STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

Download Dede J. Sudrajat. Nurhasybi. Yulianti Bramasto. STANDAR PENGUJIAN. DAN MUTU BENIH. TANAMAN HUTAN ... hutan tanaman dan hutan rakyat. Untuk ...

0 downloads 716 Views 7MB Size
STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

Dede J. Sudrajat Nurhasybi Yulianti Bramasto

Dede J. Sudrajat, Nurhasybi, dan Yulianti Bramasto Editor: Djoko Iriantono Muhammad Zanzibar Pujo Setio

Penerbit: FORDA PRESS 2015

STANDAR PENGUJIAN DAN MUTU BENIH TANAMAN HUTAN Penulis: Dede J. Sudrajat, Nurhasybi, dan Yulianti Bramasto Editor: Djoko Iriantono, Muhammad Zanzibar, dan Pujo Setio Desain Sampul dan Tata Letak: FORDA PRESS Copyright © 2015 Penulis Cetakan Pertama, Desember 2015 xiv + 244 halaman; 148 x 210 mm ISBN: 978-602-71770-9-3 Diterbitkan oleh: FORDA PRESS Anggota IKAPI No. 257/JB/2014 Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat 16610 Telp./Fax. +62 251 7520093 Email: [email protected] Penerbitan/Pencetakan dibiayai oleh: BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105 Bogor, Jawa Barat 16144 Telp. +62 251 8327768 Email: [email protected]

Perpustakaan Nasional RI., Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Sudrajat, D.J., et al. Standar Pengujian dan Mutu Benih Tanaman Hutan / Penulis: D.J. Sudrajat, Nurhasybi, Y. Bramasto ; Editor: D. Iriantono, M. Zanzibar, P. Setio. -- Bogor : Forda Press, 2015. xiv, 244 hlm. : ill. ; 21 cm. ISBN: 978-602-71770-9-3 1. Benih, Tanaman Hutan, Standar -- Kehutanan. II. Nurhasybi III. Bramasto, Y. IV. Judul

I. Sudrajat, D.J. 634.9

KATA PENGANTAR Benih sebagai bahan tanaman dalam arti sempit ialah biji generatif dan dalam arti luas ialah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk perbanyakan tanaman. Dalam buku ini, pengertian benih hanya difokuskan pada biji generatif. Mutu benih sebagai cerminan dari teknik produksi benih dan penanganan benih (mutu fisik dan fisiologik benih) dan asal benih/sumber benih (mutu genetik) berperan penting untuk menyediakan bahan perbanyakan tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan baik pada tingkat produktivitas yang tinggi. Benih sebagai biji generatif dikendalikan oleh faktor alam dan induknya. Faktor-faktor ini akan cenderung memperlebar keragaman benih ditinjau dari mutu fisik, fisiologis, dan genetis. Sebaliknya, aspek legalitas menghendaki ketentuan-ketentuan baku yang dituangkan dalam undang-undang, peraturan, atau keputusan pejabat berwenang. Dua kepentingan yang terlihat bertolak belakang ini perlu disinergikan untuk dapat memberikan persepsi yang sama bagi semua pihak yang berkepentingan dengan benih tersebut. Salah satu upaya untuk menyinergikan dan juga untuk menjamin mutu benih yang beredar, sistem sertifikasi mutu benih diterapkan dengan dukungan perangkat metode pengujian mutu benih. Pedoman pengujian mutu benih tanaman hutan ini merupakan informasi penting tentang bagaimana metode pengujian mutu benih tanaman hutan dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana laboratorium pengujian benih. Mutu benih yang menjadi fokus dalam pedoman ini ialah mutu fisik (kadar air, kemurnian, berat 1.000 butir) dan fisiologis (viabilitas dan daya berkecambah). Buku ini disusun dengan mengadopsi sebagian peraturan ISTA (International Seed Testing Association) dan dilengkapi dengan analisis data-data dari kegiatan penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor dan Perguruan Tinggi, data-data hasil kerjasama dengan Direktorat Bina D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | iii

Perbenihan Tanaman Hutan, serta Balai Perbenihan Tanaman Hutan seluruh Indonesia dalam kegiatan pembuatan standar mutu benih dan bibit (2009–2014). Standar yang dimaksud dalam buku ini ialah standar pengujian mutu benih tanaman hutan dan standar mutu benih tanaman hutan yang layak diedarkan. Pada akhirnya, semoga buku ini mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan penguji mutu fisik dan fisiologis benih sehingga mampu mengawasi peredaran benih dan bibit tanaman hutan, serta meningkatkan produksi benih dan bibit tanaman hutan yang baik untuk program penanaman.

Bogor, Desember 2015

Penyusun

iv | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Benih tanaman hutan berperan penting dalam menyediakan bahan perbanyakan tanaman untuk berbagai program penanaman, seperti rehabilitasi lahan dan hutan, pembangunan hutan tanaman dan hutan rakyat. Untuk pengendalian mutu dalam penggunaan benih oleh pengada, pengedar, dan pengguna benih; benih tanaman hendaknya dilengkapi dengan aspek legalitas yang pada saat ini dilakukan dengan sistem sertifikasi mutu benih. Sistem sertifikasi sendiri dalam pelaksanaannya memerlukan perangkat standar pengujian dan juga standar mutu benih tanaman hutan. Standar pengujian mutu benih harus ditetapkan dengan seksama karena beberapa alasan. Pertama, metode pengujian yang baku diharapkan akan memastikan hasil yang seragam jika pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak-pihak yang berminat. Kedua, keakuratan data pengujian mutu benih diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Ketiga, sebagai acuan dalam penerapan aspek legalitas perbenihan. Sementara itu, standar mutu benih layak edar perlu ditetapkan karena beberapa alasan penting. Pertama, kebutuhan perencanaan pengadaan bibit di persemaian. Kedua, mutu fisik dan fisiologis dapat menggambarkan mutu genetisnya. Ketiga, perlindungan terhadap pengguna benih. Pengumpulan data dari berbagai pihak dan kerja sama pengujian benih dengan berbagai institusi pengujian benih tanaman hutan tentunya sangat penting untuk mendapatkan metode yang sahih dan dapat diaplikasikan oleh berbagai laboratorium penguji benih tanaman hutan. Dalam penyusunan buku ini, dilakukan pula kerjasama pengujian dan tukar menukar data dengan direktorat operasional, seperti Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan dan institusi-institusi Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | v

pengujian dan pemberi sertifikat, seperti Balai Perbenihan Tanaman Hutan. Penyusunan buku ini dinilai sangat penting dan bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan pengujian mutu benih tanaman hutan. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada penyusun, para peneliti yang telah memberikan kontribusi data, serta para pihak lainnya yang bekerja sama dan memberikan kemudahan dan aksesibilitas dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan acuan bagi pengujian benih tanaman hutan, wawasan dalam pengujian benih, dan memberikan inspirasi untuk membangun industri perbenihan tanaman hutan yang mampu mendukung dan meningkatkan produktivitas dan kelestarian hutan.

Bogor, Desember 2015 Kepala Balai,

Ir. Suhariyanto, M.M. NIP. 19580425 198703 1 002

vi | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Sambutan Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Sistem Sertifikasi Mutu Benih II. Pengambilan Contoh Benih 2.1 Tujuan 2.2 Definisi 2.3 Prinsip Umum 2.4 Peralatan 2.5 Prosedur 2.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 2.7 Pelaporan Hasil 2.8 Tabel Ukuran Lot dan Ukuran Contoh 2.9 Pengujian Heterogenitas untuk Lot Benih pada Beberapa Wadah III. Penetapan Kadar Air 3.1 Metode Referensi Dasar untuk Penetapan Kadar Air 3.2 Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Suhu Konstan 3.3 Penetapan Kadar Air dengan Alat Pengukur Kadar Air Secara Langsung (Moisture Meter) IV. Analisis Kemurnian 4.1 Tujuan 4.2 Definisi

Hal. iii v vii x xiv 1 1 3 4 11 11 11 12 13 13 28 28 28 33 57 57 57 70 81 81 81

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | vii

4.3 Prinsip Umum 4.4 Peralatan 4.5 Prosedur 4.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 4.7 Pelaporan Hasil 4.8 Definisi Benih Murni 4.9 Tabel Toleransi V. Pengujian Daya Berkecambah 5.1 Tujuan 5.2 Definisi 5.3 Prinsip Umum 5.4 Media Tumbuh 5.5 Bahan dan Peralatan 5.6 Prosedur 5.7 Pengujian Ulang 5.8 Penghitungan dan Penulisan Hasil 5.9 Pelaporan Hasil 5.10 Metode Perkecambahan 5.11 Tabel Toleransi VI. Pengujian Viabilitas Benih secara Biokimia: Uji Topografi Tetrazolium 6.1 Tujuan 6.2 Definisi 6.3 Prinsip Umum 6.4 Bahan 6.5 Prosedur 6.6 Penghitungan, Penulisan Hasil dan Toleransi 6.7 Pelaporan Hasil 6.8 Tabel Toleransi VII. Penetapan Berat 1.000 Butir Benih 7.1 Tujuan 7.2 Definisi 7.3 Prinsip Umum 7.4 Peralatan 7.5 Prosedur

85 85 86 90 97 99 106 111 111 111 126 127 131 133 145 147 152 153 162 169 169 169 170 171 172 178 179 184 187 187 187 187 187 187

viii | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

7.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 7.7 Pelaporan Hasil VIII. Pengujian Benih Dengan Ulangan Berdasarkan Berat 8.1 Tujuan 8.2 Prinsip Umum 8.3 Bidang Penerapan 8.4 Prosedur 8.5 Penghitungan dan Penulisan Hasil 8.6 Pelaporan Hasil IX. Standar Mutu Benih Tanaman Hutan 9.1 Ruang Lingkup 9.2 Acuan Normatif 9.3 Klasifikasi Mutu 9.4 Persyaratan Mutu Fisik dan Fisiologis 9.5 Syarat Lulus Uji 9.6 Laporan Hasil 9.7 Pengemasan dan Penandaan Daftar Pustaka Lampiran

189 189 191 191 191 191 192 193 194 197 197 197 197 197 204 204 204 207 211

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot benih dalam wadah berkapasitas 15–100 kg Tabel 2.2 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot dalam wadah berkapasitas >100 kg Tabel 2.3 Berat maksimal lot benih, minimal contoh kirim, dan contoh kerja minimal analisis kemurnian Tabel 2.4 Ukuran contoh yang dinyatakan dalam bentuk butir untuk benih dengan kapsul bentuk bulat, benih berkerak dan benih halus Tabel 2.5 Faktor-faktor (f) untuk keragaman tambahan dalam lot benih yang digunakan untuk perhitungan nilai W dan akhirnya H Tabel 2.6 Intensitas Pengambilan Contoh dan Nilai H Kritis Tabel 2.7 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen kemurnian sebagai tolok ukur penciri pada non-chaffy seed Tabel 2.8 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen kemurnian sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed Tabel 2.9 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen daya berkecambah sebagai tolok ukur penciri pada non-chaffy seed

Hal.

x | Stan dar Pen gu ji an dan Mu tu Benih T an aman Hu tan

14

14

29

33

35 36

43

45

47

Tabel 2.10 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen daya berkecambah sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed Tabel 2.11 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur penciri pada non-chaffy seed Tabel 2.12 Kisaran toleransi maksimal nilai R pada tingkat kepercayaan probabilitas 99% yang menggunakan komponen penghitungan benih tanaman lain sebagai tolok ukur penciri pada chaffy seed Tabel 3.1 Perincian Metode untuk Penetapan Kadar Air Benih Tanaman Hutan Tabel 3.2 Tingkat toleransi untuk perbedaan antar penetapan dua duplikat dari kadar air dari benih tanaman hutan (tingkat signifikansi tidak didefinisikan) Tabel 3.3 Toleransi Perbedaan dari True Value Tabel 3.4 Batas toleransi untuk perbedaan antara pengukuran kadar air oven suhu konstan dan moisture meter Tabel 3.5 Batas toleransi untuk perbedaan penetapan kadar air yang dilakukan menggunakan moisture meter berbeda Tabel 4.1 Jumlah minimal desimal yang diperlukan untuk menghitung persentase bagianbagian komponen benih Tabel 4.2 Definisi Benih Murni Tabel 4.3 Nomor Definisi Benih Murni Tabel 4.4 Definisi Istilah (Glossary)

49

51

54 63

69 74

78

79

87 99 102 104

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | xi

Tabel 4.5 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang sama yang dianalisis di laboratorium yang sama (twoway test at 5% significant level) Tabel 4.6 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dan diambil dari lot yang sama bila analisis kedua dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (one-way test at 1% significant level) Tabel 4.7 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dari lot yang sama bila analisis keduanya dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (two-way test at 1% significant level) Tabel 5.1 Metode Perkecambahan untuk Benih Tanaman Hutan Tabel 5.2 Kisaran toleransi maksimal antarulangan dalam suatu pengujian (two-way test at 2,5% significance level) Tabel 5.3 Toleransi antara dua hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (twoway test at 2,5% significance level) Tabel 5.4 Toleransi antar-3 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (twoway test at 2,5% significance level) Tabel 5.5 Toleransi antar-4 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (twoway test at 2,5% significance level) Tabel 6.1 Uji Tetrazolium Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan

106

108

109 155

162

164

165

166 181

xii | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 6.2 Kisaran toleransi maksimal antar-4 ulangan @100 benih pada satu pengujian (two-way test at 2,5% significant level) Tabel 6.3 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila pengujian dilakukan pada laboratorium yang sama masingmasing 400 benih (two-way test at 2,5% significant level) Tabel 6.4 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada dua contoh kirim yang berbeda pada laboratorium yang berbeda masing-masing 400 benih (two-way test at 2,5% significant level) Tabel 7 Berat Contoh Kerja Tabel 8.1 Metode Perkecambahan Tabel 8.2 Kisaran Maksimum Toleransi Antarulangan Tabel 9.1 Klasifikasi dan Tanda Mutu Benih Tanaman Hutan Tabel 9.2 Kisaran Mutu Fisik Beberapa Benih Tanaman Hutan Tabel 9.3 Kisaran mutu fisiologis dan masa berlaku hasil uji pada beberapa benih tanaman hutan Tabel 9.4 Format Lembar Hasil Pengujian Benih Tanaman Hutan

184

185

185 188 195 196 197 198

200 205

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Kerja Pengujian Mutu Benih Gambar 2.1 Skema Pengambilan Contoh Benih Gambar 2.2 Pengambilan contoh dengan tangan (a), pengambilan contoh dengan alat (b), alat pengambil contoh (c) yang dapat digunakan untuk benih ukuran kecil Gambar 2.3 Alat Pembagi Contoh (Seed Sample Divider) Gambar 2.4 Alat Pembagi Tanah Dan Bagian-Bagiannya Gambar 2.5 Proses Pembuatan Contoh Kerja dengan Acak Parohan Gambar 3 Alat pengukuran kadar air benih meliputi oven, timbangan analitik, desikator, dan cawan Gambar 4 Model benih-benih Fabacea (Pisum sativum) dan Euphorbiaceae (Ricinus communis) Gambar 5.1 Struktur penting kecambah (model untuk Euphorbiacea, Amaranthaceae dan Poaceae) Gambar 5.2 Diagram alir prosedur untuk ulangan dalam pengujian dan uji ulang yang tidak masuk toleransi

Hal. 9 12

18 23 23 27

60

84

113

151

xiv | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

I. PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

Peningkatan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan program yang telah lama dicanangkan sektor kehutanan. Hal ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan kayu pada saat pasokan kayu dari hutan alam sudah tidak bisa diandalkan lagi. Selain itu, luas lahan kritis yang terdapat di dalam dan di luar kawasan hutan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan peran serta sektor kehutanan dalam mendukung pembangunan nasional. Ketersediaan benih bermutu sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman dan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan. Mutu benih tersebut dapat dicerminkan dari tiga aspek, yaitu mutu genetik, fisik, dan fisiologi. Mutu genetik berhubungan dengan penampilan sumber benih yang dapat ditelusuri dari materi genetik yang digunakan (asal usul benih), desain pembangunan, dan metode seleksi. Mutu fisik dan fisiologi merupakan hasil dari kegiatan penanganan benih. Informasi mutu benih merupakan hal yang sangat penting dalam sistem budi daya tanaman hutan karena benih telah menjadi komoditas perdagangan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengujian mutu benih yang baik harus berdasarkan standar pengujian yang baku sehingga akan mampu memastikan hasil yang seragam jika pengujian suatu lot benih akan dikerjakan oleh pihak atau lembaga sertifikasi lain. Prinsip sertifikat benih–seperti reproducibility hasil uji laboratorium–harus menjadi perhatian penting. Selain itu, keakuratan data pengujian mutu benih juga diperlukan dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman, khususnya dalam pengadaan bahan tanaman untuk program penanaman, pemuliaan pohon, dan konservasi sumber daya genetik. Metode uji yang baku dapat dijadikan acuan dalam penerapan aspek legalitas perbenihan. Metode pengujian yang baku juga Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | 1

merupakan perangkat dasar untuk menentukan mutu benih layak edar. Selanjutnya, standar mutu benih layak edar dapat dijadikan acuan perencanaan pengadaan bibit di persemaian, dan jaminan atau perlindungan terhadap pengada, pengedar, dan pengguna benih. Metode pengujian yang digunakan harus merupakan metode standar yang dipublikasikan secara nasional, regional, atau internasional. Internasional Seed Testing Association (ISTA) Rules merupakan acuan internasional dalam pengujian benih. Secara umum, ketentuan ISTA masih didominasi oleh jenis-jenis tanaman pertanian dan hortikultura, sedangkan jenis-jenis tanaman hutan khususnya jenis tropis seperti Acacia spp., Tectona grandis, dan Pinus merkusii masih sangat terbatas (ISTA, 2010). Padahal, peredaran benih tanaman hutan khususnya di Indonesia telah berkembang dan memerlukan pengaturan dan jaminan mutu; baik bagi pada pihak pengada, pengedar maupun pengguna. Kondisi tersebut harus dapat diatasi dengan melakukan modifikasi ketentuan ISTA dengan memasukkan data-data hasil penelitian dan pengujian yang memadai untuk dijadikan dasar penyusunan metode pengujian benih. Beberapa pedoman dan standar pengujian mutu benih tanaman hutan telah disusun sebelumnya, antara lain Pedoman Standardisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan yang memuat tujuh jenis tanaman hutan (BTP, 2000); Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.06/V-SET/2009 tentang Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih; SNI 7628.3-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 3: Analisis Kemurnian; SNI 7628.4-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 4: Penentuan Berat; SNI 7628.5-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 5: Kadar Air; SNI 7628.6-2011 Uji Benih Tanaman Hutan–Bagian 6: Daya Berkecambah. Dari beberapa pedoman tersebut selain jenis yang masih terbatas, referensi metode uji pun masih mengacu pada ISTA tahun 1999-2006, sedangkan ISTA sendiri mengalami perubahan atau penambahan jenis setiap tahun. Pada tahun 2014 juga telah disusun Pedoman pengujian mutu 2 | Standar Penguji an dan Mutu Benih Tanaman Hutan

benih tanaman hutan melalui kerja sama antara Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, dan seluruh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (Sudrajat & Nurhasybi, 2014). Buku ini merupakan penyempurnaan dari beberapa pedoman di atas dengan penambahan jenis (88 jenis) dan penambahan substansi yang relevan dengan pengujian benih tanaman hutan, serta penambahan bab standar mutu benih. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dalam bidang pengujian mutu dan standar mutu benih tanaman hutan, sekaligus memacu terwujudnya standardisasi laboratorium pengujian benih tanaman hutan di Indonesia. Tujuan penyusunan buku ini menyediakan acuan teknis bagi penguji mutu benih tanaman hutan sehingga terwujud keseragaman pengujian yang diterapkan, baik secara teknis maupun penyajian data suatu kelompok benih (seedlot), yang mampu memberikan jaminan mutu bagi pelaku usaha perbenihan. Selain itu, buku juga dapat dijadikan acuan untuk penyusunan atau revisi SNI pengujian mutu benih tanaman hutan. 1.2

Ruang Lingkup

Buku ini mengacu pada ISTA Rules 2011 dengan penyesuaian dan modifikasi terhadap beberapa bab yang dipilih sesuai kebutuhan. Bab yang dipilih merupakan bab yang menyajikan jenis pengujian yang sangat diperlukan dan sering dilakukan oleh laboratorium pengujian mutu benih tanaman hutan, yaitu:     

Pengambilan contoh benih; Penentuan kadar air; Analisis kemurnian; Pengujian daya berkecambah; Pengujian viabilitas benih secara biokimia (uji topografi tetrazolium);  Penetapan berat 1.000 butir benih;  Pengujian benih dengan ulangan berdasarkan berat (uji perkecambahan benih-benih berukuran sangat kecil/halus). Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | 3

Bab pengambilan contoh (Bab II) menyajikan metode yang diperlukan untuk pengambilan contoh dari kelompok benih. Dalam pengujian benih, koneksi langsung antara kelompok benih dari mana contoh tersebut diambil dan hasil uji mutu yang dilakukan terhadap kelompok benih tersebut harus jelas dan terawasi. Selanjutnya, pada setiap bab lainnya (Bab III sampai dengan Bab VIII) terdiri atas beberapa bagian pembahasan: tujuan pengujian, definisi, prinsip umum, peralatan [yang diperlukan dalam pengujian], prosedur, penghitungan dan penulisan hasil, pelaporan hasil, dan toleransi [tabel statistik yang digunakan untuk menentukan apakah hasil uji tersebut diterima atau ditolak]. Sementara itu, Bab IX berisi tentang mutu benih layak edar yang didasarkan pada data fisik benih (kadar air, kemurnian, berat 1.000 butir) dan fisiologis benih (daya berkecambah). Pada bab terakhir buku ini juga dilengkapi dengan standar mutu benih layak edar yang diadopsi dari SNI 7627: 2014 tentang Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan dengan beberapa penambahan jenis. 1.3

Sistem Sertifikasi Mutu Benih

1.3.1 Sistem Sertifkasi Mutu Benih Berdasarkan ISTA Tujuan utama sertifikat benih untuk melindungi keaslian varietas dan kemurnian genetik agar varietas yang telah dihasilkan pemulia sampai ke tangan petani dengan sifat-sifat unggul seperti tertulis pada deskripsinya (Otto, 1985; Weimortz, 1985). Skema sertifikasi benih ISTA bertujuan memberikan aturan pemberian sertifikat ISTA untuk penguji benih. Sertifikat hanya diberikan oleh laboratorium anggota ISTA yang telah diakreditasi dan diterbitkan sesuai dengan peraturan ISTA terbaru. Blanko sertifikat ISTA untuk penguji benih dikeluarkan oleh ISTA [dan hanya disediakan untuk laboratorium yang telah diakreditasi ISTA] untuk melaporkan hasil pengujian. Sertifikat yang diterbitkan merupakan milik ISTA dan hanya diterbitkan di bawah otoritas ISTA.

4 | Standar Penguji an dan Mutu Benih Tanaman Hutan

Sertifikat ISTA terdiri atas dua kategori, yaitu: 1) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional oranye. Sertifikat ini diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi atau ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih dan pengujian contoh dilaksanakan di bawah tanggung jawab laboratorium terakreditasi yang berbeda. Apabila pengambilan contoh dan pengujian contoh masing-masing dilakukan oleh laboratorium terakreditasi yang berbeda, keterangan ini harus dinyatakan. 2) Sertifikat kelompok benih (seedlot) internasional biru. Sertifikat ini diterbitkan ketika pengambilan contoh (sampling) dari kelompok benih tidak berada di bawah tanggung jawab suatu laboratorium yang terakreditasi. Laboratorium yang terakreditasi hanya bertanggung jawab pada pengujian contoh yang dikirimkan. Laboratorium tersebut tidak bertanggung jawab dalam kaitan dengan contoh benih dan kelompok benih dari mana contoh tersebut berasal. Sertikat internasional biru menekankan pada laporan hasil pengujian terbatas pada contoh yang diuji sesuai dengan waktu penerimaan contoh. Penggandaan sertifikat (duplicate certificate) ialah suatu salinan (copy) sertifikat yang dicetak [bukan photocopy] dari suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA dan ditandai dengan DUPLICATE [dalam bentuk cap air/watermark]. Sementara itu, Provisional certificate ialah suatu sertifikat yang diterbitkan ISTA sebelum pengujian mutu benih diselesaikan. Sertifikat ditandai PROVISIONAL [dalam bentuk cap air/watermark] dan harus disertakan pernyataan “ketentuan-ketentuan lain”, kemudian suatu sertifikat final akan diterbitkan setelah pengujian mutu benih selesai.

Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | 5

1.3.2 Sistem Sertifikasi Mutu Benih Berdasarkan OECD Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dengan anggota negara-negara Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Turki memiliki skema sertifikasi untuk mengawasi peredaran materi perbanyakan tanaman hutan yang pertama kali pada tahun 1967, kemudian diperbarui tahun 1974. Materi dasar perbanyakan tanaman hutan berasal dari sumber benih, tegakan benih, hutan tanaman, kebun benih, pohon plus, klon campuran dan klon teruji. Semua materi diberi tanda dan dilengkapi dengan sertifikat provenance. Pengelompokan materi benih yang dilakukan meliputi:  Materi berasal dari sumber teridentifikasi (source identified materials). Persyaratan yang diperlukan meliputi a) wilayah provenance dari mana materi dikumpulkan dan sifat asal usul materi (indigenos atau nonindigenos) yang ditentukan dan didaftar oleh institusi berwenang, dan b) benih yang dikumpulkan, lalu diproses dan disimpan; selanjutnya, tanaman dibesarkan di bawah pengawasan institusi berwenang. Label benih berwarna kuning.  Materi terseleksi (selected materials). Persyaratan yang diperlukan sama seperti di atas dan berasal dari materi dasar yang memenuhi persyaratan tertentu, serta disetujui dan diregister oleh institusi berwenang. Penekanan persyaratan ditujukan khususnya untuk kriteria seleksi, keseragaman, kualitas, isolasi dan asal usul. Label benih berwarna hijau.  Materi dari kebun benih yang belum teruji (materials from untested seed orchards). Materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih yang uji keturunannya, namun belum selesai dilakukan. Label benih berwarna merah muda.

6 | Standar Penguji an dan Mutu Benih Tanaman Hutan

 Materi teruji (tested materials). Materi berasal dari benih yang diproduksi dari kebun benih dan teruji dari hasil uji keturunan yang telah dilakukan. Label benih berwarna biru. Dalam penerapan sertifikat benih berdasarkan OECD Scheme, metode uji yang digunakan tetap merujuk pada pengujian mutu benih berbasis ISTA Rules (ISTA, 1985; Weimortz, 1985). 1.3.3 Sistem Sertifikasi Mutu Benih di Indonesia Sertifikasi mutu benih telah diatur dalam beberapa peraturan perudang-undangan, seperti (1) Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, (3) Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.01/Menhut-II/2009 tentang Sistem Perbenihan Tanaman Hutan. Keberadaan peraturan perudangundangan tersebut menunjukan betapa pentingnya perbenihan dalam mewujudkan pertanian, kehutanan, dan perkebunan yang maju, efisien, dan tangguh. Ketentuan tentang pengujian mutu dinyatakan pada pasal 33 dalam PP Nomor 44 tahun 1995, yaitu …untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan...harus melalui… (b) pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis dan fisik. Ketentuan tentang sistem sertifikasi untuk benih-benih tanaman hutan diatur dalam Permenhut No. P.01/MenhutII/2009 pada pasal 47 yang menyatakan: “Setiap benih atau bibit yang beredar harus jelas kualitasnya yang dibuktikan dengan: sertifikat mutu untuk benih atau bibit yang berasal dari sumber benih bersertifikat; atau surat keterangan pengujian untuk benih dan/atau bibit yang tidak berasal dari sumber benih bersertifikat”. Selanjutnya, pasal 48 Permenhut ini menyatakan bahwa sertifikat mutu benih diterbitkan oleh Dinas Kabupaten/Kota, Dinas Provinsi, atau Balai. Kemudian, pasal 50 menyatakan bahwa Dinas Kabupaten/Kota dan Dinas Provinsi sebagai institusi yang melaksanakan sertifikasi harus Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | 7

memenuhi kriteria dan standar pelaksana sertifikasi yang selanjutnya diatur dalam Lampiran 10 Permenhut tersebut. Lebih lanjut, pasal 51 menyatakan bahwa Dinas Kabupaten/ Kota melakukan sertifikasi terhadap mutu benih dan/atau bibit yang diproduksi di wilayahnya. Dinas Provinsi melakukan sertifikasi di wilayah kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota yang belum memiliki dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau tidak memiliki urusan perbenihan tanaman hutan. Balai melakukan sertifikasi di wilayah provinsi terhadap provinsi dan kabupaten/kota yang belum memiliki dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau kabupaten/kota tidak memiliki urusan perbenihan tanaman hutan. Alur kerja pengujian mutu benih dalam rangka sertifikasi mutu benih disajikan pada Gambar 1.1. Hasil pengujian tersebut dikategorikan dalam dua jenis: Sertifikat Mutu Benih [diterbitkan jika benihnya berasal dari sumber benih bersertifikat] dan Surat Keterangan Hasil Pengujian [diterbitkan jika benihnya tidak jelas asal usulnya].

8 | Standar Penguji an dan Mutu Benih Tanaman Hutan

LABORATORIUM BPTH/LS Contoh kirim

Dokumen Penerimaan Benih

Penentuan kadar air  Metode oven

Penyiapan contoh kerja (minimum 2.500 butir)

Analisis Kemurnian  Seluruh contoh kerja  Benih murni

Penentuan berat benih  8 ulangan @ 100 butir

Uji perkecambahan/ Uji viabilitas  Daya berkecambah

Dokumentasi Pengujian Benih (Blanko Data Pengujian)

Penerbitan Sertifikat Mutu Benih

Gambar 1 Alur Kerja Pengujian Mutu Benih Dede J. Sudrajat, Nurh asybi , dan Y . Bramasto | 9

II. PENGAMBILAN CONTOH BENIH 2.1

Tujuan

Pengambilan contoh bertujuan mendapatkan contoh yang mewakili kelompok benih dengan ukuran yang sesuai untuk pengujian dan peluang keberadaan setiap komponen dalam contoh tersebut sama dengan tingkat keberadaannya di dalam kelompok benih (lot benih). 2.2

Definisi

 Kelompok benih (lot benih) adalah sejumlah tertentu dari benih yang dapat diidentifikasi secara fisik dan dianggap homogen. Lot benih dikumpulkan pada waktu dan lokasi tertentu [waktu dan lokasi sama] dengan proses penanganan yang sama.  Contoh primer adalah sebagian benih yang diperoleh dari lot benih dalam satu kali pengambilan.  Contoh komposit adalah contoh yang dibuat dengan menggabungkan dan mencampur semua contoh primer yang diambil dari lot benih.  Subcontoh adalah bagian dari contoh yang diperoleh dengan cara pengurangan contoh benih.  Contoh kirim adalah contoh yang dikirim ke laboratorium pengujian benih dan dapat terdiri atas seluruh contoh komposit atau bagian dari subcontoh. Contoh kirim dapat dibagi menjadi beberapa subcontoh yang dikemas dengan bahan yang berbeda kondisinya untuk keperluan pengujian yang spesifik, seperti untuk penetapan kadar air atau kesehatan benih.  Contoh duplikat adalah contoh benih lain yang diperoleh dari contoh komposit yang sama yang ditandai dengan “contoh duplikat” yang selanjutnya disimpan oleh pemohon/ pemilik benih.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 11

 Contoh kerja adalah seluruh contoh kirim atau sebagian contoh benih untuk pengujian mutu berdasarkan ketentuan dengan berat minimal sesuai dengan ketentuan untuk pengujian terkait. Contoh primer Contoh komposit

Contoh kirim

Contoh kerja Berat benih Kemurnian Kadar air Uji perkecambahan Uji tetrazolium

Contoh duplikat

Gambar 2.1 Skema Pengambilan Contoh Benih

2.3

Prinsip Umum

Pengambilan contoh merupakan langkah pertama yang penting dalam pengujian benih. Pengambilan contoh dilakukan dengan mengambil bagian kecil benih dari kelompok benih secara acak agar mewakili kelompok benih. Contoh komposit diperoleh dari lot benih dengan mengambil contoh primer dari berbagai posisi wadah benih dari kelompok benih, kemudian digabungkan. Dari contoh komposit ini, subcontoh didapatkan dengan menggunakan prosedur pengurangan contoh secara bertahap untuk menghasilkan contoh kirim dan akhirnya contoh kerja untuk pengujian.

12 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2.4

Peralatan

Pengambilan dan pengurangan contoh harus melalui teknik tertentu dan peralatan yang bersih, serta dalam kondisi yang baik [dijelaskan pada bagian 2.5.1 dan 2.5.2.2]. 2.5

Prosedur

2.5.1 Prosedur Pengambilan Contoh dari Lot Benih 2.5.1.1 Persiapan pengambilan contoh dan kondisi pengambilan contoh Saat melakukan pengambilan contoh, kelompok benih seharusnya dalam kondisi yang seragam dan mudah dikerjakan. Apabila terdapat dokumentasi atau bukti lain mengenai keragaman atau kelompok benih ditemukan beragam, pengambilan contoh harus ditolak atau dihentikan. Apabila terdapat keraguan dalam keragaman kelompok benih, ketentuan dapat dilihat pada bagian 2.9. Benih dapat diambil dalam wadah atau saat akan dikemas. Wadah harus sesuai dengan persyaratan, misalnya wadah tidak merusak benih dan harus bebas dari kontaminasi. Wadah harus diberi label atau diberi tanda sebelum atau saat pengambilan contoh dilakukan. Kelompok benih harus ditata sehingga setiap bagian dari kelompok benih dapat dijangkau dengan mudah oleh petugas pengambil contoh benih. 2.5.1.2 Intensitas pengambilan contoh Intensitas pengambilan contoh benih untuk kelompok benih dengan kapasitas wadah 15–100 kg harus memenuhi persyaratan minimal sesuai dengan Tabel 2.1. Apabila lot benih menggunakan wadah dengan kapasitas kurang dari 15 kg, wadah dapat digabung menjadi unit pengambilan contoh yang tidak melebihi 100 kg, misalnya 20 wadah @ 5 kg, 33 wadah @ 3 kg, atau 100 wadah @ 1 kg. Unit pengambilan contoh D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 13

dianggap sebagai satu wadah dan pengambilan contohnya mengikuti Tabel 2.2. Tabel 2.1 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot benih dalam wadah berkapasitas 15–100 kg Jumlah wadah

Jumlah minimal contoh primer yang diambil

1–4 wadah

Tiga contoh primer dari setiap wadah

5–8 wadah

Dua contoh primer dari setiap wadah

9–15 wadah

Satu contoh primer dari setiap wadah

16–30 wadah

15 contoh primer dari lot benih

31–59 wadah

20 contoh primer dari lot benih

> 60 wadah

30 contoh primer dari lot benih

Tabel 2.2 Intensitas pengambilan contoh benih minimal pada lot dalam wadah berkapasitas >100 kg Volume lot <500 kg

Jumlah contoh primer yang diambil Minimal lima contoh primer

501–3.000 kg

Satu contoh primer setiap 300 kg, minimal lima contoh primer

3.001–20.000 kg

Satu contoh primer setiap 500 kg, minimal 10 contoh primer

>20.001 kg

Satu contoh primer setiap 700 kg, minimal 40 contoh primer

Apabila pengambilan contoh benih dengan wadah berkapasitas lebih dari 100 kg atau pada saat pengemasan, intensitas pengambilan contoh benih mengikuti Tabel 2.2 sebagai persyaratan minimal. Apabila lot benih terdiri dari maksimal 15 wadah [berapapun ukurannya], jumlah contoh primer yang sama harus diambil dari setiap wadah.

