pada fermentasi hari ke 2. Kesimpulan Dari data yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa 1. Hari ke 2 fermentasi isolat A2 merupakan hari dimana diperoleh produksi enzim mananase tertinggi dengan menggunakan substrat bungkil kelapa 0,5% 2. Aktivitas enzim mananase pada hari ke 2 diperoleh nilai sebesar 0,009 U/ml ekstrak enzim kasar. 3. Aktivitas spesifik ekstrak enzim kasar pada hari ke 2 diperoleh nilai sebesar 0,0853 U/mg protein terlarut.
DAFTAR PUSTAKA 1. http://web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.php?view=penelitian/hasilcari&status=buka&id_haslit=PD/ 015.04/MER/k. diunduh pada tanggal 17 November 2009 2. Yopi, Purnawan, A., Thontowi, A., Hermansyah, H., Wijanarko, A. 2006. Preparasi Mannan Dan Mannanase Kasar Dari Bungkil Kelapa Sawit. JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.4 Tahun XX, Desember 2006, 312‐319 3. T. Purawadaria, T. Haryati dan J. Darma (1994). Isolasi dan seleksi kapang mesofilik penghasil mananase. Majalah Jornal dan Peternakan, Maret :26 ‐29.