surveilans epidemiologi - FKM UAD

D. Ruang Lingkup SE. 1. SE Penyakit Menular. 2. SE Penyakit Tidak Menular. 3. SE Kesehatan Lingkungan dan. Perilaku. 4. SE Masalah Kesehatan. 5. SE Ke...

150 downloads 873 Views 12MB Size
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan

PENGERTIAN & RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI

Definisi Epidemiologi • Epi • Demo • Ologi

: permukaan, di atas, menimpa : orang, populasi, manusia : ilmu tentang

Epidemiologi: Ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan faktorfaktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia.

Tujuan dan Manfaat Epidemiologi • Tujuan 1. Mengetahui tingkat masalah kesehatan dalam suatu masyarakat 2. Mempelajari secara mendalam etiologi suatu penyakit dan cara penyebarannya 3. Mempelajari riwayat alamiah suatu penyakit 4. Mengembangkan dasar-dasar program pencegahan 5. Mengevaluasi alat-alat pencegahan dan pengobatan yang baru dan cara-cara baru pelayanan kesehatan 6. Menyediakan informasi untuk pengembangan dan pengambilan keputusan.

Tujuan dan Manfaat Epidemiologi (Lanjutan) • Manfaat: 1. Untuk mempelajari riwayat penyakit 2. Diagnosis masyarakat 3. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat mempengaruhi kelompok maupun populasi 4. Pengkajian, evaluasi, dan penelitian 5. Mempelajari gambaran klinis 6. Menentukan sumber dan penyebab penyakit

Ruang Lingkup Epidemiologi • Terbukti efektif dalam pengembangan hubungan sebab akibat pada kondisi-kondisi non infeksius • Sebagai metode investigasi landasan bidang kesehatan masyarakat dan pengobatan pencegahan • Penentuan kebutuhan akan program-program pengendalian penyakit • Pengembangan program pencegahan dan perencanaan layanan kesehatan • Penetapan pola penyakit endemik, epidemik dan pandemik

Ruang Lingkup Epidemiologi (Lanjutan) • Endemik: berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau keberadaan penyakit yang terus-menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu • Epidemik: wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari satu sumber tunggal, dalam satu kelompok, populasi, masyarakat atau wilayah yang melebihi tingkatan kebiasaan yang diperkirakan (kasus baru melebihi prevalen) • Pandemi: epidemi yang menyebar luas melintasi negara, benua atau populasi yang besar, kemungkinan seluruh dunia (ex: AIDS)

Deskripsi Insidensi dan Prevalensi • Insidensi Salah satu tipe ukuran paling penting dalam epidemiologi, terutama epid.penyakit menular Salah satu ukuran untuk menetapkan terjadinya KLB. Menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang terjadi dalam rentang waktu tertentu.

Deskripsi Insidensi dan Prevalensi (Lanjutan) • Prevalensi Mengestimasikan gabungan yang telah ada dengan kasus baru Merupakan ukuran yang menyatakan jumlah orang yang terkena penyakit, baik kasus lama maupun baru.

Konsep dan Cara Penularan Penyakit 1. Pendekatan Epidemiologi a. Pendekatan dengan model segitiga epidemiologi: Menggambarkan adanya interaksi antara:

Host (Penjamu)

Agent (Agen penyebab) Environment (Lingkungan)

SEGITIGA EPIDEMIOLOGI (TRIANGLE of EPIDEMIOLOGIC) Agent

Host

Pada model ini, sesorang berada pada kondisi sehat, dimana host, agen dan environment berada pada kondisi seimbang Environment

Model 1.

Host

Agent

 Kemampuan agent meningkat  Agent medpt kemudahan menimbulkan penyakit  Terjadi pd penyakit infeksi, yaitu munculnya strain baru dr agent  Misalnya mutasi pada virus influenza

Environment

Model 2

Agent

Host

 



Adanya peningkatan kepekaan Host thd suatu penyakit Perubahan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Peningkatan jumlah penduduk usia rentan

Environment

Model 3

Agent

Host







Ketidakseimbangan disebabkan oleh bergesernya lingkungan memberatkan H Pergeseran/perubahan kualitas lingkungan merugikan atau menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh Contoh Pencemaran udara, menyebabkan saluran nafas menyempit, mudah terkenal infeksi

Environment

Model 4.

Host Agent



• • •

Pergese kulaitas lingkungan memberatkan A Terjadi pergeseran kualitas lingkungan Perubahan kualitas lingkungan mempermudah/menguntungkan penyebaran Agent Contoh: terjadinya banjir menyebabkan air kotor ug mengandung kuman konta dgn masyarakat dan lebih mudah masuk ketubuh masyarat

Environment

PENYEBAB (AGENT) PRIMER :      

Biologi Nutrisi Kimiawi Fisik Psikis Genetika

SEKUNDER Adalah unsur pembantu /penambah yang menyebabkan Penyebab primer dapat menimbulkan penyakit.

PEJAMU (HOST)



UMUR, JENIS KELAMIN, RAS, ETNIK



BENTUK ANATOMI DAN FAAL TUBUH



STATUS KESEHATAN



IMUNITAS



KEBIASAAN HIDUP

LINGKUNGAN (ENVIRONMENT) 1. BIOLOGIS  

Tumbuhan Binatang

2. FISIK     

Tanah Air Udara Iklim Keadaan geografi

3. SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA    

Mata pencaharian, status ekonomi Kepadatan Sistem pelayanan kesehatan Agama, Adat istiadat, kebiasaan, perilaku

Konsep dan Cara Penularan Penyakit (Lanjutan) Beberapa konsep epidemiologi tentang penularan penyakit yang berhubungan atau mempengaruhi segitiga epidemiologi antara lain: fomite (benda mati), vektor, reservoir, dan carrier. • Fomite: benda yang mempunyai peran dalam penularan penyakit (ex: alat makan) • Vektor: setiap makhluk hidup selain manusia yang membawa penyakit, menyebarkan, dan menjalani proses penularan. Serangga, misal: lalat, kutu, nyamuk, tikus, dll • Reservoir: manusia, hewan, tumbuhan, tanah, atau zat organik (ex: feses & makanan) yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangbiak organisme infeksius • Carrier: mengandung, menyebarkan, dan merupakan tempat persinggahan organisme penyebab infeksi.

Konsep dan Cara Penularan Penyakit (Lanjutan) Lingkungan Manusia

Lingkungan Sosial

Inti Genetik (keturunan)

Lingkungan Fisik

Lingkungan Biologis

2. Model Roda

Roda (Wheel) • Memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak mementingkan pentingnya agent. • Besarnya peran dari masing-masing faktor bergantung pada penyakit yang bersangkutan

Penjelasan roda - Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya pada stress mental - Peranan lingkungan biologis lebih besar dari yang lainnya pada penyakit lewat vektor (malaria) - Peranan inti genetik lebih besar dari yang lainnya pada penyakit keturunan

Konsep dan Cara Penularan Penyakit (Lanjutan) 3. Model Jala-jala Kausasi Prinsipnya: setiap efek (yakni penyakit) tidak pernah tergantung pada sebuah faktor penyebab, tetapi tergantung kepada sejumlah faktor dalam dalam rangkaian kausalitas sebelumnya.

Jaring-jaring sebab akibat (The Web of causation) • Suatu penyakit tidak tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab-akibat  penyakit dapat dicegah dengan memotong rantai pada berbagai titik.

Konsep dan Cara Penularan Penyakit (Lanjutan) 2. Cara Penularan Penyakit a.

b.

Penularan langsung: perpindahan patogen atau agent secara langsung dan segera dari penjamu/reservoir ke penjamu rentan (ex: hubungan sex, bersentuhan,dll) Penularan tidak langsung: terjadi ketika patogen atau agent berpindah atau terbawa melalui organisme, benda atau proses perantara menuju penjamu yang rentan sehingga menimbulkan penyakit.

Dapat melalui salah satu atau beberapa cara: penularan airborne (melalui droplet atau partikel debu), waterborne (ex: kholera), dan atau vectorborne (ex: DBD)

KONSEP-KONSEP EPIDEMIOLOGI DAN PENYEBARAN PENYAKIT

TIM Surveilans Epidemiologi

A. Perjalanan Alamiah Penyakit Riwayat alamiah penyakit: • Perjalanan penyakit secara alamiah dimulai dari masa sebelum sakit hingga masa akhir penyakit dengan tanpa adanya intervensi dari luar. • Bentuk intervensi misalnya adalah intervensi manusia berupa upaya-upaya pengobatan.

Bagaimana Melakukan Upaya-upaya Pencegahan???? Upaya pencegahan penyakit sangat ditentukan pada tahap mana penyakit berada, sesuai riwayat alamiahnya.

Riwayat Alamiah Penyakit -Masa sebelum masuknya penyebab sakit ke dalam tubuh - Tidak tampak adanya keluhan sakit -Masih dalam kondisi sehat

Masa masuknya penyakit ke dalam tubuh dan munculnya gejala sakit

PENYAKIT DINI

PENYAKIT LANJUT

Manusia dalam kondisi sakit dini

Manusia dalam kondisi penyakit berlanjut

-Sembuh: sempurna, cacat -Carrier -Mati

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN UPAYA PENCEGAHANNYA PRE PATHOGENESIS

AKHIR PENYAKIT

INKUBASI

PENY. DINI

I. Health Promotion II. Specific Protection

III. Early Diagnosis and Prompt Treatment

PENY. LANJUT

IV. Disability Limitation

V. Rehabilitation

Bentuk-Bentuk Upaya Pencegahan I.

II.

Health Promotion: Promosi kesehatan, misalnya: - Penyuluhan tentang personal hygiene - Penyuluhan tentang sanitasi lingkungan - Penyuluhan tentang sanitasi makanan dan minuman - Penyuluhan tentang makanan bergizi, kesehatan olahraga. Specifik Protection Perlindungan khusus, misalnnya: - Upaya kesehatan gizi keluarga dan balita - Imunisasi - Pemberian Vit.A dosis tinggi pada balita

Lanjut.... III.

Early Diagnosis and Prompt Treatment Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat: - Skrining penyakit - Pengobatan yang memenuhi syarat keilmuan dan dapat diterima oleh masyarakat IV. Disability Limitation Pembatasan kecacatan: - Monitoring/evaluasi keteraturan pengobatan - Pemberian pelayanan kesehatan sesuai standart - Monitoring efek samping pengobatan - Menekan terjadinya drop out pengobatan V. Rehabilitation Segala upaya untuk memulihkan fungsi serta optimalisasi produktivitas seseorang setelah masa akhir dari penyakit, misalnya dengan upaya fisioterapi, memberikan alat bantu untuk berjalan, pendengaran, dll.

B. Lima Klasifikasi Besar Penyakit 1. Penyakit Konginetal dan Herediter Disebabkan oleh kecenderungan genetik dan keluarga terhadap terjadinya abnormalitas bawaan, cedera pada embrio atau janin (akibat faktor-faktor lingkungan, zat kimia, atau agent, seperti obat-obatan, alkohol, merokok ) dan atau karena kebetulan . 2. Penyakit Alergi dan Radang Disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap invasi atau cedera akibat benda atau substansi asing. Alergi, virus, bakteri atau agent mikroskopik dan mikrobiologis lainnya yang dapat menyebabkan reaksi radang di dalam tubuh.

Lanjut.... 3.

Penyakit Degeneratif atau Kronis Menyebabkan semakin memburuknya sistem, jaringan, dan fungsi tubuh, berdegenerasinya beberapa bagian sistem tubuh. Sering dikaitkan dengan proses penuaan tetapi pada beberapa kasus tidak berkaitan dengan usia

4.

Penyakit Metabolik Menyebabkan terjadinya disfungsi, fungsi yang buruk, atau malfungsi pada beberapa organ tertentu atau pada proses-proses fisiologis di dalam tubuh sehingga menjadi sakit. Ex: Kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selselnya tidak dapat menggunakan glukosa secara normal DIABETES.

Lanjut.... 5. Kanker atau Penyakit Neoplastik Ditandai dengan adanya pertumbuhan abnormal sel sehingga membentuk tumor, baik jinak maupun ganas serta dapat terjadi pada setiap orang di segala usia.

Klasifikasi Penyakit Berdasarkan Binatang Penyebab Organisme Kelompok Protozoa (satu sel) Amuba Plasmodium Kelompok Cacing (Metazoa) Cacing gelang Cacing kremi Cacing pita Cacing pipih Trichinella Kelompok Arthropoda Kutu Sarcoptes scabiei

Penyakit

Disentri Malaria Ascaris (cacing gelang berukuran besar

Pedikulosis Scabies

Klasifikasi Sumber Tak Hidup yang Menyebabkan Kesakitan dan Kecacatan Sumber Debu -Silika -Asbestos Fumes -Timbal

Kesakitan/Kecacatan

Jalan Masuk

-Silikosis (fibrosis jaringan paru) -Asbestosis (fibrosis jaringan paru) -Kanker paru

Inhalasi

Keracunan timbal

Inhalasi Kulit

Asap

-Asfiksia akibat kekurangan O2 -Keracunan asap -Asfiksia akibat CO

Gas, kabut, aerosol, dan uap air

Asfiksia atau keracunan zat kimia (bergantung pada sumbernya)

Inhalasi

Listrik

Luka bakar, kerusakan neurologis, kematian

Kulit

Kebisingan

Hilangnya pendengaran, tuli

Sistem saraf

Radiasi ion

Kanker, dermatitis

Kulit/Jaringan

Radiasi non ion

Luka bakar, kanker

Kulit/Jaringan

Termal

Luka bakar, kanker

Kulit/Jaringan

Ergonomik

Masalah otot, rangka, jaringan

Kulit/Jaringan

Stres

Mental, emosional, psikologis, perilaku

Sistem saraf

Gigitan

Keracunan bisa ular, kerusakan jaringan

Kulit/Jaringan

Sengatan

Keracunan, kematian

Kulit/Jaringan

Konsumsi zat kimia

Arsenik, keracunan malathion, kematian

Pernapasan, pencernaan, kulit/Jaringan

Inhalasi

C. Jalan Masuk Agent Penyakit Infeksius Ke Dalam Tubuh Manusia 1. Pernapasan

Jalan Masuk Agent

TBC,Pneumonia & Bronkhitis

Lanjut... 2. Mulut

Jalan Masuk Agent

Polio

Lanjut... 3. Reproduksi

Jalan Masuk Agent

Sifilis, AIDS

Lanjut... 4. Intravena

Jalan Masuk Agent

AIDS

Lanjut... 5. Perkemihan

Jalan Masuk Agent

Infeksi saluran kemih

Lanjut... 6. Kulit

Jalan Masuk Agent

Tetanus, Pes, Cacing tambang

Lanjut... 7. Gastrointestinal

Jalan Masuk Agent

Gastroenteritis

Lanjut... 8. Kardiovaskuler

Jalan Masuk Agent

Miokarditis & Endokarditis

Lanjut... 9. Konjungtiva

Jalan Masuk Agent

Konjungtivitis

Lanjut... 10. Transplasenta

Jalan Masuk Agent

Toxoplasmosis, Syphilis

D. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Merupakan dasar bagi semua tindakan di bidang kesehatan.

Bagaimana caranya???

Lanjut....

Ketemu Kuncinya!!!

Lanjut.... Memindahkan, menghilangkan, atau menekan penyebab atau sumber infeksi TIGA FAKTOR KUNCI PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR

Memutus dan menghalangi mata rantai penularan

Melindungi populasi yang rentan terhadap infeksi dan penyakit

TUGAS Jelaskan dan berikan contoh tentang jalan masuk agent penyakit infeksius. a. Untuk nomor urut ganjil: pernapasan, reproduksi, perkemihan, gastrointestinal dan konjungtiva. b. Untuk nomor urut genap: mulut, intravena, kulit, kardiovaskuler dan transplasenta.

TERIMA KASIH.....

Pertemuan ke-4 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Tim Surveilans Epid

KONSEP DASAR SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

A. Pengertian SE Surveilans Epidemiologi (SE): Serangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis data penyakit / masalah kesehatan dan penyebarluasan luasan informasi kepada pihak lain yang membutuhkan secara terus menerus dan tepat waktu, untuk kepentingan pengambilan keputusan. Survei Epidemiologi: Serangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis data penyakit / masalah kesehatan dan penyebarluasan luasan informasi kepada pihak lain yang membutuhkan pada waktu tertentu, untuk kepentingan menjawab permasalahan suatu penyakit/masalah kesehatan.

Pengertian (Lanjutan) Surveilans Terpadu Penyakit (STP): Pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, RS, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Unsur-unsur dalam kegiatan surveilans 1.

2.

3.

Kegiatan pengamatan pengamatan terhadap penyakit dan masalah kesehatan serta faktor determinanya Sistematis adalah proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data serta penyebarluasan informasi epidemiologi Terus menerus menunjukan kegiatan surveilans dilakukan setiap saat sehingga informasi epidemiologis tersedia secara terus menerus.

Konsep dasar surveilans epidemiologi 1. Pengumpulan data. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan surveilans aktif dan pasif 2. Pengolahan data 3. Analisa dan penyajian data 4. Penyebarluasan informasi

B. Tujuan dan Manfaat SE Tujuan: Mendapatkan informasi epidemiologi tentang masalah kesehatan meliputi gambaran masalah kesehatan menurut waktu, tempat dan orang, diketahuinya determinan, faktor risiko dan penyebab langsung terjadinya masalah kesehatan tersebut

Manfaat Manfaat Umum: 1. Perencanaan, 2. Implementasi, 3. Evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat

Kegunaan surveilans epidemiologi • Mengamati kecenderungan dan memperkirakan besar masalah • Mendeteksi serta memprediksi adanya KLB • Menentukan program penangulangan wabah • Memperkirakan dampak program penanggulangan • Mengevaluasi program penanggulangan • Mempermudah perencanaan program pemberantasan penyakit • Mengamati kemajuan suatu program pencegahan dan pemberantasan penyakit.

C.Sejarah Singkat SE Surveilans epidemiologi dimulai ketika William Farr, mengembangkan data rutin tentang jumlah dan penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara orang-orang yang menikah dan tidak, dan antara pekerja yang berbeda jenis pekerjaannya. Upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan informasi itu untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr sebagai “the founder of modern epidemiology”

D. Ruang Lingkup SE 1. SE Penyakit Menular 2. SE Penyakit Tidak Menular 3. SE Kesehatan Lingkungan dan Perilaku 4. SE Masalah Kesehatan 5. SE Kesehatan Matra

1. SE Penyakit Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular

SE Penyakit Menular (Lanjutan) • PD3I • AFP (Acut Flaccid Paralysis) • Penyakit Potensial Wabah/KLB Penyakit Menular dan Keracunan • DBD/DSS • Malaria • Zoonosis (Anthraks, Rabies, Leptospirosis) • Filariasis • TBC • Diare, Tifus Perut, Kecacingan, Penyakit Perut Lain • Kusta • Frambosia • HIV/AIDS • PMS • Pneumonia (termasuk SARS)

2. SE Penyakit Tidak Menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.

SE Penyakit Tidak Menular (Lanjutan) • Hipertensi, Stroke dan PJK • DM • Neoplasma (masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan/ TUMOR) • Penyakit Paru Obstruksi Kronis • Gangguan Mental • Masalah Kesehatan Akibat Kecelakaan

3. SE Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.

SE Kesehatan Lingkungan dan Perilaku (Lanjutan) • • • • • • •

SAB TTU Pemukiman dan Lingkungan Perumahan Limbah Industri, RS, dan Kegiatan Lain Vektor Penyakit K3 RS dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lain, termasuk INOS

4. SE Masalah Kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu

SE Masalah Kesehatan (Lanjutan) • SKPG(Sistem Kewaspadaan Pangan & Gizi) • Gizi Mikro (Kekurangan Yodium, Anemia Besi, Kekurangan Vit. A) • Gizi Lebih • KIA (termasuk Kesehatan Reproduksi) • Usia Lanjut • Penyalahgunaan Napza • Penggunaan Sediaan Farmasi, Obat, Obat Tradisional, Bahan Kosmetika dan Alat Kesehatan • Kualitas Makanan dan Bahan Tambahan Makanan

5. SE Matra Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.

• KONDISI MATRA : KONDISI LINGKUNGAN, HABITAT, WAHANA, YANG BERBEDA BERMAKNA DENGAN KONDISI LINGKUNGAN ATAU HABITAT, WAHANA KESEHARIANNYA

Lanjutan… • UPAYA KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISIK DAN MENTAL GUNA ADAPTASI TERHADAP KONDISI/KEADAAN MATRA.

SE Matra (Lanjutan) • Kesehatan Haji • Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Batas Perbatasan • Bencana dan Masalah Sosial • Kesehatan Matra Laut dan Udara • Pada KLB Penyakit dan Keracunan

E. Komponen Sistem Surveilans 1. Pengumpulan Data 2. Kompilasi, Analisis dan Interpretasi 3. Umpan Balik dan Diseminasi Informasi

LANGKAH KEGIATAN SURVEILANS Pengumpulan Data

Tindakan Pencegahan & Penanggulangan

Pengolahan & Penyajian Data

Analisis & Interpretasi Data

Pembuatan Laporan, Rekomendasi Tindakan Lanjut & Diseminasi Informasi

Fungsi-fungsi pokok S-R 1.

Deteksi Kasus: Biasanya dilakukan oleh petugas

kesehatan di sarana kesehatan. 2. Registrasi: Pencatatan di Rekam KesMas. 3. Konfirmasi - epidemiologis atau/dan laboratoris. 4. Pelaporan - data surveilans yg dikumpulkan di sarana kesehatan diteruskan ke tingkat kab, propinsi, pusat & internasional.

5. Analisis & Interpretasi - data dianalisis & diinterpretasi di tingkat administratif yg membuat keputusan. Hasil analisis data (berupa angka dan diagram peringkas) diinterpretasi dan dikomunikasikan dalam bentuk rekomendasi. 6. Respons segera – kesiapan menghadapi perluasan masalah (wabah, keracunan), audit, alokasi logistik, dan bimbingan teknis.

7.Respons terencana: Perencanaan program pengendalian penyakit tahun anggaran berikut. 8.Feedback: Penyampaian informasi hasil respons dan rekomendasi ke tingkat2 administratif yg lebih rendah.

1. Pengumpulan Data • Dilakukan secara pasif (menggunakan data sekunder) dan aktif (menggunakan data primer) • Sebaiknya menggunakan data rutin yang telah dicatat atau dilaporkan dalam sistem pencatatan dan pelaporan yang sedang berjalan • Data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan dari sistem surveilans PENTING DITETAPKAN TUJUAN SURVEILANS

Tujuan Pengumpulan Data Tujuan Pengumpulan Data: 1. Menentukan kelompok/golongan population at risk (umur, sex, bangsa, pekerjaan, dll) 2. Menentukan jenis agent dan karakteristiknya 3. Menentukan reservoir infeksi 4. Memastikan penyebab transmisi 5. Mencatat kejadian penyakit

Sumber Data Sumber Data: 1. Data kesakitan yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat 2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat 3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat 4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit meteorologi dan geofisika 5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat

Sumber Data (Lanjutan) Sumber Data: 6. Data kondisi lingkungan 7. Laporan wabah 8. Laporan penyelidikan wabah/KLB 9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan 10. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya 11. Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat 12. Laporan kondisi pangan 13. Data dan informasi penting lainnya

Jenis Data Jenis Data: 1. Data kesakitan 2. Data kematian 3. Data demografi 4. Data geografi 5. Data laboratorium 6. Data kondisi lingkungan 7. Data status gizi 8. Data kondisi pangan 9. Data vektor dan reservoir

Pengumpulan Data (Lanjutan) Sistem/Cara Pengumpulan Data: 1.Aktif 2.Pasif tergantung dari ketepatan, kelengkapan dan kebenaran laporan yang dikirimkan. Kelemahan dapat dikurangi dengan: melakukan pembinaan, rapid survey atau surveilans sentinel

Pengumpulan Data (Lanjutan) Petugas Pengumpul Data: 1. Perlu dipersiapkan dengan baik 2. Diharapkan mereka dapat melakukan editing data yang dikumpulkan (kelengkapan dan konsistensinya)

Pengumpulan Data (Lanjutan) Petugas Pengumpul Data: -Perlu dipersiapkan dengan baik -Diharapkan dapat melakukan editing data yang dikumpulkan (kelengkapan dan konsistensinya)

Pengolahan Data

Siap Dianalisis

Informasi Surveilans

2. Kompilasi, Analisis dan Interpretasi Data • Kompilasi/Pengelompokkan Data:  Untuk menghindari duplikasi, menilai kelengkapan  Dilakukan secara manual (membuat master tabel, kartu pengolah data), atau secara komputerisasi (menggunakan program: Epi-Info)  Sesuai tujuan dari sistem surveilans dan karakteristik (ciri khusus) dari masalah kesehatan  Menurut orang, tempat, waktu

Kompilasi, Analisis dan Interpretasi Data (Lanjutan) • Analisis dan Interpretasi: ◦ Univariat menghitung proporsi atau menggunakan statistik deskriptif (misalnya: mean, modus, SD) ◦ Bivariat membuat: 1. Tabel (kemudian menghitung proporsi) 2. Grafik (analisis kecenderungan) 3. Peta (analisis menurut tempat dan waktu) Analisis sebaiknya oleh TIM

3. Umpan Balik dan Diseminasi Informasi Hasil analisis dan interpretasi

INFORMASI EPIDEMIOLOGI

Umpan Balik dan Diseminasi Informasi Diseminasi informasi diberikan kepada: 1. Pengelola program penanggulangan TINDAKAN PENANGGULANGAN 2. Pemberi (sumber) data disebut umpan balik: - Informasi harus berisi masalah dan alternatif pemecahannya. - Jika tidak ditemukan masalah: harus berisi alternatif untuk meningkatkan kinerja sistem yang sudah ada atau sedang berjalan. 3. Atasan Untuk perencanaan, tindakan & evaluasi program 4. Lintas Program Untuk perencanaan, tindakan & evaluasi program 5. Lintas sektor Upaya peningkatan kesehatan masyarakat, adanya dukungan politis dan dukungan dana dari institusi terkait. BENTUK UMPAN BALIK melalui: bulletin, news latter, kunjungan atau surat untuk corrective action

Pertemuan Ke 5 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Tim Surveilans Epidemiologi

SURVEILANS DBD, LEPTOSPIROSIS & ILI

A. SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

GRAFIK INSIDENS RATE KASUS DBD PER PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 2011

1. Pendahuluan Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kepanikan masyarakat karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Hingga saat ini masalah surveilans DBD masih dihadapkan pada banyak permasalahan, karena kasus-kasus yang dilaporkan tidak semua didukung dengan pemeriksaan laboratorium (penurunan trombosit dan hematokrit) sehingga terjadi kecenderungan “over diagnosa”. Hal tersebut menyebabkan tidak dilakukannya pengelompokkan penderita Demam Dengue (DD), DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS)

Pendahuluan (Lanjut) Sesuai: UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular Permenkes No.560 Tahun 1989 tentang Jenis Penyakit yang Dapat Menimbulkan Wabah Tatacara pelaporan, penanggulangan seperlunya dan harus segera dilaporkan selambat lambatnya 24 jam setelah penegakan diagnosa. Laporan tersangka DBD dimaksudkan sebagai tindakan kewaspadaan dini di unit pelayanan kesehatan untuk pencarian informasi kasus tambahan serta tindakan pencegahan lainnya.

Laporan penderita DD, DBD, dan DSS disamping untuk upaya tindak penyelidikan epidemiologi (PE), fogging focus dll, juga untuk membatasi transmisi penyakit. Data penyakit DBD yang diperoleh perlu diolah, dianalisa, diambil kesimpulan untuk segera ditindaklanjuti.

2. Surveilans Epidemiologi (SE) DBD Merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, dan penyebarluasan informasi untuk ditindaklanjuti. Tindakan ini dilakukan secara sistematis dan terus menerus tentang situasi penyakit DBD pada kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit DBD agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan secara efektif dan efisien.

Surveilans Epidemiologi (SE) DBD (Lanjut) • Kasus DBD adalah: penderita DBD atau DSS • Penderita DBD adalah: penderita dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2–7 hari disertai tanda-tanda perdarahan sekurang-kurangnya uji torniquet (rumple liede) positif atau jumlah trombosit < 100.000 mikro liter. • Penderita DD adalah: sesuai dengan kriteria DD atau hasil pemeriksaan serologis pada tersangka menunjukkan peningkatan IgM. • Laporan kewaspadaan (KD-RS) adalah: laporan segera (1x24 jam setelah penegakkan diagnosa) tentang adanya penderita DD, DBD, DSS (termasuk tersangka DBD) agar segera dapat dilakukan tindakan seperlunya dan segera.

Surveilans Epidemiologi (SE) DBD (Lanjut) Stratifikasi desa/kelurahan:

• Endemis: Dalam 3 tahun terakhir berturutturut ada kasus DBD. • Sporadis: Dalam 3 tahun terakhir tidak setiap tahun terdapat kasus DBD. • Potensial: Selama 3 tahun terakhir tidak terdapat kasus DBD, namun mempunyai penduduk yang padat, mobilitas tinggi, dan angka bebas Jentik (ABJ) <95%. • Bebas: Tidak pernah terdapat penderita dan mempunyai ketinggian > 1.000 meter dpl.

3. Alur Pelaporan Bila menemukan penderita DBD di Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya, wajib melaporkan 1x24 jam secara berjenjang dengan menggunakan formulir: - KD-RS dilaporkan 1x24 jam setelah penegakkan diagnosis (F-1) - DP-DBD sebagai data dasar perorangan yang dilaporkan bulanan (F-2) - Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (F-3) - Formulir W2 sebagai laporan mingguan (F4) - Formulir W1 dilaporkan bila terjadi KLB-DBD

4. Surveilans DBD di Puskesmas dan Kabupaten/Kota Kegiatan surveilans di puskesmas maupun kabupaten/kota meliputi kegiatan pencatatan/pengumpulan data penderita DD, DBD, dan DSS. Data kemudian diolah dan disajikan sebagai dasar tindak lanjut maupun sebagai dasar Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (SKD-KLB-DBD)

Surveilans DBD di Puskesmas dan Kabupaten/Kota (Lanjutan) Data lain yang dibutuhkan, sebagai data pendukung: 1. Pencatatan/pengumpulan data Dilakukan setiap hari yang berasal dari pelaporan BP, RS, dokter praktek swasta, PE, dll. Pencatatan dapat menggunakan buku register harian yang memuat data/informasi tentang: nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat lengkap, tanggal mulai sakit, tanggal dirawat, tempzt perawatan, hasil laboratorium, tempat bepergian 2 minggu terakhir, dll. Data yang sudah ada dapat direkap mingguan atau bulanan.

Surveilans DBD di Puskesmas dan Kabupaten/Kota (Lanjutan) 2.

Pengolahan data Berupa kegiatan pengelompokkan variabel tempat (place), waktu (time), dan orang (person) serta ukuran epidemiologi lainnya (rate, proporsi, rasio, dll).

3.

Penyajian data Agar mudah dianalisis dan disimpulkan, data yang sudah diolah kemudian diubah dalam bentuk tabel, grafik, peta, dll yang bentuk/jenisnya disesuaikan dengan kaidah pembuatan grafik yang sesuai dengan tujuannya.

Surveilans DBD di Puskesmas dan Kabupaten/Kota (Lanjutan) 4. Analisis data Data yang sudah menjadi grafik kemudian dianalisis dan disimpulkan untuk dijadikan dasar intervensi yang akan dilaksanakan. 5. Apabila setelah dianalisis terdapat peningkatan kasus di suatu wilayah yang menjurus ke arah KLBDBD, maka dilakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

B. SURVEILANS LEPTOSPIROSIS

1. Pendahuluan Penyakit leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular ke manusia dan sering menimbulkan KLB. Di beberapa tempat di Jawa Tengah menjadi masalah yang serius karena angka kematian yang cukup tinggi (antara 30–40%) dengan kematian karena kerusakan organ tubuh penting (ginjal, lever, jantung) dan kelompok terserang adalah mereka yang mempunyai perilaku yang tidak bersih, serta sangat erat dengan riwayat kontak dengan air yang tercemar urin tikus.

Pendahuluan (Lanjut) • Data-data tentang kasus Leptospirosis selama ini masih sangat menggantungkan pada laporan RS karena biasanya kasus diketahui berdasarkan informasi dari RS yang merawat (hospital base surveillance). • Dari data RS PE ke tempat kejadian untuk mengetahui faktor risiko atau mengetahui riwayat kontak, serta mencari kemungkinan adanya penderita baru di sekitar kasus.

Pendahuluan (Lanjut) • Laporan kasus dari masyarakat akan dapat ditangkap oleh puskesmas (health centre base surveillance), yaitu melalui penderita rawat jalan dengan gejala panas, ikhterik, mual/muntah, mata kemerahan, serta nyeri betis/pinggang Dijaring melalui rapid test diagnostic untuk segera dilakukan tindakan. • Sistem pencatatan dapat dilengkapi dengan form lepto 1 meliputi: nama, umur, alamat, tanggal sakit, hasil pemeriksaan laboratorium, pekerjaan dan keteranganketerangan lain yang mendukung riwayat kejadian sakit. • Untuk rekapitulasi bulanan dapat dimasukkan dalam form lepto 2 meliputi: rekapitulasi berdasarkan lokasi kejadian perbulan meliputi puskesmas, kasus, laboratorium positif, serta kasus meninggal

2. Surveilans Epidemiologi (SE) Leptospirosis Sistem surveilans yang dilakukan terhadap manusia juga sebagai alat SKD untuk daerah endemis leptospirosis: daerah banjir, daerah pasang surut, persawahan, rawa, dll yang berupa: 1. Daerah rawan banjir berupa surveilans aktif maupun pasif 2. Penampungan pengungsi berupa surveilans aktif maupun pasif 3. Daerah persawahan/pertambangan berupa surveilans pasif 4. Daerah rawa/tanah gambut berupa surveilans pasif

Surveilans Epidemiologi (SE) Leptospirosis (Lanjut) • Surveilans aktif: dilakukan dengan mencari penderita/tersangka dengan gejala: panas, ikhterik, mual/muntah, mata kemerahan, serta nyeri betis/pinggang. • Surveilans pasif: dilakukan melalui puskesmas, BP, pustu, pusling, dan RS, pada penderita dengan gejala panas, ikhterik, mual/muntah, mata kemerahan, serta nyeri betis/pinggang yang diambil sampel darahnya 5 ml untuk pemeriksaan serologis.

3. Kewaspadaan Diri Terhadap KLB Leptospirosis 1. Langkah antisipasi terhadap kasus leptospirosis biasanya terjadi pada musim hujan (pasca banjir) dimana banyak tikus berkeliaran dan mencemari air dengan urinnya. Surveilans lebih intensif di Puskesmas/RS khususnya di daerah banjir (rob). Pencarian penderita baru berdasarkan terdapatnya gejala klinis dan pengambilan darah 3–5 ml untuk diperiksa di laboratorium. 2. Terhadap rodent dilakukan penangkapan/ trapping tikus minimal 5 hari berturut-turut untuk diambil spesimen darahnya untuk pemeriksaan laboratorium.

C. SURVEILANS INFLUENZA LIKE ILNESS (ILI)

1. Pendahuluan • Mulai tahun 2004 merebak kasus Avian Influenza (AI) pada ayam, yang pada saat ini sudah ada kasus AI pada manusia. • Kemiskinan, pendidikan rendah, sanitasi lingkungkungan yang buruk, menjadikan Indonesia negara dengan potensi besar untuk penyebaran influenza dan ILI.

• Surveilans ILI merupakan salah satu kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk mengetahui besar masalah kasus influenza sedini mungkin untuk menunjang kewaspadaan dini terhadap AI dan pandemi influenza.

2. Tujuan dan Definisi Kasus ILI Tujuan:

1. Mengidentifikasi tipe dan strain virus influenza 2. Mempercepat identifikasi dan analisis apabila dicurigai adanya kemungkinan kontaminasi AI ke manusia

Definisi Kasus ILI:

Dikatakan sebagai kasus ILI bila memenuhi kriteria sbb: 1. Panas ≥ 37,8○ C 2. Batuk/sakit tenggorok 3. Menderita gangguan pernafasan atau 4. Sakit/nyeri otot

3. Penyebab Infeksi dan Masa Penularan Penyebab Infeksi:

Tiga tipe virus influenza yang dikenal yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A terdiri dari sub tipe dimana hanya 2 (H1 dan H3) yang dikaitkan dengan epidemi dan pandemi yang luas.

Masa Penularan:

Masa penularan berlangsung selama 3–5 hari sejak timbulnya gejala klinis pada orang dewasa dan sampai 7 hari pada anak-anak.

4. Cara Penularan dan Cara Pencegahan Cara Penularan:

Penularan melalui udara terutama terjadi pada daerah yang padat penduduk, pada ruangan tertutup seperti pada bis sekolah. Penularan dapat terjadi dengan kontak langsung, oleh karena virus influenza dapat hidup berjam-jam di luar tubuh manusia, khususnya di daerah dingin dan kelembaban yang rendah.

Cara Pencegahan:

1. Personal hygiene khususnya mengenai banyaknya batuk

dan bersin tanpa menutup mulut atau hidung. 2. Imunisasi dengan menggunakan virus yang tidak aktif 3. Menciptakan lingkungan dan rumah yang sehat dengan cukup ventilasi, cukup pencahayaan matahri, dan kelembaban nisbi.

5. Kasus ILI di Puskesmas dan RS serta Cara Pengambilan Swab Kasus ILI di Pukesmas dan RS:

1. Lakukan swab hidung kiri, kanan, dan tenggorokan 2. Lakukan rapid test pada swab hidung kiri 3. Dua spesimen disimpan di lemari es sesuai standar, sebelum dikirim ke Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes Kemenkes RI

Cara Pengambilan Swab:

1. Masukkan swab ke dalam lubang hidung sejajar palatum, biarkan beberapa detik, usapkan pada kedua lubanghidung secara bergantian. 2. Masukkan ke dalam vial dan patahkan tangkainya,kemudian tutup vial. 3. Ambil swab dan usapkan pada tenggorokan dan daerah sekitar tonsil kiri dan kanan. 4. Tutup vial, lapisi dengan para film

6. Format Laporan di Puskesmas/RS Puskesmas/RS Kabupaten/Kota Propinsi Minggu Ke No Nama

Lk/Pr

: : : :

Bulan:

Umur Tgl Berobat

Tahun:

Spesimen yang diambil

7. Sistem Pelaporan ILI Puskesmas/RS Sentinel

Dinkes kab./Kota

Keterangan: : Koordinasi : Laporan : Rujukan : Feed Back

Dinkes Propinsi

Balitbangkes

CDC Atlanta

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI Tim Surveilans Epidemiologi

SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

A.Pengertian • Infeksi Nosokomial (INOS) adalah Infeksi yang bersumber di fasilitas kesehatan, misalnya terjadi pada penderita di RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain dimana infeksi tersebut tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu seseorang masuk RS. • Yang termasuk dalam kategori INOS adalah infeksi yang terjadi di RS tetapi baru tampak setelah keluar dari RS serta infeksi yang terjadi diantara staf maupun pengunjung.

Pengertian (Lanjut) • Perhatian terhadap INOS banyak diberikan pada infeksi yang terjadi pada penderita, mengingat penderita yang dirawat pada umumnya lebih rentan atau lemah secara fisik maupun psikis akibat penyakit yang diderita. • Sebagian besar INOS terjadi atau timbul gejala kliniknya ketika masih berada di RS, walaupun penyakit dapat terjadi setelah penderita keluar dari RS.

Pengertian (Lanjut) •

Kriteria yang ditetapkan Depkes untuk menyatakan suatu infeksi didapatkan di RS aabila: 1. Pada saat masuk RS tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2. Infeksi terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di RS. 3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikrorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk RS atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

B. Angka Kejadian • Terjadinya INOS merupakan persoalan yang paling sulit yang dihadapi klinisi dalam menangani penderitapenderita yang gawat. • INOS dianggap merupakan masalah global yang menyerang paling sedikit sekitar 9% (bervariasi antara 3–21%) diantara lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di RS di seluruh dunia. Angka ini diperoleh WHO dari hasil surveinya di 14 negara berkembang pada tahun 1986. • Survei prevalensi INOS yang dilakukan oleh Depkes di 10 RS umum pendidikan pada tahun 1987 menemukan bahwa angka infeksi nosokomial cukup tinggi, yaitu antara 6-16% dengan rata-rata 9,8%

Angka Kejadian (Lanjut) • Insidens INOS diperkirakan antara 5–10% dengan rate tertinggi di RS Universitas yang besar dan lebih kurang 28%nya terjadi di ruang perawatan intensif (intensive care unit–ICU). • Angka kejadian INOS yang tinggi di ICU dimungkinkan karena kondisi penderita yang dirawat di ICU pada umumnya adalah penderita dengan penyakit berat dan parah sehingga berisiko tinggi untuk penanggulangan penyakitnya. Selain itu, di ICU sering dilakukan prosedur-prosedur yang sifatnya life-saving (misalnya: cardiac arrest, syok karena perdarahan yang memerlukan pemasangan infus) dimana tindakantindakan darurat harus dilakukan dengan cepat sehingga mungkin prosedur yang seharusnya dilakukan asepsis terpaksa diabaikan.

C. Penyebab • Mikroorganisme (agent) penyebab INOS dapat berupa bakteri, virus, jamur maupun parasit. • Penyebab utama adalah bakteri & virus. Meskipun jarang, jamur dan parasit dapat juga menimbulkan INOS. Bakteri coccus gram positif dan gram negatif merupakan 1/3–2/3 mikroorganisme penyebab INOS. • Studi yang dilakukan di ICU medis menunjukkan bahwa 36% penyebab infeksi darah primer adalah coagulase-negative staphylococci, disusul enterokokus (16%), Staphylococcus aureus (13%) dan 12% disebabkan oleh jamur.

Penyebab (Lanjut) • Kasus-kasus pneumonia 64% disebabkan oleh organisme aerobik gram negatif seperti Pseudomonas aeroginosa serta Staphylococcus aureus. Keadaan di ICU pediatri memberikan gambaran yang serupa. • Penyebab infeksi primer pembuluh darah adalah coagulase-negative staphylococci (38%), penyebab pneumonia adalah Pseudomonas aeroginosa (22%), dan penyebab infeksi saluran kemih adalah Escherchia coli sebanyak 19%.

D. Klasifikasi Infeksi Nosokomial • Macam-macam INOS yang terjadi, dapat dikelompokkan berdasarkan sumber penyebabnya: 1. Infeksi silang (cross infection) 2. Infeksi sendiri (self infection atau auto infection) 3. Infeksi lingkungan (environmental infection)

Klasifikasi Infeksi Nosokomial (Lanjut) 1. Infeksi silang (cross infection) Infeksi silang didapat dari orang atau penderita lain di RS secara langsung atau tidak langsung. 2. Infeksi sendiri (self infection atau auto infection) Dikatakan terjadi infeksi sendiri jika INOS yang terjadi disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain. 3. Infeksi lingkungan (environmental infection) Environmental infection disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan RS, misalnya pemasangan infus, kateter, lingkungan yang lembab dll.

D. Klasifikasi Nosokomial Klasifikasi InfeksiInfeksi Nosokomial (Lanjut) • •

Semua orang dapat mengalami INOS Menurut Manual of Surveillance on Nosocomial Infection National Survey, USA, INOS diklasifikasikan sbb: 1. Infeksi saluran kemih, terdiri dari bakteri asimtomatik, infeksi saluran perkemihan simtomatik serta infeksi saluran perkemihan simtomatik lainnya. 2. Infeksi luka operasi 3. Pneumonia 4. Bakterimia primer

D. Klasifikasi Nosokomial Klasifikasi InfeksiInfeksi Nosokomial (Lanjut) 5. Infeksi tulang dan sendi, terdiri dari osteomielitis, infeksi ruang sendi dan tendon. 6. Infeksi sistem saraf pusat, yaitu infeksi yang terjadi pada otak, adanya abses otak, infeksi selaput dura, encephalitis, meningitis, ventrikulitis dan abses spinal tanpa meningitis. 7. Infeksi sistem kardiovaskuler, terdiri dari miokarditis, perikarditis, endokarditis, mediastinitis, infeksi arteri atau vena termasuk flebitis.

D. Klasifikasi Nosokomial Klasifikasi InfeksiInfeksi Nosokomial (Lanjut) 8. Infeksi pada mata, telinga,hidung, tenggorokan dan mulut terdiri dari infeksi mata dan konjungtiva, infeksi telinga, mastoid dan sinus, infeksi saluran nafas atas, faring dan laring, infeksi pada mulut. 9. Infeksi sistem saluran pencernaan meliputi: gastroenteritis, infeksi saluran pencernaan non spesifik, infeksi intraabdomen non spesifik dan hepatitis. 10. Infeksi saluran pernafasan bawah selain pneumonia, bronkhitis, trakheitis, dan infeksi saluran nafas bawah lainnya.

D. Klasifikasi Nosokomial Klasifikasi InfeksiInfeksi Nosokomial (Lanjut) 11. Infeksi saluran reproduksi, terdiri dari endrometritis, infeksi episiotomi, infeksi vagina, infeksi saluran reproduksi pria dan wanita lainnya. 12. Infeksi kulit dan jaringan lunak yang terdiri dari abses payudara atau mastitis, ulkus dekubitus dan omfalitis. 13. Infeksi sistemik.

E. Surveilans Infeksi Nosokomial • Tidak semua kejadian INOS berakhir dengan kematian. • Beberapa keadaan menyebabkan penderita tinggal lebih lama di RS dalam kondisi yang tidak produktif.

• Kerugian finansial akibat membengkaknya biaya perawatan akibat INOS pada umumnya masih dibebankan kepada pasien dan keluarganya.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Adanya sistem pembayaran prospektif berdasarkan jenis kasus (case-based reimbursement) atau kapitasi, RS yang akan menanggung biaya untuk obat, penggunaan tempat tidur, pemeriksaan laboratorium, tenaga perawat dan dokter, pembedahan ulang, dll. • Mengingat besarnya masalah INOS serta kerugian yang diakibatkannya, maka diperlukan upaya pengendalian yang dapat menurunkan risiko INOS.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Komponen pengendalian yang mutlak diperlukan dalam pengendalian INOS adalah: 1. Adanya sistem surveilans yang merupakan kunci pokok keberhasilan program. 2. Cara-cara pencegahan dan penanggulangan infeksi. 3. Komite pengendalian yang secara teratur mampu melaksanakan surveilans berdasarkan tujuan prioritas dan cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Surveilans penyakit INOS di RS tidak jauh dengan surveilans di masyarakat umum. Di RS, indikator deteksi INOS dituntut lebih sensitif, harus mampu mengenali jumlah segelintir kasus penyakit infeksi (misalnya: dua atau tiga infeksi luka operasi dalam satu bulan)

• Investigasi secara mendalam sebagai bagian dari proses surveilans di RS dapat lebih mudah dilakukan, karena dokumentasi penanganan penderita atau asuhan keperawatan yang cukup rinci di RS.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Hasil evaluasi di RS di Amerika Serikat (Study

on Efficacy of Nosocomial Infection ControlSENIC) menunjukkan bahwa:

Surveilans merupakan komponen esensial yang sangat berperan dalam program pengendalian di RS, sebab hasil pemantauan kejadian dalam kegiatan surveilans tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya wabah, mengobati penderita yang terkena infeksi dan mencegah penyebaran infeksi tanpa mengganggu kegiatan pelayanan terhadap penderita.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Pengumpulan dan analisis data surveilans harus dilakukan dan terkait dengan suatu upaya pencegahan.

• Tujuan surveilans INOS: 1. Menurunkan laju infeksi di RS 2. Mendapatkan data dasar endemi 3. Mengidentifikasi KLB 4. Meyakinkan petugas medis 5. Mengevaluasi sitem pengendalian 6. Memenuhi syarat administrasi 7. Mengantisipasi tuntutan malpraktik 8. Membandingkan angka infeksi antar RS

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) •

Metode surveilans INOS bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan RS. Secara umum ada 2 pendekatan: 1. Hospital wide, yaitu surveilans seluruh RS (hospital wide) dilakukan terhadap seluruh kegiatan RS. 2. Targeted, yaitu surveilans berdasarkan sasaran tertentu dapat dilaksanakan berdasarkan unit atau tempat tertentu maupun bergantian.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Surveilans INOS meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi: 1. Pengumpulan Data • Data yang dikumpulkan adalah data tentang kematian dan kesakitan yang berhubungan dengan INOS. Dalam hal ini, perlu ditetapkan definisi operasional dari penyakit-penyakit INOS agar setiap petugas mempunyai persepsi yang sama.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • a. b. c.

Data yang dikumpulkan pada umumnya dilengkapi dengan data yang memberikan informasi tentang: Orang (karakteristik penderita: nama, umur, jenis kelamin, dan tanggal masuk RS) Tempat (ruang, unit, bangsal, dll) Data infeksi (tanggal mulai timbul gejala, tempat infeksi, hasil pemeriksaan yang meliputi nama kuman dan antibiogram)

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Menurut Depkes (2003), data yang menggambarkan faktor risiko utama terjadinya INOS perlu dicatat, sejauh data tersebut akan dipergunakan dalam analisis. • Misal: tanggal, dosis dan cara pemberian obat, dapat dicatat apabila data tersebut akan membantu memahami dan mengarah pada pemakaian antibiotik profilaksis.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Untuk dapat mengumpulkan data-data diperlukan sistem pencatatan yang sederhana, mudah pengisiannya, dan lengkap. • Jika sistem pencatatan selama ini sudah cukup memadai, maka tidak perlu membuat formulir baru, tetapi cukup menambahkan beberapa baris atau kolom tambahan yang diperlukan sebagai pelengkap.

• Tetapi jika sistem yang ada belum memadai dan dirasakan perlu membuat formulir baru, maka diperlukan upaya untuk menyusun formulir yang disesuaikan dengan tujuan dari sistem surveilans yang telah disepakati.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Penting dalam pengumpulan data: Kemampuan petugas pencatat dan pengumpul data dalam memahami pentingnya data yang dicatat dan manfaatnya bagi kualitas pelayanan RS. • Petugas pengendalian infeksi nosokomial (PIN) bertanggungjawab atas pengumpulan data, karena mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi INOS sesuai dengan kriteria yang ada. • Petugas lain yang langsung berhubungan dengan perawatan, dapat memberikan informasi seperlunya. • Petugas PIN harus memiliki akses yang luas atau sumber data serta perlu mendapatkan kerjasama seluruh bagian di RS, supaya dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau melaksanakan peyelidikan KLB.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) 2. Analisis dan Interpretasi Data • Data yang terkumpul dikompilasi dan secara berkala dianalisis. Analisis dapat dilakukan dengan cara tabulasi silang kejadian INOS dengan variabelvariabel orang, tempat dan waktu (variabel epidemiologi).

• Analisis dapat dilakukan dengan bantuan statistik deskriptif dengan menghitung mean, modus, median, nilai minimum-maksimum dan standar deviasi. • Jika kejadian INOS cukup banyak, dapat dilakukan penentuan faktor risiko kejadian tersebut dengan menerapkan rancangan kasus kontrol.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Dalam surveilans INOS biasanya analisis diarahkan untuk mendapatkan angka rates. Tiga angka rates yang dipakai: incidence, prevalence, dan incidence

desity.

• Data yang telah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, diagram atau bentuk penyajian lain, untuk selanjutnya diinterpretasikan.

• Penting dalam interpretasi data: Menetapkan apakah INOS yang diamati merupakan masalah atau tidak.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) 3. Penyebarluasan Informasi • Surveilans INOS belum sempurna jika datanya belum didesiminasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi. • INOS mengandung hal yang sangat sensitif, maka data yang dapat mengarah ke pasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiaannya.

• Data tersebut tidak digunakan untuk memberikan sanksi tetapi hanya digunakan untuk perbaikan mutu pelayanan.

Surveilans Infeksi Nosokomial (Lanjut) • Hasil dari analisis dan interpretasi data disamping digunakan oleh unit pelayanannya sendiri atau oleh tim PIN, perlu disebarluaskan kepada pimpinan sebagai laporan dan untuk membantu menentukan tindakan, unit pelaksana (di bawahnya), sebagai umpan balik dan kepada unit lain yang berkaitan.

SURVEILANS KESEHATAN MATRA

A.Pengertian • Berdasarkan Kepmenkes No.1215/Menkes/SK/2001, Kesehatan Matra adalah: Ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari, membina individu/kelompok/masyarakat yang terpajan di lingkungan yang menimbulkan dampak kesehatan. • Lingkungan Matra adalah lingkungan yang serba berubah secara bermakna, yaitu: 1. Perubahan lingkungan normal berubah menjadi tidak normal dan diupayakan kembali menjadi normal. 2. Kepindahan orang/kelompok dari kondisi normal berubah menjadi tidak normal dan diupayakan kembali menjadi normal.

B. Kegiatan Kesehatan Matra • Kegiatan kesehatan matra meliputi: 1. Kesehatan Lapangan. 2. Kesehatan Kelautan dan Bawah Air 3. Kesehatan Kedirgantaraan

1. KESEHATAN LAPANGAN

1a. Kesehatan Haji Ruang lingkup kesehatan lapangan: a. Kesehatan Haji. • Kesehatan haji merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental para calon/jamaah haji dan petugas yang terkait untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna dengan lingkungan di daerah asal. • Kegiatan kesehatan haji meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan awal dan lanjutan 2. Promosi kesehatan 3. Peningkatan kesehatan fisik dan mental

Kesehatan Haji (Lanjut) 4. Imunisasi 5. Surveilans epidemiologi penyakit 6. Higiene dan sanitasi 7. Pelayanan medik dan keperawatan 8. Pelayanan evakuasi dan rujukan 9. Identifikasi dan administrasi jenazah 10. Pelayanan safari wukuf 11. Penanggulangan KLB 12. Perbekalan kesehatan 13. Pencatatan dan pelaporan

Kesehatan Haji (Lanjut) • Surveilans kesehatan haji di dalam negeri memerlukan data tentang calon jemaah haji/CJH (jenis kelamin, umur, asal, embarkasi), data risiko tinggi penyakit serta data penyakit yang sedang atau pernah diderita. • Di Arab Saudi, data yang diperlukan adalah:

1. Pola penyakit 2. Kematian: penyebab, karakteristik, asal dan tempat meninggal 3. Logistik dan obat-obatan 4. Status kesehatan 5. Suhu dan iklim

1b. Kesehatan Transmigrasi dan Perpindahan Penduduk b. Kesehatan Transmigrasi dan Perpindahan Penduduk • Sasarannya adalah calon transmigran dan petugas pendamping. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan 2. Promosi kesehatan 3. Surveilans epidemiologi penyakit 4. Higiene dan sanitasi 5. Imunisasi 6. Pelayanan medik dan keperawatan 7. Evakuasi dan rujukan 8. pencatatan dan pelaporan

Kesehatan Transmigrasi dan Perpindahan Penduduk (Lanjut) Penduduk • Di daerah pemukiman baru, data yang harus dipantau adalah: 1. Penyakit potensial KLB 2. Higiene dan sanitasi 3. Target kepala keluarga 4. penyemprotan rumah 5. Data jumlah pengungsi 6. Dukungan logistik

1c. Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana c. Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana • Sasarannya adalah korban, masyarakat, petugas rawan bencana. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pelayanan medis kepada korban 2. Pelayanan kesehatan dasar untuk pengungsi 3. Pengawasan kualitas penyediaan air bersih 4. Pengawasan sanitasi umum dan dapur 5. Penyediaan jamban darurat 6. Pemberantasan penyakit potensial KLB 7. Pengendalian vektor 8. promosi kesehatan 9. Kebersihan lingkungan 10. Perbekalan kesehatan 11. Dukungan tenaga kesehatan

Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Peta daerah rawan 2. Jumlah penduduk berisiko 3. Ketersediaan sarana dan prasarana 4. Sumber daya manusia 5. Lokasi bencana: a. Jumlah penduduk dievakuasi b. Jumlah penduduk berdasar variabel orang, tempat, waktu. c. Jumlah dirawat dan di rujuk d. Pola dan jenis penyakit e. Rujukan f. Evaluasi

1d. Kesehatan Lintas Alam/Di Bumi Perkemahan d. Kesehatan Lintas Alam/Di Bumi Perkemahan • Sasarannya adalah peserta, pendamping, petugas perkemahan. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pemeriksaan dan pemeliharaaan 2. Promosi kesehatan 3. Higiene dan sanitasi lingkungan 4. Surveilans epidemiologi penyakit 5. Pelayanan medik dan keperawatan 6. Evakuasi dan rujukan 7. Pencatatan dan pelaporan

Kesehatan Lintas Alam/ Di Bumi Perkemahan (Lanjut)

• Data yang diperlukan: 1. Jumlah karakteristik peserta 2. Catatan kesehatan/sarana sanitasi dasar 3. Jumlah dan kondisi tenaga kesehatan 4. Catatan kejadian di lokasi 5. Data penyakit potensial KLB

1e. Kesehatan Bawah Tanah e. Kesehatan Bawah Tanah • Sasarannya adalah tenaga kerja, petugas pertambangan bawah tanah. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pemeriksaan dan promosi kesehatan 2. Higiene dan sanitasi 3. Penyiapan logistik, sarana dan prasarana 4. Pelayanan medik dan keperawatan 5. Evakuasi dan rujukan 6. Surveilans epidemiologi penyakit

Kesehatan Bawah Tanah (Lanjut) • Data yang diperlukan:

1. Identifikasi perusahaan dan jenis serta lokasi pertambangan 2. Jumlah tenaga kerja 3. Kesiapan sarana dan prasarana kesehatan 4. Jumlah dan jenis penyakit, kecelakaan, cidera, cacat dan mati 5. Sarana sanitasi dasar 6. Logistik

1f. Kesehatan Gangguan Kamtibmas f. Kesehatan Gangguan Kamtibmas • Sasarannya adalah masyarakat yang terkena langsung dan tidak tergantung. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pelatihan 2. Promosi kesehatan 3. Penanganan gizi 4. Kesemaptaan jasmani 5. Evakuasi dan rujukan 6. Penyiapan logistik kesehatan 7. Identifikasi korban dan akibat/sebab 8. Pencatatan dan pelaporan

Kesehatan Gangguan Kamtibmas (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Luas dan lokasi kejadian 2. Derajat kamtibmas yang terjadi 3. Lokasi sarana kesehatan terdekat 4. Kesiapan sumber daya manusia dan sarana kesehatan 5. Identifikasi korban berdasarkan variabel orang, tempat, waktu 6. Evakuasi dan rujukan 7. Kejadian penyakit, cidera, cacat, mati

1g. Kesehatan Latihan/Operasi Militer g. Kesehatan Latihan/Operasi Militer • Sasarannya adalah person militer, petugas kesehatan, masyarakat. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan, pelayanan medis dan keperawatan 2. Promosi kesehatan 3. Pemulihan kesehatan dan gizi 4. Kesemaptaan jasmani 5. Evakuasi dan rujukan 6. Logistik kesehatan 7. Sumber daya manusia

Kesehatan Latihan/Operasi Militer (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Cuaca 2. Jenis latihan/operasi 3. Jumlah personil 4. Kejadian kecelakaan, cidera, cacat, mati 5. Logistik, sarana dan prasarana kesehatan 6. Sumber daya manusia

1h. Kesehatan Lapangan/Situasi Khusus h. Kesehatan Lapangan/Situasi Khusus • Sasarannya adalah peserta, masyarakat terpajan, petugas. • Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Sarana sanitasi dasar 2. Promosi kesehatan 3. Surveilans epidemiologi penyakit 4. Pelayanan medik dan keperawatan 5. Evakuasi dan rujukan 6. Pencatatan dan pelaporan

Kesehatan Lapangan/Situasi Khusus(Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Info situasi khusus, pesta, upacara, perjalanan panjang, liburan 2. Lokasi khusus: terminal, lapangan, dll 3. Sarana pelayanan kesehatan 4. Evakuasi dan rujukan 5. Kejadian penyakit, kecelakaan, cidera, cacat, mati dan kejadian lain.

2. KESEHATAN KELAUTAN DAN BAWAH AIR

2a. Kesehatan Pelayaran dan Lepas Pantai Ruang lingkup kesehatan kelautan dan bawah air: a. Kesehatan Pelayaran dan Lepas pantai • Sasarannya adalah ABK (Anak Buah Kapal), TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat), penumpang, pekerja lepas pantai. • Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan 2. Promosi kesehatan dan pelatihan 3. Pelayanan medik daan keperawatan 4. Penanganan gizi 5. Sarana sanitasi dasar 6. Kesemaptaan jasmani 7. Evakuasi dan rujukan 8. Logistik kesehatan 9. Surveilans epidemiologi penyakit

Kesehatan Pelayaran dan Lepas Pantai (Lanjut) • Data yang diperlukan di kesehatan pelayaran: 1. Identitas kapal, jenis, daya angkut (barangpenumpang), rute pelayaran, jumlah ABK, kondisi kapal) 2. Sarana kesehatan (alat dan obat) 3. Sarana sanitasi dasar • Data yang diperlukan di kesehatan lepas pantai: 1. Lokasi dan jenis kegiatan 2. Jumlah tenaga kerja 3. Data kecelakaan, cacat dan mati 4. Tenaga, sarana dan prasarana

2b. Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik b. Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik • Sasarannya adalah pekerja, peserta, pelatih, petugas kesehatan. • Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi: 1. Pemeriksaan kesehatan 2. Promosi kesehatan dan pelatihan 3. Pelayanan medik daan keperawatan 4. Evakuasi dan rujukan 5. Surveilans epidemiologi penyakit 6. Kesemaptaan jasmani 7. Pemulihan kesehatan, rehabilitasi fisik dan mental

Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Lokasi penyelaman/hiperbarik 2. Karakteristik penyelam 3. Peralatan penyelam dan hiperbarik 4. Penyakit, kecelakaan, cidera dan kematian 5. Evakuasi dan rujukan (RS hiperbarik) 6. Jenis binatang berbahaya

2c. Kesehatan Operasi dan Latihan Militer di Laut c. Kesehatan Operasi dan Latihan Militer di Laut • Sasarannya adalah personil, ABK dan masyarakat. • Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi: 1. Pemeriksaan, tindakan medik dan perawatan kesehatan 2. Promosi kesehatan dan pelatihan 3. Kesemaptaan jasmani 4. Evakuasi dan rujukan 5. Surveilans epidemiologi penyakit 6. Sarana sanitasi dasar 7. Rehabilitasi medik

Kesehatan Operasi dan Latihan Militer di Laut (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Lokasi pelatihan/operasi militer 2. Skala, jenis pelatihan/operasi 3. Unit dan jumlah personil 4. Sarana, obat dan alat 5. Tenaga kesehatan militer 6. Penyakit, cidera, cacat dan kematian

3. KESEHATAN KEDIRGANTARAAN

3. Kesehatan Operasi dan Latihan Militer Dirgantara Kesehatan Operasi dan Latihan Militer Dirgantara • Sasarannya adalah personil militer, ABK dan masyarakat. • Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi: 1. Pemeriksaan, tindakan medik dan perawatan kesehatan 2. Promosi kesehatan dan pelatihan 3. Rehabilitasi fisik dan mental 4. Penanganan gizi 5. Identifikasi korban 6. Kesemaptaan jasmani 7. Evakuasi dan rujukan 8. Rehabilitasi medik 9. Surveilans epidemiologi penyakit 10. Penyiapan sumber daya manusia, obat dan sarana kesehatan

Kesehatan Operasi dan Latihan Militer Dirgantara (Lanjut) • Data yang diperlukan: 1. Lokasi pangkalan 2. Skala dan jenis latihan/operasi (lama, ketinggian) 3. Penyakit, kecelakaan, cacat dan kematian 4. Kesiapan tenaga kesehatan dan obatobatan 5. Dukungan logistik

STP & SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BENCANA

SURVEILANS TERPADU PENYAKIT (STP)

Pengertian • Surveilans Terpadu Penyakit (STP) adalah pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

• Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko kesehatan.

Dasar Kebijakan • UU 22, 2000 : Pemerintah Daerah • PP 25, 2004 : Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonom • KepMenKes RI 1116/MENKES/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Kesehatan • KepMenKes RI 1479/MENKES/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans PM &PTM Terpadu (STP) • PerMenKes RI 949/MENKES/X/2004 tentang SKD KLB • UU 32, 2004 tentang Pemerintah Daerah • PerPres 7, 2005 tentang RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2004-2009

Ruang Lingkup Penyelenggaraan STP (SK Menkes 1479 / 2003) 1. STP bersumber data Puskesmas 2. STP bersumber data Rumah Sakit

3. STP bersumber data Laboratorium 4. STP bersumber data KLB penyakit & keracunan

5. STP bersumber data Puskesmas Sentinel 6. STP bersumber data Rumah Sakit Sentinel

RS Sentinel

Kriteria Puskesmas Sentinel • Mudah di di jangkau dari Ibukota Kab /Kota • Jumlah tenaga cukup • Mempunyai manajemen pe ncatatan dan pelaporan yang baik

• RS TipeA dan B-RS yang ditetapkan oleh Dinas kesehatan Kab/ Kota berdasarkan dekat dengan Ibukota Kab/Kota • Jumlah tenaga cukup • Mempunyai manajemen pencatatan dan pelaporan yang baik • Akses laporan kePusat, Propinsi dan Kab/Kota

STP Bersumber Data Puskesmas 1. Terdiri dari 25 penyakit menular 2. Data yg dimaksud hanya kunjungan “ kasus baru “

3. Variabel umur dikelompokkan sesuai dengan LB1 4. Ada variabel jenis kelamin (total dari jml kasus baru)

5. Ada variabel total kunjungan (kasus lama + kasus baru) 6. Periode pelaporan adalah bulanan 7. Ada informasi kelengkapan laporan

25 Penyakit STP Bersumber Data Puskesmas 1. KOLERA 2. DIARE 3. DIARE BERDARAH 4. TIFUS PERUT KLINIS 5. TB PARU BTA + 6. TB PARU KLINIS 7. KUSTA PB 8. KUSTA MB 9. CAMPAK 10. DIFTERI 11. BATUK REJAN 12. TETANUS 13. HEPATITIS KLINIS

14. MALARIA KLINIS 15. MALARIA VIVAX 16. MALARIA FALSIFAR 17. MALARIA MIX 18. D. BDRH DENGUE 19. DEMAM DENGUE 20. PNEUMONIA 21. SIFILIS 22. GONORRHEA 23. FRAMBUSIA 24. FILARIASIS 25. INFLUENSA

Gol.Umur STP Bersumber Data Puskesmas Umur

Total Laki-laki

0- 7 hr 8 - 28 hr > 1 th 1 - 4 th 5 - 9 th 10 - 14 th 15 - 19 th 20 - 44 th 45 - 54 th 55 - 59 th 35 - 39 th 60 - 69 th > 70 th TOTAL

TOTAL Perempuan

STP Bersumber Data Puskesmas Sentinel Terdiri dari 27 penyakit, yaitu 25 penyakit menular di Puskesmas ditambah 2 penyakit tidak menular (Hipertensi & Diabetes

Melitus)

STP Bersumber Data Rumah Sakit 1. Terdiri dari 29 penyakit menular 2. Data hanya kunjungan “ kasus baru “

3. Variabel umur dikelompokkan sesuai dengan LB1 4. Jenis kelamin (total dari jml kasus baru)

5. Total kunjungan (kasus lama + kasus baru) 6. Periode pelaporan adalah bulanan

7. Data dari Rawat Jalan & Rawat Inap.

29 Penyakit STP Bersumber Data RS 1. KOLERA 2. DIARE 3. DIARE BERDARAH 4. TIFUS PERUT KLINIS 5. TB PARU BTA + 6. TB PARU KLINIS 7. KUSTA PB 8. KUSTA MB 9. CAMPAK 10. DIFTERI 11. BATUK REJAN 12. TETANUS 13. HEPATITIS KLINIS

14. MALARIA KLINIS 15. MALARIA VIVAX 16. MALARIA FALSIFAR 17. MALARIA MIX 18. D. BDRH DENGUE 19. DEMAM DENGUE 20. PNEUMONIA 21. SIFILIS 22. GONORRHEA 23. FRAMBUSIA 24. FILARIASIS 25. INFLUENSA 26. ENCEFALITIS 27. MENINGITIS 28. TYPUS PERUT WIDAL/KULTUR(+) 29. HEPATITIS HBsAg (+)

STP Bersumber Data Rumah Sakit Sentinel Terdiri dari 49 penyakit yaitu 29 penyakit menular STP di Rumah Sakit, ditambah 20 penyakit tidak menular.

20 Penyakit Tidak Menular untuk STP Bersumber Data Rumah Sakit Sentinel 1. Angina pektoris

11. Diabetes melitus (DM) berhubungan dengan malnutrisi

2. Infrak miokard Akut

12. Diabetes melitus (DM) YTD lainnya

3. Infark miokard subsekuen

13. Diabetes melitus (DM) YTT

4. Hipertensi esensial (primer)

14. Neoplasma ganas serviks uteri

5. Jantung hipertensi

15. Neoplasma ganas payudara

6. Ginjal hipertensi

16. Neoplasma ganas hati dan saluran empedu intrahepatik

7. Jantung dan ginjal hipertensi

17. Neoplasma ganas bronkhus dan paru

8. Hipertensi sekunder 9. Diabetes melitus (DM) bergantung insulin 10.Diabetes melitus (DM) tidak bergantung insulin

18. Paru obstruksi menahun 19. Kecelakaan lalu lintas 20.Psikosis

Contoh..

STP Bersumber Data KLB 1. Memuat informasi tentang KLB yg pernah terjadi meliputi: jenis penyakit, tempat, waktu kejadian, jumlah kasus, jumlah kematian, golongan umur, populasi berisiko dan data laboratorium. 2. Periode waktu adalah bulanan.

FORMULIR STP  STP Pus

 Puskesmas  Puskesmas  Rumah  Rumah

Sentinel

Sakit

Sakit Sentinel

 STP Sen  STP RS  STP RS Sen

Masalah Data STP 1.

Tidak ada feed back

2.

Tidak ada analisis

3.

Data tidak dimanfaatkan dan sharing informasi

4.

Dedikasi dan ketrampilan petugas rendah

5.

Alokasi dana minim

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BENCANA

PENDAHULUAN • Indonesia negara SUPERMARKET DISASTER: – Bencana alam – Bencana ‘hand made’ – Konflik: Politik, Ideologi, SARA, Sosek dll • Bencana dan Konflik  Kedaruratan Kompleks  Masalah kesehatan • Penanggulangan Mas-Kes pd Kedaruratan Kompleks memerlukan keterpaduan & kerjasama atau Kemitraan

Situasi Penanganan Korban Kecelakaan Akibat Gempa 27 Mei 2006 Di DIY

BENCANA TSUNAMI DI NAD

BANJIR DI JAKARTA

PELAYANAN KESEHATAN PADA MASALAH RAWAN GIZI DI YAHOKIMO PAPUA

Teror Bom di Hotel JW Marriott, Jakarta, Agustus 2003

BOM, BALI

KEBAKARAN DI PT. PETROWIDADA GRESIK

GAWAT DARURAT SEHARI-HARI

PENDAHULUAN Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan : ……………… Kemudian dari pada itu , untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa , dan ……….seterusnya

PRA BENCANA

DARURAT ?

(3 Bln)

PASCA BENCANA ?

PENDAHULUAN BENCANA

Pengungsian Korban Massal •Luka •Kecacatan •Kematian

•Kesakitan •Kematian •Kurang Gizi •SAB & Lingk. (-) •Yankes lumpuh •dll

10 Tugas Prioritas Penanggulangan Pengungsi Bidang Kesehatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Rapid Assessesment Imunisasi Campak Air dan Sanitasi Makanan dan Gizi Tempat Tinggal / Penampungan Pelayanan Kesehatan Darurat Pengendalian Penyakit dan KLB Surveilans Kesehatan Masyarakat SDM Koordinasi

KEGIATAN SURVEILANS FASE DARURAT • Rapid Health Assessment (RHA) thd ancaman penyakit o Kajian awal pengungsian o Kajian berkala sesuai kebutuhan o Kajian khusus pada keadaan tertentu seperti ancaman adanya KLB penyakit menular dan keracunan • Intensif Surveilans penyakit prioritas  Laporan kasus/ kematian ( Harian / Mingguan)  SKD-KLB

PENILAIAN CEPAT MASALAH KESEHATAN PADA KEJADIAN BENCANA (Rapid Health Assessment)

Apa yg dimaksud penilaian cepat masalah kesehatan?

PENGERTIAN • Serangkaian kegiatan pengkajian Pengumpulan Data  Penyajian Informasi • Mengukur besarnya masalah yg berkaitan dgn masalah kesehatan akibat bencana • Identifikasi kebutuhan penanggulangan • Dilakukan secara cepat

Kenapa perlu penilaian cepat masalah kesehatan?

TUJUAN Memastikan adanya kedaruratan kesehatan Menggambarkan jenis dan besarnya masalah kesehatan Kemungkinan perkembangan lebih jauh akibat keadaan darurat Menilai kemampuan dlm merespons dan kebutuhan utk penanggulangan • Menentukan prioritas tindakan yg perlu dilakukan utk penanggulangan • • • •

Kapan penilaian cepat masalah kesehatan dilakukan?

WAKTU PELAKSANAAN • •

Segera setelah kejadian diketahui Dalam situasi yang memerlukan pertimbangan faktor keamanan, waktu pelaksanaan penilaian perlu dipersingkat.

Siapa yg melakukan penilaian cepat masalah kesehatan?

PELAKSANA • Petugas kesehatan puskesmas Perlu melaporkan / menginformasikan jajaran kesehatan diatasnya se-awal mungkin dgn menggunakan sarana komunikasi tercepat (Telepon, fax, ssb, orari dsb) • Petugas kesehatan kab/kota Melakukan penilaian secara lengkap • Petugas kesehatan prop dan pusat Masalah cukup besar (di beberapa kab/kota) • Perlu di bentuk beberapa tim bila bencana tersebar di beberapa lokasi

TIM PENILAI • • • • •

Minimal terdiri unsur medis, epidemiologist dan kesling Mampu menganalisa dlm bidangnya Memiliki motivasi dan loyalitas yg tinggi Dpt bekerjasama dan diterima di daerah bencana Memiliki kapasitas mengambil keputusan dlm keadaan darurat dng data terbatas

DIMANA DILAKUKAN? • Daerah yg terkena bencana/kejadian dimana masyarakatnya terkena dampak secara langsung • Daerah yg menjadi lokasi penampungan pengungsi dari daerah bencana/kejadian • Daerah sekitar lokasi bencana/kejadian yg kemungkinan dapat membantu sumber daya yg dimiliki

Bagaimana Melakukan Penilaian Cepat Kesehatan ?

LINGKUP PENILAIAN • ASPEK MEDIS, utk menilai dampak pelayanan medis terhadap korban & potensi pelayanan kesehatan • ASPEK EPIDEMIOLOGI, utk menilai potensi munculnya KLB penyakit menular dan gizi pada periode pasca kejadian/bencana • ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN, utk menilai masalah yg berkaitan dg sarana kesehatan lingkungan yg diperlukan bagi pengungsi & potensi yg dapat dimanfaatkan

Pengumpulan Data •

• •

Melakukan observasi lapangan  Luasnya lokasi yg terkena, perpindahan/evakuasi penduduk, infra struktur yg rusak (fasilitas kesehatan, jalan, jembatan , sarana komunikasi, listrik, dll), potensi sumber air bersih, sarana pembuangan kotoran/limbah dan permukiman sementara. (Sebaiknya dilengkapi dng peta) Wawancara (dng pejabat, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat) Pengumpulan data sekunder (Mengambil data dari Instansi terkait daerah becana)

INFORMASI YANG PERLU DIKUMPULKAN INFORMASI AWAL (PETUGAS PUSKESMAS) • Macam Bencana & waktu terjadinya • Masalah kesehatan – Korban meninggal, luka dan hilang – Jumlah dan komposisi pengungsi – Kerusakan sarana kesehatan & yg masih dapat dimanfaatkan (puskesmas, pusling, pustu, dll) – Ketersedian obat, bahan habis pakai, vaksin dan alkes – Kemungkinan kemudahan utk menjangkau lokasi • Upaya kesehatan yg telah dilakukan • Bantuan kesehatan yg diperlukan

INFORMASI YANG PERLU DIKUMPULKAN : INFORMASI LEBIH LANJUT (TIM KAB/KOTA, PROP, PUSAT) • Bencana / kejadian & waktu terjadinya • Data geografis dan lingkungan • Data korban – Meninggal, hilang & luka – Dirujuk • Data pengungsi – Jumlah – Komposisi – Penampungan pengungsi

INFORMASI YANG PERLU DIKUMPULKAN INFORMASI LEBIH LANJUT (TIM KAB/KOTA, PROP, PUSAT) • Data endemisitas peny. Menular potensial wabah yg selama ini ada di daerah tsb • Data cakupan/pemanfaatan sarana kesling (air bersih dan jamban), identifikasi ketersediaan yg msh ada dan dpt dimanfaatkan maupun yg diperlukan • Data potensi sumberdaya (Pusk, Dinkes, RS) – Jml dan jenis fasilitas – Fungsi dari masing-masing fasilitas – Petugas kesehatan – Obat dan bhn habis pakai – Perlengkapan lain (gen set, faskeslap dll) – Biaya operasional

Analisis Data – Secara komprehensif berdasarkan standar yankes utk bencana – Cepat, cermat dan baik sbg bhn bagi pimpinan utk mengambil keputusan – Spesifik pada kebutuhan yankes (pengobatan, gizi, kesehatan lingkungan, penyakit menular berpotensial wabah dll)

Penyajian Hasil dan Rekomendasi • • • • •

Bantuan obat, bhn habis pakai dan alkes yg diperlukan Bantuan tenaga yg diperlukan Penyakit yg perlu diwaspadai Sarana kesling yg memerlukan pengawasan dan pengendalian serta sarana yg perlu ada Kegiatan pelayanan yg diperlukan (pengobatan, perbaikan gizi, imunisasi dll)

Penyajian Hasil dan Rekomendasi • • • •

Bantuan lain (biaya ops, sarana penunjang dll) Jalur komunikasi Mekanisme koordinasi dng instansi lain Dalam rekomendasi, hendaknya sdh dpt dipisahkan kegiatan mana yg seharusnya dpt dilakukan oleh daerah dan kegiatan mana yg perlu dibantu dari propinsi maupun pusat

Cara Penyampaian Informasi •

• •

Informasi hasil penilaian cepat masalah Kesehatan disampaikan melalui jalur komunikasi yang masih memungkinkan untuk digunakan, seperti : SSB, telepon/faks, HP, dll. Informasi disampaikan kepada instansi dengan tingkat administratif yang lebih tinggi. .

INTENSIF SURVEILANS

Jenis-jenis Penyelenggaraan Surveilans o o o o o o

Surveilans Jumlah Pengungsi Surveilans Kematian Surveilans Penyakit Surveilans Faktor Risiko Survielans Berbasis Kajian Lapangan Investigasi Pra KLB/ KLB dan Penelitian

SURVEILANS PENYAKIT  PENYAKIT UTAMA YANG HARUS DIAMATI DAN DILAPORKAN 1. DIARE AKUT CAIR

2. DIARE AKUT BERDARAH 3. CAMPAK 4. INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT

 PENYAKIT LAIN YANG ENDEMIS DAN BERPOTENSI TERJADI KLB, 1. MALARIA 2. SINDROMA DEMAM BERDARAH

3. DEMAM TANPA SEBAB YANG JELAS 4. SINDROMA KUNING AKUT 5. SINDROMA LUMPUH AKUT

 GANGGUAN NUTRISI BERAT  INJURIES

PELAPORAN • FORM KHUSUS LAPORAN SURVEILANS BENCANA  DIARE

 ISPA/PNEMONIA  DBD / MALARIA  CAMPAK  LOKAL SPESIFIK • FORM

W.1  Bila ada KLB

FORM REGISTER HARIAN KORBAN BENCANA Poskes: …. Tanggal : …

No

Nama Penderita

Desa; Kec :…………./ Kab: …..

Umur

L/P

Alamat Diagnosa

FORM LAPORAN MINGGUAN PENYAKIT PD BENCANA Poskes : …………….. Minggu Laporan : ….

PENYAKIT

DIARE DBD ISPA CAMPAK

Desa: ………….. Kec/Kab : ……..

< 1 th 1 – 4 th 5 –14 th > 15 th TOTAL

FORM REGISTER HARIAN KEMATIAN KORBAN BENCANA Poskes: …. Tanggal : …

Nama

Nama KK

Desa; Kec :…………./ Kab: …..

Umur L/P

Alamat Tgl Mati

Sebab Kematian

CONTOH: Format pelaporan untuk Laporan Data Mingguan Laporan No. ___________

Propinsi

:

Kabupaten Kecamatan

:

______________

Unit Pelayanan

______________

Kesehatan ESEHATAN

______________ 0- 4 tahun

Kasus Diare Cair Akut (dugaan kolera) Diare Akut Diare berdarah Akut (Disentri) Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Dugaan Campak Sindroma Kuning Akut Dugaan Meninigitis Sindroma Demam Berdarah Akut Dugaan Malaria Demam tanpa diketahui penyebab Penyakit yang belum diketahui yang muncul dalam kelompok masyarakt

Lain-lain (sebutkan): ------------------------------------------

:

1.Praktek / Klinik Swasta

2. Puskesmas / Pustu 3. Rumah Sakit

Kejadian Kesehatan

Acute Flaccid Paralysis

Tahun : ______ Minggu : ______

Kematian

4. Laboratorium Kasus

>5 tahun

Kematian

Contoh List Kasus Umur Kasus No.

Lokasi

Sex

Tgl Sakit

(L/P)

(dd/mm/YY)

* Laboratory specimens: D=Darah, T=Tinjal, C=CSF, U=Urine, O = lain **Outcome: MS = Masih Sakit ; S= Sembuh ; M = Meninggal

Tanggal Pengambilan Spesimen Laboratorium

Diberi pengobatan (Yes/No)

Outcome**

Diagnosis Akhir

ALUR INFORMASI SURVEILANS BENCANA POSKO-POSKO

RS

•SURVEILAN DITJEN PPM-PL

• PMK

PUSKESMAS

SATGASKES DINKES KAB/KOTA

SATGASKES DINKES PROPINSI

B C

Rawan

Rawan

Jamban

Air

Gizi

Rawan

Penyakit

Kepadatan

A

Kematian

Lokasi

Tabel Analisis Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Angka Pneumonia per 10.000 Pengungsi Per Hari Menurut Mingguan Kab. Acas, 2004

rate kasus

2 1,5 1 0,5 0 '03 '04 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13

MINGGU

EVALUASI SISTEM SURVEILANS

A.Pengertian • Menurut Perhimpunan Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, Evaluasi adalah: suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. • Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan memformulasikan tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan mengukur keberhasilan, menentukan, menjelaskan, serta merekomendasikan kelanjutan aktivitas program.

Pengertian (Lanjut) • Sistem yang telah berjalan harus juga dievaluasi. • Tujuan evaluasi terhadap sistem surveilans adalah: untuk meningkatkan pemanfaatan resources yang ada di bidang kesehatan secara maksimal melalui pengembangan suatu sistem surveilans yang efektif dan efisien.

B. Langkah-Langkah Evaluasi Sistem Surveilans 1. Menguraikan pentingnya suatu peristiwa kesehatan dilihat dari segi kesehatan masyarakat. Ada 3 hal utama yang harus diperhatikan, yaitu: a. Jumlah kasus, insidens, dan prevalens b. Indikator dari besarnya masalah kesehatan c. Preventabilitas (pencegahan)  primer, sekunder, tersier.  Jika penting  peristiwa kesehatan itu perlu dipantau  SURVEILANS

Lanjuut… 2. Menguraikan sistem yang akan dievaluasi, dengan cara: a. Membuat daftar tujuan sistem (merumuskan hippotesa) b. Menguraikan peristiwa kesehatan yang akan diamati  definisi kasus c. Menggambarkan diagram alur dari sistem yang akan dievaluasi

Langkah-Langkah Evaluasi Sistem Surveilans (Lanjut) d. Menguraikan komponen-komponen dan pelaksanaan dari sistem dengan menggambarkan:

– – – – – – – – –

Populasi mana yang diamati? Kapan periode pengumpulan data? Informasi apa yang dikumpulkan? Sumber informasi? Cara informasi dikirim? Bagaimana informasi disimpan? Siapa yang menganalisis data? Bagaimana data dianalisis? Frekuensi? Visualisasi data? Frekuensi diseminasi informasi? Kepada siapa? Bagaimana caranya?

Langkah-Langkah Evaluasi Sistem Surveilans (Lanjut) 3. Menunjukkan tingkat kemanfaatan dengan: a. Uraikan tindakan yang telah diambil berdasar informasi dari sistem surveilans b. Uraikan siapa saja yang telah memanfaatkan data untuk mengambil keputusan dan mengambil tindakan keputusan.

Kegunaan Sistem Surveilans • Suatu sistem surveilans dapat dikatakan bermanfaat bila sistem tersebut mempunyai andil dalam menanggulangi dan mencegah peristiwa kesehatan yang tidak dikehendaki

• Mendeteksi tren penyakit • Mendeteksi KLB • Memperkirakan besarnya morbiditas dan mortalitas • Merangsang penelitian epidemiologis untuk bisa mengawali tindakan • Mengidentifikasi faktor risiko • Memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap tindakan pencegahan • Mengawali upaya untuk meningkatkan tindakantindakan praktek klinis dalam sistem surveilans

Langkah-Langkah Evaluasi Sistem Surveilans (Lanjut) 4. Melakukan evaluasi sistem surveilans menurut atribut 5. Menguraikan resources yang digunakan untuk melaksanakan sistem 6. Membuat kesimpulan dan saran

C. Atribut Sistem Surveilans • Atribut sistem surveilans adalah: indikator yang menggambarkan karakteristik sistem surveilans. • Ada 7 atribut sistem surveilans, yaitu: 1. Kesederhanaan (simplicity) 2. Fleksibilitas (flexibility) 3. Akseptabilitas (acceptability) 4. Sensitivitas (sensitifity) 5. Nilai Prediktif Positif (Predictive Value Positif) 6. Kerepresentatifan (representativeness) 7. Ketepatan waktu (timeliness)

1. Kesederhanaan (Simplicity) Kesederhanaan dari suatu sistem surveilans mencakup kesederhanaan dalam hal struktur dan kemudahan pengoperasiannya. Sistem surveilans dirancang sesederhana mungkin, namun masih dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Kesederhanaan/Simplicity (Lanjut) Ukuran-ukuran (indikator) yang dipertimbangkan untuk menilai kesederhanaan: a. Jumlah dan jenis informasi  tegakkan diagnosis b. Jumlah dan jenis sumber pelaporan c. Cara mengirim data/informasi kasus d. Jumlah institusi yang terlibat dalam penerimaan laporan kasus e. Kebutuhan akan pelatihan staf f. Jenis dan kedalaman analisis g. Jumlah dan jenis pemakai informasi h. Cara penyebarluasan laporan kepada pemakai informasi i. Waktu yang dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan sistem, mengumpulkan informasi kasus, mengirimkan informasi kasus, menganalisis informasi, menyiapkan dan menyebarluaskan laporan surveilans.

2. Fleksibilitas (Flexibility) Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri/beradaptasi dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga, dan waktu. Fleksibilitas akan sulit dinilai apabila sebelumnya tidak ada upaya untuk menyesuaikan sistem tersebut dengan penyakit atau masalah kesehatan lain.

Fleksibilitas/Flexibility (Lanjut) Tanpa pengamatan praktis, seseorang masih dapat melihat rancangan dan pelaksanaan sistem. Pada umumnya, semakin sederhana suatu sistem akan semakin fleksibel untuk diterapkan pada penyakit/ masalah kesehatan lain serta komponen komponen yang harus diubah akan lebih sedikit.

3. Akseptabilitas (Acceptability) Akseptabilitas menggambarkan kemauan seseorang atau organisasi untuk berpartisipasi dalam melaksanakan sistem surveilans. Akseptabilitas merupakan suatu atribut sistem surveilans yang sangat subyektif yang mencakup kemauan pribadi dari orang-orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem surveilans untuk menyediakan data yang akurat, konsisten, lengkap, dan tepat waktu.

Akseptabilitas/Acceptability (Lanjut) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akseptabilitas suatu sistem: a. Pentingnya suatu masalah kesehatan dilihat dari segi kesehatan masyarakat. b. Pengakuan dari sistem terhadap kontribusi individual. c. Tingkat responsif dari sistem terhadap saran-saran dan komentar. d. Waktu yang diperlukan dibandingkan dengan waktu yang tersedia. e. Keterbatasan yang diakibatkan oleh adanya peraturanperaturan, baik di tingkat maupun daerah dalam hal pengumpulan data dan jaminan kerahasiaan data. f. Kewajiban untuk melaporkan suatu peristiwa kesehatan sesuai dengan peraturan di daerah maupun pusat.

Acceptability Lanjutan….. Indikator: 1. Angka keikutsertaan (perorangan/instansi) 2. Seberapa cepat tercapai 3. Kelengkapan wawancara 4. Kelengkapan formulir 5. Angka pelaporan dari dokter, lab, RS / fas. Kesehatan 6. Ketepatan waktu pelaporan

Akseptabilitas/Acceptability (Lanjut) Untuk mengukur jangkauan/akseptabilitas surveilans digunakan indikator kelengkapan laporan W2, dengan rumus:

Kelengkapan Laporan W2=

Jumlah laporan W2 yang diterima Jumlah puskesmas x jumlah minggu pelaporan

X 100%

Akseptabilitas/Acceptability (Lanjut) Untuk mengukur kualitas pengelolaan program digunakan indikator ketepatan laporan W2, dengan rumus:

Ketepatan Laporan W2=

Jumlah laporan W2 yang diterima tepat waktu Jumlah laporan W2 yang seharusnya tepat waktu

X 100%

4. Sensitifitas (Sensitifity) Sensitifitas dari suatu sistem surveilans dapat dilihat pada dua tingkatan, yaitu: a. Pada tingkat pengumpul data, proporsi kasus dari suatu penyakit/masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans  A/(A+C) b. Sistem dapat dinilai kemampuannya untuk mendeteksi KLB Suatu sistem surveilans dengan sensitifitas tidak terlalu tinggi masih berguna untuk memantau trend selama sensitifitas tersebut konstan.

Sensitifitas/Sensitifity (Lanjut) Pertanyaan mengenai sensitifitas dalam sistem surveilans umumnya timbul jika ditemukan adanya perubahan dalam kejadian penyakit. Perubahan-perubahan dalam sensitifitas timbul karena adanya peristiwa-peristiwa yang meningkatkan kesadaran terhadap suatu penyakit, digunakannya suatu tes diagnostik baru, perubahan-perubahan dalam melaksanakan sistem surveilans.

5. Nilai Prediktif Positif (Predictive Value Positive) Nilai Prediktif Positif (NPP) adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus. NPP sangat penting, karena NPP yang rendah berarti: a. “Kasus”yang telah dilacak yang sebenarnya bukaan merupakan kasus. b. Telah terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi KLB Laporan positif palsu akan menyebabkan dilakukannya intervensi yang seharusnya tidak perlu dilakukan, dan kesalahan dalam mendeteksi KLB akan meningkatkan biaya pelacakan dan kecemasan yang tidak selayaknya di masyarakat.

6. Kerepresentatifan (Representativeness) Suatu sistem surveilans yang representatif, akan menggambarkan secara akurat: a. Kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu. b. Distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang. Kerepresentatifan dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian-kejadian yang dilaporkan dengan semua kejadian yang ada, meskipun informasi mengenai kejadian yang sebenarnya dalam masyarakat tidak diketahui.

Kerepresentatifan/Representativeness (Lanjut) Penentuan kerepresentatifan dari sistem surveilans masih mungkin dilakukan berdasarkan pada: a. Karakteristik dari populasi (misal: umur, status sosial ekonomi, lokasi geografis) b. Riwayat dari peristiwa kesehatan (misal: cara penyebaran) c. Upaya kesehatan yang tersedia (misal: tes diagnosis di tempat, pola rujukan oleh dokter) d. Sumber-sumber data (misal: angka mortalitas dibandingkan dengan data insidens, laporan laboratorium untuk dibandingkan dengan laporan dokter).

7. Ketepatan Waktu (Timeliness) Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan dan kelambatan diantara langkah-langkah dalam suatu sistem surveilans. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans harus dinilai, dalam arti adanya informasi mengenai upaya penanggulangan/pencegahan penyakit, baik dalam hal tindakan penanggulangan yang segera dilakukan maupun rencana jangka panjang dari upaya pencegahan.

Timeline  Menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara langkah-langkah dalam sistem surveilans: Masalah kesehatan Identifikasi Laporan ke Unit Yang Bertanggungjawab Tindakan

Umpan Balik

Keadaan yang sebenarnya Tidak

Ya

Dideteksi Oleh Tim surveilans

Positif A Negatif Palsu C HIV (+)

Positif palsu B Negatif D HIV (-)

8

20

12

10

KONSEP KLB/WABAH

281

WABAH & KEJADIAN LUAR BIASA  MASIH SERING TERJADI DI INDONESIA  MENDADAK  MENIMBULKAN KORBAN  MENIMBULKAN KERESAHAN MASYARAKAT  PERLU TINDAKAN (OUT BREAK RESPONS ) TEPAT & SEGERA

282

A. PENGERTIAN K L B Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yg bermakna secara epidemiologis dlm kurun waktu & daerah tertentu

(Kep.Dirjen PPM-PLP No.451 Tahun 1991 ttg Pedoman Penyelidikan Epid. & Penangg. KLB) 283

PENGERTIAN WABAH. Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dlm. masy. yg. - jml. penderitanya meningkat secara nyata - melebihi dari pada keadaan yang lazim - pada waktu & daerah tertentu serta - dapat menimbulkan malapetaka ( UU No. 4 Th 1984 ttg Wabah Penyakit Menular )

284

“BENCANA”

DEFINISI BENCANA • Peristiwa atau rangkaian peristiwa • Disebabkan oleh alam & atau manusia • Mengakibatkan korban, kerusakan sarana & prasarana umum serta • Menimbulkan gangguan thd tata kehidupan & penghidupan masy. & pembangunan nas. • Yg memerlukan pertolongan & bantuan • Contoh ; banjir, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, angin ribut, gelombang pasang, kebakaran dan gas beracun. 286

B. KRITERIA KERJA KLB Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb.

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal - SARS - FLU BURUNG 287

KRITERIA KERJA KLB 2.

20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Peningkatan kejadian penyakit / kematian terus menerus selama tiga kurun waktu (masa inkubasi) berturut turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

Mgu. I

Mgu. II

Mgu. III

288

KRITERIA KERJA KLB 3.

Peningkatan kejadian peny/kematian 2 (dua) kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya. (Jam,hari,minggu,bulan, tahun)

60 50 40 30 20 10 0 Mgu. I

Mgu. II

Mgu. III

289

KRITERIA KERJA KLB : 4. Jml. Penderita baru dlm 1 bulan menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih bila dibandingkan dgn angka rata2 perbulan dlm tahun sebelumnya

Jumlah Penderita Baru bulan Agustus Tahun 2005

11

Angka rata2 perbulan Tahun 2004

5 290

KRITERIA KERJA KLB : 5. Angka rata2 per bulan selama 1(satu) tahun menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih dibanding dgn angka rata2 perbulan dari tahun sblm.nya

Angka rata2 perbulan selama 1 Tahun : •

2001 = 10



2002 = 25

291

KRITERIA KERJA KLB : 6. CFR dari suatu peny dalam suatu kurun

waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50% atau lebih dibanding dgn CFR dari periode sebelumnya

Minggu ke :

Case Fatality Rate

26

0,2 %

27

0,3 % 292

KRITERIA KERJA KLB : 7.

Proporsional rate dari penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 (dua) kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya

URAIAN

JANUARI 2002

JANUARI 2003

Jml Kasus Baru Campak

100

200

Jml (Total) Kasus Baru Campak & Penyakit lain

1000

1000

Proporsional Rate (%)

10 %

20 % 293

KRITERIA KERJA KLB : 8. Beberapa Penyakit khusus Kholera, DHF/DSS :

a) Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) b) Terdapat 1(satu) atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyata kan bebas dari penyakit ybs.

294

KRITERIA KERJA KLB

9. Beberapa penyakit yg dialami 1(satu) atau lebih penderita : - Keracunan makanan - Keracunan pestisida

295

JENIS PENYAKIT TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Kholera Pes Demam kuning Demam bolak-balik Tifus bercak wabah DBD Campak Polio Difteri

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Pertusis Rabies Malaria Influenza Hepatitis Tifus perut Meningitis Encephalitis Antrax 296

TUGAS  Cari, baca & pahami: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN Catatan: Permenkes tsb masuk dalam materi soal UAS

297

JENIS LAPORAN KLB / WABAH

1. Lap. Kewaspadaan RS ( KDRS)

2. Laporan KLB / Wabah (W1) 3. Lap. Penanggulangan KLB 4. Lap. Mingguan Wabah (W2)

5. Laporan Bulanan KLB 298

LAPORAN KEWASPADAAN ( W1 )  Adalah laporan adanya penderita / tersangka penderita penyakit menular berpotensi wabah / KLB  Dilaporkan dalam waktu 24 jam  Isi laporan sbb :  Waktu & tempat kejadian  Nama, Umur, Kelamin penderita / mati  Jumlah seluruh penderita / mati

299

LAPORAN KLB / WABAH (dilaporkan dalam 24 jam)

W1/Pu/Ka/Pr

Pada tanggal/bulan/tahun : …1 Nopember 2008.. Di Desa / Kelurahan : …Sambikerep….

Kecamatan

: …Sambikerep Jaya…

Kabupaten / Kota : …Suroboyo…

Telah terjadi sejumlah : …10 or … Penderita dan sejumlah …0… kematian, tersangka penyakit :

V

NAMA PENYAKIT-2 MENULAR YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN WABAH / KLB. 300

Dengan gejala-gejala : x

Panas

x

Batuk

x

Rash

x

Diare

d.l.l . . .

Tindakan yang telah dilakukan : …- penyelidikan lapangan & pencarian kasus baru … …- pengobatan simptomatis penderita … …- pemberian vit A pada penderita & kontak Balita … …- merujuk kasus dengan komplikasi Pneumonia …

…- surveilans intensiv, dll … PELAPOR… 301

LAP. MINGGUAN ( W2 ) 

MINGGUAN DARI PUSKESMAS KE DINKES KAB/KOTA



PENY. POTENSIAL WABAH PER DESA DI WILKER PUSKESMAS



CATAT : KELENGKAPAN- KETERATURAN – KETEPATAN



P.W.S (Pemantauan Wilayah Setempat) DI PUSKESMAS & DINKES KAB/KOTA

302

LAP. BULANAN KLB  SETELAH DILAKUKAN PE-KLB SEMATA-MATA REKAP LAPORAN W.1)

(BUKAN

 JUMLAH & JENIS KLB, PENDERITA PER GOL. UMUR, KEMATIAN, WIL. TERSERANG & PDDK TERISIKO,  BULANAN DARI DINKES KAB/KOTA KE DINKES PROPINSI.

303

TUGAS  Cari, baca & pahami: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN Catatan: Permenkes tsb masuk dalam materi soal UAS

304

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

METODE DAN PERSIAPAN KLB

A. METODE PENYELIDIKAN KLB

A. METODE PENYELIDIKAN KLB • Tingkat atau pola penyidikan KLB sangat bervariasi, variasi tsb adalah: 1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyidikan. Dapat merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya. 2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif) 3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (RS, Klinik, laboratorium, lapangan)

Metode Penyelidikan KLB (Lanjut) • Konsep dan teknik yang menyangkut penyidikan KLB adalah: pengetahuan penyakit, pola epidemiologi, analisis pengambilan keputusan, keterampilan komunikasi, dan pola pikir yang baik. • Akan tetapi metode ilmiah dan tujuan utama dari penyidikan KLB adalah SERAGAM. • Suatu penyidikan KLB mempunyai tujuan utama untuk mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).

Metode Penyelidikan KLB (Lanjut) • Untuk mencapai tujuan utama penyidikan KLB, maka perlu diketahui: 1. Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit. 2. Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB. 3. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan. 4. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB. 5. Mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB.

Metode Penyelidikan KLB (Lanjut) • Beberapa ahli merumuskan metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada penyidikan KLB: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Melakukan persiapan. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB. Memastikan diagnosis etiologis. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan). Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran. Meningkatkan keadaan penyebab KLB. Merencanakan penelitian lain yang sistematis. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistem pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Metode Penyelidikan KLB (Lanjut) • Metode atau langkah-langkah tersebut dikerjakan secara berurutan,kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Misal pada kasus KLB keracunan makanan, kita melakukan persiapan sambil melakukan penanggulangan sementara. • Meskipun demikian, pemastian diagnosis dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan.

B. PERSIAPAN PENYELIDIKAN KLB

B. PERSIAPAN PENYELIDIKAN KLB • Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan, maka perlu adanya persiapan dan rencana kerja yang dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi.

1. Konfirmasi Informasi • Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan konfirmasi informasi. • Konfirmasi informasi dapat dilakukan kontak dengan daerah setempat. • Informasi awal digunakan sebagai arahan pembuatan rencana kerja.

Konfirmasi Informasi (Lanjut) • Konfirmasi meliputi: a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia, informasi adanya KLB dapat berasal dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), hasil laboratorium, laporan rumah sakit (RL2a, RL2b) atau masyarakat. b. Gambaran penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal: kematian, kecacatan, kelumpuhan, dll). c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah KLB.

2. Pembuatan Rencana Kerja • Dari informasi yang didapatkan, kemudian ditetapkan tujuan penyidikan KLB dan buat suatu rencana kerja. • Isi rencana kerja: 1. Definisi kasus awal 2. Hipotesis awal mengenai agen penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan. 3. Macam dan sumber data yang diperlukan. 4. Strategi penemuan kasus. 5. Sarana dan tenaga yang diperlukan.

2a. Rencana Kerja 1: Definisi Kasus Awal • Definisi kasus akan sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.

• Informasi yang didapat mungkin hanya merupakan suatu persangkaan penyakit tertentu atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus masih kasar. • Dari pengetahuan tentang penyakit, dapat ditentukan nama penyakit, dipelajari gejala-gejala yang mungkin terjadi, keadaan epidemiologi yang mungkin berhubungan dengan penyakit tersebut, komfirmasi laboratorium yang diperlukan, serta menentukan kriteria kasus berdasarkan tingkat kepastian diagnosis. • Definisi kasus dapat berubah selama proses penyidikan

2a. Rencana Kerja 1: Definisi Kasus Awal (Lanjut) • Tingkatan kasus pada KLB Tipe Kasus 1. Kepastian diagnosis: Kasus Pasti

Kriteria Ada kepastian pemeriksaan laboratorium (serologi, virologi, parasitologi) dengan atau tanpa gejala klinis

Kasus Mungkin

Tanda/gejala sesuai penyakit, tanpa dukungan laboratorium

Kasus Tersangka

Tanda/gejala sesuai penyakit, pemeriksaan laboratorium negatif

2. Hubungan epidemiologi Kasus Primer

Kasus yang sakit karena paparan yang pertama

Kasus Sekunder

Kasus yang terjadi karena adanya kontak dengan kasus primer

Kasus Tak Ada Hubungan

Terjadinya sakit bukan karena paparan pertama ataupun kontak dengan kasus

2b. Rencana Kerja 2: Hipotesis Awal • Meliputi: penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan.

• Untuk membuat hipotesis awal, dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan cara epidemiologis penyakit tersangka • Hipotesis awal dapat berubah atau menjadi lebih spesifik dan dibuktikan pada waktu penyidikan. • Tujuan penyidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama pengadaan penanggulangan dan pengendalian KLB. • Untuk mencapai tujuan penanggulangan, maka harus dicapai tujuan khusus.

2b. Rencana Kerja 2: Hipotesis Awal (Lanjut) • Tujuan khusus: a. Memastikan diagnosis penyakit b. Menetapkan KLB c. Menentukan sumber dan cara penularan • Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian KLB, juga perlu dicapai tujuan khusus, yaitu: mengetahui keadaan penyebab KLB. • Selain untuk mencapai tujuan utama, mungkin diperlukan tujuan tambahan yang berhubungan dengan penggunaan hasil penyelidikan (misal: untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi, mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang mungkin digunakan).

2c. Rencana Kerja 3: Macam dan Sumber Data • Macam data yang harus diperoleh pada suatu penyelidikan, meliputi: 1. Data pengenal 2. Data perorangan (kasus) 3. Data klinis 4. Data laboratorium 5. Data pengobatan 6. Data riwayat pemaparan

2c. Rencana Kerja 3: Macam dan Sumber Data (Lanjut) • Data pengenal terdiri dari: No ID kasus, sumber laporan, petugas pelapor, tempat pembuatan laporan, dan tanggal pembuatan laporan. • Data perorangan (kasus) terdiri dari: Nama, umur, jenis kelamin, nama KK, tempat tinggal, tempat mulai sakit (jika bukan di tempat tinggalnya), dan imunisasi (untuk yang relevan)

• Data klinis terdiri dari: Tanda dan gejala, derajat keparahan (komplikasi, fatalitas), tanggal mulai sakit, tanggal berakhirnya penyakit (jika sembuh), dan tanggal kematian (jika meninggal)

2c. Rencana Kerja 3: Macam dan Sumber Data (Lanjut) • Data laboratorium terdiri dari: Jenis bahan dan nomor seri, jenis pemeriksaan,tanggal pengambilan spesimen, suhu penyimpanan, tanggal pengiriman, cara pengiriman, nama laboratorium, dan tanggal diterimanya hasil. • Data pengobatan terutama adalah data tentang antibiotika dan obat lain yang digunakan. • Data riwayat pemaparan terdiri dari: Selang waktu antara masa inkubasi awal dengan tanggal mulai sakit, kontak dengan kasus yang sudah terdiagnosis, sumber makanann dan air, serta pemeriksaan terhadap hewan (vektor reservoir)

2c. Rencana Kerja 3: Macam dan Sumber Data (Lanjut) • Data diperoleh dari sumber data yaitu: pusat pelayanan medis, (puskesmas, RS, klinik), laboratorium dan masyarakat. • Data dari masyarakat biasanya diperoleh dari survey. • Dari data masyarakat, yang penting adalah: ciri masyarakat yang memiliki arti epidemiologis, yaitu: lokasi geografis, status sosial ekonomi, standar higiene rumah tangga, pengawasan medik dan pencegahan, penyediaan air bersih (PAB), pembuangan sampah, penyediaan pangan, migrasi, kontak dengan hewan, wabah/KLB yang pernah terjadi, serta penyakit endemis.

2d. Rencana Kerja 4: Strategi Pencarian Kasus Keuntungan dan Kerugian Strategi Pencarian Kasus KLB Strategi Penggunaan data fasilitas kesehatan Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Kunjungan ke tempat yang diduga sumber penularan

Survei masyarakat (household survey) Survei pada penderita Survei agen dengan isolasi atau serologi

Keuntungan

Kerugian

2d. Rencana Kerja 4: Strategi Pencarian Kasus (Lanjut) • Masing-masing strategi mempunyai keuntungan dan kerugian • Pada penyidikan KLB pertimbangan penetapan strategi yang tepat, tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat tetapi juga harus mempertimbangkan waktu, sarana, tenaga dan sumber daya yang ada, luas wilayah, asal informasi KLB, serta sifat penyakit.

2e. Rencana Kerja 5: Keperluan Tenaga Sarana • Keperluan sarana meliputi: fasilitas perjalanan (angkutan, akomodasi, dokumen perjalanan), fasilitas komunikasi, peralatan penyelidikan klinik, peralatan laboratorium, dan sarana penanggulangan. • Kebutuhan tenaga meliputi: tenaga ahli (dokter, paramedis, SKM, ahli gizi, laborant), tenaga pembantu (penerjemah, sopir, dll)

3. Pertemuan dengan Pejabat Setempat • Sebelum penyidikan di lapangan, perlu diadakan pertemuan dengan instansi dan petugas kesehatan setempat. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membicarakan: 1. rencana dan pelaksanaan penyidikan KLB 2. kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, serta 3. untuk memperoleh izin dan pengamanan.

KLB ????

Luar Biasa Cepatnya

Luar Biasa Beratnya

Luar Biasa Kelakuannya

I Undang-Undang Wabah , 1969: Wabah :adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka. Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbunya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu

KLB

Invetigasi KLB Campak

Pengambilan Sampel Air

KLB Keracunan Makanan

Investigasi KLB di PonPes

II Tujuan Penyidikan KLB

A. Tujuan umum : 1. Mencegah meluasnya (penanggulangan). 2. Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan (pengendalian). B. Tujuan khusus : 1. Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit . 2. Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, 3. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan 4. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB 5. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).

NO

LANGKAH-LANGKAH PENYIDIKAN KLB

1 Persiapan penelitian lapangan.

2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB. 3 Memastikan Diagnosis Etiologis 4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan

5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat. 6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).

7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran 8 Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB 9 Merencanakan penelitian lain yang sistimatis

10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan. 11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi. kesehatan 12 Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

PERSIAPAN PENELITIAN LAPANGAN •

Dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi (Kelsey,1986).

Persiapan penelitian lapangan meliputi : 1. Pemantapan (Konfirmasi) Informasi >(POA)

a. Asal informasi adanya KLB. Dapat berasal dari : - laporan Wabah (W1), - Analisis sistim kewaspadaan dini didaerah tersebut (laporan W2), - Hasil laboratorium, laporan Rumah Sakit (RL2a, RL2b) atau masyarakat. b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi: - Gejala klinis, - Pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misalnya kematian, kecacatan, kelumpuhan dan lainnya) c. Keadaan geografi dan tranportasi yang dapat digunakan didaerah KLB.

2. Pembuatan Rencana Kerja (rencana penyidikan /proposal), yang minimal berisi : a. Tujuan Penyidikan KLB - Memastikan diagnosis penyakit - Menetapkan KLB - Menentukan sumber dan cara penularan - Mengetahui keadaan penyebab KLB b. Definisi kasus awal, - Arahan pada pencarian kasus selanjutnya - Definisi kasus dapat berubah selama proses penyidikan c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan,

d. Macam dan sumber data yang diperlukan, e. Strategi penemuan kasus, f. Sarana dan tenaga yang diperlukan

Definisi Kasus Awal (Lanjut) • Tingkatan kasus pada KLB Tipe Kasus 1. Kepastian diagnosis: Kasus Pasti

Kriteria Ada kepastian pemeriksaan laboratorium (serologi, virologi, parasitologi) dengan atau tanpa gejala klinis

Kasus Mungkin

Tanda/gejala sesuai penyakit, tanpa dukungan laboratorium

Kasus Tersangka

Tanda/gejala sesuai penyakit, pemeriksaan laboratorium negatif

2. Hubungan epidemiologi Kasus Primer

Kasus yang sakit karena paparan yang pertama

Kasus Sekunder

Kasus yang terjadi karena adanya kontak dengan kasus primer

Kasus Tak Ada Hubungan

Terjadinya sakit bukan karena paparan pertama ataupun kontak dengan kasus

2d. Rencana Kerja 4: Strategi Pencarian Kasus Keuntungan dan Kerugian Strategi Pencarian Kasus KLB Strategi Penggunaan data fasilitas kesehatan Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Kunjungan ke tempat yang diduga sumber penularan

Survei masyarakat (household survey) Survei pada penderita Survei agen dengan isolasi atau serologi

Keuntungan

Kerugian

2d. Rencana Kerja 4: Strategi Pencarian Kasus (Lanjut) • Pada penyidikan KLB pertimbangan penetapan strategi yang tepat, tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat tetapi juga harus mempertimbangkan waktu, sarana, tenaga dan sumber daya yang ada, luas wilayah, asal informasi KLB, serta sifat penyakit.

3. Pertemuan

Dengan Pejabat Setempat

a.Membicarakan rencana dan pelaksanaan\ penyelidikan KLB. b. Kelengkapan sarana dan tenaga di daerah. c. Memperoleh ijin dan pengamanan.

PEMASTIAN DIAGNOSIS PENYAKIT DAN PENETAPAN KLB

A. Pemastian diagnosis penyakit dengan cara :

a. Mencocokkan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu. b. Menyusun distribusi frekuensi gejala klinisnya. Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :

a. Buat daftar gejala yang ada pada kasus b. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut c. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

Contoh Kasus :

KLB dengan jumlah kasus 50 Orang, diketahui kasus dengan gejala panas 50 Orang, nyeri sendi 48 orang, diare 45 Orang. Distribusi Gejala Klinis adalah sebgai berikut :

No. Gejala Klinis 1. 2. 3.

Panas Nyeri sendi Diare

Jumlah Kasus 50 48 45

Frekuensi (%) 100 96 90

B. PENETAPAN KLB 1. Dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap beresiko, pada tempat dan waktu tertentu. 2. Dengan Pola Maxiumum dan Minimum 5 tahunan atau 3 tahunan. 3. Membandingkan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda .

Petunjuk penetapan KLB: 1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular disuatu Kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih. 2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu. 3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di Kecamatan yang sama pula 4. Case Fatality rate suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di sutu Kecamatan, menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di Kecamatan tersebut. 5. Proporsional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.

6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS : 

Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas



Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut diatas, di suatu Kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.

7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat. 8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

PENTING DIINGAT :

1. KLB Tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui . 2. KLB Palsu (pseudo-epidemic), terjadi oleh karena : - Perubahan cara mendiagnosis penyakit, - Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau perubahan organisasi pelayanan kesehatan, - Perhatian yang berlebihan

Latihan 1 : Pada suatu KLB keracunan makanan di kecamatan Z, tahun 2010 didapatkan Data gejala klinis penderita sebagai berikut : Jml Kas us

83

GEJALA KLINIS Mu al

45

%

54,2

Dia re

22

%

26,5

II

III

Skt Pe rut

%

10

12,4

Skt Tenggo rokan 64

VI

Dari Tabel tersebut : a. Buat Distribusi frekuensi Gejala Klinis. b. Diagnosis sementara

%

Rash

%

Lainlain

77,2

21

25,3

18

I

IV

%

21,6

V

Distribusi frekuensi Gejala Klinis Pada KLB Keracunan Makanan di Z, Tahun 2010 No

Gejala

%

1

Sakit Tenggorokan

77,2

2

Mual/muntah

54,2

3

Diare

26,5

4

Rash

25,3

5

Lain-lain

21,6

6

Sakit Perut

12,4

Diagnosis sementara: Dengan melihat gejala di atas maka diagnosis sementara keracunan Makanan di Z tahun 1996 disebabkan karena kuman clostridum batulinum (Bandingkan gejala dengan buku /teori yang diacu /Communicable Disieses Manual)

Definisi operasional kasus : Kasus keracunan makanan dengan penyebab kuman clostridum batulinum Dengan gejala; sakit tenggorokan, mual/muntah,diare, rash, sakit perut.

POLA MAXIMUM MINIMUM

Kegunaan : 1. Untuk Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) 2. Evaluasi trend / kecenderungan pola penyakit.

BAGAIMANA MEMBUATNYA

Data Kasus Malaria di Kota X Prov Y tahun 20052009 Tahun

Diamati

Bulan 2005

2006

2007

2008

2009

2010

Jan

5

10

2

4

1

8

Feb

8

3

7

6

5

2

Mar

10

9

4

6

2

12

Apr

4

6

7

8

5

9

Mei

3

6

10

7

8

7

Jun

6

5

4

3

7

5

Jul

5

4

9

7

5

7

Agt

2

3

9

6

8

6

Sep

1

6

8

7

9

5

Okt

7

8

2

6

10

3

Nov

9

6

4

8

7

3

Des

5

5

10

7

4

5

Grafik Pola Maximum Minimum Kasus Malaria Tahun 2005-2009 Dibandingkan Dengan Tahun 2010 Di Kota X Prop Y 14

Jumlah

12

10

8

6

4

2

0

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des

Min

1

3

2

4

3

3

4

2

2

4

4

4

Max

10

8

10

8

10

7

9

9

10

9

9

10

Diamati

8

2

12

9

7

5

7

5

3

3

3

5

Latihan 2. Grafik Pola Maximum Minimum Kasus DBD Tahun 1993 s/d 1997 dibandingkan dengan tahun 1998 700 600

Jumlah

500 400 300 200 100 0

Jan

Feb

Mrt

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sept Okt

Min

44

30

25

17

41

24

18

18

4

Max

184

108

99

109

104

153

98

84

83

Diamati

212

269

580

511 Bulan Min

Max

Diamati

Nof

Des

17

19

11

92

143

86

TERIMAKASIH

IDENTIFIKASI KASUS ATAU PAPARAN DALAM KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

IDENTIFIKASI KASUS ATAU PAPARAN

Identifikasi Kasus : 1. Untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. 2. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. 3. Dasar yang digunakan pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit. Identifikasi Paparan : 1. Arahan untuk identifikasi sumber penularan. 2. Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk membantu penegakan diagnosis penyakit.

TERPAPAR

TIDAK TERPAPAR

TERPAPAR

Bukan KASUS TIDAK TERPAPAR

DESKRIPSI KLB 1. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu

 Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), digambarkan dalam suatu

kurva epidemik.

 Kurva epidemik.  Grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah.  Axis horizontal adalah saat mulainya sakit , axis vertikal adalah jumlah kasus.

Kegunaan kurva epidemik. 1. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe kurva epidemik tersebut (common source atau propagated). 2. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). dengan cara menghitung berdasarkan masa inku basi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan minimum.

Kesalahan yang sering terjadi pada pembuatan kurva epidemik

Penetapan interval waktu * Interval waktu yang terlalu panjang akan menyembunyikan perbedaan- perbedaan kecil pada distribusi temporal (menyembunyikan puncak-puncak kasus). * Interval yang terlalu pendek akan menimbulkan puncakpuncak palsu. * Pedoman memilih interval waktu ialah memilih sebesar seperdelapan atau seperempat inkubasi penyakit.

* Ada baiknya membuat beberapa kurva epidemik dengan interval yang berbeda, sehingga dapat diperoleh grafik yang yang paling baik untuk menyajikan data (Friedman, 1974; Kelsey et al., 1986; CDC, 1979).

Gambar 1. Kasus-kasus keracunan stapilokok menurut masa inkubasi, Tennesse, 25 Mei 1969 (dikutip dari CDC, 1979)

JUMLAH KASUS

25 20 15 10 5 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14

JAM M ULAI SAKIT

 Kurva epidemik dengan tipe point common source (satu sumber)  Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya : kolera, typoid).

Gambar 2. Distribusi kasus Hepatitis Infeksiosa menurut minggu mulai sakit di Kota Baren Kentucky, Juni 1971 - April 1972 (dikutip dari Carman et al., 1979)

JUMLAH KASUS

Tanggal Mulai Sakit (minggu)

14 12 10 8 6 4 2 0

-

-

Kurva epidemic dengan tipe propagated (banyak sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan cara penularan melalui kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata-rata penyakit tersebut.

Gambar 3 . Distribusi kasus Salmonelosis menurut hari mulai sakit, Clarkville, Tennesse, 4-15 Juli 1970 (dikutip dari CDC, 1979) 35

JUM. KASUS

30

SEKUNDER PRIMER

25 20 15 10 5 0 3 4

5

6

7

8

9

1

1

1

1

1

1

1

JAM MULAI SAKIT

-

Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated Tipe kurve ini terjadi pada KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).

18 hari (masa inkubasi rata-rata)

10 9 8 7 6 5 4 3

29

27

25

23

21

19

17

15

13

11

9

7

5

3

2 1 0

1

JUMLAH KASUS

Gambar 5. Distribusi kasus Rubella menurut hari mulai sakit di Sun City 21-19 Juni (dikutip dari CDC, 1979)

TANGGAL MULAI SAKIT

- Penggunaan curve epidemic untuk menentukan periode paparan yang paling mungkin, (pada KLB tipe common source), yaitu dengan menggunakan : masa inkubasi rata-rata dan masa inkubasi maksimum-minimum. -Metode masa inkubasi rata-rata lebih sering digunakan, karena hasilnya lebih sering mendekati kebenaran. Metoda masa inkubasi rata-rata : Pertama identifikasi puncak KLB (25 Juni). Kedua dari puncak KLB dihitung kebelakang selama masa inkubasi rata-rata rubella 18 hari (minimum 14 hari-maksimum 21 hari). Diperoleh waktu paparan yang paling mungkin 7 Juni

2. Deskripsi kasus berdasarkan tempat - Tujuan untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaaan). - Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. - Agar supaya tujuan ini tercapai, maka kasus dapat dikelompokkan menurut : * Daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), * Tempat pekerjaaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979, Friedman, 1980).

Tabel 1. Angka serangan diare menurut Sumber Air Minum Pada Masyarakat A dan B, Agustus 1985 PELAYANAN AIR

JUMLAH ORANG SAKIT

SEHAT

ATTACK RATE (%)

TOTAL

Masyarakat A

98

57

155

63,23

Masyarakat B

31

158

187

16,58

9

132

141

6,4

22

24

46

47,83

22

18

40

55

0

6

6

0

Masyarakat B Yang tidak terpapar air masyarakat A Yang terpapar air Masyarakat A

Masyarakat B yang ter – papar air Masy. A Yang Minum Air A Yang tidak Minum Air A

3. Deskripsi KLB berdasarkan Orang -

Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit.

- Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat -Distribusi penyakit berdasarkan sifat-sifat yang lain dapat dikerjakan jika sifat-sifat tersebut ditemukan berulang-ulang di antara kasus. Misalnya kategori kasus berdasarkan pekerjaan dilakukan jika diantara kasus jenis pekerjaan tertentu ditemukan berulang-ulang.

Latihan soal : 1. Dibawah ini tersaji data/list kasus penduduk pada suatu KLB yang diduga karena keracunan makanan. Kejadian ini meliputi penduduk dalam satu RW, yang berjumlah 200 orang. Karena kesulitan penca rian data , hanya terjaring 128 penduduk, 83 sakit dan 45 tidak sakit. Selain itu, dari penyidikan informasi yang disajikan juga kurang lengkap. Soal: a. Buat deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang. b. Buat analisis dari setiap deskripsi semaksimal mungkin. c. Buat suatu kesimpulan sementara dari analisis anda. d. Deskripsikan data yang anda butuhkan untuk langkah-langkah berikutnya. List kasus Lihat pada latihan soal modul 10 hal 19.

Deskripsi kasus berdasarkan orang: Distribusi Frekuensi Kasus KLB Keracunan Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Sebuah Jamuan makan malam di Z, Tahun 1996 Jenis Kalamin

Jumlah

%

Laki-laki

30

36,14

Perempuan

53

63,86

Distribusi Frekuensi Kasus KLB Keracunan Makanan Berdasarkan Umur Pada Sebuah Jamuan makan malam di Z, Tahun 1996 Umur (th)

Jumlah

%

0-10

10

12,1

11-20

11

13,2

21-30

0

0,0

31-40

11

13,2

41-50

9

10,8

50-60

10

12,1

61-70

6

7,2

>70

10

12,1

Tidak diketahui

16

19,3

Jumlah

83

100

Distribusi Frekuensi Kasus KLB Keracunan Makanan Berdasarkan Waktu Ditemukan Pada Sebuah Jamuan makan malam di Z, Tahun 1996 Hari

Malam (am)

Siang (pm)

Tidak diketahui

Senin

5

8

5

Selasa

7

2

4

Rabu

-

2

1

Minggu

1

35

1

PENANGGULANGAN SEMENTARA

- Penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyidikan dilampaui. - Kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit sumber dan cara penularannya (Goodman et al., 1990), sebagai berikut : SUMBER DAN CARA PENULARAN E T I O L O G I

TAHU

TIDAK

T A H U

Penanggulangan +++ Penyidikan +

Penyidikan +++ Penanggulangan +

T I D A K

Penyidikan + ++ Penanggulangan +++

Penyidikan +++ Penanggulangan +

IDENTIFIKASI SUMBER PENULARAN DAN KEADAAN PENYEBAB KLB A. IDENTIFIKASI SUMBER PENULARAN Mengetahui sumber dan cara : - Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (MacMohan and Pugh, 1970; CDC, 1979). - Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979) dan Kelsey et al (1986), penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika : 1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita. 2. Terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan

B. IDENTIFIKASI KEADAAN PENYEBAB KLB Secara umum keadaan penyebab KLB adalah : - Perubahan keseimbangan dari agent, penjamu dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena : a. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent, b. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada, c. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit, d. Perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen, lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.

PERENCANAAN PENELITIAN LAIN YANG SISTEMATIS -

KLB merupakan kejadian yang alami (natural)

-

Penyidikan KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.

-

Setiap Penyidikan KLB, sebaiknya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi untuk perbaikan program kesehatan pada umumnya dan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan sistim surveilens pada khususnya.

-

Penyidikan KLB selalu dilakukan : Pengkajian terhadap sistim surveilens yang ada, untuk mengetahui kemampuannya sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistim surveilens.

- Evaluasi terhadap program kesehatan.

PENYUSUNAN REKOMENDASI

A. Penanggulangan KLB 1. Tujuan utama penyidikan KLB adalah merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa mendatang (pengendalian). 2.Tindakan penanggulangan KLB didasari etiologis, sumber dan cara penularan.

atas diketahuinya :

Tabel 1. Beberapa cara dalam penanggulangan KLB TINDAKAN : 1. Menghilangkan Sumber penularan

CONTOH : - Menjauhkan sumber penularan dari orang - Membunuh bakteri pada sumber penularan

- Melakukan isolasi atau pengobatan pada orang yang diduga sebagai sumber penularan 2. Memutus rantai penularan

- Strelilisasi sumber pencemaran - Mengendalikan vektor - Peningkatan hygiene perorangan

3. Merubah respon orang terhadap penyakit

- Melakukan immunisasi

- Mengadakan pengobatan Sumber : Kelsey et al.,1986

SISTIM SURVEILANS Sistem Surveilens diperlukan untuk :  Untuk evaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan.  Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan Tenaga masyarakat) biasanya lebih dapat dipergunakan Untuk memantau kasus baru dan komplikasinya.

B.

Pengendalian

• Tindakan penegndalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB di populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bress,1986) • Untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakitmasih diperlukan informasi lain seperti: a. Keadaan penyebab KLB b. Kecenderungan jangka panjang penyakit. c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat), dan d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)