14 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2.5.1.3 Pengambilan contoh primer Ketika menetapkan jumlah dan/atau ukuran contoh primer, petugas pengambil contoh harus mengetahui jumlah minimal benih yang diperlukan untuk pengujian di laboratorium. Selain itu, jumlah juga diperhitungkan untuk memenuhi intensitas pengambilan minimal dan benih yang tersisa masih cukup banyak untuk mendapatkan contoh duplikat jika diperlukan. Contoh primer dengan ukuran yang hampir sama seharusnya diambil dari setiap wadah atau dari setiap titik pengambilan, baik pada wadah tertentu maupun tumpukan benih dari lot yang sama. Apabila benih dikemas dalam wadah, pengambilan contoh harus diacak atau dibuat rencana pengambilan secara sistematik. Pengambilan contoh harus diambil dari bagian atas, tengah, dan bawah, serta tidak hanya dari satu posisi dalam wadah [kecuali sesuai dengan persyaratan intensitas pengambilan contoh]. Sementara itu, pengambilan contoh dari benih curah atau wadah yang besar harus dilakukan secara acak dari berbagai posisi. Wadah harus terbuka atau dapat ditembus untuk pengambilan contoh primer. Selanjutnya, wadah contoh tersebut ditutup atau isinya dipindahkan ke wadah baru. Namun, apabila benih akan dikemas dalam wadah khusus (misalnya wadah kecil, tidak tembus, atau wadah kedap udara), pengambilan sebaiknya diambil sebelum benih dikemas atau saat proses pengisian ke dalam wadah. Alat-alat yang digunakan sebaiknya tidak merusak benih dan harus sesuai dengan ukuran benih, bentuk, berat jenis, atau sifat benih. Semua alat pengambilan contoh harus bersih sebelum digunakan untuk menghindari kontaminasi. Alat pengambil contoh (triers) harus cukup panjang sehingga pembukaan pada ujung dapat mencapai [setidaknya] setengah dari diameter wadah. Apabila wadahnya tidak dapat dijangkau dari sisi berlawanan, alat tersebut harus cukup panjang untuk mencapai sisi yang berlawanan tersebut. Pengambilan contoh benih dari lot dapat dilakukan melalui salah satu cara sebagai berikut: D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 15

a. Pengambilan contoh secara otomatis dari aliran benih (seed stream) Benih dapat diambil contohnya dengan alat pengambil contoh otomatis. Alat tersebut secara seragam mengambil contoh antarbagian dari aliran benih dan bahan yang masuk ke dalam alat tersebut tidak keluar lagi. Alat ini dapat dioperasikan secara manual atau dengan kontrol otomatis. Interval antarpengambilan contoh primer harus konstan atau dapat juga bervariasi secara acak. b. Pengambil contoh dari aliran benih secara manual Aliran benih dapat juga diambil, contohnya dengan alat manual jika memenuhi persyaratan pada huruf a. c. Pengambil contoh benih menggunakan batang (misalnya stick trier, sleeve type trier, spiral trier) Alat pengambil contoh benih stick terdiri atas tabung bagian dalam yang berukuran sesuai dengan tabung bagian luar sehingga benih atau kontaminan tidak terselip di antaranya. Tabung bagian luar berujung runcing. Kedua tabung mempunyai slot pada dinding-dindingnya sehingga lubang tabung bagian dalam dapat dibuka dan ditutup dengan memutar tabung satu sama lain. Trier dapat digunakan secara horizontal, diagonal, atau vertikal. Spiral trier mempunyai slot tersusun berbentuk spiral yang dapat terbuka dari ujung ke pegangannya dan hanya dapat digunakan untuk benih berukuran lebih kecil. Namun, apabila digunakan secara vertikal, trier juga harus mempunyai partisi yang membagi alat menjadi beberapa ruang atau mempunyai slot bentuk spiral. Diameter minimal bagian dalam sebaiknya berukuran 25 mm untuk semua jenis tanaman. Pada saat menggunakan trier, stick dimasukkan ke dalam wadah secara perlahan dan didorong hingga ujung stick mencapai posisi yang ditentukan; stick kemudian dibuka dan digoyangkan perlahan sehingga terisi penuh; selanjutnya, stick ditutup perlahan-lahan, ditarik dan dituangkan contoh primer ke wadahnya. Perlakuan harus hati-hati pada saat menutup stick agar benih tidak rusak. 16 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

d. Nobbe trier Alat pengambil contoh nobbe menyerupai suatu tabung dengan ujung yang meruncing dan mempunyai lubang oval dekat pada ujungnya. Benih melewati tabung dan ditampung dalam wadah. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara menusukkannya ke dalam karung dengan sudut 30° [terhadap garis horizontal]. Lubang alat ini diposisikan menghadap ke bawah dan trier didorong hingga mencapai bagian yang ditentukan. Kemudian, alat diputar 180° agar lubang menghadap ke atas, lalu ditarik secara perlahan dari wadah dan digoyang perlahan untuk memperlancar aliran benih. Selanjutnya, contoh benih yang berasal dari trier dikumpulkan pada wadah yang telah disediakan. e. Pengambil contoh cargo (pengambil contoh curah) Alat ini terdiri dari suatu ruang (chamber) khusus yang terpasang pada tangkai. Bagian bawah dari chamber berbentuk kerucut dengan ujung runcing. Untuk menjangkau posisi yang lebih dalam, tangkai trier dapat diperpanjang dengan sistem ulir hingga memiliki panjang yang dikehendaki. Pada chamber terdapat suatu sistem penutup yang dapat berupa sebuah penahan pada bagian luar alat, sebuah sayap yang dihubungkan dengan pintu atau katup dengan sebuah pegas. Beberapa pengambil contoh cargo dapat ditutup sebelum ditarik kembali dari posisi pengambilan contoh, sedangkan jenis lainnya tidak dapat ditutup sehingga chamber yang telah terisi berada dalam keadaan terbuka saat ditarik kembali. Untuk semua spesies, diameter minimal bagian dalam sekitar 35 mm dan kedalaman 75 mm. Saat menggunakan pengambil contoh cargo, alat dimasukkan dengan posisi tertutup ke dalam wadah, kemudian didorong secara vertikal dengan hati-hati ke dalam wadah benih sehingga menjangkau posisi yang diperlukan. Selanjutnya, pengambil contoh cargo ditarik sekitar 10 cm atau diputar [tergantung sistem penutupnya] dan digoyangkan perlahan sehingga terisi penuh. Contoh primer ditutup dengan hati-hati dan ditarik, kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Kehati-hatian sangat D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 17

diperlukan dalam menutup pengambil sehingga tidak merusak benih. (a)

contoh

cargo

(c) (b)

Gambar 2.2 Pengambilan contoh dengan tangan (a), pengambilan contoh dengan alat (b), dan alat pengambil contoh (c) yang dapat digunakan untuk benih ukuran kecil

f. Pengambilan contoh dengan tangan Pengambilan contoh dengan tangan merupakan metode yang paling sesuai untuk benih yang berisiko rusak jika diambil dengan menggunakan trier; misalnya untuk benih legum yang berukuran besar, benih dengan sayap, atau benih yang mempunyai kadar air rendah. Pada pengambilan contoh dengan tangan, semua posisi benih dalam wadah harus dapat diraih. Apabila wadah memiliki lapisan (penutup) yang tidak dapat dibuka, wadah harus dipotong, kemudian diambil contohnya dan dikemas kembali. Wadah juga dapat dikosongkan sebagian atau seluruhnya selama proses pengambilan untuk dapat mencapai semua posisi dalam wadah. Untuk pengambilan dengan tangan, sebaiknya tangan dibersihkan dahulu dan lengan baju digulung jika perlu. Tangan dengan telapak terbuka dimasukkan ke dalam wadah untuk mencapai posisi yang diinginkan, kemudian telapak tangan ditutup dengan posisi menggenggam benih,

18 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

ditarik keluar dengan hati-hati, dan contoh benih dituangkan ke dalam wadah yang tersedia. 2.5.1.4 Pengambilan contoh komposit Bila contoh primer dari kelompok benih terlihat homogen, contoh tersebut dapat digabung dalam satu wadah dan menjadi contoh komposit. Jika tidak, prosedur pengambilan contoh komposit harus dihentikan. Dengan kata lain, contoh komposit merupakan contoh primer yang dikumpulkan dalam satu wadah dan terlihat homogen. Contoh kerja tidak perlu diambil jika tidak memenuhi persyaratan tersebut. 2.5.1.5 Pengambilan contoh kirim Contoh kirim diperoleh dari pengurangan contoh komposit dengan menggunakan salah satu metode yang telah ditetapkan pada bagian 2.5.2.2. Untuk mendapatkan subcontoh seperti untuk penetapan kadar air, pengambilan contoh harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perubahan kadar air hanya terjadi seminimal mungkin. Apabila tidak mungkin melakukan pencampuran dan pengurangan dengan tepat pada kondisi gudang, contoh komposit harus dibawa ke laboratorium agar dapat dilakukan pengurangannya. Cara pengambilan contoh duplikat sama dengan cara pengambilan contoh kirim. 2.5.1.6 Pengiriman contoh kirim Setiap contoh kirim harus diberi tanda sesuai dengan kelompok benih. Contoh kirim harus dikemas untuk mencegah kerusakan selama perjalanan. Contoh kirim sebaiknya dikemas dalam wadah kedap udara atau mengandung udara seminimal mungkin untuk karakter benih ortodoks, atau dikemas dalam wadah tidak terlalu kedap (agak porous) untuk karakter benih rekalsitran dan intermediate.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 19

Contoh benih harus dikirim oleh petugas pengambil contoh ke laboratorium pengujian benih secepat mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penurunan kadar air yang menyebabkan kondisi kadar air yang diukur tidak seperti kondisi kadar air kelompok benih. 2.5.1.7 Penyimpanan contoh kirim sebelum pengujian Contoh benih diupayakan diuji pada hari yang sama pada saat diterima. Jika diperlukan, penyimpanan benih ortodoks harus dilakukan dalam ruang sejuk dengan ventilasi baik. Sebaliknya, benih-benih nonortodoks (rekalsitran atau intermediate) sedapat mungkin harus segera diuji setelah diterima, tanpa dilakukan penyimpanan. Namun bila diperlukan, penyimpanan contoh kirim harus dalam kondisi optimal sesuai dengan jenis benih. 2.5.2 Prosedur Memperoleh Contoh Kerja 2.5.2.1 Ukuran minimal contoh kerja Ukuran minimal contoh kerja setiap pengujian telah ditentukan pada tiap bab. Berat contoh kerja untuk analisis kemurnian dapat dilihat pada Tabel 2.3 [setelah dihitung paling sedikit berjumlah 2.500 butir benih]. Berat ini direkomendasikan untuk penggunaan standar dalam analisis kemurnian [lihat bagian 4.5.1]. Contoh kerja benih yang dibungkus/dikapsul (coated seeds) [kecuali yang didefinisikan sebagai benih yang diberi perlakuan (treated seed)] harus mengandung setidaknya beberapa pelet, benih, atau butiran yang diindikasikan pada kolom 3 Tabel 2.4. Apabila jumlah contoh yang digunakan lebih sedikit; jumlah pelet, benih, atau granul pada contoh tersebut harus dilaporkan.

20 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2.5.2.2 Metode pengurangan contoh Hal pertama kali yang harus dilakukan untuk memperoleh contoh kirim atau contoh kerja ialah mencampur benih agar homogen. Contoh kirim/contoh kerja diperoleh dengan membagi dan memisahkan campuran tersebut menjadi beberapa bagian kecil secara acak [selanjutnya, peralatan dan metode untuk pengurangan contoh ditentukan dalam bahasan di bagian 2.5.2.2.1 sampai 2.5.2.2.4]. Lebih dari satu metode pengurangan contoh benih dapat digunakan pada prosedur pengurangan satu contoh. Apabila menggunakan salah satu dari alat pembagi untuk benih berpelet, jarak jatuh benih tidak boleh lebih dari 250 mm. Setelah mendapatkan satu contoh kerja atau setengah contoh kerja, sisa benih harus dicampurkan kembali sebelum diambil contoh kerja kedua atau setengah dari contoh kerja tersisa. Subcontoh untuk penetapan kadar air dapat diambil dengan cara-cara sebagai berikut:  Sebelum mengambil subcontoh, contoh dicampurkan dan diaduk dalam wadah dengan sendok, atau wadah contoh ditutup kemudian dibolakbalikkan isinya.  Minimal tiga subcontoh diambil dengan sendok dari berbagai posisi dan dicampurkan menjadi subcontoh dengan volume yang sesuai.  Selama pengurangan, benih tersebut jangan terkena udara lebih dari 30 detik. 2.5.2.2.1 Metode pembagi mekanik Metode pembagi mekanik cocok untuk semua jenis benih, kecuali jenis benih lengket. Alat dapat membagi contoh menjadi dua atau lebih bagian yang sama. Contoh kirim dapat dicampur dengan divider. Kemudian, seluruh contoh dari bagian yang sama digabung untuk kedua kalinya, begitu pula untuk ketiga kalinya [jika memang dibutuhkan]. Contoh akan berkurang dengan proses yang berulang-ulang dan perpindahan bagian yang sama pada setiap prosesnya. Proses pengurangan ini D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 21

dilanjutkan sehingga diperoleh berat contoh kerja yang mendekati, tetapi ukurannya tidak boleh kurang dari yang ditentukan. Pembagi contoh yang dijelaskan berikut ini merupakan contoh alat yang sesuai. a. Conical Divider Conical divider (tipe Boerner) terdiri atas corong (hopper), kerucut, dan rangkaian penyekat yang mana benih langsung masuk ke dalam dua celah. Bentuk rangkaian penyekat memiliki saluran dan ruang yang sama lebar. Saluran masuknya benih disusun dalam bentuk lingkaran dan berujung pada celah yang berlawanan. Sebuah katup atau pintu pada bagian dasar corong menahan benih. Ketika katup dibuka, benih akan jatuh akibat gaya gravitasi melalui kerucut dan akan disebar secara merata pada saluransaluran dan ruangan-ruangan, kemudian mengalir melalui celah menuju wadah benih. Conical divider tersedia dalam dua dimensi, yaitu sekitar 38 saluran dengan lebar masingmasing sekitar 25 mm untuk benih yang lebih besar dan sekitar 44 saluran dengan lebar masing-masing 8 mm untuk benih kecil yang dapat mengalir bebas. b. Soil Divider (sinonim: Riffle Divider) Soil divider terdiri atas sebuah corong dengan sekitar 18 saluran atau saluran lain yang mengarah ke sisi yang berlawanan. Selain itu, terdapat pula sebuah saluran dengan lebar sekitar 13 mm sesuai kebutuhan penggunaan. Dalam menggunakan divider, benih ditempatkan secara merata ke dalam wadah penuang, kemudian dituangkan ke dalam corong dengan kecepatan yang hampir sama di sepanjang corong. Benih akan melewati saluran dan dikumpulkan dalam dua wadah penerima.

22 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Gambar 2.3 Alat Pembagi Contoh (Seed Sample Divider)

Lubang pembagi Saluran ke arah kanan Saluran ke arah kiri

Pelindung Pelindung menutup untuk melindungi penyebaran benih. Wadah

Gambar 2.4 Alat Pembagi Tanah dan Bagian-Bagiannya D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 23

c. Centrifugal Divider Dalam centrifugal divider (tipe Garnet), benih mengalir ke bawah melalui sebuah corong di atas [semacam] cangkir pendek atau spinner. Selama perputaran spinner yang digerakkan oleh motor listrik, benih akan terlempar keluar karena gaya sentrifugal dan jatuh ke bawah. Lingkaran atau area benih jatuh terbagi menjadi dua bagian yang hampir sama oleh sebuah pelat sehingga sekitar setengah benih jatuh di saluran yang satu dan setengah lagi di saluran yang lain. Centrifugal divider cenderung memberikan hasil yang beragam, kecuali jika spinner dioperasikan setelah benih dituangkan secara memusat ke dalam corong. d. Rotary Divider Rotary divider terdiri atas sebuah mahkota yang dapat berputar yang dilengkapi 6–10 wadah subcontoh benih, sebuah saluran benih yang bergetar, dan corong. Dalam penggunaan divider, benih dituang ke dalam corong, kemudian rotary divider dihidupkan sehingga bagian mahkota berputar dengan kecepatan sekitar 100 rpm. Selanjutnya, benih meluncur melalui saluran yang bergetar dan mulai mengisi ceruk tabung/silinder dari mahkota. Kecepatan dan lama operasi pengisian benih dapat disesuaikan menurut jarak antara corong dan saluran tempat meluncur benih dengan intensitas getaran dari saluran tempat meluncur benih. Terdapat dua prinsip pengoperasian alat: 1) tabung mengisi benih secara memusat ke distributor dalam mahkota yang berputar untuk menyebarkan benih pada semua wadah secara terusmenerus, dan 2) tabung mengisi benih secara menyebar pada ceruk dari wadah yang berputar di bawah tabung sehingga aliran benih dibagi lagi menjadi subcontoh. e. Variable Sampel Divider Alat ini terdiri atas corong penuang dan tabung di bawahnya yang berputar dengan kecepatan 40 rpm. Tabung menyebarkan aliran benih dari corong ke permukaan yang lebih dalam dari corong selanjutnya yang terpasang dengan 24 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

baik ke corong ketiga secara konsentris. Pada corong kedua dan ketiga, terdapat lubang yang meliputi 50% garis keliling corong. Sebanyak 50% benih akan melewati dua corong menuju wadah pengumpul. Kedua corong dapat saling berpilin dan berakhir pada lubang yang lebih sempit. Dampaknya adalah persentase benih yang lebih kecil akan masuk melalui lubang. Baik contoh yang lebih kecil di bagian luar corong maupun contoh yang lebih besar di dalam corong, hasil ini dapat digunakan sebagai contoh yang diperlukan. Posisi dua corong yang saling berhubungan satu sama lain dapat disesuaikan dengan tepat hingga menghasilkan volume subcontoh kerja yang telah ditentukan sebelumnya. 2.5.2.2.2 Metode paruhan dimodifikasi Alat yang digunakan ialah sebuah nampan dan sebuah kotak yang terbagi atas beberapa bagian berbentuk kubus dengan ukuran yang sama. Setengah dari jumlah kubus-kubus tersebut bagian bawahnya tidak beralas dan diatur secara berselangseling dengan yang beralas. Cara kerjanya dengan meletakkan kotak tersebut di atas nampan, kemudian benih yang telah dicampur atau dihomogenkan sebelumnya ditebarkan merata di atasnya. Dengan mengangkat kotaknya, lebih kurang separuh dari contoh benih akan tertinggal di nampan. Pekerjaan dapat diulang beberapa kali hingga benih yang tertinggal mencapai jumlah berat contoh kerja yang ditentukan. 2.5.2.2.3 Metode sendok Metode ini direkomendasikan untuk pengurangan contoh benih pada pengujian kesehatan benih, sedangkan untuk pengujian yang lain hanya digunakan untuk benih-benih yang mempunyai ukuran sangat kecil, seperti Anthocephalus spp dan Eucalyptus spp. Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain sebuah nampan, spatula, dan sendok yang bersisi lurus. Setelah dihomogenkan, benih ditebarkan merata di atas nampan, tetapi jangan digoyangkan. Tekniknya ialah menggunakan sendok dan D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 25

spatula bersama-sama untuk mengambil benih minimal dari lima tempat secara acak hingga tercapai berat contoh kerja. 2.5.2.2.4 Metode pengambilan paruhan dengan tangan (hand halving) Metode ini terbatas untuk genera dari chaffy seeds dan genera tanaman hutan, seperti Castanea spp, Tectona spp, dan Quercus spp. Benih berukuran kecil hingga besar lainnya, seperti Falcataria moluccana, Enterolobium cyclocarpum, Gmelina arborea, dan Melia azedarach dapat menggunakan metode ini. Selain jenis benih tersebut, metode ini hanya dapat digunakan untuk memperoleh contoh kerja pengujian kesehatan benih. Teknik yang dilakukan ialah benih dituang dan disebar merata di atas permukaan yang bersih dan halus, kemudian diaduk dengan sempurna menjadi suatu gundukan menggunakan spatula dengan ujung datar. Gundukan tersebut dibagi menjadi dua bagian, lalu masing-masing bagian dibagi dua lagi menjadi empat bagian, seterusnya dari empat bagian dibagi lagi menjadi dua lagi hingga menjadi delapan bagian. Bagian-bagian ini disusun dalam dua baris sehingga masing-masing barisan terdiri dari empat bagian. Bagian-bagian tersebut digabungkan bergantian, contohnya bagian yang pertama dan ketiga digabungkan dalam barisan pertama, dan bagian yang kedua dengan keempat di dalam barisan kedua. Kemudian, empat bagian yang tersisa dipindahkan. Prosedur diulangi dengan menggunakan bagian yang tersisa hingga memperoleh ukuran contoh yang diperlukan.

26 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

1

2

4

3

5

6

8

7

9

10

12

11

1+2+3+4

1+3

5+6+7+8

6+8

9+10+11+12

10+12

Contoh kerja

Keterangan: - Contoh kirim dan komposit dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu 1, 2, 3, dan 4. - Bagian 1 dan 3 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian, yaitu 5, 6, 7, dan 8. - Bagian 6 dan 8 dicampur, kemudian dihamparkan dan selanjutnya dibagi menjadi 4 bagian lagi, yaitu 9, 10, 11, dan 12. - Bagian 10 dan 12 dijadikan contoh kerja. - Pemilihan dua bagian tersebut dilakukan secara acak. Gambar 2.5 Proses Pembuatan Contoh Kerja dengan Acak Parohan

2.5.3 Penyimpanan Contoh Setelah Pengujian Tujuan utama dari penyimpanan contoh benih setelah pengujian ialah sebagai bahan pengujian ulangan dari contoh kirim. Kondisi penyimpanan benih seminimal mungkin tidak D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 27

menyebabkan perubahan mutu benih. Misalnya untuk analisa kemurnian, contoh benih harus disimpan sedemikian rupa sehingga identitas fisiknya terjaga. Pada kasus pengujian daya berkecambah, viabilitas, atau pengujian kesehatan untuk benih ortodoks; contoh harus disimpan dalam kondisi kering dan dingin. Sementara itu, penyimpanan jangka panjang tidaklah memungkinkan pada pengujian benih rekalsitran dan intermediate dari jenis benih tropis dan subtropis. Semua faktor-faktor penyimpanan perlu ditetapkan menurut jenis tanamannya. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah perlindungan terhadap serangga dan pengerat. Apabila diperlukan pengujian kembali di laboratorium yang berbeda, sebagian benih dapat diambil dari contoh yang disimpan. Selanjutnya, contoh benih diserahkan ke laboratoium pengujian yang ditunjuk dan sisanya dapat disimpan kembali. 2.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil Penghitungan dan penulisan hasil dilakukan hanya untuk uji heterogenitas [disajikan pada bagian 2.9]. 2.7 Pelaporan Hasil Pelaporan hasil dilakukan hanya untuk uji heterogenitas [disajikan pada bagian 2.9]. 2.8 Tabel Ukuran Lot dan Ukuran Contoh Tabel 2.3 bertujuan mengindikasikan berat lot dan contoh untuk berbagai jenis benih, serta nama-nama khusus yang digunakan dalam melaporkan hasil pengujian. Setiap ukuran contoh diturunkan dari berat 1.000 butir benih untuk setiap jenis yang dianggap mencukupi untuk pengujian contoh benih. Apabila berat contoh tidak tertera dalam tabel, berat contoh kirim minimal sebanyak 25.000 butir benih.

28 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 29

30 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 31

32 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 2.4 Ukuran contoh yang dinyatakan dalam bentuk butir untuk benih dengan kapsul bentuk bulat, benih berkerak, dan benih halus Minimal contoh kirim (butir)

Minimal contoh kerja (butir)

Analisis kemurnian

7.500

2.500

Penentuan berat 1000 butir

7.500

Fraksi pellet murni

Daya berkecambah

7.500

400

Penetapan benih tanaman lain

10.000

7.500

Penetapan benih tanaman lain (encrusted seed dan granules)

25.000

25.000

Jenis pengujian

2.9

Pengujian Heterogenitas untuk Lot Benih pada Beberapa Wadah

Tujuan dari pengujian heterogenitas ialah mengetahui heterogenitas suatu lot benih yang membuat lot benih secara teknis tidak dapat dilakukan pengambilan contohnya seperti tujuan yang tertera pada bagian 2.1. 2.9.1 Pengujian Nilai H 2.9.1.1 Definisi dari istilah, lambang, dan simbol Pengujian terhadap pertambahan pengaruh sifat menjadi heterogen dari tolok ukur yang diadopsi sebagai indikator melibatkan perbandingan antara ragam yang diamati dan ragam yang dapat diterima dari tolok ukur tersebut. Wadah contoh lot benih adalah contoh yang diambil secara terpisah dari setiap wadah yang berbeda. Pemeriksaan wadah contoh benih untuk mengindikasikan tolok ukur juga harus dilakukan secara terpisah. Hal ini mengingat hanya ada satu sumber informasi untuk setiap wadah, sedangkan heterogenitas antar wadah tidak secara langsung terlibat. Ragam yang dapat D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 33

diterima dihitung dengan cara mengalikan ragam teoritis yang ditimbulkan oleh ragam acak dengan sebuah faktor (f) untuk ragam tambahan. Selain itu, level heterogenitas yang dapat dicapai diperhitungkan dalam praktek produksi benih yang baik. Ragam teoritis dapat dihitung dari probabilitas distribusi, yaitu distribusi binomial dalam kasus kemurnian dan daya berkecambah, serta distribusi Poisson untuk penghitungan benih tanaman lain. No : jumlah wadah dalam lot benih. N : jumlah contoh benih dari wadah yang terpisah. n : jumlah benih yang diuji dari setiap wadah contoh (1.000 untuk kemurnian, 100 untuk daya berkecambah dan 10.000 untuk penghitungan benih tanaman lain. X : hasil uji dari tolok ukur yang diadopsi dari contoh suatu wadah. I : jumlah dari semua nilai. f : faktor untuk pengali ragam teoritis untuk memperoleh ragam yang dapat diterima [lihat Tabel 2.5]. Rerata dari semua nilai X hasil pengujian dari lot benih yang ditentukan. Ragam yang diterima dari wadah contoh benih terpisah untuk tolok ukur persentase kemurnian dan daya berkecambah. Ragam yang dapat diterima dari wadah contoh benih terpisah untuk tolok ukur persentase jumlah benih tanaman lain. Ragam yang diamati dari wadah contoh benih terpisah berdasarkan pada semua nilai X tolok ukur yang diadopsi.

Nilai H H negatif dilaporkan sebagai nol (0).

34 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 2.5 Faktor-faktor (f) untuk keragaman tambahan dalam lot benih yang digunakan untuk perhitungan nilai W dan akhirnya H Pengujian Kemurnian Penetapan benih tanaman lain Daya berkecambah

Non-chaffy seed

Chaffy seed

1,1 1,4 1,1

1,2 2,2 1,2

Untuk analisa kemurnian dan daya berkecambah, nilai X dinyatakan dalam 2 desimal bila N <10 dan 3 desimal bila N ≥10. Untuk penetapan benih tanaman lain berdasarkan jumlah, nilai X dinyatakan dalam 1 desimal bila N <10 dan 2 desimal bila N ≥ 10. Selanjutnya, definisi benih non-chaffy dan benih chaffy dapat dilihat pada bagian 4.6.6, serta berbagai jenis benih chaffy terdapat pada Tabel 4.2. 2.9.1.2 Pengambilan contoh pada kelompok benih (seedlot) Jumlah wadah terpisah tidak boleh kurang dari yang tercantum pada Tabel 2.6. Intensitas pengambilan contoh yang telah dipilih dalam suatu lot benih dapat mengandung sekitar 10% wadah yang menyimpang; setidaknya, satu wadah dipilih dengan tingkat kemungkinan P=90%. Mengingat deteksi wadah yang menyimpang tergantung pada pemilihan, kekuatan kedua pengujian untuk mendeteksi heterogenitas yang terbaik ialah mendekati sama, tetapi umumnya lebih rendah dari tingkat kemungkinan seleksi yang dipilih. Wadah yang diambil contoh benihnya dipilih secara acak. Pengambilan contoh dari wadah harus mewakili lot benih, yaitu dari atas, tengah, dan bawah wadah. Berat setiap wadah tidak kurang dari setengah yang ditetapkan pada Tabel 2.3 kolom 3.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 35

Tabel 2.6 Intensitas Pengambilan Contoh dan Nilai H Kritis Nilai H kritis untuk analisa kemurnian, daya berkecambah

Nilai H kritis untuk jumlah benih tanaman lain

Nonchaffy seed

Chaffy seed

Nonchaffy seed

Chaffy seed

5

2,55

2,78

3,25

5,10

6

6

2,22

2,42

2,83

4,44

7

7

1,98

2,17

2,52

3,98

8

8

1,80

1,97

2,30

3,61

Jumlah wadah dalam lot benih

Jumlah lot benih dalam wadah yang terpisah

5

9

9

1,66

1,81

2,11

3,32

10

10

1,55

1,69

1,97

3,10

11–15

11

1,45

1,58

1,85

2,90

16–25

15

1,19

1,31

1,51

2,40

26–35

17

1,10

1,20

1,40

2,20

36–49

18

1,07

1,16

1,36

2,13

≥50

20

0,99

1,09

1,26

2,00

Keterangan: Jumlah wadah contoh yang diambil tergantung pada jumlah wadah dalam lot benih nilai H kritis dan untuk heterogenitas lot benih pada selang tingkat kepercayaan 1%.

2.9.1.3 Prosedur pengujian Tolok ukur yang digunakan untuk menunjukan indikasi heterogenitas dapat berupa: a. Persentase berdasarkan berat dari berbagai komponen kemurnian. b. Persentase dari berbagai komponen pengujian daya berkecambah. c. Total dari berbagai benih atau jumlah dari berbagai spesies tunggal dalam penetapan benih tanaman lain berdasarkan jumlahnya. 36 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Pada kegiatan di laboratorium, contoh kerja diambil dari setiap wadah contoh dan pengujian dilakukan secara terpisah tergantung pada tolok ukur yang dipilih, yaitu: a. Persentase berdasarkan berat dari berbagai komponen dapat digunakan atau diuji. Namun, benih dapat dipisahkan seperti dalam analisis kemurnian, yaitu benih murni, benih tanaman lain, dan benih hampa. Berat contoh kerja harus diperkirakan mengandung 1.000 butir benih yang dihitung dari setiap wadah contoh. Setiap contoh kerja dipisahkan menjadi dua fraksi, yaitu komponen terpilih dan sisanya. b. Berbagai macam benih atau kecambah yang dapat ditentukan dalam uji daya berkecambah standar dapat digunakan, misalnya kecambah normal, kecambah abnormal, atau benih keras. Setiap wadah contoh untuk daya berkecambah diambil 100 benih dan dilakukan pengujian hingga selesai berdasarkan keadaan tertentu sesuai dalam Tabel 5.1. c. Penghitungan benih dapat dari berbagai komponen yang dapat dihitung, misalnya spesies benih spesifik [yang ditentukan] atau semua benih secara bersamaan. Setiap contoh kerja harus mengandung sekitar 10.000 benih dan penghitungan dilakukan pada jumlah benih dari jenis yang dipilih (misalnya penghitungan benih tanaman lain). 2.9.1.4 Penggunaan Tabel 2.6 Tabel 2.6 menunjukan nilai H kritis yang hanya dapat melebihi 1% pengujian dari lot benih dengan distribusi yang dapat diterima dari tolok ukur yang diadopsi sebagai indikator. Apabila nilai H hitung dari jumlah contoh N melebihi nilai H kritikal; tolok ukur dan chaffines dalam Tabel 2.6, serta lot benih menunjukan heterogenitas yang signifikan masuk kisaran [namun dapat juga di luar kisaran]. Apabila nilai H hitung kurang dari atau sama dengan nilai H kritikal dalam tabel, lot benih menunjukan tidak heterogenitas dalam kisaran atau dapat juga di luar kisaran berdasarkan jenis pengujian. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 37

Hasil pengujian nilai H dilaporkan sebagai berikut: , N, No, nilai H yang telah hitung dan pernyataan bahwa “Nilai H tidak atau menunjukan heterogenitas yang signifikan”. Apabila X di luar batas berikut, nilai H tidak dapat dihitung atau dilaporkan. a. Komponen kemurnian lebih dari 99,8% atau kurang dari 0,2%. b. Daya berkecambah lebih dari 99,0% atau kurang dari 1,0%. c. Jumlah benih yang ditentukan kurang dari dua per contoh. 2.9.1.5 Pelaporan hasil Hasil nilai H dari uji heterogenitas untuk lot benih yang terdiri dari banyak wadah harus dilaporkan pada “Penetapan Lain” sebagai berikut: -

: nilai rerata dari semua nilai X yang ditentukan dari lot yang diamati.

-

N : jumlah contoh wadah yang diacak. No : jumlah wadah dalam lot benih. Nilai H terhitung Pernyataan: nilai H ini menunjukan atau tidak menunjukan heterogenitas yang nyata Catatan: Nilai tidak harus dihitung atau dilaporkan jika X berada di luar batasan berikut: Komponen kemurnian : di atas 99,8% atau di bawah 0,2% Daya berkecambah : di atas 99,0% atau di bawah 1,0% Jumlah benih tertentu : di bawah dua setiap contoh.

38 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2.9.2 Pengujian Nilai R Tujuan dari penguji ini ialah mengetahui heterogenitas di luar kisaran (off-range) pada lot benih dengan menggunakan tolok ukur yang diadopsi sebagai indikator. Pengujian untuk heterogenitas di luar kisaran termasuk membandingkan perbedaan maksimal yang ditemukan antarcontoh dari ukuran benih yang sama dari lot dengan kisaran yang ditolerir. Kisaran yang ditolerir didasarkan pada standar deviasi yang dapat diterima dan dicapai dalam proses produksi benih yang baik. Setiap contoh dari wadah yang terpisah diambil dari wadah yang berbeda sehingga heterogenitas dalam wadah tidak terlibat secara langsung. Informasi mengenai heterogenitas dalam wadah memuat standar deviasi yang dimasukkan ke dalam tabulasi dengan kisaran yang dapat diterima. Standar deviasi yang dapat diterima dihitung dengan standar deviasi berdasarkan variasi acak menurut distribusi binomial untuk kemurnian dan daya berkecambah, serta distribusi Poisson untuk penghitungan benih tanaman lain. Hasil ini kemudian dikalikan dengan akar kuadrat dari faktor (f) dalam Tabel 2.5 secara berturut-turut. Penyebaran antara wadah ditunjukkan dengan menghitung kisaran untuk dibandingkan dengan kisaran toleransi yang berhubungan. 2.9.2.1 Definisi istilah dan simbol No : jumlah wadah dalam lot benih. N : jumlah contoh dari wadah yang terpisah. n : jumlah benih yang diuji dari setiap wadah contoh (1.000 untuk kemurnian, 100 untuk daya berkecambah dan 10.000 untuk penghitungan benih tanaman lain). X : hasil uji dari tolok ukur yang diadopsi dari contoh suatu wadah. Z : jumlah dari semua nilai.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 39

Rerata dari semua nilai X yang ditetapkan pada lot sesuai dengan tolok ukur yang digunakan dari hasil jenis pengujian. Kisaran yang ditemukan sebagai perbedaan maksimal antara contoh wadah yang terpisah dari lot sesuai dengan tolok ukur yang diadopsi. Catatan: Untuk ketepatan dari X terhadap uji nilai R dapat dilihat pada bagian 2.9.1.1 [komentar] pada uji nilai H.

2.9.2.2 Pengambilan contoh pada lot benih Pengambilan contoh untuk uji nilai R sama seperti untuk uji nilai H [lihat bagian 2.9.1.2] sehingga contoh yang digunakan juga sama. 2.9.2.3 Prosedur pengujian Prosedur pengujian yang sama antara uji nilai R dan nilai H untuk kemurnian, daya berkecambah, dan penghitungan benih tanaman lain dapat dilihat pada bagian 2.9.1.3. Untuk penghitungan digunakan kelompok data yang sama. 2.9.2.4 Penggunaan Tabel Heterogenitas lot benih di luar kisaran diuji dengan tabel toleransi yang sesuai, misalnya kisaran kritikal:  Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 untuk komponen pada analisa kemurnian;  Tabel 2.9 dan Tabel 2.10 untuk pengujian daya berkecambah;  Tabel 2.11 dan Tabel 2.12 untuk jumlah benih tanaman lain. Nilai dicari pada kolom rerata menurut tabel yang sesuai. Ketika melihat tabel, pembulatan rerata dilakukan mengikuti 40 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

prosedur biasa; pembacaan kisaran toleransi yang dapat melebihi 1% dalam lot benih dengan distribusi yang dapat diterima sesuai tolok ukur, yaitu:  Kolom 5–9 untuk kasus N=5 sampai 9;  Kolom 10–19 untuk kasus N=10 sampai 9; atau  Kolom 20 jika N=20. Apabila nilai R hasil hitung melebihi kisaran toleransi ini, lot benih tersebut dianggap menunjukan heterogenitas yang signifikan di luar kisaran. Apabila nilai R ≤ kisaran yang ditoleransi, heterogenitas lot dianggap tidak menunjukan di luar kisaran terhadap tolok ukur yang diuji. Hasil uji nilai R harus dilaporkan sebagai berikut:  X, N, No, hasil nilai R dan pernyataan bahwa “Nilai R ini menunjukan atau tidak menunjukan heterogenitas yang signifikan”.  Ketika menggunakan tabel, pembulatan rerata dilakukan ke nilai tabel yang paling mendekati (apabila rerata tersebut berada di tengah-tengah, penggunaan angka tabel yang diacu seperti yang terdapat di bawahnya). 2.9.2.5 Pelaporan hasil Hasil nilai R dari uji heterogenitas untuk lot benih yang terdiri dari banyak wadah harus dilaporkan pada “Penetapan Lain” sebagai berikut: -

: nilai rerata dari semua nilai X ditentukan dari lot diamati berdasarkan karakteristiknya.

-

N : jumlah contoh wadah yang diacak. No : jumlah wadah dalam lot benih. Nilai R terhitung. Pernyataan: nilai R ini menunjukan atau tidak menunjukan heterogenitas signifikan. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 41

2.9.3 Interpretasi Hasil Bila kedua pengujian tersebut, baik nilai H maupun nilai R, secara signifikan menunjukan heterogenitas dari lot benih yang diuji; lot benih tersebut harus dinyatakan sebagai lot benih yang heterogen. Sebaliknya, bila kedua pengujian tersebut tidak menunjukan heterogenitas secara signifikan, lot benih tersebut harus dinyatakan sebagai lot benih yang tidak menunjukan heterogenitas yang signifikan (nonheterogen atau memiliki tingkat heterogenitas yang tidak signifikan).

