PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH DI KOTA

Download South Tangerang city with an area of 147.19 km2, a total population of 1.40517 million inhabitants, the rate of growth of population of 3.6...

0 downloads 499 Views 891KB Size
PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH DI KOTA TANGERANG SELATAN PROJECTION POWER NEDS TO SUPORT LAND HOUSE IN THE CITY OF SOUTH TANGERANG Lia Yulia Iriani Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, Badan Litbang Kementerian PUPR Jl. Panyawungan Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung Email: [email protected] ABSTRACT South Tangerang city with an area of 147.19 km2, a total population of 1.40517 million inhabitants, the rate of growth of population of 3.63% per year. (BPS, 2014). This has resulted in an increase in the needs of housing, especially in urban areas, reaching 33,562 housing units. The highest number of backlog is in district of East Ciputat, 9,612 units as Pamulang 8,131 units, while for the smallest there is in Serpong amounting to 375 units. This condition requires a land, where the land use data in South Tangerang City mostly for housing and settlements are an area of 8.804.17 ha or 65.88% of 14.719 hectares. This raises problems of the city development is not balanced with the availability of land and high land prices. The Increased needs of the home, causing a decrease in the carrying capacity of the land. The research objective linkage mapping the housing needs of increasing the carrying capacity of the land. Descriptive research method through a case study approach and explanatory research draft, to analyze the relationship between one variable with another variable or how a variable affects the other variable. The expected results as policy recommendations for local authorities in the preparation of the development policy of housing and settlements. Keywords: backlog , land, housing and settlement, policy, local governments

ABSTRAK Kota Tangerang Selatan dengan luas 147,19 Km2, jumlah penduduk 1.405.170 jiwa, laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,63% /tahun. (BPS, 2014). Hal ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan rumah terutama di perkotaan, mencapai 33.562 unit rumah. jumlah backlog tertinggi di Kecamatan Ciputat Timur sebanyak 9.612 unit, Kecamatan Pamulang 8.131 unit, sedangkan untuk backlog terkecil terdapat di Kecamatan Serpong yaitu 375 unit. Kondisi ini memerlukan lahan, dimana data penggunaan lahan di Kota Tangerang Selatan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman yaitu seluas 8.804.17 Ha atau 65,88 % dari 14.719 Ha. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu perkembangan kota yang tidak seimbang dengan ketersediaan lahan dan harga lahan yang tinggi. Peningkatan kebutuhan rumah, menyebabkan penurunan daya dukung lahan. Tujuan penelitian memetakan keterkaitan kebutuhan rumah yang semakin meningkat terhadap daya dukung lahan, Metode penelitian secara deskriptif melalui pendekatan studi kasus (case study approach), rancangan penelitian eksplanatori, untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Hasil yang diharapkan sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pengembangan perumahan dan permukiman. Kata Kunci: Kebutuhan rumah, lahan, perumahan dan permukiman, kebijakan, pemerintah daerah

PENDAHULUAN Wilayah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dengan luas 147,19 Km2 posisi 1600 14’ – 1600 22’ BT, 60 39’ – 60 47’ batas admisitrasi, Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, Sebelah Timur Provinsi DKI dan Kota Depok. Sebelah Selatan

Kabupaten Bogor dan Kota Depok, Sebelah Barat Kabupaten Tangerang. Wilayah terluas di Kota Tanggerang Selatan adalah Kecamatan Pondok Aren yaitu 2.988 Ha atau 20,30% dan luas yang paling kecil adalah Kecamatan Setu yaitu 1.480 Ha atau 10,06%. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011-2031, pola pemanfaatan ruang terbagi dua yaitu kawasan lindung yang tidak diperbolehkan adanya bangunan dan kawasan budidaya, diperuntukkan sebagai kawasan terbangun termasuk untuk permukiman.

1

Pertumbuhan penduduknya sebesar 3,63% dalam satu tahun bertambah 48.594 jiwa (BPS, 2014). Hal ini mengakibatkan kebutuhan ruang semakin tidak terbatas, aktivitas masyarakat dari aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan lainnya, berdampak pada meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan dan kebutuhan rumah. Kebutuhan rumah di Kota Tangerang Selatan berhubungan dengan daya dukung lahan, mengandung dua komponen utama, yaitu ketersediaan potensi sumberdaya alam dan daya tampung lingkungan (Silalahi, 2011). Sehubungan hal tersebut perkembangan perumahan di lokasi ini sangat pesat, selain didukung letak geografis DKI Jakarta, juga kebijakan pemerintah daerah kepada beberapa pengembang swasta yang turut mengembangkan Kota Tangerang Selatan yaitu Bumi Serpong Damai, Alam Sutra, Bintaro, Agung Sedayu Group, Bukit Serpong Mas, Paradise Serpong City. Kebijakan pengembangan tersebut berhubungan dengan fisik tata guna lahan berupa pola ekstensifikasi terdapat di daerah pinggiran dan intensifikasi di daerah yang menjadi pusat kegiatan. (Supriadi, 2015). Peruntukan lahan berdasarkan RTRW Kota Tangerang Selatan yaitu Perda No.15 tahun 2011, pola ruang untuk kawasan budidaya yang diarahkan adalah perumahan kepadatan rendah di Kecamatan Setu (158 jiwa/Ha) dan kepadatan tinggi, Kecamatan Serpong dan Ciputat Timur (303 jiwa/Ha). Penggunaan lahannya sebagian besar untuk perumahan dan permukiman yaitu seluas 8.804.17 Ha atau 65,88 % dari 14.719 Ha. Kebun dan ladang menempati posisi kedua terluas dengan 2.126.11 Ha atau 14,44%. Identifikasi Masalah Pernyataan masalah (problem statement) dalam penelitian ini adalah kondisi kebutuhan rumah (backlog) yang terus meningkat , disebabkan oleh pertambahan penduduk sebesar 3.63 % per tahun, perkembangan kota yang tidak seimbang dengan ketersediaan lahan dan harga lahan yang tinggi dan peningkatan kebutuhan rumah, menyebabkan penurunan daya dukung lahan.

Pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana backlog rumah berpengaruh terhadap daya dukung lahan di Kota Tangerang Selatan Tujuan penelitian memetakan keterkaitan kebutuhan rumah yang semakin meningkat terhadap daya dukung lahan. Sasaran peneltian adalah terintegrasinya pemenuhan kebutuhan rumah (backlog) berdasarkan daya dukung lahan sebagai masukan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Kawasan Permukiman (RP3KP) Kota Tangerang Selatan. Kebijakan Penyediaan Lahan Kota Tangsel termasuk Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) 1, meliputi kegiatan perumahan dan permukiman. industri, jasa, perdagangan, pertanian dan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kebijakan pembangunan dan pengembangan Perumahan dalam peningkatan kualitas Rumah dan lingkungan sesuai pemanfaatan ruang adalah secara vertikal dan horizontal (Perda No.03 Tahun 2014). Berdasarkan data penggunaan lahan di Kota Tangerang Selatan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman yaitu seluas 8.804.17 Ha atau 65,88 % dari 14.719 Ha. Kebun dan ladang menempati posisi kedua terluas dengan 2.126.11 Ha atau 14,44%. Data secara lengkap tercantum pada tabel 1. Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan 1.405.170 jiwa terdapat 984,101 jiwa atau 70,03% merupakan penduduk usia kerja (PUK). Dari jumlah tersebut 638.659 jiwa diantaranya atau hampir 64,90% merupakan angkatan kerja . Laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,63% /tahun. (BPS, 2014). Mata pencaharian masyarakatnya adalah pada sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,24%, pengangkutan dan komunikasi 10,46 %, sektor bangunan 9,91 %, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 7,87 %, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 7,60% dan sektor jasa sebesar 7,58 %. Secara lengap tercantum pada diagram 1.

Tabel.1 Penggunaan Lahan D i Kota Tangerang Selatan

2

Kecamatan Jenis Penggunaan Lahan

Ciputat Timur

-

-

123,81

-

-

-

-

123,81

0,53

28,31

34,26

6,50

27,24

12,88

18,02

127,74

Industri

-

32,34

28,78

-

17,68

135,04

141,32

355,16

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

-

-

-

-

22,41

51,65

-

74,06

Kawasan PUSPIPTEK

-

-

-

-

-

-

314,14

314,14

430,27

139,96

398,20

607,18

618,90

332,68

133,18

2.660,37

Pariwisata

-

-

50,73

-

32,74

206,86

-

290,33

Pendidikan

-

13,72

-

41,56

-

-

27,02

82,30

47,57

150,63

102,93

116,30

145,42

62,11

21,25

646,21

Permukiman Kepadatan Rendah

392,21

362,86

690,58

629,30

953,48

861,24

289,00

4.178,67

Permukiman Kepadatan Sedang

1.143,36

925,58

1.239,55

1.551,84

938,86

547,71

404,72

6.751,62

120,34

88,34

121,71

30,69

46,16

2,88

68,69

478,81

17,31

69,76

111,66

43,72

131,89

23,42

104,73

502,49

3,77

3,55

23,87

2,98

0,98

11,50

33,65

80,30

Tanah Kosong

131,03

96,81

149,49

222,13

99,55

107,88

216,50

1.023,39

Jumlah

2.286,39

1.911,86

3.075,57

3.252,20

3.035,31

2.355,85

1.772,22

17.689,40

Bandar Udara Khusus Danau/Situ

Kebun/Ladang

Perdagangan dan Jasa

Sawah Semak, Belukar Tambak

Pondok Aren

Pamulang

Serpong Utara

Jumlah

Ciputat

Serpong

Setu

Sumber : RTRW Kota TangSel, 2011

Kebutuhan Rumah Saat Ini ( Backlog ) Hasil perhitungan backlog rumah di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014 adalah mencapai 33.562 unit rumah. jumlah backlog rumah tertinggi di Kecamatan Ciputat Timur sebanyak 9.612 unit, Kecamatan Pamulang 8.131 unit sedangkan untuk backlog terkecil terdapat di Kecamatan Serpong yaitu 375 unit. Hal ini karena terbatasnya luas lahan dan harga lahan tinggi, berpengaruh pada keterjangkauan

masyarakat. Secara lengkap tercantum pada gambar 1. Kebijakan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan perumahan di kawasan perkotaan adalah untuk membantu agar masyarakat dapat betempat tinggal secara layak dan melindungi serta meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya.

