STANDAR PRODUK KOPI DALAM KEMASAN DAN STRATEGI

Download Banyaknya produk kopi siap minum dalam kemasan yang beredar di Indonesia menandakan bahwa bisnis .... Produk kopi olahan saat ini tidak han...

0 downloads 352 Views 292KB Size
Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

STANDAR PRODUK KOPI DALAM KEMASAN DAN STRATEGI PEMASARANNYA Ready to Drink Coffee Standard and the Marketing’s Strategies Ellia Kristiningrum1, Firdanis Setyaning2, Febrian Isharyadi1 dan Ahmad Syafin A.3 1

Badan Standardisasi Nasional, Gedung BPPT I, Jl. M. H. Thamrin No. 8, Jakarta, Indonesia 2 Universitas Serang Raya, Jl. Raya Serang, Cilegon Km. 5, Serang, Banten, Indonesia 3 Wiratech, Jl. Gunung Sahari XI No. 76A, Sawah Besar, Jakarta, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima: 3 Oktober 2016, Direvisi: 19 Oktober 2016, Disetujui: 24 Oktober 2016 Abstrak

Banyaknya produk kopi siap minum dalam kemasan yang beredar di Indonesia menandakan bahwa bisnis ini memiliki peluang pasar yang besar. Masing-masing produsen berlomba-lomba menciptakan strategi untuk meraih pasar yang ada. Oleh karena itu, keberadaan Standar Nasional Indonesia sangat penting untuk memberikan jaminan kepada konsumen akan mutu produk kopi siap minum dalam kemasan meskipun merk yang beredar di pasar berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap SNI 01-4314-1996 dan strategi pemasaran produk kopi siap minum dalam kemasan. Kesesuaian SNI 01-4314-1996 dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam peraturan pedoman pengembangan Standar Nasional Indonesia menunjukkan bahwa dari segi penulisan dan acuan normatif SNI tersebut tidak sesuai oleh karena itu perlu dilakukan kaji ulang terhadap SNI tersebut. Sedangkan usulan strategi pemasaran produk kopi siap minum dalam kemasan antara lain low cost and best value, menurunkan presentase kandungan kopi dalam RTD, menambah variasi rasa dan kemasan, meningkatkan frekuensi iklan dalam televisi. Kata kunci: competitive profile matrix (CPM), kopi RTD, standar, kualitas, strategi.

Abstract The number of ready to drink (RTD) coffee products that circulated in Indonesia indicate that this business has a large market opportunity. Each manufacturer competing to create a strategy to reach existing markets. The strategy is a to reach a goal, where the formulation requires a mechanism that is not simple. The existence of the Indonesian National Standard (SNI) is essential to guarantee to consumers of product quality ready to drink coffee although the brand in the market are different. This study aimed to analyze SNI 01-4314-1996 and the strategy of ready to drink coffee products. The suitability of the SNI 01-4314-1996 with the criteria set out in the regulations of the National Standards development guidelines for Indonesia pointed out that in terms of writing and normative reference the SNI is therefore not appropriate to do phased against SNI. While the proposed strategy of marketing the product in packaging ready to drink coffee, among others, the low cost and best value, the lower the percentage content of coffee in RTD, adding flavour and packaging variations, increase the frequency of advertising in television. Keywords: competitive profile matrix (CPM), coffee RTD, standards, quality, strategy.

1.

PENDAHULUAN

Bisnis industri kopi dalam kemasan mengalami persaingan yang sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya para kompetitor yang bermunculan meramaikan pasar yang berlomba-lomba menawarkan keunikan dan nilai lebih dari produk yang akan ditawarkan pada masyarakat misalnya bentuk dan jenis kemasan (Hidayat, 2007). Di Taiwan, terdapat beberapa kemasan kopi siap minum, kemasan kaleng adalah

kemasan tradisional dan dapat dikonsumsi dalam keadaan panas maupun dingin. Selain itu juga tersedia kemasan cup plastik dengan bentuk yang berbeda-beda untuk menekankan kesegaran dan rasa khusus yang dapat dipertahankan dalam suasana suhu rendah (Hsu dan Hung, 2005). Beberapa perusahaan di Taiwan juga menawarkan kemasan botol plastik untuk konsumen yang memerlukan produk kopi dalam volume yang lebih besar dan juga kemasan tetrapack. Variasi dari kemasan yang diciptakan ini sebagai salah satu tujuan 205

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

marketing dan diferensiasi produk yang dihasilkan (Hsu dan Hung, 2005). Di Indonesia, kopi siap minum dapat dinikmati dalam beberapa kemasan, antara lain botol kaca, kaleng, tetra (tetrapack dan tetra wedge), cup plastik dan botol plastik. Untuk rasa, pada awalnya RTD-Coffee lebih didominasi rasa original (black coffee), sekarang ini tersedia varian rasa lainnya, seperti cappuccino, latte, mochaccino, milk coffee, caramel coffee, vanilla coffee, dan sebagainya (Siregar, 2014). Semakin maraknya bisnis kopi dalam kemasan di Indonesia memberikan pilihan yang sangat bervariasi kepada masyarakat. Cara yang paling tepat untuk mengetahui kebutuhan konsumen adalah dengan mengetahui pola pembeliannya. Hal ini sangat penting karena saat ini, konsumen mulai berfikir saat akan membeli sebuah produk, sehingga mereka akan mendapatkan kegunaan/manfaat yang mereka cari dari produk tersebut. Bahkan terkadang, konsumen tidak ragu untuk mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan produk yang lebih berkualitas (Lembang, 2010). Standar menetapkan kerangka kerja yang mendefinisikan kosa kata umum, pengaturan karakteristik penting dari suatu produk atau jasa, serta memberikan praktek terbaik yang akan memastikan hasil yang bermanfaat (Shin, Kim, & Hwang, 2015). Kesesuaian produk dengan standar dapat memberikan kontribusi dalam membantu kompetisi perusahaan, memperluas akses pasar, membuat operasi perusahaan menjadi efisien dan berkembang (Suminto, et. al, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisa terhadap SNI 01-4314-1996 dan strategi pemasaran produk kopi siap minum dalam kemasan. 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kopi Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Penemuan biji kopi sebagai minuman yang sangat berkhasiat dan berenergi pertama kali oleh orang dari bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun yang lalu atau 1000 tahun sebelum Masehi. Kata kopi berasal dari bahasa Arab : ‫( ﻗﮭوة‬qahwah) yang artinya kekuatan, karena pada awal ditemukan kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kemudian diubah menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian diubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie langsung diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang 206