42 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 43

44 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 45

46 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 47

48 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 49

50 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 51

52 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 53

54 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 55

56 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

III. PENETAPAN KADAR AIR 3.1 Metode Referensi Dasar untuk Penetapan Kadar Air Metode referensi dasar untuk mengenalkan jenis dan metode baru dalam aturan yaitu metode oven suhu konstan rendah (17 jam pada suhu 103°C). 3.1.1 Uji Penghancuran Perlu atau tidaknya penghancuran tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran benih dan permeabilitas kulit benih terhadap air. Uji efek penghancuran harus dilakukan sebelum suatu jenis baru diperkenalkan ke dalam aturan ini. Karakteristik dari benih, seperti kadar air yang tinggi atau kulit benih yang terlalu keras, dapat menghambat proses penghancuran benih. Pada kondisi ini, pemecahan atau pemotongan benih menjadi bagian dengan ketebalan yang tidak lebih besar dari 7 mm diperbolehkan. 3.1.2 Uji Penggunaan Metode Suhu Konstan Tinggi Uji penggunaan metode suhu konstan tinggi, seperti satu, dua, tiga, atau empat jam pada suhu 130°C tidak wajib dan hanya diperlukan jika ada permintaan untuk menggunakan metode suhu konstan tinggi. Pengujian tersebut dilakukan untuk membandingkan metode acuan dengan metode suhu konstan tinggi dalam suatu uji banding. 3.2

Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Suhu Konstan

3.2.1 Tujuan Penetapan kadar air benih dengan metode oven dilakukan untuk pengujian rutin.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 57

3.2.2 Definisi Kadar air contoh benih adalah berat air yang hilang karena pengeringan sesuai ketentuan yang dinyatakan sebagai persentase dari berat awal contoh benih. 3.2.3 Prinsip Umum Metode yang ditetapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi, atau hilangnya zat-zat yang mudah menguap lainnya. Namun demikian, metode ini harus menjamin penguapan air sebanyak mungkin. 3.2.4 Peralatan Peralatan yang diperlukan tergantung pada metode yang digunakan, antara lain: a. Grinding Mill Persyaratan grinding mill: - Terbuat dari material yang tidak menyerap air. - Mudah dibersihkan dan mempunyai celah sekecil mungkin. - Memungkinkan terjadinya penghancuran dengan cepat dan seragam tanpa ada peningkatan panas, serta sedapat mungkin tidak terjadi kontak dengan udara luar. - Tingkat penghancuran harus dapat diatur sehingga besar partikel yang dihasilkan sesuai dengan ketetapan yang ditentukan pada bagian 3.2.5.4. b. Oven listrik Oven yang digunakan yaitu oven listrik yang dapat dikendalikan sehingga selama penggunaan diperoleh suhu udara dan rak sebesar 103°C atau 130°C pada area di mana contoh benih sedang dikeringkan. Oven harus mempunyai kapasitas pemanasan sehingga apabila oven diset pada suhu 103°C atau 130°C, suhu dapat kembali dalam waktu kurang dari 30 menit setelah wadah dimasukkan ke dalam oven agar dapat mengeringkan secara serempak. 58 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Kapasitas pengeringan dari oven harus ditentukan bila digunakan untuk spesies benih yang memerlukan suhu tinggi dan waktu pengeringan kurang dari atau sama dengan dua jam. Ventilasi dibutuhkan setelah pengeringan (dua jam pada suhu 130°C atau 17 jam pada suhu 103°C), pendinginan, dan pengeringan kembali (satu jam pada suhu 130°C atau dua jam pada suhu 103°C) sesuai jumlah maksimal dari bagian pengujian. Hasil dari bagian pengujian individu tidak berbeda lebih dari 0,15% [termasuk untuk suhu]. c. Wadah Cawan harus terbuat dari bahan logam [tidak berkarat pada saat pengujian] atau bahan kaca dan mempunyai penutup. Cawan juga harus memiliki luas permukaan yang cukup sehingga memungkinkan penyebaran contoh uji per unit area tidak lebih dari 0,3 g/cm 2. d. Desikator Desikator harus cukup rapat dengan plat metal berlubang untuk mempercepat pendinginan dari wadah dan berisi desikan yang efektif. e. Timbangan Alat ini harus mampu menimbang dengan ketelitian sedikitnya ±0,001 g. f. Ayakan Saringan yang diperlukan berukuran 0,50 mm, 1,00 mm, 2,00 mm, dan 4,00 mm. g. Peralatan pemotong Beberapa alat pemotong yang digunakan antara lain pisau, scalpel, atau pruning secateurs.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 59

Gambar 3 Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar air benih meliputi oven, timbangan analitik, desikator, dan cawan

3.2.5 Prosedur 3.2.5.1 Tindakan pencegahan perubahan kadar air contoh Contoh kirim penetapan kadar air [lihat bagian 2.5.1.5–2.5.1.7] dapat diterima untuk diuji hanya jika kondisinya utuh dalam wadah kedap air dan sebanyak mungkin udara telah dikeluarkan. Penetapan kadar air dilaksanakan sesegera mungkin setelah benih diterima. Sebelum pengujian, suhu dari contoh benih harus diseimbangkan dengan lingkungan pengujian yang mana contoh benih masih tetap utuh di dalam wadah yang kedap air. Selama pengujian di laboratorium, kontak contoh benih dengan udara harus seminimal mungkin. Untuk benih yang tidak perlu 60 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

dihancurkan, waktu pemindahan contoh benih dari wadah sampai penimbangan tidak lebih dari dua menit. Setelah penetapan kadar air, sisa contoh kirim harus disimpan dalam kondisi terkendali dan berada di dalam wadah kedap air selama waktu yang ditetapkan oleh laboratorium. Kemampuan penyimpanan harus cukup lama untuk menjamin dapat dilakukan uji ulang bila terdapat kesalahan dalam pengujian. 3.2.5.2 Contoh kerja Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan dua ulangan yang pengambilan contohnya secara terpisah. Berat contoh tergantung pada diameter wadah yang digunakan, yaitu: Diameter >5 cm dan <8 cm Diameter >8 cm

: 4,5 ± 0,5 g : 10,0 ± 1,0 g

Benih pohon dan perdu yang berukuran besar memerlukan pemotongan sehingga diperlukan jumlah contoh kerja yang berbeda. Untuk benih yang dipotong, contoh kerja harus cukup untuk setiap dua ulangan dengan berat kira-kira setara dengan lima benih utuh [lihat bagian 3.2.5.5]. Selanjutnya, petunjuk perlakuan setiap jenis dapat dilihat pada Tabel 3.1. Sebelum pengambilan contoh kerja, contoh kirim harus dihomogenkan dengan menggunakan salah satu metode di bawah ini. a. Contoh diaduk dalam wadah dengan menggunakan sendok; atau b. Mulut wadah asal yang berisi contoh benih ditempatkan pada mulut wadah baru yang serupa, kemudian disisipkan. Selanjutnya, contoh benih dituangkan bolak-balik di antara dua wadah tersebut sebanyak empat kali hingga tercampur. Contoh kerja diambil minimal tiga subcontoh benih dengan menggunakan sendok pada posisi yang berbeda. Subcontoh benih dicampurkan sehingga diperoleh volume contoh benih yang dibutuhkan. Selama pengurangan contoh, benih tidak D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 61

boleh berhubungan langsung dengan udara lebih dari 30 detik. Pada kasus pemotongan atau penghancuran, satu contoh kerja diambil untuk memperoleh dua ulangan. 3.2.5.3 Penimbangan Penimbangan dilakukan sesuai dengan cara yang disebutkan pada bagian 4.5.1. Nilai penimbangan dinyatakan dalam gram dengan ketelitian tiga desimal. Wadah dan tutup juga ditimbang sebelum dan sesudah diisi. Setelah penimbangan, wadah harus ditutup menggunakan penutupnya untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau kehilangan contoh benih. Hal ini harus dilakukan bila tidak langsung dimasukkan ke dalam oven. Apabila wadah langsung dimasukkan ke dalam oven, pembukaan wadah dan penutup dilakukan secepat mungkin dan dimasukkan ke dalam oven yang suhunya telah diatur sesuai dengan jenis tanaman yang akan diuji (Tabel 3.1). Periode pengeringan dimulai pada waktu oven telah mencapai suhu yang ditetapkan. Pada akhir periode yang ditentukan, wadah dan tutup didinginkan di dalam desikator. Setelah pendinginan, wadah, tutup dan isi ditimbang. 3.2.5.4 Penghancuran benih Benih berukuran besar dan benih dengan kulit yang menghalangi hilangnya air dari benih harus dihancurkan sebelum dikeringkan. Pengecualian dilakukan untuk benih yang mempunyai kadar minyak tinggi dan sulit untuk dihancurkan atau benih yang rentan terjadi penambahan berat akibat oksidasi. Apabila penghancuran tidak memungkinkan, pengirisan atau pemotongan dapat dilakukan [lengkapnya dapat dilihat pada bagian 3.2.5.5]. Benih-benih tertentu yang harus dihancurkan seperti terdapat pada Tabel 3.1. Grinding mill harus disesuaikan sehingga diperoleh ukuran partikel yang ditentukan. Untuk benih yang membutuhkan penghancurkan halus [Tabel 3.1], paling sedikit 50% partikel material akan lolos dari saringan dengan ukuran mes 0,50 mm 62 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

dan tidak lebih 10% yang tertinggal atau tidak lolos pada saringan dengan ukuran mes 1,00 mm. Untuk spesies yang membutuhkan penghancuran kasar [Tabel 3.1], paling sedikit 50% partikel material benih harus lolos saringan dengan ukuran mes 4,00 mm dan tidak lebih dari 55% lolos pada saringan dengan ukuran mes 2,00 mm. Lama proses penghancuran benih tidak lebih dari dua menit. Ketika menggunakan grinder, pada alat tersebut harus dipastikan tidak terjadi kontaminasi antarcontoh benih. Tabel 3.1 Perincian Metode untuk Penetapan Kadar Air Benih Tanaman Hutan Jenis

Penggilingan/pemotongan

Acacia arabica Acacia aulacocarpa Acacia auriculiformis Acacia crasicarpa Acacia mangium Acacia villosa Adenanthera microsperma Agathis loranthifolia Aleurites moluccana Albizia procera Alstonia scholaris Altingia excelsa Anacardium ocidentale Anthocacephalus cadamba (syn. Neolamarckia cadamba) Anthocacephalus macrophyllus (syn. Neolamarckia macrophyllus) Azadirachta indica Baccaurea macrocarpa Caliandra calothyrsus Caliandra tetragona Calophyllum inophyllum Canarium indicum Castanopsis argentea

Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Dipotong Dipotong Digiling Dipotong Digiling Dipotong Utuh Utuh Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Dipotong

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 63

Jenis Casuarina junghuniana Casuarina equisetifolia Ceiba petandra Cryptorarya cuneate Cryptocarya massoy Dalbergia latifolia Delonix regia Diospyros celebica Duabanga moluccana Dyera lowii Enterolobium ciclocarpum Eucalyptus camadulensis Eucalypthus deglupta Eucalypthus pelita Eucalypthus urophylla Fagara rhetsa (syn. Zanthoxylum rhetsa) Fagraea fragrans Falcataria mollucana (syn. Paraserianthes falcataria) Ficus variegata Gliricidia sepium Gmelina arborea Gmelina moluccana Gyrinops versteegii Hibiscus macrophyllus Instia bijuga Khaya anthotheca Lagerstromia speciosa Leucaeuna glauca Leucaeuna leucocepala Maesopsis emenii Manilkara kauki Magnolia ovalis ( syn. Elmerrillia ovalis) Magnolia blumei (syn. Manglietia gluca) Magnolia champaca (syn. Michelia champaca)

Penggilingan/pemotongan Digiling Digiling Digiling Dipotong Dipotong Digiling Digiling Digiling Utuh Dipotong Digiling Utuh Utuh Utuh Utuh Digiling Digiling Digiling Utuh Digiling Digiling Digiling Digiling Dipotong Digiling Dipotong Dipotong Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling

64 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Jenis

Penggilingan/pemotongan

Meulaleuca leucadenron Meulaleuca cajuputi Melia azedarach Mimosops elengi Octomeles sumatrana Palaquium rostratum Pericopsis mooniana Pinus merkusii Planchonia valida Polyalthia longifolia Podocarcus nerifolius Pongamia pinnata Pterocarphus indicus Pterospermum javanicum Santalum album Samanea saman Sandoricum koetjape Schleicera oleosa Schima wallichii Senna siamea (syn. Cassia siemea) Sesbania grandiflora Shorea pinanga Sterculia foetida Styrax benzoin Swiethenia macrophylla Tamarindus indica Tectona grandis Terminalia catappa Toona sinensis Vitex coffasus Wrightia pubescens

Utuh Utuh Digiling Digiling Utuh Dipotong Digiling Dipotong Digiling Digiling Utuh Digiling Dipotong Digiling Digiling Digiling Digiling Digiling Utuh Digiling Digiling Dipotong Digiling Digiling Dipotong Digiling Dipotong Digiling Dipotong Digiling Digiling

Keterangan: Metode suhu rendah dapat digunakan untuk semua jenis pada tabel ini. Metode suhu tinggi dapat digunakan sebagai metode alternatif.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 65

3.2.5.5 Pemotongan/pengirisan benih Benih-benih pohon berukuran besar (1.000 butir berbobot >200 gram), benih-benih pohon dengan kulit yang sangat keras seperti Fabaceae (Leguminosae), dan/atau jenis dengan kadar minyak tinggi harus dipotong menjadi bagian-bagian kecil dengan ketebalan kurang dari 7 mm. Pemotongan ini sebagai pengganti penghancuran. Pemotongan harus dilakukan pada contoh kerja dengan berat kira-kira setara dengan berat 10 benih utuh diambil dari contoh kirim. Subcontoh dipotong dengan cepat, digabungkan, dan dicampur dengan menggunakan sendok, kemudian diambil contoh kerja sebanyak dua ulangan. Ulangan ditempatkan pada wadah yang telah ditimbang. Lama benih terpapar udara luar tidak melebihi empat menit. 3.2.5.6. Pengeringan pendahuluan Pengeringan pendahuluan harus dilakukan bila jenis tersebut termasuk yang perlu dihancurkan dan kadar airnya lebih tinggi dari yang tercantum pada Tabel 3.1. Sebaliknya, pengeringan pendahuluan tidak harus dilakukan pada benih yang dipotong (Tabel 3.1). Dua subcontoh, masing-masing ditimbang 25±1,0 gram dan ditempatkan pada wadah yang telah ditimbang. Dua subcontoh dalam wadahnya tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 130°C selama lima hingga 10 menit [tergantung pada kadar airnya] untuk menurunkan kadar air sehingga sesuai dengan Tabel 3.1. Subcontoh yang telah dikeringkan disimpan secara terbuka di laboratorium minimal selama 2 jam. Pada kasus kadar air benih di atas 25%, benih harus disebar dengan ketebalan lapisan tidak lebih dari 20 mm dan dikeringkan pada suhu 65°C–75°C selama 2–5 jam, tergantung kadar air benih. Pada kasus jenis dengan kadar air benih lebih dari 30%, contoh benih harus dikeringkan satu malam di tempat hangat. 66 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Setelah pengeringan pendahuluan, subcontoh benih ditimbang ulang dengan wadahnya untuk menentukan kehilangan berat. Setelah ditimbang, dua subcontoh segera dihancurkan secara terpisah. Satu contoh kerja diambil dari masing-masing subcontoh. Pengambilan contoh kerja mengikuti petunjuk yang telah diurakan pada bagian 3.2.5.2. Selanjutnya, penetapan kadar air mengikuti mengikuti ketentuan pada bagian 3.2.5.3. 3.2.5.7 Metode yang digunakan Contoh kerja yang diambil [sesuai dengan petunjuk bagian 3.2.5.2] harus merata di atas permukaan wadah. Wadah dan tutupnya ditimbang sebelum dan sesudah diisi. Wadah ditempatkan dengan cepat [di bagian atas atau di samping tutup] di dalam oven. Perincian tambahan tentang penghancuran, suhu dan waktu untuk setiap jenis dapat dilihat pada Tabel 3.1. Toleransi untuk suhu dan waktu: 101°C–105°C (suhu rendah) : 17 ± 1 jam 130°C–133°C (suhu tinggi) : 1 jam ± 3 menit, 2 jam ± 6 menit, 4 jam ± 12 menit. Periode pengeringan dimulai ketika oven telah mencapai suhu yang ditentukan. Pada akhir periode yang ditentukan, wadah ditutup dan ditempatkan dalam desikator untuk pendinginan. Setelah dingin, wadah dan isinya ditimbang. 3.2.6 Penghitungan dan Penulisan Hasil 3.2.6.1 Metode oven suhu konstan Kadar air yang dinyatakan dalam persentase berdasarkan berat harus dihitung dalam tiga desimal untuk masing-masing ulangan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 67

Keterangan : - M1 adalah berat dalam gram (untuk minimal dari tiga desimal) dari wadah dan tutupnya. - M2 adalah berat dalam gram (untuk minimal dari tiga desimal) dari wadah, tutup dan isinya sebelum pengeringan. - M3 adalah berat dalam gram (untuk minimal dari tiga desimal) dari wadah, tutup dan isinya sesudah pengeringan.

Apabila contoh benih diberikan pengeringan pendahuluan, kadar air dihitung dari hasil pengeringan pendahuluan (tahap pertama) dan pengujian kadar air (tahap kedua). Apabila S1 adalah kadar air yang hilang pada tahap pertama dan S2 adalah kadar air yang hilang pada tahap kedua, masing-masing dihitung seperti di atas dan diyatakan sebagai persentase. Kemudian, kadar air sebenarnya dari contoh dihitung dalam persentase sebagai berikut: ) 3.2.6.2 Toleransi Perbedaan dihitung dalam tiga desimal, kemudian dibulatkan menjadi satu desimal. Perbedaan maksimal antara dua ulangan tidak melebihi 0,2% setelah dibulatkan dari tiga menjadi satu desimal. Apabila tidak toleran, pengujian diulangi dalam duplikat. Laporan hasil ialah rerata secara aritmatika dari hasil dua contoh kerja [lihat bagian 3.2.7]. Nilai untuk jenis pohon dan perdu (tanaman hutan) tidak mungkin memenuhi toleransi 0,2% sehingga toleransi yang ditentukan mulai dari 0,3 hingga 2,5%. Hal ini berhubungan dengan ukuran dan kadar air awal benih (Tabel 3.2). Dalam penggunaan Tabel 3.2, kolom 1 dipilih baris yang relevan [tergantung pada ukuran benih]. Kemudian, kolom yang benar (2, 3, atau 4) dipilih sesuai dengan kadar air awal contoh. 68 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 3.2 Tingkat toleransi untuk perbedaan antara penetapan dua duplikat dari kadar air dari benih tanaman hutan [tingkat signifikansi tidak didefinisikan] Ukuran benih

Rerata kadar air awal <12%

12–25%

>25%

Kecil : berat 1.000 butir <200 g

0,3%

0,5%

0,5%

Besar : berat 1.000 butir ≥200 g

0,4%

0,8%

2,5%

Sumber: F.T. Bonner (1984). Limit toleransi dalam pengukuran kadar air benih tanaman hutan. Seed Science and Technology 12, 789-794, 1984.

Apabila hasil dari penetapan antarulangan di luar toleransi, pengujian harus diulang berdasarkan petunjuk bagian 3.2.5.2. Apabila hasil uji ulang masuk toleransi, hasil uji dilaporkan. Namun, apabila hasil uji ulang tidak toleran antarulangan, toleransi rerata dari dua hasil pengujian diperiksa. Apabila rerata hasil kedua pengujian tersebut masuk toleransi (0,2% atau pada Tabel 3.2), hasil dilaporkan. Apabila semua rerata kedua pengujian tidak masuk toleransi, pengujian dianggap gagal dan dilakukan investigasi penyebab kegagalan (peralatan dan prosedur), serta pengujian dapat dilakukan kembali dari awal. 3.2.7 Pelaporan Hasil Hasil penetapan kadar air harus dilaporkan dalam kolom yang disediakan; perbedaan antarulangan tidak lebih dari 0,1%. Selain itu, metode yang digunakan juga dilaporkan pada sertifikat/laporan hasil uji (lama/waktu dan suhu). Berikut ini, informasi tambahan yang harus juga dilaporkan dalam “Penetapan Lain”. a. Apabila terdapat benih berkecambah dalam contoh, pernyataan berikut harus dimasukkan: "ditemukan benih berkecambah di dalam contoh kirim kadar air". D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 69

b. Apabila terdapat benih bercendawan dalam contoh, pernyataan berikut harus dimasukkan: “ditemukan benih bercendawan dalam contoh kirim kadar air”. c. Pada kasus benih berpelet, pernyataan berikut harus dimasukkan: “Benih contoh kirim kadar air dalam bentuk pelet dan kadar air yang dilaporkan ialah rerata dari benih dan bahan peletnya”. 3.3

Penetapan Kadar Air dengan Alat Pengukur Kadar Air Secara Langsung (Moisture Meter)

3.3.1 Kalibrasi Alat Pengukur Kadar Air (Moisture Meter) 3.3.1.1 Tujuan Tujuan kalibrasi menyiapkan "contoh pengecek" yang akan digunakan untuk kalibrasi moisture meter dan untuk mengecek kalibrasi moisture meter. 3.3.1.2 Definisi [Lihat bagian 3.2.2] 3.3.1.3 Prinsip umum Metode kalibrasi dirancang untuk membandingkan hasil penetapan kadar air yang dilakukan dengan metode oven [lihat bagian 3.2] dan moisture meter. Semua jenis moisture meter dapat digunakan, sepanjang persyaratan kalibrasi dan syarat penetapan kadar air dipenuhi. Kalibrasi alat harus dilakukan minimal satu kali setiap tahun. Laporan hasil kalibrasi diperlukan untuk masing-masing tanaman yang dianalisa dengan moisture meter. Program monitoring dari moisture meter harus diterapkan. Contoh pengecekan harus diukur pada moisture meter menggunakan prosedur normal [lihat bagian 3.3.2] dan kadar air harus ditentukan sekali dengan menggunakan metode oven [lihat bagian 3.2]. 70 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

3.3.1.4 Peralatan Alat-alat yang digunakan untuk melakukan kalibrasi adalah sebagai berikut [tergantung pada metode yang digunakan]: a. Moisture meter 1) Apabila moisture meter menunjukan kadar air secara langsung, nama spesies yang dipilih harus dinyatakan dengan jelas. 2) Apabila moisture meter tidak menunjukan kadar air secara langsung, tabel konversi harus tersedia untuk setiap spesies yang diuji. Apabila tabel konversi yang digunakan memenuhi persyaratan skala interval [lihat angka 3)] dan perbedaan maksimal yang diperbolehkan [lihat 3.3.1.6.3], berlaku untuk hasil kadar air yang diperoleh dari tabel konversi (dinyatakan dalam persentase) dan tidak untuk dibaca dalam skala konvensional dari moisture meter. 3) Skala interval harus sedemikian rupa sehingga kadar air dapat dibaca setidaknya satu desimal. 4) Wadah moisture meter harus kuat dan sedemikian rupa agar komponen utama dari instrumen terlindung dari debu dan air. b. Wadah kedap udara c. Saringan yang sesuai dengan spesies yang bersangkutan, untuk menghilangkan kotoran dari contoh benih pengecek yang dapat mempengaruhi pengukuran. d. Grinder Apabila petunjuk operasional moisture meter elektronik mensyaratkan penghancuran, subcontoh dari contoh kirim harus dihancurkan. Tingkat penghancuran sesuai dengan yang ditentukan petunjuk operasional alat tersebut. Apabila tidak ditentukan daiam petunjuk alat, perlakuan disesuaikan dengan petunjuk dalam bagian 3.2.5.4. e. Timbangan disesuaikan dengan moisture meter yang digunakan. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 71

Selanjutnya, petunjuk pada bagian 3.2.4 dapat diacu untuk peralatan lain yang digunakan sesuai referensi untuk metode oven. 3.3.1.5 Prosedur 3.3.1.5.1 Peringatan Kalibrasi moisture meter dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain spesies tanaman, varietas, tingkat kemasakan, kelembaban, suhu, dan tingkat kemurnian benih. Moisture meter dan contoh harus dalam suhu yang seimbang atau sama sebelum dilakukan pengukuran. Selama pengukuran contoh, kontak benih dengan udara diusahakan seminimal mungkin. 3.3.1.5.2 Contoh untuk kalibrasi Kalibrasi untuk setiap spesies menggunakan setidaknya dua varietas dengan masing-masing lima contoh; masing-masing varietas harus memiliki kisaran atau skala yang akan diuji. Apabila kisaran tersebut tidak terpenuhi secara aiami, contoh tersebut dapat dikondisikan untuk memenuhi kisaran tersebut. Apabila hasil kalibrasi dari varietas atau jenis tanaman yang digunakan menunjukan hasil yang berbeda secara nyata, kalibrasi hendaknya dilakukan terhadap setiap varietas, atau setiap grup dari suatu varietas. Contoh yang digunakan harus diseleksi sehingga bebas dari jamur, fermentasi, dan benih yang berkecambah. Apabila dalam contoh terdapat banyak kotoran yang memengaruhi pengukuran, contoh harus dibersihkan terlebih dahulu dengan tangan atau menggunakan ayakan dan separator mekanik. Wadah contoh untuk kalibrasi harus kedap air dan terisi kirakira 2/3 dari kapasitasnya. Apabila wadah terisi penuh, contoh tidak dapat dicampur secara menyeluruh. Apabila wadah tidak dipenuhi secara cukup, kondisi ini akan terjadi pertukaran secara higrometrik antara benih dan udara dalam wadah. Hal ini dapat mengakibatkan modifikasi kadar air dari contoh 72 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

dalam periode awal pengujian. Selain itu, wadah harus disegel dan disimpan pada suhu 5°C ± 2°C hingga digunakan. 3.3.1.5.3 Contoh kerja dari contoh kalibrasi Contoh kerja harus dicampur dengan seksama menggunakan salah satu metode berikut: a. Contoh benih diaduk dalam wadah menggunakan sendok. b. Mulut wadah asal yang berisi contoh benih ditempatkan pada mulut wadah baru yang serupa, kemudian disisipkan. Selanjutnya, contoh benih dituangkan bolak-balik di antara dua wadah tersebut sebanyak empat kali hingga tercampur. Pengambilan contoh kerja dilakukan sedemikian rupa sehingga contoh tidak kontak dengan udara lebih dari 30 detik. 3.3.1.5.4 Penimbangan Penimbangan dilakukan ketika diperlukan [sesuai bagian 4.5.1]. 3.3.1.5.5 Penetapan metode Kadar air dari contoh kalibrasi diuji dengan menggunakan metode oven yang merupakan metode acuan [lihat bagian 3.2]. Tiga pengukuran berturut-turut dilakukan pada setiap contoh benih kalibrasi. Pengukuran menggunakan moisture meter sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat. Kadar air dari contoh kalibrasi juga harus di cek ulang setelah pengukuran dengan menggunakan metode oven. Setelah setiap pengukuran, contoh yang diuji dicampur dengan contoh kalibrasi dari contoh asal. Contoh kalibrasi dicampur secara menyeluruh sebelum contoh kerja berikutnya diambil [lihat bagian 3.3.1.5.3]. Apabila penetapan gagal, pengukuran harus dilakukan pada tiga contoh kerja yang berbeda.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 73

3.3.1.6 Penghitungan dan penulisan hasil 3.3.1.6.1 Metode oven sebagai acuan Masing-masing contoh pengujian didapatkan dua hasil acuan, yaitu X1 (kadar air diukur dengan menggunakan oven sebelum pengukuran dengan moisture meter) dan X2 (kadar air diukur dengan oven sesudah pengukuran dengan moisture meter). Rerata dari dua nilai ini dianggap sebagai nilai benar (true value = Xt) jika perbedaan keduanya tidak lebih besar dari 0,3%. Apabila perbedaan lebih dari 0,3%, kalibrasi harus diulang. 3.3.1.6.2 Moisture meter Masing-masing contoh kalibrasi didapatkan tiga hasil: y1, y2, dan y3. Selanjutnya, perhitungan dilakukan terhadap rerata hasil yx [yx = (y1 + y2 + y3)/3] dan zi (perbedaan antara yx dengan true value xt dari kadar air [lihat bagian 3.3.1.6.1]); zi = yx - xt. 3.3.1.6.3 Perbedaan maksimal yang diperbolehkan Moisture meter dapat digunakan dalam penetapan kadar air jika hasil kalibrasi memenuhi toleransi, yaitu bila nilai zi [perbedaan antara yx dengan true value xt] kurang dari/tidak melebihi batas yang dibolehkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Toleransi Perbedaan dari True Value Nilai benar (metode oven) Kurang dari 10% Lebih dari 10%

Perbedaan maksimal yang diperbolehkan Non-chaffy seeds Chaffy seeds ±0,4% ±0,04% x KA

±0,5% ±0,05% x KA

Keterangan: Perbandingan rerata antar ulangan digunakan setelah pembulatan satu desimal.

74 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

3.3.1.7 Hasil kalibrasi Hasil kalibrasi harus direkam dan disimpan setidaknya selama enam tahun. 3.3.2 Penetapan Kadar Air dengan Alat Pengukur Kadar Air (Moisture Meter) 3.3.2.1 Tujuan Kegiatan ini bertujuan menetapkan kadar air benih dengan menggunakan alat pengukur kadar air yang telah dikalibrasi. 3.3.2.2 Prinsip umum Kadar air contoh benih memengaruhi psikokimia dan bagian elektrik. Pengaruh tersebut dapat diukur dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar air secara rutin. 3.3.2.3 Peralatan Peralatan yang diperlukan tergantung metode yang digunakan, yaitu [uraian terperinci terdapat pada bagian 3.3.1.4]: a. b. c. d.

Moisture meter (alat pengukur kadar air) Wadah kedap udara Grinder Timbangan

3.3.2.4 Prosedur 3.3.2.4.1 Peringatan Contoh kirim [lihat bagian 2.5.1.5–2.5.1.7] harus diterima untuk penetapan kadar air hanya jika wadah utuh, wadah kedap uap air, dan sebanyak mungkin udara telah dikeluarkan. Selain itu, kontak contoh dengan udara laboratorium harus seminimal mungkin selama penetapan kadar air. Penetapan kadar air harus dimulai sesegera mungkin setelah penerimaan. Sebelum pengujian, suhu dari contoh harus D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 75

diseimbangkan dengan suhu laboratorium, sedangkan contoh masih utuh dalam wadah kedap air. Ketika suhu contoh benih sangat berbeda dari suhu ruang yang mana moisture meter dioperasikan maka ada resiko pengembunan sehingga sebelum pengujian, contoh harus diseimbangkan dengan suhu ruang. 3.3.2.4.2 Contoh kerja Penetapan contoh kerja dalam duplikat dilakukan pada dua contoh kerja yang diambil secara terpisah dengan berat (volume) masing-masing sesuai dengan kebutuhan pada alat pengukur. Contoh kerja harus dilakukan pencampuran dengan seksama menggunakan salah satu metode berikut: a. Contoh benih diaduk dalam wadah menggunakan sendok. b. Mulut wadah asal yang berisi contoh benih ditempatkan pada mulut wadah baru yang serupa, kemudian disisipkan. Selanjutnya, contoh benih dituangkan bolak-balik di antara dua wadah tersebut sebanyak empat kali hingga tercampur. Masing-masing contoh kerja harus diambil sedemikian rupa sehingga tidak kontak dengan udara lebih dari 30 detik. 3.3.2.4.3 Penimbangan Penimbangan dilakukan ketika diperlukan [sesuai bagian 4.5.1]. 3.3.2.5 Penghitungan dan penulisan hasil Kadar air dihitung dengan persentase satu desimal, dengan rumus sebagai berikut:

M1 dan M2 adalah hasil pembacaan ulangan satu dan ulangan dua pada moisture meter.

76 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

3.3.2.6 Toleransi Hasil ini merupakan rerata aritmatik dari pengukuran duplikat jika perbedaan antara dua ulangan tersebut tidak melebihi 0,2%. Apabila hasil pengukuran duplikat di luar dari toleransi, pengujian harus diulang. Hasil pengujian ulang dilaporkan jika hasilnya toleran. Apabila dilakukan ulangan pengujian kedua toleran, pemeriksaan dilakukan apakah rerata dari kedua pengujian tersebut masuk toleransi (0,2% atau sesuai Tabel 3.2). Apabila demikian, rerata pengujian tersebut dilaporkan. Apabila ulangan dari kedua pengujian tersebut tidak toleran dan hasil rerata uji ulang di luar toleransi, hasilnya dibuang, lalu dilakukan pemeriksaan peralatan dan prosedur laboratorium. Selanjutnya, pengujian dapat dimulai lagi. Hasil yang dilaporkan merupakan pembulatan satu desimal. 3.3.2.7 Pelaporan hasil moisture meter Hasil penetapan kadar air harus dilaporkan dalam kolom yang disediakan; perbedaan antarulangan tidak lebih dari 0,1%. Selain itu, metode yang digunakan harus dilaporkan, seperti lama/waktu dan suhu. Berikut ini, informasi tambahan yang harus juga dilaporkan dalam “Penetapan Lain”, yaitu: a. Apabila terdapat benih berkecambah dalam contoh, pernyataan berikut harus dimasukkan: "ditemukan benih berkecambah di dalam contoh kirim kadar air". b. Apabila terdapat benih bercendawan dalam contoh, pernyataan berikut harus dimasukkan: “ditemukan benih bercendawan dalam contoh kirim kadar air”. c. Pada kasus benih berpelet, pernyataan berikut harus dimasukkan: “Benih contoh kirim kadar air dalam bentuk pelet dan kadar air yang dilaporkan ialah rerata dari benih dan bahan peletnya”.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 77

3.3.2.8 Pengecekan rutin hasil moisture meter dan kadar air oven Tabel 3.4 digunakan untuk mengecek hasil moisture meter terhadap hasil pengukuran oven. Untuk contoh pengecek, maksimal 5% lebih besar daripada perbedaan maksimal yang diperbolehkan. Apabila perbedaan lebih dari 5%, kalibrasi diperlukan [lihat bagian 3.3.1]. Tabel 3.4 Batas toleransi untuk perbedaan antara pengukuran kadar air oven suhu konstan dan moisture meter Rerata pengukuran oven (rerata, %)

Toleransi

Chaffy seeds <10,9% 11–12,9% 13–14,9% 15–16,9% 17–18%

0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Non-chaffy seeds <11,3% 11,3–13,7% 13,8–16,2% 16,2–18%

0,4 0,5 0,6 0,7

3.3.2.9 Pengecekan hasil dari moisture meter yang berbeda Tabel 3.5 digunakan ketika membandingkan antara dua moisture meter yang berbeda.

