STUDI KASUS PADA PASIEN “TN.S” UMUR 51

Download dan intervensi di hentikan karena pasien .... dalam mengatasi masalah pada pasien gagal ginjal kronik adalah memberikan asuhan .... Pasien ...

0 downloads 250 Views 227KB Size
Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

STUDI KASUS PADA PASIEN “Tn.S” UMUR 51 TAHUN YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGALGINJAL KRONIK (GGK) DI RUANG SEDAP MALAMRSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh MUDI ANINGRUM NPM. 12.2.05.01.0027

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2015

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

STUDI KASUS PADA PASIEN “Tn.S” UMUR 51 TAHUN YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGALGINJAL KRONIK (GGK) DI RUANG SEDAP MALAMRSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Oleh : MUDI ANINGRUM NPM : 12.2.05.01.0027

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN [email protected]

Dosen Pembimbing 1 : Norma Risnasari, S.Kep., Ns Dosen Pembimbing 2 : Ns.Muh.Mudzakkir, M.Kep UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

ABSTRAK

Studi Kasus Pada Tn. “S” Umur 51 Tahun yang Mengalami Masalah Keperawatan Kelebihan Volume Cairan dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di Ruang Sedap Malam RSUD Gambiran Kota Kediri Mudi Aningrum (2015). Pembimbing 1: Norma Risnasari, S.Kep.,Ns Pembimbing 2: Ns. Muh.Mudzakkir, M.Kep.,Ns Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia. Gagal ginjal kronik memerlukan perawatan dan pengobatan sejak dari stadium awal seperti mendeteksi dan mengobati penyakit gagal ginjal, diet teratur rendah protein dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan cegah limbah serta malnutrisi. Tujuan penulisan adalah untuk menerapkan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose medis gagal ginjal kronik melalui pendekatan proses keperawatan.

akibat retensi sehingga terjadi tekanan kapiler meningkat yang mengakibatkan peningkatan volume interstisial, jadi harus segera ditangani. Jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan preload naik sehingga beban jantung meningkat, pola nafas tidak efektif dan fatal bagi pasien. Diharapkan meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit gagal ginjal kronis, sehingga keluarga mampu merawat pasien atau keluarga dengan penyakit gagal ginjal kronis, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

Kata Kunci: Kelebihan Volume Cairan, Gagal Ginjal Kronik

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus, padasalahsatupasien gagal ginjal kronik yang dirawat di ruang SedapMalam RSUD Gambiran Kota Kediri. Hasil studi kasus pada Tn. “S” ditemukan masalah keperawatan utama yaitu kelebihan volume cairan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan semua masalah belum teratasi dan intervensi di hentikan karena pasien meninggal. Kelebihan volume cairanpada Tn. “S” dikarenakan peningkatan volume interstisial.Kelebihan volume cairan sebagai

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri ABSTRACT Case Study On Mr. “S” Age 51 Years Experiencing Problems Nursing Excess Fluid Volume with Chronic Renal Failure Medical Diagnostics atSedapMalam Room Hospitals Gambiran Kediri City MudiaNingrum (2015). Supervisor 1: Norma Risnasari, S.Kep., Ns Supervisor 2: Ns. Muh. Mudzakkir, M.Kep., Ns.

Chronic Renal Failure (CRF) is a progressive kidney damage is fatal and characterized by uremia. Chronic renal failure need care and treatment since the early stages of detecting and treating diseases such as renal failure, irregular diet low in protein with essential amino acids to minimize waste and prevent uremia poisoning and malnutrition. The purpose of writing is to implement and apply the nursing care in patients with a medical diagnosis of chronic renal failure through the nursing process approach. The method usedin the preparation ofthis paperisa descriptivecase study approach, inone of the patientswith chronic renal failurewho were treated atSedapMalam roomHospitals GambiranKediri.

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

Results ofa case study onMr. “S” is found majornursing problems which exces sfluid volume. After the act ofnursingall the problemshave persisted andthe interventionis stoppedbecause the patientdied. Excess fluid volume at Mr. “S” due to an increase in the interstitial volume. Excess fluid volume as a result of retention resulting in capillary pressure increases, resulting in increased interstitial volume, so it should be addressed. If not addressed promptly can lead to cardiac preload rise so that the load increases, breathing pattern ineffective and fatal for the patient. Is expected to increase the knowledge of patients and families about chronic kidney disease, so that families are able to care for patients or families with chronic kidney disease, in order to achieve optimal health status.

