BAB III SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B-3
Limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat resiko yang ditimbulkan tersebut perlu diupayakan agar setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3 diusahakan seminimal mungkin. Minimalisasi limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan pada masing-masing unit produksi sedikit mungkin bahkan diusahakan sampai nol (0), dengan cara antara lain : 1. reduksi pada sumbernya dengan pengolahan awal bahan baku, 2. subtitusi bahan yang berpotensi menghasilkan limbah B3, 3. optimalisasi operasi proses yang tepat dan 4. teknologi bersih. Untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan beracunnya, limbah B3 yang dihasilkan harus dikelola secara khusus atau jika memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan daur ulang (recycling), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) yang dapat mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang mempunyai nilai ekonomis. Pemanfaatan limbah B3 merupakan suatu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3, disatu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan manfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. 3.1. Sistem Pengelolaan Limbah B3 Menurut Peraturan Perundangundangan Yang Berlaku di Indonesia Pengelolaan limbah industri B3 merupakan salah satu bagian dari pengelolaan
lingkungan
hidup
secara
menyeluruh.
Program
pengelolaan limbah B3 diwujudkan karena alasan:
19
1. Rendahnya kesadaran pihak industri untuk mengelola limbah B3 nya yang dapat ditunjukkan dengan data dalam Tabel 3.1. 2. Dampak negatif pembuangan limbah B3 ke lingkungan akan dirasakan dalam jangka waktu antara 10 - 20 tahun 3. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang mampu menangani proses pengelolaan limbah B3. 4. Peraturan tentang pengelolaan limbah B3 masih relatif baru, sehingga diperlukan masa dalam memasyarakatkannya. Tabel 3.1 Perkiraan Jumlah Limbah B3 di Beberapa Zone Industri :
No
Industrial
Amount In Tones
Management
Year 2,000
Zones
(year investigated)
(until 1990)
Projection (tonnes)
1
Lhokseumawe
3,975 (1986)
confined in the faxtory exported
20,000
2
Batam Island
600 (1986)
Unknown disposed of into environmental
3,336
3
Medan
117,547 (1989)
Treated disposed of into enviromental
277,167
4
Palembang
1,150 (1987)
Confined in the factory exported
3,281
5
Jabotabek
68,000 (1987)
Treated disposed of into enviromental
194,011
6
Semarang
58,900 (1990)
Treated disposed of into enviromental
126,257
7
Surabaya
88,860 (1990)
Treated disposed of into enviromental
209,527
8
Cilegon
7,741 (1989)
Treated disposed of into enviromental
18,252
9
East Kalimantan
111,976 (1990)
Treated disposed of into enviromental
240,052
Total
458,749
1,091,883
Sumber: Strategi Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia (Bapedal)
Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan limbah B3 berupa langkah-langkah yang terintegrasi yang merupakan upaya untuk: •
Menekankan pihak industri agar mau melakukan pendekatan reduksi/eliminasi limbah B3
•
Menerapkan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3
•
Melakukan larangan impor limbah B3
•
Membuat aturan tentang ekspor limbah B3
•
Memberikan persyaratan perizinan dalam pengelolaan limbah B3
•
Menentukan jenis-jenis limbah yang dikatagorikan limbah B3 dan membuat prosedur penetapan limbah B3
20
•
Melakukan pengawasan dalam pengelolaan B3 disetiap prosesnya.
Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan
dan
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahannya. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang merupakan suatu mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yang meliputi :
3.1.1.
1).
Penghasil limbah B3
2).
Pengumpul limbah B3
3).
Pengangkut limbah B3
4).
Pengolah limbah B3.
Penghasil Limbah B3 Penghasil
limbah
B3
kebanyakan
dari
industri
pertambangan sedangkan sumber penghasil
kimia
dan
limbah B3 dapat
dikelompokan menjadi tiga (3), yaitu : 1).
Limbah B3 dari sumber spesifik, adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
2).
Limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik, adalah limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dan lainlain.
3).
