TUGAS AKHIR
TINGKAT LAJU KOROSI ATMOSFERIK BERDASARKAN JARAK DARI GARIS PANTAI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Universitas Teuku Umar
Disusun Oleh :
Nama
: ERLIKA SAPUTRA
NIM
: 06C10202005
JURUSAN : TEKNIK MESIN BIDANG
: TEKNIK PEMBENTUKAN DAN MATERIAL
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR ALUE PEUYARENG – MEULABOH 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pasca tsunami 2004 di Aceh terjadi peningkatan pembangunan infrastruktur seperti jembatan, dermaga, mesjid, sekolah, serta bangunan publik dimana penggunaan baja yang cukup besar sebagai bahan utama dalam kontruksi. Sehingga sangat perlu diperhatikan aspek-aspek kerugian yang diakibatkan oleh korosi khususnya korosi atmosferik. Korosi atmosferik merupakan degradasi dan pengrusakan bahan logam karena berinteraksi dengan atmosfer ( lingkungan ) dan diperparah dengan adanya polutan seperti gas-gas atau zat garam yang terkandung di udara [1]. Selain Ion klorida dan polutan kondisi cuaca bisa mempengaruhi korosi atmosferik yang terjadi seperti kelembaban udara relative, temperatur, curah hujan, arah dan kecepatan angin juga ikut berperan dalam mekanisme korosi atmosferik. Sejauh ini penelitian tentang laju korosi atmosferik di wilayah Aceh Barat sudah dilakukan [2]. Penelitian tersebut menggunakan jenis logam yang biasa di gunakan untuk pembangunan infrastruktur di wilayah Aceh Barat dan sekitarnya. Dari penelitian tersebut di ketahui bahwa dampak perubahan iklim yang terjadi pasca tsunami 2004 sangat berpengaruh terhadap korosi pada baja infrastruktur dan pada penelitian tersebut hanya melihat pengaruh lokasi eksposur
1
2
dari pinggiran pantai sedangkan pada penelitian yang penulis lakukan saat ini untuk melihat pengaruh jarak lokasi eksposur dari garis pantai ke daratan terhadap laju korosi atmosferik pada baja kontruksi. 1.2.Rumusan Masalah Perubahan iklim di sepanjang pantai pasca 10 tahun terjadinya tsunami menyebabkan tingkat kerusakan pada kontruksi yang menggunakan baja semakin meningkat, khususnya yang diakibatkan oleh korosi. Oleh karena itu perlu adanya data laju korosi atmosferik berdasarkan pengaruh jarak dari garis pantai sebagai pedoman dalam pemilihan bahan logam untuk kontruksi menjadi salah satu faktor penting dalam perencanaan struktur pada bangunan, penentuan lokasi dan perencanaan perawatan untuk menghindari kerusakan dini di berbagai kontruksi infrastruktur akibat serangan korosi. 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya untuk melihat pengaruh jarak lokasi ekspos dari garis pantai terhadap tingkat laju korosi atmosferik pada baja kontruksi. Adapun baja kontruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja plat, strip, siku, segi empat dan tulangan. Pengukuran laju korosi atmosferik hanya dilakukan pada tiga lokasi yaitu, Pasi Ujung Kalak, Beureugang, dan Lokasi pabrik PT. KTS (Padang Sikabu) kabupaten Aceh Barat
3
1.4. Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian adalah dapat mengetahui tingkat laju korosi Atmosferik pada masing-masing spesimen uji berdasarkan perbedaan lokasi ekspose. 1.5. Manfaat Penelitian. Beberapa manfaat yang diharapkan dapat di hasilkan dari penelitian ini adalah : 1. Dapat dijadikan sebagai rujukan dasar dalam menentukan jenis material yang sesuai dalam perencanaan struktur pada bangunan di kawasan Aceh barat. 2. Data Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya tentang korosi atmosferik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Korosi Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu bahan terutama logam
yang disebabkan oleh reaksi antara bahan tersebut dengan lingkungan sekitarnya [3]. Korosi merupakan peristiwa penurunan mutu logam akibat berinteraksi dengan lingkungannya, Secara kimiawi korosi merupakan suatu proses elektrokimia [4]. 2.2.
Jenis - Jenis Korosi Bedasarkan jenis dan produk, korosi biasanya digolongkan kedalam
delapan bentuk [4], yaitu: 1. Korosi Merata (Unifom Corrosion) Bentuk korosi yang paling umum dijumpai adalah korosi merata. Korosi ini terjadi bila permukaan logam terdapat beda potensial yang dapat menimbulkan daerah anoda dan daerah katoda, reaksi kimia dan reaksi elektrokimia berlangsung secara seragam diseluruh permukaan logam yang tidak terisolasi. Logam yang mengalami kerusakan ini lambat laun akan menjadi tipis dan pada akhirnya akan kehilangan daya gunanya. 2. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion) Korosi ini terjadi karena ada dua logam dengan beda potensial yang terdapat didalam suatu elektrolit. Sehingga logam yang anodik akan lebih
4
5
cepat terserang oleh korosi. Sedangkan logam yang lebih katodik akan terlindungi dari serangan korosi. 3. Korosi Celah (Crevice Corrosion) Korosi celah ialah bentuk korosi lokal yang terjadi diantara celah-celah atau daerah yang tersembunyi pada permukaan logam yang berada didalam lingkungan korosif. Pada dasarnya korosi ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi oksigen atau ion logam antara daerah celah dengan udara dan sekitarnya. 4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) Korosi ini timbul dengan terbentuknya lubang-lubang pada permukaan suatu logam yang diakibatkan oleh adanya ion-ion reaktif. Adanya oksigen juga mempercepat proses korosi ini. Suatu anoda akan terbentuk pada bagian pelindung, lapisan yang tidak rusak akan bertindak sebagai katoda. Akibat korosi ini akan terjadi lubang sehingga semakin lama semakin dalam. 5. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion) Korosi batas butir sering terjadi paada baja tahan karat sebagai akibat dari proses perlakuan panas atau pengelasan. Dalam kondisi tertentu bidang antara muka butiran (grain interface) menjadi sangat relative dan menyebabkan korosi batas butir, yaitu korosi lokal pada batas butir, sementara butiran itu sendiri tidak mengalami korosi.
