Syarifah Qamariah | 169
TANGGUNG JAWAB KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA ANAK Oleh: Syarifah Qamariah Guru SDN 86 Talo Tenreng Sabbangparu Kabupaten Wajo Email: syarifahqamariah@ ahoo.com Abstrak: This paper discusses the role of the family in instilling the values of character in children, the critically examine the books or reference related to the theme, after the data is collected, then dianalisislah with qualitative descriptive method. Results showed that the family is a living system and the smallest part of the community. Parents also can be called as an educator first and foremost, this is because of the early life of the child has to know and trust, to feel more comfortable with their parents. This is because the parents are responsible as well as the protective growers character values to the lives of their children, especially the good character advocated by Islam such as honesty, discipline, hard work, love of peace, social care, care for the environment, etc. In the second family institution the parent who is responsible for passing the values of the characters according to the teachings of Islam to children. That is why parents can also be referred to as an educator first and foremost, this is because of the early life of the child has to know and trust, to feel more comfortable with their parents. Tulisan ini membahas tentang peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak, Dengan mengkaji secara kritis terhadap buku-buku atau referensi yang terkait dengan tema, setelah data terkumpul, maka dianalisislah dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa keluarga adalah suatu sistem kehidupan dan bagian terkecil dari masyarakat. Orang tua juga bisa di sebut sebagai pendidik yang pertama dan utama,ini disebabkan karena dari awal kehidupan anak telah mengenal dan mempercayai, dengan merasa lebih nyaman dengan orang tuanya. Ini dikarenakan orang tua bertanggung jawab sebagai pelindung serta penanam nilai-nilai karakter bagi An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
170 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
kehidupan anak-anaknya, terutama karakter baik yang dianjurkan oleh agama Islam seperti jujur, disiplin, kerja keras, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, dll. Dalam institusi keluarga kedua orangtualah yang bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai karakter sesuai ajaran agama Islam kepada anak. Maka dari itulah orang tua juga bisa disebut sebagai pendidik yang pertama dan utama,ini disebabkan karena dari awal kehidupan anak telah mengenal dan mempercayai, dengan merasa lebih nyaman dengan orang tuanya. Kata Kunci:
Tanggung Jawab, Keluarga, Nilai-Nilai Karakter, Anak
A. Pendahuluan Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat urgen dan mendasar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang”.1 Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Pendidikan karakter, diperlukan bukan hanya di sekolah, tetapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa mutlak perlu untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Sebuah penelitian di Amerika, menemukan fakta 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.2
1
Lihat Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2011), h. 1. 2
Lihat Timothi Wibowo, “Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan”, http://www.pendidikankarakter.com/pentingnyapendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/20 April 2012. An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Syarifah Qamariah | 171
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral3 yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obatobatan, pornografi, perkosaan, dan perampasan serta perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Perilaku remaja kita juga diwarnai dengan kebiasaan bullying (kekerasan) dan tawuran di sekolah. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakan ini telah menjurus kepada tindak kriminal. Perilaku orang dewasa juga setali tiga uang, senang dengan konflik dan kekerasan atau tawuran, perilaku korupsi yang merajalela, dan perselingkuhan.4 Salah satu faktor utama yang menentukan kualitas pendidikan di sebuah negara adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.5 Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi fokus pembahasan dalam 3
Menurut tinjauan ESQ, 7 krisis moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berpikir jauh ke depan (visioner), krisis disiplin, krisis kebersamaan, krisis kepedulian, dan krisis keadilan. Lihat Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Cet. I; Yogyakarta: UNY Press, 2009), h. 84. 4
Lihat Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, h. 2. 5 Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 40. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
172 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
tulisan ini sosok guru dan perannya dalam meyukseskan pendidikn karakter? B. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu(kalau ada terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb.)6 Jadi, tanggung jawab adalah sikap seseorang secara sadar, berani dan mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya. Tanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan tersebut yaitu dengan menjadikan sifat-sifat Allah sebagai bagian dari karakteristik kepribadiannya. Tanggung jawab tersebut mestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi maka seringkali masih terasa sulit, merasa keberatan bahkan banyak orang merasa tidak sanggup jika diberikan suatu tanggung jawab. Tak jarang banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya, dengan kata lain suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain. Dari Ibn Umar ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Masing-masing kamu adalah penggembala dan masingmasing bertanggung jawab atas gembalanya, pemimpin adalah penggembala, suami adalah penggembala terhadap anggota keluarganya, dan istri adalah penggembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah penggembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di gembalakannya. (HR. Bukhari dan Muslim).7