Limbah B3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga
21
berlaku untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluwarsa. Untuk mengolah limbah B3 diperlukan teknologi tinggi, sehingga untuk membuat instalasi pengolahan diperlukan investasi yang cukup besar dan biaya operasional yang cukup besar pula. Karena biaya pengelolaan yang besar tersebut, setiap industri selalu berusaha untuk mencari bahan subtitusi agar tidak menggunakan bahan yang bersifat seperti B3 atau menghasilkan limbah B3. Disamping itu perusahaan lebih suka menggunakan jasa pihak lain untuk mengolah limbah B3-nya, tetapi minimalisasi limbah selalu mendapatkan prioritas utama. 3.1.2.
Penyimpan dan Pengumpul Limbah B3 Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah ke lingkungan, sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanan sebelum dilakukan penyimpanan, limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.
3.1.3.
Pengemasan Limbah B3 Sebelum melakukan pengemasan penghasil/pengumpul limbah B3 harus mengetahui karakteristik dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh limbah tersebut. Untuk mengetahui karakteristik limbah dapat dilakukan dengan pengujian laboratorium. Perusahaan yang menghasilkan limbah B3 secara terus menerus secara otomatis sudah mengetahui karakteristik limbahnya, tetapi jika suatu waktu terjadi
perubahan
dalam
kegiatannya
yang
diperkirakan
mempengaruhi karakteristik limbahnya, maka harus melakukan pengujian kembali karakteristik limbahnya. 22
Dalam memilih bentuk dan bahan kemasan harus disesuaikan dengan jenis dan karakteristik dari limbah yang akan dikemas. Bahan kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau dari bahan logam (teflon, baja karbon, SS 304, SS 316 atau SS440) disesuaikan dengan jenis limbah dan tidak boleh bereaksi dengan limbah yang disimpan. 3.1.4.
Pengklasifikasian Limbah B-3 Pengklasifikasian limbah B3 akan memberikan informasi lebih dini kepada penghasil dan pengelola limbah sehingga dapat diambil tindakan-tindakan preventif untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti keracunan, kebakaran, ledakan, iritasi dll. Apabila limbah yang dihasilkan termasuk dalam kelompok limbah B3, maka harus segera dilakukan tindakan-tindakan khusus yang lebih hati-hati dan disesuaikan dengan karakteristik /sifat-sifat dari limbah yang bersangkutan. Tahap-tahap pengidentifikasian limbah sebagai limbah B3 sebagai berikut: a. identifikasi jenis limbah yang dihasilkan, b. mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3, apabila termasuk dalam daftar maka limbah tersebut termasuk dalam kelompok limbah B3, c. apabila jenis limbah tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3, maka pemerikasaan dilanjutkan apakah masuk dalam karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi atau bersifat korosif. d. apabila tidak termasuk dalam daftar jenis limbah B3 dan tidak memiliki karasteristik sebagaimana tersebut huruf c, maka dilakukan uji toksikologi. Diagram alir cara mengklasifikasikan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 3.1. 23
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan : •
Limbah mudah meledak, adalah limbah yang pada suhu 0
dan tekanan, standar (25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau
melalui
reaksi
kimia
dan
atau
fisika
dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorymetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA), 2,4-dinitrotoluena atau Dibenzoilperoksida sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar
dari
senyawa
acuan,
maka
bahan
tersebut
diklasifikasikan mudah meledak. •
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar, dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. Limbah ini mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut: i.
Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik 0
0
nyala tidak lebih dari 60 C (140 F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
24
LIMBAH : • Bahan Berbahaya & Beracun Yg Dibuang • Sisa Pada Kemasan • Tumpahan, • Sisa Proses
Evaluasi/ analisis karakteristik limbah
Tdk
Mudah Meledak
Ya
Mudah Terbakar
Ya
Tdk
Tdk
Reaktif
Ya
Tdk
Tdk
Beracun
Ya
Penyebab Iritasi
Ya
Tdk
Korosif
Ya
Masuk Dalam Daftar 1,2, atau 3
Tes Toksikologi
Tdk
Bukan Limbah B3
Ya
Limbah B3
Gambar 3.1. Cara Pengklasifikasian Limbah B3
25 25
ii.
Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada 0
temperatur dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara
spontan
dan
apabila
terbakar
dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan B3 mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh 0
titik nyala kurang dari 40 C. iii.
Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
iv.
