PENERAPAN AKUNTANSI ZAKAT DAN INFAK/SEDEKAH PADA BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KOTA GORONTALO Imran Danial Akuntansi/S1 Akuntansi Asbtrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan tentang penerapan akuntansi zakat dan infak/sedekah pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yakni analisis yang dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari sumber data kemudian dibandingkan dengan teori – teori yang sesuai dengan objek yang diteliti. Dari hasil pengumpulan dan analisis data, diperoleh data yang menunjukkan bahwa Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo belum menerapkan akuntansi zakat dan infak/sedekah yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Baik dari segi pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan. Kata kunci: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
Pendahuluan Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat, berinfaq, dan sedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim. Agar zakat yang dikeluarkan oleh seseorang dapat mencapai sasaran penerima yang berhak, maka diperlukan organisasi yang khusus menangani zakat. Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ) merupakan organisasi yang mendapat tanggung jawab (amanah) dari para muzakki untuk menyalurkan zakat yang telah mereka bayarkan kepada masyarakat yang membutuhkan secara efektif dan efisien. Di Gorontalo, khususnya di Kota Gorontalo terdapat peraturan daerah yang khusus mengatur tentang zakat, yaitu Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2008. Berdasarkan PERDA tersebut dibentuk sebuah lembaga amil yang mengelola zakat mulai dari pengumpulan sampai pendistribusiannya, yang sekarang dikenal dengan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo (masih mengacu pada UU no 38 tahun 1999). Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo selalu bekerja sama dengan Pemerintah Kota Gorontalo,
mulai dari pengumpulan zakat bahkan sampai
pendistribusiannya. Oleh karena itu disetiap penyaluran zakat yang dilakukan oleh BAZDA Kota Gorontalo selalu dimediasi oleh Pemerintah Kota Gorontalo, sehingga penyalurannya bisa merata sampai ke seluruh kelurahan yang ada di Kota Gorontalo. (Radar Gorontalo: 2012). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengelolaan zakat jika ditinjau dari sudut penerapan akuntansinya, sehingga menjadi latar belakang penulis untuk mengadakan penelitian yang mengangkat judul “Penerapan Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah Pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo.”
Metode Penulisan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan Pendekatan Penelitian Lapangan (Field Research). Data yang dikumpulkan guna untuk mendukung penelitian ini adalah benar-benar data yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya yaitu data yang diperoleh dari:
1.
Sumber data primer Dalam usaha mengumpulkan data dan informasi yang akurat maka peneliti menggunakan pendekatan secara teratur dengan kegiatan para karyawan bagian administrasi keuangan di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo, artinya peneliti secara langsung mengamati proses penerapan akuntansi yang digunakan. Pengambilan data melalui kegiatan tanya jawab (wawancara) yang sudah peneliti rencanakan sebelumnya, serta pengamatan secara langsung ke objek (lokasi dan tempat) penelitian. Sehingga melalui data ini peneliti dapat secara langsung dapat mengumpulkan data dari objek penelitian tersebut.
2.
Sumber data sekunder Sebagai sumber pendukung dalam melakukan penelitian, maka peneliti menggunakan buku-buku dan jurnal penelitian, sebagai contoh dan panduan dalam mendukung kegiatan penelitian ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Observasi 2. Wawancara 3. Kepustakaan 4. Teknik dokumentasi teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif guna untuk membantu menggambarkan dan menjelaskan secara keseluruhan kegiatan penerapan akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat yang diteliti.