78 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 3.5 Batas toleransi untuk perbedaan penetapan kadar air yang dilakukan menggunakan moisture meter berbeda Kadar air (rerata dari dua moisture meter, % )

Toleransi

Chaffy seeds <10,5% 10,5–11,4% 11,5–12,4% 12,5–13,4% 13,5–14,4% 14,5–15,4% 15,5–16,4% 16,5–17,4% 17,5–18,0%

1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8

Non-chaffy seeds <10,7% 10,7–11,8% 11,9–13,1% 13,2–14,3% 14,4–15,6% 15,7–16,8% 16,9–18,0%

0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 79

IV. ANALISIS KEMURNIAN 4.1

Tujuan

Tujuan analisis kemurnian yaitu: a. Menetapkan Persentase komposisi [berdasarkan berat] contoh yang diuji dan berdasarkan kesimpulan komposisi lot benih; b. Mengidentifikasi berbagai jenis benih dan kotoran benih dalam contoh benih. 4.2

Definisi

4.2.1 Benih Murni Benih murni yang sesuai dengan pernyataan pengirim atau secara dominan ditemukan di dalam contoh benih, termasuk semua benih varietas tanaman dan kultivar dari jenis tersebut, seperti: a. Struktur berikut [meskipun benih muda, benih berukuran kecil, benih keriput, terserang penyakit, atau berkecambah; tetapi benih tersebut masih bisa dikenali sebagai benih yang dimaksud], kecuali sudah berubah bentuk terlihat sebagai cendawan sclerotia, smut balls atau nematoda galls: 1. Unit benih utuh (biasanya ditemukan bagian unit seperti achenes dan buah-buah yang sama, schizocraps, floret dan lain-lain) seperti digambarkan untuk masing-masing genus atau spesies dalam definisi benih murni (Pure Seed Definitions) [selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.3]. Pada Poaceae (Gramineae): a) Floret dengan sebuah caryopsis yang ada endospermanya b) Caryopsis yang bebas. 2. Pecahan unit benih dengan ukuran lebih besar dari setengah ukuran benih aslinya. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 81

b. Dari prinsip di atas, pengecualian diterapkan untuk genera tertentu dari Poaceae (Graminae) [lihat bagian 4.5.1]: 1. Ukuran minimal caryopsis yang diperlukan [lihat bagian 4.2.3]. 2. Keberadaan caryopsis dalam spikelets dan floret bukan merupakan keharusan. 3. Pemisahan benih murni dan kotoran benih harus dilakukan menggunakan Metode Blower Standar [lihat bagian 4.5.2]. 4. Multiple Seed Units (MSU) yang utuh, termasuk fraksi benih murni. 5. Floret steril yang menempel tidak dihilangkan [lihat bagian 4.5.2.6]. 6. Untuk genera tertentu, bagian-bagian tambahan tetap berada pada benih, tetapi tetap dilaporkan menurut ketentuan pada bagian 4.5.2.6. 4.2.2 Benih Tanaman Lain Benih tanaman lain ialah unit benih tanaman spesies lain yang terbawa selain benih murni. Pembedaan karakteristik untuk pengklasifikasian benih tanaman lain atau kotoran benih dijelaskan pada definisi benih murni (Tabel 4.3) harus juga diterapkan, kecuali: a. Kumpulan benih dari spesies yang seharusnya menggunakan Uniform Blowing Prosedure dievaluasi tanpa blowing. b. Multiple Seed Units (MSU) yang harus dipisahkan dan unit tunggal dikelompokkan menurut prinsip pada bagian 4.2.1. Spesies dan genera tanpa definisi benih murni pada Tabel 4.3 harus menerapkan definisi sesuai yang disebutkan pada bagian 4.2.1. Struktur ganda, kapsul atau polong terbuka, dan benih dikeluarkan, serta material bukan benih digolongkan sebagai kotoran benih, kecuali untuk spesies atau genera tertentu yang ditunjukkan pada Pure Seed Definitions (Tabel 4.2). 82 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

4.2.3 Kotoran benih Kotoran benih meliputi benih dan semua bahan-bahan lain dan struktur yang bukan bagian dari benih seperti tersebut di bawah ini: a. Unit benih yang terlihat jelas bukan benih sejati (true seed). b. Floret dari spesies dengan caryopsis kurang dari ukuran minimal yang telah ditentukan. Floret steril yang menempel pada floret fertil yang dapat dipisahkan kecuali genera tertentu pada bagian 4.5.2.6. c. Bagian dari unit benih yang pecah atau rusak dan berukuran kurang dari setengah ukuran aslinya. d. Bagian-bagian tambahan yang tidak digolongkan sebagai bagian dari benih murni (Tabel 4.3). Bagian yang tidak dimaksudkan dalam definisi benih murni harus dihilangkan dan digolongkan dalam kotoran benih. e. Benih dari Fabaceae (Leguminosae), Pinaceae, Taxaceae dan Taxodiaceae dengan kulit benih yang terkelupas seluruhnya. Pada Fabaceae (Leguminosae), bagian kotiledon yang terpisah digolongkan sebagai kotoran benih, tanpa tergantung pada ada atau tidak adanya radikula-aksis plumula dan/atau tidak tergantung dari lebih dari setengah ukuran testa yang menempel. f. Floret steril yang tidak menempel, gabah hampa, lemma, palea, sekam, batang, daun, cone scale (sisik kerucut; seperti pada pinus), sayap, kulit batang, bunga, nematoda puru, badan cendawan seperti ergot, sclerotia, dan smut balls, tanah, pasir, batu, serta semua materi bukan benih lainnya. g. Semua material yang tergolong dalam fraksi yang ringan ketika dipisahkan menggunakan uniform blowing procedure [lihat bagian 4.5.2], kecuali benih tanaman lain [lihat definisi dalam bagian 4.2.2]. Dalam fraksi berat, floret yang pecah dan ukuran caryopses kurang dari setengah ukuran asli dan semua materi benih tanaman lain, kecuali benih murni [lihat bagian 4.2.1] dan benih tanaman lain [lihat bagian 4.2.2].

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 83

(a)

(b)

Gambar 4 Model benih-benih Fabacea (Pisum sativum) (FinchSavage & Leubner-Metzger, 2006) dan Euphorbiaceae (Ricinus communis) (Leubner, 2007)

h. Floret steril yang tidak menempel, gabah hampa, lemma, palea, sekam, batang, daun, cone scale (sisik kerucut; seperti pada pinus), sayap, kulit batang, bunga, nematoda puru, badan cendawan seperti ergot, sclerotia, dan smut balls, tanah, pasir, batu, serta semua materi bukan benih lainnya. i. Semua material yang tergolong dalam fraksi yang ringan ketika dipisahkan menggunakan uniform blowing procedure [lihat bagian 4.5.2], kecuali benih tanaman lain [lihat definisi dalam bagian 4.2.2]. Dalam fraksi berat, floret yang pecah dan ukuran caryopses kurang dari setengah ukuran asli dan semua materi benih tanaman lain, kecuali benih murni [lihat bagian 4.2.1] dan benih tanaman lain [lihat bagian 4.2.2]. 84 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

4.3

Prinsip Umum

Contoh kerja dikelompokkan dalam tiga komponen: benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih. Persentase dari setiap komponen ditetapkan berdasarkan berat. Semua spesies benih dan masing-masing jenis kotoran benih yang ada harus diidentifikasi sejelas mungkin. Apabila diminta untuk pelaporan, masing-masing persentase berdasarkan berat tersebut harus ditetapkan. 4.4

Peralatan

Alat bantu seperti magnifier lamp, reflected light, saringan, dan blowers dapat digunakan untuk memisahkan contoh kerja ke dalam komponen bagiannya. Lensa tangan dan mikroskop binokular seringkali diperlukan sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi dan memisahkan unit benih yang kecil dan bagiannya secara akurat. Reflected light sangat berguna untuk mendeteksi nematoda dan badan- badan cendawan. Saringan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk analisis kemurnian dalam memisahkan kotoran, tanah, dan partikelpartikel kecil lainnya dari contoh kerja. Seed blowers dapat digunakan untuk memisahkan material berbobot ringan seperti kulit benih (sekam) dan floret yang hampa pada rerumputan dari benih yang lebih berat. Blower akan memberikan pemisahan yang lebih akurat untuk penanganan secara normal pada benih dengan contoh yang sedikit (sampai dengan lima gram). Blower yang baik harus memberikan aliran udara yang seragam, dapat distandardisasi, dan menjaga seluruh partikel pada saat partikel dipisahkan. Untuk menjaga keseragaman aliran udara, blower harus mempunyai satu atau lebih wadah pemompa udara dan kipas yang digerakkan oleh motor dengan kecepatan yang sama. Diameter tabung aliran udara harus mempunyai ukuran yang proporsional dengan ukuran contoh kerja dan tabung harus D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 85

cukup panjang untuk menghasilkan bagian dari contoh yang memuaskan. Katup atau penutup yang meregulasikan aliran udara harus benar-benar tepat, dikalibrasi, catatan dalam alat mudah dibaca, kontruksi dan lokasi harus terlindung kuat serta tidak berpindah pada tabung aliran. Sebuah manometer digunakan untuk standardisasi blower. Blower yang digunakan untuk Metode Blower Standar harus dapat: a. Menghembus pada tekanan yang berbeda (ditetapkan berdasarkan penggunaan contoh kalibrasi) sampai sesuai untuk spesies yang berbeda. b. Menjaga keseragaman aliran udara sepanjang tabung pada berbagai tekanan. c. Menyesuaikan dengan cepat setiap tekanan sesuai dengan keperluan. Pengaturan setiap tekanan harus di periksa secara teratur dengan menghembuskan contoh kalibrasi yang diterbitkan di bawah kewenangan ISTA. d. Menghasilkan pengaturan waktu yang akurat. 4.5

Prosedur

4.5.1 Contoh kerja Analisis kemurnian dilakukan pada contoh kerja yang diambil dari contoh kirim sesuai dengan yang disebutkan pada bagian 2.5.2, sedangkan contoh kirim yang diterima sesuai ketentuan pada bagian 2.5.1. Kecuali untuk spesies Poaceae (Gramineae), perolehan keseragaman dapat digunakan blowing method dan volume contoh kerja harus sesuai hal berikut: - Berat contoh kerja diperkirakan 2.500 butir, atau - Contoh kerja tidak kurang dari berat yang terdapat pada kolom 4 Tabel 2.3. Analisis kemurnian dapat dilakukan dengan satu contoh kerja dari berat tersebut atau dua subcontoh dari minimal setengah kerja. Masing-masing diambil secara terpisah. 86 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Contoh kerja atau subcontoh kerja harus ditimbang dalam satuan gram sampai dengan jumlah minimal desimal yang diperlukan untuk menghitung persentase bagian-bagian komponen tersebut. Jumlah minimal desimal [sampai satu desimal] sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah minimal desimal yang diperlukan menghitung persentase bagian-bagian komponen benih

untuk

Berat contoh kerja atau subcontoh kerja (gram)

Jumlah minimal desimal

<1,000 1,000–9,999 10,00–99,99 100,0–99,9 ≥1.000

4 3 2 1 0

4.5.2 Pemisahan a. Contoh kerja atau subcontoh kerja setelah ditimbang harus dipisahkan ke dalam bagian komponen seperti ditentukan dalam bagian 4.3. Secara umum, pemisahan harus berdasarkan pada evaluasi masing-masing partikel di dalam contoh. Namun, prosedur khusus wajib dilakukan untuk kasus tertentu, seperti uniform blowing. b. Pemisahan benih murni harus dilakukan sebagaimana dasarnya yang mana dapat dilakukan menurut karakteristik benih. Pemisahan menggunakan alat bantu atau tekanan tanpa merusak kemampuan perkecambahan. c. Apabila hal ini sulit dilakukan atau tidak mungkin untuk membedakan antarspesies, salah satu prosedur yang diuraikan dalam bagian 4.5.2.3 dapat diikuti. d. Setelah masing-masing komponen dipisahkan [lihat bagian 4.3] dan beberapa spesies dari benih atau jenis bahan lain, persentasenya dilaporkan harus berdasarkan gram dengan D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 87

jumlah minimal desimal. Untuk keperluan perhitungan, persentase ditulis dalam satu desimal [lihat bagian 4.5.1]. 4.5.2.1 Semua famili, kecuali Poaceae (Gramineae) Achenes, schizocraps dan mericraps, buah, dan benih lain diperiksa hanya bagian permukaannya. Pemeriksaan tanpa menggunakan tekanan, diaphonoscope, atau alat khusus lainnya. Apabila suatu pemeriksaan dengan jelas tidak menemukan benih dalam strukturnya, hal ini dianggap sebagai kotoran benih. 4.5.2.2 Benih yang rusak Apabila benih yang dimaksud dalam bagian 4.2.1 menunjukan tidak adanya kerusakan pada testa atau pericraps, hal ini dianggap benih murni atau benih tanaman lain; tanpa kecuali apakah benih tersebut hampa atau berisi/bernas. Namun, kesulitan akan muncul ketika tidak terdapat bagian yang terbuka pada testa atau pericraps. Apabila kemudian analis harus memutuskan apakah sisa bagian yang padat dari benih tersebut ukurannya lebih besar dari setengah ukuran aslinya, aturan ini harus diterapkan. Apabila keputusan tidak dapat dibuat secepatnya, unit benih akan digolongkan ke dalam benih murni atau benih tanaman lain. Dalam hal ini, masing-masing unit benih tidak perlu diuji lagi untuk menentukan ada/tidak adanya lubang atau areal yang rusak lainnya di bagian dalam benih. 4.5.2.3 Spesies yang tidak bisa dibedakan Apabila sulit atau tidak mungkin untuk membedakan antara spesies, salah satu prosedur di bawah ini dapat dilakukan. a. Hanya nama genus yang dilaporkan dalam laporan hasil uji; semua benih pada genus (misalnya yang mempunyai awn dan yang tidak ber-awn pada Lolium) dikelompokkan

88 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

sebagai benih murni; informasi ditambahkan di bawah laporan dalam “Penetapan Lain”; atau b. Benih yang hampir sama dipisahkan dari komponen lain dan ditimbang bersama-sama. Dari campuran tersebut, sekurang-kurangnya 400 butir [sebaiknya 1.000 butir] diambil secara acak. Pemisahan terakhir dilakukan pada bagian ini dan persentase masing-masing spesies ditetapkan dari berat. Dari bagian ini, persentase masing-masing spesies pada seluruh contoh dapat dihitung [lihat bagian 4.6]. Apabila prosedur ini diikuti, secara terperinci harus dilaporkan, termasuk jumlah benih yang diperiksa. 4.5.2.4 Unit benih ganda (Multiple Seed Units) Berdasarkan permintaan pemohon pada genera yang terlingkupi dalam Pure Seed Definition (PSD) 33: unit benih ganda ditimbang secara terpisah dan dilaporkan menurut bagian 4.7. 4.5.2.5 Prosedur jika ketidakmurnian individu mempunyai pengaruh yang tidak sesuai pada hasil Ketidakmurnian yang masih diterima dalam ukuran atau berat dari ukuran benih contoh yang dianalisis dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada hasil uji. Masalah ini dapat timbul karena adanya batu, kernel sereal besar, dan lain-lain di dalam benih kecil. Apabila hal ini cukup mudah dihilangkan (contohnya melalui pengayakan), pisahkan ketidakmurnian ini dari seluruh contoh kirim (atau suatu contoh dari setidaknya 10 kali berat yang digunakan untuk analisis kemurnian). Hal ini akan menghasilkan suatu analisis normal pada material yang dibersihkan dalam contoh kerja dari berat yang biasanya. Ketidakmurnian harus dilaporkan dan penghitungan harus dibuat menurut ketentuan pada bagian 4.6.5.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 89

4.5.2.6 Struktur tambahan yang melekat Pada genera tertentu (yaitu tanaman yang tercantum pada PSD 15, 38, 46, dan 62), benih atau buah dapat mempunyai struktur tambahan yang beragam (bulu, tangkai, dan lain-lain) yang melekat. Struktur tersebut harus dibiarkan melekat di benih dan atas permintaan pemohon, jumlah benih dengan struktur tambahan lebih panjang dari ukuran terbesar harus dilaporkan menurut ketentuan pada bagian 4.7. 4.5.2.7 Benih bersayap Benih dengan PSD 47: benih bersayap ialah benih yang masih memiliki integumen dengan atau tanpa sayap atau bagian sayap. Benih dengan PSD 51: benih bersayap ialah benih yang memiliki sayap atau bagian sayap. Ketika terdapat kondisi seperti struktur tambahan, materi ini harus dibiarkan menempel pada benih dan jumlah sayap benih harus dilaporkan menurut ketentuan pada bagian 4.7. 4.6

Penghitungan dan Penulisan Hasil

4.6.1 Seluruh Contoh Kerja (One Whole Working Sample) 4.6.1.1 Pengujian untuk penambahan atau pengurangan berat selama analisa Berat semua fraksi komponen dari contoh kerja dijumlahkan. Jumlah ini dibandingkan dengan berat contoh kerja awal untuk memeriksa penambahan atau pengurangan. Apabila terdapat perbedaan lebih besar 5% dari berat contoh kerja awal, analisis ulang harus dilakukan. Hasil analisis ulang kemudian dilaporkan. 4.6.1.2 Penghitungan persentase komponen Persentase dari berat masing-masing komponen dilaporkan pada laporan hasi uji [lihat bagian 4.7] dan harus dinyatakan dalam satu desimal. Persentase harus berdasarkan pada jumlah berat komponen, bukan dari berat awal contoh kerja. 90 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Persentase dari benih, selain benih murni atau beberapa jenis bagian dari kotoran benih, tidak perlu dihitung kecuali diminta sesuai ketentuan pada bagian 4.7. 4.6.1.3 Prosedur pembulatan Persentase semua fraksi dijumlahkan. Fraksi yang dilaporkan trace [lihat bagian 4.7] dikeluarkan dari penghitungan ini; total fraksi lain harus 100,0%. Apabila jumlahnya tidak sama dengan 100,0% (misalnya 99,9% atau 100,1%), fraksi ini ditambahkan atau dikurangi 0,1% dari nilai yang terbesar (umumnya dari fraksi benih murni). Catatan: Apabila koreksi tersebut membutuhkan lebih dari 0,1%, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan perhitungan.

4.6.2 Setengah Contoh Kerja 4.6.2.1 Uji untuk penambahan atau pengurangan berat selama analisis Berat semua fraksi komponen dijumlahkan secara terpisah pada masing-masing setengah contoh kerja. Jumlah tersebut harus dibandingkan dengan berat contoh kerja awal untuk memeriksa penambahan atau pengurangan. Apabila terdapat perbedaan lebih besar 5% dari berat contoh kerja awal, analisis ulang harus dilakukan terhadap masing-masing setengah contoh kerja tersebut. Selanjutnya, hasil analisis ulang dilaporkan. 4.6.2.2 Penghitungan persentase komponen Penghitungan persentase berdasarkan berat dari masingmasing komponen [lihat bagian 4.3] untuk masing-masing setengah contoh kerja tidak kurang dari dua desimal. Persentase harus berdasarkan jumlah berat komponen dari D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 91

masing-masing setengah contoh kerja, bukan dari contoh kerja awal. Persentase yang sesuai semua dari masing-masing setengah contoh kerja ditambahkan dan dihitung rerata dari berat masing-masing komponen [apabila diinginkan, persentase boleh dibulatkan sampai minimal dua desimal, tetapi tidak dikoreksi sampai 100,00%]. Toleransi dan pembulatan menurut bagian 4.6.2.3 dan 4.6.2.4 secara berturutturut diperiksa kembali. Persentase benih dari spesies lain pada benih murni atau bagian dari jenis kotoran benih tidak dihitung, kecuali sesuai permintaan dengan mengacu ketentuan bagian 4.7. Penetapan persentase laporan akhir dilakukan dengan menjumlahkan semua berat benih murni, kotoran benih, dan benih tanaman lain dalam masing-masing ulangan. Persentase dihitung ulang berdasarkan berat total untuk masing-masing fraksi pada analisa kemurnian. 4.6.2.3 Pengujian untuk mengetahui variasi di antara dua setengah contoh kerja Perbedaan untuk masing-masing komponen pada dua contoh kerja dan masing-masing setengah contoh kerja (two half working samples) harus tidak lebih dari toleransi yang diberikan pada Tabel 4.5. Nilai rerata dari komponen digunakan untuk menemukan kisaran yang berhubungan dari kolom 1 atau 2, sedangkan kolom 3 atau 4 akan memberikan perbedaan maksimal yang diperbolehkan antara dua nilai pada bagian komponen. Untuk benih chaffy, ketentuan yang digunakan merujuk bagian 4.6.6. Analisis diulangi untuk semua komponen. Apabila semua komponen dalam toleransi, penghitungan rerata untuk semua komponen ditentukan sesuai ketentuan yang tertera pada bagian 4.6.2.2 dan 4.6.2.4. Apabila ada komponen yang keluar dari toleransi, prosedur berikut diikuti.

92 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

a. Pasangan dianalisis lebih lanjut (tetapi tidak lebih dari empat pasangan dari keseluruhan) hingga diperoleh satu pasangan yang mana anggotanya dalam batas toleransi. b. Beberapa pasangan yang berbeda antara anggota dibuang jika melebihi dua kali toleransi. c. Persentase komponen yang akhirnya dicatat harus dihitung dari rerata berat yang ditimbang pada semua pasangan yang tersisa. Pada beberapa kasus disarankan untuk mencoba mencari penyebab dari variasi yang ditemukan, terutama jika ada analisis tambahan yang menunjukan perbedaan yang terlalu banyak. Misalnya, kasus penggunaan prosedur yang secara garis besar terdapat balam nagian 4.5.2.5. 4.6.2.4 Prosedur pembulatan Apabila semua ulangan atau semua fraksi masuk dalam batas toleransi, berat fraksi yang sesuai dijumlahkan. Kemudian, persentase dihitung dan dibulatkan dalam satu desimal. Perhitungan merujuk bagian 4.6.1.3 untuk prosedur koreksi. 4.6.3 Dua atau Lebih Keseluruhan Contoh Kerja Hal ini dilakukan jika ada kesempatan dan diperlukan untuk analisis kedua dari semua contoh kerja. Apabila pengujian kedua dilakukan, prosedur berikut ini harus diikuti. 4.6.3.1 Prosedur Analisis dilakukan menurut ketentuan pada bagian 4.5 dan penghitungannya sebagaimana ditentukan pada bagian 4.6.1. 4.6.3.2 Uji untuk variasi antara contoh Apabila dua analisis lengkap dapat dilaksanakan, proses dilakukan dengan analisis duplikat pada setengah contoh kerja D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 93

[lihat bagian 4.6.2]. Namun, proses menggunakan kolom 5 atau 6 (Tabel 4.5) untuk menetapkan maksimal perbedaan yang diperbolehkan antara dua nilai dari bagian tertentu dan untuk menemukan toleransi yang sesuai. Apabila laporan hasil uji dikeluarkan segera berdasarkan analisis yang pertama, proses mengacu pada bagian 4.6.2.3. Apabila perbedaan hasil melebihi batas toleransi, analisis pertama atau kedua atau lebih contoh kerja dilakukan sampai diperoleh pasangan yang mempunyai batas toleransi (semuanya tidak boleh lebih dari empat contoh). Laporan rerata berat dari contoh yang hasilnya paling tinggi dan paling rendah tidak boleh berbeda lebih dari dua kali toleransi [menurut bagian 4.6.2.3], kecuali jika ternyata bahwa satu atau lebih dari hasil ini menunjukan kesalahan dan bukan dari variasi contoh acak. Dalam kasus seperti ini, pengujian yang salah dibuang. Apabila tidak ada pasangan hasil dalam batas toleransi, hal ini disarankan untuk mencari penyebab dari variasi yang ditemukan. 4.6.3.3 Prosedur penghitungan dan pembulatan Masing-masing contoh dimasukkan dalam hasil akhir, lalu ditambahkan berat dari masing-masing fraksi secara keseluruhan. Penghitungan dilakukan menurut ketentuan pada bagian 4.6.1.2 dan pembulatan sesuai dengan bagian 4.6.1.3. Rerata hasil dan pembulatan juga sesuai dengan 4.6.1.3. 4.6.4 Penghitungan untuk Spesies/Jenis yang Sulit Dipisahkan Apabila dua atau lebih jenis yang sulit untuk dipisahkan dalam contoh yang diuji dan pemisahan akhir dibuat pada 400–1.000 benih seperti dijelaskan dalam bagian 4.5.2.4 dan 4.5.2.5, penghitungan di bawah ini dibuat untuk menghitung persentase berdasarkan berat dari satu dari jenis kontaminan. Penghitungan persentase benih: jenis tersebut (A) berdasarkan berat yang ditemukan dibandingkan dengan berat total dari 94 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

400–1.000 butir; hasilnya dikali dengan persentase benih murni awal (P1).

Persentase (A%) kemudian ditambahkan ke persentase komponen benih tanaman lain [seperti yang telah ditentukan sebelumnya dalam analisis kemurnian jenis yang sulit dibedakan], sedangkan persentase benih murni dikurangi oleh jumlah yang sama sehingga dapat diperoleh kemurnian 100,0%. 4.6.5 Penghitungan Ketidakmurnian Secara Individual yang Mempunyai Pengaruh Terhadap Ketidaksesuaian Hasil Pada prosedur yang diberikan dalam bagian 4.5.2.5, apabila m (gram) telah dipisahkan dari suatu contoh M (gram), analisis kemurnian lanjutan pada material yang bersih disebut P1 (%) untuk benih murni, I1 (%) untuk kotoran benih, dan OS1 (%) untuk benih tanaman lain. Selanjutnya, hasil kemurnian akhir harus dihitung sebagai berikut: Benih murni

Yang mana: M = berat awal benih yang mempunyai ketidakmurnian yang berpengaruh tidak sesuai terhadap hasil yang diambil M = berat ketidakmurnian yang mempunyai pengaruh yang tidak sesuai terhadap hasil

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 95

Kotoran benih

Yang mana:

dan m1 = berat dari ketidakmurnian yang mempunyai pengaruh tidak sesuai dipisahkan dan dianggap sebagai kotoran benih

Benih tanaman lain

Yang mana: dan m2 = berat dari ketidakmurnian yang mempunyai pengaruh tidak sesuai dipisahkan dan dianggap sebagai benih tanaman lain

4.6.6 Struktur Chaffy Seed Unit penyebaran chaffy seed ialah unit berdasarkan struktur atau teksturnya: a. seperti melekat satu dengan yang lain atau dengan objek yang lain (kantong tenun, peralatan pengambilan contoh, alat pembagi dan lain-lain); b. kemungkinan menyebabkan benih lain menjadi terjerat atau dengan kata lain dapat melekat pada benih lain; c. tidak mudah dibersihkan, dicampur, atau diambil contohnya. Suatu contoh yang dianggap sebagai chaffy seed jika total dari seluruh chaffy (termasuk kotoran benih yang chaffy) adalah sepertiganya atau lebih.

96 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

4.7

Pelaporan Hasil

Hasil analisis kemurnian harus dilaporkan dalam kolom yang disediakan, seperti keterangan di bawah ini. a. Nama ilmiah dari jenis benih murni sesuai aturan dalam Tabel 2.3. Apabila tidak memungkinkan untuk menetapkan jenis secara pasti berdasarkan karakteristik benih, nama ilmiah hanya dilaporkan nama genus saja (seperti Malus sp.). b. Persentase berdasarkan berat dari benih murni, kotoran benih, dan benih tanaman lain ditulis dalam satu desimal. Total persentase semua komponen harus 100,0%. Jumlah komponen yang kurang dari 0,05% harus dilaporkan sebagai “Trace” atau “TR” [untuk Trace). Apabila tidak ditemukan kotoran benih atau benih tanaman lain, nilai harus dilaporkan “0,0”. c. Jenis kotoran benih. d. Nama ilmiah setiap spesies dari benih tanaman lain yang ditemukan [jika dapat diterapkan] sesuai dengan ketentuan pada ISTA List of Stabilized Plant Names terbaru [dapat diakses di www. seedtest.org]. e. Apabila berat contoh kerja yang diuji untuk analisis kemurnian sama atau tidak lebih besar 10% dari berat yang tercantum dalam Tabel 2.3 kolom 4 (analisis kemurnian), laporan hasil uji tidak perlu mencantumkan pernyataan berat contoh kerja. f. Apabila berat contoh kerja yang diuji pada analisis kemurnian menyimpang dari ketentuan dalam Tabel 2.3 kolom 4, contoh kerja aktual yang ditimbang [menurut cara pada bagian 4.5.1] harus dilaporkan dalam laporan hasil uji menggunakan salah satu ketentuan berikut ini. 1. Apabila dalam pengujian beratnya melebihi 10% dari berat yang ditentukan dalam Tabel 2.3 kolom 4, hasil dilaporkan dalam “Penetapan Lain” sebagai “Kemurnian ... gram”;

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 97

2. Apabila berat untuk pengujian diperkirakan berisi 2.500 butir, hasil dilaporkan sebagai “Kemurnian ...gram” (berkisar 2.500 butir); 3. Apabila contoh kirim yang diterima untuk analisis kemurnian beratnya kurang dari berat yang tertera pada Tabel 2.3 kolom 4, hasil dilaporkan dalam “Penetapan Lain” dan digunakan pernyataan “Berat contoh kirim hanya ... gram dan tidak sesuai dengan ISTA Rules”. g. Persentase benih bersayap sesuai dengan definisi PSD 47 dan 51 [jika ditemukan]. Ketika ada permintaan, informasi berikut ini harus dilaporkan dalam “Penetapan Lain” seperti berikut ini. a. Persentase berdasarkan berat suatu spesies yang ditetapkan dimasukkan segera setelah nama spesies mendekati 0,1%. Spesies yang mana persentase berdasarkan berat yang diminta harus didaftar lebih dahulu. b. Benih tanaman lain harus dipisahkan ke dalam “benih tanaman pangan lain” dan “benih rerumputan”. Dalam hal ini, pernyataan “benih tanaman pangan lain” harus dimasukkan dan diikuti persentase berdasarkan berat dari benih tanaman pangan lain, serta nama spesies yang ditemukan. Prosedur ini harus juga digunakan untuk “benih rerumputan”. c. Multiple Seed Unit harus dilaporkan sebagai “% MSU”. d. Benih dengan struktur tambahan yang melekat harus dilaporkan sebagai “% benih dengan struktur tambahan yang melekat”. e. Jenis kotoran benih bersama dengan persentase bagian lainnya (pada satu desimal). Persentase harus dilaporkan lebih dari satu desimal jika diminta.

98 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

4.8

Definisi Benih Murni

Nomor definisi benih murni (PSD) untuk masing-masing genus tercantum dalam Tabel 4.2. Definisi benih murni secara terperinci tercantum pada Tabel 4.3. Struktur yang ditentukan dalam definisi pada Tabel 4.3 digolongkan sebagai benih murni. Struktur tambahan tidak digolongkan sebagai benih murni, kecuali secara khusus disebutkan menurut Tabel 4.3. Tabel 4.2 Definisi Benih Murni Jenis

Famili

Acacia arabica Acacia aulacocarpa Acacia auriculiformis Acacia crassicarpa Acacia mangium Acacia villosa Adenanthera microsperma Agathis loranthifolia Aleurites moluccana

Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae)

Albizia procera Alstonia scholaris Altingia exelsa Anacardium occidentale Anthocephalus cadamba Anthocephalus macrophyllus Azadirachta indica Baccaurea macrocarpa Calliandra calothyrsus Calliandra tetragona Calophylum inophyllum Canarium indicum Castanopsis argentea

Nomor definisi Chaffiness benih murni 50 50 50 50 50 50 11

Araucariaceae Phyllanthaceae (Euphorbiaceae) Fabaceae (Leguminoceae) Apocynaceae Hamamelidaceae Anacardiaceae

48 13

Rubiaceae

60

C

Rubiaceae

60

C

Meliaceae Phyllanthaceae (Euphorbiaceae) Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Guttiveraceae

56 13

Burseraceae Fagaceae

55 57

11 10 48 57

11 11 54

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 99

Jenis

Famili

Casuarina junghuniana Casuarina equisetifolia Ceiba petandra Cryptocarya cuneata Cryptocarya massoy Dalbergia latifolia Delonix regia Duabanga moluccana Dyera lowii Diospyros celebica Enterolobium ciclocarpum Eucalyptus camadulensis Eucalyptus deglupta Eucalyptus pellita Eucalyptus urophylla Fragrea fragans Ficus variegata Fagara rhetsa Falcataria moluccana, Glirisidia sepium Gmelina arborea Gmelina moluccana Gyrinops versteegii Hibiscus macrophyllus Instia bijuga Khaya anthotheca Lagerstoemia speciosa Leucaena glauca Leucaena leucocepala Maesopsis emenii Manilkara kauki Magnolia ovalis Magnolia blumei Magnolia champaca Melaleuca leucadendron Meulaleuca cajuputi Melia azedarach Mimosops elengi

Casuarinaceae

Nomor definisi Chaffiness benih murni 48

Casuarinaceae

48

Bombacaceae Lauraceae Lauraceae Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Sonneratiaceae Apocynaceae Ebenaceae Fabaceae (Leguminosae)

12 55 55 11 11

Myrtaceae

60

C

Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Loganiaceae Moraceae Rutaceae Fabaceae (Leguminoceae) Papilionaceae Verbenaceae Verbenaceae Thymelaeaceae Malvaceae Fabaceae (Leguminoceae) Meliaceae Lythraceae Fabaceae (Leguminosae) Fabaceae (Leguminosae) Rhamnaceae Sapotaceae Magnoliaceae Magnoliaceae Magnoliaceae Myrtaceae

60 60 60 60

C C C C

Myrtaceae Meliaceae Sapotaceae

60 56

49 10

55 11 55 55 12 11 47 11 11 55 57 52 52 52 60

C C

100 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Jenis

Famili

Octomeles sumatrana Palaquium rostratum Pericopsis mooniana Pinus merkusii Planchonia valida Podocarpus nerifolius Polyalthia longifolia Pongamia pinnata Pterocarpus indicus Pterospermum javanicum Santalum album Samanea saman Sandoricum koetjape Schleicera oleosa Schima wallichii Senna siamea Sesbania grandiflora Shorea pinanga Sterculia foetida Styrax benzoin Swietenia macrophylla Tamarindus indica Tectona grandis Terminalia catappa Toona sinensis Vitex coffasus Wrightia pubescens

Tetramelaceae Sapotaceae Papilionaceae Pinaceae Lecythraceae Podocarpaceae Anonaceae Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Sterculiaceae Santalaceae Fabaceae (Leguminoceae) Meliaceae Sapindaceae Theaceae Fabaceae (Leguminoceae) Fabaceae (Leguminoceae) Dipterocarpaceae Sterculiaceae Styracaceae Meliaceae Fabaceae (Leguminoceae) Verbenaceae Combretaceae Meliaceae Verbenaceae Apocynaceae

Nomor definisi Chaffiness benih murni 60 C 47

11 49 48 10

10 11 54 57 55 47 10 54 55 48 18

C

Secara ringkas, beberapa genera memiliki definisi benih murni yang sama digolongkan ke dalam nomor yang sama. Definisi lebih terperinci pada tanaman hutan merujuk pada ISTA Handbook of Pure Seed Definition.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 101

Tabel 4.3 Nomor Definisi Benih Murni Nomor PSD 10

11

12

13

47

48

49

Uraian Benih dengan atau tanpa testa. - Bagian dari benih berukuran lebih besar dari ½ ukuran asli dengan atau tanpa testa. Benih dengan bagian testa yang melekat. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran asli dengan bagian testa yang melekat. Benih dan bagian dari benih yang seluruhnya tanpa testa dianggap sebagai kotoran benih. Untuk Fabaceae (Leguminosae): kotiledon yang terkelupas dianggap sebagai kotoran benih tanpa melihat ada tidaknya aksis radikula-plumula dan/atau lebih dari ½ testa yang melekat. Benih dengan atau tanpa testa [catatan: testa dengan atau tanpa rambut]. - Bagian dari achene yang ukurannya lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa testa. Benih dengan atau tanpa testa; dengan atau tanpa strophiole/caruncle. - Bagian dari benih yang ukurannya lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa testa. Benih tanpa sayap dan integument; dengan bagian testa yang melekat. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya tanpa sayap atau integumen; dengan bagian testa yang melekat. Benih dengan atau tanpa sayap, kecuali jika jelas tidak terlihat embrio benih di dalamnya; dengan atau tanpa testa. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya, kecuali jika jelas tidak terlihat embrio benih di dalamnya; dengan atau tanpa testa. Benih dengan atau tanpa sayap, memiliki bagian testa yang melekat. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya; memiliki bagian testa yang melekat.

102 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Nomor PSD 50

52

54

55

56

Uraian Benih dengan bagian testa yang melekat; dengan atau tanpa aril - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya, dengan bagian testa yang melekat. Benih dengan sebagian pericarp/testa, atau seluruh pericarp/testa dihilangkan. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan sebagian pericarp/testa, atau seluruh pericarp/testa dihilangkan. Buah dengan atau tanpa calyx - Bagian buah, kecuali jika terlihat jelas tidak ada benih di dalamnya. Benih dengan atau tanpa testa. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa testa. Drupe berisi pyrene (buah batu), Pyrene, kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. - Bagian dari pyrene yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya, kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. Benih dengan atau tanpa pericarp/testa secara menyeluruh. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa pericarp/testa. Pyrene (kernel, buah batu), kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya, kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. Benih dengan atau tanpa pericarp/testa secara menyeluruh. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa pericarp/testa.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 103

Nomor PSD 57

60

Uraian Nut, kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. - Bagian dari nut yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya, kecuali tidak terdapat benih di dalamnya. Benih dengan atau tanpa pericarp/testa secara menyeluruh. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa pericarp/testa. Benih dengan atau tanpa testa. - Bagian dari benih yang berukuran lebih besar dari ½ ukuran aslinya dengan atau tanpa testa

Tabel 4.4 Definisi Istilah (Glossary) Istilah

Definisi

Achene

Buah kering tidak merekah; berbiji tunggal; terbentuk dari satu karpel bebas dengan kulit benih berbeda dengan kulit buah; terkadang terdiri dari lebih dari satu karpel. Bagian yang memproduksi polen; muncul di atas filament atau stalk. Bagian berdaging; sering dengan bagian yang berwarna pada benih yang muncul atau tumbuh dari funicle atau dasar ovule. Buah tanpa pembungkus yang testanya bersatu dengan pericarp. Buah tidak merekah; berbiji tunggal dengan endocarp keras dan berdaging pada lapisan luarnya. Tanaman rudimenter yang terkandung dalam benih; biasanya terdiri dari banyak atau sedikit poros yang terdiferensiasi, serta menempel pada kotiledon. Memiliki organ sex yang berfungsi.

