STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA BPK

Download 29 Okt 2011 ... RB menetapkan Peraturan. Menpan dan RB No. 17. Tahun 2010 tentang. Jabatan Fungsional Pemeriksa dan. Angka Kreditnya. Perat...

0 downloads 640 Views 1MB Size
REFORMASI BIROKRASI

Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK

P

ada 2010, Menpan dan RB menetapkan Peraturan Menpan dan RB No. 17 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya. Peraturan ini menuntut pemenuhan kompetensi pemeriksa sesuai dengan peran yang disandangnya. Untuk melaksanakan dan mencapai kompetensi pemeriksa yang lebih profesional dan berkualitas, BPK merasa perlu menetapkan Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan. Melalui  Keputusan Sekjen BPK No. 335/K/X-XIII.2/7/2011 tertanggal 27 Juli 2011, ditetapkanlah Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK.

42

OKTOBER 2011

Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk perencanaan, perekrutan, pengangkatan, penempatan, assessment, penyusunan kurikulum/program diklat, pengembangan karir pemeriksa, dan pemberhentian pemeriksa, serta sebagai kriteria dalam pelaksanaan pengukuran kompetensi teknis pemeriksa. Tujuannya untuk mempercepat tercapainya pemenuhan kompetensi pemeriksa yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan profesi pemeriksa BPK saat ini. Penetapan Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK ini dilandasi juga dengan implementasi Rencana Strategis BPK yang disusun dalam

rangka mewujudkan visi dan misi BPK, yaitu melaksanakan fungsi pemeriksaan pengelolaan keuangan negara melalui kegiatan pemeriksaan keuangan negara. Salah satu Rencana Strategis BPK 2011-2015 adalah mewujudkan pemeriksaan yang bermutu untuk menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemilik kepentingan. Pemeriksaan yang bermutu dapat dicapai dengan pemenuhan atas kompetensi pemeriksa. Pemenuhan kompetensi pemeriksa dapat diwujudkan melalui implementasi sistem manajemen terpadu sumber daya manusia (SDM), standar kompetensi, serta jabatan fungsional pemeriksa. Sistem manajemen terpadu SDM sendiri tertuang dalam Human Resources Management Plan BPK (HRM Plan). HRM Plan BPK ini  terdiri dari beberapa subsistem. Salah satunya adalah subsistem manajemen SDM berbasis kompetensi. Subsistem ini menggunakan kompetensi sebagai prinsip kerja utama karena kompetensi adalah serangkaian kemampuan yang terintegrasi terdiri atas pengetahuan, keterampilan, serta sikap atau perilaku yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan efektif. Model kompetensi atau Standar Kompetensi adalah perangkat utama yang harus dibangun agar sub sistem manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi dapat bekerja dengan optimal. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK ini mencakup kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa BPK, mulai dari peran Anggota Tim sampai dengan Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI Pengendali Mutu, pada satuan kerja Auditorat Keuangan Negara (AKN). Dalam Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK, ditetapkan sembilan kompetensi teknis pemeriksa, yaitu pengelolaan keuangan negara, aspek hukum dalam pemeriksaan, proses bisnis entitas pemeriksaan, sistem pengendalian internal (SPI), pengumpulan data pemeriksaan, pengolahan data pemeriksaan, dokumentasi pemeriksaan, presentasi, dan penulisan laporan hasil pemeriksaan.   Kesembilan kompetensi teknis pemeriksa tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam empat klaster kompetensi teknis pemeriksa. Keempat klaster itu yaitu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, entitas pemeriksaan, teknik pemeriksaan, dan komunikasi dalam pemeriksaan. Klaster pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terdiri dari dua kompetensi teknis, yaitu pengelolaan keuangan negara dan aspek hukum dalam pemeriksaan. Klaster entitas pemeriksaan terdiri dari

proses bisnis entitas pemeriksaan dan sistem pengendalian internal (SPI). Klaster teknik pemeriksaan terdiri dari pengumpulan data pemeriksaan, pengolahan data pemeriksaan, dan dokumentasi pemeriksaan. Adapun, klaster komunikasi dalam pemeriksaan

terdiri dari presentasi dan penulisan laporan hasil pemeriksaan.  Sementara masing-masing jenis kompetensi teknis, terdiri dari empat level yaitu 1 sampai dengan  4. Level 1 adalah tingkat penguasaan kompetensi teknis yang paling rendah. 

Klaster Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Klaster ini adalah kelompok kompetensi yang meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan atas mekanisme kegiatan pengelolaan keuangan negara serta aspek hukum yang melingkupinya. Adapun, kompetensi pengelolaan keuangan negara adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta memberikan rekomendasi atas tata kelola keuangan negara.   Level 1 Mampu memahami peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara terkait entitas yang diperiksa. Dengan rincian sebagai berikut:

a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara yang tertuang dalam 3 (tiga) paket Undang-Undang bidang keuangan negara; b. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan atau badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara; c. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban pada bidang fiskal, moneter, serta pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.   Level 2 Mampu menganalisis dampak dari peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan negara terkait entitas yang diperiksa. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu menganalisis dampak dari implementasi peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara terhadap kegiatan pengelolaan keuangan negara; b. Mampu menganalisis keterkaitan antara peraturan dan perundangundangan, kebijakan, prosedur, serta

Warta BPK

OKTOBER 2011

43

REFORMASI BIROKRASI mekanisme pengelolaan keuangan negara dengan faktor-faktor lain yang tidak berhubungan langsung dengan pemeriksaan namun mempengaruhi kegiatan pengelolaan keuangan negara (kebijakan pemerintah/publik, isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat).   Level 3 Mampu mengevaluasi peraturan

dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan negara terkait entitas yang diperiksa. Rinciannya, mampu mengevaluasi kekuatan dan kelemahan peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara.  

Level 4 Mampu memberikan rekomendasi terkait dengan pelaksanaan dan kesinambungan peraturan dan perundang-undangan, kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengelolaan keuangan negara. Rinciannya, mampu memberikan rekomendasi atas kegiatan pengelolaan keuangan negara. 

Sementara kompetensi aspek hukum dalam pemeriksaan adalah kemampuan untuk memahami, menerapkan, mengevaluasi, serta memastikan bahwa seluruh kaidah hukum telah diperhatikan dalam keseluruhan proses pemeriksaan.

hukum terhadap proses pengumpulan dan analisa buktibukti pemeriksaan; c. Mampu mengidentifikasi unsur kerugian negara/daerah dan atau unsur pidana dalam bukti-bukti pemeriksaan yang ditemukan; d. Mampu menyusun laporan pemeriksaan ke dalam konstruksi hukum, yang sesuai dengan kaidahkaidah hukum dalam pemeriksaan.   Level 3 Mampu mengevaluasi apakah kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan sudah dipertimbangkan dalam keseluruhan proses pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu mereviu program pemeriksaan apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan; b. Mampu mereviu keakuratan perhitungan dan atau analisis hukum serta memberikan masukan terhadap hasil perhitungan dan atau analisa hukum yang sudah dibuat oleh tim pemeriksaan tersebut; c. Mampu mereviu proses pemerolehan bukti pemeriksaan, apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan; d. Mampu mereviu laporan

pemeriksaan apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan.   Level 4 Mampu memberikan rekomendasi atas hasil analisis hukum terhadap bukti/temuan/simpulan pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: Mampu memberikan rekomendasi atas bukti/temuan/simpulan pemeriksaan dalam bentuk sebagai berikut. a. Rekomendasi tindak lanjut pemeriksaan, yaitu: 1) Ditindaklanjuti dalam peme­­­ rik­saan investigatif; 2) Diserahkan kepada aparat pe nyidik; atau 3) Perbaikan manajerial oleh manajemen.   b. Rekomendasi kepada entitas pemeriksaan, yaitu: 1) Perbaikan manajemen atau sistem; 2) Tindakan administratif terhadap pelaku pelanggaran/ perbuatan melawan hukum; atau 3) Tindakan hukum kepada pelaku pelanggaran/perbuatan melawan hukum.  

Klaster Entitas Pemeriksaan

pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan pemeriksa untuk memperoleh gambaran menyeluruh

atas entitas yang diperiksa. Kompetensi proses bisnis entitas pemeriksaan adalah kemampuan untuk memahami,

  Level 1 Mampu memahami kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai produkproduk hukum yang terkait dengan pemeriksaan; b. Mampu memahami implikasi/ konsekuensi hukum dari produkproduk hukum terkait pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang ditemukan dalam pemeriksaan.   Level 2 Mampu menerapkan kaidahkaidah hukum dalam pemeriksaan, dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu menyusun program pemeriksaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum dalam pemeriksaan; b. Mampu menerapkan metode perhitungan dan atau analisis

Dalam klaster ini merupakan kelompok kompetensi yang meliputi

44

OKTOBER 2011

Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI mampu mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada pada proses bisnis suatu entitas pemeriksaan.

menganalisis, serta mengevaluasi proses bisnis suatu entitas pemeriksaan.   Level 1 Mampu memahami proses bisnis entitas pemeriksaan. Rinciannya, memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai peraturan, mekanisme, serta prosedur yang berlaku secara umum dan atau khusus pada suatu entitas pemeriksaan.   Level 2 Mampu menganalisis proses bisnis entitas pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut:

a. Mampu membuat outline atau ringkasan mengenai proses bisnis suatu entitas pemeriksaan. b. Mampu menjelaskan perbedaan (gap) yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan dari perbedaan antara praktek riil dengan dokumen proses bisnis formal yang ada, berdasarkan hasil analisis terhadap peraturan, mekanisme, serta prosedur kerja entitas tersebut.

Sementara kompetensi sistem pengendalian internal adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta merekomendasikan perbaikan atas sistem pengendalian internal entitas pemeriksaan.