Tahap penelitian. Tahap pertama adalah proses penyusunan proposal penelitian dengan diawali studi pendahuluan terhadap objek yang akan diteliti yaitu Akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo, serta penggunaan kajian teori yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan judul penelitian. Tahap kedua adalah pengembangan desain penelitian, peneliti menentukan instrument penelitian untuk pengumpulan data yang sesuai dengan penelitian kualitatif, dalam hal ini peneliti menggunakan instrument pengumpulan data trianggulasi yaitu penggambungan antara pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Tahap ketiga tahap penelitian sebenarnya, peneliti menggunakan metode dan prosedur penelitian yang akan dijelaskan pada bab hasil penelitian. Penjelasan ini dapat berupa data yang disajikan dengan topik yang sesuai dengan pertanyaan dalam penelitian, kemudian hasil temuan dilapangan oleh peneliti dikaitkan dengan teori yang telah disajikan sebelumnya pada bab kajian teori. Tahap keempat adalah penulisan laporan, dalam hal ini peneliti menyusun hasil atau data yang diperoleh di lapangan menjadi skripsi.
Hasil Badan Amil Zakat Daerah Kota Gorontalo yang berkantor di jalan Nani Wartabone Kelurahan Ipilo Kota Timur Kota Gorontalo berdiri berdasarkan keputusan Walikota nomor 150 tahun 2009 tentang pembentukan pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kota Gorontalo. Badan Amil Zakat Daerah Kota Gorontalo sebenarnya telah dibentuk sejak lama. akan tetapi karena belum optimalnya pengelolaan zakat hingga tahun 2008 maka direshuffle lagi kepengurusan yang baru pada tahun 2009 sebagai tindak lanjut atas keputusan menteri agama nomor 373
tahun 2003 tentang pelaksanaan undang–undang nomor 38 tahun 1999 yang sekarang telah diubah dengan undang–undang nomor 23 tahun 2011. Tahun 2009 BAZDA Kota Gorontalo lebih memfokuskan pada penggodokan undang–undang tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekah di Kota Gorontalo. Selain itu pada tahun 2009 juga BAZDA Kota Gorontalo membentuk susunan pengurus mulai dari dewan pertimbangan, komisi pengawas hingga badan pelaksana. Selain itu ditahun yang sama yakni pada tahun 2009 BAZDA Kota Gorontalo melakukan sosialisasi yang merujuk pada keputusan Walikota Gorontalo nomor 150 tahun 2009. Hal ini dilakukan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat dan lainnya sesuai dengan tuntunan agama Islam dan mengembangkan fungsi BAZDA Kota Gorontalo sebagai jaringan pengaman sosial dalam rangka mensejahterakan masyarakat yang berkeadilan. Kegiatan sosialisasi tersebut diikuti oleh hampir seluruh pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah Kota Gorontalo. Pada tahun 2009 itu juga BAZDA Kota Gorontalo langsung melakukan kegiatan pengumpulan zakat, infaq dan sedekah dari instansi–intsansi dan perusahaan daerah di lingkungan pemerintah kota Gorontalo. Masih pada tahun yang sama yakni pada tahun 2009 BAZDA Kota Gorontalo juga langsung melakukan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan sedekah yang bertujuan untuk memberikan dan meningkatkan kepercayaan serta kesadaran masyarakat dalam menunaikan ibadah zakat, infaq dan sedekah, membantu para dermawan dan muzakki dalam menyalurkan zakat, infak dan sedekah, menumbuhkan rasa sosial kepada sesama serta yang paling penting adalah dapat membantu orang–orang yang berhak atas dana zakat tersebut (Mustahik). Dasar hukum berdirinya Badan Amil Zakat Daerah Kota Gorontalo adalah: 1. Quran surah At-taubah ayat 103. 2. Undang–undang no 38 tahun 1999 yang sekarang telah dirubah menjadi undang–undang no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. 3. Undang–undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
4. Keputusan presiden Republik Indonesia no 8 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat. 5. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 373 tahun 2003 tentang pelaksanaan undang–undang nomor 38 tahun 1999 yang sekarang telah dirubah menjadi undang–undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. 6. Keputusan direktur jenderal bimbingan masyarakat Islam dan urusan haji departemen agama Republik Indonesia nomor D/291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat. 7. Perda nomor 10 tahun 2008 tentang zakat. 8. Keputusan Walikota Gorontalo tahun 2009 tentang pembentukan Pengurus Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo. Transaksi dan kegiatan Pencatatan akuntansi Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo: 1. Pengakuan Penerimaan dan pengeluaran zakat dan infak/sedekah di BAZDA Kota Gorontalo diakui pada saat dana zakat dan infak/sedekah diterima atau dikeluarkan. akan tetapi dana yang masuk hanya berpengaruh pada kas zakat dan infak/sedekah saja. 2. Pengukuran setelah pengakuan awal Ketika terjadi penurunan nilai aset tetap di BAZDA kota Gorontalo tidak dicatat. 3. Penyaluran Zakat dan Infak/Sedekah Penyaluran zakat yang disalurkan kepada mustahik dicatat mengurangi kas zakat dan infak/sedekah. 4. Pencatatan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo menganut pencatatan akuntansi yang menggunakan sistem tata buku tunggal (Single Entry Bookkeeping).