hingga saat ini dikenal dengan nama kopi. (Fariz, 2014). Pada tahun 1696 kopi Arabika pertama kali masuk ke Indonesia dan dibudidayakan di salah satu kawasan di Jakarta, namun tanaman kopi ini kemudian mati, sehingga pada tahun 1699 didatangkan bibit baru dan dikembangkan di wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Kegiatan perdagangan ekspor kopi di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1977 oleh VOC dan meningkat sebanyak 60 ton/tahun selama kurun waktu 10 tahun. Selama satu-tiga perempat abad kopi Arabika merupakan satu-satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia. Namun, penyakit hama daun (Hemileia vastatrix) masuk ke Indonesia sejak tahun 1876 dan mengakibatkan tanaman kopi Arabika menajdi rusak. Akibatnya kopi Arabika hanya dapat hidup pada ketinggian 1000 m ke atas dari permukaan laut. Sisa-sisa tanaman kopi Arabika ini masih dijumpai di dataran tinggi ijen (Jawa Timur), Tanah Tinggi Toraja (Sulawesi Selatan), lereng bagian atas Bukit Barisan (Sumatera) seperti Mandhailing, Lintong dan Sidikalang di Sumatera Utara dan dataran tinggi Gayo di Nangroe Aceh Darussalam. (AEKI, 2015). Pada tahun 1875, Belanda mendatangkan kopi Liberika ke Indonesia untuk mengatasi serangan hama yang melanda, namun ternyata jenis tanaman inipun mudah diserang hama karat daun dan kurang bisa diterima di pasar karena rasanya masam. Sisa tanaman Liberika saat ini masih dapat dijumpai di daerah Jambi, Jawa Tengah dan Kalimantan. (AEKI, 2015). Selanjtunya, pada tahun 1900, kopi jenis robusta didatangkan ke Indonesia oleh Belanda. Jenis tanaman ini tahan terhadap hama karat daun dan memerlukan syarat untuk tumbuh yang ringan dan produktivitasnya sangat tinggi. Sehingga mulai tahun 1900, kopi jenis robusta cepat berkembang dibandingkan kopi arabika. Semenjak Pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, perkebunan rakyat terus tumbuh dan berkembang, sedangkan perkebunan swasta hanya bertahan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian kecil di Sumatera; dan perkebunan negara (PTPN) hanya tinggal di Jawa Timur dan Jawa Tengah. (AEKI, 2015). Luas area dan jumlah produksi kopi jenis robusta jauh lebih banyak dibudidayakan di Indonesia (lihat Tabel 1).

Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

Tabel 1 Luas areal dan produksi kopi Indonesia. TAHUN

ARABIKA LUAS AREAL (Ha)

ROBUSTA PRODUKSI (Ton)

LUAS AREAL (Ha)

JUMLAH PRODUKSI (Ton)

LUAS AREAL (Ha)

PRODUKSI (Ton)

1999

113,407

72,766

1,013,870

458,923

1,127,277

531,689

2000

107,465

42,988

1,153,222

511,586

1,260,687

554,574

2001

82,807

23,071

1,230,576

546,163

1,313,383

569,234

2002

91,293

25,116

1,280,891

565,963

1,372,184

682,079

2003

99,393

43,356

1,195,495

628,273

1,294,888

671,629

2004

127,198

55,255

1,176,744

592,161

1,303,942

647,416

2005

101,313

60,255

1,153,959

580,110

1,255,272

640,365

2006

177,110

94,773

1,131,622

587,356

1,308,732

682,159

2007

228,930

124,098

1,058,478

549,088

1,287,409

673,186

2008

239,476

129,660

1,063,417

553,278

1,302,893

682,938

2009

281,398

147,631

984,839

534,961

1,266,237

682,592

2010

251,582

146,641

958,782

540,280

1,210,364

686,921

2011*

251,753

146,761

1,041,212

487,230

1,292,965

633,991

2012**

252,645

147,017

1,053,250

601,092

1,305,865

748,109

(Sumber: AEKI, 2015)

2.2

Konsumsi Domestik Tingkat konsumsi kopi di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 2000 – 2011 yang mengindikasikan berhasilnya kemampuan industri kopi dalam melakukan pengembangan produk kopi untuk memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta makin banyaknya gerai kopi terutama di kota-kota besar di Indonesia. Produk kopi olahan saat ini tidak hanya berupa kopi bubuk (roast and ground) tetapi telah terdapat berbagai diversifikasi produk kopi olahan seperti kopi instant, kopi three in one, minuman kopi dengan berbagai rasa seperti vanilla, cocoa, dan lainnya. Data konsumsi kopi lainnya disampaikan oleh AEKI (2015) yang menunjukkan meningkatkan konsumsi kopi di Indonesia dari tahun ke tahun (lihat Gambar 1). Peningkatan konsumsi kopi tersebut selain didukung dengan pola kehiupan sosial masyarakat dalam mengkonsumsi kopi, juga ditunjang dengan harga yang terjangkau, kepraktisan dalam penyajian serta keragaman rasa/citarasa yang sesuai dengan selera konsumen. Tingkat konsumsi kopi dalam negeri pada tahun 1989 berdasarkan hasil survei LPEM UI sebesar 0,5 kilogram/kapita/tahun dan pada tahun 2013 konsumsi kopi domestik diperkirakan telah mencapai 1,0 kilogram/kapita/tahun. (AEKI, 2015).