Level 2 Mampu menganalisis sistem pengendalian internal entitas pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu membandingkan kondisi riil sistem pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan dengan desain sistem pengendalian internal (baik dalam bentuk peraturan tertulis maupun tidak tertulis) yang entitas miliki; b. Mampu membandingkan kondisi riil serta desain sistem pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan dengan konsep dasar pengendalian internal.   Level 3 Mampu mengevaluasi sistem

pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan. Rinciannya, mampu mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang signifikan pada sistem pengendalian internal entitas pemeriksaan.   Level 4 Mampu memberikan rekomendasi perbaikan yang tepat dan aplikatif terhadap sistem pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan. Rinciannya, mampu memberikan rekomendasi yang tepat dan aplikatif untuk memperkuat sistem pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan sesuai dengan tujuan pemeriksaan, berdasarkan hasil evaluasi terhadap sistem pengendalian internal yang dilakukan. 

Klaster Teknik Pemeriksaan

pemeriksaan.

Dalam klaster ini adalah kelompok kompetensi yang meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pemeriksa untuk memperoleh, memproses, serta mendokumentasikan data pemeriksaan, sehingga dapat dijadikan bukti pemeriksaan yang mampu menjawab tujuan pemeriksaan. Kompetensi pengumpulan data pemeriksaan adalah kemampuan untuk mengumpulkan data pemeriksaan, guna memperoleh bukti pemeriksaan yang dapat menjawab tujuan

Level 1 Mampu memahami data serta metode pengumpulan data pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai data apa saja yang akan dikumpulkan; b. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai kelebihan dan kelemahan metode-metode pengumpulan data (misalnya melalui metode alat uji berupa tes, observasi,

kuesioner, wawancara, sosiometri, dll).    Level 2 Mampu mengumpulkan data pemeriksaan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang tepat. Dengan rincian: a. Mampu menerapkan langkahlangkah pengumpulan data sesuai dengan langkah-langkah pemeriksaan yang ditetapkan, guna memperoleh data yang dapat digunakan sebagai bukti pemeriksaan; b. Mampu mengumpulkan data yang

  Level 1 Mampu memahami unsur-unsur pengendalian internal suatu entitas pemeriksaan. Rinciannya, memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai penerapan konsep dasar pengendalian internal, yaitu komponenkomponen pengendalian internal, pada suatu entitas pemeriksaan.

Warta BPK

Level 3 Mampu mengevaluasi proses bisnis entitas pemeriksaan. Rinciannya,

Level 4 Mampu memberikan rekomendasi yang tepat dan aplikatif terkait perbaikan proses bisnis entitas pemeriksaan. Rinciannya, mampu memberikan rekomendasi yang tepat sasaran dan aplikatif terkait dengan perbaikan proses bisnis entitas pemeriksaan, sesuai dengan kebutuhan entitas dalam menghadapi tantangan dari lingkungan internal dan eksternal di masa depan. 

OKTOBER 2011

45

REFORMASI BIROKRASI dapat dijadikan bukti pemeriksaan, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang tepat, sehingga mampu menjawab tujuan pemeriksaan.   Level 3 Mampu mengevaluasi kegiatan pengumpulan data pemeriksaan yang dilakukan. Dengan rincian: a. Mampu mengevaluasi apakah kegiatan pengumpulan data yang

dilakukan sudah sesuai dengan langkah-langkah pemeriksaan yang telah disusun; b. Mampu mengevaluasi apakah data yang dikumpulkan mendukung kecukupan dan keandalan bukti pemeriksaan; c. Mampu mengevaluasi apakah bukti pemeriksaan yang diperoleh melalui kegiatan pengumpulan data mampu menjawab tujuan pemeriksaan.

  Level 4 Mampu memberikan saran/ masukan terhadap hasil dari pengumpulan data pemeriksaan. Rinciannya, mampu memberikan saran/masukan terhadap kegiatan pengumpulan data dengan tujuan agar bukti pemeriksaan yang diperoleh didukung oleh data yang akurat dan menjawab tujuan pemeriksaan.  

Sementara kompetensi pengolahan data pemeriksaan adalah kemampuan untuk mengolah data pemeriksaan guna memperoleh bukti pemeriksaan yang dapat digunakan untuk membuat suatu kesimpulan serta menjawab tujuan pemeriksaan.

Level 2 Mampu menganalisis hasil pengolahan data pemeriksaan dengan menggunakan metode pengolahan data yang tepat. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu memproses data mentah yang didapat melalui langkahlangkah sebagai editing data, kodifikasi data, dan tabulasi data.  b. Mampu mengolah data yang telah melalui proses editing/ kodifikasi/tabulasi dengan metode pengolahan data yang tepat, sehingga mudah dibaca dan dinterpretasi. c. Mampu menganalisis hasil pengolahan data pemeriksaan sehingga dapat dijadikan bukti pemeriksaan yang mampu menjawab tujuan pemeriksaan.   Level 3 Mampu mengevaluasi hasil pengolahan data pemeriksaan.

Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu mengevaluasi apakah kegiatan pengolahan data sudah dilakukan sesuai dengan program pemeriksaan. b. Mampu mengevaluasi apakah hasil pengolahan data mendukung kecukupan dan keandalan bukti pemeriksaan. c. Mampu mengevaluasi apakah bukti pemeriksaan yang diperoleh melalui kegiatan pengolahan data mampu menjawab tujuan pemeriksaan.   Level 4 Mampu memberikan saran/masukan terhadap hasil pengolahan data pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: Mampu memberikan saran/masukan terhadap kelayakan hasil pengolahan data dengan tujuan agar bukti pemeriksaan yang diperoleh didukung oleh data yang akurat dan menjawab tujuan pemeriksaan. 

  Level 1 Mampu memahami metode pengolahan data pemeriksaan. Rinciannya, mengetahui dan memahami kelebihan maupun kelemahan metodemetode pengolahan data (baik data kuantitatif dan atau kualitatif) yang ada (misalnya dengan menggunakan sistem manual; alat bantu hitung seperti mesin key driven dan punched card; maupun komputer seperti ACL, Arbrutus, GIS, maupun statistik).

Klaster Komunikasi dalam Pemeriksaan Kompetensi presentasi adalah adalah kemampuan untuk menyampaikan dan menjelaskan informasi terkait pemeriksaan secara ringkas, jelas, dan fokus, serta mendapat perhatian penuh dari audiens. Level 1 Mampu menyiapkan dan mengorganisasikan materi presentasi.

46

OKTOBER 2011

Dengan rincian sebagai berikut: Mampu membuat outline presentasi dengan cara menyusun data dan informasi terkait materi presentasi ke dalam struktur yang logis, serta merangkum data dan informasi tersebut ke dalam kerangka/desain presentasi yang fokus, ringkas, dan menarik.   Level 2 Mampu menyajikan presentasi sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu mempresentasikan suatu topik secara ringkas serta fokus, di berbagai setting presentasi (baik formal maupun informal) pada individu (one to one), kelompok kecil, maupun kelompok besar. b. Mampu berinteraksi dengan audiens untuk mencapai tujuan dan sasaran presentasi. c. Mampu mengubah strategi presentasi jika presentasi berjalan tidak sesuai dengan rencana. Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI

d. Mampu menjawab pertanyaan audiens dengan menggunakan data serta informasi utama (key points) terkait topik yang sedang dipresentasikan. Level 3 Mampu menyajikan dan meng­ adaptasi presentasi sesuai dengan latar belakang audiens. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu menyajikan dan meng­ adaptasi konten presentasi sesuai dengan karakteristik audiens yang dihadapi. b. Mampu menyajikan presentasi yang menarik perhatian audiens, dengan cara menyampaikan narasi yang menarik serta memberikan informasi baru.

Kompetensi penulisan laporan hasil pemeriksaan adalah kemampuan untuk menyajikan hasil pemeriksaan dalam bentuk laporan tertulis yang disampaikan secara objektif, lengkap, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh pihak yang dituju.   Level 1 Mampu menyiapkan bahan dan data yang mengandung nilai kebenaran substansi, kebenaran matematis, dan akurasi angka untuk penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan. Dengan rincian sebagai berikut: a. Memahami unsur-unsur dalam laporan hasil pemeriksaan dan tata cara penyusunan yang disajikan dalam standar dan pedoman pelaporan pemeriksaan; b. Mampu menyiapkan bahan dan data yang diperlukan, berupa: 1) Temuan pemeriksaan yang memiliki keterkaitan yang logis antara unsur-unsurnya (yaitu keterkaitan antara kondisi, kriteria, sebab, dan akibat); dan 2) Temuan pemeriksaan yang disusun sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Warta BPK

c. Mampu merespon dengan tepat terhadap komentar dan pertanyaan tidak terduga yang dilontarkan audiens. d. Mampu menyajikan presentasi yang dapat menjembatani perbedaan pendapat/cara pandang yang ada, sehingga diperoleh kesamaan pemahaman (antara presenter dan audiens) atas topik tersebut. Level 4 Mampu memberikan argumentasi yang komprehensif dalam proses presentasi sehingga mampu memberikan dampak yang spesifik. Dengan rincian sebagai berikut: a. Mampu menyusun argumentasi yang meyakinkan dengan cara Level 2 Mampu menyusun konsep Laporan Hasil Pemeriksaan. Konsep laporan hasil pemeriksaan yang disusun harus: a. Sesuai dengan standar dan pedoman pelaporan pemeriksaan; b. Mampu menampilkan kelogisan substansi, kebenaran matematis, dan akurasi angka dalam konsep laporan hasil pemeriksaan.   Level 3 Mampu mengevaluasi konsep Laporan Hasil Pemeriksaan. Apa yang dievaluasi adalah: a. Kelengkapan format serta kesesuaian kaidah bahasa antara konsep laporan hasil pemeriksaan dengan standar dan pedoman pelaporan pemeriksaan; b. Substansi konsep laporan hasil pemeriksaan, yaitu: 1) Terpenuhinya unsur-unsur temuan (kondisi, ktiteria, sebab, dan akibat); 2) Kebenaran pembahasan; dan 3) Terpenuhinya tujuan dan lingkup pemeriksaan.   Level 4 Mampu memberikan rekomendasi

menghubungkan data serta informasi utama dan pendukung secara logis, sehingga mampu membuat presentasi tersebut menjadi suatu paparan yang utuh dan mudah dipahami oleh audiens. b. Mampu melakukan proses transisi dengan lancar antara poin yang satu dengan yang lain ketika melakukan presentasi, dengan menggunakan serangkaian data dan informasi detil namun signifikan. c. Mampu merespon dengan tepat ketika dihadapkan pada pertanyaan tidak terduga yang mengandung konsekuensi serta tantangan tertentu, yang terjadi pada saat atau sesudah presentasi. 

