STATUS HIDRASI, AKTIVITAS FISIK DAN TINGKAT KEBUGARAN

Download dengan status hidrasi, tingkat kecukupan air dengan status hidrasi, status hidrasi ... Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal R...

2 downloads 665 Views 19MB Size
STATUS HIDRASI, AKTIVITAS FISIK DAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET FUTSAL REMAJA PUTRI

GANDIS ASTI RIZKIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Gandis Asti Rizkiyanti NIM I14110022

ABSTRAK GANDIS ASTI RIZKIYANTI. Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remaja Putri. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional study. Penelitian dilakukan di tim futsal NLFC (Netic Ladies Futsal Club), dengan jumlah 21 responden. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan cara wawancara dan observasi langsung responden dan data sekunder yang berasal dari administrasi sekolah. Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p<0.05), tingkat kecukupan gizi dengan status gizi, dan asupan air dengan tingkat kecukupan air. Namun tidak terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan asupan air (p>0.05), asupan air dengan status hidrasi, tingkat kecukupan air dengan status hidrasi, status hidrasi dengan tingkat kebugaran, dan status gizi dengan tingkat kebugaran. Kata Kunci: aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, status hidrasi, tingkat kebugaran

ABSTRACT GANDIS ASTI RIZKIYANTI. Hydration Status, Physical Activity, and Fitness Level in Adolescent Girl Futsal Athlete. Supervised by BUDI SETIAWAN.

The purpose of this study was to analyze the relationship between hydration status, physical activity and fitness levels in adolescent girls futsal athletes. This study was a cross sectional study. There research were held in futsal team NLFC (Netic Ladies Futsal Club), the number of respondents were 21 respondents. The study began in February 2015. It used primary data through interviews and direct observation of the respondents and secondary data derived from the school’s administration. There were a significant correlation (p<0.05) between nutrition knowledge and nutritional status, the level of nutritional adequacy and nutritional status, and water intake with sufficient water levels. However, there were no significant correlation (p>0.05) between physical activity with water intake, intake of water for hydration status, the adequacy of water for hydration status, hydration status with fitness levels, and nutritional status with fitness levels. Keywords: physical activity, knowledge of nutrition, nutritional status, hydration status, fitness level.

STATUS HIDRASI, AKTIVITAS FISIK DAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET FUTSAL REMAJA PUTRI

GANDIS ASTI RIZKIYANTI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi : Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri Nama : Gandis Asti Rizkiyanti NIM : I14110022

Disetujui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri”. Skripsi ini ditunjukkan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. 3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked., M.Sc selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran. 4. Keseluruhan tim futsal putri NLFC (Netic Ladies Futsal Club), baik dari manager pak Teguh, pelatih tim pak Agung dan anggota tim futsal NLFC. 5. Kepada kepala sekolah SMPN 3 Cibinong, karena telah bersedia mengizinkan dan menyediakan tempat selama penelitian. 6. Keluarga tercinta: Bapak, mama, dede Risna Nur Pujawati, dan dede Ranti Tika Gantika, serta seluruh keluarga besar atas segala do’a dan dukungan. 7. Kepada teman-teman tersayang yang telah membantu proses turun lapang penelitian dan memberikan semangat serta motivasi: Satrio Bagus Eka Putra, Cynthia, Yenni Puspitasari, Ulya Rufako, Gina Paradisa, Ka Sari Kaylaku, Karizma Rindu, Ka Anisyah Citra, Ka Umbara Paskindra, Ka Enra Sujanawan, Sry Novi, Rika Mustika, Gina Qudsi, Rina, Intan, Hanifah, Klara, Asmi, Syifa, Susani, Dian Irma, Nisfa, Nur Afifah, Nur Khoiriyah. 8. Teman-teman Mineral 48 atas segala dukungan, perhatian, semangat, motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. 9. Teman-teman kos Tridara: Aulia Idzihar, Dyah Ayu, Shinta, Ka Feni, Ka Marsita, Ka Mira, Ka Wenti atas semangat dan motivasinya Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

Gandis Asti Rizkiyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Waktu dan Tempat Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Pengetahuan Gizi Kebutuhan Energi Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Status Gizi Kebiasaan Minum Kebutuhan Air Tingkat Kecukupan Air Harian Status Hidrasi Aktivitas Fisik Tingkat Kebugaran Jasmani Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tim NLFC Karakteristik Responden Usia Berat Badan Tinggi Badan Status Gizi Pengetahuan Gizi Konsumsi Pangan Kebiasaan Makan dan Minum Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum dan Sesudah Latihan/Pertandingan Kebiasaan Makan dan Minum Saat Latihan Tingkat Kecukupan Gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Zat Besi

i ii iii 1 1 2 2 3 3 5 5 5 5 6 7 7 7 8 8 9 9 9 10 10 11 12 12 12 12 13 13 14 14 16 16 18 20 21 22 23 23 24 25 25

Vitamin A Vitamin B6 Vitamin C Kebiasaan Minum Aktivitas Fisik Kebutuhan Air Asupan Air Konsumsi Air dari Makanan Konsumsi Air dari Metabolik Total Konsumsi Air Tingkat Kecukupan Air Status Hidrasi Tingkat Kebugaran Uji Hubungan Antar Variabel Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Responden Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Asupan Air Responden Hubungan antara Asupan air, Tingkat Kecukupan Air dan Status Hidrasi Hubungan antara Status Hidrasi dengan Tingkat Kebugaran Responden Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Responden SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

26 27 27 28 30 31 32 33 34 34 35 37 38 39 39 40 40 41 42 42 42 42 43 44 49 59

DAFTAR TABEL

1 Kategori pengetahuan gizi 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 3 Kategori status hidrasi 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 5 Sebaran responden berdasarkan umur 6 Sebaran responden berdasarkan berat badan 7 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan 8 Sebaran responden menurut status gizi 9 Sebaran responden berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan gizi 10 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah latihan/pertandingan 11 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum saat latihan/pertandingan 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein 14 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak 15 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 16 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 18 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 19 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B6 20 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 21 Sebaran responden berdasarkan jenis minuman dan pola minum 22 Sebaran responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik 23 Sebaran kebutuhan air responden berdasarkan kategori PAL dan periode hari 24 Sebaran rata-rata konsumsi air dari minuman (mL/hari) responden berdasarkan jenis minuman dan periode hari 25 Sebaran rata-rata asupan air responden dari makanan 26 Sebaran rata-rata konsumsi zat gizi makro dan air metabolik responden 27 Sebaran rata-rata konsumsi air total responden menurut sumber 28 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan air responden 29 Sebaran tingkat kecukupan air responden berdasarkan kebutuhan air 30 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan air responden berdasarkan periode hari dan umur 31 Sebaran tingkat kecukupan air responden berdasarkan AKG 2013 32 Sebaran responden berdasarkan kategori status hidrasi 33 Sebaran responden berdasarkan tingkat kebugaran

7 8 10 10 13 13 14 14 15 19 20 22 23 24 25 25 26 26 27 27 30 30 31 32 33 34 35 35 36 36 37 38 39

DAFTAR GAMBAR

1

Kerangka pemikiran status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remaja putri

4

DAFTAR LAMPIRAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Tabel jenis dan cara pengumpulan data penelitian Tabel nilai physical activity ratio Tabel prediksi VO2 max Tabel klasifikasi VO2 Max putri berdasarkan umur (Tahun) Tabel sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi Tabel sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum Hasil uji korelasi pearson antara pengetahuan gizi dengan status gizi Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi Hasil uji korelasi spearman antara aktivitas fisik dengan asupan air Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan tingkat kecukupan Air Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan status hidrasi Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan air dengan status hidrasi Hasil uji korelasi pearson antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran Tabel hasil uji korelasi pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran Dokumentasi kegiatan penelitian

49 50 51 52 52 53 54 54 54 55 55 55 56 56 56 57 57 58

PENDAHULUAN

Latar Belakang Futsal merupakan suatu permainan beregu yang terdiri dari lima orang pemain dengan tujuan memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang tersebut, agar tidak kemasukan bola. Olahraga ini membentuk seorang pemain agar selalu siap menerima dan mengumpan bola dengan cepat dalam tekanan pemain lawan. Di dalam memainkan bola, setiap pemain diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan kecuali tangan dan lengan, dimana hanya penjaga gawang yang diperbolehkan memainkan bola dengan kaki dan tangan (Giriwijoyo dan Ali 2005). Permainan futsal membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktivitas secara terus-menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Performa atlet dilapangan berkaitan dengan keterampilan dan kebugaran yang didapat dari latihan rutin dan faktor psikologis atlet, didukung oleh asupan energi, zat gizi dan status hidrasi selama pertandingan. Menjaga keseimbangan cairan merupakan hal yang harus diperhatikan selama latihan atau bertanding.Kegagalan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dapat mempengaruhi performa altet. Menurut NATA (2000), dehidrasi akibat berkurangnya 1-2% berat badan akan mulai mengganggu fungsi fisiologis tubuh dan memberikan pengaruh negatif terhadap performa. Hal ini didukung Irawan (2007) yang menyatakan berkurangnya 1-2% berat badan akibat keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan performa sebesar 10%. Masa remaja merupakan masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Percepatan pertumbuhannya lebih cepat daripada masa anak-anak. Pada atlet remaja, pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah pertambahan tinggi badan, konsumsi oksigen maksimal (VO2 max), dan kekuatan otot. Atlet remaja juga memiliki resiko dehidrasi lebih tinggi daripada atlet dewasa. Saat berolahraga atlet remaja cenderung lebih tinggi beresiko dehidrasi jika dibandingkan dengan atlet dewasa, hal ini disebabkan tingginya metabolisme dapat menyebabkan tingginya pengeluaran panas didalam tubuh dan meningkatkan suhu tubuh, sehingga simpanan cairan cairan tubuh digunakan untuk menurunkan panas tubuh. Namun, Irianto (2006) menyatakan atlet remaja juga lebih sedikit berkeringat, hal ini disebabkan kemampuan tubuh yang rendah untuk mentransfer panas hasil kontraksi otot ke lapisan kulit, sehingga menyebabkan penurunan penyaluran panas tubuh melalui pengeluaran keringat. Sebuah penelitian di Brazil menyatakan sebanyak 22% atlet remaja masih mengonsumsi air dibawah jumlah yang cukup (Sousa et al. 2007). Menurut Briawan et al. (2011) rata-rata laki-laki meminum 6 gelas per hari, sementara perempuan meminum 6-7 gelas per hari, masih kurang dari jumlah yang dianjurkan, yaitu sebesar 2 liter per hari atau setara dengan 8 gelas per hari. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik memerlukan energi diluar kebutuhan untuk metabolisme basal. Menurut Briawan et al. (2011) asupan air seseorang akan tergantung dari tingkat aktivitas, pola makan, lingkungan, dan aktivitas sosialnya. Irawan (2007) menyatakan bahwa bukan hanya remaja yang memiliki aktivitas

padat terkadang orang dewasa melupakan asupan cairan, padahal asupan cairan sangat penting bagi tubuh, bahkan pada atlet saja asupan cairan dapat meningkatkan performa. Hidrasi diartikan sebagai keseimbangan cairan dalam tubuh dan merupakan syarat penting untuk menjamin metabolisme sel tubuh.Sementara itu, dehidrasi berarti kurangnya cairan didalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari jumlah yang masuk. Pada saat berolahraga dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh, dan mengambat laju produksi energi. Dehidrasi dapat menurunkan kebugaran yang berdampak pada performa (Murray 2007). Hasil penelitian (Teresa et al. 2004) menunjukkan bahwa kebugaran sampel yang dilihat dari VO2 max saat mengalami dehidrasi (3398.3±795.5 ml/min) lebih rendah daripada sampel dalam kondisi terhidrasi baik (3763.8±840.3 ml/min). Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui status hidrasi dan efeknya terhadap performa atlet. .

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran pada atlet futsal remaja putri. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Mengkaji karakteristik meliputi, usia, pengetahuan gizi, status gizi, kebiasaan minum, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi; protein; lemak; karbohidrat; Fe; vitamin C; vitamin B6, aktivitas fisik, asupan air, kebutuhan air, status hidrasi, tingkat kebugaran responden. 2. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden. 3. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi. 4. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan air responden. 5. Menganalisis hubungan antara asupan air, tingkat kecukupan air, dan status hidrasi. 6. Menganalisis hubungan antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden. 7. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden.

Hipotesis 1. Terdapat hubungan positif antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden. 2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi. 3. Terdapat hubungan positif antara aktivitas fisik dengan asupan air responden. 4. Terdapat hubungan positif antara asupan air, tingkat kecukupan air, dan status hidrasi.

5. Terdapat hubungan positif antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden. 6. Terdapat hubungan positif antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi responden tentang pengetahuan pola minum, jenis minuman dan asupan air, sehingga dapat mengetahui jenis minuman yang baik untuk dikonsumsi dan memerhatikan asupan air yang berdampak pada status hidrasi, dimana status hidrasi ini penting untuk mempertahankan performa atlet. Kemudian dapat bermanfaat bagi pihak terkait untuk lebih memerhatikan strategi yang tepat sesuai dengan karakteristik setiap atlet untuk meningkatkan kebugaran yang kemudian berdampak pada performa.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Aktivitas fisik yang dilakukan dengan rutin akan membuat tubuh menjadi bugar dan menjadi faktor protektif beberapa penyakit seperti hipertensi, jantung dan berbagai penyakit degeneratif lainnya (Moreira 2011). Aktivitas tubuh selalu mengeluarkan cairan dalam bentuk keringat, urin, feses, dan melalui pernapasan. Latihan-latihan berat selama beberapa hari tanpa diimbangi dengan pergantian air secara cepat akan mengakibatkan dehidrasi yang parah. Menurut Bening (2007) kebutuhan cairan berbanding lurus dengan aktivitas tubuh, yang artinya semakin berat aktivitas yang dikerjakan, semakin banyak kebutuhan cairannya. Hal ini didukung oleh penelitian Kant et al. (2009) bahwa di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa aktivitas luang memiliki hubungan dengan asupan air putih dan total asupan air, sementara aktivitas yang tinggi memiliki hubungan dengan air dari minuman dan total asupan air, semakin tinggi jumlah air yang diasup dari minuman dan total asupan airnya, dimana dengan kata lain aktivitas fisik memiliki hubungan dengan asupan air. Kurangnya konsumsi cairan yang menyebabkan dehidrasi berbahaya bagi kesehatan serta membuat beban kerja tubuh menjadi lebih berat.Pada saat berolahraga, dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh, dan menghambat laju produksi energi.Dehidrasi bersama dengan berkurangnya simpanan karbohidrat merupakan dua faktor utama penyebab penurunan performa tubuh pada saat berolahraga. Kant et al. (2009) menunjukkan atlet/individu yang memulai latihan/pertandingan dengan level hidrasi tubuh yang baik akan mempunyai performa daya tahan/endurance, kecepatan respon, dan performa olahraga yang lebih prima. Hal ini membuat strategi hidrasi yang baik menjadi bagian yang tidak

terpisahkan bagi atlet profesional dunia tidak hanya untuk menjaga performa olahraga, namun juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh. Salah satu cara mempertahankan kebugaran atlet adalah menjaga agar tubuh tetap terhidrasi dengan baik melalui pengaturan asupan cairan. Status hidrasi dapat mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Hal ini didukung penelitian Teresa et al. (2004) bahwa kebugaran sampel yang dilihat dari VO2 max saat mengalami dehidrasi (3398.3±795.5 ml/min) lebih rendah daripada sampel dalam kondisi terhidrasi baik (3763.8±840.3 ml/min). Sehingga atlet olahraga sebaiknya memiliki strategi minum yang baik agar hidrasi tubuh selalu terjaga. Berikut disajikan gambar kerangka pemikiran penelitian ini. Karakteristik : o Usia o Berat badan o Tinggi badan o Pengetahuan gizi o Kebiasaan minum o Konsumsi pangan o Konsumsi cairan

Aktivitas Fisik

Asupan air

Asupan energi dan zat gizi

Tingkat Kecukupan Gizi

Status Gizi

Tingkat Kecukupan Air

Status Hidrasi

Tingkat Kebugaran Gambar 1 Kerangka pemikiranstatus hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remajaputri