Gambar 1 Tingkat konsumsi kopi di Indonesia. (Sumber: Infografis, 2015)

2.3

Perkembangan Kopi Siap Minum (Ready to Drink Coffee) Perkembangan produk kopi siap minum (RTD Coffee) di Indonesia jauh setelah perkembangan industri minuman bersoda berdiri. Pelopor produk kopi siap minum tidak diketahui, karena pada saat itu produk ini merupakan produk hasil pengembangan dari industri minuman bersoda untuk melebarkan pasarnya. Pada awalnya, format kopi siap minum ini adalah kopi bubuk yang telah diseduh terlebih dahulu baru kemudian dimasukkan ke dalam kemasan botol 207

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

kaca. Di Indonesia, produk kopi dalam kemasan botol kaca ini pertama kali diluncurkan oleh industri yang berlatar belakang minuman bersoda/minuman beraroma buah sejak tahun 1930-an, diantaranya adalah Perusahaan Minuman Oriental yang berdiri tahun 1932. (Siregar, 2014). Pada tahun 1980-an, industri kopi siap minum modern di Indonesia mulai berdiri, dan beberapa perusahaan yang masuk ke dalam bisnis tersebut antara lain PT. Heinz ABC Indonesia dengan merk CAPUCINI (ketika itu bernama PT. ABC Central Food Industry), PT. Salim Graha Food & Beverage Industry (tahun 1983). Perkembangan pasar RTD-Coffee hingga dekade tahun 1990-an masih lamban, karena sebagian besar pelakunya adalah home industry yang pemasarannya relatif terbatas sementara industri yang berskala lebih besar yang memiliki jaringan distribusi yang luas, fokus pada pengembangan berbagai produk lain yang pasarnya sedang menggeliat, seperti sirup, kecap, saus cabe dan tomat, dan sebagainya. (Siregar, 2014). Di pasar domestik, bisnis kopi siap minum dalam kemasan mulai ramai di pasaran pada tahun 2000-an yang ditunjukkan dengan pertumbuhan volume dan nilai pasar serta semakin banyaknya industri yang ikut meramaikan pasar dengan beberapa merk. Hasil penelitian PT. Mars (2014) menyebutkan bahwa lebih dari 50 perusahaan dan 60 merk bersaing untuk meramaikan pasar ini. Selain itu distribusi yang semakin meluas dan promosi yang begitu gencar juga mengindikasikan pasarnya semakin berkembang. (Siregar, 2014). Volume pasar kopi siap mium di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 27,1% per tahun selama periode 2010-2014. Pada tahun 2010, volume pasar kopi siap minum di Tanah Air tercatat sebesar 51,91 juta liter. Empat tahun berselang, yaitu pada 2014, volume pasar minuman kopi siap minum di Indonesia sudah mencapai 134,17 juta liter. Peningkatan pasar tersebut ternyata juga sejalan dengan pertumbuhan omzet kopi siap minum. Selama periode 2010 - 2014 pertumbuhan nilai pasar atau konsumsi minuman kopi siap minum di Indonesia meningkat rata-rata 38% per tahun. Pada tahun 2010, nilai pasar kopi siap minum tercatat sebesar Rp 441,88 miliar. Pada tahun 2014, nilai pasar minuman kopi siap minum di Indonesia telah mencapai Rp1,58 triliun. Sampai dengan Agustus 2015 terdapat 124 perusahaan minuman kopi siap minum di Indonesia (baik produsen maupun perusahaan pemegang merek lokal maupun impor) (Hybrida, 2016).

208

2.4

SNI 01-4314-1996 Minuman kopi dalam kemasan Dalam SNI 01-4314-1996 yang dimaksud kopi dalam kemasan adalah minuman yang dibuat dari campuran ekstrak kopi dan air minum dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, dikemas secara hermatik. SNI tersebut mengatur parameter mutu yang dapat dipenuhi oleh produk kopi siap minum dalam kemasan antara lain keadaan (bau, rasa, warna), kadar kafein, bahan tambahan makanan (pemanis buatan, pewarna tambahan), cemaran logam (Pb, Cu, Zn, Sn), cemaran Arsen, dan cemaran mikroba (ALT, coliform, clostridium perfringes, staphylococcus aureus) (lihat Tabel 3). Kebutuhan pengembangan SNI yang akan disusun harus mempertimbangkan salah satunya adalah hasil kaji ulang SNI. Proses kaji ulang terhadap SNI ini dilakukan tehadap SNI sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan untuk menjaga kesesuaiannya terhadap kebutuhan pasar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka memelihara dan menilai kelayakan dan kekinian SNI. Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan SNI hasil tindak lanjut kaji ulang berupa ralat, amandemen, revisi, abolisi, atau tetap dengan menerbitkan surat keputusan Kepala BSN. 3.