6
6. Korosi Erosi (Erosion Corrosion) Proses korosi ini timbul bila cairan yang mengalir mengandung partikelpartikel padat yang bergesekan langsung dengan permukaan material sehingga akan merusak lapisan lindung dari logam. 7. Korosi Tegangan (Stress Corrosion) Korosi tegangan adalah korosi pada logam akibat tegangan yang diberikan dan logam berada dalam media yang korosif, sehingga logam mengalami suatu retakan. Korosi ini dipengaruhi oleh suatu faktor tegangan dan reaksi elektrokimia pada lingkungan yang korosif. 8. Korosi selektif Korosi ini terjadi karena terlarutnya suatu ungsur paduan yang bersifat lebih anodik dari suatu paduan. Seperti halnya kejadian peluruhan seng pada kuningan dengan kadar sengnya tinggi yang dikenal dengan proses dezincification. 2.3.
Pengertian Korosi Atmosferik Korosi atmosferik merupakan degradasi dan rusaknya bahan logam karena
berinteraksi dengan atmosfer. Kerusakan akibat korosi atmosferik ini semakin parah dengan adanya polutan yang terkandung di udara [1,5]. Korosi atmosferik tergolong dalam korosi merata karena produk korosi terjadi secara merata pada suatu bahan logam Korosi terjadi akibat zat-zat aktif yang berasal dari udara sekitar, maka korosi ini dinamakan korosi atmosferik. Zat-zat aktif yang terutama dapat mengakibatkan korosi atmosferik ini adalah polutan akibat pembakaran bahan
7
bakar fosil (seperti SO2) yang banyak dijumpai di daerah perkotaan (urban), dan ion klorida yang banyak terkandung di udara di daerah tepi pantai (marine). Di daerah pedesaan (rural), walaupun kadar polutan rendah (atau bahkan dapat diabaikan), korosi atmosferik dapat disebabkan oleh uap air, oksigen dan karbon dioksida [6]. Selain ion-ion yang terkandung di udara, faktor penting pendukung korosi atmosferik lainnya adalah Waktu Kebasahan (Time of Wetness, atau TOW), atau lamanya uap air berada di permukaan logam. Lapisan uap air ini dapat disebabkan oleh hujan, salju, proses pengembunan, dan proses kapilarisasi [6]. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi korosi atmosferik dapat dikategorikan menjadi deposisi basah (pH, konduktivitas, ion-ion positif dan negatif seperti sulfat, nitrat, ion natrium, ion hidrogen), deposisi kering (SO 2, NO2), faktor meteorologis (arah dan kecepatan angin, suhu, kelembaban relatif, radiasi matahari, curah hujan), dan faktor lainnya seperti suhu permukaan spesimen. Namun faktor terpenting adalah kandungan SO2 dan klorida, serta TOW [8]. Korosi atmosferik dapat dikatakan merupakan proses yang rumit yang ditentukan oleh banyak variabel, terutama variabel-variabel yang berkaitan dengan cuaca. Karena itu, laju korosi atmosferik sangat ditentukan oleh kondisi iklim lokal yang akan berubah baik secara alami (misalnya musim), ataupun karena faktor manusia (misalnya pembangunan) [6]. Serangan korosi atmosferik dapat bersifat merata (uniform) ataupun terlokalisasi seperti dicontohkan pada Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat merata biasanya terjadi pada baja dan tembaga. Sedangkan pada
8
material seperti aluminium dan paduannya, zinc (termasuk pelapis zinc pada baja seperti pada “seng” yang digunakan sebagai atap rumah), baja tahan karat dan nikel, serangan korosi atmosferik biasanya bersifat lokal [6].
produk korosi
(a)
(b)
Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat (a) merata, (b) lokal Sumber : ASM Internation Sumber : ASM International
Serangan korosi merata, laju korosi yang terjadi besarnya hampir sama di ] seluruh permukaan bahan, sehingga permukaan bahan akan ditemukan dalam keadaan terselimuti produk korosi. Jika lapisan produk korosi ini bertahan di atas permukaan bahan logam tersebut, maka logam tersebut secara prinsip elektrokimia korosi akan berhenti dari proses korosi (atau disebut menjadi pasif), hanya saja penampilan bahan tersebut akan menjadi relatif buruk. Namun pada kenyataannya, produk korosi ini mungkin saja akan hilang, misalnya akibat angin atau hujan. Jika produk korosi ini hilang, maka proses korosi akan dimulai kembali pada permukaan yang baru. Sehingga permukaan bahan logam tersebut akan menipis sedikit demi sedikit [6]. Serangan korosi atmosferik yang terlokalisasi terjadi pada satu titik dimana proses korosi terkonsentrasi, mengakibatkan percepatan laju korosi pada lokasilokasi tertentu. Serangan korosi atmosferik lokal biasanya dikaitkan dengan kandungan ion klorida di udara, seperti udara di daerah pantai [8].