Merupakan limbah pengoksidasi. Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria B3 pengoksidasi dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran menggunakan
ammonium
persulfat
sebagai
senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. •
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan
kebakaran
karena
melepaskan
atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. Limbah ini mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut : i.
Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
ii.
26
Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
iii.
Limbah
yang
apabila
bercampur
dengan
air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan
bagi
kesehatan
manusia
dan
lingkungan. iv.
Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghsilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
v.
Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi 0
pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg). vi.
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
•
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II P.P tersebut, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar labih kecil dari nilai ambang batas pada Lampiran tersebut maka dilakukan uji toksikologi.
27
Tabel 3.2 : Tingkatan racun limbah B3 dikelompokkan sebagai berikut: Urutan
•
Kelompok
LD50 (mg/kg)
1
Amat sangat beracun (extremely toxic)
<1
2
Sangat beracun (highly toxic)
3
Beracun (moderately toxic)
51 - 500
4
Agak beracun (slightly toxic)
501 - 5.000
5
Praktis tidak beracun (practically non-toxic)
5001 - 15.000
6
Relatif tidak berbahaya (relatively harmless)
> 15.000
1 - 50
Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengundang kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.
•
Limbah bersifat korosif. Limbah yang menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja. Limbah ini mempunyai salah satu sifat sebagai berikut : i. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit ii. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 0
55 C. iii. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. •
Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosis–respons antara limbah
28
dengan kematian hewan uji,untuk menetapkan nilai besar LD-50. Yang dimaksud dengan LD-50 (Lethal Dose Fifty) adalah dosis limbah yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis data secara grafis dan atau stastistik terhadap hasil uji hayati tersebut. Metodologi dan cara penentuan nilai LD50 ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. Apabila nilai LD-50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada Lampiran III P.P 85 Tahun 1999, dilakukan evaluasi sifat kronis limbah (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik, dan lain-lain). Limbah yang bersifat iritasi (irritant) adalah limbah baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan. Limbah yang berbahaya bagi lingkungan (dangerous to
the
environment)
adalah
limbah
yang
dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan. Limbah yang bersifat Karsinogenik (carcinogenic) adalah limbah penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
29
Limbah yang bersifat teratogenik (teratogenic) adalah limbah
yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio. Limbah yang bersifat mutagenik (mutagenic) adalah Limbah yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika. Sifat kronis limbah ditentukan dengan cara mencocokkan zat pencemar yang ada dalam limbah dengan Lampiran III P.P 85 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu dan atau lebih zat pencemar yang terdapat dalam Lampiran III tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah
B3
setelah
mempertimbangkan
faktor-faktor
dibawah ini : i.
Sifat racun alami yang dipaparkan oleh zat pencemar;
ii.
Konsentrasi dari zat pencemar ;
iii. Potensi bermigrasinya zat pencemar dari limbah ke lingkungan bila mana tidak dikelola dengan baik; iv. Sifat
persisten
zat
pencemar
atau
produk
degradasi racun pada zat pencemar; v.
Potensi dari zat pencemar atau turunan/degradasi produk senyawa toksik untuk berubah menjadi tidak berbahaya;
vi. Tingkat
dimana
degradasi
zat
zat
pencemar
pencemar
atau
produk
terbio-akumulasi
di
ekosistem; vii. Jenis limbah yang tidak dikelola sesuai ketentuan yang ada yang berpotensi mencemari lingkungan; viii. Jumlah limbah yang dihasilkan pada satu tempat atau
secara
regional
berjumlah besar; 30
atau
secara
nasional
ix. Dampak kesehatan dan pencemaran/kerusakan lingkungan
akibat
pembuangan
limbah
yang
mengandung zat pencemar pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratan; x.
Kebijaksanaan Pemerintah
yang
lainnya
diambil atau
oleh
program
instansi Peraturan
perundang-undangan lainnya berdasarkan dampak pada kesehatan dan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah atau zat pencemarnya; xi. Faktor-faktor
lain
yang
dapat
dipertanggung
jawabkan merupakan limbah B3. Apabila setelah dilakukan uji penentuan toksisitas baik akut maupun kronis dan tidak memenuhi ketentuan di atas, maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai limbah non B3, dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis terkait. 3.1.5.
