SELF EFFICACY PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI

Download memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi .... khususnya dalam bidang psikologi sosial...

0 downloads 315 Views 247KB Size
Self Efficacy Pada Mahasiswa Setelah Mengikuti Kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gunadarma Indah Setiani Program Sarjana, Universitas Gunadarma Sebagai generasi muda, mahasiswa selalu dianggap sebagai sosok yang dapat berpikir kritis dan realistis. Baik itu menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, hak asasi maupun berbagai permasalahan lain yang mengharuskan mahasiswa untuk menyikapi dan menyuarakan pemikirannya Dalam hal ini Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memiliki peranan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dalam lingkungan kampus. Melalui kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), mahasiswa dapat memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dengan melaksanakan berbagai program. Selama menjalani proses tersebut mahasiswa akan lebih aktif untuk mengembangkan self efficacy yang dimiliki melalui keikutsertaan mahasiswa dalam organisasi seperti BEM saat mereka menjalani pendidikan di Universitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self efficacy pada mahasiswa setelah mengikuti kegiatan BEM. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi self efficacy pada mahasiswa BEM. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006), serta pengumpulan data dengan teknik wawancara informal dan metode observasi non partisipan. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi minimal satu tahun di Universitas Gunadarma. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak sekali tantangan yang dihadapi ketiga subjek dalam mengerjakan tugas-tugasnya selama mengikuti kegiatan BEM, seperti mengatur kesesuaian antara waktu kuliah dan kegiatan organisasi, tugas yang deadline, perbedaan pendapat dari masing-masing anggota, namun ketiga subjek tetap yakin bahwa mereka mampu menyelesaikannya. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan mengikuti kegiatan BEM, mahasiswa dapat memiliki self efficacy yang tinggi. Ketiga subjek juga mengakui bahwa dengan mengikuti kegiatan BEM selama ini membuat masing-masing mengalami perubahan yang positif seperti dalam hal beradaptasi dan bersosialisasi yang lebih baik. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar rekan-rekan mahasiswa terinspirasi untuk mengikuti kegiatan organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Kata Kunci : Self Efficacy, Mahasiswa, BEM

A. Latar belakang masalah Mahasiswa bukanlah seorang siswa lagi. Di dunia perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk lebih kreatif, mandiri dan bertanggung jawab. Committee on the College Student (dalam Ambarani, 2005) mengungkapkan bahwa masa perkuliahan merupakan masa yang dapat menimbulkan stres karena membawa perubahan pada masa peralihan dari sekolah lanjutan ke perguruan tinggi. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa selalu dianggap sebagai sosok yang dapat berpikir kritis dan realistis. Sebagai bagian dari generasi muda (pemuda), status kemahasiswaannya menyandang nilai lebih dari pemuda lainnya. Melalui kajian-kajian dan berbagai pemikiran yang ilmiah, mahasiswa diharapkan mampu menangkap dan menganalisis setiap perubahan dan dinamika kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Baik itu menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, hak asasi maupun berbagai permasalahan lain yang mengharuskan mahasiswa untuk menyikapi dan menyuarakan pemikirannya (Basuki, 2009). Oleh karena itu, untuk dapat menyuarakan aspirasinya, tentunya mahasiswa memerlukan wadah sebagai penyalur yang dapat berupa organisasi kemahasiswaan yang cukup banyak tersedia di dalam maupun di luar kampus. Pada dasarnya semua organisasi sama karena sama-sama merupakan sarana untuk berkumpul sesama mahasiswa. Banyak nilai positif dan negatif yang bisa diambil dari sebuah organisasi. Dalam buku pedoman Universitas Gunadarma (2005) dituliskan bahwa organisasi mahasiswa merupakan bagian terpadu dari sarana pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Kegiatan mahasiswa yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa merupakan sarana pembelajaran, latihan kepemimpinan, dan kerjasama sebagai upaya memperkuat jati diri. Salah satu organisasi yang terdapat dalam perguruan tinggi adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau disebut juga Senat Mahasiswa yang merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa di lingkungan kampus yang diakui oleh Departemen Pendidikan Nasional, disamping organisasi lain yang sifatnya keminatan.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai perwakilan mahasiswa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dalam lingkungan kampus, bertugas merencanakan dan menetapkan program kegiatan kemahasiswaan di lingkungan kampus. BEM dipimpin oleh seorang ketua BEM yang dibantu oleh para pengurus dan dipilih oleh mahasiswa. Sebagai salah satu gerakan mahasiswa, BEM memiliki peranan yang sangat strategis, diantaranya kepercayaan dan apresiasi masyarakat yang masih cukup besar terhadap mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang membela kepentingan rakyat. Menurut Trimarsanto (dalam Basuki, 2009) bila diamati dengan jeli dikaitkan dengan aktivitas mahasiswa di kampus, ternyata terdapat dua jenis sosok mahasiswa, yang pertama sosok mahasiswa yang apatis (tidak peduli) terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kedua adalah sosok mahasiswa yang aktif di organisasi kemahasiswaan. Mahasiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan yang dalam penelitian ini adalah BEM merupakan mahasiswa yang pada umumnya hanya memikirkan aktivitas perkuliahannya saja. Segala sesuatunya diukur dengan pencapaian kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi serta berupaya menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan sosok mahasiswa aktivis dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah mahasiswa yang menjalankan aktivitas perkuliahan tapi juga menyempatkan diri untuk mengikuti aktivitas organisasi kemahasiswaan sehingga memiliki keahlian yang lebih dalam mengahadapi situasi. Melalui kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), mahasiswa dapat memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dengan melaksanakan berbagai program yang akan dikerjakan, misalnya mengadakan seminar, talk show, kuliah umum, kegiatan sosial, dan sebagainya.