Pembahasan 1. Pengakuan Penerimaan dan pengeluaran zakat dan infak/sedekah di BAZDA Kota Gorontalo diakui pada saat dana zakat dan infak/sedekah diterima atau dikeluarkan. akan tetapi dana yang masuk hanya berpengaruh pada kas zakat dan infak/sedekah saja. Hal ini tentu tidak sesuai dengan PSAK no. 109 tentang akuntansi zakat dan Infak/Sedekah, karena menurut PSAK tersebut penerimaan dan pengeluaran zakat dan infak/sedekah dapat mempengaruhi juga saldo dana zakat. 2. Pencatatan
Pengelola dana zakat dan infak/sedekah khususnya bagian keuangan perlu memahami tata cara pencatatan akuntansi untuk organisasi pengelola zakat. Organisasi pengelola zakat merupakan organasasi non profit yang memerlukan sistem akuntansi dan pencatatan yang berbeda dengan organisasi bisnis yang bersifat profit motive. Sifat khas lainnya dari organisasi pengelola zakat adalah adanya aturan syar’i yang harus diikuti. Hal ini menimbulkan konsekuensi tata cara pencatatan akuntansi zakat juga memiliki keunikan tersendiri yang mungkin dsalam beberapa hal tidak dijumpai pada organsasi bisnis maupun nonprofit yang lain selain organisasi pengelola zakat. Berdasarkan data dan pengamatan yang penulis dapatkan di lapangan, penulis menemukan bahwa Badan Amil Zakat Daerah Kota Gorontalo menganut pencatatan akuntansi yang menggunakan sistem tata buku tunggal (Single Entry Bookkeeping). Pembukuan tunggal ini mencatat transaksi akuntansi hanya sekali, hanya untuk mencatat penerimaan kas, pengeluaran kas serta saldo akhir kas.