hasil pemeriksaan untuk finalisasi laporan hasil pemeriksaan. Rekomendasi perbaikan yang diberikan harus memperhatikan tujuan laporan serta pengguna Laporan Hasil Pemeriksaan atau para pemangku kepentingan serta keterkaitan masingmasing unsur dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sehingga menjadi Laporan Hasil Pemeriksaan yang utuh. Aspek-aspek yang diperhatikan, yaitu: a. Apakah temuan-temuan pemeriksaan telah menjawab tujuan pemeriksaan. b. Apakah opini/simpulan yang dirumuskan sudah sesuai dengan standar pemeriksaan. c. Apakah rekomendasi yang dibuat: 1) Sesuai dengan pokok temuan dan penyebab temuan, sehingga dapat menghilangkan akar permasalahan dari suatu temuan. 2) Dapat ditindaklanjuti dengan baik oleh entitas terperiksa untuk memudahkan dalam melakukan pemeriksaan tindak lanjut. 3) Membantu entitas pemeriksaan dalam memperbaiki manajemen atau sistem yang dimiliki.   OKTOBER 2011

47

HUKUM

Pemberlakuan moratorium (penundaan) pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada para terpidana kasus korupsi dan terorisme menimbulkan pro dan kontra. Moratorium dianggap melanggar HAM.

Moratorium Remisi Bagi Koruptor Tunai ProKon foto: inilah.com

Amir Syamsuddin

K

elompok yang propemberantasan ko­ rupsi menilai moratorium ini merupak­ an bentuk penolakan kompromi ter­ hadap korupsi sekaligus untuk menim­ bukan efek jera. Namun, di sisi lain para pengamat menilai pemberlakuan moratorium yang belum ada payung hukumnya merupakan perampasan hak asasi manusia karena masalah remisi telah di­ atur dengan UU dan Keppres, Paskah Suzetta memang kurang beruntung. Senin 29 Oktober 2011 seharusnya dia sudah bisa kembali berkumpul dengan keluarga dan sanak saudaranya di rumah. Apalagi sejak 12 Oktober 2011 mantan Ketua Bapanes yang terlilit kasus cek pelawat itu sudah mengantongi surat untuk mendapatkan fasilitas bebas bersyarat dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Namun apa daya. Adanya moratorium pembe­ rian remisi dan penundaan pembebasan bersyarat bagi para koruptor, maka langkah anggota DPR Priode 1999-2004 itupun akhirnya terhenti hanya sampai di pintu gerbang Lembaga Pemasyaraka­ tan Cipinang, Jakarta Timur. Kenyataan ini tentu saja tak hanya membuat Paskah kecewa berat. Sejumlah rekan-rekannya yang seharusnya mendapatkan bebas bersyarat­ pun menjadi berang. Mereka menuduh Kemen­ kumham telah melanggar hak para terpidana yang sifatnya universal. Apalagi pemberlakuan morato­ rium yang menyangkut remisi dan pembebasan bersyarat itu belum ada payung hukumnya.

48

OKTOBER 2011

“Lho pembebasan bersyarat yang diberikan ke­ pada klien saya, Paskah Suzetta itu bukan sekadar omongan tetapi dasarnya adalah surat. Jadi ada surat atas nama Dirjen Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan HAM tertanggal 12 Oktober 2011 yang menyatakan Paskah Suzetta secara ad­ ministratif dan substantif sudah bisa mendapatkan fasilitas pembebasan bersyarat sesuai dengan UU ,” ujar Singap Panjaitan dengan nada penuh kecewa, belum lama ini. Dia menambahkan pada Sabtu, 29 Oktober 2011, dia menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari Kementerian Hukum dan HAM. Penelpon itu mengatakan agar Paskah Suzetta tidak dikeluarkan dulu. Kenyataan ini tentunya membuat Singap menjadi binggung karena laran­ gan itu bertentangan dengan azas legal formal. Namun, Menteri Hukum dan HAM Amir Syam­ suddin menegaskan selama dia menjabat belum pernah memberikan izin pembebasan bersyarat terhadap terpidana korupsi. Sebaliknya sejak diri­ nya menjabat sebagai menteri pada 19 Oktober, dia mengisyaratkan akan diberlakukan morato­ rium pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana korupsi. Hal ini juga ditegaskan oleh Wakil Menkum­ dang dan HAM Denny Indrayana pada 30 Oktober lalu. Menurut dia, kementerian telah merespons permintaan peninjuan ulang dari sejumlah kalan­ gan yang menyatakan bahwa keringanan huku­ man bagi tahanan kasus korupsi dan terorisme

Warta BPK

HUKUM tidak efektif bagi upaya pemberantasan kasus-kasus tersebut . Wacana yang kemudian muncul, pertama, dengan tidak memberlakukan lagi pembebasan bersyarat bagi tah­ anan kasus korupsi dan terorisme. “Na­ mun, itu tidak kami lakukan,” kata Denny Indrayana, di Kantor Kemenkumham di Jakarta, belum lama ini. Kedua, pihaknya juga telah men­ canangkan moratorium pemberian re­ misi atau pengurangan hukuman bagi para koruptor dan pelaku teroris. “Remi­ si akan kami moratorium dan akan kami kaji ulang,” ucap Denny. Rencana penghentian pemberian remisi ini untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi dan terorisme karena tergolong seb­ agai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). “Ide itu adalah dukungan untuk memberikan efek jera itu semakin dira­ sakan dan sesuai dengan keadilan masyarakat. Sistem pencegahan akan kami lakukan, karena pemberantasan korupsi harus paralel, bukan hanya penindakan tetapi juga pencegahan,” jelas­ nya. Indonesian Corrup­ tion Watch (ICW) yang sudah gedeg dengan ulah para koruptor se­ lama ini karuan saja lang­ sung menyambut baik gagasan Kementerian Hukum dan HAM itu. Peneliti ICW bidang hu­ kum Febridiansyah me­ ngatakan pemberantasan korupsi dibu­ tuhkan langkah konkret. Salah satunya adalah kebijakan penghentian remisi bagi koruptor. “Moratorium remisi, merupakan bentuk penolakan kompromi terhadap koruptor. Kami sambut baik morato­ rium remisi ini,” kata Febri di kantor ICW, Jakarta, belum lama ini. Namun, tuturnya, pembekuan re­ misi bagi koruptor tak cukup hanya dengan kebijakan, akan tetapi perlu

Warta BPK

dipermanenkan dengan peraturan pemerintah (PP). “Kalau hanya moratorium, ini pen­ citraan. Jadi ini bukan hanya program 100 hari saja, tetapi harus dipermanen­ kan secara konkret. Presiden yang harus menandatangani,” jelasnya. Meski demikian, lanjut Febri, bu­ kan berarti moratorium remisi mengu­ rangi hak-hak tahanan kasus korupsi. PP itu nantinya juga perlu memper­ ketat aturan pemberian remisi kepada koruptor dan teroris. Misalnya, yang mendapat remisi hanya diberikan ke­ pada whistleblower. “Jadi narapidana tetap mendapat haknya dan tidak melanggar UU tapi syaratnya berat, itu bisa dilakukan oleh Presiden,” tandasnya. Hal senada juda disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “Kami merespons dan mengapresiasi,” kata Ketua KPK Busyro Muqoddas.

Adanya moratorium remisi diharap­ kan KPK bisa memberikan efek jera ke­ pada para koruptor setelah KPK beru­ paya keras untuk memberikan peninda­ kan. Sayangnya, selama ini penindakan KPK terbentur pada tidak maksimalnya masa hukuman yang dijalani para ko­ ruptor. Selama ini, rata-rata tahanan kasus korupsi mendapat vonis selama 5 - 7 tahun penjara. Masa penahanan ini di­ anggap tidak memberikan efek jera,

apalagi dengan adanya remisi, masa pe­ nahanan bisa berkurang menjadi hanya selama 3 - 5 tahun. Vonis terberat yang diberikan ke­ pada pelaku tindak pidana korupsi adalah 20 tahun. Vonis ini diberikan kepada jaksa senior, Urip Tri Gu­ nawan, yang didakwa kasus penyua­ pan, melibatkan Artalyta Suryani. Ar­ talyta sendiri dikenai vonis 5 tahun. Namun, untuk moratorium remisi, Busyro meminta pemerintah meli­ batkan unsur lain dalam kajian yang dilakukan. “Perumusan draf revisi itu melibatkan unsur-unsur civil society, ter­ masuk kampus,” kata Busyro. Wakil Ketua KPK M. Jasin mengingat­ kan perlunya payung hukum agar kebi­ jakan strategis dalam pemberantasan korupsi itu dapat efektif diterapkan. “Ha­ rus ada dasar aturan untuk berpijak, jadi, memang perlu aturan,” ujar Jasin.