Untuk mengadakan acara tersebut

diperlukan kerja sama dan loyalitas dari setiap mahasiswa yang terlibat dalam acara ini dan setiap ketua departemen maupun anggotanya harus siap untuk menghadiri rapat pada waktu yang ditentukan. Dalam keadaan seperti ini, secara tidak langsung mahasiswa belajar untuk dapat menyampaikan pendapatnya, belajar untuk dapat menerima aspirasi yang diberikan oleh anggota lainnya, selain itu juga mereka dapat belajar mengatasi hambatan yang dihadapi pada saat

melaksanakan suatu acara. Dalam proses pelaksanaan tersebut, dapat diketahui beberapa hal, seperti adanya minat yang tinggi terhadap suatu bidang, kemampuan penguasaan dalam suatu bidang, berbagai strategi untuk melaksanakan suatu acara, serta pemikiran-pemikiran baru yang didapat dari banyak pihak. Dalam suatu kegiatan organisasi, seorang mahasiswa diharapkan mampu untuk melaksanakan program-program yang akan dijalankan sesuai dengan visi dan misi dari kegiatan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Broadhead (dalam Ambarani, 2005) menemukan bahwa usaha untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mendapatkan dan menerima dukungan sosial dapat dilakukan dengan bergabung dengan suatu organisasi dalam masyarakat yang dalam konteks perkuliahan adalah organisasi kemahasiswaan yang terdapat di dalam kampus. Oleh karena itu, dengan melakukan tanggung jawab sebagai aktivis ini, terutama sebagai pimpinan dapat meningkatkan self efficacy, dimana Baron & Byrne (2004) mengungkapkan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau mengatasi sebuah hambatan. Seorang mahasiswa yang mengikuti kegiatan BEM dengan self efficacy tinggi pada umumnya akan bertindak untuk menyelesaikan tugas yang diberikan sehingga mencapai visi dan misi yang telah disepakati bersama. B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran self efficacy pada mahasiswa setelah mengikuti kegiatan BEM ? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi self efficacy pada mahasiswa BEM? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self efficacy pada mahasiswa setelah mengikuti kegiatan BEM. Disamping itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi self efficacy pada mahasiswa BEM.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi sosial mengenai self efficacy yang di kutip dari teori Bandura (1986) serta menambah pengetahuan atau referensi untuk bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya yang hendak meneliti mengenai self efficacy dan kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 2. Manfaat Praktis Dengan dilaksanakannya penelitian ini, semoga dapat menambah pengetahuan, pemahaman, dan wawasan mengenai self efficacy pada kalangan mahasiswa agar terinspirasi untuk aktif dalam berorganisasi dan lebih meyakini kemampuannya untuk menghadapi berbagai tantangan sebagai generasi muda. Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan pihak Universitas dapat mengembangkan