3

Pedagang

Aparatur Kelurahan

PNS

Industri rakyat

Buruh Tani

TNI & POLRI

Buruh Industri

Pensiunan (PNS, TNI & POLRI)

Pengangguran

Petani

Pertukangan

Pertukangan

Petani

Pengangguran

Pensiunan (PNS, TNI & POLRI)

Buruh Industri Buruh Tani

TNI & POLRI

PNS

Industri rakyat

Pedagang

Aparatur Kelurahan 0

20000

40000

60000

Gambar 1. Grafik Backlog Kota Tangerang Selatan Sumber : Dinas TKBP Kota Tangsel, 2014

Kebijakan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan perumahan di kawasan perkotaan adalah untuk membantu agar masyarakat dapat betempat tinggal secara layak dan melindungi serta meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya. Kebijakan ini dilatar belakangi dengan semakin meningkatnya permukiman kumuh di perkotaan yaitu dari 54000 Ha tahun 2004 menjadi 57.88 ,Ha tahun 2009. Kondisi kawasan kumuh perkotaan 37.407 Ha, dengan jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009 menjadi 13, 5 juta pada akhir tahun 2014. (Ditjen CK, 2015). Teori Pengertian Daya dukung lahan merupakan penggunaan tanah dan data populasi yang sistematis, seluruh aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup membutuhkan ruang. Ada dua variabel dalam melakukan analisis daya dukung lahan yaitu potensi lahan yang tersedia termasuk luas lahan dan jumlah penduduk. (Bellemare, 2012).

Diagram 1. Mata Pencaharian Sumber : Dinas TKBP Kota Tangsel, 2014

8,131

9,612

5,167

Ciputat

Pamulang

Serpong

Setu

0

Serpong…

2,223

1,320 375

Ciputat…

5,000

6,734

Pondok…

10,000

Daya dukung lahan merupakan salah satu permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah khususnya bagi MBR. Hal ini berkaitan dengan keterjangkauan daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan papan dan keterbatasan lahan apalagi di perkotaan (Syarif, 2011). Ada enam sektor yang saling berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan rumah di perkotaan yang harus ditangani pemerintah yaitu daya dukung lahan, infrastruktur, lingkungan, fasilitas umum, fasilitas sosial dan pembangunan ekonomi (Nurmadi, 2006). Setiap tahun jumlah permintaan rumah meningkat sebanyak 900.000 ribu, dengan kemampuan membangun hanya 200.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap tahun

4

jumlah backlog meningkat sebanyak 700.000, hal ini berkaitan dengan berbagai aspek diantaranya daya dukung lahan (Prayitno, 2012). Daya dukung lahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR, terkait aspek pengelolaan pasar tanah, pembangunan infrastruktur dan peengembangan ekonomi (Limbong, 2013). Hal ini dimaksudkan penyediaan rumah didukung oleh kemampuan daya dukung lahan, yang berpengaruh diantaranya terhadap kegiatan ekonomi dimana tanah tersebut berada akan menentukan perkembangan harga pasar dan harga rumah itu sendiri. Daya dukung lahan dalam menunjang penyediaan kebutuhan permukiman harus mempertimbangkan kestabilan pondasi, drainase, ketersediaan air tanah, kerentanan bencana ( Prilia, 2012). Selain itu terdapat sepuluh parameter penentu kelas kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu lereng, posisi jalur patahan, daya dukung lahan, kekuatan batuan, kembang kerut tanah, sistem drainase, kedalaman air tanah, erosi, bahaya longsor, banjir. (Samsidar yulianti etc, 2012). METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan melalui pendekatan studi kasus (case study approach) yaitu Kota Tangerang Selatan Prov.Banten. Rancangan penelitian yaitu penelitian eksplanatori. Dimana pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubunganhubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Sugiyono, 2014). Adapun variabel-variabel dibatasi sebagai berikut : a. Daya dukung lahan (potensi lahan yang tersedia termasuk luas lahan dan jumlah penduduk b. Kebutuhan rumah ( backlog), infrastruktur, lingkungan, fasilitas umum, fasilitas sosial dan pembangunan ekonomi). Kedua variabel tersebut dikaji melalui pendekatan holistic approach, yang secara diagramatis, dapat terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pendekatan Studi Pengaruh backlog terhadap daya dukung lahan Sumber : hasil analisis, 2016

Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan melalui:

data

dan

informasi

a. Studi Literatur dan Survei Sekunder Studi literatur dan survei sekunder merupakan kegiatan kajian literatur hasil litbang terkait penyediaan perumahan dan daya dukung lahan dan dari sumber lainnya. Berdasarkan data sekunder terdapat hubungan variabel antara daya dukung lahan dengan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan rumah. (Fitriansyah,2014). Hasil analisis daya dukung lahan berpengaruh secara signifikan terhadap struktur dan pertumbuhan ekonomi sebesar 27,67 %, kebutuhan rumah 36,33 %, sektor pertanian 18,28 %, sektor perdagangan 12,60 % dan sektor jasa-jasa sebesar 08,12 %, khususnya di Kab. Boyolali (Nur, 2013). Aspek kebijakan pemerintah dalam hal implementasi daya dukung lahan berpengaruh terhadap penyelesaian jumlah kekurangan rumah atau backlog. (Yulia, 2011). Referensi yang diprioritaskan yaitu kajian mengenai definisi daya dukung lahan, aspek yang mempengaruhinya, indikator backlog, kebijakan penyediaan permukiman bagi MBR, kewenangan pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan rumah dan data sekunder lainnya. b. Pengamatan langsung melalui survey lapangan. Kebijakan penyediaan lahan untuk perumahan bagi MBR sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Strategis dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) , koordinasi antar instansi terkait, data ketersediaan rumah tangga, data perkembangan penduduk dan kebutuhan rumah. kendala dan permasalahan .

5

c. Wawancara interview)

mendalam

(in-depth

Analisis Teknik analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode ini akan menggambarkan secara mendalam tentang variabel keterkaitan antara kebutuhan rumah saat ini (backlog) dengan daya dukung lahan di Kota Tangerang Selatan.