9
2.4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal, sehingga tidak
ada dua tempat di dunia ini yang memiliki karakteristik korosi atmosferik yang sama satu dengan yang lain [7] . Parameter atmosferik yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif, temperatur, curah hujan, arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara sekitar [8]. Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan ion klorida, sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara digunakan sebagai basis dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada suatu lokasi atau lingkungan. SO2 berasal dari polusi industri, yang jika terlarut dalam larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk H 2S atau H2SO4 yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Ion klorida dalam salinitas udara akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian menyerang logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam. Apabila suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi, seperti daerah industri di tepi laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi atmosferik yang sangat tinggi [6]. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses korosi antara lain sebagai berikut : a. Temperatur Temperatur berpengaruh terhadap kenaikan laju korosi bahkan dalam suatu larutan yang bertemperatur mendekati temperatur kamar, jika sebagian dari logam memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya, maka bagian yang lebih tinggi menjadi anodik.
10
b. Kelembaban udara relatif Kelembaban relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsialuap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut. c. Perbedaan Potensial Penggunaan dua logam yang mempunyai potensial yang berbeda dalam suatu lingkungan tanpa isolasi diantara kedua logam tersebut akan menyebabkan terjadinya korosi pada salah satu logam. Logam yang mempunyai potensial lebih tinggi pada deret galvanic akan bersifat katodik (terlindung dari korosi) sedangkan yang lebih rendah akan menjadi anodik (terkorosi). d. Kondisi Permukaan Kondisi suatu permukaan suatu material akan dapat mempengaruhi proses terjadinya korosi, ada atau tidaknya lapisan tipis dan keberadaan zat-zat asing dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap inisiasi dan kecepatan korosi e. Tegangan Sisa Proses mekanis yang dilakukan pada suatu bahan atau material akan menimbulkan tegangan sisa pada daerah tertentu pada material tersebut, misalnya proses pengelasan. Daerah yang mangalami tegangan yang lebih besar akan menjadi anoda dan akan terkorosi lebih cepat. f. Waktu Semakin lama suatu bahan atau material yang tidak ada proses pengendalian, maka Jumlah produk korosi biasanya bertambah dengan meningkatnya waktu.
11
2.5.
Aspek Elektrokimia Korosi Proses korosi merupakan reaksi kimiawi antara bahan logam dengan
lingkungan sekitarnya. Pada logam, reaksi ini biasanya adalah reaksi elektrokimia, yang berarti melibatkan reaksi reduksi-oksidasi. Reaksi reduksi-oksidasi terjadi karena adanya perbedaan potensial antara dua permukaan. Perbedaan potensial ini mengakibatkan terjadinya aliran elektron (di besi itu sendiri yang berfungsi sebagai konduktor) dan aliran ion (di dalam elektrolit). Perbedaan potensial ini adalah gambaran dari energi yang tersimpan di dalam bahan logam tersebut. Energi ini dapat berasal dari proses pengolahan bijih (tidak berlaku untuk logam mulia), cacat permukaan atau intrusi. Reaksi reduksi dan oksidasi terjadi pada jenis permukaan yang berbeda. Elektron mengalir dari permukaan dengan potensial lebih negatif ke permukaan yang lebih positif. Permukaan yang lebih negatif ini disebut anoda, sedangkan yang lain disebut katoda. Sebagai contoh, pada Gambar 2.2
(a )
(b)
Gambar 2.2. Korosi pada besi (Fe) (a) di dalam larutan asam klorida, (b) akibat tergalvanisasi dengan platinum (Pt) di dalam suatu elektrolit
12
Proses yang terjadi (untuk kedua kasus) adalah :
Fe Fe 2 2e
Reaksi oksidasi
(2.1)
2H 2e H 2
Reaksi reduksi
(2.2)
Fe 2 2Cl FeCl 2
Pembentukan produk korosi
(2.3)
Pada Gambar 2.2 (a), sebagian permukaan besi bersifat katodik (bertindak sebagai katoda), sebagian lainnya bersifat anodik. Elektron mengalir di badan besi itu sendiri yang berfungsi sebagai konduktor. Dengan adanya elektrolit asam hidroklorida pada permukaan besi, maka proses korosi dapat dimulai. Karena secara umum tidak mungkin menghindari cacat permukaan, intrusi ataupun residual energi akibat proses yang melibatkan penambahan energi (pengolahan bijih, perlakuan panas/dingin, pengelasan), maka korosi pada suatu logam dengan dirinya sendiri tidak mungkin dihindari. Pada Gambar 2.2 (b), potensial besi lebih negatif daripada platinum sehingga besi bertindak sebagai anoda dan platinum sebagai katoda. Korosi yang melibatkan lebih dari satu logam seperti ini disebut korosi galvanis. Suatu bahan logam akan terkorosi jika tergalvanisasi (atau terhubung) dengan logam lain, seperti korosi pada baut penyambung flens. Salah satu penyebab korosi pada umumnya adalah karena tidak sempurnanya isolasi suatu logam dengan logam lain. Kelanjutan dari reaksi oksidasi adalah bersenyawanya besi dengan ion klorida dari asam klorida, seperti pada reaksi (2.3). Persenyawaan ini disebut produk korosi. Produk korosi, atau persenyawaan besi dengan ion-ion negatif ini adalah bentuk setimbang besi, yaitu besi dengan keadaan energi minimum.
