Self-esteem, Resiliensi dan Perilaku Bunuh Diri pada Remaja di Denpasar Self-esteem, Resilience, and Suicidal Behavior in Adolescents in Denpasar Tience Debora Valentina; Lorenzy Oshel PS PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA Abstrak Kusumawardhani (2014) stated that in Indonesia, suicide is the number two cause of death at age group 10 to 24 years. This research was conducted to measure the correlation between self-esteem, resilience and suicidal behavior in adolescents in Denpasar. The Rosenberg Self-esteem Scale (1965), the Resilience Scale, and Suicidal Behavior Scale were given to adolescents aged 14-17 years (N = 200) using random sampling technique from two high schools in Denpasar. The results showed that self-esteem has a negative association with suicidal behavior at 8,41%, which means that the higher self-esteem, the lower suicidal behavior of adolescents. The variables of resilience and suicidal behavior show no relationship (p <0.05). The results of multiple regression analysis of self-esteem and resilience to variable suicidal behavior show a contribution of 0.093 or 9.3%. The implication of this study is to strengthen self-esteem in adolescents as one protective factor of suicidal behavior in adolescents. Keywords: suicidal behavior, self-esteem, resilience, adolescent Bridge, Goldstein dan Brent (2006) mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang dilakukan untuk tujuan mengakhiri hidup seseorang. Agung Kusumawardhani (CNNIndonesia, 2014) menyatakan bahwa di Indonesia, bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun, dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur hubungan antara self-esteem, resiliensi dan perilaku bunuh diri pada remaja di Denpasar. Untuk mengukur self-esteem digunakan The Rosenberg Self-esteem Scale (1965) dan untuk mengukur resiliensi dengan Resilience Scale yang dikembangkan dari teori Reivich & Shatte (2002) sementara itu, perilaku bunuh diri diukur dengan Skala Perilaku Bunuh Diri yang dikembangkan dari teori Bridge, Goldstein dan Brent (2006). Subjek penelitian adalah remaja usia 14-17 tahun (N=200) dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil penelitian menunjukkan self-esteem memiliki hubungan negatif dengan perilaku bunuh diri sebesar 8.41%, yang artinya semakin tinggi self-esteem maka semakin rendah perilaku bunuh diri. Sementara itu, variabel resiliensi terhadap bunuh diri tidak memiliki hubungan (p < 0.05). Hasil uji regresi berganda dari variabel self-esteem dan resiliensi terhadap variabel perilaku bunuh diri menunjukkan kontribusi sebesar 0.093 atau 9.3%. Implikasi dari penelitian ini penguatan self-esteem pada remaja sebagai salah satu faktor yang menghambat munculnya perilaku bunuh diri pada remaja. Kata kunci: perilaku bunuh diri, self-esteem, resiliensi, remaja. Pendahuluan Stanton, Spirito, Donalson, & Boergers (2003) mengumpulkan data dari Center for Disease Control pada tahun 2000 dan mendapati bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian diurutan ke-tiga pada masa remaja. Agung Kusumawardhani (CNNIndonesia, 2014) menyatakan bahwa di Indonesia, bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun, dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun. Pada 2010, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.
Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja yang menyebabkan kematian, beberapa tindakan tergolong perilaku impulsif (low-planned) sementara yang lainnya tergolong intermediate atau high-planned yang ditandai dengan tindakan yang serius dan terencana (Erkol, Canturk, Oguz, Ince, Buken dan Gorucu, 2013). Cohen, Spirito dan Brown (dalam Perez, 2005) mengatakan bahwa bunuh diri adalah proses yang kontinum, yang dimulai dari pikiran bunuh diri, diikuti dengan usaha untuk bunuh diri dan kemudian diakhiri dengan tindakan bunuh diri. Bridge, Goldstein dan Brent (2006) mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang dilakukan untuk tujuan mengakhiri hidup seseorang. Sementara itu perilaku bunuh diri adalah perilaku dan pikiran-pikiran bunuh diri yang dikelompokkan dalam tiga kategori: ide bunuh diri, yang mengacu pada pikiran-pikiran yang muncul dalam