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi dari berbagai pihak, terkait instansi dan stakeholders yang berwenang menerapkan kebijakan penyediaan kebutuhan rumah untuk MBR di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten yaitu Dinas Tata Kota Bangunan dan Permukiman (2014), Bappeda, Badan Pertanahan nasional, Badan Keuangan dan Perbendaharaan Aset Daerah (BKPAD), Dinas PU Cipta Karya (2015), Perumnas.

Output yang diharapkan dari analisis ini adalah daftar indikator kebutuhan rumah yang berpengaruh terhadap daya dukung lahan pembobotan melalui metode Analytical Network Process (ANP). (Bonnie, 2008).

Wawancara dan survei lapangan bertujuan untuk mendapatkan data instansional dan data lapangan terkait kebutuhan rumah dan kebijakan penyediaan lahan untuk MBR, faktor-faktor yang mempengaruhi backlog rumah yaitu pertambahan penduduk, kondisi rumah tangga, infrastruktur, fasilitas umum, fasilitas sosial. Dan data yang berhubungan dengan aspek daya dukung lahan serta faktor yang mempengaruhinya.

ANP dipilih sebagai salah satu alat analisis karena indikator yang dibobotkan merupakan indikator yang saling berhubungan (dependence variable). Teknik Analisis tercantum pada gambar 3.

Hasil Litbang -kebijakan -aplikasi

Definisi -Daya dukung lahan

-Backlog

Kondisi Existing di lokasi penelitian

Penentuan Indikator

backlog daya dukung lahan

Pengaruh daya dukung lahan terhadap kebutuhan rumah (backlog)

Gambar 3. Teknik Analisis Sumber : Hasil analisis, 2016

Rumus perhitungan mempengaruhi

N= jumlah sample

indikator

yang

saling

X1= indikator daya dukung lahan yaitu potensi lahan, luas lahan, lahan yang tidak diperbolehkan untuk dibangun an = indikator backlog yaitu jumlah rumah tangga dan jumlah rumah yang dimiliki HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Lahan

6

Peruntukan lahan di Kota Tangerang Selatan 65,88 % untuk perumahan dan permukiman, terdapat lokasi lahan yang harus dilindungi dan tidak boleh dibangun yaitu kawasan konservasi, 500 m tepi waduk, 200 m tepi mata air, 130 m pasang laut tertinggi dan terendah, 100 m tepi sungai, 50 m . Berdasarkan aspek daya dukung lahan, luas terbangun Kota Tangerang Selatan mencapai kurang lebih 10.000 hektar. Bila dikomparasikan terhadap jumlah penduduk hingga tahun 2031 yaitu berkisar 3,6 juta jiwa maka dapat menampung penduduk kurang lebih 3 (tiga) juta jiwa. Hal ini melampaui standar daya tampung untuk pembangunan perumahan horizontal. Daya dukung lahan dipengaruhi oleh jumlah rumah dan kepadatan penduduk terhadap kebutuhan perumahan, tercantum pada gambar berikut:

Jumlah Rumah 17.769 31.767 69.648

1 Setu 14,80

2 Serpong 24,04

39.849 292.931

3 Pamulang 26,82

40.405 61.043

4 Ciputat 18,38

32.45

Gambar 4. Kepadatan Rumah Sumber : Dinas TKBP Kota Tangsel, 2014

Jumlah KK

32.142 326.493

19.089

Apabila kebijakan Pemerintah Daerah Tangsel membangun penyediaan perumahan secara horizontal, sebagai salah satu solusi perlu ada penyebaran penduduk dari kecamatan padat ke wilayah kecamatan lainnya yang masih dapat menampung kelebihan jumlah penduduk tersebut. (Pusat Litbang Permukiman, 2015). Selain itu persepsi masyarakat terhadap kebutuhan rumah untuk tinggal di rumah horizontal masih terbatas . (Rosa Yulinda, 2015) . Solusi lain berupa “penambahan” kapasitas daya tampung lahan dalam bentuk pengembangan perumahan vertikal, untuk lokasi yang padat penduduknya yaitu Kecamatan Pamulang, Pondok Aren, Ciputat Timur dan Serpong. Intensitas pembangunan direncanakan mulai pada tahun 2023, 2024 dan 2025 sudah harus membangun secara vertikal. Sedangkan Kecamatan Serpong Utara, Ciputat dan Setu, secara berurutan pada tahun 2028, 2029 dan 2031 juga sudah harus membangun secara vertikal. Kawasan yang perumahan

tidak

dapat

dibangun

Kebijakan penyediaan perumahan berhubungan dengan lokasi yang tidak dapat dibangun yaitu kawasan lindung, meliputi sempadan sungai atau kali dan cagar budaya dengan luas kurang lebih 161,9 hektar. RTH mencapai jumlah sekitar 30 % terdiri dari RTH publik 20% dan RTH privat 10 %. Kawasan Rawan Bencana Alam, meliputi rawan bencana banjir yaitu Kecamatan Pondok Aren, Kec. Ciputat, Kec. Pamulang.

1 Kecamatan Setu 14,80 68.235

Kawasan rawan bencana longsor, yaitu Kec. Pamulang, Kec.Setu Kec. Serpong dan Kec. Ciputat Timur.

2 Kecamatan Serpong 24,04 115.104

Kawasan radiasi nuklir berpusat di kawasan Puspiptek Kecamatan Setu dengan sebaran radiasi meliputi seluruh wilayah kota dan sekitarnya. Pelaksanaan perlindungan kawasan ini diperlukan kerjasama dalam pengendalian pemanfaatan ruang oleh semua pemangku kepentingan di Kota Tangerang Selatan.