13
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa korosi elektrokimia dapat terjadi jika terdapat elektrolit (atau zat penghantar ion) dan dimungkinkannya aliran elektron antar dua permukaan. Proses korosi ini akan melibatkan reaksi reduksi dan oksidasi. 2.6.
Elektrokimia Korosi Atmosferik Korosi atmosferik (pada logam) terjadi pada udara terbuka, diakibatkan
oleh zat-zat aktif di udara seperti polutan atau uap air, dan dipengaruhi oleh parameter-parameter iklim. Mekanisme yang terjadi adalah elektrokimia, seperti pada contoh Gambar 2.2. Pada umumnya, korosi atmosferik terjadi seperti pada contoh Gambar 2.1 (a), yaitu bersifat merata. Jika logam yang berada di udara terbuka juga tergalvanisasi, maka laju korosi akan lebih tinggi lagi. Reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada korosi atmosferik melibatkan ionion dari udara seperti uap air, oksigen atau polutan seperti SO2 atau ion klorida. Contoh berikut adalah reaksi reduksi-oksidasi korosi besi dengan oksigen dalam lingkungan terhidrasi (misalnya besi dalam udara lembab):
Fe Fe 2 2e
Reaksi oksidasi
(2.4)
1 O2 H 2O 2e 2OH 2
Reaksi reduksi
(2.5)
Fe 2 2OH FeOH 2
Pembentukan produk korosi
(2.6)
4Fe 2 4H O2 4Fe 3 2H 2O
(2.7)
Fe 3 3OH FeOH 3
(2.8)
Pembentukan produk korosi
Reaksi oksidasi membentuk ion besi (II) (Fe2+), sedangkan reaksi reduksi menghasilkan ion hidroksida (OH -). Ion besi(II) ini bereaksi dengan ion
14
hidroksida (reaksi 2.6) membentuk produk korosi besi(II) hidroksida (Fe(OH)2 ) yang berwarna hijau atau biru. Ion besi (II) juga bereaksi dengan oksigen dan ion hidrogen (reaksi 2.7) menjadi ion besi (III) (Fe3+). Ion besi (III) bereaksi lebih lanjut (reaksi 2.8) menjadi besi (III) hidroksida (Fe(OH)3) yang berwarna kecoklatan. Karat yang sering terlihat sebagai produk korosi adalah besi (III) diroksida ini. Seperti ditunjukkan oleh reaksi (2.5) hingga (2.8), pada proses korosi besi dalam udara lembab ini, besi (Fe) terurai menjadi ion besi dan akhirnya dapat membentuk dua jenis produk korosi. Secara visual, besi ini akan tampak terselimuti oleh produk korosi yang umumnya berwarna kecoklatan, yaitu karat. Besi itu sendiri akan mengalami penipisan (kehilangan massa). Besi juga akan beresiko mengalami penurunan kekuatan. Proses korosi ini tak dapat dihindari, namun dengan penanganan yang tepat, dapat diminimalisir lajunya, dan akhirnya kerugian yang dapat ditimbulkan juga dapat diminimalisir. Cara praktis dalam melakukan hal ini adalah dengan memisahkan bahan logam dengan lingkungannya (coating) dan pemilihan bahan logam yang sesuai untuk lingkungan kerja. Kedua hal ini perlu dilakukan dalam perencanaan penggunaan bahan logam. 2.7.
Pengukuran Laju Korosi Atmosferik Pengukuran laju korosi atmosferik dapat dilakukan dengan dua metode
[8],tergantung kepada perspektif dalam menentukan korosi atmosferik, apakah dari perspektif bahannya atau dari faktor-faktor penyebabnya. Pengujian berdasarkan perspektif yang pertama melibatkan spesimen secara langsung,
15
dengan mengukur kehilangan massa yang dapat diakibatkan korosi yang disebabkan udara pada suatu lingkungan. Metode ini melibatkan proses eksposur (exposure) sampel bahan pada udara terbuka, hingga sampel bahan tersebut terkorosi. Sampel bahan ini biasanya dipotong dalam bentuk-bentuk yang praktis disebut kupon (coupon). Seiring waktu spesimen akan mengalami penipisan akibat kehilangan massa. Pengukuran kehilangan massa dalam interval waktu tertentu (per hari, minggu atau bulan, bergantung kepada laju korosinya secara visual) dilakukan, dan laju korosi atmosferik pada lokasi tersebut, untuk bahan logam yang diuji, dapat ditentukan dan direpresentasikan dalam satuan penetrasi per tahun (seperti mils per tahun atau milimeter per tahun). Pengujian ekspos merupakanbentuk yang paling sederhana dalam pengukuran korosi atmosferik[8].Pengujian ekspos hanya mempertimbangkan variabel kehilangan massa, dengan mengasumsikan bahwa semua faktor-faktor korosi atmosferik direpresentasikan dalam bentuk kehilangan massa. Karena itu persiapan pengujian metode pertama lebih praktis dari pada metode kedua.Pada metode kedua jumlah pengukuran yang harus dilakukan lebih banyak dengan jenis peralatan yang lebih banyak. Pengukuran kehilangan massa dalam interval waktu tertentu (per hari, minggu atau bulan, bergantung kepada laju korosinya secara visual) dilakukan, dan laju korosi atmosferik pada lokasi tersebut, untuk bahan logam yang diuji, dapat ditentukan dan direpresentasikan dalam satuan penetrasi per tahun (seperti mils per tahun atau milimeter per tahun), melalui persamaan berikut [9].