Pengangkutan Limbah B-3 Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan lokasi limbah dari lokasi kegiatan penghasil ke lokasi penyimpanan atau pengumpul atau pengolahan atau pemanfaat limbah B3 di luar lokasi penghasil serta pemindahan ke lokasi penimbunan hasil pengolahan. Setiap ada pemindah tanganan ataupun pemindahan lokasi limbah antar pihak atau lokasi harus disertai dengan dokumen limbah B3 yang diberikan pada waktu penyerahan limbah. Dokumen limbah B3 terdiri dari 3 bagian, yaitu : a. Bagian I
: yang harus diisi oleh penghasil /pengumpul
b. Bagian II : yang harus diisi oleh pengangkut
31
c. Bagian III : yang harus diisi oleh pengumpul /pemanfaat /pengolah. Dokumen limbah B3 tersebut merupakan legalitas dari kegiatan pengelolaan limbah B3, dengan demikian dokumen resmi ini merupakan sarana/alat pengawasan yang ditetapkan pemerintah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan juga untuk mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3. Dokumen limbah B3 merupakan dokumen yang senantiasa dibawa dari tempat asal pengangkutan limbah B3 ke tempat tujuan. Dokumen diberikan pada waktu penyerahan limbah B3. Dokumen limbah B3 tersebut meliputi juga dokumen muatan. 3.1.6.
Pengolahan Limbah B3 Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi
tidak
immobilisasi
berbahaya limbah
B3
dan/atau
tidak
beracun
sebelum
ditimbun
dan/atau
dan/atau
jika
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Karena sifat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh limbah B3 sangat tinggi, maka sebelum dibangunnya suatu pusat pengolahan limbah B3, pengolah wajib membuat analisis dampak lingkungan untuk menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara terintegrasi dengan kegiatan lainnya. Diagram alir sistem pengelolaan limbah B3 secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 3.2.
32
PENGHASIL LIMBAH B-3 (Industri, Tambang, dll)
TRANSPORTASI
Pemanfaat/Pengguna limbah B-3
Sisa Limbah B-3
Produk Yang Bernilai Ekonomis
Transportasi
Pengumpul
Transportasi
PENGOLAH LIMBAH B-3
Pengolahan Secara Fisika/Kimia/Biologi
Limbah Dapat Langsung Dilandfill
Insenerator
Limbah Padat/Sludge
Limbah Padat/Sludge
LANDFILL
Gambar 3.2 : Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah B3 Dengan pengelolaan limbah sebagai mana tersebut diatas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir.
33
CONTOH DOKUMEN LIMBAH B3 NOMOR
DOKUMEN LIMBAH B3 Diisi dengan huruf cetak dan jelas
(HAZARDOUS WASTE MANIFEST)
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH PENGHASIL/PENGUMPUL LIMBAH B3 (THIS SECTION MUST BE COMPLETE BY THE GENERATOR/COLLECTOR) 1. Nama dan alamat perusahaan penghasil/pengumpul* Limbah B3 : (Generator/collector* name and mailing address)
2. Lokasi pemuatan bila berbeda dari alamat perusahaan : (Shipment location different from mailing address) Telp. :
Telp. :
Fax. :
Fax. :
3. Nomor penghasil (Generator registration no.) :
4. Data pengiriman limbah B3 (Shipping Description) : A. Jenis limbah B3
B. Nama tehnik, bila ada
(Physical State) :
C. Karakteristik limbah
(Technical name if applicable) :
F. Kelompok kemasan
G. Satuan ukuran (Unit of):
(Packing group) :
D. Kode limbah B3
(Hazard class) :
Berat (weigh) :
Ton
Isi (Volume) :
M3
E. Kode UN/NA
(Hazardous waste code) :
H. Jumlah total kemasan (Quantity of packages):
(UN/NA code) :
Pos Kemas (Container) Nomor (No) : KKK.. Jenis (Type) : KKK...