program-program

yang

dapat

menunjang

semakin

meningkatnya self efficacy mahasiswa melalui program kemahasiswaan dan pembimbingan akademis. E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan harapan bahwa seseorang atas usaha-usaha pribadinya mampu menguasai situasi-situasi dan menciptakan hasil-hasil yang diinginkan (Hall dan Lindzey, 1993). Bandura (1986) menyatakan bahwa self efficacy merupakan masalah kemampuan yang dirasakan individu untuk mengatasi situasi khusus sehubungan dengan penilaian atas kemampuan untuk melakukan satu tindakan yang ada hubungannya dengan tugas khusus atau situasi tertentu. Sedangkan Brehm dan Kassin (dalam Wangmuba, 2009), mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk menghasilkan out come yang diinginkan dalam suatu situasi.

Pervin (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa self efficacy adalah kemampuan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Lebih lanjut Baron dan Byrne (2004) mengungkapkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau mengatasi sebuah hambatan. Berdasarkan berbagai pengertian sebelumnya memberikan pemahaman bahwa self efficacy merupakan kemampuan seseorang untuk menguasai situasi atas usaha-usaha pribadinya serta keyakinan seseorang untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam mencapai tujuan dan mengatasi sebuah hambatan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy Bandura (1986) berpendapat bahwa self efficacy dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : a. Sifat tugas yang dihadapi Meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas dari tugas yang diberikan. Semakin sulit dan kompleks suatu tugas yang dihadapi, maka semakin besar kecenderungan individu menilai rendah kemampuannya untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut, demikian juga sebaliknya. b. Insentif eksternal yang diterima Apabila individu berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik dan diberi reward yang positif oleh orang lain, maka akan dapat meningkatkan self efficacy. Semakin besar reward tersebut, semakin tinggi self efficacy. c. Status atau peran individu dalam lingkungan Apabila individu dalam lingkungannya memiliki peran sebagai pemimpin, maka self efficacy individu tersebut cenderung lebih tinggi daripada individu yang berperan sebagai bawahan. Individu pemimpin biasanya kemauan atau perintahnya akan dituruti oleh bawahan, sehingga menambah keyakinan dirinya yang berarti meningkatkan self efficacy. d. Informasi tentang kemampuan diri Setiap individu dapat diyakinkan secara verbal oleh lingkungannya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas

yang diberikan. Apabila individu mendapatkan informasi bahwa dirinya mampu dan memiliki kompetensi dalam bidang tertentu, hal ini dapat menambah keyakinan akan kemampuan dirinya dalam mengerjakan suatu tugas yang berarti self efficacy individu itu meningkat, dan sebaliknya bila mendapat informasi bahwa individu tersebut tidak mampu dalam bidang tertentu, maka hal ini

dapat mengurangi keyakinan akan kemampuan

dirinya dalam mengerjakan suatu tugas yang berarti self efficacynya akan rendah. 3. Dimensi Self Efficacy Menurut Bandura (1997) self efficacy pada individu

terdiri dari tiga

dimensi, yaitu : a. Magnitude Dimensi ini berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang dapat dicapai. Jika seseorang dihadapkan pada suatu tugas yang tersusun menurut tingkat kesulitannya masing-masing, maka akan lebih cenderung memilih tugas yang lebih mudah dan sederhana, dan dilanjutkan dengan tugas yang lebih sulit sampai dengan tugas yang sangat sulit yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan pada masing-masing tingkat. Individu yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan memilih mengerjakan tugas yang sifatnya sulit dibandingkan tugas yang sifatnya mudah. b. Generality Dimensi ini berkaitan dengan suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu. Ada yang terbatas pada tingkah laku khusus dan ada yang meliputi berbagai bidang tingkah laku. Setiap individu memiliki keyakinan yang berbedabeda

sesuai dengan tugas-tugas yang berbeda pula dan ruang lingkup

tugas-tugas yang dilakukan bisa berbeda pula. c. Strenght Dimensi ini berhubungan dengan derajat kemantapan individu terhadap keyakinannya dalam meraih kesuksesan pada setiap tugas. Dimensi ini juga

