LAPORAN PRAKTIKUM MIKROB DAN POTENSINYA
PRODUKSI NATA DE COCO
KHAIRUL ANAM P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0
PRODUKSI NATA DE COCO PENDAHULUAN Nata adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesis dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu A. xylinum. Beberapa galur Acetobacter menghasilkan membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair. Membran ini sama dengan “Nata de Coco”, suatu jenis makanan hasil fermentasi tradisional di Filipina yang yang sangat dikenal sebagai makanan penutup di Jepang. Substansi gelatin ini secara kimiawi identik dengan selulosa (Yoshinaga et al., 1997). Ananas comosus merupakan substrat pertama yang digunakan untuk pembentukan nata, namun karena sifatnya yang musiman maka dicarikan beberapa alternatif lain untuk memproduksi nata yang bisa tersedia dengan mudah sepanjang tahun dan murah harganya. Ditinjau dari komposisinya nanas terdiri atas sebagian besar air yang di dalamnya banyak mengandung gula dan vitamin serta mineral penting (Muljohardjo, 1984). Kandungan kalori dari nanas per 100 gram bahan dapat dimakan terdiri atas : air 80‐85%, gula 12‐15 %, asam 0,6%, protein 0,4%, abu 0,5% dan lemak 0,1% (Samson, 1986). Selain karbohidrat, di dalam buah nanas juga terdapat lemak, nitrogen, asam‐ asam organik, pigmen, vitamin serta bahan‐bahan organik. Asam organik utama yang terkandung di dalam nanas adalah asam sitrat, yang merupakan asan‐asam non volatil yang terbanyak dalam buah nanas (Jacobs, 1985). Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan variertasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan, 2004). Acetobbakter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang bersifat gram negatif, aerob, berbentuk batang, nonmotil, suhu optimum pertumbuhannya 25‐30 0C, dan mampu mengoksidasi etanol menjadi asam aetat pada pH 4,5 (Madigan et al., 1997). Proses pembuatan nata oleh bakteri A. xylinum merupakan kegiatan sintesa selulosa yang dikatalis oleh enzim pensintesis selulosa yang terikat pada membran sel bakteri. Penguraian/fermentasi gula dilakukan melalui jalur heksosa monofosfat dan siklus asam sitrat (Susilawati dan Mubarik, 2002). Siklus asam sitrat seperti tersaji pada Gambar 1. Selulosa bakterial merupakan salah satu produk fermentasi yang menggunakan mikroorganisme seperti A. xylinum, A. pasteurianus estunensis, Sacsina ventriculi, dan Valonia
1
macrophysa. Produk alami ini bebas lignin, kristalinitasnya tinggi (>60%), dan merupakan selulosa dengan bobot molekul tinggi dengan modifikasi kristalin (Engelhardt, 1995). Acetobacter merupakan bakteri yang menghasilkan serat‐serat selulosa yang sangat halus. Serat‐serat ini dapat membentuk suatu jaringan pada lapisan permukaan antara udara dan cairan yang disebut pelikel. Pelikel ini memiliki ketebalan kira‐kira 10 mm bergantung pada masa pertumbuhan mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara cairan ini terdiri atas pita‐pita yang mengandung kristalin yang tinggi. Pita–pita tersebut memiliki lebar 40‐100 nm, namun panjangnya sulit diukur karena membentuk jaringan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Pita tersebut tersusun atas bagian mikrofibril yang berhubungan melalui ikatan hidrogen (Figini, 1982).
Cellulose
UDP‐Glc
GLC
UGP
GHK
G1P
PGM
G6PD (NAD)
G6P G6PD (NAD)
PGI
FRC
FHK
PGA Phentose Phosphate pathway
F6P FBP
PTS
TCA cyle EMP
F1P
FDP 1PFK
Gambar 1. Lintasan biosintesis selulosa pada Acetobacter xylinum. Glc=glukosa; G6P=glukosa‐6‐ fosfat; G1P=glukosa‐1‐fosfat; PGA=asam fosfoglukonat; Frc=fruktosa; FDP= fruktosa1,6‐ difosfat; F6P=fruktosa‐6‐fosfat; GHK=glukosa heksokinase; PGM=fosfoglukomutase; UDP=glukosa pirofosforilase; G6PD=glukosa‐6‐fosfat dehidrogenase; PG1=fosfoglukosa isomerase; FHK=fruktosa heksokinase; PTS+fosfotransferase sistem; EMP=Embden Meyerhoff pathway (Yoshinaga et a.l 1997) Menurut Meshitsuka dan Isogai (1996), bahan yang mengandung selulosa biasanya membentuk struktur kristalin, sehingga air tidak dapat masuk kedaerah aktif kristalin pada suhu kamar.