Keterangan : = Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

METODE Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan penelitian ini adalah cross sectional Study. Penelitian dilakukan bulan Februari 2015 didalam tim futsal putri NLFC. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purpossive karena NLFC (Netic Ladies Futsal Club) merupakan tim futsal putri di Bogor yang memiliki pelatihan khusus dan belum memiliki aturan resmi tentang pola makan dan pola minum. Cara Pengambilan Contoh Responden penelitian diambil dengan metode purpossive sampling yaitu atlet futsal remaja putri yang terdaftar pada tim NLFC (Netic Ladies Futsal Club) di Bogor. NLFC adalah tim yang selalu mewakili Bogor didalam pertandingan futsal putri, sehingga tim ini memiliki jadwal latihan yang teratur. Para responden merupakan siswi yang masuk kedalam tim utama (Tim A), dengan jumlah responden 21 orang. Kriteria inklusi didalam penelitian ini adalah responden sedang menjalani latihan, selalu berlatih sesuai dengan program latihan yang dibuat pelatih, merupakan anggota tim utama yang menjadi wakil disetiap turnamen, selalu mendapatkan frekuensi dan intensitas latihan terpola, tidak mengalami cidera, tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Kemudian kriteria ekslusi didalam penelitian ini adalah responden yang sedang sakit atau dalam masa penyembuhan, mengikuti tim futsal kurang dari 1 bulan dan tidak berada di tempat latihan saat pengambilan data.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung, penyebaran kuesioner dan pengukuran. Data primer yang dikumpulkan antara lain, data karakteristik umum

responden (usia, berat badan, tinggi badan, pengetahuan gizi, pola minum, jenis minuman), aktivitas fisik, asupan cairan, kebutuhan air, tingkat kecukupan air, tingkat kecukupan energi dan gizi, dan tingkat kebugaran. Data kebiasaan minum (jenis minuman, pola minum) dan asupan cairan yang diambil dengan mengunakan metode food recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Data antropometri yang diperoleh dari pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg, sedangkan tinggi badan menggunakan stature dengan ketelitian 0.1 cm, data aktivitas fisik diperoleh dengan menggunakan formulir recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan libur, data tingkat kebugaran yang diperoleh berdasarkan tes dengan menggunakan metode Tes Bleep/Multi Stage Fitness Test. Data sekunder digunakan sebagai pertimbangan awal dalam pemilihan lokasi dan pengambilan responden. Data ini diperoleh dari data administrasi tim futsal, seperti gambaran umum tim futsal, jadwal latihan tim futsal, jumlat atlet, dan prestasi tim futsal putri yang diraih. Tabel jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Lampiran 1. Jenis data penelitian yang berjudul Status Hidrasi, Aktivitas fisik dan Tingkat kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dengan cara pengisian kuesioner, teknik wawancara dan pengukuran, sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dari pihak tim. Data primer terdiri dari karakteristik, antropometri, status gizi responden, aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, tingkat kecukupan air, status hidrasi dan tingkat kebugaran. Data sekunder yang digunakan dari penelitian ini merupakan gambaran umum tim yang berasal dari administrasi tim futsal putri.

Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik.Tahap Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisa data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan. Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah ada, setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahap akhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell 2007 for windows dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi responden menggunakan uji korelasi pearson, hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi menggunakan uji korelasi pearson, hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan air responden mengunakan uji korelasi spearman, hubungan asupan air; tingkat kecukupan air; dan status hidrasi menggunakan uji korelasi pearson, hubungan antara variabel status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden menggunakan uji korelasi pearson, hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran menggunakan uji korelasi pearson.

Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi didasari dengan kemampuan responden menjawab dengan benar 20 pertanyaan umum tentang gizi yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%). Tabel 1 Kategori Pengetahuan Gizi Kategori Pengetahuan Gizi Skor Baik >80% Sedang 60-80% Kurang <60 Sumber: Khomsan 2000

Kebutuhan Energi Kebutuhan energi responden diperhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan oleh FAO/WHO/UNO (2001). TEE = BMR x PAL Dimana BMR (10-18 tahun) = 13.384kg+692.6 Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi Data tingkat kecukupan energi dan zat gizi didapat dengan mengukur konsumsi pangan dengan metode food recall 2x24 jam. Data energi dan zat gizi dihitung menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) (2007) dan Food Composition For Indonesia (FCT) (2013) sebagai acuan. Data yang sudah dihitung menjadi jumlah energi dan zat gizi disebut data asupan energi dan zat gizi. Berikut adalah rumus mencari asupanan energi dan zat gizi (Hardinsyah dan Briawan 1994) : KGIj= {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan: KGIj = kandungan zat gizi (i) dalam makanan (j) Bj = berat makanan (j) yang dikonsumsi (g) Gij = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanna (j) BDDj = bagian bahan makanan (j) yang dapat dimakan Data asupan energi dan zat gizi dibandingkan dengan kebutuhan aktual zat gizi dan Angka kecukupan gizi (AKG) 2013, sehingga didapatkan kecukupan energi dan zat gizi setiap responden.Tingkat kecukupan energi dan zat gizi responden dikategorikan berdasarkan Depkes (2005), dimana defisit tingkat berat jika (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), serta berlebih (>120%).Berikut rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat kecukupan gizi (Hardinsyah dan Tambunan 2004): AKG Koreksi = (Konsumsi zat gizi aktual/AKG) x 100%

Status Gizi Data karakteristik responden meliputi usia, berat badan dan tinggi badan akan memberikan gambaran mengenai status gizi responden. Data tersebut diperoleh langsung melalui kuesioner dan pengukuran. Data usia, berat badan, dan tinggi badan diolah untuk mendapatkan Indeks Massa Tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan menggunakan software anthroplus WHO (2007). Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Kategori Cut off point Sangat Kurus z-score ≤ -3 SD Kurus -3 SD ≤ z-score < -2 SD Normal -2 SD < z-score < +1 SD Gemuk +1 SD ≤ z-score < +2 SD Obese z-score ≥+2 SD Sumber: WHO 2007

Kebiasaan Minum Data kebiasaan minum yang diambil adalah pola minum dan jenis minuman. Menurut Rachma (2009) kebiasaan adalah perilaku yang dipraktekkan berulang-ulang. Penilaian kebisaan minum menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ). Konsumsi air dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan sumbernya, yaitu minuman air putih, minuman lainnya (bewarna dan berasa), air dalam makanan, dan air metabolik. Air yang berasal dari minuman dan makanan diperoleh berdasarkan data food recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Berat bukan air putih yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam kandungan air menggunakan koreksi berat padatan zat gizi yang dikandungnya. Konsumsi air yang berasal dari bukan air mineral dan berasal dari makanan dikonversikan ke dalam kandungan air dengan menggunakan DKBM (2007). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut : KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : Kgi j : kandungan air dalam bahan makanan j Bj : berat makanan j yang dikonsumsi (g) Gij : kandungan air dalam 100 g BDD bahan makanan j BDDj : bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Data asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme zat gizi pangan seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang dikonsumsi (air metabolik). Menurut Verdu and Navarrete (2009), 1 gram karbohidrat, lemak, dan protein masingmasing menghasilkan 0.55 mL, 1.07 mL, dan 0.40 mL air. Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Air metabolik (ml) = (Karbohidrat yang dikonsumsi (g) x 0.55 mL) + (Protein yang dikonsumsi (g) x 0.40 mL) + (Lemak yang dikonsumsi (g) x 1.07 mL)

Adapun rumus untuk menghitung total asupan air adalah sebagai berikut : Total asupanair (mL) = Volume minuman air putih + Volume minuman lainnya (bewarna dan berasa) + Volume air dalam makanan + Volume air metabolik Kebutuhan Air Perhitungan kebutuhan air harian dihitung berdasarkan metode perkiraan kebutuhan air Popkin, D’Anci, Rosenberg (2010) yang dikombinasikan dengan kebutuhan energi menurut FAO/WHOUNO (2001). Metode ini mengalikan perkiraan kebutuhan air setiap kkal dengan kebutuhan energi responden. Berikut perkiraan kebutuhan air menurut Popkin, D’Anci , Rosenberg (2010) adalah sebagai berikut: Kebutuhan air untuk perempuan = 1.15 ml/kkal kebutuhan energi TEE atau kebutuhan energi pada remaja dihitung berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan energi dari FAO/WHO/UNO (2001). Tingkat Kecukupan Air Harian Tingkat kecukupan air harian menggambarkan seberapa besar asupan air memenuhi kebutuhan air harian. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan air: Tingkat Kecukupan Air (%) = (Asupan Air / Kebutuhan air) X 100% Tingkat kecukupan air ini dibandingkan dengan kebutuhan air setiap responden dan AKG (2013). Klasifikasi tingkat kecukupan air harian di analogikan dengan tingkat kecukupan energi Depkes (2005), yaitu kategori defisit tingkat berat jika (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), serta berlebih (>120%). Status Hidrasi Menurut Casa et al. (2000) pengukuran status hidrasi diperoleh dengan mengukur persentase perubahan berat badan kemudian mengklasifikasikan status hidrasinya. Berikut adalah konversi rumus persentase perubahan berat badan : [(BB Sebelum Latihan – BB Setelah Latihan) / BB Sebelum Latihan] X 100%

Persentase perubahan berat badan responden diperoleh dengan membandingkan selisih berat badan sebelum dan sesudah latihan dengan berat badan sebelum latihan, kemudian mengkalikannya dengan 100%. Hasil persentase kemudian dimasukkan kedalam kategori indeks status hidrasi. Berikut Tabel 3 kategori status hidrasi.

Tabel 3 Kategori status hidrasi Kondisi % Perubahan berat badan Well Hydrated +1 s/d -1 Minimal Dehydration -1 s/d -3 Significant Dehydration -3 s/d -5 Serious Dehydration >-5 Sumber: Casa et al (2000)

Aktivitas Fisik Data aktivitas fisik diolah berdasarkan metode recall 2x24 jam kegiatan sehari dan wawancara langsung. Setiap kegiatan memiliki nilai PAR, terlampir pada Lampiran 2. Hasil didapatkan dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitasdengan lamanya waktu yang digunakan beraktivitas dalam 24 jam yang dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). PAL dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan: PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai yang diperoleh dari PAL dikategorikan menjadi tiga kategori. Berikut Tabel 4 kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL. Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL Aktivitas Ringan 1.40-1.69 Aktivitas Sedang 1.70-1.99 Aktivitas Berat 2.00-2.40 Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)

Tingkat Kebugaran Jasmani Tingkat kebugaran jasmani diukur dengan Bleep Test/Multi Stage Fitness Test. Tes ini merupakan salah satu pengukuran tingkat kebugaran jasmani yang terfokus pada daya tahan (Endurance). Prediksi VO2 max berdasarkan Depdiknas (2003) yang terlampir pada Lampiran 3 dan Klasifikasi VO2 max berdasarkan Cooper (1982) yang terlampir pada Lampiran 4. Tahap pelaksaan Multi Stage Fitness Test, pertama peserta tes wajib mengikuti petunjuk dari kaset. Setelah 5 hitungan bleep, peserta tes memulai berlari/jogging dari garis pertama ke garis 2. Kecepatan berlari konstan dan tepat tiba di garis, lalu berbalik arah (pivot) ke garis asal. Jika peserta tes sudah sampai di garis sebelum terdengar bunyi bleep, peserta harus menunggu di belakang garis, dan baru berlari saat bunyi bleep. Pada tes ini peserta tes berlari bolak-balik sesuai dengan irama bleep (Depdiknas 2003).

Tahapan lari bolak-balik peserta tes terdiri dari beberapa tingkatan (level). Setiap tingkatan terdiri dari beberapa balikan (shuttle). Setiap tingkatan (level) ditandai dengan 3 kali bleep (seperti tanda turalit), sedangkan setiap balikan (shuttle) ditandai dengan satu kali bleep. Peserta tes berlari sesuai dengan irama bleep sampai tidak mampu mengikuti kecepatan irama (pada saat bleep terdengar, peserta tes belum sampai di garis). Jika dalam 2 kali berturut-turut peserta tidak berhasil mengejar irama bleep, maka peserta sudah tidak mampu mengikuti tes dan harus berhenti. Setelah tes selesai peserta harus melakukan pendinginan dengan cara berjalan dan tidak langsung berhenti/duduk (Depdiknas 2003).

Definisi Operasional Responden adalah putri yang memiliki keahlian dalam olahraga futsal, tergabung tim futsal NLC dan mengikuti latihan rutin sesuai dengan yang sudah dijadwalkan. Status hidrasi merupakan gambaran jumlah air didalam tubuh yang didapat dari rumus perhitungan perubahan berat badan antara sebelum dan sesudah latihan. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh untuk penilaian status gizi secara langsung dengan tinggi badan dan berat badan. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan parameter IMT/U (WHO Anthroplus 2007). Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu indikator status gizi yang merupakan rasio antara berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2). Food Frequency Questionnaire (FFQ) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui gambaran kebiasaan minum responden berupa pola dan jenis minuman responden. Food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi air dengan tujuan mengetahui asupan air dari bahan makanan dan air metabolik, serta dan gambaran tingkat kecukupan air setiap responden. Asupan air merupakan jumlah air yang dihitung dari makanan, minuman dan air metabolik yang dikonsumsi responden. Asupan air ini dibandingkan dengan kebutuhan air untuk dihitung persentase tingkat kecukupan air responden. Kebutuhan energi merupakan hasil dari perhitungan BMR dikalikan dengan PAL setiap responden, perhitungan ini merupakan rumus TEE FAO/WHO/UNO (2001).

Kebutuhan air merupakan hasil perhitungan kombinasi rumus Popkin, D’Anci , Rosenberg (2010) dan kebutuhan energi FAO/WHO/UNO (2001). Tingkat kecukupan air adalah perbandingan antara asupan air dengan kebutuhan air yang dihitung pada masing-masing individu. Hasil perhitungan kemudian dikali 100% untuk diperoleh persentase asupan terhadap kebutuhan air setiap responden. Aktivitas fisik adalah semua kegiatan fisik yang dilakukan responden selama 24 jam, meliputi aktivitas pribadi, sosial, pendidikan dan latihan fisik. VO2max adalah kemampuan tubuh dalam mengonsumsi oksigen yang merupakan suatu indikator untuk menentukan daya tahan dalam melakukan aktivitas. Tingkat kebugaran adalah kemampuan tubuh responden untuk melakukan Aktivitas sehari-hari dengan mudah tanpa kelelahan yang berarti dan diklasifikasikan menurut cooper (1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tim NLFC NLFC (Netic Ladies Futsal Club) merupakan tim futsal putri yang berada di kabupaten Cibinong, Bogor. Tempat latihan dan markas utama tim terletak di Jl. Raya Karadenan, komplek pendidikan. Tim futsal memiliki jadwal, intensitas dan durasi latihan yang sudah terpola dan teratur disetiap minggu. Anggota tim futsal terdiri dari umur 13 hingga 18 tahun. Terdapat lima orang anggota tim futsal NLFC yang sudah pernah dipangggil pelatnas TIMNAS dan terdapat tiga orang anggota yang masuk TIMNAS Indonesia.

Karakteristik Responden Penelitian ini menggunakan atlet futsal remaja putri yang dijadikan sebagai responden. Para responden merupakan atlet futsal yang sudah masuk kedalam tim inti futsal dengan jadwal latihan dan jenis-jenis latihan yang sudah ditetapkan. Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, berat badan, tinggi badan. Usia Para responden yang terlibat didalam penelitian ini berusia 13-18 tahun. Keseluruhan responden masuk kedalam tiga tahapan remaja. Depkes (2005) menyatakan terdapat tiga tahapan didalam perkembangan masa remaja, yaitu remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut Tabel 5 sebaran responden berdasarkan usia.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan usia Kategori Remaja awal Remaja tengah Remaja akhir Total Rata-rata±SD

Usia (Tahun) 10-13 14-16 17-19

n 9 5 7 21

% 42.9 23.8 33.3 100 14.7±0.46

Tabel 5 menunjukkan sebaran usia responden. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa sebagian besar responden (42.9%) termasuk kategori remaja awal (10-13 tahun). Rata-rata usia responden adalah 14.7±2.12 tahun. Berat Badan Data berat badan didapatkan langsung dengan pengukuran. Pengkategorian data didasari oleh berat badan ideal menurut AKG (2013), yaitu usia 13-15 tahun adalah 46 kg dan usia 16-18 tahun adalah 50 kg. Berikut Tabel 6 sebaran responden berdasarkan berat badan. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan berat badan Usia (tahun) Berat badan (kg) n 13-15 <46 7 ≥46 18 Total 15 16-18 <50 3 ≥50 3 Total 6 Rata-rata±SD

% 46.7 53.3 100 50 50 100 48.11±7.57

Berdasarkan Tabel 6, pada kategori usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki berta badan ≥46 kg dan pada kategori usia 16-18 tahun terdapat nilai persentase yang seimbang (50%) antara berat badan <50 kg dan ≥50 kg dengan masing-masing jumlah responden sebanyak tiga orang. Dimana rata-rata berat badan adalah 48.1±7.57 kg. Tinggi Badan Hasil pengukuran penelitian dianalisis dengan menggunakan kategori AKG (2013). Pengkategorian tinggi badan dibagi menjadi dua, yaitu usia 13-15 tahun adalah 155 cm dan usia 16-18 tahun adalah 158 cm. Berikut Tabel 7 hasil pengukuran tinggi badan.