5. Keterangan tambahan untuk limbah B3 yang tersebut di atas : (Additional description for material listed above) 6. Instruksi penanganan khusus dan keterangan tambahan : (Special handling instruction and additional information) 7. Nomor telepon yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat : (Emergency respone contact phone No.) 8. Tujuan pengangkutan (Shipping purpose) : ke pengumpul (To collector)/ ke pengolah (to processor)/ ke luar negeri (exsport)* Catatan (note):
Jika pengisi formulir ini adalah pengumpul limbah B3 maka sebutkan nama penghasil limbah yang limbahnya akan diangkut disertai lampiran salinan dokumen limbah yang dikirim penghasil ke pengumpul (if the party filling this form is the collector, list the name of the generator whose waste will be transported, furnished with the appendix to copy of the document send by the generator to the collector):
Pernyataan perusahaan penghasil/pengumpul limbah B3: Dengan ini saya menyatakan bahwa limbah B3 yang dikirimkan sesuai dengan perincian pada daftar isian baku yang tersebut diatas, serta dikemas dan diberi label dan dalam keadaan laik untuk diangkut di jalan raya, sesuai dengan peraturan pemerintah RI atau peraturan internasional. (Producer/collector certification : I hereby declare that contents of this consignment are accurate described above by the proper shipping description and have been packed and labeled and are in proper condition for transport by highway according to GOI or international regulation): 9. Nama (Name):
10. Tanda tangan (Signature):
11. Jabatan (Title):
12. Tanggaal (Date):
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH PERUSAHAAN PENGANGKUT LIMBAH B3 (THIS SECSION MUST BE COMPLETED BY THE TRANSPORTER) 13. Nama dan alamat perusahaan pengangkut limbah B3 (Transporter name and address):
16. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal registration No.): 17. Identitas kendaraan (Vehicle identity):
14. Nomor telepon (Phone No.):
Nomor truk (Truck No.):
15. Nomor fax (Fax No.):
Nama kapal (Ship name): Izin pengangkutan (Shipping Permit):
18. Nama (Name):
19. Tanda tangan (Signature):
20. Jabatan (Title):
21. Tanggal pengangkutan (Shipping date): 22. Tanggal tandatangan (Sign date):
BAGIAN YANG HARUS DILENGKAPI OLEH: PERUSAHAAN PENGOLAH/PENGUMPUL LIMBAH B3 (THIS SECTION MUST BE COMPLETED BY THE PROCESSOR/COLLECTOR) 23. Nama dan alamat perusahaan pengolah/pengumpul* limbah B3 (Processor/collector* name and addres):
24. Nomor telepon (Phone No.): 25. Nomor fax (Fax No.): 26. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal regrestation No.):
Pernyataan perusahaan pengumpul/pengolah limbah B3: Dengan ini saya menyatakan bahwa saya telah menerima kiriman limbah B3 dengan jenis dan jumlah seperti tersebut di atas dan bahwa limbah tersebut akan diproses sesuai dengan peraturan Pemerintah RI atau peraturan internasional (Processor/collector certification: I hereby declare that I have received the type and quantity of waste as described above by the generator/collector and that it will be processed according to GOI or international regulation): 27. Nama (Name):
28. Tanda tangan (Signature):
29. Jabatan (Title):
30. Tanggaal (Date):
Pernyataan ketidaksesuaian limbah: setelah dianalisa, limbah yang disebutkan tidak memenuhi syarat sehingga selanjutnya akan dikembalikan kepada perusahaan penghasil limbah. (Discrapency notification: the following waste is not being accepted and will be returned to the generator). 31. Jenis limbah (type of waste): KKKK
34. Alasan penolakan (Reason for rejection): KKK.
32. Jumlah (Quantity) : KKKK
35. Tanggal pengembalian (Date returned): KK.
33. Nomor pendaftaran Bapedal (Bapedal Reg. No.): K..
36. Tanda tangan (Processor/collector signature): KK
•
Coret yang tidak perlu Sumber : Kep-02/Bapedal/1995
34
Salinan X: …………….. mengirim ke: …………… (Copy X: …………… Mall to : ……………
3.2.
Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemerintah Sampai saat ini sektor industri merupakan salah satu penyumbang bahan pencemar yang terbesar di kota-kota yang mengandalkan kegiatan
perekonomiannya
dari
industri.
Untuk
menghindari
terjadinya pencemaran yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan suatu sistem yang baik untuk melakukan pengawasan dan
pengelolaan
limbah
industri,
terutama
limbah
B3-nya.
Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai Peraturan Pemerintah dan Keputusan Kepala Bapedal yang mengatur tentang pengelolaan limbah B3. Pengawasan
limbah
B3
adalah
suatu
upaya
yang
meliputi
pemantauan pentaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengolah termasuk
penimbun
limbah
B3.