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data Untuk mengetahui variasi produk kopi dalam kemasan di pasar, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terhadap ketersediaan produk di toko kelontong (3 tempat), minimarket (4 tempat) dan supermarket (2 tempat). Dari hasil survei tersebut, didapatkan 9 merek produk kopi siap minum dalam kemasan. Pengamatan tersebut dilakukan untuk kemasan botol plastik, tetra pack, dan kaleng. Pada proses pemilihan responden digunakan teknik sampling, yaitu: a. Purposive sampling Teknik sampling ini dilakukan untuk memberikan kuesioner kepada konsumen secara online, yang dimulai pada tanggal 28 Mei 2015 pukul 08.30 WIB dan diakhiri pada tanggal 30 Mei 2015 pukul 08.30 WIB. Cara pengambilan sampel dilakukan secara sengaja, dalam arti direncanakan berdasarkan kriteria tertentu, yaitu konsumen yang pernah mengkonsumsi produk kopi siap minum dalam kemasan.

Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

Tabel 3 Syarat mutu dalam SNI kopi dalam kemasan. NO 1 1.1 1.2 1.3 2 3 3.1 3.2 4 4.1 4.2 4.3 4.4 5 6 6.1 6.2 6.3 6.4

b.

JENIS UJI Keadaan: Bau Rasa Warna Kafein Bahan tambahan makanan Pemanis buatan: Sakarin Siklamat Pewarna tambahan Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Coliform Clostridium perfringes Staphylococcus aureus

SATUAN

PERSYARATAN

mg/kg

Khas normal Khas normal normal Min. 200

-

Tidak boleh ada Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI 01-0222-1995

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 0,2 Maks 2,0 Maks 5,0 Maks 40,0/250,0* (dikemas dalam kaleng) Maks 0,1

Kol/ml APM/ml Per ml Per ml

Mak 10 <3 0 0

Accidental sampling dan area random sampling Teknik sampling ini dilakukan untuk memberikan kuesioner secara langsung kepada konsumen. Cara penarikan sampel ini tanpa direncanakan secara seksama. Peneliti memilih sampel secara acak, yaitu orang-orang yang kebetulan dapat dijumpai di toko kelontong, mini market, dan supermarket, khususnya di wilayah Kota Depok, Jawa Barat. Dari pengumpulan data tersebut, diperoleh 107 jawaban kuesioner yang merinci informasi antara lain: a. Hubungan antara usia dan budaya mengkonsumsi minuman kopi dalam kemasan b. Merk kopi dalam kemasan yang sering dikonsumsi c. Merk kopi dalam kemasan yang paling disukai d. Faktor ketertarikan mengkonsumsi kopi dalam kemasan e. Kemasan yang paling digemari responden f. Loyalitas responden g. Alasan berganti merk h. Tempat pembelian produk i. Produk substitusi yang digunakan Sedangkan untuk analisa standar, pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur terkait dengan acuan-acuan yang digunakan dalam standar tersebut.

2

3.2 Metode Analisa Data 3.2.1 Analisa SNI 01-4314-1996 Metode analisa data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif, yaitu analisa mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum (Wiyono, 2011). Analisa terhadap standar ini dilakukan pada kriteria pemeriksaan yang ditetapkan dalam peraturan pedoman pengembangan Standar Nasional Indonesia, antara lain: - Kesesuaian judul SNI dengan isi subtansinya - Kesesuaian penulisan SNI dengan PSN penulisan SNI - Kesesuaian acuan normatif/referensi dengan persyaratan dan statusnya masih berlaku - Kejelasan disertai klausul terkait syarat mutu, metoe uji, dan pengambilan contoh - Ketersediaan infrastruktur pendukung untuk penerapannya, seperti laboraotirum uji, lembaga sertifikasi produk - Penyusunan Strategi Industri produk kopi dalam kemasan. Metode analisa yang digunakan adalah analisa CPM (competitive profil matrix) dan analisa Porter 5. 3.2.2 Competitive Profile Matrix - CPM Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi kompetitor utama perusahaan dan posisi strategisnya, yaitu dengan menentukan faktor kunci perusahaan terlebih dahulu, kemudian menentukan bobot dan peringkat pada masingmasing faktor kunci tersebut. Nilai bobot 209

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

menunjukkan penting tidaknya faktor kunci, dimana masing-masing faktor kunci nilainya berkisar antara 0,0 (sangat tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting) dengan total bobot sama dengan 1,0. Selanjutnya, menentukan peringkat pada masing-masing faktor kunci untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor kunci tersebut, dimana nilainya berkisar antara 1 (respon sangat buruk) sampai dengan 4 (respon sangat baik). Setelah mengetahui nilai bobot dan peringkat, kedua nilai tersebut dikalikan sehingga dapat diketahui faktor kunci yang paling unggul bagi perusahaan. Dengan demikian, faktor kunci tersebut dapat diandalkan untuk selanjutnya digunakan dalam menyusun strategi perusahaan. Penentuan rating dilakukan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut: a. Iklan/ promosi, faktor kunci ini dinilai berdasarkan frekuensi penayangannya di televisi. Adapun pemilihan waktu didasarkan pada alasan bahwa pada jam tersebut merupakan waktu bagi sebagian besar masyarakat untuk menonton televisi, sedangkan stasiun TV yang terpilih merupakan stasiun TV yang sudah ternama dengan jutaan penonton setianya. b. Kualitas produk, faktor kunci ini dilihat dari pencantuman komposisi produk dalam kemasan (pemanis buatan dan kadar kopi instan). Dalam SNI disebutkan bahwa dalam produk ini tidak boleh mengandung pemanis buatan. c. Variasi produk, faktor kunci ini dilihat dari jumlah macam kemasan dan varian rasa yang tersedia pada setiap merk. d. Loyalitas pelanggan, faktor kunci ini dilihat berdarkan hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa pelanggan tidak loyal. Dari hasil survei didapatkan bahwa sebagak 62 responden (64%) menyatakan suka berganti merk. e. Ketersediaan, faktor kunci ini dilihat berdarkan hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa ketiga merk dapat ditemukan di beberapa tempat belanja dengan skala yang berbeda