Keywords: Excess Fluid Volume, Chronic Renal Failure

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan kerusakan ginjal progresifyang berakibat fataldan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (NursalamdanFransisca, 2006). Penyakit gagal ginjal kronis kini telah menjadi masalah serius bagi kesehatan di dunia, penyakit ini telah menyebabkan kematian dan tidak hanya menyerang pada orang tua saja melainkan anak-anak juga. Saat ini gagal ginjal makin di dominasikan, di pengaruhi oleh faktor pekerjaan terutama di malam hari. Karena bekerja di malam hari tanpa di sadari menuntun ke arah gaya hidup yang tidak sehat, yaitu dengan mengonsumsi suplemen tiap hari agar badan tetap fit (Listyanti, 2013). Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu juga memprediksi jumlah penderita terus meningkat hingga 17 persen pada dekade selanjutnya.Sekitar 10 persen dari populasi dunia menderita penyakit ginjal kronis. Di Indonesia, prevalensi penyakit ginjal kronis terus meningkat setiap tahun,tahun 2012 pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap awal mencapai 100.000 pasien (Cholidatul, 2015). Sedangkan data di Jawa timur didapatkan tahun 2011 pasien ginjal sejumlah 477 orang, tahun 2012 sejumlah 340 orang, dan JanuariMei 2013 sejumlah 392 orang (Listyanti, 2013). Penderita gagal ginjal kronis yang rawat inap di ruang Sedap Malam pada tahun 2012 sebanyak 162 orang, tahun 2013 sebanyak 121 orang, dan tahun 2014 sebanyak 67 orang. Ruang Tanjung di dapatkan tahun 2012 sebanyak 32 orang, tahun 2013 sebanyak 51 orang, tahun 2014 sebanyak 38 orang. Sedangkan di Ruang Bougenvil tahun 2013 sebanyak 18 orang, dan tahun 2014 sebanyak 55 orang (Rekam Medik RSUD Gambiran, 2014). Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis, nefropatirefluks, ginjalpolikistik, nefropatidiabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout (Mansjoer, 2008). Semua penyebab tersebut dapat menimbulkan fungsi renal menurun karena produk akhir metabolism protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat. Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsidapat menurukan clearance kretinin dan meningkatkan kadar kretinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edemadan hipertensi. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk, asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam yang berlebihan (NursalamdanFransisca, 2006). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, gangguan integritas kulit, gangguan eliminasi uri. Gagal ginjal kronik memerlukan perawatan dan pengobatan sejak dari stadium awal, seperti mendeteksi dan mengobati penyakit gagal ginjal (kontrol DM, terapi hipertensi), diet teratur rendah protein dengan asam amino esensial untuk meminimalkan keracunan uremia dan cegah limbah serta malnutrisi. Pengobatan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan dinamik ginjal, lakukan dialisis atau transplantasi ginjal (ketika ginjal dapat dikontrol dalam waktu singkat) (Nursalam dan Fransisca, 2006). Sedangkan peran perawat

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

dalam mengatasi masalah pada pasien gagal ginjal kronik adalah memberikan asuhan keperawatan secara professional dan komperehensif. Selain itu upaya perawat yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dengan gagalginjalkronik diantaranya dalam segi promotif yaitu memberikan penyuluhan agar masyarakat mengenal tentang penyakit gagal ginjal kronik atau menghindari faktor penyebab, dari segi kuratif perawat langsung membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan, dari segi rehabilitatif dengan memberikan penyuluhan (deteksi dan obati penyakit gagal ginjal, diet teratur rendah protein dengan asam amino esensial). I. Metode 1. Observasi

: penulis melakukan pengamatan langsung rumah, kondisi lingkungan sekitar.

2. Wawancara

: penulis melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan pertemuan tatap muka dengan satu anggota keluarga

atau lebih

untuk melakukan tanya jawab terkait informasi yang diperlukan. 3. Pemeriksaan Fisik : pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

II.