B. Peran Keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter 6
Andini T. Nirmala Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Cet. I; Surabaya:Prima Media, 2003), h. 455. 7
https://rusdy1.wordpress.com/2009/12/03/tanggung-jawabpendidikan-dalam-islam/ diakses tanggal 10 Oktober 2015 An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Syarifah Qamariah | 173
Ajaran Islam menghendaki kepada seluruh penganutnya agar memiliki pengetahuan sekaligus beriman secara mantap tertanam kuat dalam hati dan dengan iman tersebut seseorang akan mencerminkan nilai-nilai dan karakter yang baik dalam pergaulannya. Dari sini, sudah seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat. Pendidikan pada dasarnya adalah proses memanusiakan manusia (humanising human being) artinya pendidikan adalah suatu upaya pengangkatan manusia ke taraf insani sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai manusia utuh, bermoral bersosial, berkarakter, berpribadi, berpengetahuan berohani. Jadi, pendidikan bukan hanya sepenuhnya ditanggung oleh pihak sekolah, akan tetapi, keluarga dan masyarakatpun ikut berkiprah, terutama keluarga. Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak-anak didik di dalam perkembangan dari daya-daya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan dan bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat. Keluarga yaitu suatu sistem kehidupan dan bagian terkecil dari masyarakat. Orang tua juga bisa di sebut sebagai pendidik yang pertama dan utama,ini disebabkan karena dari awal kehidupan anak telah mengenal dan mempercayai, dengan merasa lebih nyaman dengan orang tuanya. Ini dikarenakan orang tua bertanggung jawab sebagai pelindung serta penanam nilai-nilai karakter bagi kehidupan anak-anaknya, terutama karakter baik yang dianjurkan oleh agama Islam seperti jujur, disiplin, kerja keras, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, dll. Seorang anak bisa saja lebih dekat kepada ibunya, hal ini disebabkan karena seorang ibu selalu di dekatnya, ibu juga adalah orang yang pertama di kenal oleh anak. Juga bisa saja sang anak lebih dekat terhadap ayah nya karena lewat kerja keras sang ayah, seorang anak dapat mengidolakann ayahnya dan menjadikannya sebagai contoh. Islam juga memerintahkan agar orang tua berlaku sebagai pemimpin dan berkewajiban untuk melindungi keluarganya dari api neraka, sejalan dengan firman Allah.
An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
174 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
Terjemahnya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. Dalam ayat di atas terdapat lafadz perintah berupa fi’il amar yang secara langsung dengan tegas, yakni lafadz (peliharalah/jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut ialah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah merupakan tanggung jawab manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya. Sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda:
“dari Ibnu Umar RA berkata: saya mendengar Rosululloh SAW bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawabannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..”(HR.Bukhari Muslim). Diriwayatkan bahwa ketika ayat keenam ini turun, Umar berkata: “waha Rosulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rosulullah menjawab: “larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah Sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan dari dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepadanya.8
8
Ricky-diah.blogspot.com/objek-pendidikan-dalam-al-qur’an.html
An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Syarifah Qamariah | 175
Ada pula tafsir lain yang menjelaskan, bahwa pada ayat tersebut terdapat kata ‘qu anfusakum’ yang berarti buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang siksaan api neraka dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat,9 memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah. Selanjutnya “wa Ahlikum”, maksudnya adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, pembantu budak dan di perintahkan kepada mereka agar menjaganya dengan cara memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada mereka. Hal ini sejalan dengan Hadist Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ibn Al Munzir, Al Hakim, oleh riwayat laen dari Ali RA ketika menjelaskan ayat tersebut, meksudnya adalah berikanlah pendidikan dan pengetahuan mengenai kebaikan terhadap dirimu dan keluargamu. Kemudian “Al Wuqud” adalah sesuatu yang dapat di pergunakan untuk menyalakan api. Sedangkan”Al Hijaroh” adalah batu berhala yang biasa di sembah oleh masyarakat Jahiliyah. “Malaikatun” dalam ayat tersebut maksudnya mereka yang berjumlah Sembilan belas dan bertugas menjaga Neraka. Sedangkan ”ghiladhun” maksunya adalah hati yang keras, yaitu hati yang tidak memiliki rasa belah kasihan apabila ada orang yang meminta dikasihani. Dan “Syidadun” artinya memiliki kekuatan yang tidak dapat di kalahkan.10 Lebih lanjut Al-Maraghi mengemukakan maksud ayat tersebut (yaa ayyuhal ladziina amanu… al hijaroh) dengan keterangan: wahai orang-orang yang membenarkan adanya Allah dan Rosul-Nya hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan sebagian yang lain tentang keharusan menjaga diri dari api neraka dan menolaknya, karena yang demikian itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti segala perintahNya dan juga mengajarkan kepada keluarganya tentang perbuatan ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara memberikan nasehat dan pendidikan. Jelasnya ayat tersebut berisi perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka.
9
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid X, (Mesir: Dar alfikr.tp.th.), h. 161 10
Ibid. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
176 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api neraka ini tidak semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti, melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu, berzina, minum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh, dan sebagainya adalah termasuk kedalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan yang membawa bencana.11 Dengan demikian ayat 6 surah al-Tahrim di atas mengingatkan semua orang mukmin agar mendidik diri dan keluarganya ke jalan yang benar agar terhindar dari neraka. Ayat tersebut mengandung perintah menjaga, yaitu “qu”(jagalah). Perintah menjaga diri dan keluarga konsisten dalam kenbenaran, dimana konsisten dan kebenaran itu membuat orang terhindar dari siksa neraka. Oleh karena itu, para orang tua berkewajiban mengajarkan kebaikan dan ajaran agama kepada anak-anak; menyuruh mereka berbuat kebajikan dan menjauhkan kemungkaran dengan membiasakan mereka dalam kebenaran atau kebaikan tersebut, serta memberikan contoh teladan.12 Dalam mentransformasikan sebuah nilai al-Qur’an sering menampilkan sosok seorang tokoh sebagai teladan bagi umat Islam seperti sosok Luqman yang menjadi pemimpin yang bijak bagi keluarga dan anak-anaknya. Hendaknya setiap keluarga muslim menjadi teladan bagi anak-anaknya sebagaimana keteladanan yang dicontohkan oleh Lukman al-Hakim dalam al-Qur’an sekaligus mengajarkan nasehat Lukman tersebut kepada anaknya sebagaimana tercantum dalam QS. Lukman: 12-19.13 Tanggung jawab pendidikan karakter meliputi dunia dan akhirat, oleh sebab itu orang tua saja tidak cukup untuk memikulnya sendiri secara sempurna Jadi, tanggung jawab 11
Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 200. 12
Kadar M. Yusuf Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran Tentang Pendidikan (Cet. I; Jakarta: 2013), h. 153. 13 Ahmad Munir, Tafsir Tarbawia; Mengungkap pesan al-qur’an tentang Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Sukses ofsett, 2008), h. 111 An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Syarifah Qamariah | 177
pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa di serahkan kepada orang lain, terutama pada sekolah, karena sekolah hanya bagian dari keikutsertaan saja bukan tanggung jawab seutuhnya. Hal ini di butuhkan kerja sama yang baik dalam mendidik antara Orang tua, guru dan masyarakat terutama ayah dan ibu dalam institusi keluarga. Institusi keluarga sebagai tempat manusia mengawali kehidupannya merupakan dasar dari pembentukan kepribadian setiap insan, karena itu perempuan sebagai pendamping suami, pendidik anak dan pengurus rumah tangga, berperan penting dalam berbagai upaya mewujudkan manusia-manusia yang berbudi luhur, berakhlak mulia, berprikemanusiaan dan berkepribadian teguh.14 Salah satu fungsi keluarga adalah untuk mendewasaan anak dan memanusiakan manusia. Hal itu dikarenakan dalam keluarga ada proses pendidikan sementara pendidikan berfungsi memanusiakan manusia dengan tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia sebenarnya.15 Dewasa ini memiliki anak merupakan salah satu pilihan dalam keluarga, karena anak adalah milik orang tua yang pada awalnya anak tidak memiliki kesempatan mengembangkan kepribadiaannya sendiri. Jadi untuk mengarahkan anak berkembang ke arah yang lebih baik adalah orang tuanya sendiri terutama ibu. Secara naluri setiap anak akan memiliki keinginan sesuai dengan kebutuhan setiap jenjang pertumbuhannya, baik itu secara biologis maupun secara sosial. Pola asuh adalah suatu proses interaksi orang tua dengan anak, dimana orang tua menjaga anak-anak mereka, mengarahkan pada hal-hal tertentu dan bagaimana orang tua menanamkan nilainilai yang ada pada masyarakat pada anak-anak mereka. Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu yang dapat dirasakan oleh anak baik dari segi negatif maupun positif.
14
Muhammad Ali Hasyimi, Syakhshiyyatul Ma’ah al-Musjimah Kama Yashuqhuhal Islam Fil kitab Wassunah diterjemahkan oleh Abdul Goffar dengan judul Jati Diri Wanita Muslimah (Cet. I; Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1997), h 7. 15 M, Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Kelurga (Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 25. An-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
178 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
Pola asuh sejak dini sangatlah menentukan pembentukan kepribadian atau emosi pada anak. Seperti layaknya kita membuat pedang dari besi, kalau kita membentuk pedang tersebut selagi panas maka apa yang terwujud adalah sama dengan apa yang kita harapkan. Tetapi bila kita membentuknya setelah dingin maka sangat sulit dan cenderung mustahil jika kita membuat bentuk seperti yang kita harapkan. Sejak lahir anak bagaikan kertas putih, setelah dewasa kertas putih tersebut berubah menjadi kertas yang berwarna berdasarkan dari karakter dan sifat yang diperoleh dari orang tuanya. Pola asuh yang baik dalam mendidik anak seperti demokratis (mau mendengar dan menerima saran) dan tidak otoriter (memaksakan kehendak) atau permisif (melakukan pembiaran kepada anak) itu diperlukan pendidikan. Perempuan tidak akan dapat mengurusi rumah tangganya tanpa pengetahuan intelektual dan etika yang memadai. Perempuan wajib belajar (mempelajari) apa yang dipelajari kaum lelaki mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi agar ia paham dasar-dasar pengetahuan yang memungkinkan ia dapat memilih sesuai minat dan pengembangannya kapan saja. Perempuan adalah sosok yang menjadi tauladan bagi sebuah generasi sehingga perlu dipersiapkan secara matang untuk menuju pada sebuah perubahan. Oleh karena itu jika perempuan baik, terdidik, dan mampu mengamalkan nilai-nilai karakter yang baik sesuai anjuran agama Islam dalam kehidupannya, maka anak-anaknyapun akan mengikutinya dengan baik. Dengan demikian terbentuklah generasi berkarakter di masa depan melalui peran serta kaum perempuan dalam keluarga. III. PENUTUP Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau ada terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb.) Jadi, tanggung jawab adalah sikap seseorang secara sadar, berani dan mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya. Begitu pula hal nya dengan tanggung jawab terhadap pendidikan yaitu untuk mengantarkan para peserta didik agar lebih mengenal karakteristikk dirinya. Salah satu lembaga yang bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai karakter adalah institusi keluarga. Dalam institusi keluarga kedua orangtualah yang bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai karakter sesuai ajaran agama Islam kepada anak. Maka dari itulah orang tua juga bisa disebut An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
Syarifah Qamariah | 179
sebagai pendidik yang pertama dan utama,ini disebabkan karena dari awal kehidupan anak telah mengenal dan mempercayai, dengan merasa lebih nyaman dengan orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Kelurga Cet. IV; Jakarta: Bulan
Arifin, M,
Bintang, 1978. Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter Cet. I; Yogyakarta: UNY Press, 2009. Hasyimi, Muhammad Ali Syakhshiyyatul Ma’ah al-Musjimah
Kama
Yashuqhuhal
Islam
Fil
kitab
Wassunah diterjemahkan oleh Abdul Goffar dengan judul Jati Diri Wanita Muslimah Cet. I; Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1997. https://rusdy1.wordpress.com/2009/12/03/tanggung-jawabpendidikan-dalam-islam/ diakses tanggal 10 Oktober 2015 Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. al-Maraghi, Ahmad Mustafa Tafsir al-Maraghi, jilid X, Mesir: Dar alfikr.tp.th. Munir, Ahmad Tafsir Tarbawia; Mengungkap pesan al-qur’an tentang Pendidikan Cet. I; Yogyakarta: Sukses ofsett, 2008. Nata, Abuddin Tafsir ayat-ayat pendidikan Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Nirmala Andini T. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Cet. I; Surabaya:Prima Media, 2003. Ricky-diah.blogspot.com/objek-pendidikan-dalam-al-qur’an.html Wibowo, Timothi “Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan”, http://www.pendidikankarakter.com/pentingnyaAn-Nisa’, Volume VIII Nomor 1 Juni 2015
180 | Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan Nilai Karakter
pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/20 2012.
April
Yusuf , Kadar M. Tafsir Tarbawi Pesan-Pesan Al-Quran Tentang Pendidikan Cet. I; Jakarta: 2013. Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan Cet. I; Jakarta: Kencana, 2011.
An-Nisa’ Volume VIII Nomor 1 Juni 2015