210

f. Brand image, faktor kunci brand image diberikan rating berdasarkan produk favorit pilihan responden g. Layanan konsumen, faktor kunci layanan konsumen dilihat dari pencantuman label layanan konsumen pada kemasan. 3.2.3 Analisa 5 kekuatan Porter Menurut David (2009), untuk menghadapi persaingan tersebut, Porter mengembangkan lima tipe strategi, yaitu: 1. Low-cost, memenuhi produk atau jasa bagi sebagian besar konsumen dengan harga terendah yang beredar di pasaran. 2. Best-value, memenuhi produk atau jasa bagi sebagian besar konsumen dengan nilai harga terbaik yang beredar di pasaran. 3. Differentiation, bertujuan untuk memproduksi produk dan jasa yang mempertimbangkan keunikan dan mengarah pada konsumen yang relatif terhadap harga. 4. Low-cost focus, memenuhi produk atau jasa bagi sebagian kecil konsumen dengan harga terendah yang beredar di pasaran. 5. Best-value focus, memenuhi produk atau jasa bagi sebagian kecil konsumen dengan nilai harga terbaik yang beredar di pasaran. Metode ini dilakukan dengan mengidentifikasi 5 kekuatan yang terdapat pada perusahaan penghasil produk kopi, sehingga selanjutnya dapat diusulkan strategi bersaing perusahaan sesuai dengan 5 tipe strategi Porter. 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa SNI 01-4314-1996 Minuman kopi dalam kemasan Usia dari SNI minuman kopi dalam kemasan ditemukan telah lebih dari 5 tahun. Dengan demikian sudah selayaknya dilakukan kaji ulang. Penelitian ini melakukan pemeriksaan terhadap kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam peraturan pedoman pengembangan Standar Nasional Indonesia. (Tabel 4).

Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

Gambar 2 Lima Tipe Strategi Porter. (Sumber: David, 2009)

Tabel 4 Hasil pemeriksaan SNI 01-4314-1996. NO

KRITERIA PEMERIKSAAN

Ya √

PENILAIAN Tidak

KETERANGAN

1

Judul SNI jelas sesuai dengan isi substansinya

-

2

Penulisan SNI sesuai dengan ketentuan penulisan SNI



Beberapa penulisan belum sesuai dengan Pedoman penulisan SNI, antara lain: Belum mencantumkan prakata Belum mencantumkan subjek dari standar dalam penulisan ruang lingkup Format penulisan

3

Kesesuaian acuan normatif/referensi dengan persyaratan dan statusnya masih berlaku



SNI 01-2897-1992 telah mengalami revisi menjadi SNI 2897-2008.

4

Kejelasan disertai klausul terkait syarat mutu, metode uji, dan pengambilan contoh



-

5

Ketersediaan infrastruktur pendukung untuk penerapannya, seperti laboraotirum uji, lembaga sertifikasi produk



Tidak ada laboratorium uji khusus produk kopi siap minum dalam kemasan, namun beberapa laboratorium pengujian mampu melakukan pengujian sesuai dengan persyaratan dalam SNI 01-4314-1996.

211

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

4.2 Jenis kopi yang dikonsumsi responden Untuk mengetahui kebutuhan konsumen tehadap produk kopi siap minum dalam kemasan, penelitian ini melibatkan sebanyak 107 responden yang terlibat terbagi dalam kisaran usia sebagai berikut: - <17 tahun 3 orang (1%) - 17-25 tahun 51 orang (48%) - 26-35 tahun 44 orang(41%) - 36-45 tahun 8 orang (7%), - 56-60 tahun 1 orang(1%) Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 97 orang (91%) menyatakan pernah mengkonsumsi minuman kopi siap minum dalam kemasan, dan sisanya sebanyak 10 orang (9%) menyatakan tidak pernah mengkonsumsi produk tersebut. Dari 9 merek yang ditawarkan kepada responden, ternyata terdapat 3 merek yang paling banyak dipilih oleh responden. Ketiga merek tersebut yang akan digunakan sebagai bahan untuk menyusun strategi industri minuman kopi siap minum dalam kemasan. Konsumen juga menyampaikan bentuk dan jenis kemasan yang paling disukai. Diantara kemasan yang ada, kemasan botol disukai sebanyak 45 orang (46%), kemasan tetrapack disukai sebanyak 35 orang (36%), dan kemasan kaleng disukai sebanyak 17 orang (18%), seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kemasan kopi siap minum yang paling disukai responden. Kemasan botol banyak disukai dibandingkan dengan kemasan yang lain karena kepraktisan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Dengan kemasan botol dapat terjamin kopi tidak tumpah ketika tidak habis dalam satu kali konsumsi. 4.3

Analisa penyusunan strategi pemasaran kopi siap minum dalam kemasan

4.3.1 Analisa CPM (competitive profile matrik) Penentuan bobot dilakukan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut: 212