keinginan untuk mengakhiri hidup seseorang; rencana bunuh diri, yang mengacu pada formulasi akan metode spesifik terkait keinginan seseorang untuk mati; dan percobaan bunuh diri, yang mengacu pada perilaku menyakiti diri sendiri dengan tujuan kematian. Mayoritas orang-orang yang percobaan atau melakukan tindakan bunuh diri adalah orang-orang yang mengalami kesedihan, putus asa atau kemarahan karena merasa tidak tahan dengan hidup yang dijalani. Empat faktor psikososial penting sebagai faktor risiko remaja bunuh diri (Rutter dan Behrendt, 2004) yaitu keputusasaan, permusuhan, konsep diri yang negatif dan teriolasi. Lebih jauh dari temuan tersebut dijelaskan bahwa keputusasaan adalah indikator yang signifikan terhadap depresi pada remaja dan faktor potensial untuk bunuh diri (Fitzpatrick, Piko, dan Miller, 2008). Permusuhan adalah bentuk menghukum diri sendiri yang diarahkan kepada pihak luar seperti kepada orangtua atau teman. Sementara itu, konsep diri yang negatif pada remaja terkait dengan kegagalan secara akademis di sekolah, kegagalan sosial maupun personal yang dapat mendorong remaja bunuh diri. Terisolasi terjadi ketika remaja kurang mendapatkan dukungan sosial, kurang mendapatkan rasa memiliki khususnya oleh teman sebaya, teman bermain, komunitas dan dari anggota keluarga. Remaja yang mendapatkan dukungan sosial yang kuat akan menunjukkan tingkat resiliensi yang tinggi dan tingkat risiko bunuh diri yang rendah. Wagner (2009) menyimpulkan beberapa factor yang dapat menggambarkan risiko bunuh diri pada remaja yaitu: (1) factor predisposisi yang dikenal berhubungan dengan meningkatnya risiko bunuh diri; (2) stressor pemicu yang dapat diidentifikasi yang mungkin memicu perilaku bunuh diri; (3) simptom-simptom psikopatologi; (4) hopelessness; (5) pikiran-pikiran bunuh diri termasuk ide-ide yang sifatnya pasif maupun aktif; (6) perilaku bunuh diri sebelumnya; (7) impulsivitas, kontrol diri; (8) factorfaktor protektif. Pada masa remaja, pembentukan konsep diri juga ditandai dengan adanya evaluasi secara keseluruhan terhadap dirinya sendiri atau yang sering disebut dengan self-esteem (Arbetter, 1996). Stres dan self-esteem berhubungan dengan pikiran bunuh diri, yaitu bahwa self-esteem yang rendah dan kejadian-kejadian hidup yang menekan secara signifikan memprediksi munculnya pikiran-pikiran bunuh diri (Wilburn dan Smith, 2005). Remaja yang mengalami ketidakmampuan menikmati kejadian-kejadian menyenangkan meningkatkan risiko percobaan bunuh diri dan pandangan negatif terhadap diri sendiri juga berkontribusi meningkatkan risiko bunuh diri (Brausch dan Gutierrez, 2010). Remaja yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi melaporkan tingkatan self-esteem yang tinggi juga, mengurangi perasaan terisolasi secara sosial dan kesepian yang merupakan anteseden dari perilaku bunuh diri (Sharaf, Thompson, dan Walsh, 2009). Remaja yang terisolasi secara sosial berhubungan dengan meningkatnya risiko simptom depresi, percobaan bunuh diri dan self-esteem yang rendah (HallLande, Eisenberg, Christenson, dan Neumark-Sztainer, 2007; Groholt, Ekeberg, Wichstrom, dan Haldorsen, 2005). Selain itu, self-esteem juga merupakan komponen yang penting bagi resiliensi remaja dan memiliki hubungan yang positif dengan keberhasilan akademis (Stumblingbear-Riddle & Romans), dan memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan hidup (Moksnes dan Espnes, 2013).
Menghadapi tantangan perubahan dan peristiwa negatif dalam hidup, seorang remaja dituntut untuk resilien. Resiliensi adalah proses untuk beradaptasi dengan baik ketika menghadapi tantangan, trauma, tragedi, ancaman, atau bahkan sumber-sumber stress yang signifikan (Ahern, Ark, dan Byers, 2008; Reich, Zautra, dan Hall, 2010). Resiliensi membuat seseorang mampu beradaptasi terhadap kejadian-kejadian menekan yang tidak terhindarkan dalam hidup. Remaja yang resilien memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan dan focus untuk mencapai tujuannya (Steyn, 2006), memiliki self-esteem yang lebih tinggi dan strategi koping yang lebih baik (Dumont dan Provost, 1999). Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara selfesteem, resiliensi dan perilaku bunuh diri pada remaja di Denpasar. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, untuk melihat hubungan antara selfesteem, resiliensi dan perilaku bunuh diri pada remaja di Denpasar. Selain itu, dilihat pula kontribusi selfesteem dan kontribusi resiliensi terhadap perilaku bunuh diri remaja. Self Esteem