Anther Aril, arillus

Caryopsis Drupe

Embrio

Fertil

104 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Istilah

Definisi

Floret

Lemma dan palea dengan pistil di dalamnya; istilah floret merujuk pada floret yang fertil dengan atau tanpa penambahan lemma steril. Jaringan ovule yang akhirnya berkembang menjadi kulit benih atau testa yang biasanya terdiri atas dua lapis integumen. Pada benih konifera termasuk dari bagian sayap benih. Struktur seperti daun tereduksi atau berukuran kecil pada bagian bawah bunga. Bagian dari schizocarp. Biji kecil. Terdapat di atas bract (bagian dalam) dari floret; kadang- kadang disebut sebagai palea atas/dalam. Bagian seperti cincin yang halus; kadang-kadang berbulu atau bersisik yang terdapat di atas achene. Tangkai dari masing-masing bunga tunggal dalam infloresens. Dua pembungkus bunga: calyx dan corolla, atau salah satunya. Dinding dari ovari matang atau buah.

Integumen

Lemma Mericarp Nutlet Palea Pappus

Pedicle Perianth Pericarp (kulit buah) Polong Rambut Sayap Schizocarp Steril Stalk Testa

Buah kering, khususnya untuk Fabaceae (Leguminosae). Satu atau multiseluler yang tumbuh dari epidermis. Membran berupa flat yang tumbuh dari buah atau benih. Buah kering yang terpisah menjadi dua unit atau lebih (mericarp) pada saat matang. Tanpa organ sex yang berfungsi. Batang dari organ tanaman. Kulit benih.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 105

4.9

Tabel Toleransi

Tabel 4.5 memberikan toleransi untuk membandingkan hasil kemurnian pada contoh duplikat dengan contoh kirim yang sama dan dianalisis di laboratorium yang sama. Tabel ini dapat digunakan untuk berbagai komponen dari analisis kemurnian. Tabel digunakan dengan memasukkan rerata hasil dari dua analisis (kolom 1 atau 2). Toleransi yang sesuai ditemukan dalam salah satu dari kolom 3 sampai dengan kolom 6; tergantung apakah benih chaffy atau non-chaffy dengan setengah atau seluruh contoh kerja dianalisis. Toleransi pada kolom 5 dan 6 diambil dari Miles (1963) [Tabel 11 berturutturut pada kolom C dan F, serta dibulatkan pada satu desimal]. Untuk setengah contoh kerja, kolom 3 dan 4 dihitung dari Tabel 11 kolom C dan F dalam Miles (1963) dengan dikalikan akar dari dua. Tabel 4.5 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang sama yang dianalisis di laboratorium yang sama (two-way test at 5% significant level) Rerata dua hasil analisis 1 99,95–100,00 99,90–99,94 99,85–99,89 99,80–99,84 99,75–99,79 99,70–99,74 99,65–99,69 99,60–99,64 99,55–99,59 99,50–99,54 99,40–99,49 99,30–99,39 99,20–99,29 99,10–99,19

2 0,00–0,04 0,05–0,09 0,10–0,14 0,15–0,19 0,20–0,24 0,25–0,29 0,30–0,34 0,35–0,39 0,40–0,44 0,45–0,49 0,50–0,59 0,60–0,69 0,70–0,79 0,80–0,89

Toleransi di antara analisis yang berbeda Setengah contoh Seluruh contoh kerja kerja Non-chaffy Chaffy Non-chaffy Chaffy seed seed seed seed 3 4 5 6 0,20 0,23 0,1 0,2 0,33 0,34 0,2 0,2 0,40 0,42 0,3 0,3 0,47 0,49 0,3 0,4 0,51 0,55 0,4 0,4 0,55 0,59 0,4 0,4 0,61 0,65 0,4 0,5 0,65 0,69 0,5 0,5 0,68 0,74 0,5 0,5 0,72 0,76 0,5 0,5 0,76 0,82 0,5 0,6 0,83 0,89 0,6 0,6 0,89 0,95 0,6 0,7 0,95 1,00 0,7 0,7

106 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Rerata dua hasil analisis 1 99,00–99,09 98,75–98,99 98,50–98,74 98,25–98,49 98,00–98,24 97,75–97,99 97,50–97,74 97,25–97,49 97,00–97,24 96,50–96,99 96,00–96,49 95,50–95,99 95,00–95,49 94,00–94,99 93,00–93,99 92,00–92,99 91,00–91,99 90,00–90,99 88,00–89,99 86,00–87,99 84,00–85,99 82,00–83,99 80,00–81,99 78,00–79,99 76,00–77,99 74,00–75,99 72,00–73,99 70,00–71,99 65,00–69,99 60,00–64,99 50,00–59,99

2 0,90–0,99 1,00–1,24 1,25–1,49 1,50–1,74 1,75–1,99 2,00–2,24 2,25–2,49 2,50–2,74 2,75–2,99 3,00–3,49 3,50–3,99 4,00–4,49 4,50–4,99 5,00–5,99 6,00–6,99 7,00–7,99 8,00–8,99 9,00–9,99 10,00–11,99 12,00–13,99 14,00–15,99 16,00–17,99 18,00–19,99 20,00–21,99 22,00–23,99 24,00–25,99 26,00–27,99 28,00–29,99 30,00–34,99 35,00–39,99 40,00–49,00

Toleransi di antara analisis yang berbeda Setengah contoh Seluruh contoh kerja kerja Non-chaffy Chaffy Non-chaffy Chaffy seed seed seed seed 3 4 5 6 1,00 1,06 0,7 0,8 1,07 1,15 0,8 0,8 1,19 1,26 0,8 0,9 1,29 1,37 0,9 1,0 1,37 1,47 1,0 1,0 1,44 1,54 1,0 1,1 1,53 1,63 1,1 1,2 1,60 1,70 1,1 1,2 1,67 1,78 1,2 1,3 1,77 1,88 1,3 1,3 1,88 1,99 1,3 1,4 1,99 2,12 1,4 1,5 2,09 2,22 1,5 1,6 2,25 2,38 1,6 1,7 2,43 2,56 1,7 1,8 2,59 2,73 1,8 1,9 2,74 2,90 1,9 2,1 2,88 3,04 2,0 2,2 3,08 3,25 2,2 2,3 3,31 3,49 2,3 2,5 3,52 3,71 2,5 2,6 3,69 3,90 2,6 2,8 3,89 4,07 2,7 2,9 4,00 4,23 2,8 3,0 4,14 4,37 2,9 3,1 4,26 4,50 3,0 3,2 4,37 4,61 3,1 3,3 4,47 4,71 3,2 3,3 4,61 4,86 3,3 3,4 4,77 5,02 3,4 3,6 4,89 5,16 3,5 3,7

Tabel 4.6 memberikan toleransi hasil kemurnian yang dilakukan pada dua contoh kirim berbeda yang diambil dari lot yang sama dan dianalisis pada laboratorium yang sama atau D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 107

berbeda. Tabel ini dapat digunakan untuk berbagai komponen analisis kemurnian jika hasil dari analisis kedua lebih kecil daripada hasil analisis pertama. Tabel digunakan dengan memasukkan rerata hasil dari dua analisis (kolom 1 dan 2). Toleransi yang sesuai ditemukan pada kolom 3 atau 4, tergantung dari apakah termasuk benih chaffy atau non-chaffy. Tabel 4.6 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dan diambil dari lot yang sama bila analisis kedua dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (one-way test at 1% significant level) Rerata dua hasil analisis 50–100% <50% 1 2 99,95–100,00 0,00–0,04 99,90–99,94 0,05–0,09 99,85–99,89 0,10–0,14 99,80–99,84 0,15–0,19 99,75–99,79 0,20–0,24 99,70–99,74 0,25–0,29 99,65–99,69 0,30–0,34 99,60–99,64 0,35–0,39 99,55–99,59 0,40–0,44 99,50–99,54 0,45–0,49 99,40–99,49 0,50–0,59 99,30–99,39 0,60–0,69 99,20–99,29 0,70–0,79 99,10–99,19 0,80–0,89 99,00–99,09 0,90–0,99 98,75–98,99 1,00–1,24 98,50–98,74 1,25–1,49 98,25–98,49 1,50–1,74 98,00–98,24 1,75–1,99 97,75–97,99 2,00–2,24 97,50–97,74 2,25–2,49 97,25–97,49 2,50–2,74 97,00–97,24 2,75–2,99 96,50–96,99 3,00–3,49 96,00–96,49 3,50–3,99 95,50–95,99 4,00–4,49 95,00–95,49 4,50–4,99

Toleransi Non-chaffy seed Chaffy seed 3 4 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,6 0,5 0,6 0,6 0,7 0,6 0,7 0,6 0,7 0,7 0,8 0,7 0,9 0,8 0,9 0,8 1,0 0,9 1,0 0,9 1,1 1,0 1,2 1,1 1,3 1,2 1,4 1,3 1,5 1,3 1,6 1,4 1,6 1,5 1,7 1,5 1,8 1,6 1,9 1,7 2,0 1,8 2,2

108 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Rerata dua hasil analisis 50–100% <50% 1 2 94,00–94,99 5,00–5,99 93,00–93,99 6,00–6,99 92,00–92,99 7,00–7,99 91,00–91,99 8,00–8,99 90,00–90,99 9,00–9,99 88,00–89,99 10,00–11,99 86,00–87,99 12,00–13,99 84,00–85,99 14,00–15,99 82,00–83,99 16,00–17,99 80,00–81,99 18,00–19,99 78,00–79,99 20,00–21,99 76,00–77,99 22,00–23,99 74,00–75,99 24,00–25,99 72,00–73,99 26,00–27,99 70,00–71,99 28,00–29,99 65,00–69,99 30,00–34,99 60,00–64,99 35,00–39,99 50,00–59,99 40,00–49,00

Toleransi Non-chaffy seed Chaffy seed 3 4 2,0 2,3 2,1 2,5 2,1 2,6 2,4 2,8 2,5 2,9 2,7 3,1 2,9 3,4 3,0 3,6 3,2 3,7 3,3 3,9 3,5 4,1 3,6 4,2 3,7 4,3 3,8 4,4 3,8 4,5 4,0 4,7 4,1 4,8 4,2 5,0

Tabel 4.7 Angka toleransi untuk analisis kemurnian pada contoh kirim yang berbeda dari lot yang sama bila analisis keduanya dilakukan di laboratorium yang sama atau berbeda (two-way test at 1% significant level) Rerata dua hasil analisis 50–100% <50% 1 2 99,95–100,00 0,00–0,04 99,90–99,94 0,05–0,09 99,85–99,89 0,10–0,14 99,80–99,84 0,15–0,19 99,75–99,79 0,20–0,24 99,70–99,74 0,25–0,29 99,65–99,69 0,30–0,34 99,60–99,64 0,35–0,39 99,55–99,59 0,40–0,44 99,50–99,54 0,45–0,49 99,40–99,49 0,50–0,59 99,30–99,39 0,60–0,69

Toleransi Non-chaffy seed Chaffy seed 3 4 0,2 0,2 0,3 0,3 0,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,6 0,5 0,6 0,6 0,7 0,6 0,7 0,6 0,8 0,7 0,8 0,7 0,9 0,8 1,0

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 109

Rerata dua hasil analisis 50–100% <50% 1 2 99,20–99,29 0,70–0,79 99,10–99,19 0,80–0,89 99,00–99,09 0,90–0,99 98,75–98,99 1,00–1,24 98,50–98,74 1,25–1,49 98,25–98,49 1,50–1,74 98,00–98,24 1,75–1,99 97,75–97,99 2,00–2,24 97,50–97,74 2,25–2,49 97,25–97,49 2,50–2,74 97,00–97,24 2,75–2,99 96,50–96,99 3,00–3,49 96,00–96,49 3,50–3,99 95,50–95,99 4,00–4,49 95,00–95,49 4,50–4,99 94,00–94,99 5,00–5,99 93,00–93,99 6,00–6,99 92,00–92,99 7,00–7,99 91,00–91,99 8,00–8,99 90,00–90,99 9,00–9,99 88,00–89,99 10,00–11,99 86,00–87,99 12,00–13,99 84,00–85,99 14,00–15,99 82,00–83,99 16,00–17,99 80,00–81,99 18,00–19,99 78,00–79,99 20,00–21,99 76,00–77,99 22,00–23,99 74,00–75,99 24,00–25,99 72,00–73,99 26,00–27,99 70,00–71,99 28,00–29,99 65,00–69,99 30,00–34,99 60,00–64,99 35,00–39,99 50,00–59,99 40,00–49,00

Toleransi Non-chaffy seed Chaffy seed 3 4 0,8 1,0 0,9 1,1 0,9 1,1 1,0 1,2 1,1 1,3 1,2 1,5 1,3 1,6 1,4 1,7 1,5 1,7 1,5 1,8 1,6 1,9 1,7 2,0 1,8 2,1 1,9 2,3 2,0 2,4 2,1 2,5 2,3 2,7 2,5 2,9 2,6 3,1 2,8 3,2 2,9 3,5 3,2 3,7 3,4 3,9 3,5 4,1 3,7 4,3 3,8 4,5 3,9 4,6 4,1 4,8 4,2 4,9 4,3 5,0 4,4 5,2 4,5 5,3 4,7 5,5

Sumber: ISTA Rules 2011

110 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

V. PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH 5.1

Tujuan

Tujuan pengujian daya berkecambah ialah menentukan potensi perkecambahan suatu lot benih, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih dari lot-lot yang berbeda, serta menduga keberhasilan pembuatan bibit di persemaian. Pengujian pada kondisi lapangan biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan karena tidak dapat diulang dengan nilai kepercayaan yang tinggi. Metode uji di laboratorium dapat mengatasi hal tersebut, yang mana faktor luar dapat dikendalikan agar perkecambahan yang terjadi teratur, cepat, dan lengkap bagi sebagian besar contoh benih spesies tertentu. Kondisi lingkungan tersebut telah distandardisasi sehingga memungkinkan hasil uji diulang kembali dalam batas kisaranyang tidak berbeda nyata. 5.2

Definisi

5.2.1 Perkecambahan Perkecambahan benih menurut pengujian ISTA ialah muncul dan berkembangnya kecambah hingga mencapai stadia yang mana bagian dari struktur-struktur pentingnya menunjukan kemampuan apakah kecambah tersebut dapat berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang tumbuh normal dalam kondisi pertanaman yang optimum di lapangan. 5.2.2 Pengujian Ganda Pengujian ganda ialah dua metode pengujian yang disebutkan dalam Tabel 5.1 yang dipergunakan untuk menguji benih tanaman tahunan dan tanaman semak tertentu, serta hasil kedua pengujian tersebut dilaporkan.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 111

5.2.3 Pengujian Paralel Pengujian paralel ialah penggunaan lebih dari satu metode sesuai dengan Tabel 5.1 yang dilakukan untuk satu contoh yang sama pada waktu yang sama. Hasil uji terbaik yang dilaporkan. 5.2.4 Persentase Daya Berkecambah Persentase daya berkecambah yang dilaporkan dalam sertifikat hasil uji menunjukan proporsi berdasarkan jumlah benih yang menghasilkan kecambah normal dalam kondisi dan periode yang ditentukan dalam Tabel 5.1, yaitu persentase kecambah normal. 5.2.5 Struktur Penting Kecambah Sebuah kecambah, tergantung dari spesies yang diuji, terdiri atas kombinasi spesifik dari struktur-struktur penting (esensial) untuk berkembang menjadi tanaman yang tumbuh normal, meliputi: a. Sistem perakaran (akar primer; dan dalam kasus tertentu akar seminal). b. Poros tunas/shoot axis (hipokotil; epikotil; dan dalam Poaceae/Gramineae tertentu mesokotil, pucuk terminal). c. Kotiledon (satu sampai beberapa). d. Koleoptil (pada semua Poaceae/Gramineae). Lebih lanjut, uraian secara terperinci dapat dilihat pada bagian lihat 5.2.11 pada ISTA Rules.

112 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Gambar 5.1 Struktur Penting Kecambah (model untuk Euphorbiacea, Amaranthaceae dan Poaceae) (Leubner, 2007)

5.2.6 Aturan 50% Aturan 50% digunakan untuk menilai kotiledon dan daun primer. Jaringan kotiledon a. Kecambah dianggap normal jika setengah atau lebih dari seluruh jaringan kotiledon berfungsi. b. Kecambah dianggap abnormal jika lebih dari setengah jaringan kotiledon tidak ada, nekrotik, busuk, atau tidak berwarna. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 113

Daun primer a. Daun primer harus dievaluasi pada spesies tertentu, misalnya Phaseolus. b. Kecambah dianggap normal jika setengah atau lebih jaringan daun primer berfungsi. c. Kecambah dianggap abnormal jika lebih dari setengah jaringan daun primer tidak ada, nekrotik, busuk, atau tidak berwarna. Aturan 50% tidak berlaku jika jaringan sekitar pucuk terminal (terminal bud) atau pada pucuk terminal tersebut nekrotik atau busuk; banyak kecambah abnormal lebih disebabkan oleh kondisi kotiledon atau daun primer. Untuk lebih jelas tentang pengunaan aturan 50% tersebut dapat diperoleh pada ISTA Handbook on Seedling Evaluation. 5.2.7 Kecambah Normal Kecambah normal menunjukan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal jika ditanam pada kondisi (tanah, kelembaban, suhu, dan cahaya) yang sesuai. Agar dapat dikelompokkan sebagai kecambah normal, sebuah kecambah harus memiliki salah satu dari kriteria berikut: a. Kecambah sempurna: kecambah yang semua struktur esensialnya berkembang baik, lengkap, seimbang (proporsional), dan sehat. b. Kecambah dengan sedikit kerusakan atau kekurangan: kecambah yang memiliki cacat ringan pada struktur pentingnya, namun memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan seimbang seperti kecambah sempurna jika dilakukan pengujian yang sama. c. Kecambah dengan infeksi sekunder: kecambah yang sesuai dengan salah satu kategori di atas, tetapi terinfeksi oleh cendawan atau bakteri yang berasal dari sumber lain, bukan dari benih tersebut. 114 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

5.2.7.1 Kecambah sempurna Kecambah sempurna, tergantung pada jenis benih yang diuji, memperlihatkan kombinasi spesifik pertumbuhan struktur penting seperti tersebut di bawah ini: a. Perkembangan sistem perakaran yang baik, terdiri atas: 1. Akar primer yang panjang dan langsing; biasanya dipenuhi dengan bulu-bulu akar dan ujung akar yang sehat. 2. Akar sekunder [dihasilkan dalam jangka waktu pengujian tertentu]. 3. Beberapa akar seminal yang dapat digunakan sebagai pengganti satu akar primer pada genera tertentu, seperti Avena, Hordeum, Secale, Triticum, Triticosecale, dan Cyclamen. b. Perkembangan poros tunas (shoot axis) yang baik, terdiri atas: 1. Hipokotil yang lurus, langsing, dan panjang pada perkecambahan epigeal. 2. Perkembangan epikotil yang baik pada kecambah dengan perkecambahan hipogeal. 3. Hipokotil dan epikotil memanjang pada beberapa genera perkecambahan epigeal. 4. Mesokotil memanjang pada beberapa genera tertentu dari Poaceae. c. Jumlah kotiledon yang spesifik, yaitu: 1. Satu kotiledon pada tanaman monokotil atau jarang terjadi pada dikotil (berwarna hijau dan berbentuk seperti daun atau termodifikasi, serta terlindung di dalam kulit benih sebagian atau seluruhnya). 2. Dua kotiledon pada tanaman dikotil (spesies dengan perkecambahan epigeal: hijau dan berbentuk seperti daun, ukuran dan bentuk bervariasi pada spesies yang diuji; kecambah dengan tipe perkecambahan hypogeal: D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 115

berbentuk setengah bulatan dan berdaging, serta tetap tinggal di dalam kulit benih). 3. Jumlah kotiledon bervariasi, misalnya 2–18 pada konifera (biasanya berwarna hijau, berbentuk panjang dan ramping). d. Terdapat daun primer yang berwarna hijau: 1. Satu daun primer, terkadang didahului dengan beberapa sisik daun pada kecambah yang mempunyai susunan daun berselang-seling; atau 2. Dua daun primer pada kecambah dari tanaman dengan susunan daun yang berhadapan. e. Kuncup terminal (terminal bud) atau pucuk tunas (shoot apex) berkembang baik; bervariasi tergantung spesies. f. Pada Poaceae, koleoptil berkembang baik, lurus, dan mengandung daun berwarna hijau yang tumbuh hingga ke ujung dan akhirnya muncul menembus koleoptil. g. Pada kecambah dari spesies tanaman pohon dengan perkecambahan epigeal; apabila jumlah panjang akar primer dan hipokotil melebihi empat kali panjang benih, serta memiliki semua struktur yang telah berkembang; contoh ini digolongkan sebagai kecambah sempurna. 5.2.7.2 Kecambah dengan kerusakan ringan Beberapa kerusakan ringan pada bagian-bagian kecambah tetapi kecambah masih dianggap sebagai kecambah normal, yaitu: a. Akar primer dengan kerusakan ringan (misalnya tidak memengaruhi jaringan penghubung) atau pertumbuhan yang sedikit terhambat. b. Akar primer cacat tetapi memiliki cukup akar sekunder yang berkembang baik (pada genera spesifik Fabaceae, terutama genera dengan benih berukuran besar).

116 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

c. Hipokotil, epikotil, atau mesokotil dengan kerusakan ringan (misalnya tidak memengaruhi jaringan penghubung). d. Kotiledon dengan kerusakan ringan (jika setengah atau lebih dari total jaringan masih berfungsi secara normal [sesuai aturan 50% pada bagian 5.2.6] dan tidak terdapat kerusakan atau busuk hingga pucuk tunas (shoot apex) atau jaringan di sekitarnya). e. Hanya satu kotiledon normal pada tanaman dikotil (jika tidak terdapat kerusakan atau busuk hingga ke tunas pucuk atau jaringan di sekitarnya). f. Tiga atau lebih kotiledon dapat menggantikan dua kotiledon [asalkan sesuai aturan 50% pada bagian 5.2.6]. g. Kotiledon yang menyatu [sesuai aturan 50% pada bagian 5.2.6.]. h. Daun primer dengan kerusakan kecil (jika setengah atau lebih dari total jaringan masih berfungsi secara normal) [sesuai aturan 50% pada bagian 5.2.6]. i. Tiga atau lebih daun primer menggantikan dua daun primer [sesuai aturan 50% pada bagian 5.2.6]. j. Koleoptil dengan kerusakan kecil. k. Koleoptil dengan sebuah retakan berawal di ujung memanjang ke bawah dan tidak lebih dari 1/3 dari panjangnya. l. Koleoptil terpelintir/terpilin longgar atau membentuk loop (karena tertahan di bawah lemma dan palea, atau kulit buah). m. Koleoptil dengan daun hijau yang tidak memanjang hingga ke ujung, tetapi mencapai sedikitnya setengah panjang koleoptil.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 117

5.2.8 Kecambah Abnormal Kecambah dengan kriteria berikut ini dikelompokkan sebagai kecambah abnormal: a. Kecambah yang rusak, yaitu kecambah yang struktur esensial tidak ada atau rusak berat sehingga tidak dapat berkembang dengan normal. b. Kecambah yang berubah bentuk atau tidak proporsional, yaitu kecambah dengan pertumbuhan yang lemah atau mengalami gangguan fisiologis atau struktur esensialnya berubah bentuk atau tidak proporsional. c. Kecambah busuk, yaitu kecambah yang salah satu struktur esensialnya terserang penyakit atau busuk akibat infeksi primer sehingga menghambat perkembangannya menjadi kecambah normal [lihat definisi tambahan pada bagian 5.2.11]. 5.2.8.1 Abnormalitas kecambah Satu atau lebih cacat/kerusakan seperti berikut ini termasuk dalam kecambah abnormal. a. Abnormalitas keseluruhan  Kecambah: - berubah bentuk, - retak, - kotiledon terlepas dari kulit benih sebelum akar primer tumbuh, - terdiri atas kecambah kembar yang menyatu, - ada penebalan di sekeliling endosperma, - berwarna kuning atau putih, - mengecil dan memanjang, - transparan, - membusuk akibat infeksi primer, - menunjukan gejala fitotoksik, - tidak seimbang, - pada Poaceae, endosperma terlepas. 118 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

b. Abnormalitas pada sistem perakaran  Akar primer: - kerdil, - pendek dan menebal, - pertumbuhan terhambat, - tidak ada/hilang, - patah, - terbelah dari ujung, - terperangkap di dalam kulit benih, - menunjukan geotropisme negatif, - mengerut, - mengecil dan memanjang, - transparan, - membusuk akibat infeksi primer, Catatan: Pada kasus tertentu, beberapa akar sekunder memperlihatkan satu atau lebih kerusakan di atas sebagai kondisi abnormal sehingga tidak dapat menggantikan akar primer yang abnormal. Selain itu, keberadaaan beberapa akar sekunder menentukan penilaian kecambah sehingga kecambah dianggap abnormal jika akar sekunder menunjukan satu atau lebih tanda-tanda abnormalitas di atas.

 Akar seminal: - pendek dan menebal, lemah atau tidak ada. Catatan: Untuk diangap sebagai kecambah normal, setidaknya terdapat beberapa akar sekunder, satu akar seminal yang kuat, atau dua akar seminal yang kuat.

c. Abnormalitas dari sistem tunas  Hipokotil, epikotil, atau mesokotil: - pendek dan tebal, - mengalami keretakan yang dalam atau patah, - terbelah, - tidak ada, D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 119

-

bengkok atau membentuk lingkaran, membentuk spiral, terpilin ketat, mengerut, mengecil dan memanjang, transparan, membusuk akibat infeksi primer 21/13 menunjukan fototropisme negatif.

 Kuncup terminal dan jaringan di sekitarnya: - berubah bentuk, - rusak, - tidak ada, - mengalami nekrotik (kematian jaringan), - busuk karena infeksi primer. Catatan: Terlepas dari keberadaan kuncup auksilari/samping (misalnya Phaseolus) atau munculnya tunas auksilari dari aksil kotiledon atau daun primer, kecambah digolongkan abnormal jika tunas utama gagal berkembang secara normal.

d. Abnormalitas kotiledon dan daun primer  Kotiledon [berlaku aturan 50% pada bagian 5.2.6]: - bergelombang atau keriting, - berubah bentuk, - pecah atau rusak, - terbelah atau tidak ada, - warna pudar atau nekrotik, - transparan, - membusuk akibat infeksi primer, - menyatu pada kedua sisi. Catatan: kerusakan atau kebusukan dari kotiledon pada titik perlekatan/penempelan poros kecambah atau dekat dengan pucuk terminal digolongkan ke dalam kecambah abnormal, terlepas dari ketetapan 50%.

120 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

 Daun primer [berlaku aturan 50% pada bagian 5.2.6]: - berubah bentuk, - rusak, - tidak ada, - mengalami pemudaran warna, - nekrotik, - membusuk akibat infeksi primer. e. Abnormalitas koleoptil dan daun primer:  Koleoptil: - pendek tebal atau berubah bentuk, - patah, - tidak ada, - tidak sempurna atau tidak memiliki ujung, - bengkok yang nyata atau berbentuk loop, - berbentuk spiral, - terpilin kuat, - terbelah lebih dari 1/3 panjang dari ujung, - mengecil dan memanjang, - membusuk akibat infeksi primer, - terbelah selain dari ujung.  Daun primer: - panjang kurang dari setengah koleoptil, - tidak ada, - tersobek atau berubah bentuk, - muncul dari bagian bawah koleoptil, - berwarna kuning atau putih (tidak berklorofil), - membusuk akibat infeksi primer. 5.2.9 Multigerm Seed Unit (Benih dengan Poliembrionik) Beberapa benih poliembrionik dapat menghasilkan lebih dari satu kecambah: a. Unit yang terdiri lebih dari satu benih sejati (true seed), misalnya buah dari Tectona grandis.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 121

b. Benih sejati yang terdiri lebih dari satu embrio. Hal ini biasanya terjadi pada spesies tertentu (poliembrionik) atau pengecualian pada jenis lain (kembar). Pada kasus ini, salah satu kecambah bersifat lemah atau mengecil dan memanjang seperti jarum, tetapi terkadang keduanya mendekati ukuran normal. c. Embrio yang menyatu. Terkadang dua kecambah bergabung bersama yang dihasilkan dari satu benih. d. Apabila suatu unit tumbuh lebih dari satu kecambah, pengamatan dilakukan secara terpisah. Selanjutnya, cukup satu kecambah yang digolongkan sebagai kecambah normal. Apabila suatu benih menghasilkan lebih dari satu kecambah normal, hanya satu yang digunakan dalam perhitungan untuk menentukan persentase perkecambahan. 5.2.10 Benih-Benih tidak Berkecambah Benih-benih yang tidak berkecambah hingga akhir periode pengujian dalam kondisi yang tertera pada Tabel 5.1 diklasifikasikan menjadi: a. Benih keras; yaitu benih yang hingga akhir pengujian daya berkecambah masih tetap keras karena tidak dapat menyerap air. b. Benih segar; yaitu benih selain benih keras yang mana karena adanya dormansi, gagal berkecambah pada kondisi pengujian perkecambahan, tetapi tetap terlihat bersih, kuat, dan berpotensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. c. Benih mati; yaitu benih yang hingga akhir pengujian tidak menunjukan sedikitpun pertumbuhan. d. Kategori lain; yaitu benih yang secara keseluruhan hampa dan benih tidak berkecambah dapat dikategorikan sesuai dengan ketentuan pada bagian 5.2.10.4.

122 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

5.2.10.1 Benih keras Benih keras merupakan salah satu bentuk dormansi. Biasanya sering terjadi pada beberapa spesies Fabaceae (Leguminosae), tetapi dapat juga terjadi pada famili lainnya. Benih ini tidak mampu mengimbibisi air di bawah kondisi yang tercantum pada Tabel 5.1 sehingga tetap keras. 5.2.10.2 Benih segar Benih segar mampu menyerap air pada kondisi perkecambahan yang diberikan sesuai dengan Tabel 5.1, tetapi proses perkecambahan terhambat. 5.2.10.3 Benih mati Benih mati dapat menyerap air, tetapi biasanya lunak, berubah warna; seringkali bercendawan dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. 5.2.10.4 Kategori lain Benih tidak berkecambah dapat dikategorikan menjadi: a. Benih hampa; yaitu benih yang jelas terlihat kosong atau hanya berisi sisa-sisa jaringan. b. Benih tidak berembrio; yaitu benih yang memiliki endosperma segar sebagai jaringan gametofit, tetapi tidak menunjukan jaringan embrionik atau embrio. c. Benih rusak karena serangga; yaitu benih yang mengandung larva atau sisa serangga atau menunjukan bukti adanya serangan serangga yang mempengaruhi kemampuan benih tersebut untuk berkecambah. Kategori-kategori tersebut dapat terlihat pada semua spesies benih, namun biasanya lebih sering ditemukan pada spesies pepohonan. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 123

5.2.11 Definisi Tambahan 1)

2) 3) 4) 5) 6) 7)

8)

9) 10) 11) 12) 13) 14)

Akar dengan pertumbuhan terhambat: akar yang terlalu pendek dan lemah, tidak seimbang dengan pertumbuhan struktur kecambah lainnya. Akar primer: akar utama kecambah, berkembang dari radikula embrio. Akar sekunder: digunakan pada pengujian benih untuk mengistilahkan selain akar primer. Busuk: kerusakan jaringan organik, biasanya dihubungkan dengan keberadaan mikroorganisme. Daun primer: daun pertama (sepasang daun pertama) setelah kotiledon. Dikotiledon: tanaman yang embrionya mempunyai dua kotiledon. Embrio: Tanaman rudimenter yang terkandung dalam benih, bisanya terdiri dari banyak atau sedikit poros yang berdiferensiasi serta menempel pada kotiledon. Endosperma: jaringan makanan yang kaya nutrisi, berasal dari fertilisasi dan disimpan saat masak; pada beberapa benih berfungsi sebagai jaringan penyimpan untuk cadangan makanan. Epikotil: bagian poros kecambah antara kotiledon dan daun primer/sepasang daun. Fitotoksik: bersifat racun terhadap tanaman. Geotropisme: arah tumbuh tanaman terhadap gaya gravitasi. Geotropisme positif: pertumbuhan ke bawah, contohnya akar primer yang normal. Geotropisme negatif: pertumbuhan ke atas, contohnya pada batang yang normal. Hipokotil: bagian poros kecambah antara akar primer dan kotiledon.

124 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

15) Infeksi: masuk dan menyebarnya organisme pembawa penyakit pada bahan yang hidup (misalnya struktur kecambah). 16) Infeksi primer: terdapatnya organisme pembawa penyakit dan aktif di dalam benih itu sendiri. 17) Infeksi sekunder: organisme pembawa penyakit menyebar dari benih atau kecambah lain. 18) Jaringan gametofit: jaringan bernutrisi yang terdapat pada benih konifera (berfungsi serupa dengan endosperma). 19) Kecambah: tanaman muda yang berkembang dari embrio dalam benih. 20) Koleoptil: bagian yang melindungi bagian pucuk dari poros embrio dan kecambah muda pada monokotil tertentu. 21) Kotiledon: daun pertama atau sepasang daun pada embrio dan kecambah. 22) Mesokotil: terdapat pada tanaman monokotil, bagian poros kecambah yang berada antara titik skutelum dan koleoptil. 23) Monokotil: tanaman yang embrionya mempunyai satu kotiledon. 24) Penyakit: menunjukan pengaruh keberadaan dan aktivitas mikroorganise atau defisiensi kimia. 25) Perkecambahan hypogeal: tipe perkecambahan yang mana kotiledon atau struktur yang sama (misalnya skutelum) terletak di dalam tanah bersama benih. Pada dikotil, tunas terangkat ke atas tanah melalui pemanjangan epikotil atau beberapa monokotil melalui perpanjangan mesokotil. 26) Perkecambahan epigeal: tipe perkecambahan yang mana kotiledon dan tunas dibawa ke atas permukaan tanah melalui perpanjangan hipokotil. 27) Perlakuan benih: istilah umum yang menujukan bahwa suatu lot benih telah diberikan : - Aplikasi bahan campuran termasuk bahan kimia, nutrisi, atau hormon. - Aplikasi produk biologi termasuk mikroorganisme. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 125

- Suatu proses termasuk pelembaban dan pengeringan. - Suatu bentuk energi termasuk pemanasan, radiasi, tenaga listrik atau magnetis, tetapi bukan merupakan metode aplikasi yang spesifik.