16
Laju korosi
K W mpy D AT y
2.9
dimana : K = konstanta konversi satuan laju korosi, (Tabel 2.2) W = kehilangan massa, gram D = massa jenis, g/cm3 A = luas permukaan, cm2 T = waktu eksposur, jam Tabel 2.2. Nilai K untuk persamaan (2.9) No
Satuan laju korosi
Nilai K
1
Mils per tahun (mpy)
3.45 X 106
2
Milimeter per tahun (mm/y)
8.76 X 104
3
Gram per meter kuadrat per jam (g/m2.h)
1.00 X 104 x D
Sumber : ASTM G – 1 Dari hasil perhitungan laju korosi kemudian melihat perbandingan standar tingkat laju korosi pada baja dan nikel paduan bagus atau tidak dapat dilihat pada Tabel 2.3.
17
Tabel. 2.3. Kriteria laju korosi pada baja nikel paduan
Relative
Approximate metric equivalent *
Corrosion
mm
µm
nm
pm
resistance*
Mpy
yr
yr
hr
sec
Outstanding
<1
< 0,02
< 25
<2
<1
Excellent
1-5
0,02-0,1
25-100
2-10
1-5
Good
5-20
0,1-0,5
100-500
10-50
5-20
Fair
20-50
0,5-1
500-1000
50-150
20-50
Poor
50-200
1-5
1000-5000
150-500
50-200
Unacceptable
200 +
5+
5000 +
500 +
200 +
Sumber : [3]
Berdasarkan khas paduan besidan berbasis nikel. Untuk paduan lebih mahal, harga lebih dari 5-20 mpy biasanya terlalu banyak. Harga di atas 200 mpy yang kadang-kadang dapat diterima untuk bahan murah dengan penampang tebal. (misalnya tubuh pompa besi)
Perkiraan nilai untuk menyederhanakan rentang
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1
Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Aceh Barat yang terletak di 3 lokasi
terpisah yaitu : Pasi Ujung Kalak, Beureugang, dan kawasan pabrik PT.KTS. Lokasi penelitian A (Pasi Ujung Kalak) merupakan kawasan terparah akibat tsunami karena jaraknya yang sangat dekat dari garis pantai yaitu: 108 m, sedangkan jarak dari garis pantai dengan lokasi penelitian B (Beureugang) yaitu : 11,590 m, untuk lokasi penelitian yang terakhir C (Pabrik PT.KTS) berjarak :24,925 m.
Gambar 3.1.Peta Lokasi Penelitian Aceh Barat. Sumber : Google Earth, 2014 Jarak lokasi penelitian dengan garis pantai harus diketahui agar di dapatkan seberapa besar pengaruh jarak dari garis pantai terhadap nilai laju korosi
18
19
atmosferik. Jarak lokasi penelitian dengan garis pantai berbeda-beda, seperti yang di tunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jarak lokasi penelitian terhadap garis pantai No 1 2 3
3.2.
Lokasi Pasi Ujung Kalak Beureugang PT. KTS
Jarak dari Garis Pantai ( m ) 108 11,590 24,925
Waktu penelitian Pengukuran laju korosi atmosferik yang dilakukan selama 6 bulan dengan
masa ekspos selama 1 bulan sekali, terhitung mulai Januari – Juni 2014. 3.3. Spesimen Benda Uji Dalam pengujian ini bahan yang digunakan untuk spesimen uji adalah baja kontruksi yang sering digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang berbentuk : Plat, Strip, Siku, Segiempat, dan Tulangan. Pada gambar 3.2 menunjukkan penggunaan baja yang sering digunakan oleh konsumen. Penggunaan baja tersebut menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian pengukuran laju korosi atmosferik.
Gambar 3.2. Tower air dan baja tulangan pada beton
20
3.4.Bentuk dan Dimensi Spesimen 3.4.1. Baja Berbentuk Plat Baja Plat merupakan baja yang dicetak tipis panjang dan biasanya berbentuk lembaran, baja plat banyak digunakan baik untuk keperluan kontruksi lambung kapal, dinding mobil, pengaman pompa dan sebagainya.
Gambar 3.3. Baja berbentuk Plat 3.4.2. Baja Berbentuk Strep Baja strip merupakan baja profil berbentuk pipih yang dibuat dari Billet, ingot atau baja scrap melalui proses canai panas dalam bentuk batangan. Baja berbentuk tulangan biasanya digunakan pada teralis mesjid, pagar pembatas dalam mesjid dan sebagainya.
Gambar 3.4. Baja Strep
21
3.4.3. Baja Berbentuk Siku Baja siku ialah baja yang berbentuk L, baja siku biasanya memiliki penampang sama sisi dan tidak sama sisi. Jenis baja yang berbentuk L ini sering digunakan untuk kuda-kuda pada kontruksi rangka baja ,teralis pintu pengaman pompa dan sebagainya.
Gambar 3.5. Baja Siku 3.4.4. Baja Berbentuk Segi Empat Baja segi empat ialah baja yang biasanya digunakan sebagai pengikat atau jeruji besi yang digunakan untuk kebutuhan teralis seperti jendela, pintu, pagar rumah dan lain-lain.