Pembukuan tunggal pada umumnya diikuti dengan akuntansi basis kas (cash basis) yaitu dasar pencatatan transaksi berdasarkan diterima atau dikeluarkannya kas. Sistem tata buku tunggal dengan pendekatan basis kas memang memiliki kelebihan, tetapi juga mengandung kelemahan yang mendasar. Kelebihan sistem ini adalah sederhana, mudah dan objektif dalam mengukur kas. Akan tetapi kelemahan sistem tata buku tunggal dengan basis kas tersebut adalah tidak dapat menginformasikan posisi aset, kewajiban dan ekuitas organisasi. Sistem tata buku tunggal tidak mampu menghasilkan laporan keuangan neraca. Selain itu, sistem tata buku tunggal juga sulit dalam pengauditan, kurang mampu menginformasikan kinerja secara komperhensif dan mudah terjadi manipulasi. Hal ini agak bertentangan dengan PSAK No 45 tentang pelaporan akuntansi keuangan organisasi nirlaba, dimana menurut PSAK tersebut organisasi nirlaba sebaiknya menggunakan sistem tata buku berpsasangan (double entry bookkeeping) dengan pendekatan basis akrual, karena sistem tata buku berpasangan dengan basis akrual ini dapat menginformasikan aset, kewajiban, dan ekuitas bersih organisasi yang tidak mungkin akan dihasilkan oleh sistem pencatatan tata buku tunggal. Jika dilihat dari aspek historis, sistem pembukuan berpasangan ini sebenarnya juga merupakan salah satu warisan tradisi islam. Sistem tata buku berpasangan mencatat transaksi akuntansi secara berpasangan yakni dalam setiap transaksi pasti ada akun yang dicatat pada sisi debit dan ada akun yang dicatat di sisi kredit. Sehingga jumlah sisi debit dan kredit selalu seimbang (Balance). Pencatatan debit dan kredit dalam sistem tata buku berpasangan ada aturannya. Aturan debit dan kredit tersebut didasarkan pada persamaan akuntansi yang bersifat
logis dan rasional yang menggunakan pendekatan persamaan aritmatika. Oleh karena itu, siapapun sebenarnya bisa memahaminya apabila telah paham logika akuntansi tersebut. Terdapat persamaan dasar akuntansi sebagai landasan penyajian laporan keuangan. Persamaan dasar akuntansi tersebut dibedakan untuk persamaan akun riil (neraca) dan dengan persamaan untuk akun nominal (laporan sumber dan penggunaan dana). 3. Pelaporan Menurut Undang–Undang No. 23 tahun 2011 pasal 29 disebutkan bahwa setiap lembaga amil zakat/organisasi pengelola zakat wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat dan infak/sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya secara berkala. Sama halnya dengan organisasi pengelola zakat lainnya, BAZDA Kota Gorontalo juga membuat laporan pelaksanaan pengelolaan zakat dan infak/sedekah setiap bulannya. Namun karena BAZDA Kota Gorontalo sekarang ini masih melakukan pencatatan dengan sistem tata buku tunggal (single entry accounting) dengan pendekatan basis kas (Cash Basis) maka laporan yang dihasilkanpun hanyalah laporan penerimaan dan pengeluaran saja. Semua transaksi yang berhubungan dengan penrimaan dan pengeluaran kas direkap dan disusun berdasarkan tanggal terjadinya transaksi kemudian di hitung akumulasi dari total penerimaan yang dikurangkan dengan total pengeluaran dan menghasilkan sisa saldo. Disetiap transaksi penerimaan dan pengeluran kas dilampirkan bukti transaksi, surat keputusan dan bukti – bukti transaksi pendukung lainnya. Hal ini tentu sangat jauh dari standar akuntansi zakat yang terdapat dalam Pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 109 tentang pengelolaan zakat.
Standar akuntansi zakat yang terdapat dalam PSAK No 109 menyatakan bahwa laporan keuangan yang seharusnya ada dalam laporan keuangan setiap organisasi pengelola zakat adalah: 1. Neraca (Laporan Posisi Keuangan) 2. Laporan perubahan dana 3. Laporan perubahan aset kelolaan 4. Laporan arus kas dan 5. Catatan atas laporan keuangan. Standar akuntansi zakat merupakan pedoman yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran dan pelaporan keuangan. Standar akuntansi zakat mengatur tentang bagaimana suatu transaksi diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengukurnya, serta bagaimana mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Tujuan standar akuntansi zakat adalah agar laporan keuangan bisa lebih mudah dipahami bagi para pengguna laporan, agar tidak terjadi kesalah pahaman antara penyaji laporan dengan pembaca laporan, serta agar terdapat konsistensi dalam pelaporan
sehingga
laporan
keuangan
dapat
memiliki
daya
banding
(comaparability). Dengan adanya standar akuntansi maka dapat dilakukan perbandingan kinerja antar kurun waktu dan dengan organisasi sejenis lainnya. Standar akuntansi zakat juga menjadi dasar bagi auditor dalam proses audit, karena pada dasarnya audit adalah memeriksa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen organisasi pengelola zakat apakah sudah disajikan sesuai dengan standar akuntansi zakat yang telah ditetapkan.