Langgar HAM Pada bagian lain, banyak pula kalangan yang menganggap rencana pemerintah untuk melakukan moratorium remisi kepada para pelaku korupsi dan terorisme tidak tepat karena dalam UU Perma­ syarakatan, remisi merupakan hak setiap terpidana. Kritik terhadap moratorium remisi terhadap koruptor dan teroris bahkan diungkapkan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa. “Ka­ lau UU menyatakan bisa remisi, menteri salah kalau tidak laksanakan pemberian remisi itu,” ujar Harifin. Hal senada juga diucapkan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Mega­ wati Soekarno Putri, Yusril Ihza Mahen­ dra . Menurut dia, pembekuan remisi itu justru melanggar hak asasi manusia. “Seluruh narapidana harus diper­ lakukan sama tanpa membedakan jenis kejahatan dilakukan. Lembaga Pema­ OKTOBER 2011

49

HUKUM syarakatan bukan lagi penjara, hanya hak-hak kebebasannya yang diambil. Jadi kalau remisi diambil sama saja den­ gan telah merampas hak mereka se­ bagai masyarakat Indonesia.” Katanya. Yusril menjelaskan dalam United Nation Convention Treatment of Prisoner atau Konvensi PBB tentang perlakuan kepada narapidana, disebutkan bahwa narapidana tidak bisa diperlakukan se­ cara diskriminatif. Dengan demikian moratorium remisi merupakan ben­ tuk diskriminasi tehadap tahanan dan pelanggaran terhadap UU. Oleh karena itu, lanjutnya, dia berencana mengajukan uji materi semua peraturan pemerintahan Pres­ iden Susilo Bambang Yudhoyono yang melanggar HAM, khususnya kebijakan mendiskriminasikan narapidana. “Kami akan mengajukan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi terhadap berbagai Peraturan Presiden dan Per­ aturan Pemerintah yang bertentangan dengan UU Pemasyarakatan yang ber­ laku,” jelasnya. Berbeda dengan pendapat Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Yuna­ har Ilyas. Diapun meragukan efektivitas moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. Menurut dia, hal itu tidak akan memberikan efek jera seperti yang diharapkan, karena ada moratorium atau tidak hukuman yang diberikan kepada koruptor masih ter­ golong ringan. “Jadi, pemberlakuan moratorium bagi koruptor dan teroris tidak akan memberikan efek jera dan rasa keadi­ lan bagi masyarakat. Harusnya tuntu­ tan kepada pelaku korupsi itu yang lebih tinggi, sehingga hakim juga dapat memvonis lebih tinggi. Tidak seperti saat ini, hukuman untuk koruptor hanya 1 tahun, 2 tahun, dan paling lama hanya 5 tahun,” tutur Yunahar. Moratorium remisi bagi pelaku te­ rorisme, menurut Yunahar, juga tidak besar manfaatnya. Pasalnya, teroris melakukan aksi terkait ideologi. “Pelaku teroris mati dengan bom bunuh diri. Jadi mereka tak pernah memikirkan hu­ kuman atau penjara. Lebih cepat mati, lebih baik,” katanya.

Oleh karena itu, dia lebih yakin efek jera kepada koruptor akan datang apa­ bila hakim memberikan vonis hukuman yang tinggi kepada mereka. Sementara itu tersangka kasus pe­ nyuapan terhadap pegawai BPK, Jef­ ferson Rumajar, secara lantang juga me­ nentang kebijakan Menkumdang dan HAM. Walikota nonaktif Kota Tomohon itu menuding moratorium remisi dan pembebasan bersyarat itu tidak jelas. “Saya menolak karena itu melanggar aturan,” kata Jefferson di Gedung KPK , Jakarta, baru-baru ini. Menurut dia, moratorium remisi se­ harusnya diatur dengan payung hukum yang jelas. Jika tidak, pencabutan remisi justru akan melanggar HAM. “Jangan hanya sebatas pernyataan atau wacana, payung hukumnya harus jelas,” tutur dia. Lebih lanjut Jefferson juga menam­ bahkan, tak hanya dirinya yang meno­ lak rencana itu. Beberapa tersangka dan

Seluruh narapidana harus diperlakukan sama tanpa membedakan jenis kejahatan dilakukan. Lembaga Pemasyarakatan bukan lagi penjara, hanya hak-hak kebebasannya yang diambil. Jadi kalau remisi diambil sama saja dengan telah merampas hak mereka sebagai masyarakat Indonesia.

Yusril Ihza Mahendra

50

OKTOBER 2011

terpidana kasus korupsi yang tengah berada di balik jeruji besi juga meno­ laknya. “Kemarin teman-teman saya itu kasihan, mereka sudah ada surat resmi bukan pemohon bebas bersyarat yang baru. Surat keputusan (remisi) sudah keluar, tapi di pintu keluar ditahan. Ada Paskah Suzetta, ada Pak Bobby Suhardi­ man, dan Dany Nanawi menolak. Kare­ na kita pikir itu melanggar hak azasi,” terangnya. “Kalau saya ingin remisi itu jangan dihapus, tetapi diberikan kepada orang yang betul- betul sesuai dengan per­ syaratan remisi tersebut,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, ketentuan pemberian remisi ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1995, Kepres Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi dan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara dan Syarat Pelaksanaan Hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan. bd

foto: metrotvnews.com

Warta BPK

HUKUM

Keterangan ahli dari pemeriksa BPK di persidangan sangat dibutuhkan untuk menjaga kredibilitas institusi di mata hukum dan masyarakat. Butuh kesiapan mental, fisik, dan intelektual.

foto: reportase.com

Ilustrasi (suasana di persidangan)

Butuh Kesiapan Mental, Fisik, dan Intelektual

T

ak mudah memberikan keterangan ahli bagi pemeriksa BPK di persidangan. Na­ mun, mau tidak mau harus hadir jika di­ minta. Tujuannya, menjaga kredibilitas institusi dan ikut serta memerangi tindak pidana korupsi. Dalam pasal 11 huruf c UU No. 15/2006 ten­ tang BPK, disebutkan bahwa BPK dapat mem­ berikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara atau daerah. Artinya, pemeriksa BPK dapat dimintai keterangan seb­ agai ahli terkait dengan temuan BPK yang berin­ dikasi tindak pidana. Dalam UU itu memang tidak mengharuskan pemeriksanya memberikan keterangan ahli. Na­ mun untuk menjunjung tinggi hukum, tak bisa menolak jika diminta. Masalahnya adalah tak semua pemeriksa BPK bersedia untuk memberi­ kan keterangan ahli di persidangan. Hal ini diakui Kepala Sub Auditorat Nusa Tenggara Barat II BPK

Warta BPK

Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat Wahyu Priyono. “Kebanyakan auditor kita itu masih takut. Banyak yang tidak mau [sebagai saksi ahli],” ung­ kapnya. Sejumlah faktor menjadi penyebab keengga­ nan untuk memberikan keterangan seperti pro­ ses persidangan yang panjang dan melelahkan, suasana persidangan, lontaran pertanyaan yang kerap tajam dan provokatif dari hakim, jaksa, dan pengacara, surat panggilan yang mendadak, sampai ruang sidang yang tidak nyaman. Oleh karena itu, pemeriksa BPK yang bersedia memberikan keterangan ahli harus mempersiap­ kan mental, fisik, dan intelektualnya untuk meng­ hadapi hambatan itu.“Kalau fisik, kita harus betulbetul sehat karena harus duduk berjam-jam. Be­ lum lagi di persidangan tidak boleh minum, tidak bisa keluar.” Wahyu menjelaskan dari sisi kesiapan mental ada beberapa faktor, pertama, harus percaya diri OKTOBER 2011

51

HUKUM operandinya, modus pidana melawan bahwa bisa menjalankannya. Kedua, hukumnya,” lanjutnya. siap menghadapi pertanyaan dari ha­ Pada Agustus 2008, Wahyu di­ kim, jaksa, dan penasehat hukum. Dan, panggil Kejaksaan Negeri Wates untuk juga harus siap mendapatkan provo­ memberikan keterangan sebagai be­ kasi dan tekanan dari mereka. han penyusunan Berita Acara Pemer­ “Kadang-kadang, mereka bertanya iksaan (BAP) terkait kasus itu. Setelah di luar dugaan. Pengetahuan, ya sepu­ sekitar 7 bulan kemudian, tepatnya tar BPK. Mengenai tugas pokok, fungsi pada 2 Maret 2009 sidang pertama di­ dan wewenang BPK, ini yang paling gelar. Kemudian berturut-turut sidang penting. Juga pengetahuan tentang kedua dan ketiga pada 11 dan 19 Ma­ audit. Mekanisme dan prosedur audit ret 2009. Wahyu mengikuti ketiga per­ seperti apa. Ketiga, pengetahuan ten­ sidangan itu karena ada tiga terdakwa tang kasusnya itu sendiri. Kita pelajari yang dituntut kejaksaan. dari LHP-nya, Temuan pemeriksaan­ “Setelah selesai BAP di Kejaksaan, nya, sampai Kertas Kerja Pemeriksaan,” Saya menunggu panggilan di per­ ungkap pria yang memulai karier se­ sidangan. Dipanggil di persidangan bagai auditor di Auditorat Keuangan Negara (AKN) III ini. Wahyu sendiri pernah memberikan keterangan ahli pada tiga kasus berbeda. Kasus pertama mark-up pengadaan kertas suara pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Kulonprogo pada 2006. Kasus ini merupakan temuan BPK Perwakilan Provinsi Daerah Is­ timewa Yogyakarta. Pada 2007, dia menjadi Pengendali Teknis dalam pemeriksaan Pilkada Ku­ Suasana di persidangan lonprogo 2006. pada 2 Maret 2009. Jadi, memang agak Salah satu hasil pemeriksaannya, lama proses ke pengadilan itu. Untuk ditemukan mark-up pengadaan ker­ kasus yang sama. Tiga kali sidang kare­ tas suara. Pada kasus ini, modus ope­ na ada tiga terdakwa. Saya juga ikut randinya terjadi kontrak pengadaan tiga kali sidang. Ini agak berat, apalagi yang menyalahi aturan. Kontrak pada pengalaman pertama juga,” kenang­ perusahaan A yang merupakan peru­ nya. sahaan berskala kecil, tetapi oleh pe­ Dia menceritakan seperti biasanya rusahaan A disubkontrakkan kepada persidangan molor. Jadwal sidang perusahaan B yang jauh lebih besar. pukul 09.00 baru mulai pukul 10.30. Bahkan, pekerjaan dilakukan seluruh­ Sidang selesai sekitar pukul 15.00. Ban­ nya oleh perusahaan B. “Nah, kita me­ yak pertanyaan yang dilontarkan ha­ nemukan ada selisih nilai. Tidak terlalu kim, pengacara dan jaksa. Pertanyaan besar sebenarnya, tidak sampai 100 yang sangat penting adalah memper­ juta,” ujarnya. tanyakan keahliannya sebagai peme­ Pada 2008, temuan BPK ini kemu­ riksa BPK. Lalu, pertanyaan mengenai dian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan ke-BPK-an, dan substansi perkara. Negeri Wates. Pihak Kejaksaan Ne­ “Pertanyaan banyak, yang paling geri Wates meminta BPK Perwakilan penting adalah dia mempertanyakan Provinsi DIY menunjuk satu pemeriksa keahlian kita. ‘Anda ahli di bidang BPK untuk memberikan keterangan apa?’ Saya jawab, ‘saya ahli dalam bi­ ahli. “Kejaksaan mungkin tidak menilai dang pemeriksaan keuangan negara, dari jumlah nilai kerugiannya, tetapi ya di bidang audit’. Kalau begitu saya dari unsur tindak pidananya. Modus