77.779 45.016 50.017

Kondisi daya tampung sebagaimana tercantum pada gambar 3, tidak merata. Sehingga perlu direncanakan pencapaian daya tampung horizontal pada masing-masing kecamatan.

34.673 67.777

Pemenuhan Kebutuhan Rumah Layak Huni Gambar 5. Jumlah Penduduk Kota Tangsel Sumber : Dinas TKBP Kota Tangsel, 2014

Salah satu strategi pemenuhan kebutuhan rumah layak huni di Kota Tangerang Selatan

7

berupa pengembangan kawasan perumahan baru pada areal tanah yang masih kosong baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun lahan milik masyarakat. Kebijakan konsep pengembangan rumah baru yaitu alokasi ruang untuk perumahan swadaya, perumahan formal, perumahan vertikal. Potensi lahannya seluas 4.665,06 ha. dengan persebaran arahan permukiman di RTRW untuk kepadatan sedang berada di kecamatan serpong, kecamatan serpong utara, kecamatan setu. sedangkan untuk permukiman kepadatan tinggi berada di kecamatan pondok aren, kecamatan ciputat, kecamatan ciputat timur, kecamatan pamulang. Penerapan strategi ini merupakan upaya meningkatkan kondisi rumah tidak layak huni atau rumah non permanen, strategi yang digunakan adalah pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Selain hal tersebut diperlukan suatu kebijakan pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman secara terpadu, yang menghubungkan seluruh komponen dan mekanisme pelaksanaan pembiayaan penyediaan kawasan dan pengadaan perumahan, meliputi : pengarahan pengumpuln dana, peran lembaga keuangan bidang perumahan dan kawasan permukiman. Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Pada kawasan inilah permukiman dapat dikembangkan, akan tetapi melihat kondisi eksisiting di lokasi, tidak semua lahan budidaya dapat dikembangkan untuk permukiman. Hal ini dikarenakan banyak aktifitas yang sudah diterapkan, oleh karena itu dimasa yang akan datang pengembangan permukiman hanya dapat dilakukan pada lahan kosong yang sesuai untuk lahan perumahan. Daya dukung air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kawasan budidaya, dan hingga tahun 2031 Kota Tangerang Selatan, dapat memenuhi kebutuhan air untuk jumlah penduduk hasil proyeksi daya tampung penduduk berdasarkan daya dukung cadangan air sebesar 7,1 juta jiwa. Berdasarkan hal tersebut sebagai rekomendasi pengembangan kependudukan daya tampung Kota Tangerang Selatan dapat ditingkatkan dengan pengembangan vertikal

sampai batas 7.100.000 jiwa atau setara dengan kepadatan 400 – 510 jiwa/ha. Peningkatan Permukiman

Kualitas

Perumahan

dan

Aspek penghasilan masyarakat Kota Tangerang Selatan 44,43%, menengah atas, 35,70% berpenghasilan rendah (MBR), dengan kondisi menyebar di setiap kecamatan. Kecamatan Ciputat merupakan MBR terbesar sebanyak 43,30% dan yang terendah berada di Kecamatan Serpong utara . Jumlah masyarakat miskin sebanyak 19,87% atau 103.135 jiwa, yang paling tinggi berada di Kecamatan Setu 32,87% dan yang terendah berada di Kecamatan Pondok Aren sebesar 12,34%. Dari data diatas diperlukan kebutuhan rumah berdasarkan segmentasi pendapatan. Peningkatan kualitas permukiman yang mempengaruhi kebutuhan rumah di Kota Tangerang Selatan, selain ditentukan berdasarkan aspek penghasilan masyarakat juga dipengaruhi oleh pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (pasar primer dan pasar sekunder), Pelaksanaan kebijakan ini diaplikasikan melalui penyederhanaan perizinan, sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dokumentasi kredit, dan pengkajian ulang peraturan perundang-undangan terkait, seperti tentang hak tanggungan dan pertanahan. Pelembagaan pasar sekunder, diantaranya melalui upaya-upaya pelembagaan SMF (Secondary Mortgage Facilities), biro kedit, asuransi kredit, lembaga pelayanan dokumentasi kredit dan pemantapan lembaga sita jaminan. Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu kepada keswadayaan masyarakat meliputi, pelembagaan pembangunan perumahan yang bertumpu pada kelompok masyarakat, pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya, pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya, melalui pengembangan pengaturan subsidi perumahan, subsidi pembiayaan perumahan, subsidi prasarana dan sarana dasar perumahan. Kebaruan Hasil Penelitian ( novelty) Hasil penelitian ini dalam penentuan kebaruan atau kemutakhiran ( state of the art) berdasarkan hasil kajian penelitian yang berhubungan dengan materi yang dikaji yaitu kepadatan penduduk berpengaruh terhadap

