VOL. 1 NO. 1 (2012) : JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA

Download Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, ...

0 downloads 659 Views 406KB Size
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PADANG PANJANG MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DISERTAI PETA PIKIRAN MONA ZEVIKA1), YARMAN 2),YERIZON 3) 1)

FMIPA UNP, email: [email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

2),3)

Abstract The mathematical concept understanding of student in grade eight of SMPN 2 Padang Panjang in academic year 2011/2012 is needed to be developed maximally. One of ways which can increase student mathematical concept unnderstanding is the implementation of Think Pair Share cooperative learning model with the use of mind map. The purpose of this reseach is to describe wether student mathematical concept understanding taught by Think Pair Share cooperative learning model with the use of mind map better than student mathematical concept understanding taught by direct intructional model. Design of this reseach is Randomized Control Group Only Design with randomize sampling technique. VIIIB is selected as experiment class and VIIIC is selected as control class. It is base on mathematical concept understanding test result analysis and t’-test as hypothesis test, showed that . It can be concluded that student’s mathematical concept understanding taught by Think Pair Share cooperative learning model with the use of mind map better than student’s mathematical concept understanding taught by direct intructional model. Key Word : Think Pair Share, mind map, mathematical concept understanding. PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah “agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah” (Depdiknas: 2006). Sesuai dengan kutipan di atas, dapat dikatakan mengembangkan kemampuan pemahaman konsep siswa merupakan salah satu tujuan utama pembelajaran matematika di sekolah. Diharapkan dalam setiap pembelajaran matematika, siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik, serta mampu menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep tersebut. Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya “mengerti benar”. Dalam pengetian yang lebih luas pemahaman dapat diartikan dengan mengerti benar sehingga dapat mengkomunikasikan dan mengajarkan kepada orang lain. Pemahaman konsep merupakan hal

yang diperlukan dalam mencapai hasil belajar yang baik, termasuk dalam pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan pemahaman konsep dalam matematika adalah karena matematika mempelajari konsep-konsep yang saling terhubung dan saling berkesinambungan. Seperti yang diungkapkan Suherman (2003: 22), “Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya.” Sehingga untuk dapat menguasai materi pelajaran matematika dengan baik maka siswa haruslah telah memahami dengan baik pula konsep-konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat dari konsep yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, salah satu syarat untuk dapat memahami materi pelajaran selanjutnya dengan baik adalah memahami materi yang sedang dipelajari dengan baik. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, 45

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50 dan tepat. Oleh karena itu, pemahaman konsep dijadikan salah satu dari tiga aspek penilaian dalam pembelajaran matematika. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006 antara lain: a. Menyatakan ulang sebuah konsep b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifatsifat tertentu (sesuai dengan konsepnya) c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah Berdasarkan observasi yang dilaksanakan di kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang pada tanggal 20 – 25 Februari 2012 terlihat bahwa pembelajaran yang dilaksanakan belum dapat mengembangakan kemampuan pemahaman konsep siswa secara maksimal. Hal ini terlihat dari kurangnya kemampuan pemahaman konsep siswa berdasarkan indikator-indikator pemahaman konsep. Seperti, saat guru meminta siswa untuk memberikan contoh-contoh dari konsep yang telah dipelajari, sedikit sekali siswa yang dapat menjawab. Pada saat siswa diberi latihan, kebanyakan siswa hanya menyalin pekerjaan temannnya yang lebih pintar. Pemahaman konsep siswa yang masih rendah juga terlihat pada saat guru meminta siswa menyebutkan kembali materi yang telah dipelajari, sebagian besar siswa tidak dapat menyebutkan kembali konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya. Selain itu, saat mempelajari materi ajar yang baru, siswa terlihat kesulitan dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat memahaminya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan siswa tidak ingat dengan materi prasyarat untuk materi yang sedang dipelajari. Terbukti, pada saat guru meminta siswa untuk menyebutkan kembali materi prasyarat, sebagian besar siswa hanya diam dan menunggu guru untuk mengingatkan kembali materi prasyarat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak

ingat lagi dengan materi prasyarat. Dengan kata lain, siswa tidak memahami dengan baik konsep pada materi prasyarat sehingga siswa tidak mampu untuk menyebutkan kembali materi tersebut. Keadaan ini berakibat pada masih banyak siswa yang belum tuntas hasil belajar matematikanya. Berdasarkan hasil ulangan akhir semester matematika semester ganjil siswa kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang tahun pelajaran 2011/2012, pada kelas regular (bukan kelas unggul) lebih dari 65% dari jumlah siswa pada masing-masing kelas belum mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 60. Salah satu cara untuk memaksimalkan hasil belajar siswa adalah dengan pembelajaran kooperatif. Suherman (2003: 260) menyatakan bahwa “Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya”. Selanjutnya Suherman (2003: 260) menyatakan bahwa “Cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya dan berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas sesuatu masalah atau tugas”. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang menekankan kerjasama dan keterlibatan semua anggota tim untuk menyelesaikan suatu masalah atau suatu tugas. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan adalah Think Pair Share (TPS). TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang merupakan perpaduan antara belajar sendiri dengan belajar berkelompok. Dengan model pembelajaran ini kemampuan siswa dapat dimanfaatkan secara optimal. Siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya pikirnya secara individu dan kesempatan mengemukakan pendapat dalam diskusi kelompok. Pada TPS terdapat tiga tahap utama yaitu tahap think, pair, dan share. Tahap think memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahanan konsep

46

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50 dan mengembangkan daya pikirnya. Pada tahap ini siswa berusaha untuk memecahkan masalah atau memahami suatu konsep secara individu. Pada tahap pair, siswa berkelompok atau berpasangan yang terdiri dari 2-3 orang dalam 1 kelompok. Diharapkan dengan jumlah anggota kelompok yang hanya dua orang, tidak ada anggota kelompok yang tidak berkerja. Selain itu, dengan jumlah anggota yang sedikit menjadikan waktu dan kesempatan untuk anggota kelompok mengemukaan pendapatnya lebih besar daripada pada kelompok yang terdiri dari 4-6 orang. Pada tahap share, siswa diberi kesempatan untuk berlatih mengemukakan ide-ide dan pendapat mereka tentang materi yang dibahas. Dengan adanya diskusi guru akan lebih mudah mengetahui pemahaman siswa terhadap suatu materi. Sehingga guru mengetahui bagian mana dari materi ajar yang belum dikuasai siswa dengan baik dan harus diberi penjelasan dan penekanan kembali. Di sisi lain, diperkirakan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari belum akan maksimal hanya dengan penerapan TPS. Oleh karena itu, penggunaan peta pikiran di awal dan di akhir pembelajaran diharapkan mampu untuk melengkapi penerapan TPS untuk memaksimalkan pemahaman konsep siswa. Peta pikiran adalah skema atau bagan yang mempresentasikan kumpulan ide atau himpunan konsep-konsep yang dikatikan menjadi satu kesatuan informasi yang disajikan dengan simbolsimbol grafis seperti gambar, tanda panah, garis penghubung, dan lain-lain. Silberman (2006: 200) mengungkapkan, “Meminta siswa untuk membuat peta pikiran memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif apa yang telah mereka pelajari atau apa yang tengah mereka rencanakan.” Peta pikiran merupakan teknik pencatatan yang dikembangkan pada 1970-an oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya (Bobbi DePorter, 2002: 153). Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang berbercabang-cabang yang apabila

dilihat sekilas akan tampak seperti cabang-cabang pohon. Dari fakta tersebut maka disimpulkan apabila menyimpan informasi dilakukan seperti cara kerja otak, maka akan semakin baik informasi tersimpan dalam otak dan hasil akhirnya tentu saja proses belajar akan semakin mudah. Berikut akan dijelaskan tujuh langkah beserta alasannya (Buzan, 2009: 15) dalam membuat peta pikiran (mind map), yaitu: a. Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar. Karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. b. Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral anda. Karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap terfokus, membantu kita berkosentrasi, dan mengaktifkan otak kita. c. Gunakan warna. Karena bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar. Warna membuat mind map lebih hidup, menambah energi kepada pemikiran kreatif, dan menyenangkan. d. Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Karena otak bekerja menurut assosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga, atau empat) hal sekaligus. Bila kita menghubungkan cabang-cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat. e. Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus. Karena garis lurus akan membosankan otak. f. Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis. Karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada mind map. g. Gunakan gambar. Karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata. Menurut DePoter (2002: 172) manfaat peta pikiran adalah sebagai berikut:

47

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50 a. Fleksibel. Jika seorang pembicara tiba-tiba teringat untuk menjelaskan suatu hal tentang pemikiran, Anda dapat dengan mudah menambahkannya ditempat yang sesuai dalam peta pikiran Anda tanpa harus kebingungan. b. Dapat memusatkan perhatian. Anda tidak perlu berpikir untuk menangkap setiap kata yang dibicarakan. Sebaliknya, Anda dapat berkonsentrasi pada gagasan-gagasannya. c. Meningkatkan pemahaman. Ketika membaca suatu tulisan atau laporan teknik, peta pikiran akan meningkatkan pemahaman dan memberikan catatan tinjauan ulang yang sangat berarti nantinya. d. Menyenangkan. Imajinasi dan kreativitas Anda tidak terbatas. Hal itu menjadikan pembuatan dan peninjauan ulang cataan lebih menyenangkan. Dengan penggunaan peta pikiran di awal pembelajaran, diharapkan siswa lebih fokus pada materi yang akan dipelajari. Peta pikiran di awal pelajaran akan memberi penjelasan serta membantu siswa untuk mengingat kembali tentang hal-hal yang telah mereka pelajari dan memberi informasi tentang kaitan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan siswa sebelumnya. Dengan membuat peta pikiran sendiri di akhir pertemuan, diharapkan siswa lebih paham terhadap konsep yang mereka pelajari pada pertemuan tersebut. Sehingga untuk materi selanjutnya yang berkaitan dengan materi tersebut akan lebih mudah untuk dipahami, karena siswa telah memahami materi prasyarat dengan baik. Dari uraian di atas, dilakukan sebuah penelitian untuk menjawab pertanyaan “apakah kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran langsung pada kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang?” METODE PENELITIAN Berdasarkan masalah yang diteliti, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Pada penelitian ini digunakan dua kelas sampel,

yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan Penelitian Kelas Sampel Perlakuan Tes Akhir Kelas Eksperimen X T Kelas Kontrol T Sumber: Suryabrata (2004: 104) Keterangan : X : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, berupa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran T : Tes akhir pada kelas sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang tahun pelajaran 2011/2012 kecuali siswa kelas VIII-A yang merukapan kelas unggul. Sementara itu, setelah dilakukan pengambilan sampel secara acak, terpilih kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol. HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan penelitian, kedua kelas sampel diberikan tes akhir berupa tes kemampuan pemahaman konsep. Dari tes akhir diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. Statistik Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen Kontrol 83,59 75,21 10,98 15,94 100 98,61 58,33 43,06 Berdasarkan uji normalitas disimpulkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas sampel berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa variansi kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas sampel tidak homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis yang bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan 48

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50 pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran TPS disertai penggunaan peta pikiran lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan pembelajaran langsung pada kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang. Oleh karena kelas sampel berdistribusi normal dan memiliki variansi kemampuan pemahaman konsep yang tidak homogen, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t’ satu arah. Tabel 3. Hasil Analisis Tes Kemampuan Pemahaman Konsep setelah dilakukan Uji Hipotesis t’ 2,49

1,70

0,05

Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai . Karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa dengan pembelajaran TPS disertai penggunaan peta pikiran lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep siswa yang menggunakan pembelajaran langsung. PEMBAHASAN Hasil hipotesis menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa yang mengikuti pembelajaran tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran lebih baik daripada pemahaman konsep siswa yang menggunakan pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena pada kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajan TPS disertai penggunaan peta pikiran, siswa dilatih untuk berpikir dan mencoba memahami suatu materi secara individu terlebih dahulu, sehingga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikirnya. Selain itu, pada pembelajaran TPS, siswa juga dilatih untuk saling membantu pasangannya untuk memahami suatu materi yang dipelajari, sehingga pemahaman materi siswa yang berkemampuan rendah menjadi lebih baik. Adapun tugas membuat peta pikiran yang diberikan pada siswa di akhir pembelajaran menjadikan materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut lebih mudah