52

OKTOBER 2011

ingin menguji keahlian saudara, nah ini...’saya baca, saya punya undang-un­ dang BPK No. 15 Tahun 2006, Apa yang Anda ketahui pasal ini, pasal ini?’ Baru setelah itu masuk ke substansi.” Kasus kedua yang melibatkan Wa­ hyu untuk memberikan keterangan ahli adalah mark-up pengadaan trafo listrik di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kulonprogo pada 2009. Sidang pengadilannya digelar pada 1 Maret 2010. Dalam kasus kedua ini, kebetulan bukan temuan BPK. Namun, pengem­ bangan kasus dari kejaksaan negeri. Waktu itu, Wahyu masih menjabat Ke­ pala Seksi DIY I BPK Perwakilan Provinsi DIY. Dia diminta untuk menjadi saksi ahli di bidang audit pen­ gadaan barang dan jasa. “Jadi, ini permintaannya ti­ dak langsung ke saya, tetapi ke kepala perwakilan. Kepala per­ wakilan baru menunjuk saya, karena dulu sebagai kepala seksi yang membawahi Kulonprogo, tempat kasus itu ada. Dan, saya juga sudah pernah memberikan keterangan ahli, setelah dita­ warkan ke yang lain tidak mau,” ujarnya. Salah satu pertanyaan yang dilon­ tarkan dalam kasus ini adalah penge­ tahuan seputar pengadaan barang dan jasa sesuai Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Pertanyaan me­ mang lebih didominasi pengetahuan seputar hal itu. Bukan hasil pemerik­ saan BPK. “Pertanyaannya, ‘kalau BPK men­ emukan seperti itu, bagaimana menu­ rut BPK? Apakah itu kerugian atau bukan? Kalau ini betul-betul murni pe­ ngetahuan bukan hasil pemeriksaan (kerja) kita. Ada provokasi dari penga­ cara, biasa itu,” ungkap Wahyu. Kasus ketiga adalah Kerugian Dae­ rah Anggaran DPRD Kota Malang pada 2004 sebesar Rp6,02 miliar. Proses pen­ gadilan cukup panjang karena terdak­ wanya banyak. Kasus ini merupa­kan temuan BPK dan Wahyu merupakan salah satu anggota tim pemeriksa. Dia menjelaskan kasus ini diproses

Warta BPK

HUKUM pada 2010. Padahal, hasil pemeriksaa­ nnya 5 tahun sebelumnya yaitu pada 2005. Pada saat pemeriksaan anggaran DPRD Kota Malang, Wahyu masih ber­ tugas di BPK Perwakilan Provinsi DIY. Namun, pada saat proses persidangan selanjutnya, dia sudah bertugas di BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat. “Saya ditunjuk karena sewaktu pemeriksaan itu saya jadi Kepala Seksi Jatim IB BPK Perwakilan Provinsi DIY. Kepala Seksi Jatim IB ini membawahi Kota Malang,” tuturnya. Dalam proses penunjukkannya sebagai saksi ahli, Kejaksaan Ne­geri Malang meminta BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur untuk memberi­ kan keterangan terkait kasus ini. Se­ lain Wahyu ada tiga pemeriksa lainnya yang tergabung dalam tim pemer­ iksaan anggaran DPRD ini. Namun, akhir­nya Kepala Perwakilan Provinsi Jawa Timur menunjuk dirinya atas per­ setujuan BPK Perwakilan Provinsi DIY dan Auditor Utama Keuangan Negara V. Dalam sidang ini pertanyaan yang dilontarkan banyak seputar temuan BPK tersebut. Pertanyaan-pertanyaan lainnya hampir sama dengan sidangsidang yang diikuti Wahyu sebelum­ nya pengetahuan tentang BPK, audit, dan kasus itu. Pada kasus Kota Malang 2004 sebe­ sar Rp6,02 miliar ini terbagi dalam dua temuan. Pertama, ada anggaran yang seharusnya tidak boleh diang­ garkan tetapi tetap dianggarkan. “Ada banyak poinnya. Misalnya, kalau dulu penghasilan pimpinan dan anggota DPRD sudah diatur secara jelas. Misalnya, A-K, tetapi dia menganggarkan K-Z. Kemudian setelah dianggarkan sudah men­ jadi APBD, ternyata direalisasikan. Dibayarkan juga yang K-Z. Nah, ini yang K-Z tidak boleh. Jenisnya seperti tunjangan taksi dan lain­ nya, yang sebenarnya tidak boleh. Direkomendasikan agar dikemba­ likan. Namun, sekitar 60% yang be­ lum dikembalikan,” terang Wahyu.

Warta BPK

Kedua, masalah asuransi kesehatan untuk anggota DPRD Kota Malang. Asuransi kesehatan ini harus diberikan polis. Jadi, ikatan perjanjiannya itu an­ tara sekretaris keuangan pemerintah daerah dan perusahaan asuransi. Na­ mun, kenyataannya ini diberikan se­ cara tunai ke masing-masing anggota DPRD Kota Malang. Harusnya, ada perjanjian antara sekretaris keuangan dan perusahaan asuransi melalui proses lelang ditun­ juk siapa yang menang baru diberikan. Namun, pada kasus ini dari sekretaris keuangan dibayar tunai ke anggota Dewan. Sementara oleh anggota DPRD sendiri tidak semuanya dibelikan polis. Jangan Segan Pengalamannya memberikan kete­ rangan ahli pada beberapa kasus tin­ dak pidana korupsi membuat Wahyu merasa pemeriksa BPK tak perlu segan menghadapinya. Banyak pengalaman berharga justru diperolehnya. Menurut dia, hal terpenting se­ bagai pemeriksa BPK adalah jangan pernah takut ketika melakukan audit kemudian menemukan hal-hal yang berindikasi tindak pidana korupsi. Demikian juga ketika diminta untuk memberikan keterangan ahli terkait kasus tersebut. “Kita harus selalu siap, tidak perlu takut, ada pengalaman baru di suasana sidang,” tutur Wahyu. Meski begitu, ada juga yang sulit dihadapi ketika dipersidangan. Sema­

kin pintar pengacaranya, semakin be­ rat menghadapi mereka. Dan, semakin banyak pertanyaan semakin menguras energi. Pertanyaan yang paling berat, biasanya pertanyaan dari pengacara. Pertanyaannya kerap yang paling pro­ vokatif dan menyudutkan. “Nah, di situ yang diperlukan ke­ siapan mental dan kesiapan penge­ tahuan dan wawasan kita. Sebaiknya jika kita tidak tahu, bilang tidak tahu, jangan mereka-reka. Pada waktu itu, yang saya tahu, saya jelaskan, yang saya tidak tahu, saya bilang tidak tahu. Karena kalau melebar malah pertanya­ annya tambah banyak,” ucap Wahyu. Dia menambahkan menjadi saksi ahli bukan hanya harus meluangkan waktu, tetapi juga butuh persiapan dalam hal mental dan persiapan ma­ teri untuk memahami kasus ini, bidang tugasnya. Mulai dari undang-undang tentang BPK, Laporan Hasil Peme­ riksaan, Temuan Pemeriksaan, baru Kertas Kerja Pemeriksaan yang terkait dengan temuan BPK yang kasusnya disidangkan. Belum lagi harus selalu bertanya kepada tim pemeriksa yang menemukan kasus yang disidangkan tersebut. Wahyu berharap ada dukungan moril dan kelembagaan yang optimal. Di sisi lain, dia berharap ada reward yang bisa diberikan BPK, entah itu ke­ naikan pangkat luar biasa atau lainnya. Selama ini yang ada hanya mendapat­ kan SPPD sesuai jumlah hari. and

Tiga Poin Jadi Saksi Ahli Menurut Kepala Sub Auditorat Nusa Tenggara Barat II BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Barat Wahyu Priyono, ada tiga hal yang harus diper­ siapkan auditor jika diminta untuk menjadi saksi ahli. Pertama, persiapan mental. Ini penting agar auditor siap dalam mengha­ dapi pertanyaan yang cenderung provokatif, memojokkan terutama dari tim pengacara terdakwa. Kedua, persiapan fisik. Ini diperlukan karena biasanya proses persidangan memakan waktu lama. Kesehatan atau kekuatan fisik sangat diperlukan agar tidak drop saat berada di persidangan untuk memberikan keterangan ahli. Ketiga, persiapan pengetahuan. Ini diperlukan agar dapat menjawab per­ tanyaan-pertanyaan dengan baik, yang diajukan pengacara, hakim, maupun jaksa.