8

daya dukung lahan perumahan khususnya untuk pulau-pulau kecil di lokasi penelitian sebesar 88,98 %. (Kuswara, 2013). Didalam mewujudkan kebutuhan rumah yang ramah lingkungan perlu didukung kebijakan tata guna lahan untuk peruntukan ruang terbuka hijau .(Handoko, 2011). Daya dukung lahan dalam penyediaan perumahan untuk MBR perlu didukung kondisi masyarakat untuk berpartisifasi secara aktif sebagai subyek pembangunan. (Rianto, 2012). Dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR perlu mempertimbangkan faktor nilai tanah sesuai keterjangkauan, dimana harga tanah semakin meningkat terutama di perkotaan . ( Gabe, 2014). Hal ini berhubungan dengan hasil analisis bahwa daya dukung lahan berdampak terhadap katalisator pembangunan perumahan dan ekonomi. (Mutaqi, 2012). Daya dukung lahan berpengaruh dalam penyediaan permukiman Rumah Kaki Seribu sebagai tempat tinggal Suku Arfak, Papua Barat merupakan bentuk kearifan lokal. (Putra, 2015). Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyimpulkan bahwa daya dukung lahan berpengaruh terhadap kebutuhan rumah (backlog), secara lengkap tercantum pada gambar 6.

kepada kebutuhan lahan dan ruang tempat tinggal semakin meningkat, dan ketersediaan lahan terbatas, dan adanya keinginan masyarakat untuk tinggal di dekat pusat-pusat kota. Berdasarkan hasil analisis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan , dalam pemenuhan kebutuhan rumah, sebagaimana tercantum pada gambar 5. Selain itu diperlukan keserasian antara pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung fisik, sehingga dapat ditentukan kegiatan pembangun-an yang sesuai dengan daya dukung tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat indikator yang saling mempengaruhi antara daya dukung lahan dengan pemenuhan kebutuhan perumahan ( Prilia, 2012). Tata guna lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya dukung, diperlukan adanya keserasian antara pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung fisik. (Wulan Rian,etc.2015.73) Untuk mencapai keserasian tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui kemampuan daya dukung lingkungan fisik. Dengan diketahuinya daya dukung lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga kegiatan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung kebutuhan perumahan khususnya bagi MBR (Nurdini,2011). Daya dukung lahan diukur menurut kriteria ekologi, ekonomi, kepadatan permukiman,cagar alam, kepadatan penduduk, estetika (keindahan), rekreasi, psikologi (agar orang tetap tenang), ( Agusrianto, 2015). Hasil litbang dan analisis data lapangan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan penataan kawasan perumahan bagi seluruh golongan masyarakat dengan memanfaatkan lahan Secara proposional. Melalui pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak dan bebas kumuh. Pengembangan Hunian Vertikal

Pengaruh Daya Dukung Lahan terhadap Kebutuhan Rumah (backlog)

Strategi ini merupakan salah satu bentuk penyediaan kebutuhan rumah bagi masyarakat Kota Tangerang Selatan melalui pengembangan hunian vertikal dengan memperhatikan daya dukung lahan, pertumbuhan penduduk, arah pembangunan permukiman secara bertahap mulai bergeser dari pola horizontal menjadi vertikal.

Pemenuhan kebutuhan rumah terkait dengan pencapaian penyediaan kawasan permukiman yang layak huni. Hal ini berdampak

Alokasi ruang untuk rumah vertikal pada kawasan permukiman sebagaimana tercantum pada RTRW Kota Tangerang Selatan

Gambar 6. Faktor yang Mempengaruhi Daya Dukung Lahan Sumber : Hasil analisis, 2016

9

diperuntukkan sebagai kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi, dengan kebijakan penempatan blok rumah susun luas lahan 4.500 m2 terdiri dari 3.000 m2 untuk lahan konstruksi bangunan dan 1.500 m2 untuk pembangunan sarana dan prasarana rumah susun. Penyediaan rumah susun diarahkan untuk menjawab backlog Kota Tangerang Selatan pada kawasan padat penduduk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Penertiban Penguasaan Tanah oleh Pihak Swasta. Peruntukan tanah di Kota Tangerang Selatan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yaitu Perda No.15 tahun 2011, pola ruang untuk kawasan budidaya yang diarahkan adalah perumahan kepadatan sedang dan tinggi, kawasan peruntukan pedagang dan jasa, perkantoran, industri, pariwisata, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), kawasan budidaya, pendidikan, Puspiptek. Kondisi saat ini pengembang swasta dapat langsung membebaskan tanah dari pemilik di Kota Tangerang Selatan terdapat beberapa pengembang swasta, yaitu Bumi Serpong Damai, Alam Sutra, Bintaro, Agung Sedayu Group, Bukit Serpong Mas, Paradise Serpong City, dengan penguasaan tanah di atas 5 Ha.

Konsolidasi tanah merupakan salah satu bentuk sumbangan tanah untuk pembangunan. (pasal 6 Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991. Di Kota Tangerang Selatan kebijakan konsolidasi tanah direncanakan menjadi kota atau permukiman baru, permukiman dengan tingkat pertumbuhan cukup pesat ( daerah pinggiran kota dan sepanjang jalan kota besar), bagian pinggir kota yang telah ada atau direncanakan sebagai jalan penghubung, permukiman padat dan tidak teratur (kumuh), berdasarkan RTRW direncanakan untuk pengembangan permukiman baru, permukiman dipinggiran kota yang penduduknya jarang dan memiliki akses ke jalan utama serta diperkirakan akan berkembang menjadi wilayah permukiman baru. Rencana pelaksanaan kebijakan konsolidasi tanah ini belum dilaksanakan secara terprogram baru tahap peruntukan untuk pertanian. Pelaksanaan konsolidasi tanah, tercantum pada gambar 7 berikut:

Sehubungan hal tersebut salah satu usaha penertiban penguasaan tanah oleh pihak swasta melalui rencana Pemerintah Kota Tangerang mengeluarkan kebijakan kepemilikan tanah oleh swasta, dengan memberlakukan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah yang saat ini masih dalam taraf pembahasan dan 90 % sudah final, mewajibkan kepada pihak swasta untuk menyerahkan 40 % dari luas keseluruhan tanah yang telah dikuasai, dikelola Pemerintah Kota Tangerang dengan peruntukan untuk Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial. Kewajiban tersebut disatukan dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Disamping itu juga kewajiban pengembang untuk menyediakan hunian berimbang, usaha kecil menengah, dan 2 % lahan untuk pemakaman dengan konpensasi bentuk tanah atau uang diserahkan kepada Dinas Kebersihan dan Pemakaman. Pencadangan Tanah Pencadangan tanah atau konsolidasi tanah merupakan salah satu penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan dan kawasan permukiman. (pasal 106 huruf b. UU No.1/2011).