berkaitan langsung dengan dimensi magnitude dimana semakin tinggi taraf kesulitan tugas yang dihadapi, maka akan semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. 4. Cara mengembangkan self efficacy Menurut Watson & Thramp (dalam Santrock, 1999) secara umum self efficacy dapat dikembangkan melalui empat cara, yaitu : a. Pertama, dengan memilih hal-hal yang diharapkan dapat dicapai atau dipenuhi. Seiring dengan berjalannya waktu, individu akan dapat terlatih untuk memilih sasaran yang kian tinggi dan memilih kesulitan yang tinggi untuk dicapai. b. Kedua, dengan memisahkan kinerja yang terjadi di masa lalu dengan kegiatan atau aktivitas yang sedang dilakukan individu. Hal ini penting untuk dilakukan karena individu harus belajar banyak dari apa yang telah terjadi di masa lalu, bahwa misalnya dirinya tidak boleh melakukan kesalahan dan kegagalan yang sama. Kegagalan di masa lalu adalah suatu cara untuk dapat mengembangkan strategi yang lebih baik lagi dalam berusaha di masa sekarang dan yang akan datang. c. Ketiga, tetap menjaga hasil kinerja yang baik yang sudah dimiliki. Memiliki kesadaran akan kesuksesan yang telah didapat adalah penting artinya untuk tidak menjadi lengah dan tetap fokus terhadap tujuan-tujuan lainnya di masa mendatang. d. Keempat, dengan membuat daftar situasi atau keadaan mulai dari yang paling sulit ke yang paling mudah dihadapi, keyakinan bahwa individu dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil-hasil yang positif. Coping dapat dilakukan pada keadaan yang paling mudah untuk dihadapi dan berbekal keberhasilan yang diperoleh individu dapat mulai untuk menghadapi keadaan yang sulit berikutnya. Langkah-langkah tersebut penting dilakukan guna menembangkan self efficacy yang dimiliki individu dalam menghadapi berbagai tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakannya.

5. Pengertian BEM Badan

Eksekutif

Mahasiswa

(BEM) merupakan

perwakilan

mahasiswa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dalam lingkungan kampus. BEM bertugas merencanakan dan menetapkan garisgaris besar program kegiatan kemahasiswaan di lingkungan kampus. Kepengurusan yang

telah

tersusun

menjabat selama satu tahun. BEM

dipimpin oleh seorang ketua BEM yang dibantu oleh para pengurus dan dipilih oleh mahasiswa (BEM Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, 2009) 6. Tujuan berdirinya BEM Marsudi (2008) mengungkapkan tujuan didirikannya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah : a. Membentuk masyarakat mahasiswa yang berpotensi, berkeadilan, dan sejahtera. b. Menjadi pelopor pergerakan mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi. c. Menjadi wadah intelektual mahasiswa dalam tataran pemikiran. d. Mengoptimalkan pelayanan terhadap mahasiswa dalam upaya mendukung peningkatan

kompetensi

mahasiswa

dan

keberlangsungan

proses

pendidikan. 7. Peranan BEM Marsudi (2008) menyatakan, sebagai salah satu jalur dari pembinaan kemahasiswaan, BEM memiliki peranan sebagai berikut : a. Sebagai wadah Sebagai wadah yang dapat menampung kebutuhan, menyalurkan minat dan kegemaran, meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjadi wadah kegiatan peningkatan penalaran dan keilmuan. b. Sebagai penggerak (motivator) Motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan dan semangat para mahasiswa untuk berbuat sesuatu, serta melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. BEM akan tampil sebagai penggerak jika para pengurus mampu membawa BEM agar selalu dapat menyesuaikan dan

memenuhi kebutuhan yang diharapkan yaitu mengatasi perubahan, memiliki daya tangkap terhadap ancaman, memanfaatkan peluang dan perubahan, dan yang paling penting dapat memberikan kepuasan pada anggota. c. Peranan yang bersifat Preventif Apabila peranan yang bersifat intelek dalam arti, secara internal BEM dapat menggerakkan sumber daya yang ada dan secara eksternal BEM mampu beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian, secara preventif BEM diharapkan ikut aktif dalam mengamankan kampus dari segala ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Peranan preventif BEM ini akan dapat terwujud jika peranan BEM sebagai pendorong terlebih dahulu harus dapat diwujudkan. F. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara yaitu teknik wawancara informal dan metode observasi non partisipan. G. SUBJEK PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi minimal satu tahun di Universitas Gunadarma. H. HASIL PENELITIAN Self efficacy pada mahasiswa yang mengikuti kegiatan BEM cukup baik. Berbagai pengalaman mengenai tugas maupun kegiatan-kegiatan yang telah diikuti oleh subjek merupakan suatu proses yang dialami untuk dapat meningkatkan self efficacy pada mahasiswa seperti yang dinyatakan oleh Bandura (1986) bahwa self efficacy merupakan masalah kemampuan yang dirasakan individu untuk mengatasi situasi khusus sehubungan dengan penilaian atas