28)

29) 30) 31)

32)

33)

5.3

Pelakuan benih tidak secara nyata menyebabkan perubahan ukuran, bentuk, dan penambahan berat suatu lot benih. Radikula: akar rudimenter emrio, berkembang menjadi akar pimer setelah muncul melalui kulit benih selama perkecambahan. Rambut akar: akar yang tumbuh dengan baik berbentuk tabung yang keluar dari permukaan sel akar. Shoot apex/pucuk tunas : pusat tempat tumbuhnya tunas, mengandung titik tumbuh yang utama. Skutelum: struktur berbentuk perisai, merupakan bagian kotiledon Graminae dan melalui skultelum ini nutrisi diserap dari endosperma ke embrio. Stubby root: sejenis karakteristik akar kecambah dengan gejala fitotoksis; biasanya pendek dan berbentuk seperti pentungan, meskipun seringkali dengan ujung akar yang sempurna. Stunted root: akar dengan ujung yang hilang atrau rusak, tidak memerhatikan panjang akarnya. Prinsip Umum

Pengujian daya berkecambah harus dilakukan terhadap benih murni, kecuali diperbolehkan dilakukan pengujian benih berdasarkan pengulangan berat. Definisi benih murni untuk spesies yang diuji harus diterapkan. Benih murni dapat diambil dari fraksi benih murni hasil analisis kemurnian atau fraksi yang mewakili contoh kirim. Bila benih telah dilapisi (coated), definisi pelet murni harus digunakan. Kecuali pada kasus benih berbentuk pita/lembaran (tapes atau mats), benih diuji tanpa melepaskan benih dari pita atau lembarannya. Prosedur untuk merangsang perkecambahan dijelaskan pada bagian 5.6.3. 126 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Pengujian paralel dan pengujian ganda (double test) diperbolehkan. Aturan untuk pelaporan pengujian secara paralel dan uji ganda dijelaskan pada bagian 5.9. Apabila dilakukan pengujian tambahan [dilakukan setelah pengujian sesuai bagian 5.7] yang mana pengujian tersebut tidak tercantum dalam ISTA Rules, hasil dan prosedur harus dilaporkan sebagai "Pengujian lain" pada sertifikat. Benih disusun dalam ulangan dan diuji dalam kondisi kelembaban yang mencukupi sesuai metode yang terdapat pada Tabel 5.1. Setelah sampai pada periode yang ditetapkan pada Tabel 5.1, setiap ulangan dilakukan pengamatan dan penghitungan terhadap kecambah dan benih dalam berbagai kategori sesuai dengan yang diperlukan dalam pelaporan [lihat bagian 5.9]. 5.4

Media Tumbuh

5.4.1 Definisi Media pertumbuhan yang digunakan dalam pengujian daya berkecambah ialah media yang menyediakan cukup pori-pori sehingga udara dan air memadai untuk pertumbuhan sistem perakaran, serta untuk kontak dengan air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. 5.4.2 Spesifikasi Spesifikasi umum ini berlaku untuk semua media pertumbuhan (kertas, pasir, atau media organik) dan harus diverifikasi. a. Komposisi Media pertumbuhan dapat berupa kertas, pasir, atau campuran dari senyawa organik dengan penambahan partikel-partikel mineral. b. Kemampuan menahan air Apabila ditambahkan air dalam jumlah yang sesuai, partikel pada media harus memiliki kapasitas menahan sejumlah air D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 127

untuk menyediakan pertukaran air secara berkesinambungan pada benih dan kecambah. Selain itu, media juga meyediakan ruang pori yang cukup untuk kebutuhan aerasi bagi perkecambahan dan pertumbuhan akar yang optimal. Kandungan air dari media pertumbuhan disesuaikan dengan kebutuhan spesies yang diuji berdasarkan kapasitas ikat air (water holding capacity) maksimum dari media. Daya menahan air lalu dilaporkan sebagai persentase dari kemampuan menahan air maksimal. c. pH Media pertumbuhan harus mempunyai nilai pH antara 6,0– 7,5 dan pengukuran dilakukan pada substrat. Pengukuran pH dapat digantikan dengan pengujian secara biologi [lihat bagian 5.4.5]. d. Konduktivitas Salinitas harus serendah mungkin dan tidak lebih dari 40 milisiemens per meter. Pengukuran konduktivitas dapat digantikan dengan pengujian secara biologi [lihat bagian 5.4.5]. e. Bersih dan bebas dari racun Media pertumbuhan harus bebas dari benih, cendawan, bakteri, atau zat beracun yang dapat memengaruhi perkecambahan benih, pertumbuhan kecambah, atau evaluasinya. f. Penggunaan ulang media pertumbuhan Sangat disarankan media pertumbuhan hanya digunakan satu kali. g. Alternatif pengukuran Untuk mengetahui semua spesifikasi yang dipersyaratkan atau untuk memperoleh media pertumbuhan yang sesuai dengan persyaratan mungkin sulit dilakukan. Oleh karena itu, pengukuran konduktivitas diperbolehkan untuk diganti dengan pengujian biologis (bioassay), seperti uji

128 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

fitotoksisitas. Jika tidak, semua karatekristik disebutkan dalam bagian 5.4.3 harus diverifikasi.

yang

5.4.3 Karateristik Media Pertumbuhan 5.4.3.1 Media pertumbuhan kertas Kertas harus terbuat dari serat kayu, kapas, atau selulosa tumbuhan yang dimurnikan, contohnya berupa kertas filter, blotter, atau towel. Persyaratan media kertas, antara lain: a. memungkinkan akar kecambah tumbuh di atasnya dan tidak menembus kertas; b. cukup kuat dan tidak sobek, ulet untuk dipegang dan ditarik pada saat pengujian. 5.4.3.2 Media pertumbuhan pasir Ukuran pasir harus cukup seragam dan bebas dari partikel yang sangat kecil atau sangat besar. Bentuk partikel yang bulat lebih sesuai dan disarankan menghindari partikel berbentuk tajam karena dapat memengaruhi perkembangan kecambah. Disarankan 90% partikel dapat lolos saringan ukuran 0,8 mm dan tertahan pada saringan 0,05 mm. 5.4.3.3 Media pertumbuhan organik Media pertumbuhan organik mengandung elemen-elemen berikut dalam proporsi yang diketahui dan sesuai dengan apa yang disyaratkan pada bagian 5.4.2. a. Campuran organik: serabut seperti pear, serbuk kelapa atau kayu, dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm. b. Partikel mineral: contohnya pasir, perlit, dan vermikulit. Proporsinya sekitar 20% dari volume. Disarankan 90% lolos dari saringan yang mempunyai lubang atau mes dengan ukuran 2 mm dan tertahan pada saringan yang mempunyai lubang atau mes dengan ukuran 0,05 mm. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 129

5.4.4 Air Air yang dapat digunakan adalah air yang sudah didemineralisasi, air yang sudah dideionisasi, air keran, dan air dari sumber mata air. 5.4.4.1 Spesifikasi Umum a. Kebersihan: air tersebut harus bersih dan bebas dari senyawa organik dan anorganik. b. pH: nilai pH air harus antara 6,0–7,5 pada saat diukur pada subtrat atau telah dibuktikan secara statistik bahwa pH di luar kisaran tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap hasil pengujian daya berkecambah. 5.4.5 Pengendalian Mutu Media pertumbuhan yang baru harus memenuhi karakteristik fisik dan terbebas dari efek negatif, seperti racun dan mikroorganisme berbahaya. Karakteristik yang meliputi komposisi, kemampuan menahan air, pH, kebersihan, dan innocuousness (terbebas dari efek fitotoksik dan efek negatif mikroorganisme) harus diperiksa. Pada kondisi tertentu, mungkin akan menyulitkan jika mengecek seluruh spesifikasi atau untuk mendapatkan media perkecambahan dari supplier yang sesuai persyaratan. Pengukuran alternatif diperbolehkan untuk menggantikan pengukuran pH dan konduktivitas dengan pengujian biologi, seperti pengujian fitotoksik. Contoh pengujian pengendalian mutu untuk media terdapat dalam ISTA Handbook on Seedling Evaluation 2011. Pengujian pengendalian mutu dapat dilakukan oleh laboratorium pengujian benih atau disubkontrakkan pada laboratorium yang memiliki spesialisasi dalam pengujian analisis tanah atau pengujian mikrobiologi.

130 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

5.5

Bahan dan Peralatan

5.5.1 Wadah Semua jenis wadah dari plastik, gelas atau kaca, logam atau wadah yang terbuat dari tanah dapat digunakan, dengan syarat bebas dari racun, bersih dan bebas dari mikroorganisme. 5.5.2 Alat Penghitung Penanaman menggunakan papan penghitung (counting boards) atau vacuum counters diperbolehkan, selama penggunaan alat ini tidak memengaruhi hasil perkecambahan atau menyebabkan hasilnya menjadi bias. Dengan menggunakan vacuum counters, beberapa penyebab harus diobservasi untuk menghindari bias antarulangan. Bagian atas papan tidak boleh diletakkan pada contoh kerja; vacuum tidak boleh diletakkan di atas contoh kerja dan tidak boleh dinyalakan ketika benih sedang ditaburkan di atas counting head. Kedua hal di atas dapat menyebabkan terpilihnya benih yang ringan. 5.5.2.1 Papan penghitung (Counting boards) Alat ini biasanya digunakan untuk benih berukuran besar seperti jati, mahoni, gmelina, kemiri, dan jenis lainnya. 5.5.2.2 Penghitung vakum (Vacuum counters) Vacuum counters pada prinsipnya dapat digunakan pada semua spesies, tetapi biasanya digunakan pada benih dengan bentuk yang teratur dan halus, seperti pinus, akasia, dan sengon. 5.5.3 Alat Pengecambah Benih 5.5.3.1 Copenhagen tank (bell jar atau alat jacobsen) Alat ini terdiri atas bak air dan tempat perkecambahan untuk pengujian dengan metode uji di atas kertas (UDK) atau top of paper (TP). Kelembaban media pertumbuhan selalu terjaga D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 131

karena diberi sumbu yang dihubungkan dengan air dan ditutup dengan tudung transparan berbentuk seperti lonceng yang bagian pusatnya mengecil dan berlubang (bell jar)/ventilasi tanpa menyebabkan evaporasi. Suhu tempat pengujian dikondisikan secara tidak langsung dengan pemanasan atau pendinginan air di dalam waterbath yang biasanya dikendalikan secara otomatis. Alat ini dapat digunakan untuk suhu konstan atau suhu berganti. 5.5.3.2 Inkubator perkecambahan dan germinator ruang Inkubator digunakan untuk mengecambahkan benih dalam kondisi gelap atau terang, atau diperuntukkan bagi benih dengan perlakuan pendahuluan untuk mematahkan dormansi, seperti pendinginan pendahuluan (prechilling). Germinator ruang ialah modifikasi inkubator, tetapi berukuran cukup luas sehingga para analis dapat masuk ke dalamnya untuk melakukan pengujian. Inkubator dan germinator ruang terisolasi dengan baik dan dilengkapi dengan sistem pemanas dan pendingin untuk memastikan suhunya tetap konstan sesuai dengan kebutuhan. Suhu germinator ruang harus merata di semua permukaan untuk memastikan bahwa semua sampel yang berada dalam inkubator/germinator perkecambahan berada dalam batas suhu yang ditentukan (±2°C) atau sesuai perlakuan pendahuluan. Apabila inkubator/germinator ruang tidak memiliki sistem yang memungkinkan pergantian suhu, sampel dapat dipindahkan dari satu inkubator/germinator ruang ke inkubator/germinator ruang lain dengan suhu yang berbeda untuk mencapai siklus pergantian suhu yang diinginkan. Pengujian harus didukung dengan air yang memadai untuk perkecambahan dan tidak boleh sampai terjadi kekeringan. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga kelembaban tetap tinggi dengan menggunakan inkubator basah atau dengan menggunakan humidifier pada germinator ruang. Pengujian dapat juga dilakukan secara tertutup pada wadah kedap air.

132 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

5.6

Prosedur

5.6.1 Contoh Kerja Empat ratus butir benih diambil secara acak dari fraksi benih murni [lihat bagian 5.3] dan ditabur dengan jarak yang mencukupi dan seragam di atas subtrat yang lembab. Harus dipastikan tidak dilakukan pemilihan benih yang dapat menyebabkan hasil yang bias. Setiap ulangan digunakan 100 butir benih. Hal ini untuk memberi ruang yang cukup bagi benih dan meminimalkan pengaruh benih yang bertautan selama perkembangan kecambah. Untuk memastikan jarak yang sesuai, ulangan dibuat dalam 50 atau 25 butir bila diperlukan, khususnya jika terdapat penyakit terbawa benih atau adanya saprofit. Apabila benih yang dikecambahkan pada media kertas terinfeksi berat, pengamatan antara (intermediete) perlu dilakukan untuk memindahkan benih dan kecambah yang tersisa ke media baru multigerm seed unit tidak dikeluarkan dari pengujian daya berkecambah, tetapi diuji seperti benih tunggal. Pengujian daya berkecambah yang sesuai ISTA sebanyak 400 benih. Dalam keadaan tertentu, pengujian dimungkinkan untuk dilakukan dengan menggunakan benih kurang dari 400. Contoh kasus, sedikitnya 100 benih harus diuji dengan ulangan @ 25 benih atau @ 50 benih. Catatan: Apabila contoh kirim lebih kecil dari yang diharuskan, harus dilaporkan bahwa pengujian ditunda hingga jumlah contoh tersebut terpenuhi sebagai satu contoh kirim. Pengecualian, pada kasus benih yang sangat mahal, pengujian dapat dilakukan tetapi harus dan diikuti dengan pernyataan dalam sertifikat "Sampel yang diterima hanya ... gram dan tidak sesuai dengan ISTA Rules”. Atau pada kasus benih berpelet (pelleted seed): “Contoh kerja hanya terdapat ... pelet (benih) dan tidak sesuai dengan International Rules for Seed Testing”.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 133

5.6.2 Kondisi Pengujian Substrat yang ditetapkan, suhu, waktu dan petunjuk lebih lanjut, termasuk perlakuan yang direkomendasikan untuk pematahan dormansi ditunjukkan pada Tabel 5.1. Substrat, suhu, dan waktu pengujian spesifik untuk benih tanaman tersebut dan selain itu tidak dapat digunakan untuk benih yang lain. 5.6.2.1 Media pertumbuhan 5.6.2.1.1 Media pertumbuhan kertas a. Uji di atas kertas (UDK) atau top of paper (TP) Benih dikecambahkan di atas satu atau lebih lapisan kertas dengan cara: - Benih ditempatkan di atas peralatan Jacobsen [lihat bagian 5.5.3.1]. - Benih ditempatkan di dalam kotak transparan atau cawan petri. Jumlah air yang sesuai ditambahkan di awal pengujian dan untuk mencegah penguapan maka kotak tersebut ditutup atau dibungkus dengan kantong plastik. - Benih ditempatkan secara langsung di atas rak pada inkubator perkecambahan. RH di dalam inkubator harus dijaga pada tingkat yang cukup untuk mencegah terjadinya kekeringan pada pengujian. Kertas berpori yang dilembabkan atau kapas penyerapan dapat digunakan sebagai dasar media. b. Uji antar kertas (UAK) atau between paper (BP) Benih ditabur di antara dua lapis kertas basah. Hal ini dapat dilakukan dengan: - menutup benih dengan selembar kertas tambahan; - meletakkan benih di dalam lipatan kertas, kemudian diletakkan di baki dalam germinator dalam posisi mendatar atau berdiri;

134 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

- meletakkan benih dalam gulungan kertas towel (gulungan harus diletakkan dalam posisi berdiri); - memasukkan media ke dalam kotak tertutup, dibungkus kantong plastik, atau ditempatkan secara langsung pada rak germinator untuk membuat RH germinator tetap pada kondisi mendekati jenuh. c. Uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) atau pleated paper (PP) Kertas dibuat seperti kipas atau akordion sebanyak 50 lipatan (biasanya dua benih tiap lipatan). Benih diletakkan di antara lipatan kertas, kemudian diletakkan dalam kotak tertutup yang telah dilapisi selembar kertas dan ditutup dengan selembar kertas. Selanjutnya kotak diletakkan di dalam germinator. Metode ini dapat digunakan sebagai metode alternatif bila disebutkan TP atau BP. 5.6.2.1.2 Metode menggunakan pasir atau media tumbuh organik a. Di atas pasir (top of sand [TS]), di atas media organik (top of organic media [TO]) Benih ditabur secara merata dan ditekan ke dalam permukaan pasir atau media tumbuh organik. b. Pasir (sand [S]) atau media pertumbuhan organik (O) Benih ditanam pada lapisan permukaan pasir lembab atau media pertumbuhan dan ditutup media setebal 10–20 mm [tergantung ukuran benih] dan tidak dipadatkan. Untuk menjamin aerasi yang baik, lapisan bagian bawah disarankan agar dilakukan penggemburan sebelum benih ditabur. Pasir atau media pertumbuhan organik dapat digunakan sebagai pengganti kertas [meskipun tidak dicantumkan dalam Tabel 5.1] jika:

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 135

1) evaluasi kecambah sulit dilakukan karena penyebaran penyakit antar benih dan kecambah pada substrat kertas; 2) dilakukan untuk tujuan penyelidikan dan konfirmasi evaluasi kecambah yang meragukan; 3) dilakukan ketika perkecambahan menunjukan gejala fitotoksik. 5.6.2.1.3 Media pertumbuhan kombinasi kertas dan pasir Media kertas yang ditutupi pasir (top of paper covered with sand): benih dikecambahkan di atas lembaran kertas krep selulosa lembab dan ditutupi dengan lapisan pasir kering setebal 2 cm. Kertas krep selulosa ialah kertas multi lapis, misalnya Versa-Pak. 5.6.2.1.4 Tanah Tanah umumnya tidak direkomendasikan sebagai media pertumbuhan primer. Namun demikian, tanah dapat digunakan sebagai alternatif untuk media pertumbuhan organik jika kecambah menunjukan gejala fitotoksik atau evaluasi kecambah meragukan menggunakan media pertumbuhan kertas atau pasir. Apabila tanah digunakan, spesifikasinya dapat dilihat pada bagian 5.4.2. 5.6.2.2 Kelembaban dan aerasi Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin media tidak mengering dan tersedia cukup air untuk menyuplai secara berkesinambungan selama periode pengujian. Penambahan air sedapat mungkin dihindari karena dapat menyebabkan variasi antarulangan dan antarpengujian. Namun, penambahan air masih diperbolehkan pada pengamatan pertama. Ukuran khusus untuk aerasi tidak terlalu dibutuhkan untuk pengujian UDK dan UAK yang diletakkan dalam wadah tertutup. Untuk UKDdp, lipatan dan gulungan kertas towel harus diperhatikan. Lipatan dan gulungan harus cukup longgar untuk menjamin ketersediaan udara di sekitar benih. Untuk alasan 136 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

yang sama, material penutup benih dalam pengujian pasir dan media pertumbuhan organik sebaiknya tidak dipadatkan. 5.6.2.3 Suhu Suhu yang tercantum dalam Tabel 5.1 ditetapkan untuk perkecambahan spesies yang mana benihnya diletakkan pada permukaan atau di dalam substrat. Suhu harus diusahakan seragam dan merata pada inkubator atau germinator ruang. Untuk pengujian, baik dalam gelap maupun dengan cahaya (artifisial atau cahaya matahari yang tidak langsung), variasi suhu di dalam inkubator/germinator ruang harus tidak lebih dari ±2°C. Apabila menggunakan suhu berganti, suhu rendah sebaiknya diatur selama 16 jam dan suhu tinggi selama delapan jam. Perubahan secara bertahap dilakukan tidak lebih dari tiga jam. Namun, perubahan secara cepat dalam waktu satu jam atau kurang mungkin diperlukan untuk pematahan dormansi. 5.6.2.4 Cahaya Pada umumnya, benih akan berkecambah pada lingkungan dengan cahaya atau dalam gelap. Akan tetapi, perlakuan disarankan adanya pencahayaan dari sinar matahari atau cahaya artifisial pada substrat agar pertumbuhan yang lebih baik sehingga kecambah lebih mudah dievaluasi. Kecambah yang tumbuh pada kondisi yang benar-benar gelap akan mengalami etiolasi dan pucat sehingga lebih peka terhadap serangan mikroorganisme. Dalam kasus tertentu (misalnya untuk beberapa benih rumput tropis atau subtropis), cahaya dapat mempercepat perkecambahan pada benih dorman [lihat bagian 5.6.3.1]. Contohnya, pada kasus cahaya harus di antara 750–1.250 lux yang berasal dari cool white lamps sehingga bila tidak, benih lebih sensitif/mudah terserang mikroorganisme. Selain itu, beberapa kekurangan seperti defisiensi klorofil tidak dapat terdeteksi. Benih yang dikecambahkan di tempat yang benarbenar gelap akan mengalami etiolasi dan berwarna putih. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 137

Sebaliknya, benih seperti pada Phacealia tanacetifolia akan segera berkecambah pada kegelapan karena cahaya merupakan inhibitor. Kebutuhan cahaya dapat dilihat pada Tabel 5.1. 5.6.2.5 Pemilihan metode Beberapa alternatif metode dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan harus dipilih salah satu di antaranya untuk digunakan (dari beberapa kombinasi subsrat dan suhu). Pemilihan metode akan sangat bergantung pada fasilitas yang tersedia dan pengalaman laboratorium penguji, serta asal dan kondisi contoh benih. Prosedur untuk merangsang perkecambahan benih dorman dapat dilakukan. Karena beberapa alasan; seperti dormansi fisiologi, benih keras atau adanya inhibitor; terdapat kemungkinan adanya sejumlah benih segar atau benih keras pada akhir pengujian daya berkecambah. Untuk memperoleh nilai perkecambahan yang sebenarnya, pengujian ulang dapat dilakukan setelah benih diberi salah satu atau kombinasi beberapa perlakuan yang prosedurnya bisa dilihat pada bagian 5.6.3.1, 5.6.3.2, dan 5.6.3.3. Perlakuan ini dapat diaplikasikan pada pengujian daya berkecambah secara langsung jika diduga benih masih dorman. Perlakuan yang disarankan terdapat pada Tabel 5.1 kolom 6, tetapi tidak menutup kemungkinan penggunaan prosedur lain yang tercantum pada bagian 5.6.3.1, 5.6.3.2, dan 5.6.3.3. Waktu yang diperlukan untuk perlakuan pendahuluan tidak termasuk dalam periode pengujian daya berkecambah. Periode perlakuan pematahan dormansi tidak termasuk dalam waktu pengujian daya berkecambah. Durasi waktu dan prosedur pematahan dormansi secara terperinci harus dilaporkan pada sertifikat ISTA (laporan hasil uji). Untuk beberapa jenis benih tanaman hutan tertentu, berdasarkan pengalaman diketahui bahwa proporsi benih yang tidak akan berkecambah disebabkan karena dormansi. Oleh sebab itu, pengujian kedua lebih disarankan dilakukan dengan perlakuan khusus pematahan dormansi. Bahkan, pengujian 138 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

dengan perlakuan tersebut akan lebih baik bila dilakukan langsung pada uji awal. Desinfeksi terhadap benih dapat dilakukan sebelum pengujian sesuai yang disebutkan pada bagian 5.6.3.4. 5.6.3 Perlakuan Peningkatan Perkecambahan 5.6.3.1 Metode untuk mematahkan dormansi fisiologis a. Pemanasan pendahuluan (pre-heating) Sebelum pelaksanaan uji daya berkecambah, benih (yang telah disiapkan dalam ulangan dan belum diimbibisi) dipanaskan pada suhu 30–35°C selama tujuh hari. Pada beberapa kasus, perpanjangan periode pemanasan dapat dibutuhkan. Untuk spesies tertentu yang berasal dari daerah tropis dan subtropis, suhu pemanasan pendahuluan 40–50°C (contoh jati dan kemiri) dapat digunakan. b. Cahaya Cahaya diberikan minimal delapan jam dalam sehari semalam (24 jam) dan selama periode suhu tinggi jika benih diuji dengan suhu berganti. Kualitas dan intensitas cahaya mungkin penting. Intensitas cahaya berada di antara 750– 1.250 lux yang berasal dari lampu neon. Pencahayaan disarankan terutama untuk jenis benih halus, seperti jabon dan binuang bini. c. Perendaman dengan asam giberelat (GA3) Metode ini disarankan terutama untuk jenis intermediate, seperti pada Diera lowii. Media perkecambahan dilembabkan dengan larutan GA3 0,05% (500 mg GA3 dilarutkan dalam satu liter air). Apabila tingkat dormansi lemah, konsentrasi 0,02% mungkin cukup. Apabila dormasi lebih kuat, konsentrasi hingga 0,1% dapat digunakan secara rutin. Apabila diperlukan penggunaan konsentrasi di atas 0,1%, penggunaan GA3 harus dipastikan tidak memengaruhi perkembangan kecambah. Apabila konsentrasi GA3 lebih dari 0,08%, konsentrat ini harus dilarutkan dalam larutan D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 139

buffer fosfat (1,7799 gram Na2HP04.2H20 dan 1,3799 gram NaH2P04.H20 dalam satu liter air destilata). d. Perendaman dengan potasium nitrat (KN03) Media pertumbuhan dilembabkan dengan larutan KN03 0,2% (dua gram KN03 dilarutkan dalam satu liter air), seperti untuk benih kayu afrika (Maesopsis eminii). Pelembaban berikutnya cukup menggunakan air. e. Skarifikasi asam Benih direndam pada larutan H2S04 pekat hingga kulit benih terkelupas. Proses pengelupasan kulit benih dapat dilakukan dengan cepat atau bisa lebih dari satu jam, tetapi benih harus diamati setiap beberapa menit. Setelah proses pengelupasan, benih harus dicuci pada air yang mengalir sebelum benih diuji (misalnya Acacia sp. dan Hibiscus sp.). Skarifikasi dapat dilakukan dengan merendam benih pada larutan H2O2 (hidrogen peroksida) 1M selama 24 jam (setelah pre-heating pada 50±2°C), misalnya pada jenis Pinus sp. f. Skarifikasi mekanik Benih dipotong (seperti sengon), dikikir (seperti merbau dan aren), diampelas (seperti sengon buto), atau dikupas (seperti ulin) untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air dan udara. Perlakuan perlukaan benih harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan embrio sehingga benih dapat berkecambah. Bagian yang paling tepat untuk perlukaan ialah pada ujung kotiledon atau pada sisi kotiledon. 5.6.3.2 Perlakuan untuk benih keras Beberapa spesies sering ditemukan benih keras sehingga tidak perlu ada usaha yang dilakukan untuk membuatnya berkecambah dan persentase daya berkecambah dilaporkan. Apabila ada permintaan dari pelanggan, beberapa perlakuan pendahuluan perlu dilakukan. Prosedur ini diaplikasikan sebelum pengujian daya berkecambah. Namun, apabila diduga 140 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

perlakuan membawa pengaruh selain kepada benih keras, sebaiknya perlakuan diberikan pada benih-benih keras yang tersisa setelah periode pengujian dilakukan. a. Perendaman Benih dengan kulit yang keras dapat lebih cepat berkecambah setelah direndam dalam air selama 24–48 jam, atau untuk benih Acacia sp. direndam dalam air yang hampir mendidih dan dibiarkan sampai dingin dengan volume air tiga kali volume benih. Pengujian daya berkecambah harus segera dilakukan setelah perendaman selesai. b. Skarifikasi mekanis Penusukan dengan hati-hati kulit benih, pengguntingan kulit benih, pengikiran, atau penggosokan kulit benih pada ampelas dapat mematahkan dormansi benih [lihat bagian 5.6.3.1]. c. Skarifikasi asam Prosedur ini sangat efektif pada spesies Hibiscus sp. dan Acacia sp. 5.6.3.2 Prosedur untuk menghilangkan zat pengahambat a. Pencucian awal Substansi alami yang terdapat pada pericarp atau kulit benih yang bersifat menghambat perkecambahan dapat dihilangkan dengan mencuci benih pada air mengalir bersuhu 25±2°C sebelum diuji daya berkecambahnya. Setelah dicuci, benih dikeringkan pada suhu maksimal 20– 25°C (misalnya pada benih Beta vulgaris). Benih pelet tidak boleh dilakukan pencucian pendahuluan. b. Membuang struktur di bagian luar benih Perkecambahan beberapa jenis tanaman tertentu dipacu dengan membuang struktur luar, misalnya lemma dan palea dari Poaceae/Gramineae tertentu.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 141

5.6.3.4 Desinfektan benih Perlakuan fungisida dapat diaplikasikan sebelum benih dikecambahkan jika lot benih diketahui belum menerima perlakuan lain. Apabila perlakuan pendahuluan dengan fungisida dilakukan; nama bahan kimia, persentase bahan aktif, dan metode perlakuannya harus dilaporkan pada sertifikat analisis benih internasional ISTA (laporan hasil uji). 5.6.4 Periode Pengujian Periode pengujian untuk tiap-tiap jenis benih ditunjukkan pada Tabel 5.1. Waktu yang dibutuhkan untuk pematahan dormansi [lihat bagian 5.6.3] sebelum pengujian tidak termasuk dalam periode pengujian. Apabila pada saat evaluasi masih ada beberapa benih yang mulai berkecambah, waktu pengujian diperpanjang hingga tujuh hari atau setengah dari waktu pengujian yang telah ditetapkan. Sebaliknya, apabila daya berkecambah maksimal telah dicapai sebelum akhir periode pengujian, proses pengujian dapat diakhiri. Waktu pengamatan pertama merupakan perkiraan, tetapi harus sudah memungkinkan kecambah mencapai suatu tingkat perkembangan yang memenuhi evaluasi yang akurat. Waktu tersebut ditampilkan pada Tabel 5.1 dan terkait dengan suhu tertinggi. Apabila suhu yang lebih rendah dipilih, perhitungan pertama dapat ditunda. Untuk pengujian dalam pasir, hari terakhir tidak lebih dari 7–10 hari dan perhitungan pertama boleh dihilangkan. Pengamatan antara (intermediate) untuk mencabut kecambah yang telah cukup berkembang baik disarankan untuk mempermudah penghitungan dan menghindari pengaruhnya terhadap perkembangan kecambah lainnya. Jumlah dan tanggal perhitungan antara tergantung kebijaksanaan analis, tetapi harus dijaga pada tingkatan minimal untuk mengurangi risiko kerusakan kecambah yang kurang berkembang. Ketika benih diuji dengan media kertas, benih yang tidak berkecambah dan benih berkecambah (yang membutuhkan waktu tambahan 142 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

untuk mencapai fase perkembangan untuk dapat dievaluasi dengan akurat) dapat dipindahkan ke dalam substrat bam pada pengamatan pertama. Dalam pelaksanaannya, perlakuan harus hati-hati untuk memastikan kebenaran tiap ulangan dan menghindari kerusakan pada benih dan kecambah yang dipindahkan. 5.6.5 Evaluasi Kecambah Setiap kecambah harus dievaluasi dengan mengacu pada prinsip umum yang dijabarkan pada bagian 5.2.5–5.2.7. Untuk evaluasi, struktur penting harus berkembang dengan cukup agar dapat terdeteksi terjadinya ketidaknormalan. Pada akhir pengujian daya berkecambah, klasifikasi benih yang tidak berkecambah harus ditentukan sebagaimana ditetapkan pada bagian 5.6.5.3. 5.6.5.1 Kecambah Kecambah yang telah memenuhi stadia yang mana semua struktur esensial dapat dinilai secara akurat harus dicabut dari pengujian pada pengamatan pertama atau antara (intermediate). Kecambah yang sudah busuk parah harus dibuang untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Namun, kecambah yang meragukan dengan cacat lain harus dibiarkan di dalam media hingga pengamatan terakhir, kecuali jelas terlihat tidak akan berkembang menjadi kecambah normal, contohnya kecambah rusak atau kecambah putih. 5.6.5.2 Multigerm Seed Unit Apabila sebuah unit menghasilkan lebih dari satu kecambah normal, hanya satu yang dihitung untuk penetapan persentase daya berkecambah. Berdasarkan permintaan, boleh juga ditetapkan jumlah kecambah normal yang dihasilkan oleh 100 unit, atau jumlah unit yang menghasilkan satu, dua, atau lebih dari dua kecambah normal.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 143

5.6.5.3 Benih tidak tumbuh a. Benih keras Pada akhir pengujian daya berkecambah, benih keras dihitung dan dilaporkan seperti pada sertifikat ISTA. b. Benih segar Apabila 5% atau lebih benih diyakini sebagai benih segar, potensi untuk berkecambah harus ditentukan dengan uji pemotongan, tetrazolium, atau pengeluaran embrio. Benih yang mempunyai potensi perkecambahan dilaporkan sebagai benih segar, sedangkan yang ditetapkan tidak mempunyai potensi perkecambahan dilaporkan sebagai benih mati. Setelah penetapan ini, apabila terdapat keraguan apakah benih tersebut segar atau mati, benih digolongkan sebagai benih mati. Apabila hal tersebut tidak dapat diaplikasikan, langkah-langkah dalam bagian 5.6.3 harus dilakukan untuk mematahkan dormansi jika terdapat 5% atau lebih benih segar tidak tumbuh. c. Benih mati Benih yang jelas mati (lunak, bercendawan) dihitung dan dilaporkan pada laporan hasil uji. Apabila terlihat benih menghasilkan sedikit bagian berkecambah (seperti ujung akar primer) tetap busuk pada saat evaluasi, hasil dihitung sebagai kecambah abnormal dan bukan sebagai benih mati. d. Kategori lain Atas permintaan pelanggan; jumlah benih hampa, tidak berembrio, atau rusak karena serangga ditetapkan dan dilaporkan pada “Penetapan Lain” pada sertifikat analisis benih intenasional ISTA (laporan hasil uji). Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi kategori benih, yaitu: a. Sebelum pengujian daya berkecambah: 1) Uji dengan sinar X; hal ini dilakukan pada ulangan yang digunakan untuk pengujian daya berkecambah. 144 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2) Uji pemotongan; pengujian dilakukan dengan empat ulangan terpisah @100 benih dan benih direndam hingga 24 jam pada suhu ruang. Setiap benih dipotong sepanjang poros longitudinal kemudian dievaluasi dengan klasifikasi benih utuh dan diklasifikasikan sebagai penuh, hampa, tidak ada embrio, atau rusak oleh serangga. b. Sesudah pengujian daya berkecambah: Uji pemotongan atau pengujian sinar-X pada benih segar tidak tumbuh. Apabila dilakukan uji tetrazolium, persentase benih hampa dan benih rusak karena serangga dapat ditentukan ketika persiapan dan evaluasi. 5.7

Pengujian Ulang

Hasil uji daya berkecambah dapat dianggap tidak memuaskan dan tidak dapat dilaporkan, serta membutuhkan pengujan kedua dengan metode yang sama atau berbeda karena alasan berikut: a. Benih diduga mengalami dormansi (benih segar tidak tumbuh). Beberapa prosedur yang ditunjukkan dalam Tabel 5.1 atau dalam bagian 5.6.3.1 untuk mematahkan dormansi dapat diaplikasikan dalam satu atau lebih uji tambahan. Hasil uji yang dilaporkan ialah hasil uji yang memberikan hasil terbaik dan prosedur yang digunakan harus dilaporkan pada sertifikat analisis benih internasional ISTA (laporan hasil uji). b. Hasil pengujian tidak reliabel (menggambarkan keadaan sebenarnya) karena keracunan atau terserang cendawan atau bakteri. Pada kondisi demikian, uji ulang dilakukan dengan satu atau lebih metode alternatif seperti yang tercantum pada Tabel 5.1, atau pada pasir, media pertumbuhan organik, atau tanah. Jika diperlukan, pada saat pengujian jarak antarbenih dapat ditambah. Hasil uji yang dilaporkan ialah hasil uji yang memberikan hasil terbaik dan metode yang digunakan harus ditampilkan pada sertifikat analisis benih (laporan hasil uji). D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 145

c. Terdapat kesulitan dalam mengevaluasi sejumlah kecambah. Uji ulang dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih metode alternatif seperti yang tercantum pada Tabel 5.1, atau pada pasir, media pertumbuhan organik, atau tanah. Hasil uji yang dilaporkan adalah hasil uji yang memberikan hasil terbaik dan metode yang digunakan harus ditampilkan pada sertifikat analisis benih (laporan hasil uji). d. Terdapat bukti adanya kesalahan dalam kondisi pengujian, evaluasi, atau penghitungan kecambah. Uji ulang harus dilakukan dengan metode yang sama atau metode alternatif seperti dijelaskan pada Tabel 5.1 dan hasil dari uji ulang yang dilaporkan pada sertifikat analisis benih internasional ISTA (laporan hasil uji). e. Contoh benih tidak memberi respons yang memuaskan dari metode yang dipilih. Pengujian ulang diperlukan dengan satu atau lebih metode alternatif. Apabila perkecambahan sulit diamati atau memperlihatkan gejala fitotoksik, pengujian ulang harus dilakukan dengan menggunakan media pasir, media perkecambahan organik, atau dengan tanah pada suhu seperti yang dijelaskan pada Tabel 5.1. Penanaman contoh benih lain pada kultivar yang sama, yang diketahui berkecambah dengan baik dengan penanaman yang bersamaan, dapat digunakan sebagai panduan untuk evaluasi pada pengujian ulang tersebut. Hasil yang terbaik dan metode yang digunakan harus dicantumkan dalam sertifikat ISTA. f. Kisaran antarulangan melebihi kisaran maksimal yang ditoleransi pada Tabel 5.2. Pengujian ulang harus dilakukan dengan metode yang sama. Apabila hasil dari pengulangan kompatibel dengan yang pertama (yaitu perbedaan tidak melebihi toleransi yang disebutkan pada Tabel 5.3, 5.4, atau 5.5), rerata hasil pengujian yang dilaporkan dalam sertifikat ISTA [lihat bagian 5.8.1. tentang toleransi].