Perilaku Bunuh Diri
Resiliensi
Variabel penelitian : a. Variabel bebas : self-esteem dan resiliensi b. Variabel tergantung
: perilaku bunuh diri
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara self-esteem dan resiliensi dengan perilaku bunuh diri pada remaja. Untuk mendapatkan tingkat self-esteem remaja, akan digunakan The Rosenberg Self-esteem Scale (1965) dan untuk mengukur resiliensi dengan Resilience Scale yang dikembangkan dari teori Reivich & Shatte (2002) sementara itu, variabel tergantung yang ingin melihat perilaku bunuh diri remaja diukur dengan Skala Perilaku Dunuh Diri yang dikembangkan dari teori Bridge, Goldstein dan Brent (2006). Sampel dan Prosedur Sampel dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Remaja yang menjadi sampel dalam penelitian ini merupakan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 dan SMA St Yoseph di Denpasar. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 orang, laki-laki berjumlah 98 orang (49%) dan perempuan berjumlah 102 orang (51%) dengan rentang usia 14-17 tahun (14thn= 1%, 15thn=46.5%, 16 thn=41.5% dan 17 thn=11%)
Subjek penelitian yang telah dipilih secara acak, diminta untuk mengisi skala yang dibagikan kepada mereka. Pada awalnya, skala dibagikan kepada 239 siswa, namun hanya data dari 200 orang siswa yang dapat dianalisis dan 39 lagi tidak dapat dianalisis karena tidak lengkap dalam mengisi skala. Terdapat tiga buah skala di dalam kuesioner yang dibagikan, yaitu skala self esteem, skala resiliensi dan skala perilaku bunuh diri. Subjek diminta untuk merespon pernyataan dan pertanyaan yang tertulis pada lembar kuesioner sesuai dengan yang sebenarnya terjadi pada subjek. Pengukuran Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan skala self-esteem dan resiliensi. Skala self-esteem diadaptasi dari Rosenberg (1965) yang terdiri dari 10 aitem, 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Skala resiliensi disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Reivich & Shatee (2002) yang terdiri dari 24 aitem, 18 aiten favorable dan 6 aitem unfavorable. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis skala likert dengan empat alternatif jawaban dalam setiap aitemnya, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Sementara itu, Skala Perilaku Bunuh Diri terdiri dari 12 aitem dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak. Skala self esteem oleh Rosenberg (1965) memiliki nilai reliabilits sebesar 0.85 dan skala resiliensi sebesar 0.90. sementara itu, Skala Perilaku Bunuh Diri memiliki nilai reliabilitas 0.838. Hasil Penelitian Hasil uji korelasi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self-esteem dan resiliensi terhadap perilaku bunuh diri pada remaja. Tabel 1 menunjukkan nilai F hitung sebesar 11.209 dengan nilai probabilitas 0.000. Karena nilai probabilitas kurang dari 0.05 maka dapat dikatakan bahwa variabel self esteem dan variabel resiliensi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel perilaku bunuh diri. Tabel 1. Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 61.459 540.096 601.555
Df 2 197 199
Mean Square 30.730 2.742
F 11.209
Sig. .000a
Nilai adjusted R square yang ditunjukkan pada Tabel 2. adalah sebesar 0.093, hal ini berarti 9.3% variasi variabel perilaku bunuh diri dapat dijelaskan oleh variabel self-esteem dan resiliensi. Sedangkan sisanya sebesar 90.7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Tabel 2. Model 1
R .320a
R Square .102
Adjusted R Square .093
Std. Error of the Estimate 1.65578
Tabel 3 berikut merupakan tabel hasil uji hubungan antara self-esteem dengan perilaku bunih diri. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat nilai probabilitas yang ditunjukkan adalah sebesar 0.000. Oleh karena nilai probabilitas yang kurang dari 0.05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara self-estem dengan perilaku bunuh diri. Tabel 3.