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan Usia (Tahun) Berat Badan (kg) n % 13-15 <155 8 53.3 ≥155 7 46.7 Total 15 100 16-18 <158 3 50 ≥158 3 50 Total 6 100 Rata-rata±SD 154.5±5.89 Hasil menunjukkan bahwa tinggi badan responden berkisar antara 143.3-162.8 cm. Berdasarkan Tabel 7, pada usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki tinggi badan <155 cm dengan jumlah responden sebanyak delapan orang dan pada usia 16-18 tahun terdapat persentase seimbang (50%) antara tinggi badan <158 cm dan ≥158. Rata-rata tinggi badan responden adalah 154.5±5.89 cm.

Status Gizi Status gizi merupakan suatu kondisi yang dapat diukur dan dinilai dengan tujuan mengetahui kondisi seseorang atau sekelompok orang memiliki status gizi yang baik atau tidak baik (Riyadi 2003). Penelitian ini menggunakan pengukuran antropometri untuk menentukan status gizi. Data antropometri diolah dengan menggunakan rumus IMT/U. Hal ini sesuai dengan Riyadi (2003) yang menyatakan bahwa indikator IMT/U direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja. Penentuan status gizi yang digunakan untuk usia 5-19 tahun mengacu pada referensi WHO (2007). Berikut Tabel 8 sebaran responden berdasarkan status gizi. Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan status gizi Kategori status gizi n % Normal 20 95.2 Gemuk 1 4.8 Total 21 100 Kategori status gizi didapatkan dari hasil perhitungan rumus IMT/U. Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar responden (95.2%) memiliki status gizi yang normal dan hanya (4.8%) yang memiliki kategori status gizi gemuk. Menurut Rachmawati (2013) status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang menjadi baik.

Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga

tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003). Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan dan berganda/Multiple choice test, instrument ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument diperlukan pilihan jawaban yang sudah tertera, sehingga responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar (Khomsan 2000). Seluruh pertanyaan diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%) (Khomsan 2000). Berikut adalah Tabel 9 yang menyajikan data hasil sebaran responden menurut pengetahuan gizi. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan gizi Kategori Pengetahuan Gizi n % Kurang (<60%) 2 9.5 Sedang (60-80%) 13 61.9 Baik (>80%) 6 28.6 Total 21 100 Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan gizi responden dalam kategori sedang (61.9%), kemudian kategori baik (28.6%) dan terakhir adalah kategori kurang (9.5%). Didalam praktek penilaian, para responden diharuskan untuk mengisi jawaban dari 20 pertanyaan yang telah disajikan didalam sebuah kuesioner, kemudian dihitung berapa jawaban yang benar dan diberikan skor penilaian. Sebaran responden berdasarkan pertanyaan dilampirkan pada Lampiran 5. Terdapat dua pertanyaan yang dijawab benar oleh seluruh reponden. Pertanyaan tentang pengertian makanan sehat yaitu mengandung zat gizi yang cukup dan higienis dan pertanyaan tentang salah satu contoh makanan sumber protein hewani yaitu ayam. Sedangkan, pertanyaan yang paling sedikit dijawab responden adalah pertanyaan tentang protein juga disebut sebagai zat apa yaitu zat pembangun (28.6%), salah satu contoh vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B (33.3%) dan terakhir adalah pertanyaan tentang sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin apa yaitu vitamin D (33.3%). Kesalahan-kesalahan responden dalam menjawab pertanyaan yang disajikan diduga karena adanya beberapa faktor, seperti pilihan jawaban yang tidak umum, ketidakpahaman responden tentang pertanyaan, dan kurangnya pengetahuan responden. Peningkatan pengetahuan gizi bisa dilakukan dengan program pendidikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku anak terhadap kebiasaan makannya (Soekirman 2000). Hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan adalah aktif mengikuti perkembangan informasi tentang gizi khusus untuk olahragawan, misalnya memperoleh informasi dari media, seperti majalah, radio, siaran televisi, dan internet.

Konsumsi Pangan Pola konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan yang dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu (Suhardjo 1989). Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatan. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh sebab itu, setiap orang harus mengonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupan berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya. Kebiasaan Makan dan Minum Kebiasaan makan dan minum adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan minum apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja, sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan dan minuman serba instant yang berasal dari luar rumah seperti fast food dan soft drink (Santrock 2003). Tabel yang meyajikan data responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden (95.23%) melakukan sarapan dan hanya 4.76% yang tidak sarapan. Hal ini disebabkan, responden tidak suka sarapan karena merasakan perut yang tidak enak setelah sarapan. Frekuensi sarapan pagi responden juga cukup baik karena (80%) responden selalu sarapan pagi dan hanya (20%) responden yang tidak sering sarapan pagi. Menurut Sharlin & Edelstein (2011) remaja putri merupakan kelompok umur yang paling sering melewatkan sarapan pagi. Menu sarapan yang paling banyak dikonsumsi responden (45%) terdiri nasi, lauk hewani atau lauk nabati dan sayur, lalu sekitar (25%) responden mengonsumsi nasi dan lauk, kemudian sekitar (20%) responden mengonsumsi roti pada saat sarapan dan hanya (10%) responden mengonsumsi susu untuk sarapan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa sarapan yang sehat seharusnya mengandung unsur empat sehat lima sempurna untuk persiapan menghadapi segala aktivitas pada hari tersebut. Kemudian manfaat sarapan sangat penting bagi seorang siswa sekolah. Khomsan (2004) menyatakan sarapan pagi bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa yang lebih baik. Disamping menu sarapan, konsumsi minuman juga menjadi hal yang diperhatikan dalam penelitian ini. Sebagian besar responden (60%) mengonsumsi air putih pada saat sarapan, kemudian (25%) mengonsumsi susu dan (15%) mengonsumsi teh manis. Konsumsi jenis makanan dan minuman ini sudah merupakan suatu pola, dimana para responden mendapatkan dukungan dari orang tua mereka, sehingga mereka memakan apa yang telah disediakan.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden selalu mengonsumsi makan siang (100%), dengan menu makanan yang beragam. Sebanyak (71.43%) responden mengonsumsi menu makan siang yang terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur, (19.05%) responden mengonsumsi mie instan dan hanya (9.52%) responden mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak (80.95%) responden selalu membawa bekal dari rumah untuk dikonsumsi saat jam makan siang, sedangkan (19.05%) responden mengaku tidak membawa bekal dari rumah, sehingga membeli makanan yang terdapat dikantin sekolah. Pada saat malam hari, seluruh responden (100%) mengonsumsi makan malam, hanya saja yang membedakan adalah frekuensi para responden mengonsumsi makan malam. Frekuensi responden berbeda-beda, (90.48%) responden sering mengonsumsi makan malam dan hanya (9.52%) yang tidak sering mengonsumsi makan malam. Berdasarkan penelitian, responden sengaja tidak mengonsumsi makan malam karena malas, lelah dan tidak adanya nafsu makan setelah seharian berkegiatan. Menurut Arisman (2004), kelompok remaja memiliki frekuensi makan utama yang tidak teratur. Kelompok remaja sering melewatkan waktu makan karena aktivitas yang dimilikinya sehari-hari. Menu makan malam yang paling banyak dikonsumsi responden (71.43%) adalah nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur. Kemudian sebanyak (14.29%) responden mengonsumsi nasi; lauk hewani; lauk nabati; sayur; dan buah, dan sisanya (14.29%) mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi dan lauk hewani. Jika dibandingkan dengan susunan menu makan siang, susunan menu makan malam responden lebih baik, hal ini disebabkan responden mengonsumsi makanan di rumah dan lebih mendapatkan perhatian dari orang tua. Kebiasaan konsumsi makanan disela-sela waktu makan utama juga dilakukan para responden. Seluruh responden (100%) mengaku selalu mengonsumsi makanan disela-sela waktu makan utama. Terdapat (95.24%) responden yang mengonsumsi makanan ringan pada pukul 10.00 WIB dan (4.76%) responden yang mengonsumsi pukul 14.00 WIB. Perbedaan kebiasaan konsumsi makanan selingan ini terdapat pada frekuensi konsumsi makanan, dimana terdapat (71.42%) responden mengaku sering mengonsumsi makanan dan (28.57%) responden mengau tidak sering mengonsumsi makanan. Seluruh responden mengaku membeli makanan berasal dari lingkungan disekitar sekolah. Jenis-jenis makanan tersebut antara lain makaroni panggang, lumpia basah, bihun goreng, gorengan, cilok, pempek, keripik singkong, wafer, biskuit, ciki, donat, pop ice, es teh, dan es susu. Setiap responden memiliki kesukaan terhadap pengolahan makanan masing-masing, sebanyak (71.43%) responden menyukai pengolahan makanan yang digoreng, (19.05%) responden yang menyukai pengolahan makanan yang direbus, dan hanya (9.52%) responden yang menyukai pengolahan makanan yang dikukus. Keseluruhan responden (100%) mengaku selalu membeli makanan dan minuman di sekitar lingkungan sekolah, terutama di Kantin Sekolah. Kemudian, seluruh responden (100%) memiliki makanan dan minuman pantangan atau yang tidak boleh dikonsumsi, yaitu minuman dingin (es), makanan pedas, dan minum berkarbonasi. Para responden mengaku larangan ini merupakan peraturan yang berasal dari pelatih dan tidak mengetahui alasan yang pasti terhadap larangan ini.

Selain memiliki makanan dan minuman pantangan, para responden juga memiliki hal yang wajib untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, seluruh responden (100%) mengonsumsi suplemen. Suplemen tersebut berasal dari sekolah yang diberikan secara gratis kepada responden dengan merk Armovit yang berisi royal jelly 6 mg, vitamin A 5000 iu, vitamin C 150 mg, vitamin E 10 mg, vitamin D 400 iu, vitamin B1 5 mg, vitamin B2 5 mg, vitamin B6 10 mg dan vitamin B12 5 mcg yang berindikasi dapat meningkatkan energi dan stamina. Hanya saja, terdapat (14.29%) responden yang mengonsumsi suplemen tambahan diluar dari suplemen yang diberikan dengan merk Enervon-C, sakatonik, dan neurobion.Waktu mengonsumsi suplemen pada responden juga berbeda-beda. Terdapat (85.71%) responden yang mengonsumsi setiap hari dan hanya (14.29%) responden yang mengonsumsi saat pertandingan saja. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan kelas antara responden. Responden yang meminum suplemen hanya pada saat pertandingan merupakan senior yang terdapat didalam tim, sedangkan responden lainnya masuk kedalam kelas junior. Jumlah air yang dikonsumi perhari responden juga dapat dilihat pada lampiran 6. Sebanyak (95.24%) responden mengonsumsi air ≥8 gelas per hari dan (4.76%) responden mengonsumsi air tujuh gelas per hari. Irawan (2007) menyatakan konsumsi antara 8-10 gelas (1gelas=240 ml) dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan 1 gelas per harinya. Sebanyak (57.14%) responden memilih mengonsumsi susu selain air mineral didalam keseharian, kemudian terdapat (28.57%) responden mengonsumsi teh, (9.52%) responden mengonsumsi jus buah dan (4.76%) mengonsumsi pop ice. Selanjutnya, kebiasaan responden membawa air mineral ke Sekolah juga diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, terdapat (21.42%) responden membawa air mineral dan hanya (28.57%) responden yang tidak membawa air. Jumlah air yang dibawa responden berbeda-beda, yaitu 500 ml; 600 ml; dan 750 ml. Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden tidak membawa air adalah malas dan berat karena sudah terlalu banyak yang dibawa, sehingga lebih memilih untuk membeli air mineral kemasan botol. Kebiasaan minum juga diteliti dari aktivitas minum ketika bangun tidur, sebelum makan, saat makan, dan sesudah makan. Berdasarkan Lampiran 6, terdapat (57.14%) responden minum ketika bangun tidur dan hanya (42.86%) yang tidak minum ketika bangun tidur. Menurut Depkes (2002) atlet disarankan untuk mengonsumsi air minum sebanyak 500 mL air putih setelah bangun pagi.Selanjutnya, terdapat (52.38%) responden yang selalu minum sebelum makan dan (47.62%) responden yang tidak melakukan kebiasaan itu. Lalu, seluruh responden (100%) selalu minum setelah makan. Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum dan Sesudah Latihan/Pertandingan Makanan menjelang latihan/pertandingan memiliki peranan kecil dalam menyediakan energi, tetapi perlu diberikan untuk menghindari rasa lapar dan kelemahan. Atlet disarankan mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat 2-4 jam sebelum mengikuti latihan/pertandingan untuk meningkatkan cadangan glikogen. Atlet sebaiknya memiliki makanan yang familiar dan mudah dicerna (Depkes 2002). Hal ini didukung Irianto (2007) bahwa makanan menjelang pertandingan hanya berperan kecil dalam menyediakan energi, tetapi perlu diberikan untuk

menghindarkan rasa lapar dan kelemahan. Berikut Tabel 10 kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah latihan/pertandingan. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum sesudah latihan/pertandingan Sebelum Setelah No Pertanyaan n % n % 1 Rentang waktu konsumsi makanan 0-2 jam 18 85.71 15 71.42 2-3 jam 3 14.29 6 28.57 2 Jenis makanan yang dikonsumsi 0 0 Makanan ringan 11 52.38 21 100 Makanan berat 10 47.62 3 Rentang waktu konsumsi minuman 0 -1 jam 1 4.76 21 100 1-2 jam 20 95.24 0 0 4 Jenis minuman yang dikonsumsi 21 100 21 100 Air putih 5 Rata-rata jumlah konsumsi air 21 100 0 0 246 mL 0 0 21 100 369 mL 6 Jenis makanan/minuman yang harus dikonsumsi 0 0 Ada 1 4.76 21 100 Tidak Ada 20 95.24 7 Makanan/minuman yang dihindari 21 100 21 100 Ada Pada periode sebelum latihan/pertandingan, sebagian besar responden (85.71%) memiliki rentang waktu makan 0-2 jam dan (14.29%) responden memiliki rentang waktu 2-3 jam.Menurut Depkes (2002) sebaiknya atlet memberi waktu cukup makanan untuk dicerna. Makanan tinggi kalori memakan waktu lebih lama meninggalkan perut daripada camilan ringan. Patokan umum untuk diperhatikan 3-4 jam untuk makan besar dicerna; 2-3 jam untuk porsi lebih kecil; 1-2 jam untuk makanan halus atau cair; dan <1 jam untuk sedikit camilan. Pada periode setelah latihan/pertandingan (71.42%) responden memiliki rentang waktu makan 0-2 dan (28.57%) responden memiliki rentang waktu makan 2-3 jam. Jenis makanan yang dikonsumsi responden sebelum latihan/pertandingan adalah makanan ringan (52.38%) responden dan makanan berat (47.62%) responden. Makanan berat yang dikonsumsi berupa nasi, lauk hewani atau lauk nabati dan sayur, sedangkan untuk makanan ringan responden memilih biskuit. Depkes (2002) menyatakan selama latihan dengan intensitas rendah, darah mengalir ke perut 60-70% dari biasanya, dan makanan camilan pun masih dapat dilakukan. Pada periode setelah latihan/pertandingan, seluruh responden (100%) mengonsumsi makanan berat. Sebanyak (57.14%) responden mengonsumsi nasi, lauk hewani atau lauk nabati, sayur, susu, air mineral dan sebanyak (42.86%) responden mengonsumsi nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, susu, air mineral. Menurut Depkes (2002) yang menyatakan syarat-syarat pengaturan makan dan

minum yang harus dikonsumsi atlet setelah masa latihan/pertandingan adalah cukup energi, tinggi karbohidrat (60-70%), vitamin dan mineral, cukup protein, dan rendah lemak. Rentang konsumsi minuman responden bermacam-macam, pada periode sebelum latihan/pertandingan, (95.24%) respoden memiliki rentang waktu 1-2 jam dan sebanyak (4.76%) responden dengan rentang 0-1 jam. Pada periode setelah latihan/pertandingan, seluruh responden (100%) memiliki rentang waktu konsumsi air 0-2 jam. Jenis minuman yang dipilih responden di kedua priode adalah air putih. Menurut Depkes (2002) atlet wajib mengonsumsi cairan agar tidak kekurangan zat cair, porsi yang dikonsumsi adalah 500 ml air putih pada malam hari sebelum latihan/pertandingan; 500 ml setelah bangun pagi, 500-600 ml 2-3 jam sebelum latihan/pertandingan dan 200-300 ml 15 menit sebelum latihan olahraga. Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi pada periode sebelum latihan/pertandingan adalah 246 mL, sedangkan pada periode setelah latihan/pertandingan adalah 369 mL. Menurut Depkes (2002) salah satu syarat pengaturan makanan dan minuman setelah masa latihan/pertandingan adalah banyak mengonsumsi cairan. Makanan dan minuman yang dihindari sebelum dan sesudah latihan/pertandingan berlangsung seluruh responden (100%) minuman dingin (es), makanan pedas, dan minuman berkarbonasi. Hal ini merupakan larangan dan peraturan yang diberikan oleh pelatih kepada semua anggota tim futsal. Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan Kebiasaan makan dan minum saat pertandingan merupakan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap responden futsal dan merupakan hal yang penting mengingat waktu pertandingan yang lama. Irianto (2006) menyatakan pada saat pertandingan sebaiknya atlet mengonsumsi makanan yang mengandung cukup karbohidrat, cairan, dan elektrolit untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, dan tidak menyebabkan gangguan pencernaan. Hal ini didukung (Depkes 2002) yang menyatakan bahwa makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara. Berikut adalah Tabel 11 kebiasaan makan dan minum responden saat latihan/pertandingan. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum saat latihan/pertandingan No Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan/Pertandingan n % 1 Ada makanan dan minuman yang dihindari selama 21 100 latihan/pertandingan 2 Jenis minuman saat latihan/pertandingan Air putih 21 100 3 Setiap berapa kali konsumsi air saat latihan 10-15 menit sekali 14 66.67 Setiap 30 menit sekali 1 4.76 Saat merasa haus 6 28.57 4 Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi saat latihan 660 mL 21 100 5 Jenis makanan yang dikonsumsi saat latihan Tidak ada 21 100