Simpulan 1. Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo menggunakan sistem pencatatan tata buku tunggal atau single entry accounting yaitu pencatatan yang
hanya dilakukan sekali dan hanya dapat mempengaruhi akun kas
tanpa
mempengaruhi akun–akun yang lain. 2. Dalam hal pengakuan pencatatan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo menerapkan pendekatan Cash Basis, dimana pencatatan dilakukan ketika terjadi transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas. 3. Proses penyusunan laporan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo dimulai dengan pengumpulan bukti–bukti transaksi, kemudian dicatat dalam buku penerimaan kas untuk transaksi penerimaan kas, dan buku pengeluaran kas untuk transaksi pengeluaran kas Kemudian direkap dalam laporan penerimaan dan pengeluaran dan dilaporkan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban untuk setiap transaksi pengeluaran yang dilampirkan dengan bukti–bukti transaksi untuk setiap jenis pengeluaran. 4. Kebijakan akuntansi dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen amil tidak dilampirkan dalam laporan keuangan. 5. Pada prinsipnya perlakuan akuntansi pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo belum menerapkan akuntansi zakat yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109.
5.2.
Saran
1. Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo sebaiknya menerapkan perlakuan Akuntansi Zakat yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109 agar pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah dapat tersaji dengan tepat.
2. Badan amil zakat yang berfokus pada aktivitas pengembangan ummat membutuhkan tenaga akuntansi yang handal dan terampil sebagai media dalam penilaian profesional dan akuntabilitas lembaga amil, oleh karena itu sebaiknya diadakan pelatihan bagi para tenaga keuangan atau akuntansi dalam jajaran kepengurusan pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kota Gorontalo secara berkelanjutan, sehingga para tenaga keuangan dapat mengetahui dan menerapkan aturan-aturan mengenai akuntansi keuangan khususnya tentang akuntansi zakat secara tepat. 3. Pengadaan perangkat lunak (software) akuntansi, bisa dijadikan salah satu pertimbangan dalam melaksanakan tugas-tugas lembaga amil. Software ini memudahkan pekerjaan bagian akuntansi dalam mencatat setiap transaksi yang terjadi. Dengan adanya bantuan software akuntansi zakat maka informasi mengenai posisi keuangan lembaga amil dapat dihasilkan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya. Akbar Chaerul, 2012. Penerapan Konsep Pajak Pada Zakat. Sulawesi Selatan: Universitas Hasanudin Makasar. Aprilia Ningsih, 2006. Penerapan Akuntansi Zakat Pada Badan Amil zakat Kabupaten Malang. Jawa Timur. Universitas Muhammadiyyah Malang. Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara Jauhari, Heri. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia Mahmudi. 2003. Pengembangan Akuntansi Zakat Dengan Tehnik Fund Accounting. Yogyakarta: UII. Mahmudi. 2009. Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Yogyakarta: P3EI Press. Moeleong, Lexy. 2008. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mursyidi. 2003. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Qhardhawi, Yusuf. 1991. Hukum Zakat. Jakarta: Lintera Indonesia Sapingi Raedah dkk, 2011. A Study On Zakah of Employment Income :Factors that’s Influence Academic Intention To Pay Zakah. Pahang Malaysia. University Tenaga Nasional. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sutarto 2002. Dasar–Dasar Organisasi Gajah mada University press: Yogyakarta. http://islamattrigonal.blogspot.com/2010/12/dasar-dasar-akuntansi- zakat.html http://senyummu13.wordpress.com/2012/04/10/akuntansi-zakat-infak-danshodaqoh/ http://mursyidi.wordpress.com/