146 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

5.8

Penghitungan dan Penulisan Hasil

Hasil dari pengujian daya berkecambah dilaporkan sebagai persentase penjumlahan dari kecambah normal, kecambah abnormal, benih keras, benih segar, dan benih mati. Persentase rerata dinyatakan dalam bilangan bulat terdekat. Jumlah dari persentase kecambah normal, abnormal, benih keras, benih segar, dan benih mati harus 100 [lihat bagian 5.8.2 tentang pembulatan hasil]. Untuk benih dengan kecambah lebih dari satu, hanya satu perkecambahan normal tiap unit yang dihitung untuk dijumlahkan dalam pengujian daya berkecambah. Apabila ada permintaan; benih yang menghasilkan satu, dua, atau lebih dari dua perkecambahan normal dapat juga dilaporkan. Hasil ini menggambarkan presentase jumlah total perkecambahan atau alternatif jumlah total perkecambahan yang dihasilkan oleh sejumlah benih tertentu. 5.8.1 Toleransi Hasil uji daya berkecambah dapat diterima hanya jika perbedaan antara data yang tertinggi dan terendah antarulangan tidak lebih dari toleransi maksimal. Berikut ini kondisi penggunaan tabel toleransi.  Tabel 5.2 digunakan untuk memeriksa reliabilitas hasil pengujian. Rerata persentase dari ulangan dibulatkan pada bilangan angka yang terdekat dan dibandingkan dengan tabel 5.2. Hasil uji reliabel jika selisih antara data tertinggi dan terendah pada ulangan tidak lebih dari yang tertera pada tabel toleransi. Toleransi digunakan setidaknya pada kategori kecambah normal.  Apabila kisaran dari ulangan melebihi batas toleransi maksimal pada Tabel 5.2, pengujian ulang harus dilakukan.  Apabila hasil pengujian kedua dengan metode yang sama berada dalam toleransi dengan pengujian pertama (yaitu perbedaan dua pengujian tersebut tidak melebihi toleransi D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 147

yang diatur pada Tabel 5.3), rerata dari kedua pengujian tersebut dilaporkan pada sertifikat ISTA.  Apabila hasil pengujian kedua tidak toleran dengan pengujian pertama (yaitu perbedaan antara kedua pengujian tersebut melebihi toleransi pada Tabel 5.3), pengujian ketiga harus dilakukan.  Apabila ketiga pengujian tersebut toleran (yaitu perbedaan di antara ketiga pengujian tersebut tidak melebihi batas toleran pada Tabel 5.4), rerata dari ketiga pengujian tersebut yang dilakukan dengan metode yang sama harus dilaporkan.  Apabila ketiga pengujian tersebut tidak toleran (perbedaan antara ketiga pengujian tersebut melebihi batas toleransi Tabel 5.4), hasil tertinggi yang kompatibel yang diperoleh dari perbandingan ketiga pasangan pengujian yang dilaporkan (perbandingan antara pengujian 1 dan 3, pengujian 2 dan 3, dan pengujian 1 dan 2 telah diketahui di luar toleransi).  Apabila setelah dilakukan pengujian pengulangan yang kedua tidak ditemukan hasil yang kompatibel, pengujian keempat harus dilakukan.  Rerata dari hasil keempat pengujian dengan menggunakan metode yang sama dilaporkan jika keempat pengujian tersebut toleran (perbedaan antara keempat pengujian tersebut tidak melebihi toleransi pada Tabel 5.5).  Apabila keempat pengujian tersebut tidak toleran (perbedaan dari hasil keempat pengujian tersebut melebihi toleransi pada Tabel 5.5), kombinasi tiga pengujian yang paling kompatibel yang dihasilkan dari keempat pengujian tersebut yang dilaporkan (perbandingan pengujian 1, 2, dan 3; pengujian 1, 2, dan 4; dan pengujian 2, 3, dan 4).  Apabila setelah dilakukan perbandingan antara ketiga kombinasi pengujian tetap tidak ditemukan hasil yang kompatibel, hasil kombinasi yang paling kompatibel dari enam kombinasi yang dihasilkan dari empat pengujian 148 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

(perbandingan antara pengujian 1 dan 2; 1 dan 3; 1 dan 4; 2 dan 3; 2 dan 4; serta 3 dan 4).  Apabila telah dilakukan perbandingan antara enam kombinasi pengujian tetap tidak didapatkan hasil yang kompatibel, tidak ada hasil pengujian yang dilaporkan. Selanjutya, kepada pelanggan diinformasikan bahwa contoh benih memiliki variasi perkecambahan yang tidak dapat diterima. Persentase daya berkecambah dilaporkan pada sertifikat ISTA disertai metode yang digunakan. Pada aturan yang sudah ditetapkan, pengujian daya berkecambah menggunakan 400 benih. Apabila benih yang diuji kurang dari 400, jumlah benih yang digunakan pada pengujian harus dilaporkan. Selanjutnya, Gambar 5.2 menjelaskan diagram alir prosedur pengujian ulang untuk mencapai nilai hasil uji yang toleran. 5.8.2 Pembulatan Hasil Pembulatan pertama dari persentase kecambah normal nilai atas atau bawah ke angka terdekat (xx,O dan xx,25 dibulatkan ke xx; xx.50 dan xx.75 dibulatkan ke xx+1). Persentase komponen ditambahkan setelah pembulatan. Apabila hasilnya 100, prosedur telah terpenuhi. Namun, apabila tidak, hal-hal yang harus dilakukan, antara lain: a. Hasil dengan nilai desimal paling tinggi dicari di antara persentase komponen pengujian (kecambah abnormal, benih keras, benih segar, dan benih mati); persentasenya dibulatkan ke nilai di atasnya; nilai tersebut dibiarkan sebagai hasil akhir; b. Persentase komponen lain dibulatkan ke atas; c. Apabila hasilnya 100, perhitungan dianggap telah selesai; apabila tidak sama dengan 100, perhitungan dilanjutkan dengan tahap 1 dan 2.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 149

Apabila terdapat desimal yang sama, prioritas penambahan ke atas secara berturut-turut: kecambah abnormal - benih keras benih segar dan mati.

150 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Gambar 5.2 Diagram alir prosedur untuk ulangan dalam pengujian dan uji ulang yang tidak masuk toleransi

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 151

5.9

Pelaporan Hasil

Hasil pengujian daya berkecambah harus dilaporkan pada tempat yang disediakan, meliputi: a. Lama pengujian yang sebenarnya (dalam hari [tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk perlakuan khusus pada spesies tertentu atau metode yang digunakan untuk merangsang perkecambahan]). b. Persentase yang dinyatakan dalam angka bulat terdekat [lihat bagian 5.8.2] untuk kecambah normal, benih keras, benih segar, kecambah abnormal, dan benih mati. Apabila suatu kategori tidak ditemukan, hasil harus dilaporkan sebagai “0”. c. Metode yang digunakan. d. Jumlah benih yang digunakan untuk menghitung persentase daya berkecambah jika kurang dari 400 benih yang diuji. Informasi tambahan berikut ini juga harus dilaporkan dalam “Penetapan Lain”. a. Metode perkecambahan menggunakan singkatan yang digunakan dalan Tabel 5.1, termasuk paling tidak substrat dan suhu. b. Perlakuan atau metode yang digunakan untuk merangsang perkecambahan [lihat bagian 5.6.3]. c. Durasi dalam hari untuk perlakuan khusus atau metode untuk mempercepat perkecambahan, kecuali pada kasus pre-storage. Apabila dilakukan pengujian ganda seperti yang dijelaskan pada Tabel 5.1, hasil pengujian pertama dengan perlakuan pematahan dormansi ialah yang dilaporkan dalam sertifikat ISTA. Hasil pengujian kedua, yaitu pengujian tanpa perlakuan pematahan dormansi, dilaporkan pada kolom “Pengujian lain".

152 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Apabila diminta, informasi berikut dapat pula dilaporkan: a. Hasil pengujian paralel atau tambahan jika ada. b. Viabilitas benih yang tidak berkecambah dan metode untuk menetapkannya. c. Katagori benih yang tidak berkecambah [seperti tertera pada bagian 5.6.5.3] dan metode untuk menetapkannya. d. Pada kasus multigerm seed units, jumlah kecambah normal yang dihasilkan oleh 100 unit benih dan proporsi unit yang menghasilkan satu, dua, atau lebih dari dua kecambah normal. 5.10 Metode Perkecambahan Tabel 5.1 menunjukan substrat yang boleh digunakan, durasi pengujian, dan perlakuan tambahan yang dianjurkan terhadap benih dorman. Apabila metode-metode ditetapkan untuk suatu kelompok spesies, hanya spesies-spesies tersebut terutama yang tercantum pada Tabel 5.1 yang dapat tercakupi. Untuk spesies tertentu pada Tabel 5.1, “pengujian ganda” (dengan atau tanpa pre-chilling) diharuskan, seperti disebutkan pada kolom 6. Metode yang jarang atau tidak biasa digunakan ditempatkan dalam tanda kurung, contohnya TTZ (atau EET). Substrat; urutan substrat yang disebutkan tidak menunjukan tingkatan pilihan: UDK, UAK, media kertas ditutupi pasir, pasir, dan media organik. UDK dan UAK dapat diganti oleh UKDdp. Suhu; urutan suhu alternatif ialah sama dan tidak menunjukan tingkat pilihan, suhu berganti diawali dengan suhu tertinggi, suhu konstan diawali dengan suhu tertinggi. Penghitungan pertama; waktu untuk penghitungan pertama merupakan perkiraan dan mengacu pada alternatif suhu tertinggi pada substrat kertas. Apabila suhu lebih rendah dipilih atau apabila pengujian dilakukan dalam pasir, penghitungan pertama dapat ditunda. Untuk pengujian pada pasir dengan penghitungan akhir setelah 7–10 (14) hari, penghitungan pertama boleh tidak dilakukan D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 153

Cahaya; penyinaran pada pengujian umumnya disarankan untuk kepentingan pertumbuhan kecambah yang lebih baik. Dalam kasus tertentu, cahaya dibutuhkan untuk merangsang perkecambahan benih dorman. Pada kondisi lain, cahaya [mungkin] merupakan penghambat perkecambahan sehingga substrat harus diletakkan di tempat gelap. Hal ini ditunjukkan pada kolom terakhir. Metode pematahan dormansi; apabila dilakukan lebih dari satu metode pematahan dormansi [tidak ditentukan urutan metode yang digunakan], setiap kombinasi metode dapat digunakan. Namun, apabila pre-drying atau H2S04 digunakan dalam kombinasi dengan metode lainnya, metode tersebut harus dilakukan sebelum metode yang lain. Singkatan; [untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada bagian 5.6.2 dan 5.6.3]. UAK UKDdp UDK UDP GA3 HNO3 H2SO4 KNO3

uji antarkertas uji kertas dilipat/digulung uji di atas kertas uji di atas pasir Gunakan larutan asam giberelin yang dicampur dengan air Rendam benih dalam 1-N asam nitrat sebelum pengujian daya berkecambah Rendam benih dalam asam sulfat pekat sebelum dilakukan pengujian daya berkecambah Gunakan larutan 0,2% potasium nitrat selain air

154 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 155

156 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 157

158 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 159

160 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 161

5.11 Tabel Toleransi Tabel 5.2 menunjukan kisaran maksimal (perbedaan antar data tertinggi dan terendah) dalam persentase perkecambahan yang dapat ditoleransi antarulangan. Kondisi ini diberlakukan hanya pada variasi pengambilan contoh benih secara acak dengan probabilitas 0,025. Untuk mencari kisaran maksimal yang diperbolehkan, persentase rerata dihitung dari semua ulangan pada bilangan bulat terdekat jika diperlukan. Pada pengujian 400 atau 200 butir benih, empat atau dua ulangan, masing-masing 100 butir dalam suatu ulangan didapat dengan menggabungkan subulangan-subulangan yang terdiri atas 50 atau 25 butir benih yang saling berdekatan dalam germinator. Kemudian, hasil tiap dua ulangan dihitung dengan menghasilkan dua nilai rerata persentase perkecambahan. Rerata persentase perkecambahan diletakkan dalam bagian yang sesuai pada tabel untuk jumlah benih yang diuji, lalu dibaca toleransi dalam kolom yang berdampingan. Apabila perbedaan antarnilai ulangan tertinggi dengan terendah tidak melebihi nilai toleransi, pengujian dapat diterima. Tabel 5.2 Kisaran toleransi maksimal antarulangan dalam suatu pengujian (two-way test at 2,5% significance level) Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50% Bagian 1. Empat ulangan @ 100 butir benih 99 2 98 3 97 4 96 5 95 6 93–94 7–8 91–92 9–10 89–90 11–12 87–88 13–14 84–86 15–17

Toleransi 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

162 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50% 81–83 18–20 78–80 21–23 73–77 24–28 67–72 29–34 56–66 35–45 51–55 46–50

Toleransi 15 16 17 18 19 20

Bagian 2. Dua ulangan @ 100 butir benih 99 2 98 3 96–97 4–5 95 6 93–94 7–8 90–92 9–11 88–89 12–13 84–87 14–17 81–83 18–20 76–80 21–25 69–75 26–32 55–68 33–46 51–54 47–50

4 5 7 7 8 9 10 11 12 13 14 25 16

Bagian 3. Dua ulangan @ 50 butir benih 99 2 98 3 97 4 96 5 95 6 94 7 92–93 8–9 90–91 10–11 89 12 86–88 13–15 84–85 16–17 81–83 18–20 78–80 21–23 74–77 24–27 70–73 28–31 63–69 32–38 51–62 39–50

5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 163

Tabel 5.3 Toleransi antara dua hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (two-way test at 2,5% significance level) Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50%

Toleransi

Bagian 1. Dua pengujian @ 400 benih 98–99 2–3 95–97 4–6 91–94 7–10 85–90 11–16 77–84 17–24 60–76 25–41 51–59 42–50

2 3 4 5 6 7 8

Bagian 2. Dua pengujian @ 200 benih 99 2 98 3 96–97 4–5 94–95 6–7 91–93 8–10 87–90 11–14 82–86 15–19 75–81 20–26 64–74 27–37 51–63 38–50

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Bagian 3. Dua pengujian @ 100 benih 99 2 98 3 96–97 4–5 95 6 93–94 7–8 90–92 9–11 88–89 12–13 84–87 14–17 81–83 18–20 76–80 21–25 69–75 26–32 55–68 33–46 51–54 47–50

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

164 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 5.4 Toleransi antar-3 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (twoway test at 2,5% significance level) Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50%

Toleransi

Bagian 1. Tiga pengujian @ 400 benih 99 2 97–98 3–4 94–96 5–7 90–93 8–11 85–89 12–16 78–84 17–23 66–77 24–35 51–65 36–50

2 3 4 5 6 7 8 9

Bagian 2. Tiga pengujian @ 200 benih 99 2 97–98 3–4 96 5 94–95 6–7 91–93 8–10 88–90 11–13 84–87 14–17 79–83 18–22 72–78 23–29 60–71 30–41 51–59 42–50

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bagian 3. Tiga pengujian @ 100 benih 99 2 98 3 97 4 96 5 95 6 93–94 7–8 91–92 9–10 89–90 11–12 87–88 13–14 84–86 15–17 81–83 18–20 77–80 21–24

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 165

71–76 64–70 51–53

25–30 31–37 38–50

16 17 18

Tabel 5.5 Toleransi antar-4 hasil pengujian pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila dilakukan di laboratorium yang sama (twoway test at 2,5% significance level) Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50%

Toleransi

Bagian 1. Empat pengujian @ 400 benih 99 2 97–98 3–4 95–96 5–6 92–94 7–9 88–91 10–13 82–87 14–19 74–81 20–27 60–73 28–41 51–59 42–50

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bagian 2. Empat pengujian @ 200 benih 99 2 98 3 97 4 95–96 5–6 93–94 7–8 90–92 9–11 87–89 12–14 83–86 15–18 78–82 19–23 72–77 24–29 61–71 30–40 51–60 41–50

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Bagian 3. Empat pengujian @ 100 benih 99 2 98 3 97 4 96 5 95 6

5 6 7 8 9

166 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Rerata persentase perkecambahan 51–100% 0–50% 93–94 7–8 91–92 9–10 89–90 11–12 87–88 13–14 84–86 15–17 81–83 18–20 78–80 21–23 73–77 24–28 68–72 29–33 56–67 34–45 51–55 46–50

Toleransi 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 167

VI. PENGUJIAN VIABILITAS BENIH SECARA BIOKIMIA: UJI TOPOGRAFI TETRAZOLIUM 6.1

Tujuan

Tujuan pengujian secara biokimia, yaitu: a. Membuat pendugaan secara cepat mengenai viabilitas contoh benih pada umumnya dan benih-benih yang menunjukan dormansi pada khususnya. b. Menetapkan viabilitas dari individu benih dorman atau viabilitas dari contoh kerja. Dalam hal ini, penetapan terutama bagi benih yang pada akhir pengujian perkecambahannya menunjukan persentase benih dorman yang tinggi [lihat bagian 5.6.5]. 6.2

Definisi

Uji topografi tetrazolium ialah uji biokimia yang dapat digunakan untuk menilai viabilitas benih secara cepat, yaitu : a. b. c. d.

Jika benih harus segera diitabur setelah panen. Benih dengan dormansi cukup lama. Benih yang menunjukan perkecambahan yang lambat. Jika diperlukan pendugaan yang sangat cepat mengenai potensi perkecambahan. e. Dapat juga dipergunakan untuk menetapkan viabilitas individu benih pada akhir pengujian perkecambahan khususnya bila benih diduga mengalami dormansi [lihat bagian 5.6.3]. f. Untuk mengetahui adanya perkecambahan dan berbagai tipe kerusakan panen dan atau kerusakan akibat pemrosesan (kerusakan karena pemanasan, kerusakan mekanis, kerusakan karena serangga). g. Untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam pengujian perkecambahan, jika alasan penyebab abnormal

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 169

tidak jelas, diduga karena perlakuan dengan pestisida, dan sebagainya. Benih viabel menunjukan pewarnaan pada seluruh jaringan benih yang diperlukan untuk perkembangan kecambah yang normal. Daerah tak berwarna dengan luasan kecii pada beberapa bagian jaringan dapat diterima, tergantung pada spesies. Benih viabel menunjukan adanya aktivitas biokimia yang potensial untuk menghasilkan kecambah normal. Benih nonviabel menunjukan defisiensi dan atau keabnormalan dari sifat alami yang dapat menghambat perkembangannya menjadi kecambah normal. Pengujian ini valid untuk semua spesies yang menggunakan metode seperti dijelaskan pada Tabel 6.1. Apabila laporan hasil uji berdasarkan ISTA, pengujian dilakukan sesuai dengan metode yang terdapat dalam tabel tersebut. Uji tetrazolium alat serbaguna yang mungkin dapat digunakan selain dalam rangka penerbitan hasil uji. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada handbook on Tetrazolium Testing dan ISTA Working Sheets on Tetrazolium Tests. 6.3

Prinsip Umum

Dalam uji topografi tetrazolium, larutan 2,3,5-trifenil tetrazolium klorida atau bromida yang tidak berwarna digunakan sebagai indikator yang menunjukan proses reduksi yang terjadi di dalam sel-sel hidup. Indikator diimbibisi oleh benih. Di dalam jaringan benih, indikator berinteraksi dengan proses reduksi pada sel-sel hidup dan menerima hidrogen dari proses dehidrogenasi. Melalui hidrogenasi, dari 2,3,5-trifenil tetrazolium klorida terbentuk trifenil formazan yang berwarna merah, stabil, dan merupakan zat yang tidak larut yang diproduksi dalam sel hidup. Zat inilah yang membuat perbedaan warna merah pada bagian benih yang hidup dari bagian tidak berwarna pada benih yang mati.

170 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Selain benih viabel dengan pewarnaan yang sempurna/ seluruhnya berwarna merah dan benih mati yang seluruhnya tidak berwarna, terdapat pula benih-benih dengan pewarnaan sebagian. Luas dari bagian yang merah (jaringan hidup) dan bagian yang tidak berwarna (jaringan mati), serta daerah di mana nekrotik itu berada dan intensitas pewarnaannya digunakan untuk mengategorikan apakah benih tersebut viabel atau nonviabel. Luas dan letak jaringan mati (nekrotik) yang sangat menentukan ini bervariasi pada masing-masing spesies. Perbedaan warna pada jaringan dan lokasi jaringan yang terlihat sehat, lemah, atau mati, harus dipertimbangkan untuk menentukan bagian yang diperbolehkan untuk dianggap viabel. 6.4

Bahan

6.4.1 Larutan Tetrazolium Bhan yang diigunakan ialah larutan 2,3,5-trifenil tetrazolium klorida atau bromida dengan pH 6,5–7,5. Konsentrasi yang digunakan biasanya 1%, tetapi dapat pula digunakan yang konsentrasinya rendah atau lebih tinggi. Akuades yang digunakan untuk melarutkan larutan tetrazolium harus yang ber-pH antara 6,5 dan 7,5. Untuk memastikan pH dalam kisaran tersebut, buffer phosphat dapat digunakan, seperti yang dijelaskan pada bagian 6.4.2. Ketika menggunakan bufer, jumlah garam tetrazolium (klorida atau bromida) harus benar dilarutkan dalam bufer untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi yang tepat, misalnya 1 gram garam tetrazolium per 100 ml bufer akan menghasilkan larutan 1%. 6.4.2 Larutan Bufer Larutan bufer dibuat dengan menggunakan akuades dengan menyiapkan dua larutan. Larutan 1: sebanyak 9,078 gram KH2P04 dilarutkan ke dalam 1.000 ml akuades. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 171

Larutan 2: sebanyak 9,472 gram Na2HP04 dilarutkan ke dalam 1.000 ml akuades, atau sebanyak 11,876 gram Na2HP04.2H20 dilarutkan ke dalam 1.000 ml akuades. Dua bagian dari larutan 1 dicampurkan dengan tiga bagian larutan 2, kemudian diperiksa pH-nya yang berkisar 6,5–7,5. 6.5

Prosedur

6.5.1 Contoh Kerja Pengujian dilaksanakan pada empat ulangan; masing-masing sebanyak 100 benih murni yang diambil secara acak dari salah satu bagian fraksi benih murni, seperti yang dijelaskan pada Bab III, atau dari fraksi yang mewakili pada contoh kirim. Fraksi benih murni dicampur dengan sempurna dan harus diperhatikan dengan benar ketika pengambilan benih, serta harus dipastikan tidak ada seleksi benih yang menyebabkan hasil yang bias. Pengujian dapat pula dilakukan pada individu benih yang tidak berkecambah yang ditemukan pada akhir pengujian daya berkecambah. 6.5.2 Persiapan dan Perlakuan pada Benih Benih harus diberi perlakuan pendahuluan untuk memudahkan penetrasi larutan tetrazolium. 6.5.2.1 Pelembaban benih Pelembaban ialah persiapan yang diperlukan untuk pewarnaan beberapa spesies dan sangat dianjurkan untuk spesies yang lain. Benih yang berimbibisi biasanya mudah dibelah dan dapat dipotong atau ditusuk dengan lebih mudah daripada benih kering. Selain itu, pewarnaan lebih merata dan memudahkan evaluasi. Pelembaban dilakukan pada suhu 20°C dengan periode minimal ditunjukkan pada Tabel 6.1. Apabila kulit benih menghambat imbibisi, kulit harus ditusuk (misalnya Fabaceae/Leguminosae). Apabila suhu yang digunakan lebih 172 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

tinggi atau lebih rendah, waktu pelembaban disesuaikan. Waktu dan suhu yang digunakan dilaporkan dalam hasil uji. a. Pelembaban lambat Benih dibiarkan untuk imbibisi di atas kertas atau di antara kertas sesuai dengan metode pengujian perkecambahan (Tabel 6.1). Cara ini seharusnya digunakan untuk spesies yang benihnya cenderung patah jika direndam langsung dalam air. Pelembaban lambat ini juga dapat menguntungkan untuk benih tua dan kering dari beberapa spesies. Namun pada beberapa spesies lain, pelembaban lambat ini tidak dapat membuat benih imbibisi penuh sehingga diperlukan waktu perendaman yang lebih lama dalam air. b. Perendaman dalam air Benih terendam penuh dalam air dan didiamkan hingga terimbibisi sempurna. Apabila lama perendaman lebih dari 24 jam, air harus diganti. Apabila pada persentase benih keras dari Fabaceae (Leguminosae) ditentukan untuk dilaporkan di laporan hasil uji, benih harus direndam dalam air pada suhu 20°C selama 22 jam. Penggunaan prosedur lain mungkin dapat menyebabkan keragaman yang besar pada hasil pengujian. 6.5.2.2 Pembukaan jaringan untuk pewarnaan Pada beberapa spesies (Tabel 6.1), jaringan perlu dibuka sebelum pewarnaan untuk memudahkan penetrasi larutan tetrazolium dan memudahkan evaluasi. Jaringan esensial dan nonesensial harus diamati secara kritis untuk menetapkan viabilitas benih. Prosedur untuk membuka jaringan internal telah ditetapkan sehingga kerusakan yang tidak dapat dihindarkan karena teknik persiapan dapat diketahui dengan mudah selama pengujian. Kulit benih dapat dibuka atau dihilangkan dengan menggunakan bermacam-macam teknik persiapan yang berbeda, seperti yang diuraikan di bawah ini. Benih harus D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 173

dijaga kelembabannya hingga seluruh ulangan lengkap. Setelah itu, benih direndam dalam larutan tetrazolium. Selama pelembaban, beberapa jenis benih menghasilkan getah lengket yang menghambat persiapan selanjutnya. Getah lengket dapat dikurangi dengan mengeringkan permukaannya, yaitu dengan menggosokkan benih pada kain atau meletakkan di antara kertas, atau merendam benih dalam larutan 1–2% aluminium potasium sulfat (AIK(S04)2.12H20) selama lima menit setelah pelembaban. 6.5.2.2.1 Penusukan benih Benih lunak atau benih keras ditusuk dengan menggunakan jarum atau skalpel yang tajam pada bagian benih yang nonesensial. 6.5.2.2.2 Pemotongan longitudinal a. 1) Untuk semua benih monokotil, pemotongan longitudinal dibuat melalui bagian tengah poros embrio dan kira-kira 3/4 dari panjang endosperma. 2) Untuk benih jenis dikotil tanpa endosperma dan dengan embrio lurus, pemotongan longitudinal dibuat melalui bagian tengah distal setengah dari kotiledon; poros embrio dibiarkan tidak dipotong. b. Di dalam benih terdapat sebuah embrio yang dikelilingi jaringan hidup; pemotongan longitudinal yang aman dapat dibuat di sepanjang sisi embrio. 6.5.2.2.3 Pemotongan transversal Pemotongan transversal dibuat melalui jaringan nonesensial dengan menggunakan skalpel, silet, gunting kuku, atau alat yang serupa. 1) Benih monokotil dipotong secara transversal dengan cepat di bagian atas embrio dan ujung embrio direndam dalam larutan tetrazolium. 174 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

2) Benih dikotil dengan embrio lurus dan tanpa endosperma dipotong dan dibuang 1/3 hingga 2/5 dari ujung distal kotiledon. 3) Benih Coniferous dipotong fraksi kecil dari kedua ujungnya; cukup besar untuk menjamin bahwa rongga embrio terbuka tanpa menyebabkan kerusakan berat pada embrio. 6.5.2.2.4 Torehan/pelukaan transversal Torehan dapat digunakan sebagai pengganti pemotongan transversal. Hal ini merupakan metode yang lebih baik untuk menghindari kerusakan struktur benih. Perlakuan ini dilakukan jika kulit benih keras terhadap benih tanaman hutan. 6.5.2.2.5 Pengeluaran embrio (Excision of the embryo) Pengeluaran embrio dapat digunakan untuk jenis yang mudah memisahkan embrio dari kotiledon, seperti jenis Pinus sp., Falcataria moluccana, dan Acacia sp. Pengeluaran embrio dilakukan dengan pembukaan menggunakan pisau pembedah (dissecting lancet). Pisau ditusukkan menembus endosperma tepat di bagian atas scutellum dan sedikit pusatnya, kemudian dipelintir hati-hati sehingga endosperma membuka menurut panjangnya. Cara lainnya ialah dengan memotong bagian kulit benih (tidak merusak struktur bagian dalam), kemudian dilembabkan selama 24 jam dan dibuka kulit benihnya. Embrio (dengan scutellum) menjadi longgar/terlepas dari endosperma dan dapat diambil, serta dipindahkan ke larutan tetrazolium. 6.5.2.2.6 Pengupasan kulit benih Apabila teknik pemotongan tidak ada yang sesuai, seluruh kulit benih (dengan beberapa jaringan penutup yang lain) harus dihilangkan. Apabila penutup luar benih keras, seperti Leguminoceae/Fabaceae dan drupe (buah batu), dapat dibelah/dipecahkan jika benih kering atau setelah pelembaban. Pemecahan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Kulit benih yang keras dapat dikupas setelah D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 175

pelembaban dengan mengirisnya secara hati-hati menggunakan skalpel yang tajam atau jarum pembuka dan mengupasnya. 6.5.2.3 Tekanan rendah Metode tekanan rendah menggunakan tekanan subatmosfer untuk mempercepat meresapnya larutan tetrazolium ke dalam jaringan benih. Benih kering [dipersiapkan seperti dijelaskan pada Tabel 6.1] ditempatkan dalam larutan tetrazolium 1% dan dihilangkan gasnya hingga mendapatkan tekanan subatmosfer kira-kira 18662 Pa (140 Torr) selama 10 menit. Tekanan kemudian ditingkatkan perlahan-lahan selama satu menit hingga tingkat atmosfer normal. Perlakuan ini diulang tiga kali. 6.5.3 Pewarnaan Benih atau embrio harus terendam seluruhnya dalam larutan tetrazolium. Benih-benih kecil yang sulit ditangani dapat dilembabkan dan disiapkan di selembar kertas yang kemudian digulung/dilipat dan direndam dalam larutan tetrazolium. Larutan tersebut tidak boleh terkena cahaya langsung karena akan mereduksi garam tetrazolium. Suhu optimal dan waktu pewarnaan sesuai dengan yang tertera pada Tabel 6.1. Waktu pewarnaan tidak mutlak harus dilaksanakan karena dapat beragam sesuai dengan kondisi benihnya. Pengalaman menunjukan bahwa evaluasi dapat dipercepat atau diperlambat. Waktu pewarnaan mungkin diperpanjang jika benih belum terwarnai dengan sempurna. Hal ini untuk membuktikan apakah pewarnaan yang kurang dari sebagaimana mestinya disebabkan oleh lambatnya penyerapan garam tetrazolium atau merupakan indikasi kekurangan atau kerusakan di dalam benih. Warna normal bagian hidup dari benih dicirikan oleh merah cerah. Pewarnaan yang berlebihan (merah kebiruan) harus dihindari karena hal ini dapat menyamarkan perbedaan pola pewarnaan yang disebabkan benih lemah dan kerusakan spesifik seperti akibat pembekuan.

176 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Untuk beberapa spesies, sedikit fungisida atau antibiotik dapat ditambahkan ke dalam larutan tetrazolium untuk menghindari pembentukan larutan berbusa dengan endapan gelap. Pada akhir periode pewarnaan, larutan tetrazolium dituang dan benih dibilas dengan air, kemudian diamati. 6.5.4 Evaluasi Tujuan utama pengujian tetrazolium ialah membedakan benih viabel dan nonviabel. Setiap benih diamati dan dievaluasi sebagai benih viabel dan nonviabel berdasarkan pola pewarnaan dan kenampakan jaringan yang kuat. Prosedur persiapan, perlakuan, dan evaluasi setiap spesies disajikan pada bagian 6.5.2.1 dan Tabel 6.1. Penetapan suatu benih viabel atau nonviabel dilakukan secara langsung berdasarkan perbedaan jaringan benih yang akan muncul dan berkembang menjadi kecambah normal, yang merupakan ciri khas spesiesnya. Benih yang viabel ialah benih yang menunjukan potensi untuk menghasilkan kecambah yang normal. Benih tersebut terwarnai penuh, atau apabila hanya sebagian yang berwarna, pola pewarnaannya menunjukan bahwa struktur esensialnya viabel. Benih nonviabel ialah semua benih yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dan termasuk benih yang menunjukan warna yang tidak jelas dan/atau struktur esensialnya lemah. Benih dengan perkembangan embrio atau struktur esensial lain yang secara nyata terlihat abnormal dianggap sebagai benih nonviabel, terlepas apakah berwarna atau tidak. Embrio rudimenter yang tidak sempurna pada benih konifera digolongkan sebagai nonviabel. Evaluasi benih dengan tepat perlu memperhatikan embrio dan struktur esensial lainnya. Lampu dan kaca pembesar yang tepat juga sangat diperlukan untuk pengujian secara tepat. Kebanyakan benih terdiri atas jaringan esensial dan nonesensial. Struktur esensial adalah meristem dan semua struktur yang diperlukan untuk perkembangan kecambah normal. Benih yang berkembang baik dan berdiferensiasi mempunyai kemampuan untuk memperbaiki nekrosis kecil. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 177

Dalam hal ini, nekrosis terjadi ringan dengan batasan tertentu yang dapat ditoleransi, walaupun di dalam jaringan esensial. Evaluasi yang dilakukan dengan teliti dapat membedakan antara benih viabel dan nonviabel. Viabilitas yang ditentukan dengan pengujian tetrazolium menunjukan karakteristik mutu yang unik dan berbeda pada benih yang dorman. Viabilitas merupakan hasil yang secara jelas tidak tergantung pada pengujian perkecambahan. Namun, tidak aka nada perbedaan yang nyata antara viabilitas dan persentase perkecambahan benih jika benih: - tidak dorman atau benih keras atau telah diperlakukan lebih dulu untuk mematahkan dormansi dan kekerasan benih; - tidak terinfeksi atau telah didesinfeksi; - belum disemprot di lapangan atau diberi perlakuan selama pengolahan atau difumigasi selama penyimpanan dengan bahan kimia berbahaya; - belum berkecambah; - belum rusak selama pengujian perkecambahan dengan durasi normal atau diperpanjang; - telah dikecambahkan pada kondisi yang optimal. 6.6

Penghitungan, Penulisan Hasil dan Toleransi

Pengujian jumlah benih yang dinyatakan viabel dihitung per ulangan. Untuk memeriksa kepercayaan hasil pengujian, persentase rerata dari ulangan dihitung, dibulatkan pada angka terdekat, dan dibandingkan dengan Tabel 6.2. Hasil yang dipertimbangkan dapat dipercaya jika perbedaan antarulangan tertinggi dan terendah tidak melebihi toleransi. Jarak toleransi maksimal dari ulangan sama dengan pengujian perkecambahan. Untuk memutuskan dua pengujian yang dilakukan secara bebas dalam laboratorium yang sama, Tabel 6.3 dapat digunakan. Apabila dua pengujian dilakukan dalam laboratorium berbeda, Tabel 6.4 dapat digunakan. Untuk kedua kondisi tersebut, rerata persentase viabilitas dari dua pengujian dihitung. 178 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Pengujian dinyatakan sesuai/diterima jika perbedaan antara kedua hasil tidak melebihi toleransi yang ditunjukkan untuk rerata yang dihitung pada masing-masing tabel. 6.7

Pelaporan Hasil

Hasil penggujian tetrazolium dilaporkan di dalam kolom “Penetapan Lain” sebagai berikut: - Pengujian tetrazolium: …% benih viabel. - Apabila ada prosedur pengujian (waktu pelembaban, konsentrasi tetrazolium, waktu dan suhu proses pewarnaan) yang menyimpang dari ketentuan seperti pada Tabel 6.1, penyimpangan tersebut juga harus dilaporkan. - Apabila benih secara individual diuji pada akhir pengujian perkecambahan, hasilnya harus dilaporkan sesuai dengan ketentuan pada bagian 6.9. Sebagai tambahan khusus untuk Fabaceae, salah satu dari berikut dan hanya satu yang harus dilaporkan: - Persentase benih keras yang ada dalam pengujian; atau - Persentase benih keras termasuk benih viaebe yang dilaporkan. Informasi lebih terperinci dapat dilaporkan oleh laboratorium pengujian benih, seperti persentase benih hampa, persentase benih dengan larva, dan benih patah atau busuk. Berikut ini beberapa penjelasan terkait prosedur untuk pengujian tetrazolium (Tabel 6.1): Kolom 1: Spesies Penjelasan metode dari kelompok spesies; hanya spesies khusus yang tertera pada tabel 6.1 yang akan diperhatikan. Kolom 2 dan 3: Perlakuan pendahuluan (pretreatment) Persiapan benih kering, atau pelembaban pada suhu 20°C dalam air (A), atau di antara kertas (AK), atau pada pasir (P). D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 179

Penggunaan dua jenis pretreatment dimungkinkan dalam Tabel 6.1 yang dipisahkan dengan titik koma. Kolom 4: Persiapan sebelum pewarnaan Pada beberapa kasus, dua metode persiapan yang berbeda dapat digunakan. Metode tekanan rendah dapat digunakan untuk memudahkan penyerapan larutan tetrazolium ke dalam jaringan benih. Kolom 5: Larutan Pewarnaan Konsentrasi larutan tetrazolium (persentase). Kolom 6: Waktu pewarnaan yang optimal Waktu pewarnaan yang optimal dalam jam berdasarkan suhu 30°C. Kolom 7: Persaiapan evaluasi Persiapan evaluasi dan jaringan yang diamati. Kolom 8: Evaluasi benih

180 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 181

182 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Sumber : Zanzibar et al. (2003a; 2003b), Bhodthipuks et al. (1994) D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 183

6.8

Tabel Toleransi

Tabel ini menunjukan kisaran maksimal (selisih antara nilai tertinggi dan terendah) pada persentase benih viabel yang toleran antarulangan dengan probabilitas variasi contoh acak yang diperbolehkan hanya 0,025%. Kisaran toleransi maksimal dihitung dari nilai rerata persentase seluruh angka yang paling dekat dalam empat ulangan; jika diperlukan, dari 100 butir per ulangan dapat diperoleh dari penggabungan subulangan 50 atau 25 butir yang posisinya saling berdekatan pada inkubator. Letak nilai rerata dari kolom 1 atau 2 pada tabel kisaran toleransi maksimal dapat dibaca pada kolom 3. Tabel 6.2 Kisaran toleransi maksimal antar-4 ulangan @100 benih pada satu pengujian (two-way test at 2,5% significant level) Rerata viabilitas (%)

Kisaran maksimum

1

2

3

99 98 97 96 95 93–94 91–92 89–90 87–88 84–86 81–83 78–80 73–77 67–72 56–66 51–55

2 3 4 5 6 7–8 9–10 11–12 13–14 15–17 18–20 21–23 24–28 29–34 35–45 46–50

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

184 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 6.3 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada contoh kirim yang sama atau berbeda bila pengujian dilakukan pada laboratorium yang sama masing-masing 400 benih (two-way test at 2,5% significant level) Rerata viabilitas (%)

Kisaran maksimum

1

2

3

98–99 96–97 93–95 89–92 83–88 75–82 58–74 51–57

2–3 4–5 6–8 9–12 13–18 19–26 27–43 44–50

2 3 4 5 6 7 8 9

Tabel 6.4 Angka toleransi untuk pengujian viabilitas dengan tetrazolium pada dua contoh kirim yang berbeda pada laboratorium yang berbeda masing-masing 400 benih (two-way test at 2,5% significant level) Rerata viabilitas (%)

Kisaran maksimum

1

2

3

99 98 97 95–96 93–94 91–92 89–90 86–88 82–85 78–81 73–77 65–72 51–64

2 3 4 5–6 7–8 9–10 11–12 13–15 16–19 20–23 24–28 29–36 37–50

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 185

VII. PENETAPAN BERAT 1.000 BUTIR BENIH 7.1

Tujuan

Hal ini bertujuan menetapkan berat per 1.000 butir benih murni dari contoh benih yang dikirim. Penghitungan ini dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk jumlah benih per kg. 7.2

Definisi

Jumlah benih dalam sejumlah benih murni yang ditimbang, dihitung, dan berat per 1.000 butirnya dikalkulasikan. 7.3

Prinsip Umum

Hanya benih murni yang dihitung dan ditimbang dengan menggunakan prosedur yang tertera pada Bab IV [Analisis Kemurnian]. 7.4

Peralatan

Benih dapat dihitung secara manual atau menggunakan peralatan yang tepat. Peralatan yang diperlukan antara lain timbangan analitik dan hand counter [jika diperlukan]. 7.5

Prosedur

Penetapan dapat dilakukan berdasarkan pada keseluruhan contoh kerja [lihat bagian 7.5.2] atau ulangan benih murni dari contoh kerja, atau ulangan dari bagian yang mewakili pada contoh kirim [lihat bagian 7.5.3]. 7.5.1 Contoh Kerja Contoh kerja harus merupakan keseluruhan fraksi benih murni dari analisis kemurnian yang dilaksanakan menurut Bab IV [Analisis Kemurnian] atau benih murni yang diambil dari bagian yang mewakili pada contoh kirim. Perubahan kadar air D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 187

pada contoh kerja sedapat mungkin dihindari dengan cara menyimpan contoh kerja hanya dalam waktu yang singkat sebelum pengujian dan dalam wadah kedap air. 7.5.2 Penghitungan Keseluruhan Contoh Kerja dengan Mesin Seluruh contoh kerja diletakkan pada mesin dan dibaca jumlah benih pada indikator. Setelah penghitungan, contoh ditimbang dalam gram hingga pada jumlah desimal yang sama seperti pada analisis kemurnian [lihat bagian 4.5.1]. 7.5.3 Ulangan Penghitungan Contoh kerja dihitung secara acak dengan tangan atau alat penghitung perkecambahan (benih) dan dibuat sebanyak delapan ulangan (setiap ulangan terdiri atas 100 butir benih). Masing-masing ulangan ditimbang dalam gram dengan jumlah desimal yang sama seperti pada analisis kemurnian [lihat bagian 4.5.1]. Tabel 7 Berat Contoh Kerja Berat contoh kerja (gram)

Desimal (minimal)

<1,000 1,000–9,999 10,00–99,99 100,0–999,9 ≥1.000

4 3 2 1 0

Selanjutnya, ragam (variasi), standar deviasi dan koefisien varian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

s  2

n( x 2 )  ( x ) 2 n( n  1)

188 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

yang mana: x n 

= berat tiap ulangan dalam gram = jumlah ulangan (8) = jumlah

s  s2 s CV  100 x x = rerata berat 100 benih.