kemampuan untuk melakukan satu tindakan yang ada hubungannya dengan tugas khusus atau situasi tertentu. Dalam setiap tugas yang dikerjakannya, subjek selalu berusaha untuk bekerja sama dengan rekan-rekannya agar mencapai tujuan yang maksimal walaupun

dengan

mengalami

berbagai

mengungkapkan self efficacy pada individu

hambatan.

Bandura

(1997)

terdiri dari tiga dimensi. Ketiga

dimensi tersebut, yaitu: 1. Magnitude Dimensi ini berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang dapat dicapai. Individu yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan memilih mengerjakan tugas yang sifatnya sulit dibandingkan tugas yang sifatnya mudah. Dalam kasus ini, ketiga subjek memiliki keyakinan yang tinggi untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya sebaik mungkin. 2. Generality Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku pengharapan pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang terbatas pada tingkah laku khusus dan ada yang meliputi berbagai bidang tingkah laku. Dalam kasus ini ketiga subjek mengakui adanya perubahan yang positif selama mengikuti kegiatan BEM, seperti pada subjek kedua dan ketiga yang dapat beradaptasi dengan lebih baik, sedangkan pada subjek satu lebih terlihat pada sosialisasi diri yang lebih baik dari sebelumnya. 3. Strenght Dimensi ini berhubungan dengan derajat kemantapan individu terhadap keyakinannya dalam meraih kesuksesan pada setiap tugas. Dalam kasus ini, ketiga subjek meyakini bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas-tugasnya meskipun benyak kesulitan yang dihadapi, namun pada subjek kedua akan lebih bersemangat apabila adanya dukungan dari orang lain. Menurut Bandura (1986) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy, yaitu: sifat tugas yang dihadapi, insentif eksternal yang diterima, status atau peran individu dalam lingkungan, dan informasi tentang kemampuan diri.

1. Sifat tugas yang dihadapi Faktor ini meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas dari tugas yang diberikan. Dapat dilihat dalam kasus subjek, ketiga subjek menempati posisi sebagai ketua departemen dimana subjek memiliki tanggung jawab yang cukup besar. Sebagai ketua departemen, tugas yang diberikan pada subjek tentu lebih banyak kesulitan yang dihadapi. Dengan berbagai tantangan tersebut, ketiga subjek selalu berusaha sebaik mungkin untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang penuh tantangan dan menurut subjek ketiga, hal tersebut dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk menjadi yang lebih baik lagi. 2. Insentif eksternal yang diterima Apabila individu berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik dan diberi reward yang positif oleh orang lain, maka akan dapat meningkatkan self efficacy. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa subjek dapat lebih meyakini kemampuan dirinya apabila adanya reward positif seperti dukungan yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya sehingga subjek lebih bersemangat untuk lebih baik lagi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Dalam kasus ini ketiga subjek mengakui dengan adanya reward positif dan dukungan orang lain dapat meningkatkan keyakinannya dan membuatnya lebih bersemangat dalam mengerjakan tugasnya. 3. Status atau peran individu dalam lingkungan Apabila individu dalam lingkungannya memiliki peran sebagai pemimpin, maka self efficacy individu tersebut cenderung lebih tinggi daripada individu yang berperan sebagai bawahan. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa subjek berperan sebagai ketua departemen sosial. Hal tersebut membuat subjek cukup nyaman dengan posisinya dan lebih yakin akan kemampuan dirinya karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh rekanrekan yang lainnya. 4. Informasi tentang kemampuan diri Setiap