2
Selulosa bakterial memiliki karakteristik yang berbeda pada struktur kristalinnya. Selulosa tersebut mengandung dua struktur kristalin yang berbeda, yaitu selulosa 1α dan selulosa 1ß. Pada selulosa 1α, satu unit sel triklinat mengandung satu rantai selulosa, sedangkan pada selulosa 1ß satu unit sel monoklinat mengandung dua rantai selulosa. Selulosa bakterial mengandung selulosa 1α kira‐kira 60%, hal ini berbeda dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (misalnya rami dan kapas) yang mengandung selulosa 1α hanya 30%, sedangkan sisanya adala selulosa 1ß (Yoshinaga et al. 1997). BAHAN DAN CARA KERJA
Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan adalah bibit dalam pembuatan Nata yang
berisi bakteri Acetobacter xylinum yang kemudian diinokulasi ke dalam berbagai media dalam wadah gelas plastik dengan beberapa perlakuan, yaitu kelompok 1 dan 2 menggunakan 10 ml inokulum bibit pembuatan Nata ke dalam media yang mengandung 0.3% urea dan 0.3% ZA dengan yang diinkubasi secara statis yaitu dengan mendiamkannya, kelompok 3 dan 4 juga menggunakan 10 ml inokulum bibit pembuatan Nata ke dalam media yang juga mengandung 0.3 % ZA dan 0.3% urea tetapi di inkubasi dalam mesin penggoyang dan kelompok 5 dengan menggunakan 5 ml inokulum bibit pembuatan Nata ke dalam media yang mengandung 0.3% ZA, 0.3% urea dan kombinasi dari urea dan ZA yang diinkubasi secara statis. Kontrol media adalah media yang berisi dari beberapa media yang mengandung diantaranya 0.3% urea, 0.3% ZA dan kombinasi urea dan ZA tanpa diberikan bibit pembuatan Nata.
Bibit atau starter yang digunakan adalah Acetobacter yang telah ditumbuhkan pada media
yang sama yang digunakan dalam praktikum kali ini.
Media yang digunakan sebagai media pembuatan Nata terdiri dari beberapa unsur selain
perlakuan, seperti gula pasir sebagai sumber karbon, air kelapa sebagai sumber vitamin dan unsur mikro dan asam asetat glasial sebagai penyesuai pH dimana dalam pembuatan Nata diperoleh kondisi optimumnya adalah pada pH asam.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Dilakukan pengamatan selama 14 hari dimana pada hari ke‐7, pada semua perlakuan belum terdapat lapisan nata. Sedangkan setelah pengamatan yang dilakukan pada hari ke‐14, pada beberapa perlakuan telah terbentuk nata yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan hari ke 14 pembentukan Nata de Coco pada beberapa perlakuan Perlakuan agitasi
Volume inokulum
Bentuk Nata
Tebal Nata (cm)
Berat Nata (g)
ZA 0,3%
Tidak digoyang
10 ml
Lapisan dipermukaan
1.5
49.5
Urea 0,3 %
Tidak digoyang
10 ml
Lapisan dipermukaan
1.0
20.0
Kontrol ZA
Tidak digoyang
‐
‐
0
0
ZA 0,3%
Tidak digoyang
10 ml
Lapisan dipermukaan
1.2
51.0
Urea 0,3 %
Tidak digoyang
10 ml
Lapisan dipermukaan
0.9
23.5
Kontrol Urea
Tidak digoyang
‐
‐
0
0
ZA 0,3%
digoyang
10 ml
Granul kecil melayang
0
0
Urea 0,3 %
digoyang
10 ml
Granul kecil melayang
0
0
Kontrol ZA
digoyang
‐
‐
0
0
ZA 0,3%
digoyang
10 ml
Granul kecil melayang
0
0
Urea 0,3 %
digoyang
10 ml
Granul kecil melayang
0
0
Kontrol Urea
digoyang
‐
‐
0
0
ZA 0,3%
Tidak digoyang
5 ml
Lapisan dipermukaan
1.5
73.0
Urea 0,3 %
Tidak digoyang
5 ml
Lapisan dipermukaan
1.2
24.5
ZA + Urea Kontrol ZA 0,3% Kontrol Urea 0,3 % Kontrol ZA + Urea
Tidak digoyang
5 ml
Lapisan dipermukaan
1.8
35.5
Tidak digoyang
‐
‐
0
0
Tidak digoyang
‐
‐
0
0
Tidak digoyang
‐
‐
0
0
Kel. 1
2
3
4
5
Perlakuan Sumber N
PEMBAHASAN Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus (NH2)2CO. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa. Sebagai pupuk, urea digunakan sebagai sumber nitrogen demikian juga ZA. Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan nitrogen dan belerang. Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak, yang berarti amonium sulfat (NH4SO4). Kedua jenis pupuk ini diberikan sebagai sumber nitrogen dalam proses pembuatan Nata.
