UJI POTENSI Bacillus sp. DAN Escherichia coli DALAM

dengan pewarnaan gram dan uji biokimia protease, katalase, dan IMViC. Pewarnaan spora dilakukan pada Bacillus sp. Kultur yang diperoleh diinokulasikan...

54 downloads 576 Views 71KB Size
35

Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2006, hlm. 35 – 37 ISSN 1907-5537

Vol. 1, No. 2

UJI POTENSI Bacillus sp. DAN Escherichia coli DALAM MENDEGRADASI ALKIL BERZEN SULFONAT SEBAGAI BAHAN AKTIF DETERGEN Nunuk Priyani, Liliyanto, dan Kiki Nurtjahja Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract The study was designed to reveal the ability and the growth of Bacillus sp. and Escherichia coli in degrading alkyl benzene sulphonate an active substance of detergent. The bacteria were isolated from water contaminated by detergent in environment. Both pure and mixed inoculum of the bacteria were examined. Parameters were measured every 5 day for 20 days by culturing the bacteria in nutrient broth and alkyl benzene sulphonate 100 ppm medium in distilled water at 37oC. Results indicate that reduction of the compound was occurred after 5, 10 and 20 days respectively. E. coli as pure culture and mixed with Bacillus sp. have potential in degrading alkyl benzene sulphonate. After 20 days incubation the compound was degraded 72.09 % (27.91 ppm) by mixed culture. The number of colonies both E. coli and Bacillus sp. on nutrient broth medium is higher than that of alkyl benzene sulphonate 100 ppm. Eventhough, pure culture in the later medium the colonies of E. coli and mixed with Bacillus sp. are higher and significantly different than pure culture Bacillus sp. Keywords: alkyl benzene sulphonate, detergent, Escherichia coli, Bacillus sp.

PENDAHULUAN Alkil benzene sulfonat (ABS) merupakan bahan aktif detergen yang paling banyak digunakan saat ini. Senyawa ini disintesis dari reaksi alkil benzena yang berasal dari petroleum dengan asam sulfat atau sulfurtrioksida, hasil reaksi kemudian dinetralisasi dengan menggunakan natrium hidroksida untuk menghasilkan garam natrium (Pandia, 1993). Meskipun komposisi ABS dalam suatu detergen tidak dominan tetapi karena mempunyai banyak percabangan pada rantai alkil maka ABS sulit mengalami biodegradasi sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Pemakaian ABS sebagai detergen telah mengakibatkan peningkatan konsentrasi limbah tersebut terutama di perairan yang menyebabkan pencemaran. Ketika pemakaian detergen semakin meningkat baik sebagai bahan pencuci di rumah tangga maupun industri maka limbahnya juga meningkat. Terdapatnya detergen di perairan dalam jumlah yang melebihi ambang batas dapat mengganggu pemanfaatan sumber air minum, perikanan, pertanian, maupun industri. Di dalam perairan hanya mikroorganisme yang mampu mendegradasi senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Di antara mikroorganisme pengurai zat organik perairan adalah Zooglea ramigera, Bacillus sp., dan

Escherichia coli (Rilda et al., 1997). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi bakteri Bacillus sp. dan Escherichia coli yang diisolasi dari air tercemar baik sebagai biakan tunggal maupun campuran dalam mendegradasi ABS. BAHAN DAN METODE Pengambilan Contoh Limbah, Isolasi, dan Identifikasi. Limbah cair rumah tangga sebagai contoh diambil menggunakan botol steril. Satu ose dari contoh dilakukan penggoresan pada nutrient agar (NA) dan Eosin Methylen Blue agar (EMB), biakan diinkubasi 24 jam, 37oC. Identifikasi Bacillus sp. dan E. coli dilakukan dengan pewarnaan gram dan uji biokimia protease, katalase, dan IMViC. Pewarnaan spora dilakukan pada Bacillus sp. Kultur yang diperoleh diinokulasikan pada media NA miring sebagai biakan murni. Aklimatisasi Bakteri pada ABS. Inokulum bakteri 1 ml dikultur pada Nutrient Broth (NB) 24 jam, 37oC kemudian dipindahkan dan dikultur pada NB yang mengandung ABS 100 ppm. Proses aklimatisasi dilakukan bertahap dengan mengkultur biakan tunggal bakteri dan biakan campuran ke setiap tahap sebanyak 1 ml setiap 2 hari sekali. Tahapan media NB yang diberikan secara berurut adalah 25, 20, 15, 10, 5,

Vol. 1, 2006

J. Biologi 36 Sumatera

dan 0 ml, dengan kadar ABS secara berurut adalah 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ml. Pengujian Potensi Degradasi ABS dengan Metode Methylen Blue Activity Substrate (MBAS). Pengujian dilakukan baik dalam bentuk biakan tunggal maupun biakan campuran. Biakan murni hasil aklimatisasi sebanyak 2 ml disuspensikan dan diinokulasikan ke dalam 23 ml ABS 100 ppm. Penurunan kadar ABS dihitung dengan metode MBAS setiap 5 hari selama 20 hari. Analisis Konsentrasi Residu ABS. Contoh limbah di dalam labu pisah 500 ml ditambahkan beberapa tetes fenolpthalin dan larutan NaOH 1 N hingga warna merah hilang. Kemudian ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml pereaksi biru metilen, campuran dikocok 30 detik hingga kloroform terpisah. Kloroform dipisahkan ke labu pisah yang lain. Ekstraksi 3 kali dengan 10 ml kloroform setiap ekstraksi. Kloroform hasil ekstraksi ditambah larutan pencuci (50 ml H2O, 6,6 H2SO4, dan 50 g NaH2PO4.H2O dalam 1 liter H2O) dan dikocok 30 detik hingga terpisah antara kloroform dan air. Kloroform dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml. Nilai absorpsi contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Pengamatan Pertumbuhan Bakteri. Pengamatan dilakukan dengan menghitung koloni berdasarkan Standard Plate Count (SPC) setiap 5 hari selama 20 hari dengan konsentrasi awal 100 ppm baik untuk biakan tunggal maupun campuran. Contoh 1 ml dilakukan pengenceran hingga 10-6. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran dikultur pada media NA lempeng dan diinkubasi 35-37oC, 24-48 jam. Sebagai kontrol dipakai suspensi bakteri tanpa ABS. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial terdiri atas: Faktor I kemampuan E. coli, Bacillus sp. dan kombinasi E. coli dan Bacillus sp. dalam mendegradasi ABS. Faktor II pertumbuhan koloni setiap spesies bakteri dan kombinasinya dan kontrol yaitu pertumbuhan bakteri pada media NB (tanpa ABS) dan dalam akuades yang mengandung ABS 100 ppm. Setiap perlakuan dilakukan 6 kali ulangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Degradasi. Bacillus sp. dan E. coli yang dikultur pada ABS dalam akuades melalui pengujian residu dengan metode MBAS menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan perlakuan. Terjadi penurunan

kadar ABS seiring dengan penambahan waktu inkubasi setiap 5 hari seperti pada Tabel 1. Terjadi penurunan kadar residu ABS yang signifikan antara perlakuan kontrol dan perlakuan dengan menggunakan bakteri. Proses degradasi ABS oleh bakteri menunjukkan data signifikan antara biakkan tunggal E. coli dengan biakan campuran Bacillus sp. dan E. coli baik pada hari ke-5, hari ke-10 maupun pada hari ke20. ABS dapat terdegradasi tanpa bantuan bakteri namun prosesnya berjalan lambat. Enzim βoksidase yang dihasilkan oleh bakteri ternyata berpengaruh terhadap proses degradasi ABS. Secara kuantitatif jumlah enzim tersebut diduga dipengaruhi oleh jumlah bakteri, hal ini ditandai dengan semakin lama waktu inkubasi semakin rendah kadar residu. Struktur kimia ABS dengan rantai alkil yang bercabang-cabang juga memerlukan waktu bagi bakteri untuk menyesuaikan β-oksidase yang dihasilkannya (Pandia 1993; Connell & Miller 1995). Tabel 1. Pengaruh bakteri Bacillus sp., E. coli, dan campuran kedua bakteri tersebut terhadap kadar residu ABS (ppm) selama 20 hari pengamatan Perlakuan ABS 100% tanpa bakteri ABS 100 ppm + Bacillus sp. ABS 100 ppm + E. coli ABS 100 ppm + Bacillus sp. dan E. coli