Berdasarkan Tabel 11, seluruh responden (100%) menyatakan terdapat makanan dan minuman yang dihindari selama latihan berlangsung, yaitu minuman dingin (es), makanan pedas dan minuman berkarbonasi, sehingga seluruh responden (100%) mengonsumsi air putih selama latihan berlangsung. Jenis minuman yang dipilih seluruh responden (100%) adalah air putih, dimana frekuensi konsumsi air minuman setiap responden berbeda. Sebanyak (66.67%) responden mengonsumsi air minum 10-15 menit, (28.57%) responden mengonsumsi air minum saat merasa haus dan (4.76%) responden mengonsumsi air setiap 30 menit sekali dengan rata-rata air 660 mL. Pola minum yang terdapat pada responden sudah sesuai dengan pernyataan Depkes (2002), bahwa sebaiknya disaat masa latihan/pertandingan berlangsung para atlet harus diberikan cairan yang cukup dan sebaiknya diberikan cairan gula dengan konsentrasi rendah. Hal ini bertujuan untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara. Seluruh responden (100%) tidak mengonsumsi makanan saat latihan berlangsung. Hal ini disebabkan tidak adanya perintah dari pelatih dan keadaan yang membiasakan para responden untuk tidak makan, seperti waktu istirahat yang hanya sebentar ±5 menit disela-sela latihan, sehingga waktu hanya cukup untuk konsumsi air minum. Menurut Depkes (2002) selama masa latihan/pertandingan tidak menjadi masalah ketika atlet diberikan makanan dengan pedoman, yaitu cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, protein cukup 1012%, lemak 1-20%, karbohidrat 68-70% dari total kalori, banyak mengandung vitamin, mudah dicerna, tidak bergas dan berserat, serta tidak merangsang (pedas, asam). Sebanyak (57.14%) responden haus/kerongkongan kering saat latihan/pertandingan, (14.29%) responden lemas/lelah dan (9.52%) responden berdebar-debar tanpa sebab; tubuh merasa panas; dan tidak merasakan apa-apa. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer ialah haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria, sangat lemah, timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Kematian akan terjadi bila orang kehilangan air ±15% atau 22% dari dalam tubuh (Irawan 2007). Dehidrasi sekunder terjadi apabila tubuh kehilangan cairan yang mengandung elektrolit. Gejala yang terjadi adalah mual, muntah, kejangan, sakit kepala, perasaan lesu dan lelah (Irawan 2007).

Tingkat Kecukupan Gizi Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Menurut permenkes RI nomor 75 tahun 2013, tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa indonesia ditetapkan sesuai rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi XI tahun 2013. Angka kecukupan Gizi (AKG) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi

kebutuhan gizi hampir semua orang disuatu negara. AKG untuk orang Indonesia didasarkan pada berat badan untuk masing-masing kelompok menurut umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya (Almatsier 2004). Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang. Energi diperoleh dari berbagai bahan pangan yang dikonsumsi setiap harinya. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Berikut sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi. Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi Kategori Tingkat Kecukupan Energi n % Defisit Tingkat Berat 13 61.90 Defisit Tingkat Sedang 3 14.29 Defisit Tingkat Ringan 3 14.29 Normal 2 9.52 Lebih 0 0.00 Total 21 100 Tabel 12 menunjukan sebanyak (61.90%) responden terkategori defisit tingkat berat, (14.29%) responden terkategori defisit tingkat sedang dan defisit tingkat ringan, dan hanya (9.52%) masuk kedalam kategori normal. Rata-rata asupan energi responden adalah 1836±450.46 kkal. Keadaan defisitnya energi pada sebagian besar responden (61.90%) sangat membutuhkan perhatian, karena jika tidak adanya peningkatan asupan akan semakin memperburuk keadaan responden, seperti mengalami cidera dan penurunan performa. Permasalahan ini juga sering terjadi ditingkat profesional bahwa ketidakcukupan asupan gizi berhubungan dengan asupan kalori yang rendah, bahkan atlet-atlet yang masih dalam usia pertumbuhan berisiko terhadap keterlambatan pertumbuhan dan penundaan kematangan saat latihan atau kompetisi jika atlet tersebut terus menerus mengalami kekurangan asupan energi dalam jangka waktu yang lama (Daly 2002). Menurut Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) salah satu perhatian utama atlet adalah menyamakan jumlah asupan energi dengan jumlah energi yang dikeluarkan. Atlet berpotensi untuk membakar kalori dua hingga tiga kali lebih besar dibandingkan dengan orang tidak terlatih dengan berat yang sama. Jika kalori cadangan tidak diganti, akan terjadi penurunan energi dan kemampuan atlet untuk menghadapi kompetisi.

Protein Protein merupakan salah satu zat gizi yang dapat berasal pangan hewani dan pangan nabati. Fatmah (2011) menyatakan protein merupakan zat gizi utama untuk keperluan perkembangan dan perbaikan jaringan otot yang rusak, produksi hormon dan mengganti sel-sel darah merah yang mati, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan sumber energi. Gibala et al. (2000) menyatakan peranan protein bagi atlet sangat penting, protein diperlukan untuk membesarkan otot, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, selain itu untuk olahraga yang berdurasi lama protein otot mudah dikonversi pada saat dibutuhkan. Berikut Tabel 13 tingkat kecukupan protein. Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein Kategori Tingkat Kecukupan Protein n % Defisit Tingkat Berat 16 76.19 Defisit Tingkat Sedang 3 14.29 Defisit Tingkat Ringan 1 4.76 Normal 1 4.76 Lebih 0 0.00 Total 21 100 Tabel 13 menunjukkan sebagian besar (76.19%) responden terkategori defisit tingkat berat, (14.29%) responden terkategori defisit tingkat sedang, dan hanya (4.76%) responden masuk kategori defisit tingkat ringan dan normal. Permasalahan kurangnya protein juga membutuhan perhatian yang penting. Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) menyatakan jumlah protein yang dibutuhkan untuk atlet yang menghabiskan waktu >20 jam dalam seminggu untuk latihan adalah 1.7-2.0 gram per kilogram berat badan dengan rentang persentase sebesar 12-18% dari total kebutuhan energi. Primana (2002) menyatakan atlet membutuhkan asupan protein yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan atlet lebih beresiko mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat. Hal ini didukung Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) bahwa atlet endurance membutuhkan sekitar 1.4 gram protein per kilogram berat badan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen, dimana hal ini merupakan kebutuhan yang lebih tinggi daripada atlet kekuatan. Meskipun atlet endurance tidak berusaha untuk membangun massa otot, kontraksi otot yang terjadi secara terus-menerus dapat meningkatkan pemecahan protein. Selain itu, karena adanya peningkatan kebutuhan energi yang besar selama latihan, akan terjadi proses metabolisme, dimana protein dimobilisasi dalam tubuh untuk dijadikan energi. Lemak Lemak merupakan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan oleh karbohidrat. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance

(Primana 2000). Hal ini didukung Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) bahwa lemak merupakan hal yang penting untuk atlet endurance, hanya saja dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Persentase lemak didapatkan dari persentase terakhir setelah penjumlahan protein dan karbohidrat, yaitu berkisar 20-35% dari total kebutuhan energi. Berikut adalah sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak Kategori Tingkat Kecukupan Lemak n % Defisit Tingkat Berat 2 9.52 Defisit Tingkat Sedang 1 4.76 Defisit Tingkat Ringan 1 4.76 Normal 10 47.62 Lebih 7 33.33 Total 21 100 Tabel 14 menunjukan sebagian besar responden (47.62%) masuk kedalam kategori normal, terdapat (9.52%) responden terkategori defisit tingkat berat, (4.76%) responden terkategori defisit tingkat sedang dan defisit tingkat ringan, kemudian (33.33%) responden terkategori lebih. Lemak merupakan zat gizi yang juga dibutuhkan untuk membentuk energi, terutama bagi para atlet endurance yang membutuhkan energi yang tinggi. Fungsi lemak yaitu menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial (Mahan and Escott-Stump 2008). Perhatian bukan hanya diberikan kepada para responden yang terkategori defisit berat, defisit sedang dan defisit ringan, tetapi juga terhadap responden dengan kategori berlebih. Walaupun lemak sangat dibutuhkan oleh atlet yang melakukan olahraga dalam intensitas waktu yang lama, namun konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan bagi seorang atlet karena dapat mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000). Karbohidrat Pada olahragawan, terutama olahraga endurance karbohidrat dapat mempertahankan stamina tubuh untuk keperluan latihan maupun pertandingan sehingga memiliki performa yang baik. Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) menyatakan karbohidrat memiliki peranan penting untuk mempercepat proses metabolisme lemak menjadi energi. Simpanan karbohidrat didalam tubuh akan menjadi sangat terbatas karena adanya durasi panjang aktivitas ditambah dengan kontraksi otot yang berulang saat latihan, sehingga tubuh membutuhkan karbohidrat yang meningkat. Bahkan pada saat istirahat dalam keadaan kelelahan selama latihan akan tetap terjadi perombakan secara langsung pada glikogen yang disimpan dalam otot. Kebutuhan karbohidrat yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan persentase kebutuhan karbohidrat yaitu sebesar 65% dari total kebutuhan kalori. Berikut Tabel 15 sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat.

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Kategori Tingkat Kecukupan Karbohidrat n % Defisit Tingkat Berat 17 80.95 Defisit Tingkat Sedang 4 19.05 Defisit Tingkat Ringan 0 0 Normal 0 0 Lebih 0 0 Total 21 100 Tabel 15 menunjukkan sebagian besar responden (80.95%) terkategori defisit tingkat berat dan (19.05%) responden terkategori defisit tingkat sedang. Keadaan defisitnya karbohidrat dapat mengakibatkan responden sangat mudah mengalami kelelahan saat latihan dan pertandingan. Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) menyatakan mempertahankan kadar glukosa darah sangat penting dalam mencegah kelelahan mental karena sel-sel saraf sangat bergantung pada glukosa darah untuk menghasilkan energi. Karbohidrat merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menampilkan performa selama masa latihan dan pertandingan untuk atlet endurance. Aplikasi asupan karbohidrat sebaiknya 80% atau lebih dalam bentuk karbohidrat kompleks dan 20% dalam bentuk gula sederhana (Irianto 2007). Kalsium Kalsium merupakan zat gizi yang diperlukan bagi seseorang dengan aktivitas fisik (olahraga) yang cukup. Kebutuhan kalsium akan meningkat dengan jenis olahraga yang dapat meningkatkan densitas tulang, seperti basket, sepak bola, lari, dan berjalan kaki (Syafiq et al. 2007). Berikut Tabel 16 sebaran tingkat kecukupan kalsium responden. Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Kategori Tingkat Kecukupan Kalsium n % Kurang 21 100 Cukup 0 0 Total 21 100 Menurut AKG (2013) angka kecukupan kalsium untuk perempuan umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah 1200 mg. Rata-rata asupan kalsium adalah 418.35±207.06 mg per hari. Asupan kalsium terendah sebesar 110.02 mg dan asupan terbesar sebesar 839.20 mg. Berdasarkan Tabel 16, seluruh reponden berada dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan dan jenis minumah para responden masih belum memenuhi kebutuhan. Fungsi kalsium adalah sebagai struktur tulang dan gigi, transmisi impulsi saraf, pembekuan darah dan regulasi enzim. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang (Sulistyoningsih 2012). Zat Besi Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di

dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi berfungsi dalam metabolisme energi, sistem kekebalan, komponen hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim oksidatif (Sulistyonigsih 2012). Berikut sebaran tingkat kecupan zat besi responden. Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Kategori Tingkat Kecukupan Zat Besi n % Kurang 20 95.24 Cukup 1 4.76 Total 21 100 Menurut AKG (2013) angka kecukupan zat besi perempuan umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah 26 mg. Tabel 17 menunjukkan sebagian besar (95.24%) responden dan hanya (4.76%) responden masuk dalam kategori cukup. Kekurangan zat besi terutama dapat menyebabkan anemia dan menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan, dan bagi olahragawan dikhawatirkan apabila terjadi kekurangan zat besi secara terus-menerus, maka seorang olahragawan akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya (Sumosardjuno 1992). Bagi olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme (Sulistyonigsih 2012). Rata-rata asupan zat besi responden adalah 12.28±3.92 mg dengan asupan tertinggi sebesar 22.26 mg dan terkecil sebesar 5 mg Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A jugaberperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Berikut sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A. Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Kategori Tingkat Kecukupan Vitamin A n % Kurang 2 9.52 Cukup 19 90.48 Total 21 100 Angka kecukupan vitamin A untuk perempuan umur 13-15 tahun dan 1618 tahun adalah 600 mcg. Rata-rata asupan vitamin A responden adalah 971.24±256.20 mcg. Berdasarkan Tabel 19, (90.48%) responden memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang cukup dan (9.52%) responden memiliki asupan yang kurang. Asupan vitamin A terkecil adalah 388.85 mcg dengan asupan terbesar adalah 1452.06 mcg. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu asupan yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa dan pemulihan latihan. Sulaeman & Muhilal (2004) menyatakan kelebihan konsumsi vitamin A dapat memberikan efek teratogenik,

kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot. Selain itu menurut Wiliams (2002) kelebihan vitamin A juga dapat menyebabkan hyperavitaminosis A dengan gejala antara lain, lemah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, nausea, osteoporosis dan hip fracture, kulit mengelupas dan kerusakan hati. Vitamin B6 Vitamin B6 sangat diperlukan untuk metabolisme protein dan asam lemak esensial, pembentukan sel darah merah dan fungsi syaraf. Sumber utama dari vitamin B6 antara lain, daging, ikan, sayuran hijau, biji-bijian dan kacangkacangan (Irianto 2007). Menurut AKG (2013), kecukupan vitamin B6 perempuan umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah 1.2 mg. Berikut Tabel 19 sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan bitamin B6.

Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B6 Kategori Tingkat Kecukupan Vitamin B6 n % Kurang 14 66.67 Cukup 7 33.33 Total 21 100 Tabel 19 menggambarkan bahwa sebanyak (66.67%) terkategori kurang dan (33.33%) responden terkategori cukup. Menurut (Irianto 2007) kekurangan vitamin B6 bagi atlet dapat menyebabkan kejang, ganguan saluran cerna seperti mual dan muntah. Menurut Wiliams (2002) kelebihan asupan vit B6 (> 500 mg/hari) dapat menyebabkan neuropathy sensoris. Namun, Irianto (2007) menyatakan vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan vitamin C. merupakan jenis vitamin yang tidak dapat disimpan dalam tubuh. Kelebihan vitamin ini akan di buang lewat urin sehingga kekurangan (defisiensi) vitamin B dan C lebih mudah terjadi. Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Hal ini didukung oleh Chen (2000) bahwa vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas, membantu absorbsi zat besi, stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa. Berikut sebaran tingkat kecukupan vitamin C responden.

Tabel 20 Sebaranresponden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Kategori Tingkat Kecukupan Vitamin C n % Kurang 19 90.48 Cukup 2 9.52 Total 21 100 Angka kecukupan vitamin C menurut AKG (2013) dengan kategori perempuan 13-15 tahun adalah 65 mg dan perempuan 16-18 tahun adalah 75 mg. Rata-rata asupan vitamin C seluruh responden adalah 32.43±24.85 mcg, dengan asupan vitamin A tertinggi sebesar 114.95 mcg dan asupan terendah sebesar 1.32

mcg. Berdasarkan Tabel 20, sebanyak (90.48%) responden terkategori kurang dan (9.52%) responden terkategori cukup. Salah satu makanan sumber vitamin terdapat pada buah-buahan. Berdasarkan data kebiasaan minuman, para responden berada pada tingkat tidak pernah dan jarang untuk jus buah. Hal ini dapat menjadi hal yang dasar dari total asupan vitamin C. Konsumsi jus buah-buahan oleh responden masih belum dapat memenuhi kebutuhan. Konsumsi vitamin C yang kurang dapat menyebabkan terbentuknya asam laktat dalam otot dan berakibat pada kelelahan (Wiliams 2002).

Kebiasaan Minum Penelitian juga meneliti tentang kebiasaan minum, dimana terdiri dari pola dan jenis minuman. Pola minum dapat dilihat dari frekuensi minum responden, dimana frekuensi minum ini terbagi menjadi empat, yaitu tidak pernah (0 kali per minggu), jarang (1-3 kali per minggu), kadang-kadang (4-6 kali per minggu), dan sering (>6 kali per minggu). Jenis minuman terdiri dari minuman buatan sendiri, minuman buatan beli, dan minuman kemasan. Jenis minuman dan pola minum ini didapat dengan menggunakan metode Food Frequency Questionnaires (FFQ). Minuman buatan sendiri terdiri dari air mineral, susu, jus buah, teh, kopi dan yang lainnya. Minuman buatan beli terdiri dari, susu, teh, jus buah, es kelapa, dan yang lainnya. Minuman kemasan terdiri dari air mineral, susu, jus buah, teh, minuman bersoda, minuman elektrolit, dan yang lainnya. Minuman buatan sendiri yang paling sering dikonsumsi adalah susu yaitu sebanyak (47.62%) responden, kemudian (33.33%) responden jarang mengonsumsi susu yang dibuat sendiri dan hanya (9.52%) responden yang tidak pernah mengonsumsi susu dengan cara dibuat sendiri dirumah. Selanjutnya untuk minuman air mineral sebanyak (95.24%) responden tidak mengonsumsi air mineral yang dibuat sendiri dan hanya (4.76%) responden mengonsumsi air mineral dengan cara dimasak di Rumah. Minuman jus buah, merupakan minuman jus yang dibuat sendiri dirumah yang berasal dari buah asli. Berdasarkan Tabel 21, sebanyak (52.38%) responden terkategori jarang mengonsumsi jus buah, dan (47.62%) responden terkategori tidak pernah. Minuman teh yang dikonsumsi responden berturut-turut masuk kedalam kategori jarang (57.14%), tidak pernah (23.81%) respoden dan (19.05%) responden sering. Minuman kopi tidak pernah dikonsumsi oleh responden (76.19%) dan hanya (23.81%) responden yang jarang mengonsumsi kopi. Semua responden yang mengonsumsi kopi adalah responden yang sudah masuk ke tingkat perguruan tinggi, sehingga mereka mengonsumsi kopi jika mereka harus tidur larut malam untuk mengerjakan tugas. Minuman lainnya yang masuk kedalam kategori jarang dengan jumlah responden sebesar (14.29%) adalah minuman sereal. Minuman buatan beli, merupakan minuman yang dibuat dan dibeli diluar rumah. Berdasarkan Tabel 21, minuman yang paling sering dibeli adalah susu dan teh (4.76%). Minuman susu memiliki (85.71%) responden yang masuk kedalam kategori jarang dan (4.76%) yang terkategori tidak pernah dan kadang-kadang. Terdapat (52.38%) responden yang jarang membeli es teh dan hanya (42.86%) responden masuk kedalam kategori tidak pernah. Minuman jus buah merupakan minuman jus yang dibeli di sekitar lingkungan sekolah. Terdapat (61.90%)

responden yang jarang membeli jus buah dan (38.10%) responden yang tidak pernah membeli jus buah. Minuman selanjutnya yang masuk kedalam jenis minuman buatan beli adalah es kelapa, sebanyak (47.62%) responden terkategori jarang dan sisanya masuk kedalam kategori tidak pernah. Jenis minuman, lainnya yang masuk adalah minuman serbuk berasa. Terdapat (38.10%) responden jarang membeli minuman tersebut dan sebanyak (61.90%) responden tidak pernah mengonsumsi. Minuman kemasan adalah minuman yang dibeli responden dalam bentuk kemasan. Terdapat tujuh jenis minuman, yaitu air mineral, susu, jus buah, teh, minuman bersoda, minuman elektrolit dan jenis lainnya yang tidak disebutkan dalam kuesioner. Berdasarkan Tabel 21, air mineral merupakan minuman yang paling sering dikonsumsi seluruh responden (100%). Minuman susu, memiliki (61.90%) responden terkategori jarang, (23.81%) responden terkategori tidak pernah, (9.52%) responden terkategori sering dan (4.76%) responden terkategori sering. Pada jus buah kemasan, sebanyak (76.19%) responden tidak pernah mengonsumsi, (19.05%) responden terkategori jarang dan (4.76%) responden terkategori kadang-kadang. Selanjutnya adalah minuman bersoda, berdasarkan hasil penelitian terdapat (76.19%) responden terkategori tidak pernah dan (23.81%) responden terkategori jarang. Hasil penelitian Park et al. (2011) remajaremaja di Amerika banyak yang mengonsumsi minuman bersoda.Berdasarkan hasil wawancara, responden yang memilih dengan tujuan untuk menyegarkan diri ditengah-tengah kegiatan perkuliahan. Jenis minuman yang masuk kedalam minuman kemasan adalah minuman elektrolit, sebanyak (57.14%) responden terkategori jarang dan (42.86%) responden terkategori tidak pernah. Hasil wawancara menyatakan, para responden memilih minuman elektrolit untuk berbagai alasan, diantaranya adalah mengendalikan rasa haus, mengembalikan performa dan menyegarkan badan. Keadaan responden ini sesuai dengan O’Dea (2003) bahwa alasan orang memilih minuman olahraga dan berenergi adalah rasa haus, cita rasa, energi, performa fisik, persiapan latihan, dan untuk mencegah keram, sedangkan alasan orang meminum minuman berenergi adalah mendapatkan energi, cita rasa, performa olahraga, tekanan atau ajakan teman dekat, dan untuk kegiatan atraktif atau kegiatan yang membutuhkan tenaga lebih.

Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan jenis minuman dan pola minum Frekuensi Minum Jenis Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering minuman n % n % n % n % Minuman Buatan sendiri Air 20 95.24 0 0 0 0 1 4.76 Mineral Susu 2 9.52 7 33.33 2 9.52 10 47.62 Jus Buah 10 47.62 11 52.38 0 0 0 0 Teh 5 23.81 12 57.14 0 0 4 19.05 Kopi 16 76.19 5 23.81 0 0 0 0 Lainnya 18 85.71 3 14.29 0 0 0 0 Minuman Buatan Beli Susu 1 4.76 18 85.71 1 4.76 1 4.76 Teh 9 42.86 11 52.38 0 0 1 4.76 Jus Buah 8 38.10 13 61.90 0 0 0 0 Es 11 52.38 10 47.62 0 0 0 0 Kelapa Lainnya 13 61.90 8 38.10 0 0 0 0 Minuman Kemasan Air 0 0 0 0 0 0 21 100 Mineral Susu 5 23.81 13 61.90 2 9.52 1 4.76 Teh 6 28.57 15 71.43 0 0 0 0 Minuman 16 76.19 5 23.81 0 0 0 0 Bersoda Minuman 9 42.86 12 57.14 0 0 0 0 Elektrolit Lainnya 21 100 0 00.00 0 0 0 0

Aktivitas Fisik Hoeger WWA and Hoeger SA (2005) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Metode pengukuran aktivitas fisik yang diterapkan dalam penelitian ini adalah recall aktivitas fisik 2x24 jam, satu hari sekolah dan satu hari libur. Berikut Tabel 22 sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik pada hari sekolah dan hari libur. Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik Hari Sekolah Hari Libur Kategori PAL n % n % 0 0 Aktivitas Ringan 0 0 14.29 1 Aktivitas Sedang 3 4.76 85.71 20 Aktivitas Berat 18 95.24 Total 21 100 21 21 Rata-rata ± SD 2.19 ± 0.24 2.31 ± 0.25

Data aktivitas fisik dikategorikan menurut FAO/WHO/UNU (2001), yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat. Berdasarkan Tabel 22, terdapat perbedaan tingkat aktivitas responden pada hari sekolah dan hari libur. Pada hari sekolah, sebanyak (86.71%) responden memiliki tingkat aktivitas fisik yang berat dan (14.29%) responden memiliki tingkat aktivitas sedang. Berbeda dengan hari libur, sebagian besar responden (95.24%) berada pada kategori berat dan (4.76%) responden memiliki tingkat aktivitas sedang. Berdasarkan analisis paired sample T-test, tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat aktivitas fisik responden pada periode hari sekolah dan libur (p=0.058).

Kebutuhan Air Kebutuhan cairan bervariasi pada setiap manusia, tergantung pada sejumlah besar faktor usia dan ukuran tubuh adalah yang paling penting, serta keseringan berkeringat (dipengaruhi oleh suhu dan intensitas latihan fisik, di antara banyak faktor) dan kebiasaan makanan (seperti asupan garam), selain kontributor individu atau lingkungan lainnya (Lieberman and Manz 2007). Dalam penelitian ini, kebutuhan air dihitung berdasarkan kombinasi rumus Popkin, D’Anci, Rosenberg (2010) dan FAO/WHO/UNO (2001). Berikut sebaran kebutuhan air harian responden berdasarkan kategori PAL dan periode hari. Tabel 23 Sebaran kebutuhan air responden berdasarkankategori PAL dan periode hari Hari Sekolah Hari Libur Kategori PAL Air n % Air (mL) n % (mL) Aktivitas fisik 3 9.52 2889 1 4.76 2609 sedang Aktivitas fisik 18 90.48 3455 20 95.24 3620 berat Total 21 100 21 100 Rata rata ± SD 3373.86 ± 481.60 mL 3572.15± 535.34 mL Data kebutuhan air didapatkan dengan cara memasukkan data berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik setiap responden, sehingga setiap responden memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda. Tabel 23 merupakan tabel yang menyajikan data kebutuhan air berdasarkan aktivitas fisik yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu aktivitas fisik aktif dan aktivitas fisik sangat aktif. Berdasarkan Tabel 23 pada periode hari sekolah (90.48%) responden yang terkategori aktivitas fisik berat memiliki kebutuhan air rata-rata 3455 mL dan (9.52%) responden terkategori aktivitas fisik sedang memiliki kebutuhan air rata-rata 2889 mL. Pada periode hari libur, (95.24%) responden terkategori aktivitas fisik berat memiliki kebutuhan air rata-rata 3620 mL dan (4.76%) responden memiliki kebutuhan air rata-rata 2609 mL. Rata-rata kebutuhan air seluruh responden pada hari sekolah dan hari libur adalah 3373±481.60 mL dan 3572.15±535.34 mL.

Tabel 23 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik, maka kebutuhan air akan semakin besar. Hal ini ini dukung oleh Briawan et al. (2011) bahwa asupan air seseorang tergantung dari tingkat aktivitas, pola makan, lingkungan dan aktivitas sosialnya. Atlet memiliki kebutuhan cairan yang lebih besar, hal ini disebabkan aktivitas fisik yang lebih berat pada saat latihan maupun pertandingan, ditambah dengan adanya keringat yang keluar selama periode tersebut.

Asupan Air Air merupakan salah satu senyawa yang essensial, air di dalam tubuh membentuk sekitar 50-60% dari total berat badan. Manfaat air di dalam tubuh adalah mengangkut nutrisi dan oksigen ke dalam sel-sel tubuh, mengatur suhu tubuh, membantu proses pencernaan, pelumas dalam pergerakan sendi, dan tempat produksi energi. Kurangnya konsumsi cairan yang menyebabkan dehidrasi, dapat berbahaya bagi kesehatan serta membuat beban kerja tubuh menjadi lebih berat (Irawan 2007). Total konsumsi air responden didalam penelitian ini berasal dari air dari minuman, air dari makanan dan air metabolik. Konsumsi air dari minuman pada responden diperoleh dari konsumsi air mineral dan air minuman lainnya (minuman yang berasa dan berwarna). Melalui eksperimen yang melewati peer review, menunjukkan bahwa minuman berkafein (kopi, teh, dan minuman ringan) memang harus dihitung terhadap asupan cairan harian di sebagian besar orang (Grandjean AC et.al 2000). Berikut Tabel 24 rata-rata konsumsi air dari minuman (mL/hari) pada responden menurut jenis minuman dan periode hari. Tabel 24 Sebaran rata-rata konsumsi air dari minuman (mL/hari) responden berdasarkan jenis minuman dan periode hari Hari Sekolah Hari Libur Konsumsi air dari Rata-rata % Rata-rata % minuman konsumsi air konsumsi air (mL/hari) (mL/hari) Air mineral 3112.33±689.45 89.73 3205.48±754.14 91.69 teh 356.2±185.21 10.27 290.5±171.79 8.31 100 100 Total konsumsi 3468.53±1948.88 3495.98±2061.20 Konsumsi air dari minuman dibagi menjadi dua periode, yaitu hari sekolah dan hari libur. Berdasarkan Tabel 24, konsumsi utama air dari minuman seluruh responden berasal dari air mineral. Pada hari sekolah konsumsi air mineral sebesar 3112.33±689.45 mL/hari (89.73%) dan untuk minuman lainnya atau teh dikonsumsi sebanyak 356.2±185.21 mL/hari (10.27%). Pada hari libur konsumsi air mineral sebesar 3205.48±754.14 mL/hari (91.69%) dan hanya (8.31%) responden yang mengonsumsi minuman tambahan lainya yaitu teh sebesar 290.5± 171.79 mL/hari. PGS (2014) menyatakan sebagian besar (dua per tiga) air yang dibutuhkan tubuh dilakukan melalui minuman yaitu sekitar dua liter atau delapan gelas sehari bagi remaja dan dewasa. Rata-rata hasil konsumsi air minuman responden pada

periode hari sekolah dan hari libur adalah sebesar 3468.53±1948.88 mL/hari dan 3495.98±2061.20 mL/hari, yang artinya sudah mencukupi bahkan melebihi asupan air minum yang disarankan PGS.