Hasil Dan Kesimpulan

A. Hasil Penelitian A.

Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan suatu tahap penting dari proses pemberian asuhan keperawatan yang sesuai bagi kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap sesuai kenyataan, dan kebenaran data sangat penting untuk langkah selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai respons individu. Pengkajian ini harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien.Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi tentang pasien, dan membuat perumusan masalah yang di alami pasien. Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus pada tanggal 01Juli 2015dengan cara wawancara, observasi langsung serta pemeriksaan fisik pada Tn. “S” keluhan utama istri pasien mengatakan pasien panas sudah 2 hari, bengkak kedua kaki dan kedua tangan, perut kembung, terdapat sesak, pasien terlihat tidak sadar hanya berbaring di tempat tidur. Istri pasien juga mengatakan pasien sesak kalau kecapekan, edema pada kedua MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

kaki sejak 3 hari yang lalu, terdapat luka pada kaki kanan ± 2 buah dan perut tegang. Kemudian di bawa ke UGD tanggal 24 Juni 2015, lalu dirawat inap di ruang Sedap Malam RSUD Gambiran.Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran apatis, TD : 130/70 mmHg, S : 39 oC, N : 82 x/ menit, RR : 25 x/ menit, irama nafas tidak teratur, suara nafas stridor, terdapat sesak nafas, terpasang oksigen, CRT > 3 detik, akral panas, GCS : eye = 1, verbal = 1, motorik = 1, pasien hanya tirah baring, nafsu makan menurun, makan yaitu susu cair dengan menggunakan sonde, jumlah minuman 6 x 150 cc/ hari dengan jenis minuman susu Na phrisol, mulut kotor, berbau, mukosa bibir lembab,perut tegang dan terdapat nyeri tekan, peristaltik usus 12 x/ menit, terdapat pembesaran hati, BAB teratur 1 x/ hari, konsistensi lembek, bau khas feses, warna kecoklatan. BAK : 250 cc/ hari, bau khas urine, warna kuning jernih, kulit kering, warna kulit hiperpigmentasi, turgor jelek, ada oedema pada kedua kaki dan tangan, ada pitting, terdapat luka di telapak kaki kanan ± 10 cm, kebersihan secara umum kotor dan berbau, mandi diseka 2 x/ hari, tidak pernah sikat 0

0

gigi, tidak pernah keramas, kuku kotor, tidak ganti pakaian, kemampuan otot : 0

0

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). Gagal ginjal kronis dapat disebabkan infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis), penyakit peradangan (glomerulonefritis), penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis), gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik), penyakit congenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal), penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme), nefropati toksik, nefropati obstruktif (batu saluran kemih). Tanda dan gejala yang muncul pada penderita gagal ginjal kronis adalah terjadi perubahan keluaran urine (keluaran urin sedikit atau bahkan tidak keluar sama sekali, dapat mengandung darah dan terjadi infeksi), peningkatan kadar BUN dan kadar kreatinin, hiperkalemia (pasien yang mengalami penurunan laju Glumerulus Filtrat Reabsorbsion MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

(GFR) tidak mampu mengeluarkan kalium), asidosis metabolik, abnormalitas Ca++ dan PO4(peningkatan konsentrasi fosfat mungkin terjadi: serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap kadar serum fosfat), anemia (anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang kemungkinan terjadi akibat penurunan produksi eritroprotein yang dihasilkan oleh ginjal) (Kusuma dan Nurafif, 2013).Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum lemah dan terlihat sakit berat, tingkat kesadaran menurun, RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat, pasien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam, anemia, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia. Pasien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi, gangguan seksual laki-laki dan pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.Adanya edema anarsaka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguria atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.Adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Terdapat nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi. Data pengkajian dan pemeriksaan fisik di atas sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa komponen yang paling besar dalam tubuh manusia adalah air yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Fungsi cairan adalah sebagi berikut transportasi, pengatur suhu tubuh, pembentuk struktur tubuh, memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolisme tubuh.Kekurangan cairan tubuh dapat menyebabkan kematian sel. Sementara unit dasar fungsional tubuh adalah sel. Sel-sel inilah yang membentuk struktur tubuh. Dengan demikian, keberlangsungan proses pembentukan atau perbaikan jaringan tubuh tidak terlepas dari peranan cairan tubuh. Tidak ada kesenjangan yang terjadi antara hasil pengkajian secara langsung dengan teori tentang gagal ginjal kronik, hal ini terjadi karena dalam pengkajian pada Tn. “S” dengan kasus gagal ginjal kronik penulis menemukan data keluhan utama panas sudah 2 hari, bengkak kedua kaki dan kedua tangan, perut kembung, terdapat sesak, pasien terlihat tidak sadar hanya berbaring di tempat tidur.Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran apatis, TD : 130/70 mmHg, S : 39 oC, N : 82 x/ menit, RR : 25 x/ menit, irama nafas tidak teratur, suara nafas stridor, terdapat sesak nafas, terpasang oksigen, CRT > 3 detik, akral panas, GCS : eye = 1, verbal = 1, motorik = 1, pasien hanya tirah baring, nafsu makan menurun, makan yaitu susu cair dengan menggunakan sonde, jumlah minuman 6 x 150 cc/ hari dengan jenis minuman susu Na phrisol, mulut kotor, berbau, mukosa bibir lembab, perut tegang dan terdapat nyeri tekan, peristaltik usus 12 x/ menit, terdapat pembesaran hati, BAB teratur 1 x/ hari, konsistensi lembek, bau khas feses, warna kecoklatan. BAK : 250 cc/ hari, bau khas urine, warna kuning jernih, kulit kering, warna kulit hiperpigmentasi, turgor jelek, ada oedema pada kedua kaki dan tangan, ada pitting, terdapat luka di telapak kaki kanan ± 10 cm, kebersihan secara umum kotor dan berbau,