Sedangkan
yang
dimaksud
pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan persyaratanpersyaratan
teknis-administratif
oleh
penghasil,
pengumpul,
pemanfaat, pengolah termasuk penimbun limbah B3. Sesuai dengan UU Nomor 22 Daerah
dan
Keputusan
02/BAPEDAL/01/1998
Tahun 1999 tentang Pemerintah
Kepala
tentang
BAPEDAL
Tata
Laksana
Nomor
KEP-
Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah, maka pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat dikelompokkan kedalam
tiga kewenangan,
yaitu kewenangan
Pemerintah Daerah Tingkat II, kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat I dan kewenangan Bapedal.
35
3.2.1. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemda Tingkat II Pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II meliputi: a. Memasyarakatkan peraturan tentang pengelolaan limbah B3; b. Melakukan inventarisasi Badan Usaha yang menghasilkan limbah B3; c.
Inventarisasi Badan Usaha yang memanfaatkan limbah B3;
d. Inventarisasi Badan Usaha yang melakukan pengolahan dan penimbunan limbah B3; e. Membantu BAPEDAL dalam pemantauan terhadap Badan Usaha yang diberikan ijin pengelolaan limbah B3 oleh BAPEDAL; f.
Memberikan kegiatan/usaha
teguran yang
peringatan tidak
mentaati
pertama
terhadap
ketentuan
dalam
pengelolaan limbah B3 dan teguran berikutnya serta penerapan sanksi oleh BAPEDAL; g. Melaporkan kepada BAPEDAL cq. Direktorat Pengelolaan Limbah B3, mengenai lokasi penimbunan dan pembuangan limbah B3 di daerah yang tidak memenuhi ketentuan Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3 yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ini harus dilaporkan ke BAPEDAL cq. Direktorat Pengelolaan Limbah B3, untuk tujuan pengelolaan limbah B3 secara terpadu di Indonesia. Diagram mekanisme pemantauan pencemaran limbah industri yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan limbah adalah sebagai berikut:
36
37
BAGAN MEKANISME PEMANTAUAN PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI DI PEMDA TINGKAT II
BAGAN MEKANISME PEMANTAUAN PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI DI PEMDA TINGKAT II
INDUSTRI
EFLUENT
LABORATORIUM
KONSULTAN
PEMERINTAH DAERAH
PENGKAJIAN HASIL ANALISIS EFLUEN
ANALISIS EFLUEN
PEMERIKSAAN DATA PENDUKUNG VERIFIKASI
VERIFIKASI IPAL BERSAMA PEMDA
TIDAK MEMENUHI BAKU MUTU
LAPORAN VERIFIKASI
LAPORAN VERIFIKASI
PETUNJUK PERBAIKAN PEMBANGUNAN IPAL
DESAIN /REDESAIN IPAL
EFLUENT
37 37
PENGKAJIAN LAPORAN INDUSTRI
ANALISIS EFLUEN
MEMENUHI BAKU MUTU
PENGHARGAAN KEPADA INDUSTRI
TINDAKAN ADMINISTRATIF
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
37
3.2.2. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemda Tingkat I Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I meliputi: a. Penghasil pencemaran
limbah yang
B3
yang
melintasi
berpotensi lintas
mengakibatkan
batas
Tingkat
II,
pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemda Tingkat I. b. Mengkoordinasikan
pemasyarakatan
peraturan
tentang
pengelolaan limbah B3 kepada Dinas Lingkungan Hidup Tingkat II (Bapedalda Tingkat II) di wilayah yang bersangkutan. c. Penghasil pencemaran
limbah
B3
yang
yang
melintasi
berpotensi lintas
mengakibatkan
batas
Tingkat
I,
pengawasannya menjadi tugas dan tanggung jawab Bapedal Wilayah. 3.2.3. Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh BAPEDAL Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh BAPEDAL / Bapedal Wilayah meliputi: a. Mengkoordinasikan
pemasyarakatan
peraturan
tentang
pengelolaan limbah B3; b. Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis, laboratorium dan penjelasan pedoman-pedoman pengelolaan limbah B3; c.