Konsumsi air dari makanan Total konsumsi cairan selain dihitung dari minuman juga dihitung dari makanan. Menurut Sawka, Cheuvront and Carter (2005) perhitungan total konsumsi cairan adalah berasal dari minuman (drinking water), air pada minuman (water in baverages), dan air pada makanan. Perhitungan asupan air yang berasal dari makanan dibagi menjadi sebelas kategori yaitu: Serealia, umbi, dan hasil olahannya, kacang-kacangan, biji-bijian dan olahannya, daging dan olahannya, telur dan olahannya, ikan, hasil perikanan dan olahannya, sayuran dan olahannya, buah-buahan, olahan susu, lemak dan minyak, serba-serbi, dan makanan jajanan. Berikut tabel yang menyajikkan data rata-rata asupan air dari makanan. Tabel 25 Sebaran rata-rata asupan air responden dari makanan Golongan Bahan Makanan Serealia, umbi dan hasil olahannya Kacangan, Biji-bijian dan Hasil Olahnya Daging dan Hasil Olahnya Telur dan Hasil Olahnya Ikan. Kerang, Udang dan Hasil Olahnya Sayuran dan Hasil Olahnya Buah-buahan Susu dan Hasil Olahnya Lemak dan Minyak Serba-serbi Makanan Jajanan Total

Hari Sekolah Hari Libur Rata - Rata % Rata - Rata % Konsumsi Air Konsumsi Air (ml/hari) (ml/hari) 196.32±61.21 23.07 172.87±73.90 21.57 40.51±26.80 4.76 60.56±46.59 7.56 34.22±20.92 53.59±16.30

4.02 6.30

26.80±15.89 54.31±24.00

3.35 7.78

62.93±34.60 141.82±120.46 57.28±32.88 242.58±220.52 0.00±0.00 2.04±1.14 19.68±26.02 850.97±80.61

7.40 16.67 6.73 28.51 0 0.24 2.31 100

47.39±25.25 136.86±129.03 25.15±10.42 239.49±180.62 0.00±0.00 2.05±0.78 35.80±39.03 801.28±76.88

5.91 17.08 3.14 29.89 0 0.26 4.47 100

Berdasarkan Tabel 25, diketahui tiga golongan bahan makanan yang paling banyak memberikan kontribusi pada keseluruhan responden terhadap asupan air dari makanan secara total di periode hari sekolah dan hari libur adalah susu dan hasil olahannya, serealia; umbi dan hasil olahannya, dan sayuran dan hasil olahannya. Susu dan hasil olahannya merupakan golongan bahan makanan yang paling tinggi memberikan kontribusi asupan air diantara golongan bahan makanan yang lain disetiap periode, baik periode hari sekolah dan hari libur. Ratarata konsumsi susu responden pada periode hari sekolah dan hari libur adalah 242.58±220.52 mL/hari (28.51%) dan 239.49±180.62 mL/hari (29.89%). Penelitian ini berbeda dengan pernyataan Hardinsyah et al. (2010) menyatakan bahwa makanan pokok Indonesia yang umumnya berupa nasi menyumbangkan 46% asupan air, sedangkan buah dan sayur menyumbangkan 30% asupan air. Hal

ini disebabkan jenis responden dan kebiasaan makan dan minum responden yang berbeda, dalam penelitian ini responden dapat meminum susu disetiap waktu makan dan menjadikan konsumsi susu merupakan suatu bahan pangan yang tidak boleh dilewatkan dalam setiap harinya. Rata-rata konsumsi air responden yang berasal dari serealia, umbi dan hasil olahannya pada periode hari sekolah dan hari libur adalah 196.32±61.21 mL/hari (23.07%) dan 172.87±73.90 mL/hari (21.57%). Rata-rata konsumsi air responden untuk golongan bahan makanan sayur dan hasil olahannya pada periode hari sekolah dan libur adalah 141.82±120.46 mL/hari (16.67%) dan 136.86±129.03 mL/hari (17.08%). Konsumsi Air dari Metabolik Perhitungan total konsumsi air juga melibatkan jumlah konsumsi air metabolik. Air metabolik berasal dari hasil metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.Konsumsi zat gizi makro ini menentukan konsumsi air metabolik. Berikut tabel rata-rata konsumsi zat gizi makro dan air metabolik responden Tabel 26 Sebaran rata-rata konsumsi zat gizi makro dan air metabolik responden Hari sekolah Hari Libur Zat gizi g Rata rata air g Rata rata air (mL/hari) (mL/hari) Protein 48.77±12.85 19.51±5.14 48.34±13.41 19.34±5.36 Lemak 78.13±24.51 83.60±26.23 78.54±24.30 84.04±26.00 Karbohidrat 231.18±76.60 127.15±42.13 213.21±82.45 117.27±45.34 Total 230.26±54.15 220.64±49.80 Pada Tabel 26, diketahui bahwa rata-rata konsumsi protein responden para periode hari sekolah dan hari libur sebanyak 48.77±12.85 g dan 48.34±13.41 g. rata-rata konsumsi lemak responden pada periode sekolah dan libur adalah 78.13±24.51 g dan 78.54±24.30 g. Rata-rata konsumsi karbohidrat pada periode hari sekolah dan libur adalah 231.18±76.60 g dan 213.21±82.45 g. Rata-rata konsumsi air metabolik responden pada periode hari sekolah dan hari libur sebanyak 230.26±54.15 mL/hari dan 220.64±49.80 mL/hari. Berdasarkan Tabel 26, diketahui bahwa semakin tinggi konsumsi zat gizi makro, maka konsumsi air metaboliknya juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan Verdu and Navarrete (2009) yang menyatakan bahwa konsumsi air metabolik sangat berkaitan dengan konsumsi zat-zat gizi makro. Dimana semakin tinggi konsumsi zat-zat gizi makro, maka semakin tinggi pula konsumsi air metaboliknya.

Total Konsumsi Air Total konsumsi air didapatkan dengan cara menjumlahkan keseluruhan air yang berasal dari minuman, makanan, dan metabolik. Hal ini didukung oleh Almatsier (2001) yang menyatakan bahwa konsumsi air terdiri atas air yang diminum, yang diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh dari hasil

metabolisme. Berikut adalah tabel yang menunjukkan sebaran responden berdasarkan total konsumsi air dari 3 sumber, yaitu air minuman, air makanan, dan air metabolik. Tabel 27 Sebaran rata-rata konsumsi air total responden menurut sumber Hari Sekolah Hari Libur Sumber air Rata-rata air % Rata-rata air % (ml/hari) (ml/hari) Air Minuman 3468.53±1948.88 76.24 3495.98 ± 2061.20 77.38 Air Makanan 850.97±80.61 18.70 801.28±76.88 17.74 Air Metabolik 230.26±54.15 5.06 220.64±49.80 4.88 Total 4549.76±1718.69 100 4517.09±1747.68 100 Tabel 27 menunjukkan data rata-rata konsumsi air responden pada periode hari sekolah dan hari libur. Kontribusi paling besar terhadap asupan air berasal dari air minuman, yaitu sebesar 3468.53±1948.88 mL/hari (76.24%) dan 3495.98±2061.20 mL/hari (77.38%). Menurut IOM (2005) gender atau jenis kelamin menentukan asupan air, hal ini disebabkan asupan air yang dianjurkan antara laki-laki sebesar 3.7 liter dan perempuan sebesar 2.7 liter. Pada hari sekolah rata-rata konsumsi air adalah 4549.76±1718.69 mL/hari dan pada hari libur adalah 4517.09±1747.68 mL/hari atau jika dibandingkan dengan anjuran IOM (2005) konsumsi air responden sudah memenuhi dan bahkan melebih anjuran yang telah ditetapkan.

Tingkat Kecukupan Air Tingkat kecukupan air harian berhubungan dengan asupan energi. Ketika melakukan aktivitas fisik seperti kerja fisik atau juga berolahraga, sumber-sumber energi yang tedapat di dalam tubuh seperti lemak atau karbohidrat akan terkonversi menjadi air, karbon dioksida, dan energi (Irawan 2007). Air hasil metabolisme berjumlah relatif sedikit, jumlah air yang dihasilkan sangat ditentukan oleh banyaknya energi yang dihasilkan makanan. Semakin banyak asupan energi dari makanan maka semakin banyak pula air metabolik yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya (Whitney and Rolfes 2008). Berikut Tabel 28 yang menunjukkan rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan air responden pada hari sekolah dan hari libur. Tabel 28 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan air responden Variabel Hari Sekolah Hari Libur Konsumsi air (mL/hari) 4549.76±1718.69 4517.09±1747.68 Kebutuhan air (mL/hari) 3373.86±481.60 3572.15±535.34 Tingkat Kecukupan air (%) 125.24±26.83 115.56±23.60 Tabel 28 menyajikan data tingkat kecukupan air responden pada periode hari sekolah dan libur. Rata-rata tingkat kecukupan air responden adalah 125.24±26.83% pada hari sekolah dan 115.56±23.60% pada hari libur. Tingkat

kecukupan air ini dianalogikan dengan tingkat kecukupan energi menurut Depkes (2005). Tingkat kecukupan air pada periode hari sekolah masuk kedalam kategori berlebih (120%) dan tingkat kecukupan air periode libur masuk kedalam kategori normal (90-119%). Berdasarkan analisis paired sample T-test, tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat kecukupan air responden antara periode hari sekolah dan hari libur (p=0.236). Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan air pada periode hari sekolah dan hari libur dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran tingkat kecukupan air responden berdasarkan kebutuhan air Kategori Tingkat Hari Sekolah Hari Libur Kecukupan Air n % n % Defisit Tingkat Berat 1 4.76 0 0.00 Defisit Tingkat Sedang 0 0.00 1 4.76 Defisit Tingkat Ringan 0 0.00 2 9.52 Normal 8 38.10 7 33.33 Berlebih 12 57.14 11 52.38 Total 21 100 21 100 Berdasarkan Tabel 29, sebanyak (57.14%) dan (52.38%) responden terkategori berlebih pada kedua periode. Hal ini disebabkan, pada periode hari sekolah dan hari libur kegiatan latihan futsal tetap dilaksanakan, sehingga aktivitas fisik responden tidak ada perbedaan yang juga mempengaruhi secara langsung kebutuhan air individu responden, kemudian para responden sudah memiliki kebiasaan minum air yang terpola yang berpengaruh secara langsung terhadap konsumsi air, sehingga menyebabkan tingkat kecukupan air sebagian besar responden berada pada kategori berlebih. Pada periode hari sekolah terdapat (4.76%) responden termasuk kedalam kategori defisit berat dan (38.10%) termasuk kategori normal. Pada periode hari libur, sebanyak (4.76%) responden masuk kedalam kategori defisit tingkat berat, (9.52%) responden masuk kedalam kategori defisit tingkat ringan dan (33.33%) responden masuk kedalam kategori normal. Tingkat kecukupan air juga dilihat berdasarkan AKG (2013), dimana kategori dibagi menjadi dua, yaitu kategori umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Tabel 30 menunjukkan rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan air responden berdasarkan umur. Tabel 30 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan air responden berdasarkan periode hari dan umur Hari Sekolah Hari Libur Variabel 13-15 tahun 16-18 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun Konsumsi air 4110.22±596.98 4248.09±756.33 3978.69±687.56 4302±415.07 (mL/hari) Kebutuhan Air 2000 2100 2000 2100 (mL/hari) Tingkat Kecukupan Air (%) 205.51±29.85 202.29±36.02 198.93±34.38 204.89±19.77

Rata-rata tingkat kecukupan responden yang berada pada kategori umur 13-15 tahun pada hari sekolah dan hari libur adalah 205.51±29.85% dan198.93±34.38%. Sedangkan pada kategori umur 16-18 tahun, pada hari sekolah rata-rata tingkat kecukupan air adalah 202.29±36.02% dan pada hari libur adalah 204.89±19.77%. Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan reponden pada kategori umur 13-15 tahun; 6-18 tahun dan pada periode hari yang berbeda berada pada kategori tingkat kecukupan air yang berlebih (>120%). Berikut sebaran tingkat kecukupan responden berdasarkan AKG (2013). Tabel 31 Sebaran tingkat kecukupan air responden berdasarkan AKG (2013) Hari Sekolah Hari Libur Tingkat Kecukupan Air 13-15 16-18 13-15 16-18 n % n % n % n % Berlebih 16 100 5 100 16 100 5 100 Total 16 100 5 0 16 100 5 0 Berdasarkan Tabel 31, pada periode hari sekolah semua responden (100%) yang berada pada rentang umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun pada periode hari sekolah dan hari libur masuk kedalah kategori tingkat kecukupan air yang berlebih. Kelebihan air yang terjadi pada seluruh responden dapat disebabkan beberapa faktor, seperti kebiasaan konsumsi air minum yang terpola setiap hari, terutama pada waktu sebelum; saat; dan sesudah latihan futsal, kemudian dapat juga disebabkan penggunaan angka kecukupan gizi untuk jenis umum, sedangkan responden yang digunakan merupakan jenis spesifik dengan aktivitas dan kebutuhan yang khusus.

Status Hidrasi Hidrasi diartikan sebagai keseimbangan cairan dalam tubuh dan merupakan syarat penting untuk menjamin fungsi metabolisme sel tubuh, sedangkan status hidrasi adalah suatu kondisi yang menggambarkan jumlah cairan tubuh seseorang. Bila kecukupan konsumsi cairan terpenuhi sesuai kebutuhan dalam lingkungan panas maka status hidrasi akan baik, sebaliknya jika konsumsi cairan kurang karena suhu lingkungan yang tinggi maka walaupun seseorang mengalami kelebihan berat badan ataupun kekurangan berat badan, tetap berisiko untuk mengalami dehidrasi. Dehidrasi pada saat latihan dapat terjadi akibat kehilangan air yang terlalu banyak, tidak minum air dalam jumlah cukup, ataupun akibat kedua hal tersebut (Gavin 2006). Perhitungan status dehidrasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus menurut Casa et al. (2000). Berikut sebaran responden berdasarkan kategori status hidrasi.

Tabel 32 Sebaran responden berdasarkan kategori status hidrasi Kateori Status Hidrasi n % Well Hydrated 6 28.57 Minimal Dehydration 15 71.43 Significant Dehydration 0 0 Serious Dehydration 0 0 Total 21 100 Tabel 32 menyajikan data indeks status hidrasi yang terbagi menjadi empat indeks, yaitu well hydrated, minimal dehydration, significant dehydration dan serious dehydration. Berdasarkan Tabel 32, sebanyak (71.43%) termasuk kedalam minimal dehydration dan sebanyak (28.57%) responden masuk kedalam well hydraretd. Menurut Casa et al. (2000) tingkat dehidrasi 1-2% umum terjadi di dunia olahraga dan dapat terjadi dalam waktu satu jam berolahraga atau lebih cepat jika atlet mulai berolahraga dalam keadaan dehidrasi. Tingkat dehidrasi 12% dapat mulai membahayakan fungsi fisiologis dan mempengaruhi penurunan performa sebesar 10%, dehidrasi lebih dari 3% akan lanjut mempengaruhi rusaknya fungsi fisiologi dan dapat meningkatkan resiko atlet, seperti kram, panas kelelahan dan stroke. Hasil penelitian menujukkan bahwa sebanyak (71.43%) responden sudah mengalami penurunan performa sebesar 10% dan berpotensi untuk membahayakan fungsi fisiologi tubuh. Gavin (2006) menyatakan keadaan dehidrasi pada saat latihan dapat terjadi akibat beberapa faktor, seperti kehilangan air yang terlalu banyak, tidak minum air dalam jumlah cukup, ataupun akibat kedua hal tersebut. Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Hal ini didukung oleh Giriwijoyo dan Ali (2005) yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan derajat sehat dinamis yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, dimana tubuh akan selalu memiliki cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik yang ekstra kemudian akan pulih sebelum menjalani tugas seharihari. Wiarto (2013) menyatakan bahwa kebugaran jasmani dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan keterampilan. Komponen berkaitan dengan kesehatan adalah daya tahan, kekuatan, kelentukan, dan komposisi tubuh, sedangkan komponen yang berkaitan dengan keterampilan adalah kelincahan, keseimbangan, koordinasi, power waktu reaksi, dan kecepatan. Depdiknas (2003) menyatakan bahwa cara yang tepat untuk mengetahui komponen daya tahan adalah sebuah tes yang berhubungan dengan VO2 max yaitu Multi Stage Fitness Test. Tes ini dilakukan untuk mengetahui data VO2 max setiap responden yang kemudian diklasifikasikan menjadi kurang sekali (<25 mL/kg BB/menit), kurang (25.0-30.0 mL/kg BB/menit), cukup (31.0-34.9 mL/kg