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

mandi diseka 2 x/ hari, tidak pernah sikat gigi, tidak pernah keramas, kuku kotor, tidak ganti pakaian, kemampuan otot :

0

0

0

0

Sedangkan secara teori tanda dan gejala biasa muncul pada penderita gagal ginjal kronis adalah terjadi perubahan keluaran urine (keluaran urin sedikit atau bahkan tidak keluar sama sekali, dapat mengandung darah dan terjadi infeksi), peningkatan kadar BUN dan kadar kreatinin, hiperkalemia (pasien yang mengalami penurunan laju Glumerulus Filtrat Reabsorbsion (GFR) tidak mampu mengeluarkan kalium), asidosis metabolik, abnormalitas Ca++ dan PO4- (peningkatan konsentrasi fosfat mungkin terjadi: serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap kadar serum fosfat), anemia (anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang kemungkinan terjadi akibat penurunan produksi eritroprotein yang dihasilkan oleh ginjal) (Kusuma dan Nurafif, 2013). Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum lemah dan terlihat sakit berat, tingkat kesadaran menurun, RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat, pasien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam, anemia, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia. Pasien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin- angiostensinaldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi, gangguan seksual laki-laki dan pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea. Adanya edema anarsaka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguria atau poliuri, dan pada tahap lanjut MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi. Adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Terdapat nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.Dari hasil pengkajian tersebut terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan kasus, karena ada sebagian pengkajian secara teori terdapat pada kasus dan juga sebaliknya.Hal ini bisa juga dilihat dari penyakit yang mendasarinya, seperti salah satu penyakit yang menyertai gagal ginjal adalah penyakit diabetes mellitus. B.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-masalah aktual atau potensial atau diagnosa sejahtera (Wilkinson, 2011). Respon aktual atau potensial pasien didapatkan data dasar pengkajian dan catatan medis pasien, yang semuanya dikumpulkan selama pengkajian. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan analisa data tersebut dapat ditegakkan diagnosa keperawatan pertama adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan

peningkatanvolume interstisial

(edema). Penegakan diagnosa tersebut ditandai dengan istri pasien mengatakan pasien bengkak pada kedua kaki dan tangannya, 2 hari badannya panas, perut kembung dan sesak, keadaan umum lemah, kesadaran apatis, RR : 25 x/ menit, kedua tangan dan kaki tampak bengkak, pasien hanya tirah baring di tempat tidur, pasien tidak merespon jika diajak bicara, pasien terpasang sonde dan tangan kiri terpasang infus, terdapat luka dijempol kaki ± 5 cm, MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

TD : 130/70 mmHg, BB awal 85 kg menjadi 95 kg. Diagnosa yang kedua adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kadar kreatinin serum dan BUN meningkat yang ditandai dengan istri pasien mengatakan pasien sesak nafas, keadaan umum lemah, kesadaran apatis, irama nafas tidak teratur, suara nafas stridor, TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/ menit, S : 39 oC, RR : 25 x/ menit. Sedangkan diagnosa yang ketiga adalah hipertermia berhubungan dengan proses terjadinya infeksi ditandai dengan istri pasien mengatakan badan pasien panas sejak 2 hari yang lalu, keadaan umum lemah, kesadaran apatis, TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/ menit, S : 39 oC, RR : 25 x/ menit. Secara teori didapatkan masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan retensi cairan, natrium dan kalium, edema; gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia; gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, pruritis (gatal); gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan produksi HB turun. Berdasarkan diagnosa di atas, penulis menemukan kesenjangan bahwa tidak selamanya semua diagnosa yang ada dalam teori muncul dalam praktek. Diagnosa yang digunakan adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan

peningkatanvolume interstisial

(edema). Sedangkan diagnosa yang tidak digunakan adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia; gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, pruritis (gatal); gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan produksi HB turun karena tidak ditemukan data yang memungkinkan untuk mengangkat diagnosa tersebut. Karena diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan patologis dan fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat dari proses penyakit yang setiap orang akan mengalami suatu perubahan yang berbeda sehingga kesenjangan antara teori dan studi kasus sangatlah mungkin terjadi.

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

C. Intervensi Rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada pasien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan, sehingga masalah keperawatan pada pasien dengan teratasi. Tujuan dan kriteria hasil yang dibuat penulis, setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah defisit volume cairan dan perubahan perfusi jaringan dapat teratasi. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, pertahankan intake dan output yang akurat dengan rasional untuk memantau perubahan pasien, monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian dengan rasional untuk mengetahui perkembangan pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dengan rasional untuk membantu proses penyembuhan pasien. Rencana tindakan pada diagnosa kedua adalah observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum pasien; awasi frekuensi/ upaya pernafasan dengan rasional untuk mengetahui adanya takikardia, dispnea, nafas pendek, dan nafas dangkal; auskultasi paru, perhatikan penurunan, tak adanya atau bunyi nafas adventisius, misal: mengi/ ronki dengan rasional penurunan area ventilasi menunjukkan adanya atelektasis, dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi, atau infeksi; tinggikan kepala tempat tidur dengan rasional memudahkan ekspansi dada/ ventilasi; dan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian oksigen dengan rasional untuk meningkatkan atau memaksimalkan kebutuhan oksigen tubuh. Sedangkan rencana tindakan diagnosa ketiga adalah pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil dengan rasional menunjukkan proses penyakit infeksius akut dan pola demam dapat membantu dalam diagnosis; pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai kebutuhan dengan rasional suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal; berikan kompres hangat dengan rasional dapat membantu mengurangi demam; kolaborasi

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

dengan dokter yaitu pemberian antipiretik dengan rasional digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. Dalam tahap ini penulis mendapatkan fakta bahwa rencana tindakan pada diagnosa pertama tersebut tidak ada kesenjangan, semua intervensi yang ada dalam teori dapat diaplikasikan ke dalam praktek.Sedangkan untuk rencana tindakan diagnosa kedua dan ketiga ada kesenjangan, karena kedua diagnosa tersebut tidak ada dalam tinjauan teori.Hal ini terjadi karena intervensi direncanakan berdasarkan dengan kebutuhan dan masalah pasien, sehingga intervensi tersebut dapat mengatasi masalah yang dialami pasien.

D.

Implementasi Implementasi atau tindakan keperawatan adalah tindakan yang diberikan oleh perawat kepada pasien sesuai dengan rencana tindakan, meliputi tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif.Implementasi atau pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana tindakan yang telah disesuakan dengan diagnosa keperawatan yang telah di rumuskan.Adapun implementasi yang dapat dilakukan oleh penulis pada studi kasus ini, hanya dapat dilakukan selama 3 hari rawat.Hal ini disebabkan karena secara umum kondisi kesehatan pasien semakin memburuk dan pasien dinyatakan meninggal.

Hari pertama, implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah observasi tanda-tanda vital: TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/ mnt, S : 39oC, RR : 25 x/ mnt, BB : 95 kg bertujuan untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, pertahankan intake dan output yang akurat bertujuan untuk memantau perubahan pasien, monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi yaitu infus PZ = 2 flash/ hari 14 tpm, PZ drip nabic = 50 mg 7 tpm, meropenem 1 gr = 2 x 1/ hari, injeksi neurosambe = 2 x 1/ hari, injeksi kalmeco 10 = 2 x 1/ hari, infus parasetamol ½ botol = 2 x 1/ hari, HN : 6-0-6