individu dapat diyakinkan secara verbal oleh lingkungannya

bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Dapat dilihat dalam kasus ini bahwa informasi yang

didapat dari orang lain dapat mempengaruhi keyakinan subjek dalam mengerjakan tugasnya terutama kritik dan saran dari rekan-rekan BEM lainnya sangat mempengaruhi subjek untuk dapat mengerjakan tugasnya sebaik mungkin. I. SARAN Berdasarkan hasil penelitianyang telah dilakukan oleh peneliti maka saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk kalangan mahasiswa. Dengan adanya penelitian ini, dapat dilihat berbagai hal positif selama mengikuti kegiatan BEM sperti dalam hal beradaptasi dan bersosialisasi dengan lebih baik. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar rekan-rekan mahasiswa terinspirasi untuk mengikuti kegiatan organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 2. Untuk pihak Universitas Gunadarma. Dengan adanya penelitian mengenai kegiatan BEM, peneliti menyarankan pihak Universitas agar memberikan dukungan pada berbagai program yang diselenggarakan oleh BEM. J. DAFTAR PUSTAKA Ambarani, A. (2005). Perbedaan tingkat perceived social support antara mahasiswa yang aktif dengan yang tidak aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan. Di unduh 13 Mei 2009 dari http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=82113 Bandura, A. (1986). Social foundation of thought and action. A social cognitife theory. Engelwood Cliffe : Prentice Hall. Bandura, A. (1997). Self-efficacy : The exercise of control. New York : W. H. Freeman and Company. Baron, R.A. & Byrne, D. Alih Bahasa : Ratna Djuwita (2004). Psikologi sosial Jilid 1 edisi kesepuluh. Jakarta : Erlangga

Basuki, A. (2009). Organisasi mahasiswa menciptakan sarjana plus. Di unduh 13 Mei 2009 dari http://sipil.uns.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=88&It emid=1 Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Depok : Universitas Gunadarma. BEM UNJ. (2009). Profil BEM UNJ. Di unduh 18 Juli 2009 dari http://bemunj.or.id/profil-bem-unj.html Buku Pedoman Universitas Gunadarma. (2005). Pengenalan program studi dan program pendidikan tinggi bagi mahasiswa baru tahun akademik 2005/2006. Depok : Universitas Gunadarma. Fitriani, D. (1991). Hubungan antara self efficacy dengan goal orientation. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hall, C.S. & Lindzey, G. Alih Bahasa : A. Supratiknya. (1993). Psikologi kepribadian : Teori-teori sifat dan behavioristik. Yogyakarta : Kanisius. Herdarman. (2009). Pedoman pengembangan wawasan pimpinan BEM tingkat PT ke luar negeri. Di unduh 13 Mei 2009 dari http://www.ditkelembagaandikti.net/component/content/article/311?task=view Koestner, dkk. (2006). Bolstering Implementation Plans for The Long Haul : The Benefits of Simultaneously Boosting Self-Concordance or Self-Efficacy. Jurnal ilmiah internasional. Di unduh 29 Juli 2009 dari http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=79480 Marsudi, W. (2008). Pemahaman dan peranan BEM. Di unduh 13 Mei 2009 dari http://bem.polman.astra.ac.id/index.php?option=com_content&task=view& id=2&Itemid=3 Moleong, L.J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. Multon, KD, Brown, SD, & Lent, RW. (1991). Hubungan efektivitas diri keyakinan hasil akademis: A meta-analisis penyelidikan. Journal of Counseling Psychology, 38, 30-38.

Pervin, L.A & John, O.P. (1996). Personality theory and research (7th Edition). United State : John Willey & Sons, Inc. Pittman, Joe F. & Ludwig, Kristin B. (1999). Adolescent Prosocial Values and Self-Efficacy in Relation to Delinquency, Risky Sexual, Behavior, and Drug Use. Jurnal ilmiah internasional. Di unduh 29 Juli 2009 dari http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=72733 Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia. Po liteknik Elektronika Negeri Surabaya. (2009). Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Di unduh 13 Mei 2009 dari http://student.eepisits.edu/~gtcom/project/bem.html Santrock, J.W. (1999). Life-span development (7th Edition). New York : Mc Graw Hill Schunk, D.H. (1996). Motivational in education : Theory, research, and aplication. New Jersey : Prentice Hall Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo