STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN POLIVINIL. PIROLIDON K-30 (PVP K-30) DAN TWEEN 80. Auzal Halim, Aulia Shilvi, Erizal. Fakultas Farma...

2 downloads 558 Views 374KB Size
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 95-103

ISSN : 1410-0177

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN POLIVINIL PIROLIDON K-30 (PVP K-30) DAN TWEEN 80 Auzal Halim, Aulia Shilvi, Erizal Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Limau Manis, Indonesia ABSTRACT Solid dispersions of gliclazide were prepared by solvent evaporation method using PVP K-30 and Tween 80 as dispersion carriers. The physicochemical characteristics of solid dispersions were evaluated using microscopic analysis, X-ray diffraction, differential thermal analysis, determination of recovery, and dissolution rate test. Difractogram X-rays showed the physical interaction between the drug (gliclazide) and carrier (PVP K-30 and Tween 80), and polymorphic transformation occured during the evaporation of solvent in the preparation of solid dispersion. Thermogram DTA showed that the components of PVP K-30 and Tween 80 used affected the position of endothermic peak and peak sharpness. Determination of gliclazide in the recovery of solid dispersion was done using derivative spectrophotometry. Solid dispersion of gliclazide-PVP K-30-Tween 80 prepared in this study were found to have higher dissolution rates than pure gliclazide. Keywords : Solid dispersion, gliclazide, polyvinyl pirrolidone K-30, Tween 80 PENDAHULUAN Gliklazid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua dan memiliki sifat praktis tidak larut dalam air. Gliklazid bersifat asam lemah mempunyai konstanta disosiasi (pKa) 5,8. Pemberian oral gliklazid menimbulkan masalah ketersediaanhayati dalam darah karena kelarutan dalam cairan lambung dan kecepatan disolusinya yang rendah. Gliklazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna tetapi kadar maksimum gliklazid dalam serum sangat kecil, yaitu 0,66 mg/L dengan waktu maksimum 12 jam (Dollery, 1991; Sweetman, 2009; Rachmawati, et al., 2006). Dari penelitian terdahulu, untuk meningkatkan ketersediaanhayati gliklazid dilakukan dengan pembentukan kompleks dengan β-siklodekstrin atau βsiklodekstrin-hidroksipropilmetilselulosa, pembentukan sistem dispersi padat dalam PEG 6000 atau PVP K-90 (Ozkan, et al., 2000; Winters, et al., 1997; Aggarwal, et

al., 2002; Biswal, et al., 2008; Biswal, et al., 2009). Dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Averiza (2009) menyatakan bahwa sistem dispersi padat gliklazid dengan menggunakan polivinilpirolidon K30 (PVP K-30) sebagai pembawa, hasil disolusi tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, pada penelitian ini dicoba membuat sistem dispersi padat gliklazid dengan menggabungkan PVP K-30 dengan Tween 80 sebagai bahan pembantu dengan metode pelarutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PVP K-30 dan Tween 80 terhadap laju disolusi gliklazid dan mengetahui sifat fisikokimia dari dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hayati gliklazid. METODOLOGI Bahan Bahan-bahan yang digunakan: Gliklazid, PVP K-30 (Fluka), Tween 80, etanol 96%, 95

Auzal H., et al.

NaOH, Kalium dihidrogen fosfat, parafin cair dan aquadest. Alat Alat-alat yang digunakan: Peralatan gelas standar laboratorium, timbangan digital (Shimadzu-Aux 220), magnetic stirer, waterbath (Memert), desikator vakum, fotomikroskop, spektrofotometer UV (Shimadzu UV-1700), alat uji disolusi (SR8 Plus Dissolution Test Station Hanson Virtual Instruments), difraktometer SinarX (PAN Analytical), Differential Thermal Analysis (Mettler-Toledo), pH meter. Jalannya Penelitian Pembuatan sistem dispersi padat dan campuran fisik dari gliklazid-PVP K-30Tween 80 Sistem dispersi padat dibuat dengan perbandingan gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dalam persen 90:5:5, 70:15:15, 40:30:30, 30:35:35 dengan metoda pelarutan. Gliklazid dan PVP K-30 dengan perbandingan tertentu dilarutkan dalam etanol 96% sampai jernih, lalu dicampur. Kemudian ditambahkan Tween 80, diaduk homogen dengan magnetic stirer sampai larutan jernih. Larutan yang terbentuk diuapkan kemudian dikeringkan diatas waterbath pada suhu 500C selama 1-3 hari hingga diperoleh padatan. Dispersi padat yang terbentuk dikumpulkan dan digerus, lalu disimpan didalam desikator vakum sebelum digunakan. Campuran fisik yang dibuat adalah campuran gliklazid dan PVP K-30 dengan perbandingan 1:1 dengan cara mencampurkan masing-masing bahan dengan menggunakan spatula.

Analisis mikroskopik Sejumlah serbuk didispersikan dalam parafin cair dan diteteskan pada objek

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

glass dan tutup dengan cover glass. Amati dibawah mikroskop dan foto hasil yang diperoleh dengan perbesaran tertentu. Penetapan pola difraksi Sinar-X Analisis difraksi sinar-X serbuk sampel dilakukan pada temperatur ruang dengan menggunakan alat tipe difraktometer PAN analytical. Kondisi pengukuran sebagai berikut: target logam Cu. Filter Kα, voltase 40 kV, arus 40 mA, analisis dilakukan pada rentang 2 theta 5-350. Sampel diletakkan pada sampel holder (kaca) dan diratakan untuk mencegah orientasi partikel selama penyiapan sampel. Differential Thermal Analysis (DTA) Analisis termal dilakukan menggunakan alat differential thermal analysis (MettlerToledo). Suhu pemanasan dimulai dari 50 sampai 2500C, dengan kecepatan pemanasan 100C per menit. Titik lebur gliklazid murni, campuran fisik dan sistem dispersi padat dapat ditentukan dari data thermogram DTA. Penentuan perolehan kembali gliklazid dalam sistem dispersi padat menggunakan spektrofotometri derivatif. Penentuan perolehan kembali gliklazid dalam serbuk campuran fisik menggunakan spektrofotometri UV Uji disolusi gliklazid murni, campuran fisik dan sistem dispersi padat gliklazid Wadah diisi dengan air dan suhu diatur pada 37oC ± 0,5oC. Labu disolusi diisi dengan medium dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 900 ml. Kemudian gliklazid murni, campuran fisik atau sistem dispersi padat setara dengan 80 mg gliklazid dimasukkan kedalam keranjang dan dicelupkan kedalam wadah silinder diputar dengan kecepatan 100 rpm. Larutan 96

Auzal H., et al.

disolusi dipipet 5 ml pada menit ke 10, 20, 30, 40, 50, 60, 90 dan 120. Pada setiap pemipetan diganti dengan medium disolusi (volume dan suhu yang sama saat pemipetan). Serapan larutan gliklazid dan campuran fisik yang telah dipipet dari medium disolusi diukur pada panjang gelombang serapan maksimum gliklazid, dan serapan larutan sistem dispersi padat diukur pada panjang gelombang analisis. Kadar gliklazid yang terdisolusi pada setiap waktu dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi. Untuk gliklazid murni dan campuran fisik menggunakan kurva kalibrasi spektrofotometri UV, dan sistem dispersi padat menggunakan kurva kalibrasi spektrofotometri derivatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis mikroskopik dilakukan untuk melihat bentuk partikel sistem dispersi padat dan campuran fisik yang didapat. Pada sistem dispersi padat (Gambar 1) terlihat bahwa antara partikel gliklazid dan PVP K-30 tidak dapat dibedakan lagi. Berbeda dengan serbuk dispersi padat, hasil fotomikroskopik serbuk campuran fisik (Gambar 2) memperlihatkan partikel gliklazid dan PVP K-30 yang terpisahpisah sehingga dapat dibedakan. Perbedaan bentuk partikel serbuk dispersi padat dan campuran fisik ini disebabkan karena cara pembuatan kedua serbuk ini berbeda, dimana sistem dispersi padat dibuat dengan metoda pelarutan sedangkan serbuk campuran fisik hanya dibuat dengan cara mencampur bahan menggunakan spatula. Analisis puncak difraksi sinar-X merupakan metode yang handal untuk mengkarakterisasi fase padat dari zat yang terdispersi dalam pembawa pada sistem dispersi padat. Difraktogram gliklazid murni menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi karena adanya puncak-puncak

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

yang khas dan tajam seperti terlihat pada Gambar 3A. Fase kristalin gliklazid memiliki puncak-puncak interferensi yang khas pada sudut difraksi 2θ yaitu pada 10,60, 150, 170, 180, 19,80, 220, 25,40, 26,30, dan 29,50. Difraktogram campuran fisik gliklazid-PVP K-30 dengan perbandingan 1:1 (Gambar 3B) menunjukkan posisi puncak interferensi yang sama dengan gliklazid murni, tetapi secara keseluruhan intensitas puncak-puncak interferensi menurun. Sedangkan pada difraktogram sistem dispersi padat terjadi perubahan posisi puncak interferensi dan perubahan intensitas puncak. Gambar 3C merupakan difraktogram sistem dispersi padat formula 1 (gliklazid-PVP K-30-tween 80 perbandingan 90%:5%:5%) ditemukan intensitas puncak yang tinggi pada sudut 2θ yaitu pada 10,60, 150, 160, 170, 18,20, 21,20, 22,20, 25,80, 26,20, 27,80, dan 28,50. Secara keseluruhan intensitas puncakpuncak interferensi formula 1 menurun tetapi ada satu puncak yang meningkat tajam, yaitu pada sudut 2θ 10,60. Sedangkan dari Gambar 3D yang merupakan difraktogram sistem dispersi padat formula 2 (gliklazid-PVP K-30tween 80 perbandingan 70%:15%:15%), intensitas tinggi ditemukan pada sudut 2θ 10,60, 150, 170, 18,20, dan 28,80. Secara keseluruhan intensitas puncak-puncak interferensi formula 2 meningkat dan ada satu puncak yang meningkat sangat tajam yaitu pada sudut 2θ 170. Dari Gambar 3E yang merupakan difraktogram sistem dispersi padat formula 3 (gliklazid-PVP K30-tween 80 perbandingan 40%:30%:30%) menunjukkan intensitas tinggi pada sudut 2θ 10,60, 150, 16,80, 170, 180, 20,20, 20,80, 21,80, 250, 260, 26,80, dan 27,30. Secara keseluruhan intensitas puncak-puncak interferensi formula 3 menurun. Dan difraktogram sistem dispersi padat formula 4 gliklazid-PVP K-30-tween 80 perbandingan 30%:35%:35% (Gambar 3F) menunjukkan intensitas tinggi pada sudut 97

Auzal H., et al.

2θ 10,60, 180, 20,80, 22,10, dan 26,30. Secara keseluruhan intensitas puncakpuncak interferensi formula 4 menurun. Dari data ini diduga terjadi interaksi fisika antara obat (gliklazid) dalam pembawa PVP K-30 dan tween 80, diduga terjadi transformasi polimorfik selama proses penguapan pelarut dalam pembuatan sistem dispersi padat dan juga diduga bahwa komposisi PVP K-30 dan tween 80 sebagai bahan pembantu tidak mampu menghambat transformasi fase padat dari suatu fase padat gliklazid. Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan teknik analisis untuk mengukur perubahan kandungan panas sebagai fungsi perubahan temperatur. Data yang diperoleh dari DTA berupa perbedaan temperatur antara sampel (yang ditentukan) dengan suatu senyawa pembanding sebagai fungsi temperatur sampel (Khopkar, S. M, 1990). Termogram gliklazid yang terlihat pada Gambar 4A menunjukkan bahwa gliklazid mempunyai satu puncak endotermik pada 170,70C yang merupakan titik lebur dari gliklazid. Pada campuran fisik gliklazidPVP K-30 dengan perbandingan 1:1 puncak endotermik agak lebar dan bergeser ke temperatur rendah sekitar 137,30C (titik lebur) terlihat pada Gambar 4B. Sedangkan pada sistem dispersi padat formula 1 (gliklazid-PVP K-30-tween 80 perbandingan 90%:5%:5%) puncak endotermik lebih lebar dan bergeser ke temperatur 158,40C (titik lebur) terlihat pada Gambar 4C, dan pada perbandingan PVP-K 30 dan tween 80 lebih besar (Gambar 4D – 4F), puncak endotermik semakin sempit dan memiliki temperatur titik lebur yaitu 150,30C, 124,40C, 144,20C berturut-turut untuk formula 2 (gliklazidPVP K-30-tween 80 perbandingan 70%:15%:15%), formula 3 (gliklazid-PVP K-30-tween 80 perbandingan 40%:30%:30%), dan formula 4 (gliklazidPVP K-30-tween 80 perbandingan

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

30%:35%:35%). Secara umum, dari data DTA ini terlihat bahwa komponen PVP K30 dan Tween 80 dalam sistem dispersi padat mempengaruhi posisi puncak endotermik dan ketajaman puncak endotermik. Semakin banyak PVP K-30 dan tween 80 yang digunakan, puncak endotermik bergeser ke titik lebur lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi interaksi fisika antara obat yang terdispersi (gliklazid) dalam pembawa PVP K-30 dan tween 80. Data ini memperkuat hasil difraksi sinar-X yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil penentuan perolehan kembali gliklazid dari sistem dispersi padat memberikan hasil 98,4875-104,167%. dan campuran fisik yaitu 102,7375% (Tabel I). Hasil yang didapat tidak jauh berbeda dari persyaratan yang tercantum dalam British Pharmacopoeia 2000 yaitu 95-105%. Ini menunjukkan sistem dispersi padat yang dihasilkan dan campuran fisik telah dibuat dengan teliti dan hati-hati sehingga perolehan kembali gliklazid yang didapat sesuai dengan persyaratan. Pada penetapan profil disolusi sistem dispersi padat menggunakan spektrofotometri derivatif (Tabel II Gambar 5) dan penetapan profil disolusi campuran fisik dan gliklazid murni menggunakan spektrofotometri UV (Tabel III Gambar 6) terlihat bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi gliklazid bila dibandingkan gliklazid murni. Dari keempat formula serbuk dispersi padat gliklazid diketahui bahwa pada formula 3 memiliki persen zat terdisolusi (%) lebih tinggi dibandingkan formula 1, 2 dan 4. Penambahan PVP K-30 dan Tween 80 memegang peranan penting dalam disolusi sistem dispersi padat. Dimana ketika serbuk dispersi padat berkontak dengan medium disolusi, membran difusi polimer akan pertama kali 98

Auzal H., et al.

terbentuk. Zat aktif akan melarut terlebih dahulu dalam membran difusi dan dengan adanya Tween 80 pada serbuk dispersi padat akan membantu menurunkan tegangan permukaan antara serbuk dan medium disolusi kemudian akan meningkatkan keterbasahan zat aktif, inilah yang membuat disolusi serbuk dispersi padat akan meningkat (Liu and Wang, 2007). KESIMPULAN Dari hasil evaluasi sifat fisikokimia sistem dispersi padat dapat disimpulkan bahwa: terjadi interaksi fisika antara obat

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

(gliklazid) dan pembawa yang digunakan (PVP K-30 dan tween 80), terjadi transformasi polimorfik selama proses penguapan pelarut dalam pembuatan sistem dispersi padat, komposisi PVP K-30 dan tween 80 yang digunakan sebagai bahan pembantu tidak mampu menghambat transformasi fase padat dari suatu fase padat gliklazid. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30tween 80 dapat membantu meningkatkan laju disolusi gliklazid.

Gambar 1. Mikroskopik partikel sistem dispersi padat dengan perbesaran 100

Gambar 2. Mikroskopik partikel serbuk campuran fisik gliklazid-PVP K-30 perbandingan 1:1 dengan perbesaran 100

99

Auzal H., et al.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Gambar 3. Difraktogram sinar-X A) Gliklazid, B) Campuran Fisik Gliklazid-PVP K-30 dengan perbandingan 1:1, C) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 90% : 5% : 5%, D) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K30-Tween 80 dengan perbandingan 70% : 15% : 15%, E) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 40% : 30% : 30%, F) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 30% : 35% : 35%

Gambar 4. Termogram DTA A) Gliklazid, B) Campuran Fisik Gliklazid-PVP K-30 dengan perbandingan 1:1, C) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 90% : 5% : 5%, D) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30Tween 80 dengan perbandingan 70% : 15% : 15%, E) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 40% : 30% : 30%, F) sistem dispersi padat gliklazid-PVP K-30-Tween 80 dengan perbandingan 30% : 35% : 35% Tabel I. Hasil penentuan perolehan kembali gliklazid dalam sistem dispersi padat dan campuran fisik 1:1 % perolehan kembali No. Formula rata-rata ± SD 1. DP F1 98,4875 ± 3,7875 100

Auzal H., et al.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

2. 3. 4. 5.

DP F2 DP F3 DP F4 CF 1:1

100,379 ± 3,2836 100,379 ± 3,2836 104,167 ± 3,276 102,7375 ± 4,235

Tabel II. Hasil disolusi sistem dispersi padat Persen zat terdisolusi (%)

Waktu (menit)

DP F1

DP F2

DP F3

DP F4

10

3,750 ± 2,417

4,091 ± 3,580

4,943 ± 0,295

1,705 ± 0,590

20

5,816 ± 3,418

5,477 ± 4,632

7,357 ± 0,782

2,055 ± 0,514

30

7,042 ± 3,660

7,383 ± 5,193

10,636 ± 1,481

2,748 ± 0,784

40

8,955 ± 3,821

8,616 ± 6,173

12,741 ± 1,489

3,445 ± 1,944

50

10,368 ± 3,993

10,368 ± 6,388

13,322 ± 1,581

4,487 ± 1,955

60

11,448 ± 3,673

11,789 ± 6,947

14,759 ± 1,585

5,364 ± 2,552

90

17,135 ± 5,913

14,580 ± 6,821

17,055 ± 2,102

9,313 ± 4,587

120

19,445 ± 6,137

17,558 ± 8,330

20,216 ± 3,129

11,751 ± 4,708

Gambar 5. Kurva profil disolusi sistem dispersi padat

Tabel III. Hasil disolusi serbuk campuran fisik 1:1 dan gliklazid murni Waktu (menit) 10

Persen zat terdisolusi (%) CF 1:1 10,950 ± 0,529

Gliklazid 3,783 ± 0,224 101

Auzal H., et al.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

20

14,626 ± 1,100

3,928 ± 0,386

30

20,012 ± 1,660

4,146 ± 0,299

40

25,152 ± 4,948

5,015 ± 1,204

50

29,987 ± 6,382

5,807 ± 0,638

60

34,768 ± 9,187

6,366 ± 0,775

90

43,723 ± 12,098

8,941 ± 0,980

120

53,825 ± 6,838

10,787 ± 1,077

Gambar 6. Kurva profil disolusi serbuk campuran fisik dan gliklazid DAFTAR PUSTAKA

Polyvinylpyrolidone K90. AAPS Pharma Sci Tech. 10, 2, 329-334.

Aggarwal S, Singh PN, Mishra B. (2002). Studies on solubility and hipoglicemic activity of gliclazide betacyclodextrinhydroxypropylmethylcellulose complexes. Die Pharmazie.57:191-3.

Dollery, C. (1991). Therapeutic Drugs Volume I. Edinburgh: Churchill Livingstone

Averiza, Nila. (2009). Studi Sistem Dispersi Padat Gliklazid Menggunakan Polivinilpirolidon K-30 (PVP K-30) dan Tween 80. (Skripsi). Padang: Universitas Andalas. Biswal, S., Gouri S. Pasa., Jagannath Sahoo, and Padala N. Murthy. (2009). An Approach for Improvement of the Dissolution Rate of Gliklazide. Dissolution Technology (pp. 15-20). Biswal S, Sahoo J, Murthy PN. (2009). Physicochemical Properties of Solid Dispersions of Gliclazide in

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: A. Saptorahardjo, Pendamping: Agus Nurhadi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Liu, L., and Wang, X. (2007). Improved Dissolution of Oleanolic Acid with Ternary Solid Dispersions. AAPS PharmSciTech, 8, 4, 113. Ozkan Y, Atay T, Dikman N, Isimer A, Aboul-Enein YH. (2000). Improvement of water solubility and in vitro dissolution rate of gliklazide by complexation with βcyclodextrine. Pharm Acta Helv. 74 (4): 36570. Rachmawati, Heni, I Ketut Adnyana, Sukmadjaja Asyarie. (2006). Uji Efek 102

Auzal H., et al.

J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

Hipoglikemik Sistem Dispersi Padat Gliklazid:PEG 6000 pada Tikus yang Diinduksi Aloksan. Artocarpus, 6, 2, 85-90. Rowe, R. C, Paul J.S, Sian C.O. (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipient, (5th Ed). London: The Pharmaceutical Press. Sweetman, S.C. (Ed). (2009). Martindale, The Complete Drug Reference (36th Ed). London: The Pharmaceutical Press. Winters S, York P, Timmins P. (1997). Solid state examination of a gliclazide: betacyclodextrin complex. Eur J Pharm Sci.5:20914.

103