UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

Download Tumbuhan ceplukan (Physalis minima L.) diklasifikasikan sebagai berikut ... Tumbuhan ceplukan mudah dan banyak ditemukan pada musim hujan. ...

0 downloads 519 Views 250KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan Tumbuhan ceplukan (Physalis minima L.) diklasifikasikan sebagai berikut (Pitojo, 1969): Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Solanales

Suku

: Solanaceae

Marga

: Physalis

Spesies

: Physalis minima L.

Sinonim

: Halicacabus indicus Rumphius

2.1.2 Habitat ceplukan Ceplukan cocok tumbuh di tanah yang subur, gembur, dan tidak tergenang air. Kondisi lapisan tanah bagian atas sangat berpengaruh terhadap kesuburan ceplukan. Ceplukan tumbuh ditanah yang kosong, ceplukan yang tumbuh liar biasanya bersama dengan tanaman lain seperti ditempat yang ditanami kacang tanah, kedelai, atau tanaman jagung yang masih muuda. Kadangkala ceplukan ditemukan tumbuh di tepi hutan, tegalan kering, tepi selokan dan beberapa tempat lain. Tumbuhan ceplukan mudah dan banyak ditemukan pada musim hujan. Oleh karena itu tanaman ceplukan cocok dibudidayakan di daerah yang agak basah atau

Universitas Sumatera Utara

lindung. Ceplukan dapat hidup di dataran rendah hingga dataran dengan ketinggian sekitar 1.500 m dari permukaan laut. Jenis Physalis minima lebih menyukai tumbuh didataran tinggi yang sejuk, dengan suhu berkisar 15-300C dengan curah hujan hampir merata dan tanah cukup basah. 2.1.3 Nama daerah Di Indonesia, ceplukan banyak dikenal dengan berbagai nama Daun boba (Ambon), daun kopo-kopo atau daun loto-loto (Makasar), daun boba atau daun lato-lato (sumatra), leletop (sumatra timur), melayu (ceplukan), cecendet atau cicindet (sunda), keceplokan (kangean), yoryoran (madura), kopok-kopokan atau ciciplukan (bali). 2.1.4 Morfologi Tumbuhan Ceplukan (Physalis minima L.) Ceplukan merupakan herba yangmemiliki akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Akar tunggang dan serabut, berbentuk bulat, dan

berwarna putih,

percabangannya tumbuh melebar kesamping dan bahkan sebagian mendatar hingga menyentuh tanah, tingginya bisa mencapai 2 m, percabangan terjadi pada daun keenam hingga kesepuluh (Anonim, 2010). Daun berwarna hijau, permukaan berbulu, bentuk meruncing, berurat jelas, tulang daun menyirip, daun bergerigi pada bagian tepinya, ujung daun meruncing, pangkal daun runcing, panjang daun 5-12 cm dan lebar 4-7 cm, daun tipis, cepat layu, berbau langu, dan rasanya sangat pahit. Panjang tangkai daun berkisar 2-3 cm, dan berwarana hijau. Bunga berbentuk tunggal muncul dari ketiak daun yang terdiri dari tangkai bunga, kelopak bunga menyerupai terompet, mahkota bunga berwarna kuning berbentuk lonceng, tangkai sari dan tangkai putik. Setelah terjadi persarian pada bunga, bakal buah tumbuh menjadi buah, kulit buah semula berwarna hijau keputihan

Universitas Sumatera Utara

akan berubah menjadi hijau tua. Biji ceplukan berstruktur keras dengan panjang kurang dari 1 mm, berwarna coklat muda (Pitojo, 2002). 2.1.5 Kandungan Kimia Daun dan batang ceplukan mengandung saponin, flavonoid, dan juga polifenol (Depkes RI, 1994). 2.1.6 Manfaat Tumbuhan Ceplukan Buah ceplukan berkhasiat sebagai obat gusi berdarah, obat bisul dan obat mulas (Depkes RI, 2000). Daunnya berkhasiat sebagai obat bisul, obat bengkak, dan peluruh air seni (Depkes RI, 1994). Akar ceplukan dapat digunakan sebagai obat cacing yang berada di rongga perut, seduhan akar ceplukan dapat digunakan sebagai obat sakit demam. Saponin yang terkandung dalam ceplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti tumor dan menghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus besar. Flavonoid dan polifenol berkhasiat sebagai antioksidan (Anonim, 2009). 2.2 Ekstraksi 2.2.1 Pengertian Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung pada simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 1995). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

Universitas Sumatera Utara

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Ditjen POM, 1995). Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Ditjen POM, 1979). 2.2.2 Metode Ekstraksi Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin i.

Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

ii.

Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2. Cara panas i.

Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

ii.

Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Universitas Sumatera Utara

iii.

Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv.

Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

v.

Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Sterilisasi Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada suatu objek atau spesimen. Cara-cara sterilisasi yaitu: a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya. Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat bekerja. b. Sterilisasi kering, digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri, tabung reaksi. Cara ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada pengembunan dan tetes air. c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini. Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas

Universitas Sumatera Utara

tekanan udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada pada suhu 1210 C selama 15 menit. d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut melalui lubang saringan yang sangat kecil. e. Incenerasi, yaitu sterilisasi dengan pemanasan atau pembakaran pada api langsung. Misalnya untuk sterilisasi jarum ose dan pinset (Beisher, L, 1991). 2.4 Bakteri 2.4.1 Uraian Umum Bakteri termasuk dalam golongan procaryotes, ukurannya sangat kecil (dalam ukuran mikron) sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri memiliki inti sel yang terdiri atas DNA dan RNA namun tidak memiliki pembungkus inti. Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembang biak dengan membelah diri (binary fission), dapat dibiakkan pada perbenihan buatan serta dapat dihambat dengan antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagella (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003). Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Zat makanan (nutrisi) Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,

Universitas Sumatera Utara

tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya. 2. Keasaman dan kebasaan (pH) Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5, namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. 3. Temperatur Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 030oC, temperatur optimum adalah 10-20oC. b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 560oC, temperatur optimum adalah 25-40oC. c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50-100oC, temperatur optimum adalah 55-65oC. 4. Oksigen Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Aerobik

yaitu

bakteri yang

membutuhkan

oksigen untuk

pertumbuhannya. b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

Universitas Sumatera Utara

c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen. d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen. 5. Tekanan osmosa Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri. 6. Kelembaban Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar et al, 1988). 2.4.2 Morfologi bakteri Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas: - Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul. - Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul. - Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam. Contoh: Escherichia coli, Bacillus anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysenteriae.

Universitas Sumatera Utara

b. Bentuk kokus Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: - Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. - Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat. - Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan merupakan suatu untaian. - Streptokokus yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang berupa rantai. - Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus. Contoh: Monococcus gonorhoe, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis, Staphylococcus aureus, Sarcina luten. c. Bentuk spiral Dapat dibedakan atas: - Spiral yaitu bentuk yang menyerupai spiral atau lilitan. - Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma. - Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak. Contoh: Spirillum, Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk and Wheeler, 1989).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Fase Pertumbuhan Bakteri Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu: 1) Fase lag Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan pertumbuhan. 2) Fase log Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas metabolisme sel. 3) Fase tetap Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap. 4) Fase kematian Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee, J, 1983).

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Media Pertumbuhan Bakteri Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu: I. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas: 1) Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat. 2) Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, BW, 1994). II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi: 1) Media selektif Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

Universitas Sumatera Utara

2) Media diferensial Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar. 3) Media diperkaya Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit (Irianto, K, 2006). III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Irianto, K, 2006): 1) Media padat/ solid 2) Media semi solid 3) Media cair 2.4.5 Metode Isolasi Biakan Bakteri a) Cara gores Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di atas permukaan agar yang telah padat. b) Cara sebar Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat. c) Cara tuang Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut (Stanier, RY et al, 1982).

Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Pengukuran Aktivitas Antimikroba Penentuan kepekaan bakteria patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba. a. Metode Dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al, 2001). b. Metode Difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.4.7 Bakteri Escherichia coli Berikut sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1998): Divisi

: Bacteriophyta

Kelas

: Bacteria

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Bacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang

dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-400 C, optimum pada 370C. Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bakteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khususnya air. Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare (Anonim, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.4.8 Bakteri Shigella dysenteriae Berikut sistematika bakteri Shigella dysenteriae (Dwidjoseputro, 1998): Divisi

: Bacteriophyta

Kelas

: Bacteria

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Bacteriaceae

Genus

: Shigella

Spesies

: Shigella dysenteriae Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerobik,

berbentuk batang yang tidak bergerak, tidak membentuk spora. Bakteri ini berukuran sekitar 0,5-0,7 mikrometer dan tumbuh baik pada suhu 370C (Anonim, 2010). Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Pelczar et al, 1988). 2.4.9 Bakteri Salmonella typhimurium Berikut sistematika bakteri Salmonella typhimurium (Dwidjoseputro, 1998): Divisi

: Bacteriophyta

Kelas

: Bacteria

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Bacteriaceae

Genus

: Salmonella

Spesies

: Salmonella typhimurium

Universitas Sumatera Utara

Bentuk tubuh dari Salmonella typhimurium adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5 mikrometer. Tidak membentuk spora, bersifat gram negatif. Biasanya bergerak motil dengan menggunakan flagella dan kadang menjadi bentuk non-motilnya. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu optimum sekitar 370C. Biasanya memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol dan sorbitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa. Tidak membentuk indol dan gelatin cair. Salmonella typhimurium dapat menyebabkan penyakit tifus yang ditandai dengan

demam, mual, muntah, diare dan hilangnya nafsu makan

(Anonim, 2009).

Universitas Sumatera Utara