a. Iklan/ promosi Berdasarkan hasil kuesioner, faktor kunci iklan/promosi menjadi prioritas terakhir. Sehingga diberikan bobot 0,05 yang menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap kurang penting oleh responden. b. Kualitas produk Berdasarkan hasil kuesioner, faktor kunci kualitas produk menjadi prioritas ketiga yang membuat responden tertarik mengonsumsi produk minuman kopi siap minum. Sehingga diberikan bobot 0,10 yang menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap cukup penting oleh responden. c. Variasi produk Berdasarkan hasil kuesioner, faktor kunci variasi produk menjadi prioritas utama dalam mengonsumsi produk minuman kopi siap minum. Sehingga diberikan bobot 0,20 yang menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap sangat penting oleh responden. d. Persaingan harga Berdasarkan hasil kuesioner, faktor kunci persaingan harga menjadi prioritas kedua yang membuat responden tertarik mengonsumsi produk minuman kopi siap minum. Sehingga diberikan bobot 0,15 yang menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap penting oleh responden e. Loyalitas pelanggan Berdasarkan hasil kuesioner, faktor kunci loyalitas pelanggan menjadi prioritas utama dalam mengonsumsi produk minuman kopi siap minum, sama halnya dengan variasi produk. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden tidak loyal, sehingga faktor kunci ini sangat penting untuk dipertimbangkan agar loyalitas pelanggan dapat meningkat. Dengan demikian, diberikan bobot 0,20 yang menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap sangat penting. f. Ketersediaan Faktor kunci ketersediaan diberikan bobot 0,15 karena berdasarkan hasil kuesioner, responden menyatakan bahwa ketersediaan produk menjadi prioritas kedua bagi responden dalam mengonsumsi produk minuman kopi siap minum, sama halnya dengan faktor kunci persaingan harga. Jelaskan berapa banyak yang mengatakan dalam kelompok bobot ini). Apa arti nilai bobot tersebut? g. Brand image Faktor kunci brand image berdasarkan hasil kuesioner menjadi prioritas ketiga, sama halnya dengan faktor kunci kualitas produk, yang membuat responden tertarik untuk mengonsumsi produk minuman kopi siap minum. Sehingga, brand image diberikan bobot 0,10 yang

Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

menunjukkan bahwa faktor kunci ini dianggap pelanggan kurang memanfaatkan layanan kurang penting oleh responden. konsumen yang telah disediakan. Sehingga, faktor kunci ini diberikan bobot 0,05 yang h. Layanan konsumen menunjukkan bahwa layanan konsumen Faktor kunci layanan konsumen menjadi prioritas dianggap kurang penting. terakhir bagi responden karena terkadang Tabel 5 Matrik CPM untuk 3 merek kopi siap minum dalam kemasan. Faktor kunci Iklan Kualitas produk Variasi produk Persaingan harga Loyalitas pelanggan Ketersediaan Brand image Layanan konsumen

Bobot 0.05 0.10 0.20 0.15 0.20 0.15 0.10 0.05

Produk A Rating Skor 2.00 0.10 2.00 0.20 4.00 0.80 3.00 0.45 1.00 0.20 4.00 0.60 4.00 0.40 4.00 0.20

Produk B Rating Skor 4.00 0.20 3.00 0.30 3.00 0.60 3.00 0.45 1.00 0.20 4.00 0.60 3.00 0.30 4.00 0.20

Produk C Rating Skor 1.00 0.05 2.00 0.20 1.00 0.20 4.00 0.60 1.00 0.20 4.00 0.60 2.00 0.20 3.00 0.15

(Sumber: hasil survei, 2015)

Penentuan rating dilakukan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut: a. Iklan/ promosi Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa produk B melakukan iklan/promosi yang frekuensinya lebih banyak, yang diikuti oleh produk A dan C, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan penghasil produk B memiliki respon yang lebih baik terhadap faktor kunci ini. b. Kualitas produk Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa komposisi produk B lebih berkualitas, yang diikuti oleh produk A dan C, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan penghasil produk B memiliki respon yang lebih baik terhadap faktor kunci ini. c. Variasi produk Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa produk A memiliki variasi produk yang lebih banyak, yang diikuti oleh produk B dan C, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan penghasil produk A memiliki respon yang lebih baik terhadap faktor kunci ini. d. Persaingan harga Berdasarkan hasil pengamatan, produk C memiliki harga yang terbaik dibandingkan produk A dan B, sehingga produk C mampu bersaing dengan produk A dan B. Dengan demikian, perusahaan penghasil produk C memiliki respon yang lebih baik dibandingkan dengan produk A dan B. e. Loyalitas pelanggan Dari hasil survei didapatkan bahwa sebanyak 62 responden (64%) menyatakan suka berganti merk. Sehingga, dapat dikatakan bahwa perusahaan penghasil produk A, B,

dan C memiliki respon yang sangat buruk terhadap faktor kunci ini. f. Ketersediaan Berdarkan hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa ketiga merk dapat ditemukan di beberapa tempat belanja dengan skala yang berbeda. Sehingga, dapat dikatakan bahwa perusahaan penghasil produk A, B, dan C memiliki respon yang sama-sama sangat baik terhadap faktor kunci ini. g. Brand image Faktor kunci brand image diberikan rating berdasarkan produk favorit pilihan responden, dengan urutan produk favorit yaitu produk A, B, kemudian C. Sehingga, perusahaan penghasil produk A memiliki respon yang sangat baik terhadap faktor kunci ini, dibandingkan dengan produk B dan C. h. Layanan konsumen Berdasarkan hasil pengamatan, produk A dan B telah mencantumkan label layanan konsumen dengan jelas dibandingkan dengan produk C. Sehingga perusahaan penghasil produk A dan B dapat dikatakan memiliki respon yang lebih baik dibandingkan produk C. 4.3.2 Analisa Porter Five 4.3.2.1 Persaingan dalam industri kopi Dalam industri minuman kopi siap minum, terdapat persaingan yang cukup ketat dari segi cita rasa, kemasan, harga, maupun kepraktisan. Kondisi industri minuman kopi siap minum di Indonesia sendiri saat ini tingkat persaingannya cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei, dari 31 responden, 25 orang diantaranya adalah penikmat minuman kopi. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan akan minuman kopi ini 213