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

= 2 x 1/ hari, oral : CaCo3 = 3 x 1/ hari, oral : Sucnafat sirup = 3 x 1/ hari, oral : A6 70 mg = 1 x 1/ hari, oral : Simyostatin 200 mg = 1 x 1/ hari bertujuan untuk membantu proses penyembuhan pasien. Implementasi keperawatan diagnosa kedua adalah observasi tandatanda vital: TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/ mnt, S : 39oC, RR : 25 x/ mnt bertujuan untuk bertujuan rasional untuk mengetahui adanya takikardia, dispnea, nafas pendek, dan nafas dangkal; auskultasi paru, perhatikan penurunan, tak adanya atau bunyi nafas adventisius, misal: mengi/ ronki bertujuan penurunan area ventilasi menunjukkan adanya atelektasis, dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi, atau infeksi; tinggikan kepala tempat tidur bertujuan memudahkan ekspansi dada/ ventilasi; dan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan atau memaksimalkan kebutuhan oksigen tubuh. Sedangkan implementasi keperawatan diagnosa ketiga adalah pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola) 39oC, perhatikan menggigil bertujuan untuk menunjukkan proses penyakit infeksius akut dan pola demam dapat membantu dalam diagnosis; pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai kebutuhan bertujuan suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal; berikan kompres hangat bertujuan dapat membantu mengurangi demam; kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian antipiretik: infus parasetamol ½ botol = 2 x 1/ haribertujuan digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. Hari kedua, implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah observasi tanda-tanda vital: TD : 140/70 mmHg, N : 90 x/ mnt, S : 395 oC, RR : 25 x/ mntbertujuan untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, pertahankan intake dan output yang akurat bertujuan untuk memantau perubahan pasien, monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi yaitu infus PZ = 2 flash/ hari 14 tpm, PZ drip nabic = 50 mg 7 tpm, meropenem 1 gr = 2 x 1/ hari, injeksi neurosambe = 2 x 1/ hari, MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

injeksi kalmeco 10 = 2 x 1/ hari, infus parasetamol ½ botol = 4 x 1/ hari, HN : 6-0-6 = 2 x 1/ hari, oral : CaCo3 = 3 x 1/ hari, oral : Sucnafat sirup = 3 x 1/ hari, oral : A6 70 mg = 1 x 1/ hari, oral : Simyostatin 200 mg = 1 x 1/ hari bertujuan untuk membantu proses penyembuhan pasien. Implementasi keperawatan diagnosa kedua adalah observasi tandatanda vital: TD : 140/70 mmHg, N : 90 x/ mnt, S : 395 oC, RR : 25 x/ mnt bertujuan untuk bertujuan rasional untuk mengetahui adanya takikardia, dispnea, nafas pendek, dan nafas dangkal; auskultasi paru, perhatikan penurunan, tak adanya atau bunyi nafas adventisius, misal: mengi/ ronki bertujuan penurunan area ventilasi menunjukkan adanya atelektasis, dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi, atau infeksi; tinggikan kepala tempat tidur bertujuan memudahkan ekspansi dada/ ventilasi; dan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan atau memaksimalkan kebutuhan oksigen tubuh. Sedangkan implementasi keperawatan diagnosa ketiga adalah pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola) 395 oC, perhatikan menggigil bertujuan untuk menunjukkan proses penyakit infeksius akut dan pola demam dapat membantu dalam diagnosis; pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai kebutuhan bertujuan suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal; berikan kompres hangat bertujuan dapat membantu mengurangi demam; kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian antipiretik: infus parasetamol ½ botol = 4 x 1/ hari bertujuan digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

Hari ketiga, implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah observasi tanda-tanda vital: TD : 124/60 mmHg, N : 82 x/ mnt, S : 39 oC, RR : 23 x/ mntbertujuan untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, pertahankan intake dan output yang akurat bertujuan untuk memantau perubahan pasien, monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien, kolaborasi MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