Bunuhdiri Bunuhdiri
Selfesteem
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Selfesteem -.290** .000 200 1
1 200 -.290** .000 200
200
Tabel 4 merupakan tabel hasil uji korelasi antara variabel resiliensi dengan variabel bunuh diri. Nilai Pearson correlation yang ditunjukan sebesar 0.025 dengan nilai probabilitas sebesar 0.731. Oleh karena probabilitas 0.731 memiliki nilai lebih dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara resiliensi dengan perilaku bunuh diri. Tabel 4. Resiliensi
Bunuhdiri
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Resiliensi 1 200 -.025 .731 200
Bunuhdiri -.025 .731 200 1 200
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, bahwa hasil penelitian ini secara konsisten menunjukkan persamaan dengan hasil penelitian terdahulu bahwa hubungan antara selfestem dengan perilaku bunuh diri (Wilburn dan Smith, 2005), semakin tinggi self-esteem maka akan semakin rendah kemunculan perilaku bunuh diri, demikian sebaliknya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa remaja di Denpasar memiliki self-esteem yang tinggi, sehingga self-esteem tersebut muncul sebagai faktor yang menghambat munculnya perilaku bunuh diri. Sementara itu, hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa tidak terdapat hubungan antara resiliensi dengan perilaku bunuh diri, yang artinya bahwa meskipun hasil analisis menunjukkan bahwa remaja di Denpasar tergolong resilien, namun tidak memberikan pengaruh terhadap perilaku bunuh diri. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa resiliensi memoderasi risiko munculnya simptom depresi dan kecemasan pad ide-ide bunuh diri (Min, Lee, Chae, 2015). Kesimpulan Temuan penelitian ini juga menggambarkan bahwa secara bersama-sama, 9.3% variasi variabel perilaku bunuh diri dapat dijelaskan oleh variabel self-esteem dan resiliensi. Artinya bahwa kontribusi variabel self-esteem dan resiliensi sebesar 9,3% terhadap perilaku bunuh diri remaja di Denpasar. Sementara itu, sisanya sebesar 90.7% dapat disebabkan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa untuk menggali kemunculan perilaku bunuh diri pada remaja masih diperlukan penggalian yang mendalam terhadap berbagai faktor, seperti factor demografis, sosial budaya, ekonomi, keluarga, teman sebaya, prestasi akademik, maupun kencerungan kepribadian. Hasil penelitian ini juga memberi implikasi untuk merancang program
preventif maupun intervensi yang berfokus pada penguatan self-esteem remaja sebagai variabel yang dapat menghambat munculnya perilaku bunuh diri pada remaja. Daftar Pustaka Ahern, N.R., Ark, P., & Byers, J., (2008). Resilience and Coping Strategies in Adolescents. Paediatric Nursing, 20, 10, pg 32-38. Arbetter, S., (1996). Taking a Look at Self-Esteem. Current Health, 2, 22, 8, 6-12. Brausch, A.M. & Gutierrez, P.M.,(2010). Differences in Non-Suicidal Self-Injury and Suicide Attempts in Adolescents. Journal of Youth Adolescence, 39, 233–242. Bridge, J.A., Goldstein, T.R., & Brent, D.A., (2006). Adolescent Suicide and Suicidal Behavior. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 47:3/4, pp 372–394. Dumont, M. & Provost, M.A., (1999). Resilience in Adolescents: Protective Role of Social Support, Coping Strategies, Self-esteem, and Social Activities on Experience of Stress and Depression. Journal of Youth and Adolescence, 28, 3, 343-364. Fitzpatrick, K.M., Piko, B.F. & Miller, E., (2008). Suicide Ideation and Attempts among Low-Income African American Adolescents. Suicide & Life - Threatening Behavior; 38, 5; pg. 552-564. Groholt, B., Ekeberg, O., Wichstrom, L., & Haldorsen, T., (2005). Suicidal and Nonsuicidal Adolescents: Different Factors Contribute to Self-esteem. Suicide & Life - Threatening Behavior; 35, 5; pg. 525-535. Hall-Lande, J.A., Eisenberg, M.E., Christenson, S.L., & Neumark-Sztainer, D., (2007). Social Isolation, Psychological Health, and Protective Factors in Adolescence. Adolescence; 42, 166; pg. 265-286. Min, J.A., Lee, C.U., & Chae, J.H., (2015). Resilience moderates the risk of depression and anxiety symptoms on suicidal ideation in patients with depression and/or anxiety disorders. Comprehensive Psychiatry, 56, 103–111. Moksnes, U.K., & Espnes, G.A., (2013). Self-esteem and life satisfaction in adolescents—gender and age as potential moderators. Quality Life Res, 22, 2921–2928. Perez, V.W., (2005). The Relationship Between Seriously Considering, Planning, and Attempting Suicide in the Youth Risk Behavior Survey. Suicide and Life-Threatening Behavior, 35, 1, 35-50. Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys To Finding Your Inner Strength And Overcome Life’s Hurdles. New York: Broadway Books. Rutter, P.A. & Behrendt, A.E., (2004). Adolescent Suicide Risk: Four Psychosocial Factors. Adolescence, 39, 154, pg 295-302. Sandra, A., (1996). Taking a look at Self-esteem. Current Health 2, 22, 8, pg 6-12. Sharaf, A.Y., Thomson, E.A., & Walsh, E., (2009). Protective Effects of Self-esteem and Family Support on Suicide Risk Behaviors among At-risk Adolescents. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing; 22, 3; pg. 160-168. Stanton, C., Spirito, A., Donaldson, D., & Boergers, J., (2003). Risk-taking Behavior and Adolescent Suicide Attempts. Suicide & Life - Threatening Behavior; 33, 1, pg. 74-79. Steyn, S.T., (2006). Resilience in Adolescents: A Psycho-educational Perspective. Thesis. Africa:University of South Africa. Wagner, B.M., (2009). Suicidal Behavior in Children and Adolescents. United States of America: Yale University Press. Wilburn, V.R., & Smith, D.E., (2005). Stress, Self-esteem, and Suicidal Ideation in Late Adolescents. Adolescence; 40, 157, pg. 33-45.