Waktu (hari)/Kadar Residu ABS (ppm) 5 10 15 20 80,98 79,31 75,79 70,61 a a ab d 67,33 57,85 47,72 41,19 bc cd de ef 63,88 54,19 39,59 33,01 bc cd fg g 61,75 51,49 34,96 27,91 c d fg g

68,46 60,71 49,51 43,18 Rataan a b c d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%

Pertumbuhan (Jumlah Koloni) Bacillus sp. dan E. coli. Jumlah koloni pada perlakuan kontrol (media NB) umumnya lebih tinggi dan berbeda signifikan dengan perlakuan dengan ABS. Biakkan tunggal E. coli dan biakkan campuran Bacillus sp. dan E. coli pada media ABS memiliki jumlah koloni lebih tinggi dan berbeda signifikan dari pada biakan tunggal Bacillus sp. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Perbandingan jumlah koloni Bacillus sp., E. coli, dan campuran Bacillus sp.

37

PRIYANI ET AL.

J. Biologi Sumatera

dan E. coli pada media Nutrient Broth (NB) dengan media ABS 100 ppm dalam akuades, 20 hari setelah inkubasi Perlakuan

Jumlah Koloni Media NB ABS 100 ppm 8,46 b 8,43 b 8,50 b 8,46 c 8,53 a 8,47 c

Bacillus sp. Escherichia coli Bacillus sp. dan Escherichia coli Rataan 8,50 a 8,45 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5%.

Banyaknya koloni bakteri yang tumbuh pada suatu substrat sangat dipengaruhi oleh tersedianya kondisi fisik, nutrisi, dan sifat hidupnya (Pelczar & Chan, 1988). Sifat fakultatif anaerob, fermentatif dan lebih adaptif pada suasana anaerob, lebih memungkinkan E. coli mampu hidup pada lingkungan yang tercemar ABS meskipun memiliki jumlah koloni lebih rendah jika dibandingkan pada media NB. Sedangkan sifat kemoorganotrop dan fakultatif anaerob pada Bacillus sp. menyebabkan bakteri ini mampu memanfaatkan sumber karbon tersedia. Campuran kedua bakteri yang dikultur secara bersama secara

sinergis mampu meningkatkan waktu generasinya. Namun nutrisi tersedia menentukan pertumbuhan kedua bakteri tersebut. Kemampuan bakteri mendegradasi substrat di alam selain dipengaruhi lingkungan yang memenuhi syarat bagi pertumbuhan bakteri tersebut juga jumlah bakteri secara kuantitatif harus sebanding atau lebih besar dari jumlah senyawa komplek yang tersedia (Rilda et al., 1997). DAFTAR PUSTAKA Connel D. W., Miller G. J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Terjemahan oleh Yanti Koestoer. Jakarta: UI Press. Pandia S., 1993. Detergen: Penggunaan dan dampaknya terhadap lingkungan. Majalah Universitas Sumatera Utara. 13(1): 7583). Pelczar M. J., Chan. 1988. Dasr-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Terjemahan Ratna S.H., Teja Imas, Sutarmi dan Sri Lestari. Jakarta: UI Press. Rilda Y, Yarti, Fajril, Silvia, Rozana. 1997. Proses biodegradasi surfaktan di dalam air. Jurnal Penelitian Universitas Riau. 1(7): 160-164).