Mengkoordinasikan pemberian bimbingan teknis dan penjelasan pengisian formulir tata cara permohonan ijin pengelolaan limbah B3 kepada Pemerintah Daerah;
d. Atas permintaan Direktorat Pengelolaan Limbah B3, membantu Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya pemantauan pelaksanaan perizinan pengelolaan limbah B3 bersama-sama Direktorat Pengelolaan Limbah B3;
38
e. Membantu Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dalam upaya pemantauan terhadap masuknya limbah B3 di pelabuhan setempat atas permintaan Direktorat Bea dan Cukai. 3.2.4.
Pengelolaan Limbah Industri (B3) Secara Terpadu Pengelolaan limbah B3 secara terpadu dan menyeluruh harus dilaksanakan bersama-sama antara Bapedal, Pemda dan Badan Usaha yang dapat diwujudkan dalam suatu ”Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3” yang selanjutnya disingkat dengan program KENDALI B3. Tujuan dari program KENDALI B3 adalah : a. Terkendalinya pencemaran lingkungan; b. Terkendalinya pembuangan limbah B3 ke lingkungan tanpa pengolahan; c.
Mendorong pelaksanaan upaya minimalisasi limbah B3 melalui kegiatan pengurangan limbah pada sumbernya, penggunaan kembali, daur ulang dan pemanfaatan kembali;
d. Tercapainya kualitas lingkungan yang baik; e. Ditaatinya ketentuan-ketentuan pengelolaan limbah B3. Sedangkan sasaran dari program KENDALI B3 adalah: a. Terciptanya sistem pengelolaan limbah B3 yang berdaya guna dan berhasil guna; b. Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah baik di daerah maupun pusat dalam pengawasan pengelolaan limbah B3. Ada tiga anggota dalam pelaksanaan program KENDALI B3, yaitu Pemda, Bapedal dan Badan Usaha. Badan Usaha mana yang harus/wajib ikut dalam program ini harus mempunyai kriteria yang jelas atau
dalam proses penentuannya jelas. Ada beberapa
langkah yang dapat diambil untuk menetapkan Badan Usaha mana yang wajib ikut dalam program KENDALI B3, yaitu: a. Identifikasi,
39
Yaitu identifikasi Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan limbah B3, b. Daftar Pertanyaan, Kepada Badan Usaha yang berpotensi menghasilkan limbah B3 dikirimkan daftar pertanyaan tentang pengelolaan limbah B3 oleh Bapedalwil atau Pemda. c.
Peninjauan Lapangan, Untuk memastikan kondisi pengelolaan limbah B3, maka dilakukan kunjungan pemantauan awal oleh Bapedal bersama dengan Pemerintah Daerah.
d. Penetapan, Dari evaluasi daftar pertanyaan dan hasil kunjungan ditetapkan Badan Usaha prioritas sebagai peserta program KENDALI B3 oleh Bapedal berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Setelah suatu Badan Usaha ditetapkan sebagai peserta program KENDALI B3, maka perlu dibuat suatu kesepakatan bersama untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang ada. Bapedal atau Bapedalwil akan melakukan pembinaan
teknis kepada Badan
Usaha peserta program Kendali B3, sedangkan pemantauannya dilakukan bersama-sama antara Bapedal dan Pemda setempat guna memantau pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha peserta Program Kendali B3. Dari hasil pemantauan dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan limbah B3 yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha peserta program. Bagi Badan Usaha yang telah melakukan penataan diberikan penghargaan berupa sertifikat pengelolaan limbah B3 sesuai dengan peringkatnya. Bagi Badan Usaha yang masih dalam tahap penyempurnaan pengelolaan limbah B3 terus diberikan pembinaan, dan bagi Badan Usaha yang tidak melakukan
40
pengelolaan limbah B3 diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada dan berlaku. Untuk lebih jelasnya penentuan badan usaha yang wajib ikut dalam program KENDALI B3 dapat dilihat pada skema berikut: Penetapan Badan Usaha Yang Wajib Ikut Dalam Program KENDALI B3 BADAN USAHA / B.U
Identifikasi BU
Tidak Menghasilkan Limbah B3
Menghasilkan Limbah B3 Pemda / Bapedal
Pemda + Bapedal
Ditetapkan Sbg Badan Usaha Yg Bukan Peserta Program KENDALI B3
Daftar Pertanyaan
Peninjauan Lapangan
EVALUASI Daftar Pertanyaan + Hasil Peninjauan Lapangan Ditetapkan Sbg Badan Usaha Peserta Program KENDALI B3 Peserta Program KENDALI B3
Pemda
Kesepakatan Dlm Pengelolaan Limbah B3
Bapedal
Pembinaan Teknis
Pemantauan Pembinaan
EVALUASI Belum Melakukan Pengelolaan
Pemda
Pengelolaan Yg Telah Dilakukan
SANGSI HUKUM
Masih Dlm Tahap Penyempurnaan
Pengelolaan Telah Dilakukan Dng Baik
Pemda
PENGHARGAAN
41
3.3 Simbol dan Label limbah B-3 Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan dengan cara yang aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan. Faktor penting yang berhubungan dengan keamanan ini adalah adanya penandaan pada tempat penyimpanan, kendaraan
tempat
pemanfaatan,
pengangkut.