Gambar 3.6. Baja Segi Empat
22
3.4.5. Baja Berbentuk Tulangan Baja jenis tulangan ini biasanya digunakan pada lantai rumah yang berlantai dua, tiang beton, jembatan, perumahan, badan jalan dan sebagainya.
Gambar 3.7.Baja Tulangan Ukuran spesimen dipotong sesuai dengan ASTM G – 50 dan bahan yang tersedia dipasaran Pantai barat Aceh. Variasi bentuk, jumlah dan dimensi dapat dilihat pada tabel 3.2 Tabel 3.2.KeteranganSpesimen Variasi
Ukuran (mm)
No
Jumlah SpesimenUji
Panjang Lebar Ketebalan Diameter
1
Baja plat
150
100
1
2
Baja Strip
150
36
2
3
Baja siku
150
32
2
4
Baja SegiEmpat
150
11
11
-
9
5
Baja Tulangan
150
-
-
12
9
Total Sumber : Penelitian
9 -
9 9
45
23
3.5.
Peralatan Yang Digunakan Peralatan dan perlengkapan lain yang digunakan dalam penelitian ini ialah
rak pengujian, timbangan digital, mesin grinda, kawat bross, tang steel, ragum, kapas dan alkohol. Mesin gerinda dan kawat bross digunakan untuk menyikat produk korosi pada spesimen, Ragum dan tang steel digunakan sebagai pengikat pada saat pembersihan spesimen dari korosi. Sedangkan kapas dan alkohol digunakan untuk membersihkan sisa produk korosi atau debu dipermukaan benda uji setelah pembersihan. 3.5.1. Rak Pengujian Untuk melaksanakan pemaparan (ekspos) spesimen uji, digunakan rak uji Pembuatan rak pengujian dibuat merujuk pada standar ASTM G1-50, dan untuk mencegah terjadinya kontak langsung antara spesimen uji dengan rak uji digunakan pemegang spesimen dari plastik [10].
(A)
(B)
(C)
Gambar 3.8. lokasi penempatan rak spesimen, (A) Pasi Ujung Kalak, (B) Beureugang dan (C) PT. Karya Tanah Subur
24
3.5.2 Timbangan Digital Timbangan digital digunakan untuk menjaminkeakuratan datadari hasil pembersihan spesimen uji. Penimbangan spesimen dilakukan sebelum diekspose dan sesudah dibersihkan, adapun timbangan digital terlihat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9. Timbangan Digital Spesifikasi : Dimensi
: 13 cm x 8,5 cm x 2 cm
Kapasitas
: 1000 gram
Ketelitian (g)
: 0,01
Temperature
: temperature operasionalantara 50dan 400
Kontrol
: Tombol on/off telah menyatu dengan referencenya
Power
: Rechargeable
3.6.Metode Pembersihan Produk Korosi Proses pembersihan produk korosi pada spesimen uji dalam penelitian dilakukan secara mekanik. Proses mekanik dapat mencakup berbagai cara yaitu, pengikis, menggosok, menyikat, pembersihan ultrasonik dan sebagainya [9]. Metode ini sering digunakan untuk menghilangkan produk korosi pada spesimen
25
uji untuk membersihkan produk korosi. Penelitian ini menggunakan metode penyikatan. Penyikatan untuk pembersihan dilakukan secara halus atau pelan dan kontinu untuk menghindari tergores permukaan spesimen uji, setelah proses penyikatan di lakukan langkah selanjutnya adalah pembersihan spesimen dengan menggunakan kapas yang telah di basahi dengan Aseton atau Aquades. Selanjutnya spesimen dikeringkan sebelum dilakukan penimbangan. 3.7. Prosedur Pengujian Penelitian ini dimulai dengan melakukan studi literature mengenai korosi atmosferik, mempersiapkan tahapan penelitian, mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta bahaya dan kerugian yang dapat ditimbulkannya. Kemudian melakukan survey lapangan, pembuatan rak uji, pembuatan specimen dan penentuan lokasi penelitian yang tepat untuk pengujian ekspos [11] . Sebelum dilakukan ekspos (pemaparan), terlebih dahulu setiap specimen ditimbang untuk mendapatkan data berat awalnya. Pengambilan data dilakukan 1 bulan sekali dengan masa ekspos selama 6 bulan untuk lokasi Pasi ujung kalak, Beureugang, dan kawasan pabrik PT.KTS Setiap specimen dilakukan pengujian kehilangan berat (weight loss). Mula-mula specimen dibersihkan dari produk korosi, sesuai dengan standar ASTM G-1. Kemudian melakukan proses penimbangan spesimen menggunakan timbangan digital. Data yang diambil dicatat kedalam tabel pengambilan data lapangan (Tabel 3.3). Tahap akhir merekapitulasi semua data yang telah di didapat untuk melakukan pengolahan data. Laju korosi atmosferik ditentukan dari data kehilangan berat tersebut, melalui persamaan (2.6) sesuai dengan ASTM [12].
26
Tahap terakhir merekapitulasi data laju korosi atmosferik, pengolahan data dan analisis. Tabel 3.3. Tabel Pengambilan Data Lapangan Nama lokasi : Bulan
:
Spesimen
Awal A1
Baja Plat
A2 A3 A1
Baja Strep
A2 A3 A1
Baja siku
A2 A3 A1
Baja Segi Empat
A2
A3 A1 Baja Tulangan
A2 A3
Akhir
Kehilangan Berat
Rata – Rata
27
Alur proses penelitian secara garis besar dapat dilihat gambar 3.10 yang merupakan diagram alir penelitian.