Apabila koefisien keragaman (CV) lebih kecil dari 4,0, analisis diterima. Apabila CV lebih dari 4,0, penghitungan harus ditambah 8 ulangan lagi. Selanjutnya, s2, s dan CV harus dihitung kembali untuk 16 ulangan. Apabila masih melampaui batas, buang ulangan yanng menyimpang dari berat rerata lebih dari dua kali standar deviasi. 7.6

Penghitungan dan Penulisan Hasil

Apabila penghitungan dilakukan dengan mesin, berat 1.000 butir dihitung dari berat seluruh contoh kerja. Apabila penghitungan berdasarkan ulangan, dari delapan ulangan atau dari berat 100 butir benih per ulangan; berat rerata 1.000 butir dihitung. Hasil pengujian dilaporkan sesuai jumlah desimal yang digunakan dalam penetapan [lihat bagian 7.5.3]. 7.7

Pelaporan Hasil

Metode yang digunakan (penghitungan contoh kerja keseluruhan atau ulangan penghitungan) dan hasil sebagaimana dihitung menurut bagian 7.6 harus dilaporkan dalam ”penetapan lain”.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 189

VIII. PENGUJIAN BENIH DENGAN ULANGAN BERDASARKAN BERAT 8.1

Tujuan

Tujuan dari uji ulangan berdasarkan berat ialah menentukan potensi perkecambahan maksimum suatu lot benih. Uji ini digunakan untuk membandingkan kualitas lot benih yang berbeda dan juga menduga nilai pertanaman di lapangan. 8.2

Prinsip Umum

Untuk uji ulangan berdasarkan berat, tujuannya ialah menguji suatu berat material yang diperkirakan berisi 400 unit benih. Berat aktual benih yang diuji kebanyakan dari fraksi-fraksi lot benih yang lebih kecil daripada total jumlah yang diuji secara normal dalam analisis kemurnian dan uji perkecambahan. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam pelaksanaan analisis kemurnian, sedangkan analisis tersebut tidak diwajibkan. Empat ulangan diambil dari contoh kerja dengan metode sampling yang ditetapkan. Setiap ulangan ditanam pada substrat dan dikecambahkan di bawah kondisi suhu dan untuk lama perkecambahan seperti yang dijelaskan pada Tabel 8.1. Hanya jumlah kecambah normal dan abnormal saja yang dilaporkan. Hasil ini dilaporkan sebagai jumlah kecambah normal yang dihasilkan dengan berat benih yang diuji. 8.3

Bidang Penerapan

Uji ulangan berdasarkan berat terbatas untuk jenis-jenis tanaman hutan sebagaimana Tabel 8.1. Pada spesies ini, pengukuran persentase kemurnian, berat 1.000 butir benih, dan persentase perkecambahan dianggap tidak mungkin atau tidak praktis. Beberapa alasan tersebut sebagai berikut:

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 191

a. Uji kemurnian tidak memungkinkan; penyebabnya benih dan bagian lainnya sulit dibedakan dengan mata telanjang. b. Uji kemurnian mungkin tidak praktis; penyebabnya meskipun benih atau materi lainnya dapat dibedakan, bagian lainnya menyumbangkan proporsi yang besar pada suatu lot benih sehingga uji kemurnian terlalu mahal untuk dilakukan dalam hubungannya dengan nilai benih. c. Kebanyakan lot benih mungkin mempunyai persentase benih kosong yang tinggi. Hal ini membuat distribusi yang tidak merata antara benih berisi dan benih kosong antarulangan perkecambahan yang akan menimbulkan bias jumlah kecambah potensial sebelum uji perkecambahan dilakukan. d. Beberapa kombinasi di atas. 8.4

Prosedur

8.4.1 Contoh Kirim dan Contoh Uji Berat minimum contoh kirim dan contoh kerja dijelaskan pada Tabel 2.3. Contoh diambil menurut metode yang tercantum pada Bab II. 8.4.2 Pengujian Fisik Contoh Kerja Seluruh contoh kerja harus diuji untuk menentukan bahwa benih-benih tersebut merupakan benih spesies yang dinyatakan oleh pengirim dan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemungkinan benih-benih lain berada dalam lot tersebut. 8.4.3 Pembuatan Ulangan Berdasarkan Berat Berat material untuk diuji dalam setiap ulangan diberikan pada Tabel 8.1 kolom 6. Berat ini diturunkan dari data benih murni untuk memberikan perkiraan 100 benih murni per ulangan. Apabila jumlah tersebut terlalu sedikit atau terlalu banyak unit benihnya untuk setiap ulangan, prosedur pada bagian 8.4.4 harus diikuti. 192 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Contoh kerja harus dibagi menjadi subcontoh dengan metode yang diakui (contoh paruhan, sendok, pembagi mekanik) untuk mendapatkan empat ulangan benih yang diperlukan. Selanjutnya, contoh ditimbang secara akurat yang telah dijelaskan pada bagian 4.5.1. 8.4.4 Uji Perkecambahan Substrat, suhu, kondisi cahaya, dan perlakuan khusus untuk mematahkan dormansi sama seperti pada Bab V. Materi pada setiap ulangan harus disebarkan secara merata pada substrat lembab yang tepat. Apabila selama penyiapan ulangan atau waktu lainnya selama pelaksanaan uji perkecambahan, hal tersebut jelas bahwa jumlah unit benih secara nyata kurang dari 100 per ulangan. Selanjutnya, uji harus diulang dengan menggunakan ulangan berat yang lebih besar. Apabila di lain pihak, jumlah unit benih per ulangan secara nyata lebih dari 100 benih yang diharapkan; setiap ulangan selanjutnya dapat dipisah ke dalam dua atau lebih bagian dan ditabur pada sejumlah substrat yang tepat. Setiap bagian ulangan harus diidentifikasi secara hati-hati dan diamati sebagai satu ulangan. Lamanya uji dan pengkajian hari pertama untuk setiap spesies ditampilkan pada Tabel 8.1. Kecambah harus dievaluasi merujuk pada bagian 5.6.5. Di akhir perkecambahan tidak perlu membuat kategori benih hampa, benih keras, benih segar, atau tidak berkecambah. Namun, apabila perkecambahan benih lambat atau tidak merata dan analis mempunyai alasan untuk pendugaan bahwa terjadi dormansi, uji tersebut harus diulang dengan perlakuan yang lebih tepat [lihat bagian 5.6.3]. 8.5

Penghitungan dan Penulisan Hasil

Hasil uji dinyatakan sebagai jumlah benih yang berkecambah dalam total berat benih yang diuji. Untuk mengecek realibilitas hasil uji, rerata persentase ulangan dihitung dan dibandingkan dengan Tabel 8.2. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 193

8.6

Pelaporan Hasil

Apabila benih lain ditemukan dalam ulangan berdasarkan berat, benih-benih tersebut harus dilaporkan “Penetapan Lain” yang memberikan nama ilmiah dan jumlah benih yang ditemukan di dalam berat benih yang diuji. Hal-hal yang dilaporkan dalam “Penetapan Lain”: -

Rerata berat 4 ulangan, Rerata jumlah kecambah normal dalam 4 ulangan, Jumlah kecambah normal per kg, Informasi lain seperti tercantum dalam bagian 5.5.

Berikut ini beberapa penjelasan terkait pembacaan Tabel 8.1 dan Tabel 8.2: Tabel 8.1 menunjukan substrat, suhu, lama, berat ulangan dan petunjuk tambahan yang meliputi rekomendasi perlakuan khusus untuk contoh dorman. Tabel 8.2 didasarkan pada distribusi Poisson yang menunjukan kisaran maksimum (yaitu perbedaan maksimum di antara ulangan tertinggi dan terendah) dalam toleransi data perkecambahan antarulangan berdasarkan berat. Untuk menemukan kisaran toleransi maksimum pada suatu kasus, jumlah benih yang berkecambah dalam 4 ulangan dihitung. Letak jumlah tersebut pada kolom pertama tabel tersebut dan kisaran maksimum toleransinya dibaca pada kolom 2.

194 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 195

Tabel 8.2 Kisaran Maksimum Toleransi Antarulangan Jumlah benih yang Jumlah benih yang berkecambah dalam Kisaran berkecambah dalam Kisaran berat total benih maksimum berat total benih maksimum yang diuji yang diuji 1 0–6 7–10 11–14 15–18 19–22 23–26 27–30 31–38 39–50 51–56 57–62 63–70 71–82 83–90 91–102 103–112 113–122 123–134 135–146 147–160

2 4 6 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

1 161–174 175–188 189–202 203–216 217–230 231–244 245–256 257–270 271–288 289–302 303–321 322–338 339–358 359–378 379–402 403–420 421–438 439–460 >460

2 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

196 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

IX. STANDAR MUTU BENIH TANAMAN HUTAN 9.1

Ruang lingkup

Standar ini menetapkan klasifikasi mutu, persyaratan, dan penandaan yang berkaitan dengan mutu fisik dan fisiologis benih tanaman hutan. Untuk mendapatkan mutu benih sesuai standar, cara penanganan yang baik harus diterapkan (Lampiran 1). 9.2

Acuan Normatif

SNI 7627:2014, Mutu fisik dan fisiologis benih tanaman hutan. 9.3

Klasifikasi Mutu

Mutu benih tanaman hutan dibagi dalam tiga kelas dan tanda mutu [dapat dilihat pada Tabel 9.1]. Tabel 9.1 Klasifikasi dan Tanda Mutu Benih Tanaman Hutan

9.4

Klasifikasi

Tanda mutu pada dokumen dan kemasan

Mutu Pertama Mutu Kedua Mutu Ketiga

P D T

Persyaratan Mutu Fisik dan Fisiologis

9.4.1 Persyaratan umum Persyaratan umum benih tanaman hutan berdasarkan hasil pengujian mutu fisik sesuai Tabel 9.2. Kelompok benih yang telah memenuhi persyaratan umum dapat dilanjutkan pengujiannya untuk menentukan klasifikasi mutu.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 197

Tabel 9.2 Kisaran Mutu Fisik Beberapa Benih Tanaman Hutan Jenis

Berat 1.000 butir (gram)

Acacia arabica Acacia aulacocarpa Acacia auriculiformis Acacia crassicarpa Acacia mangium Acacia vilosa Adenanthera microsperma Agathis loranthifolia Aleurites moluccana Albizzia procera Alstonia scholaris Altingia excelsa Anacardium occidentale Anthocephalus cadamba Anthocephalus macrophyllus Azadirachta indica Baccaurea macrocarpa Calliandra calothyrsus Calliandra tetragona Calophyllum inophyllum Canarium indicum Castanopsis argentea Cassuarina junghuhniana Cassuarina equisetifolia Ceiba petandra Cryptocarya cunneata Cryptocarya massoy Dalbergia latifolia Delonix regia Diospyros celebica Duabanga moluccana Dyera lowii Enterolobium cyclocarpum Eucalyptus camadulensis Eucalyptus deglupta

300–375 16–19 13–18 17–25 8–15 14–18 267–274 170–220 9.837–10.275 26–31 1,2–3,2 5–6 3.300–7.700 – – 257–350 500–600 44–56 44–56 2.800–3.500 6.800–9.200 1.340–1.455 1,00–1,30 1,29–1,52 22–100 380–540 2.600–2.900 40–54 500–660 1.200–1.500 – 50–75 660–1.060 – –

Kemurnian (%) ≥97 ≥96 ≥93 ≥96 ≥97 ≥96 ≥99 ≥ 95 100 ≥97 ≥98 ≥70 100 – – ≥ 98 ≥ 99 ≥ 95 ≥ 95 100 100 ≥99 ≥80 ≥90 ≥94 ≥95 ≥99 ≥95 ≥99 ≥99 – ≥98 ≥99 – –

Kadar air (%) ≤9 ≤8 ≤7 ≤9 ≤8 ≤8 ≤12 30–34 ≤14 ≤10 ≤12 ≤12 ≤15 ≤15 ≤15 12–35 30–55 ≤10 ≤10 20–40 ≤12 29–35 ≤12 ≤13 ≤12 30–45 30–50 ≤ 10 ≤ 12 35–47 ≤12 10–35 ≤12 ≤9 ≤9

198 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Jenis

Berat 1.000 butir (gram)

Kemurnian (%)

Kadar air (%)

Eucalyptus pellita Eucalyptus urophylla Fagara rhetsa Fagraea fragrans Falcataria moluccana Ficus variegata Gliricidia sepium Gmelina arborea Gmelina moluccana Gyrinops versteegii Hibiscus macrophyllus Instia bijuga Khaya anthoteca Langerstroemia speciosa Leucaena glauca Leucaena leucocephala Maesopsis eminii Manilkara kauki Magnolia ovalis Magnolia blumei Magnolia champaca Melaleuca cajuputi Melaleuca leucadendron Melia azedarach Mimusops elengi Octomeles sumatrana Palaquium rostratum Pericopsis mooniana Pinus merkusii Planchonia valida Podocarpus nerifolius Polyalthia longifolia Pongamia pinnata Pterocarpus indicus Pterospermum javanicum Santalum album

– – 54–57 – 18–24 – 120–200 500–720 1.600–1.800 80–108 6–8 2.600–3.100 230–290 5,00–7,32 45–50 50–60 1.150–1.460 675–895 26–34 47–60 55–90 – – 820–879 452–562 – 1.390–1.550 250–300 16–20 285–500 2,80–3,40 1.035–1.250 1.060–1.600 500–900 70–73 100–150

– – ≥98 – ≥96 – ≥95 ≥97 ≥99 ≥97 ≥90 ≥97 ≥98 ≥85 ≥95 ≥95 ≥99 ≥99 ≥97 ≥99 ≥99 – – ≥99 ≥99 – ≥99 ≥99 ≥94 ≥99 ≥95 ≥70 ≥99 ≥90 ≥88 ≥95

≤10 ≤12 ≤15 ≤10 ≤10 ≤15 8–9 ≤13 ≤12 40–55 ≤9 ≤10 ≤14 ≤12 ≤9 ≤9 14–30 14–30 30–42 ≤18 12–40 ≤10 ≤10 ≤10 12–30 ≤12 35–50 ≤9 ≤10 30–50 ≤12 30–50 ≤15 ≤14 ≤8 ≤9

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 199

Berat 1.000 butir (gram)

Kemurnian (%)

Kadar air (%)

160–210 3.400–3.650 495–630 3,00–4,20 22–28 33–58 25.900–26.400 1.600–2.300 1.600–2.400 400–700 717–782 550–740 5.882–7.188 8–11 65–105 15–27

≥99 ≥99 ≥99 ≥96 ≥97 ≥96 100 ≥99 ≥99 ≥96 ≥99 ≥99 ≥99 ≥85 ≥98 ≥99

≤10 40–55 12–30 ≤12 ≤9 ≤8 35–50 ≤12 25–50 ≤10 ≤18 ≤12 7–20 ≤12 ≤15 25–50

Jenis Samanea saman Sandoricum koetjape Schleichera oleosa Schima wallichii Senna siamea Sesbania grandiflora Shorea pinanga Sterculia foetida Styrax benzoin Swietenia macrophylla Tamarindus indica Tectona grandis Terminalia catappa Toona sinensis Vitex coffasus Wrightia pubescens

9.4.2 Persyaratan khusus Persyaratan khusus benih tanaman hutan berdasarkan hasil pengujian daya berkecambah (mutu fisiologis) sesuai Tabel 9.3. Tabel 9.3 Kisaran mutu fisiologis dan masa berlaku hasil uji pada beberapa benih tanaman hutan Daya berkecambah (%) Jenis Acacia arabica Acacia aulacocarpa Acacia auriculiformis Acacia crassicarpa Acacia mangium Acacia vilosa Adenanthera microsperma

Mutu P

Mutu D

Mutu T

≥80 ≥80 ≥80 ≥90 ≥90 ≥80 ≥70

70–79 70–79 70–79 75–89 75–89 70–79 60–69

60–69 60–69 60–69 60–74 65–74 60–69 50–59

Masa berlaku hasil uji (bulan) 12 12 12 12 12 12 12

200 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Daya berkecambah (%) Jenis Agathis loranthifolia Aleurites moluccana Albizzia procera Alstonia scholaris Altingia excelsa Anacardium occidentale Anthocephalus cadamba Anthocephalus macrophyllus Azadirachta indica Baccaurea macrocarpa Calliandra calothyrsus Calliandra tetragona Calophyllum inophyllum Canarium indicum Castanopsis argentea Cassuarina junghuniana Cassuarina equisetifolia Ceiba petandra Cryptocarya cuneata Cryptocarya massoy Dalbergia latifolia Delonix regia Diospyros celebica Duabanga moluccana

Dyera lowii Enterolobium cyclocarpum Eucalyptus camadulensis Eucalyptus deglupta

Masa berlaku hasil uji (bulan)

Mutu P

Mutu D

Mutu T

≥90 ≥60 ≥80 ≥80 ≥60 ≥75 ≥1.500 kc/g ≥1.200 kc/g ≥80 ≥80 ≥90 ≥90 ≥70 ≥70 ≥70 ≥50 ≥50 ≥90 ≥60 ≥60 ≥85 ≥70 ≥75 ≥2.000 kc/g

75–89 50–59 60–79 60–79 50–59 60–74 1.000– 1.499 kc/g 800–1.199 kc/g 60–79 60–79 70–89 70–89 60–69 50–69 50–69 40–49 40–49 80–89 50–59 50–59 75–84 50–69 60–74 1.500– 1.999 kc/g

* 12 12 6 6 3 12

≥75 ≥80

55–74 60–79

60–74 40–49 50–59 50–59 40–49 50–59 500–999 kc/g 400–799 kc/g 40–59 40–59 60–69 60–69 45–59 40–49 40–49 30–39 30–39 60–79 40–49 40–49 60–74 40–49 50–59 1.000– 1.499 kc/g 45–54 40–59

≥1.000 kc/g ≥1.200 kc/g

≥700–999 kc/g 1.000– 1.199 kc/g

500–699 kc/g 700–999 kc/g

12

12 * * 12 12 6 12 3 3 3 12 3 * 12 12 * 6

3 12

12

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 201

Daya berkecambah (%) Jenis

Mutu P

Mutu D

Mutu T

≥1.000 kc/g ≥190 kc/g ≥40 ≥2.000 kc/g

≥700–999 kc/g 140–189 kc/g 30–39 1.600– 1.999 kc/g

≥90 ≥1.500 kc/g ≥90 ≥75 ≥70 ≥60 ≥80 ≥90 ≥80 ≥50 ≥75 ≥70 ≥60 ≥75 ≥75 ≥70 ≥70 ≥3.750 kc/g

75–89 1.000– 1.499 kc/g 80–89 60–74 60–69 50–59 70–79 80–89 70–79 40–49 65–74 50–69 50–59 65–74 60–74 60–69 50–69 3.050– 3.749 kc/g

Melaleuca leucadendron

≥6.000 kc/g

4.000– 5.999 kc/g

Melia azedarach Mimusops elengi Octomeles sumatrana

≥70 ≥90 ≥1.500 kc/g

60–69 80–89 1.000– 1.499kc/g

500–699 kc/g 90–139 kc/g 20–29 1.400– 1.599 kc/g 65–74 500–999 kc/g 60–79 50–59 50–59 40–49 60–69 65–79 60–69 30–39 50–64 40–50 40–49 50–64 50–59 50–59 40–49 1.600– 3.049 kc/g 3.000– 3.999 kc/g 45–59 65–79 500–999 kc/g

Eucalyptus pellita Eucalyptus urophylla Fagara rhetsa Fagraea fragrans

Falcataria moluccana Ficus variegata Gliricidia sepium Gmelina arborea Gmelina moluccana Gyrinops versteegii Hibiscus macrophyllus Instia bijuga Khaya anthoteca Lagerstroemia speciosa Leucaena glauca Leucaena leucocephala Maesopsis eminii Manilkara kauki Magnolia ovalis Magnolia blumei Magnolia champaca Melaleuca cajuputi

Masa berlaku hasil uji (bulan) 12 12 3 12

12 6 12 6 6 * 12 12 3 12 12 12 6 3 3 3 3 12

12

6 6 6

202 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Daya berkecambah (%) Jenis Palaquium rostratum Pericopsis mooniana Pinus merkusii Planchonia valida Podocarpus nerifolius Polyalthia longifolia Pongamia pinnata Pterocarpus indicus Pterospermum javanicum Santalum album Samanea saman Sandoricum koetjape Schleichera oleosa Schima wallichii Senna siamea Sesbania grandiflora Shorea pinanga Sterculia foetida Styrax benzoin Swietenia macrophylla Tamarindus indica Tectona grandis Terminalia catappa Toona sinensis Vitex coffasus Wrightia pubescens

Mutu P

Mutu D

Mutu T

≥70 ≥75 ≥75 ≥60 ≥60 ≥85 ≥90 ≥70 ≥90 ≥60 ≥80 ≥85 ≥60 ≥75 ≥80 ≥90 ≥90 ≥85 ≥80 ≥75 ≥90 ≥65 ≥60 ≥75 ≥60 ≥85

60–69 65–74 60–74 50–59 50–59 75–84 75–89 50–69 80–89 50–59 60–79 75–84 50–59 60–74 70–79 80–89 75–89 75–84 70–79 60–74 75–89 50–64 50–59 60–74 50–59 70–84

50–59 45–64 50–59 40–49 40–49 60–74 60–74 40–49 65–79 40–49 50–59 60–74 40–49 50–59 60–69 65–79 60–74 60–74 50–69 50–59 60–74 40–49 40–49 50–59 40–49 60–69

Masa berlaku hasil uji (bulan) 3 12 6 * 6 * 3 6 12 6 12 * 3 6 12 12 * 6 3 6 12 12 3 3 3 *

Keterangan: kc/g = jumlah kecambah per gram * = hanya berlaku untuk satu kali pengujian pada benih rekalsitran

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 203

9.5

Syarat Lulus Uji

Benih dinyatakan lulus uji jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pengklasifikasian mutu kelompok benih sesuai Tabel 9.3. 9.6

Laporan Hasil

Hasil pengujian dinyatakan dalam bentuk tabel sesuai Tabel 9.4. 9.7

Pengemasan dan Penandaan

9.71 Pengemasan Benih siap edar dikemas dalam wadah kedap udara untuk benih ortodoks atau intermediate, dan wadah berpori untuk benih rekalsitran. Berat benih dalam setiap kemasan ditentukan sesuai keperluan. 9.7.2 Penandaan Benih siap edar diberikan tanda atau label pada kemasannya sebagai berikut: a. b. c. d. e.

jenis; waktu pengunduhan; sumber benih (lokasi dan kelas sumber benih); berat benih; mutu benih (kadar air, kemurnian, berat 1.000 butir, daya berkecambah dan klasifikasi mutu); f. keterangan pengujian (waktu, lembaga penguji, batas kedaluwarsa). Catatan: Batas kedaluwarsa hasil pengujian ditentukan berdasarkan karakteristik benih tanaman hutan, yaitu untuk benih ortodoks maksimum 12 bulan dan benih intermediate 3 bulan sampai dengan 6 bulan.

204 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Tabel 9.4 Format Lembar Hasil Pengujian Benih Tanaman Hutan A. Keterangan Pemilik Benih 1. Nama 2. Alamat 3. Nomor Telp. / Fax B. Keterangan Lot Benih 1. Jenis Tanaman 2. Asal Benih Berat Lot Benih

Jumlah Wadah

Jenis Wadah

Tanggal Panen

C. Keterangan Contoh Benih 1. Nama pengambil contoh 2. Nomor Berita Acara contoh benih 3. Tanggal ambil contoh 4. Tanggal terima contoh 5. Tanggal selesai pengujian D. Analisa Kemurnian Benih murni (%)

Uraian tentang jenis lain :

Kotoran (%) Benih tanaman lain (%) E. Berat 1.000 butir Berat 1.000 butir (gram) F. Daya berkecambah Lama Pengujian Media (hari) Kecambah Abnormal Normal (%) (%)

Benih Keras (%)

1 kg = Perlakuan pendahuluan

Benih Segar (%)

Benih Mati (%)

butir

Metode uji

Benih Hampa (%)

Benih Terkena Hama (%)

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 205

G. Kadar Air Kadar Air H. Hasil Pengujian Lain: I. Kelas mutu benih*:

P/D/ T

Tanggal penerbitan keterangan Masa berlaku s/d

Tanda tangan Penguji Benih

................................................ ..............................

Kepala Laboratorium Pengujian Benih ............................. .

CATATAN: * lingkari salah satu

206 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI 5006.12.2014, Tanaman Kehutanan - Bagian 12: Penanganan Benih Generatif Tanaman Hutan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI 7627:2014, Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 7628.3-2011, Uji Benih Tanaman Hutan - Bagian 3: Analisis Kemurnian. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 7628.4-2011, Uji Benih Tanaman Hutan - Bagian 4: Penentuan Berat. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 7628.5-2011, Uji Benih Tanaman Hutan - Bagian 5: Kadar Air. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 7628.6-2011, Uji Benih Tanaman Hutan - Bagian 6: Daya Berkecambah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Balai

Teknologi Perbenihan (BTP). 2000. Pedoman Standardisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Buku I. Publikasi Khusus. Balai Teknologi Perbenitan. Bogor.

Bonner, F.T. 1984. Limit Toleransi dalam Pengukuran Kadar Air Benih Tanaman Hutan. Seed Science and Technology 12: 789-794. Bonner, F.T., Karrfalt, R.P. & Nisley, R.G. 2008. The woody plant seed manual. Agriculture hand book 727. USDA Forest Service. Wahington, D.C. USA.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 207

Bhodthipuks, J., Pukittayacamee, P., Saelim, S., Wang, B.S.P., & Yu, S.L. 1994. Rapid viability testing of tropical tree seed. Training Course Proceedings No. 4. ASEAN Forest Tree Tree Centre Project. Muak-Lek, Saraburi, Thailand. Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. 2013. Laporan Pembuatan Standar Mutu Benih. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011. Pengujian benih tanaman pangan dan holtikultura. Kementerian Pertanian. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (DPTH). 2007. Pedoman Teknis Pengadaan Benih dan Bibit Tanaman Hutan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.06/V-SET/2009 tentang Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta. Finch-Savage, W., & Leubner-Metzger, G. 2006. Seed dormancy and the control of germination. Tansley Review-New Phytologist, 171: 501-523. International Seed Testing Association (ISTA). 2011. International Rules for Seed Testing. Switzerland. International Seed Testing Association (ISTA). 2013. International Rules for Seed Testing. Switzerland. Leubner, G. 2007. The seed http://www.seedbiology.de.

biology

place.

Ng, F.S.P. 1991. Manual of forest fruits, seeds and seedlings, Volume one. Malayan forest record No. 34. Forest Research institute Malaysia. Kepong, Kuala Lumpur. Malaysia. 208 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Nurhasybi, Sudrajat, D.J., Pramono, A.A. & Budiman, B. 2007. Review Status Iptek Perbenihan Tanaman Hutan. Publikasi Khusus. Balai Penelitian Teknologi Perbenitan. Bogor. Otto, H.J. 1985. The current status of seed certification in the seed industry. In: M.B. McDonald, Jr and W.D. Pardee (eds.). The Role of seed Certification in the Seed Industry. CSSA Special Publication No.10:9-17. CSSA Inc., Wisconsin, USA. Samingan, T. 1982. Dendrologi. Kerjasama Bagian Ekologi Fakultas Pertanian IPB dengan Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Sudrajat, D.J. & Nurhasybi, 2009. Penentuan Standar Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Info Benih No. 13 (1):147-158. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Sudrajat, D.J. & Nurhasybi. 2010. Pengembangan Metode Pengujian dan Standar Mutu Benih dan Bibit Tanaman Hutan. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian, Bandung, 20 Oktober 2010. Kerjasama Balai Penelitian Teknologi Perbenihan dan Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Sudrajat, D.J. & Nurhasybi. 2014. Pedoman Standardisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan. Jakarta. Weimortz, E.D. 1985. An international view of seed certification. In: M.B. Mcdonald, Jr and W.D Pardee (eds.). The Role of seed Certification in the Seed Industry. CSSA Special Publication No.10:25-28. CSSA Inc., Wisconsin, USA. Zanzibar, M., Herdiana, N, Novita, I., Kartiana, E.R., & Muharam, A. 2003a. Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan. Buku I. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 209

Zanzibar, M., Rohandi, A., Herdiana, N., Mokodompit, S., Kartiana, E.R., & Muharam, A. 2003b. Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan. Buku II. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor.

210 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 211

212 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 213

214 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 215

216 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 217

218 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 219

220 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 221

222 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 223

224 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 225

226 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 227

228 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 229

230 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 231

232 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 233

234 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 235

236 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 237

238 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 239

Sumber: DPTH, 2007; Nurhasybi et al., 2007; SNI 5006.12.2014

240 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

BIODATA PENULIS Dede J. Sudrajat. Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 13 Desember 1974 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Tahya Suryana dan Ibu [Alm.] Watmi Suhaemi. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri Pangluyu, Situraja, Sumedang; kemudian dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Situraja [sekarang SMP Negeri 1 Cisitu] dan lulus pada tahun 1990. Setelah itu, penulis melanjutkan ke jenjang sekolalah menengah atas di SMA Negeri 1 Situraja dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2008. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pascasarjana pada Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (MPWK), Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui beasiswa BAPPENAS pada tahun 2004 dan lulus sebagai lulusan terbaik MPWK ITB pada wisuda September 2005. Pada tahun 2010 melalui beasiswa dari Kementerian Kehutanan, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan kembali studi pada Program Doktor di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2015. Penulis bekerja sebagai peneliti Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) di Bogor sejak tahun 1999. Jabatan penulis sekarang ialah Peneliti Madya bidang silvikultur. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah, seperti penulisan jurnal, seminar, workshop, gelar teknologi, pembimbingan mahasiswa, perumusan SNI Perbenihan Tanaman Hutan, tenaga ahli/narasumber perbenihan, dan ketua kelompok kerja Penyusunan Metode Standar Pengujian dan Standar Mutu Benih dan Bibit Tanaman Hutan Direktorat Bina Perbenihan Tanaman Hutan, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan. Selain itu, penulis juga terlibat sebagai instruktur dalam berbagai pelatihan perbenihan di Pusdiklat Kehutanan dan beberapa Balai Perbenihan Tanaman Hutan.

D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 241

Nurhasybi. Penulis dilahirkan di Samboja, Kalimantan Timur pada tanggal 24 September 1959 sebagai anak kesembilan dari pasangan Bapak [Alm.] H. Nurmin dan Ibu [Alm.] Hj. Nurkyah. Pendidikan dasar ditempuh di SD Pertamina Unit IV, Tanjung, Kalimantan Selatan; kemudian dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP II Pertamina, Balikpapan dan lulus pada tahun 1976. Setelah itu, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Patra Dharma, Balikpapan dan lulus pada tahun 1980. Pada tahun 1981, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di Institut pertanian Bogor (IPB) melalui ujian tertulis (PP 1) dan tahun 1982 menjadi mahasiswa di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan lulus pada tahun 1986. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pascasarjana pada Program Studi Ilmu Kehutanan, Sekolah Pascasarjana UGM melalui beasiswa dari Departemen Kehutanan pada tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012. Penulis mengawali karier sebagai teknisi di Balai Teknologi Perbenihan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan pada tahun 1989–1991. Kemudian, penulis menjadi peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) di Bogor sejak tahun 1993 hingga saat ini. Jabatan penulis sekarang ialah Peneliti Utama bidang silvikultur. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah, seperti penulisan jurnal, seminar, workshop, gelar teknologi, pembimbingan mahasiswa (S1), perumusan SNI Perbenihan Tanaman Hutan, tenaga ahli/nara sumber perbenihan. Pada tahun 1997–2001, penulis menjadi tenaga pengajar pada Program Studi Diploma Tiga (D3) Teknologi Benih Jurusan Budidaya Pertanian IPB. Penulis merupakan anggota Panitia Teknis SNI Tahun 2001–2010. Selain itu, penulis juga menjadi Tim Penyusunan Standarisasi Mutu Benih dan Bibit Tanaman Hutan sejak tahun 2009.

242 | S t a n d a r P e n g u j i a n d a n M u t u B e n i h T a n a m a n H u t a n

Yulianti Bramasto. Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Juli 1962 sebagai anak keenam dari pasangan Bapak [Alm.] H. Amir Hamzah Hassan dan Ibu [Alm.] R.A. Julmini Martono Mangunsumarto. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri Papandayan II, Bogor; kemudian dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 1977. Setelah itu, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 1981. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di Institut pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan dan tahun 1982 menjadi mahasiswa di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1991, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pascasarjana pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa dari Departemen Kehutanan dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2007 melalui beasiswa dari Kementerian Kehutanan, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan kembali studi pada Program Doktor di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2011. Penulis bekerja sebagai peneliti Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Kehutanan di Bogor dari tahun 1989–1994. Kemudian, penulis menjadi peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) di Bogor sejak tahun 1994 hingga saat ini. Jabatan penulis sekarang ialah Peneliti Madya bidang silvikultur dan merangkap sebagai Ketua Kelompok Peneliti Teknologi Benih di BPTPTH. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah, seperti penulisan jurnal, seminar, workshop, gelar teknologi, pembimbingan mahasiswa (S1 dan S2), perumusan SNI Perbenihan Tanaman Hutan, dan tenaga ahli/narasumber perbenihan. Selain itu, penulis juga menjadi Wakil Kordinator Pengembangan Perbenihan pada Forum Perbenihan sejak tahun 2013 dan menjadi Ketua Dewan Redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, serta anggota Dewan Redaksi Jurnal Hutan Tanaman. Saat ini, penulis juga merangkap sebagai Wakil Kordinator Rencana Penelitian Integratif Tahun 2015-2019. RPPI Peningkatan Produktivitas Hutan, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. D e d e J . S u d r a j a t , N u r h a s y b i , d a n Y . B r a m a s t o | 243

Diterbitkan oleh:

FORDA PRESS Anggota IKAPI No. 257/JB/2014 Jalan Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat Telp./Fax. +62251 7520093 E-mail: [email protected] Penerbitan dan Pencetakan dibiayai oleh:

BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jalan Pakuan, Ciheuleut, PO Box 105 Bogor 16144 Telp./Fax. +62 251 8327768 E-mail: [email protected]