Penandaan
pengolahan, lebih
kemasan
dimaksudkan
dan untuk
memberikan identitas limbah B3 sehingga kehadirannya di suatu tempat dapat dikenali. Melalui penandaan dapat diketahui informasi dasar tentang jenis dan karakteristik /sifat limbah B3 bagi orang yang melaksanakan pengelolaan (menyimpan, mengangkut, mengumpulkan, memanfaatkan dan mengolah) limbah B3 dan bagi pengawas pengeloan limbah B3 serta bagi orang di sekitarnya. Penandaan terhadap limbah B3 sangat penting guna menelusuri dan menentukan teknik pengolahan limbah B3. Tanda yang digunakan untuk penandaan ada 2 jenis yaitu, simbol dan label. 3.3.1.
Bentuk Dasar, Ukuran, dan Bahan Simbol Simbol adalah gambar yang menyatakan karakteristik limbah B3. Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat. Pada keempat sisi belah ketupat tersebut
dibuat
garis
sejajar
yang
menyambung
sehingga
membentuk bidang belah ketupat dalam dengan ukuran 95 persen dari ukuran belah ketupat bahan. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol. Pada bagian bawah simbol terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada bagian sudut terilancip adalah 1/3 dari garis vertikal simbol dengan lebar 1/2 dari panjang garis horizontal belah ketupat dalam (gambar 3.4).
42
Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm.
Gambar 3.4.: Bentuk Dasar Simbul Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan atau bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya. Warna symbol yang dipasang di kendaraan pengangkut limbah B3 harus dari cat yang dapat berpendar (fluorescence). 3.3.2.
Jenis-Jenis Simbol a. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah meledak
Gambar 3.5 : Simbol klasifikasi limbah B3 mudah meledak b. Simbol klasifikasi limbah B3 mudah terbakar Terdapat 2 (dua) macam simbol untuk klasifikasi limbah yang mudah terbakar, yaitu simbol untuk cairan mudah terbakar dan padatan mudah terbakar :
43
Gambar 3.6: Simbol klasifikasi limbah B3 padat mudah terbakar
Gambar 3.7: Simbol klasifikasi limbah B3 cair mudah terbakar. c.
Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif
Gambar 3.8: Simbol klasifikasi limbah B3 reaktif d. Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
Gambar 3.9 : Simbol klasifikasi limbah B3 beracun
44
e. Simbol klasifikasi limbah B3 korosif
Gambar 3.10: Simbol klasifikasi limbah B3 korosif f.
Simbol klasifikasi limbah B3 menimbulkan infeksi
Gambar 3.11: Simbol klasifikasi limbah B3 menimbulkan infeksi g. Simbol limbah B3 klasifikasi campuran
Gambar 3.12: Simbol limbah B3 klasifikasi campuran 3.3.3. Label Label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu limbah B3 yang dikemas. Terdapat 3 (tiga) jenis label yang berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3, yaitu :
45
a. Label Identitas Limbah
Gambar 3.13: Label Identitas Limbah b. Label Untuk Penandaan Kemasan Kosong
Gambar 3.14: Label Untuk Penandaan Kemasan Kosong c.
Label Penunjuk Tutup Kemasan
Gambar 3.15: Label Penunjuk Tutup Kemasan
46