BB/menit), baik (35.4-38.9 mL/kg BB/menit), dan baik sekali (≥39.0 mL/kg BB/menit) Cooper (1982). Berikut sebaran reponden berdasarkan tingkat kebugaran. Tabel 33 Sebaran responden berdasarkan tingkat kebugaran Klasifikasi tingkat kebugaran n % Baik sekali (≥39.0 mL/kg BB/menit) 11 52.4 Baik (35.4-38.9 mL/kg BB/menit) 4 19.0 Cukup (31.0-34.9 mL/kg BB/menit) 6 28.6 Kurang (25.0-30.0 mL/kg BB/menit) 0 0 Kurang sekali (<25 mL/kg BB/menit) 0 0 Total 21 100 Rata-rata±SD (mL/kg BB/menit) 38.16 ± 4.63 Hasil tes kebugaran atlet menyebar pada tiga klasifikasi tingkat kebugaran, yaitu baik sekali, baik, dan cukup. Sebagian besar responden (52.4%) masuk kedalam klasifikasi baik sekali, (28.6%) masuk kedalam klasifikasi cukup, dan (19%) masuk kedalam klasifikasi baik. Adanya perbedaan klasifikasi dari masingmasing responden diduga adanya beberapa faktor, seperti suhu lingkungan, waktu tidur responden sebelum melaksanakan tes, emosi, waktu makan terakhir, apakah responden benar-benar menggunakan usaha maksimal ketika melaksanakan tes, kepribadian, dan kemampuan penguji. Hal ini didukung oleh Mackenzie (1997) bahwa faktor-faktor yang dapat menjadi perbedaan hasil klasifikasi ini didukung oleh yang menyatakan bahwa keberhasilan pengukuran VO2 max dipengaruhi berbagai faktor diantaranya waktu tidur, emosi, dan kesungguhan contoh untuk menggunakan usaha maksimal dalam tes. Uji Hubungan Antar Variabel Uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel adalah uji korelasi Pearson dan Spearman. Hubungan antar variabel yang dilihat pada data responden adalah hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi, hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi, hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan air responden, hubungan antara asupan air; tingkat kecukupan air; dan status hidrasi, hubungan antara status hidrasi dengan status gizi responden, hubungan antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden, dan hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Responden Hasil uji korelasi Pearson antara variabel pengetahuan gizi dengan status gizi responden menghasilkan bahwa adanya hubungan (P=0.021; r=0.500). Hasil ini menujukkan bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan gizi dengan status gizi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Fanina (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dan status gizi responden (p>0.05). Perbedaan hasil kedua penelitian ini dapat disebabkan berbedanya jumlah dan jenis responden yang digunakan. Bukan hanya pengetahuan gizi yang mempengaruhi status gizi, menurut Wawan (2011) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan ada dua yaitu faktor internal yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan umur, sedangkan yang kedua adalah faktor eksternal yang terdiri dari faktor lingkungan dan sosial budaya. Didukung oleh (Emilia 2008) yang menyatakan dibutuhkan motivasi dari diri seseorang berperilaku kesehatan yang baik dan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi Hasil uji korelasi Pearson dilakukan untuk menguji variabel antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi, variabel tingkat kecukupan protein dengan status gizi, variabel tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi dan variabel tingkat kecukupan lemak dengan status gizi. Berdasarkan hasil uji tersebut didapat bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.002; r=-0.634), variabel tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0.000; r=-0.731), variabel tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (p=0.024; r=-0.491), dan variabel tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (p=0.000; r=-0.697). Hal ini memiliki makna bahwa, semakin tinggi asupan zat gizi, maka akan semakin rendah status gizi responden atau sebaliknya semakin rendah asupan zat gizi maka semakin tinggi status gizi responden. Hal ini berbeda dengan penelitian Fanina (2014) bahwa tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.339; r=-0.063) dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0.447; r=0.020). Perbedaan dapat terjadi akibat beberapa faktor, seperti adanya perbedaan jumlah responden, perbedaaan jenis responden, faktor-faktor internal responden yang mempengaruhi hasil penilaian konsumsi pangan, seperti para responden terutama responden yang berada pada kelas senior merasa memiliki tubuh yang gemuk, sehingga cenderung mengurangi porsi makan dan memilih-milih jenis makanan. Bukan hanya itu, selain asupan energi dan zat-zat gizi menurut Almatsier (2004) terdapat faktor-faktor yang lain mempengaruhi status gizi seorang atlet, seperti pola makan, aktivitas fisik dan olahraga. Hal ini didukung Fatmah (2011) tingginya tingkat kecukupan energi yang kemudian diimbangi dengan tingginya tingkat aktivitas fisik akan menyebabkan kebutuhan energi untuk tubuh bertambah sehingga tidak menyebabkan terjadinya peningkatan status gizi. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Asupan Air Responden Hasil uji korelasi Spearman antara variabel aktivitas fisik dan air bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan asupan cairan pada responden (p=0.401; r=-0.193). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hafidudin (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan cairan dan Gustam (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat dehidrasi dengan aktivitas fisik aktivitas fisik. Hal ini berbeda dengan pernyataan Briawan et al. (2011) bahwa asupan air seseorang tergantung dari tingkat aktivitas, pola makan, lingkungan dan aktivitas sosialnya. Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jenis responden dikedua penelitian, yaitu sedentary people dan responden spesifik yaitu atlet.

Menurut (IOM 2005) gender atau jenis kelamin menentukan asupan air karena asupan air yang dianjurkan antara laki-laki dan perempuan (usia 19-50 tahun) per hari berbeda, laki-laki sebesar 3.7 liter dan perempuan sebesar 2.7 liter. Beberapa faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah asupan cairan adalah kognitif, berat badan, dan uang saku (Hafidudin 2012). Martianto dan Ariani (2004) menyatakan tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh pada jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya, termasuk dalam hal minuman. Hubungan antara Asupan air, Tingkat Kecukupan Air dan Status Hidrasi Hasil uji korelasi Pearson antara variabel asupan air dengan tingkat kecukupan air bahwa terdapat hubungan signifikan antara kedua variabel (P=0.000; r=0.765). Hal ini sejalan dengan Andayani (2013) yang menyatakan terdapat hubungan signifikan postif antara asupan cairan pekerja dengan tingkat kecukupan air (p<0.05). Hasil uji korelasi Pearson antara variabel asupan air dengan status hidrasi menunjukkan bahwa terdapat hasil yang tidak signifikan berhubungan antara asupan air dengan status hidrasi (P=0.836; r=-0.048). Hasil ini tidak sejalan dengan (Andayani 2013) yang menyatakan terdapat hubungan signifikan negatif antara konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja industry (p= 0.006; r=-0.319) yang artinya semakin tinggi konsumsi cairan, maka nilai berat jenis urin akan semakin rendah yang menunjukkan status hidrasi baik. Perbedaan dapat disebabkan beberapa faktor, seperti perbedaan jumlah responden, jenis responden, aktivitas responden dan metode pengukuran status hidrasi. Berdasarkan teori, asupan air bukan merupakan faktor yang mempengaruhi status hidrasi atlet, faktor-faktor yang mempengaruhi status hidrasi atlet adalah jenis kelamin, persentase total lemak tubuh, tingkat kecukupan air harian pada hari latihan, serta laju keringat pada saat latihan (Paskindra 2014). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kecukupan air dengan status hidrasi (p=0.437; r=-0.179). Hal ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Paskindra (2014) yang menyatakan bahwa antara tingkat kecukupan air hari latihan dengan status dehidrasi atlet pada saat latihan terdapat hubungan negatif (P<0.05; r=-0.323). Artinya semakin tinggi tingkat asupan air, maka resiko terjadinya dehidrasi akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil tingkat asupan air maka resiko terjadinya dehidrasi akan semakin besar. Perbedaan hasil dapat terjadi disebabkan perbedaan jumlah responden, perbedaan jenis kelamin responden dan perbedaan jenis olahraga responden yang berpengaruh terhadap konsumsi air dan kebiasaan makan responden. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap hasil tingkat kecukupan air responden adalah pengklasifiksian tingkat kecukupan air. Pengklasifikasian hasil tingkat kecukupan air dipenelitian ini menggunakan analogi energi dan zat gizi makro untuk orang normal pada umumnya dengan aktivitas fisik yang dianggap sama, sedangkan responden yang digunakan penelitian ini adalah orang-orang spesifik (atlet) yang memiliki aktivitas fisik yang berbeda, asupan dan kebutuhan yang berbeda. Pada penelitian Gustam (2012) mengenai faktor resiko dehidrasi pada remaja dan dewasa di Indonesia menemukan bahwa wanita beresiko mengalami dehidrasi 1.6 kali lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini disebabkan komposisi lemak tubuh pada wanita lebih besar dibandingkan pada laki-laki sehingga, kandungan air pada tubuh wanita lebih rendah dan akibatnya wanita lebih rentan

mengalami dehidrasi jika dibandingkan dengan laki-laki. Dhamayanti (2009) menyatakan komposisi lemak mulai meningkat ketika usia anak memasuki 6 tahun, tubuh anak wanita lebih banyak lemak, sedangkan tubuh anak laki-laki lebih banyak jaringan ototnya. Wanita mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein (WHO 2000). Hubungan antara Status Hidrasi dengan Tingkat Kebugaran Responden Hasil uji korelasi Pearson antara variabel status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran (p=0.356; r= 0.212). Hasil ini sejalan dengan Alfiyana (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Status hidrasi bukan merupakan variabel yang berhubungan secara langsung terhadap tingkat kebugaran, menurut Karim (2002) aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang karena dengan olahraga dan latihan yang teratur akan meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi lemak tubuh. Hal ini didukung Ruiz et al. (2006) diduga aktivitas fisik memiliki pengaruh berbeda terhadap tingkat kebugaran tergantung pada intensitas aktivitasnya. Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Responden. Tinggi dan berat badan akan mempengaruhi status gizi seseorang, dimana status gizi dapat berpengaruh terhadap tingkat kebugaran jasmani, yang kemudian berpengaruh terhadap performa. Widiany & Noerhadi (2007) menyatakan salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan seorang atlet untuk berprestasi adalah kesegaran jasmani (physical fitness), dimana tanpa kesegaran jasmani yang prima, atlet tidak akan berhasil memperoleh prestasi walaupun memiliki keterampilan teknik dan taktik yang baik. Berdasarkan hasil korelasi Pearson tidak terdapat hubungan signifikan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden (p=0.603; r=-0.120). Hal ini sesuai dengan penelitian (Magfirah, Wijanarkan dan Arovah 2013) tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat kebugaran jasmani (p=0.478; r=-0.168). Hal ini disebabkan kebugaran jasmani bukan hanya berhubungan dengan kesehatan tetapi juga berhubungan dengan keterampilan gerak meliputi aktivitas, kecepatan gerak, kecepatan reaksi, daya ledak otot, kelincahan, keseimbangan, ketepatan dan koordinasi (Lutan 2000). Jadi, belum tentu seseorang dengan status gizi baik dapat mencerminkan suatu kondisi yang bugar apabila individu tersebut tidak memiliki keterampilan gerak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Sebagian besar responden (95.2%) memiliki status gizi yang masuk kedalam kategori normal. Pada tingkat pengetahuan gizi, sebagian besar (28.6%)

responden berada pada kategori baik (>80%). Secara keseluruhan responden memiliki kebiasaan makan yang cukup baik. Hal ini dibuktikan berdasarkan data, bahwa sebagian besar responden (80%) sering melakukan sarapan pagi, seluruh responden (100%) sering mengonsumsi makan siang dan (90.48%) responden sering mengonsumsi makan malam. Kemudian, seluruh responden (100%) memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan diluar jam makanan utama. Seluruh responden (100%) mengonsumsi suplemen. Sebagian besar responden (95.24%) memiliki kebiasaan minum yang bagus yaitu ≥8 gelas per hari. Susu merupakan jenis minuman yang paling sering dibuat oleh responden di Rumah (47.62%). Minuman buatan yang sering dibeli responden adalah susu dan teh (4.76%). Minuman kemasan yang paling sering dikonsumsi adalah air mineral (100%). Aktivitas fisik responden pada periode hari sekolah dan periode hari libur sebagian besar masuk kedalam kategori aktivitas berat yaitu (85.71%) dan (95.24%), dimana berdasarkan uji paired sample T-test, tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat aktivitas fisik pada kedua periode. Tingkat kecukupan zat gizi makro responden sebagian besar masuk kedalam kategori defisit tingkat berat, hanyak lemak yang masuk kedalam kategori normal dan berlebih. Pada tingkat kecukupan zat gizi mikro, sebagian besar responden masuk kedalam kategori kurang, hanya pada vitamin A yang masuk kedalam kategori cukup. Rata-rata tingkat kecukupan air pada periode hari sekolah masuk kedalam kategori lebih 125.24±26.83% dan pada periode hari libur masuk kedalam kategori normal 115.56±23.60%. Berdasarkan analisis uji paired sample T-test, tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat kecukupan air responden antara periode libur dengan periode latihan. Pada indeks status hidrasi, sebagian besar responden (71.43%) masuk kedalam kategori Minimal Dehydration. Pada tingkat kebugaran, sebagian besar responden (52.4%) memiliki tingkat kebugaran yang baik sekali. Hasil uji hubungan yang telah dilakukan antar variabel didapat bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden (P=0.021; r=0.500), terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.002; r=-0.634), variabel tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0.000; r=-0.731), variabel tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (p=0.024; r=-0.491), dan variabel tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (p=0.000; r=-0.697). Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan cairan (p=0.401; r=-0.193). Terdapat hubungan antara variabel asupan air dengan tingkat kecukupan air (P=0.000; r=0.765). Tidak terdapat hubungan antara asupan air dengan status hidrasi (P=0.836; r=-0.048). Tidak terdapat hubungan antara tingkat kecukupan air dengan status hidrasi (p=0.437; r= -0.179). Tidak terdapat hubungan antara variabel status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden (p=0.356; r= 0.212). Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden (p=0.603; r=-0.120).

Saran Hendaknya dilakukan pematauan status gizi, asupan minum dan pengukuran tingkat kebugaran atlet secara berkala. Selain itu, perlu adanya peningkatan pemahaman atlet mengenai aturan pola minum untuk menghindari

keadaan dehidrasi. Peranan ahli gizi diperlukan untuk meningkatkan pemahaman atlet dan penyelenggaraan makanan agar dapat mendukung peningkatan kualitas atlet yang ditunjang dengan adanya latihan yang teratur untuk mencapai kebugaran, dimana akan berdampak pada performa optimal. Selanjutnya perlu penelitian lebih lanjut mengenai jumlah dan jenis cairan pengganti yang tepat untuk atlet guna mengganti cairan hilang selama latihan untuk menjaga tubuh tetap dalam keadaan status terhidrasi baik. Kemudian, diharapkan adanya angka kecukupan energi dan zat gizi, serta cut off tingkat kecukupan yang khusus untuk jenis responden yang spesifik dengan aktivitas dan kebutuhan yang khusus, seperti atlet.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyana L. 2012. Pengaruh Pemberian Air Kelapa Kebugaran Atlet Sepak Bola [skripsi]. Semarang. Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Andayani K. 2013. Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Hidrasi pada Pekerja Industri Laki-Laki. Semarang. Fakultas Kedokteraaan, Universitas Diponegoro. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Almatsier S et al. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka. Arafah AA. 2009. Retensi Vitamin A Pada Minyak Goreng Curah yang Difortifikasi Vitamin A dan Produk Gorengannya [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Briawan D, Hardinsyah, Marhamah, Zulaikhah, Aries M. 2011. Konsumsi Minuman dan Preferensinya pada Remaja di Jakarta dan Bandung. Gizi Indon. 34(1):43-51 Casa DJ, LE Armstrong, SK Hillman, SJ Montain, RV Reiff, BSE Rich, WO Roberts and JA Stone. 2000. National Athletic Trainers’ Association Position Statement: Fluid replacement for athletes. J. Athletic Training 2000; 35(2):212-224. Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd. Depdiknas.2003. Tingkat Kesegaran Jasmani Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Depkes RI dan KONI Pusat. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Atlit. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2002. Gizi Atlet Sepak bola. Jakarta: Depkes RI. _____________________________. 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta: Depkes RI. E-Siong Tee, Marie Claude Dop, Pranee Winichagoon. 2004. Proceeding of the workshop on food-consumption survey in developing countries : Future Challenges, Food and Nutrition Bulletin Esperanza J et al. 2000. Daily Energy Expenditure in Mexican and USA Pima Indians: Low Physical Activity as a Possible Cause of Obesity. International Journal of Obesity.2. 55-59. Fanina TN. 2014. Hubungan Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Putri [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. FAO/INFOODS:Asia WWW.fao.org/infoods/infoods/tables-and-database/asia/en/ [13 Februari 2015]. Fatmah. 2011. Gizi Kebugaran Dan Olahraga. Bandung: Lubuk Agung. Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA. 2012. Practical Application In Sport Nutritions Third Edition.Burlington(US): Ascend Learning Company FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Geneva(CH): WHO Technical Report Series no. 724 Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press. Giriwijoyo S, Ali M. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia. Gustam. 2012. Faktor resiko dehidrasi pada remaja dan dewasa [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hafidudin. 2014. Kebiasaan Minum dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa dewasa [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994.Penilaian dan Perencanaan Kosumsi Pangan. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1992.Gizi Terapan. Bogor(ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi IPB, Hidayati SN, Irawan R, Hidayat B. 2009. Obesitas Pada Anak. Surabaya: Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Ilmu Kesehatan Anak.Fakultas Kedokteran Unair.