Mulai
Studi literatur Llliteratur
-
Persiapan Spesimen uji Pembuatan rak Lokasi Penempatan Rak Pembersihan spesimen Sebelum di Ekspose Penimbangan berat awal spesimen
Spesimen diletakkan di rak pengujian
Pengangkatan Spesimen Dari rak setiap sebulan sekali Pembersihan spesimen setelah di ekspose
Penimbangan spesimen setelah dibersihkan Tidak Ekspose selesai untuk setiap bulan pengambilandata Ya
Rekapitulasi data, pengolahan data dan analisis
Hasil
Selesai
Gambar 3.10.Diagram alir penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Perhitungan Laju Korosi Dari penelitian yang dilakukan akan didapatkan data awal berupa data
kehilangan berat. Untuk mendapat data kehilangan berat pengukuran dilakukan pada setiap spesimen. Data kehilangan berat tersebut diolah dengan menggunakan (persamaan 2.9). Nilai laju korosi yang dihasilkan kemudian ditampilkan pada grafik dalam bentuk nilai laju per satu bulan pengambilan data. Untuk melihat perbandingan standar tingkat laju korosi pada baja dan nikel paduan bagus atau tidak dapat dilihat pada Tabel 2.3. Contoh perhitungan laju korosi atmosferik dapat dilihat sebagai berikut: Sebuah spesimen baja tulangan yang diekspos pada udara terbuka dalam jangka waktu satu bulan. Berat spesimen yang hilang adalah 0,51 gr. Dengan menggunakan persamaan 2.9 dapat dihitung laju korosi:
Laju korosi (mpy)
K .W D. A.T
3,45 x10 6.0,51 7,85.305,00.720
1,01mpy
28
29
dimana :
𝐾 = konstanta konversi satuan laju korosi (Tabel 2.2) 𝑊= kehilangan massa, gram 𝐴 = luas permukaan, cm2 𝑇 = waktu eksposur, jam 𝐷= massa jenis, g/cm3
4.2.
Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Spesimen Uji
4.2.1. Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Baja Plat Grafik 4.1. menunjukkan tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja plat. Untuk tingkat laju korosi pada baja plat di lokasi Pasi Ujung Kalak mencapai 0,82 mpy – 1,79 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja plat di lokasi Beureugang mencapai 0,42 mpy – 1,07 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja plat di lokasi PT. Karya Tanah Subur mencapai 0,37 mpy – 1,37 mpy. Jadi untuk laju korosi tertinggi pada lokasi Pasi Ujung Kalak terjadi pada bulan Maret sedangkan laju korosi terendah pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan Januari. Berdasarkan dari tabel 2.2 tingkat laju korosi pada baja plat untuk lokasi Pasi ujung Kalak, Beureugang dan PT. Karya Tanah Subur masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,37 mpy – 1,79 mpy.
30
Baja plat Laju Korosi (mpy)
2 1.5 Pasi Ujung Kalak
1
0.5
Beureugang
0
PT. Karya Tanah Subur
Waktu Ekspos
Grafik 4.1. Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja plat 4.2.2. Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Baja Strip Pada Grafik 4.2 menunjukkan tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja strip. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip di lokasi Pasi Ujung Kalak mencapai 1,02 mpy – 2,36 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip di lokasi Beureugang mencapai 0,85 mpy – 1,66 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip di lokasi PT. Karya Tanah Subur mencapai 0,76 mpy – 2,84 mpy. Jadi untuk laju korosi tertinggi pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan Januari sedangkan laju korosi terendah pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan April. Berdasarkan dari tabel 2.2 tingkat laju korosi pada baja strip masih tergolong sangat baik hanya berkisar antara 0,76 mpy – 2,84 mpy. Untuk
31
penggunaan baja strip masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi Pasi ujung Kalak, Beureugang dan PT. Karya Tanah Subur
Baja strip
Laju Korosi (mpy)
3
2.5
Pasi Ujung Kalak
2 Beureugang 1.5 PT. Karya Tanah Subur
1 0.5 0 Januari Februari Maret
April
Mei
Juni
Waktu Ekspos
Grafik 4.2. Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja strip 4.2.3. Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Baja Siku Grafik 4.3 menunjukkan tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja siku. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku di lokasi Pasi Ujung Kalak mencapai 0,87 mpy – 1,45 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku di lokasi Peunaga Pasi mencapai 0,44 mpy – 1,09 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku di lokasi PT. Karya Tanah Subur mencapai 0,48 mpy – 1,07 mpy. Jadi untuk laju korosi tertinggi pada lokasi Pasi Ujung Kalak terjadi pada bulan Maret sedangkan laju korosi terendah pada lokasi Beureugang terjadi pada bulan Januari.
32
Berdasarkan dari tabel 2.2 tingkat laju korosi pada lokasi baja siku masih tergolong sangat baik hanya berkisar antara 0,49 mpy – 1,45 mpy. Untuk penggunaan baja siku masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi Pasi ujung Kalak, Beureugang dan PT. Karya Tanah Subur.