Gambar 7. Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Sumber : Irwanto, 2016

Fase pelaksanaan konsolidasi tanah melalui tahap persiapan, kesepakatan, negosiasi dan perencanaan, implementasi. Prinsip dasar konsolidasi tanah adalah membangun tanpa menggusur, masyarakat berperan aktif serta menyumbangkan sebagian kecil tanahnya untuk fasum dan fasos, lingkungan tertata rapi, indah dan sehat, peningkatan nilai tanah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Rencana Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam peningkatan PAD, diantaranya melalui penetapan kebijakan penguasaan tanah yang tidak langsung dibebaskan oleh swasta tetapi dibeli dulu oleh pemerintah kota dan pihak swasta dapat membeli dari pemerintah, sehingga ada pertambahan nilai untuk Pendapatan Asli

10

Daerah (PAD). Kebijakan ini masih dalam tarap koordinasi kesepakatan antara Satuan Perangkat Daerah (SKPD). Selain itu melalui penertiban aset yaitu diberlakukannya Perda pengalihan aset dari swasta ke pemerintah dan aset perda induk antar kota dan kabupaten. Kondisi dana APBD saat ini yang disiapkan untuk pembelian tanah 16 milyar rupiah sedangkan harga tanah semakin mahal yaitu tahun 2015 sekitar 2 juta s/d 15 juta rupiah/m2. Hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat rata-rata 3 % pertahun. Mekanisme Pengadaan Tanah oleh Perumnas Revitalisasi Perum Perumnas sebagai Badan Pelaksanan Penyediaan Perumahan Rakyat sekaligus Pengelola Bank Tanah untuk Perumahan, di Kota Tangerang Selatan, belum memungsi sesuai ketentuan pasal 3 da 4 PP No.83 tahun 2015. Perum Perumnas dapat menguasai lahan melalui Hak Guna Banguna, (HGB), Hak Pengelolaan (HPL) dan hak pakai. Secara rinci penguasaan tanah oleh Perumnas tercantum pada gambar 8 dan 9 : Jual Beli Langsung dengan Pemilik Lahan dengan metode Penurunan Hak menjadi HGB

PERUMNAS

Pelepasan Hak dengan ganti rugi kepada pemilik lahan

Pelepasan hak dengan ganti rugi kepada pemilik lahan melalui Panitia Pengadaan Tanah

Gambar 8. Penguasaan tanah melalui jual beli dan pelepasan hak Sumber : Irwanto, 2016

Lahan Perumnas

Hak Pengelolaan (HPL)

Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Pakai

Kesimpulan Perkembangan perumahan dan permukiman sebagaimana tercantum pada RTRW Kota Tangerang Selatan, diarahkan pada wilayah Tangerang Selatan bagian barat. Pengembangan kawasan permukiman ini dilakukan dengan konsep pembangunan permukiman kepadatan sedang (rata – rata kapling bangunan 150 m2) dan permukiman kepadatan rendah (rata – rata kapling bangunan 200 m2). Backlog rumah di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014 mencapai 33.562 unit, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan daya dukung lahan, yang berpengaruh diantaranya terhadap kegiatan ekonomi dimana tanah tersebut berada akan menentukan perkembangan harga pasar dan harga rumah, dimana 35,70% berpenghasilan rendah (MBR), dengan kondisi menyebar di setiap kecamatan. Kecamatan Ciputat merupakan MBR terbesar sebanyak 43,30% dan yang terendah berada di Kecamatan Serpong utara . Hal ini diperlukan kebutuhan rumah berdasarkan segmentasi pendapatan. Pengaruh daya dukung lahan terhadap kebutuhan rumah, secara teoritis dan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa harus keserasian dan keseimbangan antara pembangunan dengan kemampuan daya dukung lingkungan fisik , sesuai peruntukan sebagai lahan budidaya. Saran

Diperlukan aplikasi kebijakan sesuai Perda No.15 tahun 2011 tentang RTRW, sesuai daya dukung lahan, untuk memenuhi kebutuhan perumahan, melalui pembangunan hunian vertikal sebagai solusi alternatif, karena keterbatasan lahan dan mahalnya harga lahan terutama di perkotaan. Kebijakan pengadaan lahan dalam bentuk pencadangan tanah oleh pihak swasta, perlu penertiban, sehingga kebijakan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan dalam menertiban kepemilikan tersebut akan dibatasi dan dikelola pemerintah berdasarkan Perda yang saat ini dalam tarap penyempurnaan di DPRD. UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar 9. Penguasaan tanah melalui HGB,HPL,HPK Sumber : Irwanto, 2016

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Pusat Litbang Permukiman, Kementerian PUPR,

KESIMPULAN DAN SARAN

Dinas Tata Kota Bangunan dan Permukiman Kota Tangerang Selatan. serta Satuan Kerja