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

dengan berbagai macam cara, yaitu dengan membeli kopi dalam kemasan sachet, membeli kopi seduh di warung, maupun membeli kopi di kafe. Kopi dalam kemasan sachet adalah pesaing utama dari kopi dalam kemasan siap minum, diikuti dengan kopi seduh yang biasa dijual di warung kopi sebagai pesaing kedua. Lebih lanjut, keberadaan kafe yang semakin menjamur, juga turut menjadi pesaing keberadaan minuman kopi dalam kemasan siap minum. Sehingga dapat dianalisa bahwa keberadaan ketiga pesaing tersebut harus diperhatikan agar minuman kopi dalam kemasan siap minum dapat terus meningkatkan pasarnya, terlebih lagi dapat menguasai pasar. 4.3.2.2 Pendatang baru atau pesaing baru Berdasarkan time line perkembangan industri kopi di Indonesia, pendatang baru atau pesaing baru yang masuk dalam industri kopi cenderung sedikit. Selain itu, dari hasil kuesioner dapat diketahui bahwa meskipun terdapat pelaku dan merk baru yang ikut meramaikan industri minuman kopi, konsumen tetap loyal terhadap beberapa merk tertentu, sehingga konsumen sulit untuk berpindah ke minuman lain yang sekiranya dianggap kurang ternama. Oleh karena itu, dapat dianalisa bahwa potensi pendatang baru atau pesaing baru dalam industri kopi ini tetap ada, namun ancamannya rendah. 4.3.2.3 Potensi produk pengganti Dalam banyak industri, perusahaan berada dalam persaingan dekat dengan produsen produk pengganti di industri lain (David, 2009). Hasil penelitian dari Hendriani (2015) yang melakukan survei kepada 1.221 outlet tradisional dari berbagai tipe, yaitu toko eceran, warung belanja, dan kios rokok di wilayah Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan & Makassar. Survei digelar pada 13 Mei sampai 13 Juni 2015, menyebutkan 10 (sepuluh) merk produk kopi siap minum dalam kemasan yang tersedia di pasar adalah: a. Granita (30,0%) b. Good Day (24,1%) c. Kopiko 70C (18,2%) d. Kopi Cup (7,7%) e. Nescafe (3,0%) f. Cafela (2,7%) g. Torabika Kopikap (2,3%) h. HSL White Coffee (1,0%) i. Kopyes (0,9%) j. Capucini (0,6%) Dari data tersebut, dapat dianalisa bahwa pasar produk kopi siap minum dalam kemasan ini tinggi karena diramaikan oleh beberapa merk 214

dan beberapa perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya tekanan kompetitif jika terjadi penurunan harga produk pengganti yang menyebabkan beralihnya daya beli konsumen. Selain produk sejenisnya, produk minuman RTD lainnya juga dapat menjadi potensi ancaman produk pengganti dalam industri minuman kopi. Berdasarkan hasil kuesioner, adapun produk minuman pengganti yang dapat menjadi ancaman antara lain AMDK, minuman isotonic, minuman bersoda, minuman teh dalam kemasan, minuman sari buah, yogurt, minuman berenergi, dan lain sebagainya. 4.3.2.4 Kekuatan tawar-menawar pemasok Perusahaan penyedia minuman kopi, cenderung mudah mendapatkan bahan baku. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut biasanya memiliki perkebunan kopi sendiri. Sedangkan untuk bahan baku lainnya seperti air, gula, dan sebagainya dapat dipenuhi melalui kerja sama dengan perusahaan lain. Dengan demikian dapat dianalisa bahwa kekuatan tawar-menawar dari pemasok relatif rendah. 4.3.2.5 Kekuatan tawar-menawar konsumen Berdasarkan hasil pengumpulan data (97 responden), konsumen memiliki keleluasaan untuk memilih produk kopi RTD sesuai dengan keinginannya. Tiga produk yang menjadi pilihan teratas konsumen sebagai berikut: a. Produk A (42%) b. Produk B (32%) c. Produk C (22%) Banyaknya alternatif produk lain yang dapat dipilih oleh konsumen dengan variasi rasa, harga, dan volume yang dimiliki oleh masingmasing produk tersebut, menyebabkan kekuatan tawar-menawar dari konsumen menjadi relatif tinggi. Analisa menggunakan informasi dari berbagai sumber yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan penyusunan strategi oleh masing-masing produsen kopi. Usulan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor kunci persaingan harga dianggap penting oleh responden, sehingga responden akan memperhatikan harga jual produk ketika akan melakukan pembelian. Sehingga, produk A perlu memperhatikan harga jual produk dalam strategi perusahaan. Selain itu, kualitas produk A yang dilihat berdasarkan komposisi produk, memiliki kandungan kopi yang melebihi persyaratan dalam SNI, sehingga hal ini dinilai tidak memenuhi standar yang ada.

Standar Produk Kopi dalam Kemasan dan Strategi Pemasarannya (Ellia Kristiningrum, Firdanis Setyaning, Febrian Isharyadi dan Ahmad Syafin A.)

Gambar 6 Porter five produk kopi siap minum dalam kemasan. (Sumber: Hasil analisa, 2015)

Dengan demikian, strategi yang dapat diusulkan pada produk A yaitu cost leadership, dengan memberikan harga terendah dan terbaik di pasaran, dan pengembangan produk, dengan

menurunkan presentase kandungan kopi. Begitu juga dengan produk B, berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perusahaan perlu memperhatikan harga jual produknya. Selain itu, frekuensi iklan/promosi yang diberikan kepada konsumen masih rendah. Sehingga, usulan strategi yang dapat diberikan kepada produk B yaitu cost leadership, dengan menerapkan harga terendah dan terbaik di pasaran, serta penetrasi produk, dengan meningkatkan frekuensi iklan/ promosi kepada konsumen. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan terhadap produk C, dapat diketahui bahwa variasi produk dan rasa yang ditawarkan kepada konsumen masih rendah. Selain itu, frekuensi iklan/ promosi yang dilakukan perusahaan dinilai masih rendah. Sehingga, strategi yang dapat diusulkan yaitu pengembangan produk, dengan menambah variasi kemasan dan rasa, serta penetrasi produk, dengan menambah frekuensi iklan/promosi kepada para konsumen.