OKTOBER 2011

53

AKSENTUASI

S

alah satu sumber pendanaan APBN berasal dari utang luar negeri yang berasal dari negara kreditor dan lembaga pembiayaan internasional lainnya. Selain itu, didapat juga dengan menerbitkan surat berharga yang diterbitkan pemerintah atau negara, bisa berupa Surat Utang Negara (SUN). Berbicara masalah utang negara, ternyata cenderung meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Total utang pemerintah hingga Agustus 2011 mencapai Rp1.744,34 triliun, naik Rp10,7 triliun dari posisi Juli sebesar Rp1.733,64 triliun. Jika dibandingkan dengan jumlah utang pada Desember 2010 sebesar Rp1.676,85 triliun, berarti ada kenaikan Rp67,49 triliun. Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah hingga Agustus 2011 mencapai US$203,35 miliar. Jumlah itu turun dari bulan sebelumnya US$203,77 miliar. Utang pemerintah itu terdiri dari pinjaman US$69,63 miliar dan surat utang US$133,72 miliar. Namun, utang dalam dolar AS ini lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2010 sebesar US$186,5 miliar. Utang tersebut berasal dari bi­lateral US$43,45 miliar, mul­tilateral US$22,86 miliar, komersial US$3,02 miliar, supplier US$60 juta, dan pinjaman dalam negeri US$70 juta. Sementara total surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah sampai Agustus 2011 mencapai US$133,72 miliar, naik dari posisi Desember 2010 US$118,39 miliar. Jika dirunut mulai 2000, besaran utang pemerintah ini cenderung naik (lihat tabel). Walau jumlah utang cenderung membesar, akan tetapi dari sisi rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), justru turun. Per Juli 2011, PDB Indonesia sebesar Rp6.422,9 triliun, rasio utang mencapai 26,9%. Dengan menggunakan asumsi APBN-P 2011, per September 2011 ini, rasio utang dengan PDB turun lagi menjadi 24,9%. Sejak 2006, kecenderungan penurunan rasio utang terhadap PDB sudak terlihat. Pada 2006, rasio utang mencapai 39,0%, turun menjadi 35,1%

54

OKTOBER 2011

Utang Membengkak, BPK Lakukan Audit Utang Indonesia cenderung kian meningkat meski rasio utang dengan PDB terus turun. BPK akan melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan utang negara.

istimewa

Agus D.W. Martowardojo

(2007), 33,0% (2008), 28,3% (2009), 26,0% (2010), dan 24,9% (September 2011). Penurunan itu juga dilontarkan oleh Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. “Meskipun jumlah nominal bertambah, tetapi rasio utang terhadap PDB semakin menurun dan saat ini rasio utang Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan rasio utang negara maju, misalnya AS sekitar 100% [dari PDB] dan Jepang di atas 200%,” ungkapnya. Menkeu yakin bahwa fundamental ekonomi dalam kondisi baik dan utang Indonesia masih terjaga. Dengan kondisi ini krisis di Amerika Serikat

dan Eropa tidak terlalu berdampak terhadap perekonomian domestik. Krisis yang terjadi di kedua belahan dunia itu karena faktor besarnya utang. Sementara Indonesia selama 10 tahun terakhir bisa mengendalikan debt to GDP. Agus menjelaskan Indonesia konsisten dalam mengelola kesehatan utang dengan rasio sebesar 80% terhadap PDB pada 10 tahun lalu, menjadi 26% pada 2011. Negaranegara yang mengalami pemulihan ekonomi lambat dan terkena dampak krisis seperti AS, memiliki rasio utang yang mencapai 100% terhadap PDB. Selanjutnya, Yunani 147,3%, Portugal 103,1%, Irlandia 102,4%, Italia 124,8%, dan Jepang 227,4%. “Kita cukup konsisten dalam Warta BPK

AKSENTUASI menjaga kesehatan utang, 10 tahun lalu debt to GDP ada di kisaran 80%. Sekarang 26%, berarti turun. Di negara lain naik sampai di atas 100%, bahkan Jepang 200%,” katanya. Dalam kesempatan terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan sekuat apapun negara seperti AS dan Eropa, jika defisit anggarannya besar, maka rasio utang akan sangat tinggi dan ekonomi menjadi tidak aman. “Oleh karena itu kita memperbaiki rasio utang terhadap PDB. Tahun lalu sudah kurang 25% dan akan kita terus turunkan tahun depan. Kita juga meningkatkan penerimaan negara, baik pajak maupun nonpajak. Mengatur pembelanjaan yang tepat sehingga tidak perlu defisit,” papar Presiden. Sebelumnya, Presiden juga mengingatkan para menterinya untuk mengurangi utang luar negeri. Dia meminta pelunasan utang lebih digencarkan lagi. Oleh karena itu, tiap tahun jumlah utang yang dibayar harus lebih besar dari jumlah utang yang ditarik. Selain itu, Presiden meminta persentase utang pemerintah terhadap PDB pada 2014 harus ditekan menjadi 22%. Pendapat berbeda dilontarkan Agus Suman, Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Menurut dia, kebijakan fiskal dan makro dapat bermuara pada kebijakan politik pinjaman. Hal itulah yang mesti perlu diwaspadai, karena tidak jarang sangat menjebak. Dia sependapat bahwa rasio utang terhadap PDB cenderung mengalami penurunan. Pengelolaannya sejurus dengan batas aman rasio utang terhadap PDB yang sebesar 60%. Namun, kondisi ini, jangan dijadikan alasan diadakannya kebijakan budaya utang. “Bila paradigma itu yang dipegang, yang terjadi ialah potensi multiplier effect penggerogotan anggaran dari kebijakan utang yang dilakukan secara masif. Seperti rutinitas pembayaran utang yang jatuh tempo serta bunga pinjaman. Hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perekonomian dalam Warta BPK

negeri,” paparnya dalam sebuah tulisan di media massa. Utang pada dasarnya bukan kebijakan yang tepat, bahkan bisa dikatakan inefisien. Sebab, efisiensi utang dapat berjalan dengan baik dengan syarat mekanisme transmisi benar-benar berpihak kepada rakyat (pro-public government expenditure) seperti modal pelayanan fasilitas publik dan infrastruktur. Selain itu juga

istimewa

Revrisond Baswir

mengharuskan pada mekanisme check and balance dalam mengawal ketat utang. Namun, yang terjadi di Indonesia, utang malah digunakan sebagai modal untuk pengeluaran anggaran belanja rutin birokrasi yang mencapai 80%. Bahkan yang lebih tragis, utang dijadikan instrumen bagi-bagi uang para elite birokrat atau proyek-proyek mainan yang membuat APBN selalu defisit tiap tahunnya. Dalam hal ini, utang sebagai dasar efek peningkatan kesejahteraan rakyat malah berdampak sebaliknya. Oleh karena itu, kebijakan restrukturisasi utang secara radikal perlu sangat dipertimbangkan. Selain itu, politik anggaran berimbang perlu selalu dilakukan ketimbang politik anggaran defisit. Ia juga mengharapkan agar moratorium utang perlu dilakukan secara nyata. Hal serupa juga diutarakan Koalisi Anti Utang. Melalui Ketuanya, Dani Setiawan, mengatakan bahwa krisis utang AS dan Eropa harus menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tak

masuk ke masalah yang sama di masa mendatang. Meskipun selama ini pemerintah selalu beralibi rasio utang Indonesia terhadap PDB relatif jauh lebih rendah atau masih dalam rentang yang sangat aman. Dia mencatat selama 5 tahun terakhir terdapat tren peningkatan utang program dari luar negeri. Hal ini erat kaitannya dengan upaya liberalisasi ekonomi di Indonesia seperti memfasilitasi modal asing. Sejalan dengan meningkatnya utang program, tingkat utang proyek langsung mengikuti, yang berimbas mengendurnya peran pemerintah. Dani mengilustrasikan pada 2010 saja, realisasi alokasi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN mencapai Rp215,54 trilun. Terdiri dari pembayaran bunga utang sebesar Rp88,38 trilun, pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp50,63 triliun, dan pembayaran cicilan pokok dan buyback SBN sebesar Rp76,53 triliun. Sementara pada 2011, pemerintah merencanakan untuk menambah alokasi pembayaran utang hingga mencapai Rp249,72 triliun, meningkat sekitar Rp35 triliun dari 2010. Angka ini jauh lebih besar dari total belanja modal, yang merupakan investasi pemerintah dalam APBN Perubahan 2011 sebesar Rp136.87 triliun atau hanya 8,4%. “Ini bisa jadi bom waktu, tercermin dalam APBN makin lama peran pemerintah makin mengecil, utamanya di sektor infrastruktur dan pelayanan publik semakin mengecil. Proteksi negara terhadap rakyat semakin berkurang,” katanya. Dani menambahkan selama ini instrumen utang sebagian besar untuk kebutuhan menutup defisit anggaran dan membayar cicilan pokok utang luar negeri maupun surat berharga negara. Besarnya beban pembayaran utang, menyebabkan pemerintah harus merogoh anggaran di APBN dalam jumlah yang sangat besar. “Angkanya akan semakin mencolok bila kita membandingkan dengan total pembayaran utang dengan porsi OKTOBER 2011

55

AKSENTUASI belanja pemerintah untuk sektor pendidikan, kesehatan, pangan dan pertanian, serta pembangunan koperasi dan usaha kecil menengah,” ujarnya. Koalisi Anti Utang juga mencatat dalam 5 tahun terakhir pembiayaan utang sangat dominan dan memberikan kontribusi rata-rata 75,1% dari total pembiayaan yang diperlukan dalam APBN. Ekonom Revrisond Baswir yang juga Tim Ahli Pusat Studi Kerakyatan UGM berpendapat sama. Dia menyatakan besarnya porsi pembayaran utang dalam APBN telah menyandera kebijakan anggaran negara untuk diprioritaskan melayani kreditor asing dan para investor pemilik surat berharga negara. Pada sisi efektifitas, secara internal, beban pembayaran utang menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan. Beban pembayaran utang telah mengurangi kemampuan negara untuk menstimulus perekonomian dengan dukungan pendanaan bagi pembangunan. Besarnya beban pembayaran utang setiap tahun mengakibatkan berkurangnya alokasi anggaran pembangunan dan pengurangan subsidi bagi rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Jika terus dibiarkan, akibat lebih jauh adalah penyusunan APBN akan terus-menerus disandera oleh penambahan utang baru dari dalam dan luar negeri untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang yang terus membesar.