diingat, karena siswa telah menyimpulkan kembali materi yang telah dipelajari sesuai dengan pemahamannya. Pemahaman konsep merupakan hal yang dibutuhkan dalam mencapai hasil belajar yang baik. Siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan pemahaman konsep yang baik, apabila mereka dapat menunjukkan indikatorindiktor pemahaman konsep dalam tes. Dari jawaban siswa pada tes pemahaman konsep yang dilaksanakan, terlihat beberapa orang siswa dari kelas kontrol dan kelas eksperimen telah mempunyai kemampuan pemahaman konsep yang sama. Namun, secara umum terlihat bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari contoh jawaban siswa sebagai berikut: Soal: 1. Perhatikan gambar-gambar berikut! (i) (ii)

(iii)

(iv)

b. Dari benda-benda di atas, manakah yang tidak termasuk prisma? Sifat apa yang tidak terpenuhi? Jelaskan jawabanmu!

Jawaban: Kelas eksperimen

Kelas kontrol

Gambar 1. Jawaban Siswa pada Indikator Mengklasifikasikan Objek Menurut Sifat-Sifat Tertentu sesuai Konsepnya Dari Gambar 1 terlihat bahwa pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol pada indikator mengklasifikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep secara tepat dan lengkap. Meskipun inti dari jawaban siswa sama, jawaban siswa pada kelas eksperimen lebih tepat dari pada jawaban siswa kelas kontrol. 49

Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 45-50 Pemahaman konsep siswa pada indikator mengembangkan syarat cukup/ syarat perlu suatu konsep dapat dilihat dari jawaban siswa pada beberapa soal, salah satunya pada soal berikut ini: Soal: 4. Tentukan bentuk jaring-jaring prisma berikut sesuai dengan ukurannya!

Jawaban: Kelas eksperimen

Kelas kontrol

Gambar 2. Jawaban Siswa pada Indikator Mengembangkan Syarat Cukup/ Syarat Perlu Suatu Konsep Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada siswa kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol telah dapat menemukan berbagai macam jaring-jaring prisma segitiga, tidak hanya satu bentuk jaring-jaring saja. Artinya, siswa sudah mampu mengembangkan syarat cukup/ syarat perlu suatu konsep. Namun, dari jawaban siswa, dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang teradapat pada jawaban siswa kelas eksperimen lebih sedikit daripada jawaban siswa kelas kontrol. Kesalahan siswa pada kelas eksperimen yaitu siswa belum tepat dalam membuat sudut siku-siku pada sisi tegak prisma yang harusnya adalah persegi panjang yang mempunyai sudut siku-siku. Dari beberapa sampel jawaban siswa kelas kontrol, kesalahan yang terdapat pada jawaban siswa yaitu ketidaktepatan siswa dalam membuat sudut siku-siku pada sisi prisma yang berbentuk persegi panjang, dan ketidaktepatan ukuran jaring-jaring dengan ukuran yang sebenarnya seperti yang diperintahkan pada soal.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan dengan pembelajaran langsung pada kelas VIII SMPN 2 Padang Panjang. SARAN 1. Guru mata pelajaran matematika umumnya dan guru mata pelajaran matematika SMPN 2 Padang Panjang khususnya, hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran dalam pembelajaran matematika karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share disertai penggunaan peta pikiran memberikan peningkatan yang berarti pada hasil belajar siswa, khususnya pada kemampuan pemahaman konsep siswa. 2. Peneliti lain yang berminat diharapkan dapat melaksanakan penelitian lanjutan untuk materi dan sekolah yang berberda. 1. 2.

3. 4. 5. 6.

DAFTAR PUSTAKA Buzan, Toni. 2009. Mind Map untuk Meningkatkan Kreativitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. DePorter, Bobbi & Mike Hesnacki. 2002. Quantum Learning (Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan). Bandung: Kaifa Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI. Suryabrata, Sumadi. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.

50