Tabel 6 Usulan strategi untuk industry kopi RTD. PRODUK A

B

KRITERIA Cost leadership

USULAN STRATEGI low cost dan best value

Pengembangan produk

menurunkan presentase kandungan kopi dalam RTD low cost dan best value

Cost leadership Penetrasi produk

C

5.

Pengembangan produk Penetrasi produk

menambah iklan untuk produk RTD coffee menambah variasi kemasan dan rasa menambah iklan untuk meningkatkan pangsa pasar

KESIMPULAN

Hasil analisa terhadap dokumen SNI 014314-1996 menunjukkan bahwa SNI tersebut tidak sesuai dengan kriteria pedoman pengembangan Standar Nasional Indonesia dalam hal penulisan SNI dan penggunaan acuan normatif/referensi, sehingga SNI tersebut perlu dikaji ulang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Usulan strategi yang dihasilkan dari penghimpunan informasi dari eksternal dan internal perusahan antara lain low cost and best value, menurunkan presentase kandungan kopi

KETERANGAN konsumen sangat sensitif terhadap harga dan kekuatan pembeli sangat kuat karena dari ketiga produk yang dianalisa, produk A memiliki kandungan kopi yang paling tinggi konsumen sangat sensitif terhadap harga dan kekuatan pembeli sangat kuat -

dalam RTD, menambah variasi rasa dan kemasan dan meningkatkan frekuensi iklan dalam televisi. Pentingnya tingkat kesesuaian produk dengan standar untuk mengetahui kualitas produk kopi siap minum dalam kemasan, membuka peluang untuk dilakukannya penelitian lanjutan. Standar-standar yang sesuai untuk dijadikan acuan dalam pengujian produk minuman kopi dalam kemasan juga perlu diidentifikasi lebih lanjut. Selain itu perlu diketahui pula tingkat kepedulian konsumen terhadap standar dan tingkat kemampuan produsen dalam menerapkan standar produk dan bagaimana penggunaan SNI 01-4314-1996 215

Jurnal Standardisasi Volume 18 Nomor 3, November 2016: Hal 205 - 216

Minuman kopi dalam kemasan di kalangan pengusaha untuk mengetahui kebutuhan pasar akan SNI tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rahmat Nurcahyo dan Perpustakaan BSN yang telah menyediakan referensi yang dibutuhkan dalam melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional, 1996, SNI 014314-1996 Minuman kopi dalam kemasan, Jakarta -------, 2015, Peraturan Kepala Badan Nasional Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengembangan Standar nasional Indonesia, Jakarta David, F.R. 2009. Strategic Management, Manajemen Strategis Konsep. Penertbit Salemba, Jakarta. Harisudin. M, 2011, Competitive Profile Matrix Sebagai Alat Analisis Strategi Pemasaran Produk Atau Jasa, Sepa : Vol. 7 No.2 Pebruari 2011 : 80–84 Hidayat, HN, 2007, Strategi Marketing Mix Kopi Kapal Api, https://moko31.wordpress.com/2009/08/30 /strategi-marketing-mix-kopi-kapal-api/ Hybrida, S, 2016. Harumnya pasar kopi siap minum. Mars Indonesia webmail. http://www.marsindonesia.com/articles/har umnya-pasar-kopi-siap-minum Hsu. J.L and Hung. W.C, 2005, Packed coffee drink consumption and product attribute preferences of young adults in Taiwan. Food Quality and Preference, Volume 16, Issue 4, June 2005, Pages 361–367 Hendriani, L. (2015). Top 10 Indonesia most Avaliable RTD Coffee Brand.

216

http://mix.co.id/brandinsight/research/siapa-top-10-indonesiamost-visible-rtd-coffee Infografis, 2013, Infografis produksi kopi Indonesia terbesar ketiga dunia, http://houseofinfographics.com/kopiindonesia-terbesar-ketiga-dunia/ Lembang. RD, 2010, Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Promosi, Dan Cuaca Terhadap Keputusan Pembelian Teh Siap Minum Dalam Kemasan Merek Teh Botol Sosro, Universitas Diponegoro, Semarang Suminto, Kristiningrum, E., Widyatmoko. W., Susanto, D. A ., 2013. Kesesuaian Mutu Produk Unggulan UKM Sektor Pangan Terhadap Standar Nasional Indonesia, Jurnal Standardisasi, Vol 15, No 3 Siregar, S. 2014, Bisnis Minuman Kopi Siap Minum yang Sangat Menggiurkan, http://www.marsindonesia.com/newsletter/ bisnis-minuman-kopi-siap-minum-yangkian-menggiurkan Shin DH., Kim H., Hwang J. (2015). Standardization revisited: A critical literature review on standards and innovation., Computer Standards & Interfaces Vol. 38, pp. 152–157 Undang-Undang No 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Wiyono, G 2011, Merancang Penelitian Bisinis dengan Alat Analisis SPSS 17.0 & SmartPLS 2.0, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Wikipedia, 2015, Analisa lima kekuatan porter, https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_lima_ kekuatan_Porter, diakses tanggal 2 Juli 2015 Woods, J. A., Cortada, J, (2001), The Knowledge Management Yearbook 2000-2001