dengan dokter dalam pemberian terapi yaitu infus PZ = 2 flash/ hari 14 tpm, PZ drip nabic = 50 mg 7 tpm, meropenem 1 gr = 2 x 1/ hari, injeksi neurosambe = 2 x 1/ hari, injeksi kalmeco 10 = 2 x 1/ hari, infus parasetamol ½ botol = 4 x 1/ hari, HN : 6-0-6 = 2 x 1/ hari, oral : CaCo3 = 3 x 1/ hari, oral : Sucnafat sirup = 3 x 1/ hari, oral : A6 70 mg = 1 x 1/ hari, oral : Simyostatin 200 mg = 1 x 1/ hari bertujuan untuk membantu proses penyembuhan pasien. Implementasi keperawatan diagnosa kedua adalah observasi tanda-tanda vital: TD : 124/60 mmHg, N : 82 x/ mnt, S : 39 oC, RR : 23 x/ mnt bertujuan untuk bertujuan rasional untuk mengetahui adanya takikardia, dispnea, nafas pendek, dan nafas dangkal; auskultasi paru, perhatikan penurunan, tak adanya atau bunyi nafas adventisius, misal: mengi/ ronki bertujuan penurunan area ventilasi menunjukkan adanya atelektasis, dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi, atau infeksi; tinggikan kepala tempat tidur bertujuan memudahkan ekspansi dada/ ventilasi; dan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan atau memaksimalkan kebutuhan oksigen tubuh. Sedangkan implementasi keperawatan diagnosa ketiga adalah pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola) 39oC, perhatikan menggigil bertujuan untuk menunjukkan proses penyakit infeksius akut dan pola demam dapat membantu dalam diagnosis; pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai kebutuhan bertujuan suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal; berikan kompres hangat bertujuan dapat membantu mengurangi demam; kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian antipiretik: infus parasetamol ½ botol = 4 x 1/ hari bertujuan digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

E.

Evaluasi Evaluasi adalah umpan balik untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah diberikan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah di tetapkan sebelumnya. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari, maka penulis melakukan evaluasi. Evaluasi ini penulis menggunakan metode sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning) dengan hasil semua masalah belum teratasi karena pasien dinyatakan meninggal, sehingga intervensi terpaksa dihentikan

f. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan langsung pada Tn. “S”dan uraian dari bab kebab sebelumnya, maka penulis dapat menulis beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengkajian padaTn. “S”pada tanggal 01 Juli 2012 didapatkan data subjektif istri pasien mengatakan pasien bengkak pada kedua kaki dantangannya, 2 hari badannya panas, perut kembung dan sesak. Pada pemeriksaan di dapatkan keadaan umum lemah, kesadaran apatis, TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/ mnt, S : 39oC, RR : 25 x/ mnt, BB : 95 kg,kedua tangan dan kaki tampak bengkak, pasien hanya tirah baring di tempat tidur, pasien tidak merespon jika diajak bicara, pasien terpasang sonde dan tangan kiri terpasang infus, terdapat luka dijempol kaki ± 2 cm. 2. Diagnosa prioritas yang muncul pada Tn. “S” adalah Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan volume interstisial(edema). 3. Rencana tindakan keperawatanyang dilakukan pada diagnosa prioritas adalah observasi tandatanda vital, pertahankan intake dan output yang akurat, monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi. 4. Implementasi yang dilakukan penulis selama 3 hari. Implementasi diagnosa pertama yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan adalah mengobservasi tanda-tanda vital, mempertahankan intake dan output yang akurat, memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi. 5. Pada tahap evaluasi berdasarkan tujuan dan criteria hasil semua masalah keperawatan yang dialami pasien belum teratasi karena pasien dinyatakan meninggal, sehingga intervensi terpaksa dihentikan.

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

DAFTAR PUSTAKA Asmadi, (2008), Konsep Dasar dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, (2011), Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 http://www.dinkes.co.id, diunduh tanggal 5 Pebruari 2015 jam 14.45 WIB.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Kusuma, Hardhi dan Nurafif, Amin H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association). Yogyakarta: Media Hardy. Listyanti, Agita Sukma, (2013), Penderita Gagal Ginjal Makin Didominasi http://www.tempo.co.id, diunduh tanggal 08 Maret 2015 jam 09.19 WIB.

Kaum

Muda,

Mansjoer, Arif, (2008), Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Mudiarsa, (2010), Konsep Dasar Kelebihan Cairan, http://www.mudiarsa.blogspot.com, diunduh tanggal 18 Agustus 2015 jam 20.00 WIB.

Nursalam, B & . Fransisca, (2006), Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkenihan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson, (2006), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Ke-6, Vol. 2, Jakarta : EGC.

Rendy M.Clevo & Margareth, (2012), Asuhan Keperwatan Medikal Bedah, Yogyakarta: EGC.

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id

Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri

Saryono, (2008), Metodologi Keperawatan Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. Jakarta: Mitra Cendikia Press. Syamsudin, (2011), Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Jakarta: EGC.

MUDI ANINGRUM | 12.2.05.01.0027

simki.unpkediri.ac.id