11

Perangkat Daerah (SKPD) terkait dan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam mendapatkan data dan informasi untuk kelengkapan materi tulisan sehingga selesainya tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Agusrianto. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang menentukan Daya Dukung Lahan di Kabupaten Solok. https://scholar.unand.ac. (Diakses tanggal 1 Juni 2016). Badan Pusat Statistik. 2014. Banten dalam angka. Kota Tangerang Selatan, Banten : BPS. Bonnie L. Yegidis. Weinbach. Robert Myers. Laura. 2008. Research Methods for Social Workers. Seventh Edition. USA: Allyn & Bacon. Bellemare, Marc.F. 2012. Insecure Land Rights and Share Tenancy. Madagascar : University of Wisconsin Press. Dinas Tata Kota Bangunan dan Permukiman Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. 2014. Laporan Akhir Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Kawasan Permukiman (RP3KP). Ditjen Cipta Karya. 2015. Rencana Strategis. Jakarta: Kementerian PU-PR. Fitriansyah Budi. 2014. Pengaruh Daya DukungLahan dan Pertumbuhan Sektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Dharmasraya. Tesis. Padang: Universitas Andalas. Gabe Rossa Turpuk, Wendy Ivanal Hakim. 2014. Makna dan Nilai Tanah di Indonesia dalam Konteks Urban. Universitas Indonesia. Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional. Mataram, 19-20 November 2014. Handoko, Jarwa Prasetya. 2011. Optimalisasi Penerapan Kebijakan Ruang terbuka Hijau pada Perumahan sebagai Upaya Mewujudkan Perumahan yang Ramah lingkungan. Proceeding Seminar Nasional Kerjasama Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU dan Universitas Katolik Parahyangan. Bandung, 22-23 November 2011. Irwanto, Herry. 2016. Bahan tayangan Perum Perumnas. Diskusi Teknik : Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR. Bandung 30 Agustus 2016.

Kuswara. 2013. Daya Dukung Lahan untuk Pengembangan Perumahan di Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, dan pulau tunda. Jurnal Permukiman 8. Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU. Limbong Bernhard.2013. Bank Tanah. Jakarta: Pustaka Margareta. Mutaqi Ahmad Saifudin. 2012. Pengembangan Perumahan Berbasis Infrastruktur Berkelanjutan. Seminar Nasional. Kerjasama Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU dan Universitas Katolik Parahyangan. Bandung, 22-23 November 2011. Nurmadi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan : aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan dan Metropolitan di Indonesia. Yogyakarta: Sinergi Publising. Nurdini Allis. 2011. Alternatif Penyediaan Tanah dan Hunian Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Perkotaan. Proceeding Seminar Nasional Kerjasama Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU dan Universitas Katolik Parahyangan. Bandung, 22-23 November 2011. Nur Hambara Nugraha .2013. Analisis Daya Dukung Lahan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Boyolali. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peraturan BPN No.4 tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan No. 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan No. 03 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan Pemerintah No.83 Tahun 2015 tentang Perum Perumnas Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Prayitno Budi, Alfredo. Paramita Mahdatia. 2012. Perlindungan Hak Bermukim MBR dan Warga Miskin Perkotaan. Jakarta: Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Prilia Ayu. 2012. Pengaruh Kesesuaian Lahan untuk Permukiman terhadap Daya Dukung Lahan. Jurnal Universitas Taruma Negara V (5) www.prillygeoreathy.blogspot.co.id. (Diakses tanggal 23 Mei 2016). Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU-PR. 2015. Penyusunan Konsep Pedoman

12

Penataan Kawasan Padat Huni Kumuh di Perkotaan. Laporan Akhir. Putra Petra. 2015. Pengaruh Daya Dukung Lingkungan terhadap Eksistensi Rumah Kaki Seribu (Distrik Hingk.Kab.Pegunungan Arfak, Papua Barat. Proceeding Seminar Arsitektur Tradisional .Balai Pusat Perumahan Tradisional. Denpasar 21 Oktober 2015 Rianto Nanang. 2012. Uji Coba Instrumen Pengukuran Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman. Jurnal Sosial ekonomi Pekerjaan Umum 4 (3) November 2012. Rosa Yulinda. 2015. Public Perception of House in Cirebon. Journal of Human Settlements Vo.7 (2) September 2015. Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU-PR. Samsidar Yulianti, Indarti Komala Dewi, Bayu Wirawan. 2012. Daya Dukung Lahan untuk Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Program Studi PWK Fakultas Teknik Universitas Pakuan .Lampung. V (4) Mei. 2012. Silalahi M. Daud. 2011 Penegakan Hukum didalam Hukum Lingkungan di Indonesia. Edisi Revisi. Bandung : PT. Alumni. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Research and Development. Cetakan ke 21. Bandung: Alfabeta. Supriadi. 2015. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Syarif, Koto Zulfi. 2011 Politik Pembangunan Perumahan Rakyat di Era Reformasi. Jakarta: Hausing and Urban Development Institute (HUD). Wulan Rian. Rani Widyahantari. Heni suhaeni. Puthut Samyahardja. Wahyu Yodhakersa. 2015. Pengkajian Penyediaan Sarana Prasarana Permukiman Berdasarkan Daya Dukung. Jurnal Permukiman 10 November 2015. Bandung: Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU-PR. Yulia Lia Iriani. 2011. Substansi Pengaturan Penyediaan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Era Otonomi Daerah. Proceeding Seminar Nasional Kerjasama Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU dan Universitas Katolik Parahyangan. Bandung, 22-23 November 2011.

13