Manajemen Utang

Melihat kondisi makin membengkaknya jumlah utang negara, BPK tidak tinggal diam. Lembaga audit negara ini akan melakukan pemeriksaan terhadap utang negara. Audit ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan utang sesuai dengan aturan dan bermanfaat. “Misalnya, terdiri dari apa saja utang itu. BPK sekarang se­dang menginventarisir apakah per­janjiannya sesuai, baik utang luar negeri dan dalam

56

OKTOBER 2011

negeri,” ujar Ketua BPK Hadi Poernomo, baru-baru ini. Menurut dia, pihaknya akan meng­ um­pulkan data-data soal utang luar negeri dan akan dianalisis satu per­satu. Dengan begitu, akan ke­ta­huan apakah utang peme­rintah tersebut bermanfaat atau ti­dak. “Nanti akan kita tanyakan, nama­nya audit kinerja,” ucapnya. Dalam laporan keuangan, tambahnya, selalu ada pertum­bu­han utang. Penambahannya itu nilainya triliunan. Oleh karena itu, BPK akan me­ ngaudit performance apa­kah utang ini memberikan man­faat atau tidak.

Jika BPK menemukan penyimpangan utang, BPK ha­nya bisa membuat rekomen­da­si. Meski begitu, pihaknya akan men­­­cocok­kan terlebih dahu­lu do­ku­men de­ngan temuan di lapangan. Wakil Ketua BPK Hasan Bisri menyatakan audit utang difokuskan kepada utang dalam negeri karena saat ini utang dalam negeri sangat mendominasi. “Komposisi pinjaman Indonesia saat ini, paling banyak pinjaman dalam negeri dalam bentuk SUN

setiap tahun terbit Rp5 triliun - Rp10 triliun termasuk utang-utang eks peninggalan krisis 1998 dalam bentuk obligasi rekapitalisasi yang selama ini membebani pemerintah sangat berat sekali. Kalau sebelum reformasi didominasi utang luar negeri setelah reformasi komposisinya terbalik,” papar Hasan dalam jumpa pers terkait deklarasi ASEAN SAI di Jakarta, belum lama ini. BPK mengkhawatirkan tingginya utang dalam negeri ini memberatkan pemerintah. Apalagi jika suatu saat pemerintah tak sanggup lagi membayar kupon atau bunga surat utang itu. Ini bakal menimbulkan persepsi buruk bagi pasar keuangan domestik. “Jadi kita akan lihat, apakah kupon tingkat rate-nya sudah paling kompetitif, apakah tidak terlalu mahal atau murah atau sudah pas di level itu, ini kan harus analisis ekonomi makro dan bidang pasar modal,” ujarnya. Untuk itu, Hasan menyatakan pihaknya akan melakukan audit terhadap utang dalam negeri, tidak hanya dalam pelaporannya, tetapi juga upaya pemerintah dalam mengatur utang tersebut. “Kita akan melakukan suatu kajian, tidak hanya sekadar menatausahakan dan melaporkan secara accounting tapi bagaimana pemerintah me-manage pinjamannya apakah bunga yang diterapkan sudah cukup kompetitif, kenapa harus menerbitkan dengan kupon sekian persen, ya itu akan kita lihat nanti,” jelasnya. Audit utang ini, lanjut Hasan, akan dilakukan untuk tahun anggaran 5 tahun belakang guna membandingkan komposisi utang sebelum dan sesudah krisis. “Ya target kita 2012, tahun ini tidak sempat, kita bisa mundur sampai ke belakang, paling tidak 5 tahun terakhir kita bisa lihat tren utang semenjak sebelum dan sesudah reformasi karena setelah reformasi diawali dengan penerbitan surat utang untuk rekapitalisasi bank-bank bermasalah dulu, komposisinya terbalik sekarang,” and paparnya.

Warta BPK

TEMPO

Periode 19451949 menjadi masa krusial bagi bangsa Indonesia. Tak heran masa itu disebutsebut sebagai masa revolusi. BPK pun mengalaminya.

doeloe

Perjuangan BPK di Masa Revolusi

Kantor BPK pertama di Magelang bertempat di Gedung Aniem.

Pada saat pendiriannya, Pasca-diproklamirkannya 1 Januari 1946, melalui Kemerdekaan Indonesia Penetapan Pemerintah Tahun pada 17 Agustus 1945, 1946 No.11/UM, Kantor BPK sampai Belanda mengakui ditetapkan di Magelang kedaulatan negara dengan pegawai hanya Indonesia, sampai pascasembilan orang. Bahkan, jika Konferensi Meja Bundar di dipersempit lagi, pegawai Den Haag, Belanda, pada pelaksana hanya enam orang. November 1949, menjadi Kesembilan pegawai tersebut masa penuh perjuangan terdiri dari R. Soerasno bagi bangsa Indonesia. (Ketua), Aboetari (Anggota), Peluh keringat dan Djunaedi (Sekretaris), dan tetesan darah membanjiri enam pegawai pelaksana ruang dan waktu itu. yakni R. Kasirman, Bandji, M. Seiring dengan Soebardjo, Dendadipradja, proses membangun Rachmad, dan Wiradisastra. fondasi ketatanegaraan, Kantor BPK di Magelang setelah Indonesia Sjafruddin Prawiranegara pun berpindah-pindah. memdeklarasikan Kantor pertama terletak kemerdekaan, di situ pula bekas Gedung Aniem, kemudian pindah lagi Belanda merongrong kedaulatan, melalui dua ke bekas Gedung Bea Cukai. Pada saat Belanda agresi militernya. Berpindah-pindah tempat melancarkan agresi militernya yang pertama karena suasana perang, belum kondusif dan pada Juli 1947, kantor BPK kembali dipindahkan mapan, membuat semua elemen bangsa benarke Kantor Karesidenan. Tak sampai lama, pindah benar berjuang. Hal yang sama juga dialami lagi ke Gedung Klooster. BPK.

Warta BPK

OKTOBER 2011

57

TEMPO

doeloe

Kantor BPK di Gedung Bea dan Cukai setelah pindah dari Gedung Aniem, Magelang.

Kondisi perang tersebut membuat Ketua BPK R. Soerasno berinisiatif untuk melakukan arahan guna menyelamatkan kerja, kantor, pegawai, dan keluarganya. Arahan itu termuat dalam surat rahasia Ketua BPK pada 24 Juni 1947. Surat rahasia ini sebenarnya juga

ke tempat lain. Tujuannya, agar tidak tertangkap dan tidak terjadi pemusnahan atau perusakan perlengkapan dan peralatan kantor. Kantor BPK dipercayakan kepada Saiboen, Soebardjo, dan Bandji untuk tetap tinggal dan sebisa mungkin menjalankan pekerjaan. Mereka

Dari Gedung Bea dan Cukai Kantor BPK kembali dipindahkan ke Gedung Karesidenan Kedu di Magelang.

merupakan kelanjutan dari instruksi Menteri Keuangan waktu itu, Sjafruddin Prawiranegara, agar ketika kota Magelang terancam agresi Belanda, perlengkapan, peralatan, dan pegawai untuk menyingkir

58

OKTOBER 2011

bertanggung jawab atas barangbarang yang tetap ditinggalkan di kantor. Masih pada 1947, dibentuk Kantor Cabang BPK di Yogyakarta yang berkedudukan di Gedung

Nilmy, Yogyakarta. Dengan ada kantor di Yogyakarta ini, otomatis ada pemindahan sebagian pegawai dan perlangkapan kantor dari Magelang ke Yogyakarta. Tak berselang beberapa lama, Presiden Soekarno mengeluarkan instruksi melalui Penetapan Pemerintah Tahun 1948 No. 6 tentang tempat dan kedudukan BPK. Dalam instruksi itu disebutkan bahwa karena kantor-kantor penting pemerintah pusat berada di Yogyakarta, sebaiknya BPK berada di kota yang sama. Dengan instruksi ini, Kantor BPK Pusat berada di Yogyakarta, sementara kantor BPK di Magelang sebagai kantor cabang. Untuk pembagian tugas, kantor pusat bertugas mengurus kepegawaian secara umum dan melakukan pemeriksaan setempat di bawah pimpinan R. Kasirman. Laporan hasil pemeriksaan setempat pada umumnya diserahkan kepada Seksi Keuangan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). BP KNIP ini merupakan cikal-bakal DPR. Sementara Kantor Cabang BPK di Magelang bertugas melakukan verifikasi dan mengadakan surat-menyurat mengenai pertanggungjawaban, surat perintah membayar uang, dan lain-lain. Selain itu, kantor cabang juga bertugas memberikan bahan-bahan untuk keperluan pemeriksaan setempat kepada kantor pusat. Pada saat itu, jumlah pegawai BPK mulai meningkat. Pegawai di kantor pusat sebanyak 42 orang dan kantor cabang berjumlah 74 orang. Belanda ternyata tak berhenti untuk kembali menguasai Indonesia. Pada 19 Desember 1948, kembali melakukan agresi militer yang kedua. Kali ini serangan langsung tertuju pada Ibu Kota Indonesia waktu itu yakni Yogyakarta. Serangan Belanda itu ternyata membuahkan hasil. Yogyakarta dikuasai militer Belanda. Presiden

Warta BPK

TEMPO Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, dan beberapa menteri ditangkap dan dibuang ke Pulau Bangka. Namun, presiden dan wapres mencium gelagat buruk dari tindakan Belanda ini. Mereka menginstruksikan kepada Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, untuk mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatra Barat. Lantas bagaimana dengan BPK? Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II, para pegawai BPK menyesuaikan diri dengan keadaan. Pegawai BPK, baik di Yogyakarta maupun Magelang banyak yang meninggalkan kantor untuk bergabung dengan para pejuang. Selain itu, ada juga yang mengungsi bersama keluarga ke luar kota. Kondisi ini juga memungkinkan sebagian besar arsip BPK hilang sementara peralatan kantor dipindahkan ke tempat lain oleh tentara Belanda.