Hoeger WWK, Hoeger SA. 2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness, a Personalized Program.Ed ke-5. USA: Thomson Wadsworth. Husaini MA. 1991. Tumbuh Kembang dan Gizi Remaja. Buletin Gizi Prima (27). Bogor. Persatuan Ahli Gizi. [IOM] Institute Of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Water, Potassium, Sodium [Internet]. [diunduh 22 Jan 2015]. Tersedia pada: www.nal.usda.gov/fnic/ DRI/ DRI_ Water /water_ full_report.pdf. Irawan MA. 2007. Cairan tubuh, elektrolit, dan mineral. Polton Sport Science and Performance Lab. 01(01): 1-4. Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta(ID): CV Andi Offset. Irwansyah. 2006. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Jakarta(ID): Grafindo Media Pratama. Kant, Ashima K et al. 2009. Intakes Of Plain Water, Moisture In Foods And Beverages, And Total Water In The Adult US Population-Nutritional, Meal Pattern, And Body Weught Correlates: National Health And Nutrition Examination Surveys 1999-2006.Am J Clin Nutr 2009;90:655 63. Diunduh tanggal 15 Desember 2014. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lingga M. 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi, dan body image remaja putri yang berstatus gizi normal dan gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Mackenie. 1997. VO2Max. www.brianmac.co.uk [13 Februari 2015]. Magfirah F, Wijanarkan A, Arovah NI. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Olahraga, Frekuensi Konumsi Suplemen, dan Status Gizi dengan Kebugaran Jasmani Atlet di Klub Sepakbola PSIM Yogyakarta [Skripsi]. Universitas Negeri Yogyakarta Mahan K, Escott-Stump. 2008. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA (US): W.BSaunders Company. Makhfudli, Efendi F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta(ID): Salemba Medika. Moelek D, Tjokronegoro A. 1984. Kesehatan dan Olahraga.Jakarta(ID): Fakultas Kedokteran UI.

Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1982. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagian-Bagiannya.Jakarta(ID): UGM Press. Moreira et al. 2011. Metabolic risk factors, physical activity and physical fitness in azorean adolescents: a cross-sectional study. BMC Public Health 11:214. Mougious V. 2006. Exercise Biochemistry. Human Kinetics. New Zealand. Murray B. (2007).Hydration and physical performance. Journal of the American College of Nutrition 26(Supplement 5): 542S. [NATA] National Athletich Trainer’s Association. 2000. Fluid replacement for athletes. http://www.journalofathletictraining.org [5 Desember 2015]. Notoatmodjo S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta(ID): PT Rineka Cipta. Nurmalina R. 2011. Pencegahan & Manajemen Obesitas. Bandung(ID):Elex Media Komputindo. Paskindra UN. 2014. Analisis Determinan Status Dehidrasi Latihan Pada Atlet Remaja [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Primana DA. 2000. Penggunaan Lemak dalam Olahraga. Di dalam: Tanaya ZA et.al. editor. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Jakarta(ID): Departemen Kesehatan Prisna A. 2010. Plus Personality Fot Teens. Yogyakarta(ID): Pustaka Gthatama. Piliang, Wiranda , Djojosoebagjo S. 1996. Fisiologi Nutrisi Volume I. Jakarta(ID): UI-Press. Popkin M, D’Anci KE, Rosenberg IH. 2010. Water, hydration and health. Nutr Rev 68(8): 439-458. Rahmawati D. 2013. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di taman pendidikan karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2003. Penilaian Gizi secara Antropometri. [diktat yang tidak dipublikasikan]. Bogor(ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Santrock JW. 2003. ADOLESCENCE Perkembangan Remaja. Jakarta(ID): Erlangga.

Sediaoetama AD. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Pofesi Jilid I. Jakarta(ID): Dian Rakyat. Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Cetakan pertama. Jakarta(ID): PT Raja Grafindo Persada. Sharlin J, Edelstein S. 2011. Essentials of Life Cycle Nutrition. USA: LLC Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta(ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan Nasional. Sousa, E F et al. 2007. Assesment of nutrient and water intale among adolescemts from federation in the district, Brazil British Journal of Nutrition (2008), 99, 1275-1283 Suhardjo. 1989. Sosial Budaya Gizi. Bogor(ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi. Sujanawan ME. 2014. Tingkat Kecukupan Air Pada Pasien Ganggunan Jiwa di RS dr. H Marzuki Mahdi Bogor [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sulistyoningsih H. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta (ID): Graha Ilmu. Sulaeman A & Muhilal.2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Supariasa IDN, B Bakri, I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta(ID): Buku Kedokteran EGC. Teresa L S, Joseph W P. Effect of hydration state on heart rate-based estimates of VO2 max. Journal of Exercise Physiology 2004;7(1):19-6 Verdu JM, Navarrete GR. 2009. Physiology of Hydration and Water Nutrition. Spanyol: Published in partnership with coca cola Espana. Wiarto G. 2013. Fisiologi Olahraga.Yogyakarta(ID):Graha Ilmu. Widiany LF. 2007.Hubungan antara pola konsumsi karbohidrat, protein, dan lemakdengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul tahun 2007.Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada Williams M. 2002. Nutrition for Health, Fitness & Sport 6th ed. New York: McGraw-Hill. WHO. 2010. Physical Activity. Geneva. [WHO] World Health Organization. 2007. Growth reference 5-19 years [Internet]. [diacu 10 Desember 2014]. Tersedia dari: http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX (ID). 2013. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 untuk Orang Indonesia. Jakarta(ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel jenis dan cara pengumpulan data penelitian Data Cakupan Cara pengumpulan data Karakteristik

Usia Pengetahuan Gizi

Kebiasaan minum

Pola Minum

Antropometri

Jenis Minuman Berat badan

Tinggi badan

Status gizi

IMT/U

Aktivitas fisik

Jenis Durasi Frekuensi

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi Tingkat kecukupan air Status hidrasi

Konsumsi pangan

Tingkat kebugaran

Daya Tahan Kardiorespirasi

Gambaran umum tim

Lokasi Jumlah responden Jadwal latihan Prestasi tim

Konsumsi pangan BB pre-post latihan

Pengisian kuesioner oleh responden Pengisian kuesioner oleh responden Pengisian kuesioner oleh responden Wawancara responden Pengukuran menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg Pengukuran responden menggunakan Statometer dengan ketelitian 0.1 cm Pehitungan menggunakan software anthroplus 2007 Pengisian kuesioner oleh responden Pengisian kuesioner oleh responden Pengisian kuesioner oleh responden Wawancara responden Wawancara responden Pengukuran menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg Tes Bleep/Multi Stage Fitness Test (Depdiknas 2003) Data administrasi tim Data administrasi tim Data administrasi tim Data administrasi tim

Lampiran 2 Tabel nilai physical activity ratio Aktivitas sehari-hari Tidur Mandi/berpakaian/berdandan Makan Memasak Ibadah/sholat Kuliah/seminar/praktikum Mengerjakan tugas/belajar Pekerjaan RT umum Mengepel Menyetrika Mencuci baju Mencuci piring Menyapu Naik mobil/bus/angkot Mengendarai mobil Mengendarai motor Berjalan tanpa beban Aktivitas di waktu luang Berbisnis/dagang Bermain laptop/internet Ngobrol/diskusi/rapat Nonton tv/film Ke pesta Ke pasar/warung Shoping Aerobik intensitas rendah Berdiri/bawa beban Duduk Membaca Basket Sepak bola/futsal Berenang Voli Tenis/badminton Mendengarkan radio/musik Bermain game Bersepeda Sumber : FAO/WHO/UNU 2001

PAR-P 1 2.3 1.5 2.1 1.5 1.5 1.5 2.8 4.4 1.7 2.8 1.7 2.3 1.2 2 2.7 3.2 1.4 1.4 1.8 1.4 1.72 1.4 4.6 4.6 4.2 2.2 1.2 2.5 7.74 8 1.4 6.06 5.92 1.43 1.75 3.6

Lampiran 3 Tabel prediksi VO2 max Tkt

Blk

2 2 2 2 2 2 2 2 3

1 2 3 4 5 6 7 8 1

VO2 max 20.40 20.75 21.10 21.45 21.80 2.15 22.50 23.05

Tkt

Blk

7 7 7 7 7 7 8 8 8

3 2 23.60 8 3 3 23.95 8 3 4 24.30 8 3 5 24.65 8 3 6 25.00 8 3 7 25.35 8 3 8 25.70 8 4 1 26.25 8 4 2 26.80 9 4 3 27.20 9 4 4 27.60 9 4 5 27.95 9 4 6 28.30 9 4 7 28.70 9 4 8 29.10 9 4 9 29.50 9 5 1 29.85 9 5 2 30.20 9 5 3 30.60 9 5 4 31.00 10 5 5 31.40 10 5 6 31.80 10 5 7 32.17 10 5 8 32.54 10 6 1 33.25 10 6 2 33.60 10 6 3 33.95 10 6 4 34.30 10 6 5 34.65 10 6 6 35.00 11 6 7 35.35 11 6 8 35.70 11 6 9 36.05 11 6 10 36.40 11 7 1 36.75 11 7 2 37.10 11 7 3 37.45 11 7 4 37.80 11 Sumber : Depdiknas 2003

Tkt

Blk

5 6 7 8 9 10 1 2 3

VO2 max 38.15 38.50 38.85 39.20 39.55 39.90 40.20 40.50 40.80

Tkt

Blk

10 11 12 1 2 3 4 5 6

VO2 max 53.10 53.70 53.90 54.10 54.30 54.55 54.80 55.10 55.40

11 11 11 12 12 12 12 12 12

4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9

41.10 41.45 41.80 42.10 42.40 42.70 43.00 43.30 43.60 43.90 44.20 44.50 44.65 45.20 45.55 45.90 46.20 46.50 46.80 47.10 47.4 47.70 48.00 48.35 49.00 49.30 49.60 49.90 50.20 50.50 50.80 51.10 51.40 51.65 51.90 52.20 52.50 52.80

12 12 12 12 12 12 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 15 15 15 15 15 15 15

Tkt

Blk

VO2 max

8 9 10 11 12 13 1 2 3

VO2 max 66.20 66.45 66.70 67.05 67.40 67.60 67.80 68.00 68.25

15 15 15 15 15 15 16 16 16

18 19 19 19 19 19 19 19 19

15 1 2 3 4 5 6 7 8

77.90 8.10 78.30 78.55 78.80 79.00 79.20 79.45 79.70

7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7

55.70 56.00 56.25 56.50 57.10 57.26 57.46 57.60 57.90 58.20 58.45 58.70 59.00 59.30 59.55 59.80 60.20 60.60 60.76 60.92 61.10 61.35 61.60 61.90 62.45 62.70 63.00 63.30 63.65 64.00 64.20 64.40 64.60 64.85 65.10 65.35 65.60 65.90

16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

68.50 68.75 69.00 69.25 69.50 69.75 70.00 70.25 70.50 70.70 70.90 71.15 71.40 71.65 71.90 72.15 72.40 72.65 72.90 73.15 73.40 73.65 73.90 74.13 74.58 74.80 75.05 75.30 75.55 75.80 76.00 76.20 76.45 76.70 76.95 77.20 77.43 77.66

19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21

9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

79.95 80.20 80.40 80.60 80.83 81.00 81.30 81.55 81.80 82.00 82.20 82.40 82.60 82.90 83.00 83.25 83.50 83.70 83.90 84.10 84.30 84.55 84.80 85.00 85.40 85.60 85.85 86.10 86.30 85.50 86.70 86.90 87.15 87.40 87.60 87.80 88.00 88.20

Lampiran 4 Tabel klasifikasi VO2max putri berdasarkan usia (Tahun) Kategori Baik Sekali Baik Cukup Kurang Kurang Sekali

13-19 >39.0 35.4-38.9 31.0-34.9 25.0-30.9 <25

20-29 >37.0 33.0-36.9 29.0-32.9 23.6-28.9 <23.6

30-39 >35.7 31.5-35.6 27.0-31.4 22.8-26.9 <22.8

40-49 >32.9 29.0-32.8 24.5-28.9 21.0-24.4 <21.0

50-59 >31.5 27.0-31.4 22.8-26.9 20.2-22.7 <20.2

>60 >30.3 24.5-30.2 20.2-24.4 17.5-20.1 <17.5

Sumber: Cooper 1982

Lampiran 5 Tabel sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi No Soal n % 1 Pengertian makanan sehat 21 100 2 5 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 19 90.5 3 Bentuk simpanan konsumsi energi yang berlebihan 14 66.7 4 Air yang sebaiknya diminum setiap hari sebanyak 8 gelas 18 85.7 5 Salah satu contoh vitamin yang larut dalam air 7 33.3 6 Salah satu contoh vitamin yang larut lemak yaitu vitamin D 13 61.9 7 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung karbohidrat 19 90.5 8 Protein juga disebut sebagai zat pembangun 6 28.6 9 Salah satu contoh makanan sumber protein hewani 21 100 10 Salah satu contoh makanan yang mengandung vitamin A 18 86 11 Dampak akibat kekurangan kalsium yaitu osteoporosis 18 86 12 Susu banyak mengandung zat gizi kalsium 17 81 13 Fungsi kalsium dalam tubuh manusia 20 95 14 Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia 14 67 15 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung serat 14 67 16 Dampak kekurangan serat bagi tubuh 16 76 17 Jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan 19 90 18 Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin D 7 33.3 19 Resiko yang ditimbulkan akibat kelebihan konsumsi lemak 20 95 20 Dampak kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi 18 86

Lampiran 6 Tabel sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum No Kebiasaan makan dan minum n % 1 Konsumsi sarapan Ya 20 95.23 2 Frekuensi sarapan Tidak sering (≤3 kali/minggu) 4 20.00 Sering (4-7 kali/minggu) 16 80.00 3 Menu sarapan Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 9 45.00 Nasi, lauk hewani 5 25.00 Roti 4 20.00 Susu 2 10.00 4 Minuman yang dikonsumsi saat sarapan Susu 5 25 Teh manis 3 15 Air Putih 12 60 5 Konsumsi makan siang Ya 21 100 6 Frekuensi makan siang Sering ( 4-7 kali/minggu) 21 100 7 Menu makan siang Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 2 9.52 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 15 71.43 Mie instan dan sawi 4 19.05 8 Konsumsi makan malam Ya 21 100 9 Frekuensi makan malam Tidak sering (≤3 kali/minggu) 2 9.52 Sering (4-7 kali/minggu) 19 90.48 10 Menu makan malam Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 3 14.29 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 15 71.43 Nasi, lauk hewani 3 14.29 11 Konsumsi makan/minum selingan Ya 21 100 12 Frekuensi makan/minum selingan Tidak sering (≤3 kali/minggu) 6 28.57 Sering (4-7 kali/minggu) 15 71.42 22 Minum sebelum makan Ya 11 52.38 23 Minum saat makan Ya 12 57.14 24 Minum setelah makan Ya 21 100

Lampiran 7 Hasil uji korelasi pearson antara pengetahuan gizi dengan status gizi

Lampiran 8 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi

Lampiran 9 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi

Lampiran 10 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi

Lampiran 11 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi

Lampiran 12 Hasil uji korelasi spearman antara aktivitas fisik dengan asupan air

Lampiran 13 Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan tingkat kecukupan air

Lampiran 14 Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan status hidrasi

Lampiran 15 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan air dengan status hidrasi

Lampiran 16 Hasil uji korelasi pearson antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran

Lampiran 17 Hasil uji korelasi pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran

Lampiran 18 Dokumentasi kegiatan penelitian

Pengarahan sebelum tes kebugaran

Pelaksanaan tes kebugaran

Latihan selama 1 jam

Latihan selama 1 jam

Penimbangan sebelum dan sesudah latihan

Seluruh responden

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang-Banten pada tanggal 30 Januari 1993. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Asep Saepudin Usman dan Siti Chusniah. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1999-2005 di Sekolah Dasar Negeri IV Cilegon dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Cilegon tahun 2005-2008, kemudian melanjutkan di SMA Negeri 2 Krakatau Steel Cilegon tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, melalui jalur SNMPTN Udangan, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti club Gizi Bakti Masyarakat, club Gizi Olahraga, kepanitiaan Rakernas ILMAGI, kepanitiaan acara Nutrition Fair 2014, kepanitian Liga Gizi Masyarakat (LIGIMA) sejak tahun 2012-2014. Penulis merupakan asisten dosen mata kuliah Sosiologi Umum periode ajar 2013/2014 dan 2014/2015 di Departemen SKPM, asisten dosen mata kuliah Gizi Olahraga periode ajar 2014/2015 dan asisten dosen Ekonomi Pangan dan Gizi periode ajar 2014/2015 di Departemen Gizi Masyarakat. Pada bulan Juli-Agustus 2014 penulis mengikuti Kuliah Kerja Bersama Masyarakat (KKBM) di Kalibuaya, Kabupaten Karawang. Pada bulan SeptemberOktober 2014 penulis melaksanakan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Tangerang, Banten.