4
Dari hasil pengamatan pada proses pembuatan Nata dengan mengamati pengaruh dari penggunaan sumber N yang berbeda diketahui bahwa penggunaan pupuk ZA lebih baik dalam produksi pembuatan Nata dimana pupuk ZA menghasilkan Nata kurang lebih 50 gram pada media yang sama, lebih banyak apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk urea yang hanya mampu memproduksi Nata sebesar kurang lebih 20 gram. Apabila kedua pupuk tersebut dikombinasikan hasilnya tidak lebih baik daripada hanya dilakukan pemberian ZA tetapi lebih baik daripada hanya pemberian pupuk urea saja. Pada pemberian pupuk ZA (ammonium sulfat), Nata yang diproduksi lebih banyak mungkin disebabkan oleh pemecahan molekul ammonium sulfat yang lebih sederhana dibandingkan urea. Selain itu, bentuk ion ammonium lebih membutuhkan sedikit energi dibandingkan nitrogen yang masih berbentuk senyawa amida. Selain itu, dari pengamatan juga diperoleh bahwa pemberian jumlah inokulum yang berbeda juga dapat memberikan pengaruh terhadap produksi Nata. Pemberian inokulum sebanyak 5 ml pada tiap media menghasilkan berat Nata yaitu, dengan pupuk ZA diperoleh 73 gram, pupuk urea 24.5 gram dan kombinasi pupuk urea dan pupuk ZA diperoleh berat 35.5 gram dimana hasil ini lebih baik apabila dibandingkan dengan pemberian inokulum sebesar 10 ml yang hanya mampu menghasilkan Nata dengan berat 50 gram untuk media dengan pupuk ZA dan 20 gram untuk media yang diberi pupuk urea. Hal ini mungkin dikarenakan lebih banyak glukosa yang dibentuk menjadi selulosa pada pemberian inokulum yang lebih sedikit karena glukosa selain dipakai untuk memproduksi selulosa juga digunakan sebagai sumber makanan bagi sel bakteri.
Gambar 2. Foto hasil pengamatan produksi Nata pada hari ke 14. Kiri atas: adalah foto kontrol, kiri bawah: foto pembentukan Nata pada media statis dan foto kanan: Nata yang diperoleh. Pada perlakuan lainnya yaitu pengaruh tempat inkubasi dimana dalam praktikum kali ini adalah untuk membedakan antara media yang diinkubasi secara statis atau didiamkan dengan yang diinkubasi pada tempat dengan penggoyang atau digoyang, diperoleh hasil bahwa Nata yang diproduksi pada media yang diinkubasi dengan didiamkan lebih baik daripada media yang diinkubasi
5
dengan digoyang. Media yang diinkubasi dengan cara didiamkan menghasilkan lapisan putih diatas permukaan media dengan ketebalan hingga 1.5 cm sedangkan untuk media yang diinkubasi dengan digoyang terbentuk granul‐granul kecil berwarna putih. Lapisan atau granul tersebut adalah gambaran dari pembentukan selulosa, akan tetapi pada inkubasi dengan penggoyangan, selulosa gagal membentuk serat dan lapisan dipermukaan diakibatkan karena kecilnya kristalin yang terbentuk akibat terpencar oleh penggoyangan. Kristalin‐kristalin yang seharusnya berkumpul menjadi serat‐serat atau jaringan terpecah akibat penggoyangan yang kemudian kristalin‐kristalin tersebut terisolasi akibat sel‐sel bakteri kemudian mengelilingi kristalin‐kristalin tersebut (Czaja, 2004). KESIMPULAN 1. Dalam pembuatan Nata, pemberian pupuk ZAlebih baik daripada pemberian pupuk urea ataupun kombinasi dari keduanya. 2. Jumlah inokulan yang diberikan berpengaruh pada proses pembuatan Nata seperti pada praktikum kali ini, berat produksi Nata pada pemberian inokulum bibit Aceobacter sebanyak 5 ml lebih besar dari pada pemberian bibit sebanyak 10 ml. 3. Temapat inkubasi memberikan pengaruh terhadap produksi Nata dimana jumlah Nata yang diproduksi lebih baik dan lebih banyak ketika pada proses pembuatan Nata, wadah media dalam keadaan statis daripada digoyang. REFERENSI Yoshinaga F, Tonouchi N, Watanabe K. 1997. Research Progress in Production of Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Application as a New Industrial Material. Biosci. Biotech. Biochem., 61:219‐224. Muljohardjo M. 1984. Nanas dan Teknologi Pengolahannya: Ananas comosus (L) Merr. Liberty. Yogyakarta. Samson JA. 1986. Tropical Fruits. Second Edition. Longman Scientific & Technical. England. Jacobs MB. 1985. The Chemical Analysis of Food and Food Product. Van Nostrand Company. Inc. Princenton, New York. Astawan M. 20 Feb 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 7‐8) Madigan MT, Martinko JM, Parker J, 1997. Brock Biology of Microorganism. Edisi ke‐8, New Jersey: Prentince Hall. Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor.
6
Engelhardt J. 1995. Sourche, Industrial Derivatives and Commercial Application of Cellulose. Journal Carbohydrate in Europe. 12:5‐13. Figini M. 1982. Cellulose and Other Nature Polymer System. Plenum, New York. Meshitsuka G, Isogai A. 1996. Chemical Structures of Cellulose, Hemicellulose, and Lignin. di dalam. Chemical Modification of Lignocellulosic Materials. Hon, D.N.S. (Ed.). Marcel Dekker, New York. Czaja, W., Romanovicz, D. and Brown R.M. 2004. Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Journal Cellulose, Springer in Netherlands. Volume 11, p: 403‐411
7