Kembali Pulih Perlawanan segenap komponen bangsa Indonesia, kejutan Serangan Umum 1 Maret 1949, dan tekanan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), akhirnya memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan. Maka terselenggaralah Perundingan Roem-Royen. Salah satu hasil dari perundingan ini adalah kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta. Untuk melaksanakan pengembalian ini, Presiden Soekarno menginstruksikan kepada Sri Sultan Hamengkubowono IX yang pada waktu itu menjabat Menteri Negara Koordinator Keamanan, untuk menerima kembali prosesi kekuasaan RI dari Belanda dan mengatur pengembalian pemerintahan di Yogyakarta. Surat tersebut ditetapkan pada 1 Mei 1949. Atas dasar instruksi Presiden itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Warta BPK

doeloe

Tak berselang lama di Gedung Karesidenan Kedu, Kantor BPK kembali dipindahkan ke Gedung Klooster, Magelang.

mengeluarkan sebuah proklamasi yang mengumumkan kekuasaan pemerintah Indonesia untuk sementara waktu dipegang dan dijalankan olehnya. Dalam proklamasi itu, disebut juga badan pemerintahan dan alat kekuasaan negara kembali dipulihkan agar bisa menjalankan tugas-tugasnya. Semuanya bisa kembali menjalankan tugasnya di Yogyakarta. Hal ini juga berimbas

R. Kasirman

pada BPK. Alhasil, BPK pun kembali berdiri. Agar operasional BPK berjalan kembali, Ketua BPK R. Soerasno yang masih berada di Jakarta, melalui notanya pada 30 Mei 1949, menunjuk R. Kasirman, yang menjabat sebagai Inspektur Kepala BPK, untuk sementara waktu, menggantikannya dalam menjalankan tugas sehari-hari. Penunjukkan R. Kasirman ini kemudian ditetapkan dalam Surat Keputusan Presiden No. 13/A/50 pada 31 Januari 1950. Dalam Surat Keputusan Presiden tersebut disebutkan bahwa terhitung mulai 1 Agustus 1949, selama Ketua BPK (R. Soerasno) berhalangan menjalankan kewajiban, maka R. Kasirman akan mewakilinya, disamping tetap menjalankan pekerjaan sebagai Inspektur Kepala. Kantor Pusat BPK di Yogyakarta sebenarnya telah dibuka kembali oleh R. Kasirman sejak 27 Juni 1949. Sementara kantor cabang di Magelang tidak dibuka. Sehingga seluruh kegiatan BPK dipusatkan di Yogyakarta. Adapun para pegawai yang mengungsi selama pendudukan Belanda akibat Agresi Militer II, secara berangsur-angsur kembali bekerja. and

OKTOBER 2011

59

Lintas

PERISTIWA

Pembangunan Bandara Butuh Rp32 triliun

foto: imageshack

JAKARTA: Pemerintah mengalokasikan Rp32 triliun untuk pembangunan dan pengembangan bandara udara selama 15 tahun ke depan. “Anggaran ini untuk investasi pembangunan seluruh bandara,” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang

Susantono di Jakarta, baru-baru ini. Pengembangan dibutuhkan karena kapasitas sebagian pelabuhan udara sudah tidak mencukupi. Beberapa di antaranya adalah Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, dan Bandara Adi Sutjipto. “Pembangunan bandara baru untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi,” jelasnya. Aktivitas di Bandara Soekarno Hatta diprediksi melebihi kapasitas pada 2019. Pertumbuhan jumlah penumpang di bandara dengan empat terminal ini sekitar 9% setiap tahun. Pemerintah juga berencana mambangun bandara baru di sekitar Jakarta, Bali, dan Yogyakarta. Untuk wilayah sekitar Jakarta lokasi yang dipilih rencananya di sekitar Cikarang, Jawa Barat. Bandara baru di sekitar Cikarang ditargetkan mulai beroperasi pada 2019, sedangkan pembangunan dimulai pada 2014. Jalur kereta api akan menghubungkan Bandara Soekarno Hatta dengan bandara yang baru. Menurut Bambang, seperti dikutip Tempo, pemerintah juga sedang menjajaki rencana pembangunan kota baru di wilayah bandara yang merupakan tren baru di dunia. Pusat bisnis baru akan berkembang di kota bandara. Namun, rencana ini terhalang oleh lahan yang sempit. aiz

BI Tak Bela Budi Mulya JAKARTA: Bank Indonesia tidak akan memberikan pembelaan kepada deputi gubernur nonaktif Budi Mulya setelah kasusnya disidik oleh KPK. Alasannya, bank sentral tidak bisa memberi bantuan hukum menyangkut kasus pribadi. “Yang bersangkutan mengklaim ini adalah urusan pribadi,” kata Gubernur BI Darmin Nasution setelah rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR di Jakarta baru-baru ini. Audit BPK menemukan adanya aliran dana dari pemilik Bank Century Robert Tantular kepada Budi Mulya. Budi mengaku meminjam uang kepada Robert Tantular sebesar Rp1 miliar  pada 2008. Dia beralasan uang itu adalah pinjaman pribadi dan sudah dikembalikan. Namun, kecurigaan muncul karena waktu peminjaman uang menjelang pemberian dana talangan kepada Bank Century. Sebelumnya Komisi memanggil Budi Mulya dan memeriksanya selama 12 jam sebagai saksi dalam kasus itu. Setelah pemeriksaan, Dewan Gubernur menyetujui permohonan nonaktif Budi Mulya selama 6 bulan, yang bisa diperpanjang 6 bulan lagi. Bank sentral, kata Darmin, masih menunggu hasil pemeriksaan KPK dan BPK. Dia mengharapkan sebelum perpanjangan masa penonaktifan sudah ada hasilnya. “Bila sudah ada kejelasan di Komisi, Bank Indonesia mempunyai dasar yang jelas untuk mengambil langkah selanjutnya.” Dewan Gubernur sudah mengambil langkah ketika kasus

60

OKTOBER 2011

ini merebak. “Yang bersangkutan tidak lagi menangani bidang strategis dan berdampak banyak kepada publik,” jelasnya seperti dikutip Tempo. Langkah ini dilakukan, tambahnya, untuk menjaga integritas dan kredibilitas pengambil keputusan yang berdampak kepada publik. Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Harry Azhar Azis mengatakan bank sentral akan meminta pendapat hukum terkait dengan penonaktifan Budi Mulya. Pasalnya, berdasarkan UU Bank Indonesia lama nonaktif hanya 3 bulan. Sementara ekonom A. Prasetyantoko mengatakan status nonaktif Budi Mulya diharapkan membantu proses pemeriksaan oleh KPK. Audit forensik BPK atas Century, yang kini bernama Bank Mutiara, menemukan aliran dana dari pemilik Bank Century Robert Tantular kepada Budi Mulya pada September 2008, menjelang pemberian fasilitas jangka pendek sebesar Rp689 miliar untuk Century. Budi pernah mengaku dana itu pinjaman dari Robert. Pendanaan itu mengucur pada 14-18 November 2008 melalui skema Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Adapun pada 24 November 2008-24 Juli 2009 digelontorkan fulus oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam bentuk penyertaan modal sementara senilai Rp6,7 triliun. Dana dari LPS inilah yang dianggap sebagai uang negara. aiz

Warta BPK

Lintas

PERISTIWA

Boleh Hibah Asal Bukan Uang CIANJUR:  Jaksa Agung mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan pihak kejaksaan menerima hibah dari pihak lain,  asalkan tidak berupa uang. “Dari rapat komisi-komisi, untuk Komisi A terkait masalah pembinaan ini ada 16 butir rekomendasi, di antaranya adalah diperlukannya satu kebijakan untuk tidak menerima hibah dari pihak manapun secara tunai,” ujar Jaksa Agung Basrief Arief kepada pers seusai penutupan Rapat Kerja Kejaksaan 2011 di Hotel Yasmin, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (11/11/2011). Hibah dalam bentuk nontunai atau dengan kata lain berupa barang, tambahnya, bisa diterima. Namun, kebijakan ini masih merupakan wacana yang perlu dikaji secara mendalam. Demikian dilansir dari

Detiknews. “Jadi kalaupun hibah diberikan, katakanlah seperti dari pemerintah daerah itu ingin memberikan hibah tanah untuk pembangunan kantor, tanahnya yang diberikan, bukan uangnya yang diberikan. Ini ditegaskan dalam rekomendasi untuk tidak diterima secara tunai,” tegas Basrief. Kendati demikian, setiap penerimaan hibah nontunai wajib untuk dilaporkan. Hal ini penting untuk memberi kontrol yang terukur terhadap penerimaan hibahnon tunai tersebut. “Kewajiban pengelolaan pelaporan atas penerimaan hibah nontunai atau barang untuk dicatat dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntasi Barang Milik Negara (SIMAK BMN),” tegasnya. dr

Puluhan Terdakwa Korupsi Divonis Bebas JAKARTA:  Komisi Yudisial  menemukan ada puluhan kasus korupsi divonis bebas dan akan melakukan penyelidikan ke Pengadilan Tipikor di daerah. “Saya tidak tahu persis, tetapi ada puluhan kasus korupsi yang divonis bebas. Di Surabaya ada 17, di Jabar ada 4, di Kalimantan ada 14 padahal kasus ini melibatkan 40 orang lain dan ini kemungkinan divonis bebas juga karena kasusnya sama,” ujar anggota KY Taufiqurrohman Syahuri dalam dalam Talk Show DPD Perspektif Indonesia Pengadilan Tipikor Daerah Ujian Bagi Penegakan Keadilan, di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, baru-baru ini. Dia menuturkan ada hakim Tipikor yang belum menerima gaji pada awal penugasan. Hakim-hakim itu mengadu kepada KY.

Warta BPK

“Tidak hanya hakim di Semarang, tetapi di Surabaya dan Bandung juga tidak terima gaji pada 3 bulan pertama antara Januari-April. Mereka diberi SK Presiden setahun yang lalu. Padahal pengacara yang sudah jadi hakim Tipikor tidak bisa berpraktek. Kalau dosen masih bisa sampingan mengajar,” jelasnya seperti dikutip Detiknews. Namun, masalah itu sudah diselesaikan MA. Tak ada alasan bagi mereka untuk setengah-setengah menuntaskan kasus korupsi. “MA sudah sampaikan mau selesaikan karena kekuasaan anggaran ada di MA. Jadi mereka bilang saya sudah 3 bulan makan gaji sendiri. Sewa rumah jadi yang murahan, naik angkot pakai becak jadi memang menyedihkan. Berarti sekarang sudah diterima,” ungkapnya. aiz OKTOBER 2011

61