Baja Siku
laju korosi (mpy)
2 1.5
Pasi Ujung Kalak
1
Beureugang
0.5
PT. Karya Tanah Subur
0 Januari Februari Maret
April
Mei
Juni
waktu Ekspos
Grafik 4.3. Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja siku 4.2.4. Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Baja Segi Empat Grafik 4.4. menunjukkan tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja segi empat. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat di lokasi Pasi Ujung Kalak mencapai 0,71 mpy – 2,08 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat di lokasi Beureugang mencapai 0,55 mpy – 1,37 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi empat di lokasi PT. Karya Tanah Subur mencapai 0,46 mpy – 2,12 mpy. Jadi untuk laju
33
korosi tertinggi pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan Januari sedangkan laju korosi terendah pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan April. Berdasarkan dari tabel 2.2 tingkat laju korosi pada baja segi empat masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,46 mpy – 2,12 mpy. Untuk penggunaan baja segi empat masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi Pasi ujung Kalak, Beureugang dan PT. Karya Tanah Subur
Baja Segi Empat laju Korosi (mpy)
3 2.5 2
Pasi Ujung Kalak
1.5 1
Beureugang
0.5
PT. Karya Tanah Subur
0
Waktu Ekspos Grafik 4.4. Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja segi empat 4.2.5. Tingkat laju Korosi Atmosferik Berdasarkan Jarak Dari Garis Pantai Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada Baja Tulangan Grafik 4.5 menunjukkan tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja tulangan. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan di lokasi Pasi Ujung Kalak mencapai 1,18 mpy – 3,81 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan di lokasi Beureugang mencapai
34
1,07 mpy - 2,42 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja tulangan di lokasi PT. Karya Tanah Subur mencapai 1,03 mpy – 2,79 mpy. Jadi untuk laju korosi tertinggi pada lokasi Pasi Ujung Kalak terjadi pada bulan Juni sedangkan laju korosi terendah pada lokasi PT. Karya Tanah Subur terjadi pada bulan Mei. Berdasarkan dari tabel 2.2 tingkat laju korosi pada baja tulangan masih tergolong baik hanya berkisar antara 1,03 mpy – 3,53 mpy. Untuk penggunaan baja tulangan baik untuk kebutuhan kontruksi pada lokasi Pasi ujung Kalak, Beureugang dan PT. Karya Tanah Subur
Baja Tulangan Laju Korosii ( mpy )
4 3.5 3
Pasi Ujung Kalak
2.5
Beureugang
2 1.5
PT. Karya Tanah Subur
1 0.5
0
Januari Februari Maret
April
Mei
Juni
waktu ekspos
Grafik 4.5. Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja tulangan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari tiga lokasi penelitian,Laju korosi tertinggi terjadi pada baja tulangan (3,53 mpy) pada lokasi Pasi Ujung Kalak dan laju korosi terendah terjadi pada baja plat (0,37 mpy) pada lokasi PT. Karya Tanah Subur. Secara keseluruhan tingkat ketahanan korosi relatif untuk tiga lokasi penelitian yang dipilih berada dalam kategori baik . 5.2 Saran/Rekomendasi Beberapa hal perlu dilakukan untuk penelitian lanjutan diantaranya: 1. Perlu penambahan lokasi penempatan spesimen uji 2. Untuk mempelajari hubungan jenis baja terhadap laju korosi, maka dibutuhkan data sifat mekanik dan komposisi untuk setiap jenis spesimen 3. Penelitian ini sebaiknya dilakukan minimal melebihi satu tahun untuk mendapatkan gambaran laju korosi yang lebih yang meliputi pengaruh cuaca dalam satu tahun. 4. Untuk penelitian lanjutan perlu untuk dilihat pengaruh jarak lokasi ekspos yang lebih jauh dari garis pantai dan waktu ekspos yang lebih lama.
35
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Uhlig, H.H., 1971, “Corrosion and Corrosion Control an Introduction to Corrosion Science and Engineering”, John Wiley and Sons Inc.
[2]
J. Supardi, 2012, Pemetaan Korosi Infrastruktur Di Pantai Barat Aceh, Tesis Magister Teknik Mesin, UNSYIAH, Banda Aceh.
[3]
M.G. Fontana, dan N.D. Greene,1983, Corrosion Engineering”, 2nd. Edition, McGraw-Hill International.
[4]
R. Suratman, 1990, dasar-dasar korosi dan penenggulangannya Lab. Teknik Produksi dan Pembebtukan Material, ITB, Bandung Rencana Pembangunan Jangka Panjang(RPJP) Aceh. Tahun 20052025www.bappeda.acehprov.co.id.
[5]
Shreir, L.L, 1979, “Corrosion Control”, Newnes Butterworths. London.
[6]
ASM International, 2003, ASM Handbook, Volume 13A, Corrosion: Fundatmentals, Testing, and Protection, ASM international.
[7]
Kadarsah,2007,Mengenal Iklim Indonesia, www.kadarsah.wordpress.com, mengenal-iklim-indonesia/ diakses tanggal 2 Februari 2014.
[8]
Anonymous, “Atmospheric Corrosion Tests”,www.corrosiondoctors.org/Corrosion-Atmospheric/Corrosion-tests.htmdiakases:2 Februari 2014.
[9]
ASTM G-1 – 03ASTM Standards, 1999, Vol 03.02, Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimen s1.
[10]
ASTM G 50 – 76 ASTM Standards,1997, Vol 03.02, Standard Practice for Conducting Atmospheric Corrosion Tests on Metals1.
36