RELASI TASAWUF, FILSAFAT & ILMU KALAM

RELASI TASAWUF, FILSAFAT & ILMU KALAM Zainal Arifin Purba Dosen Jurusan Syariah STAIN Padangsidimpuan Jl. Imam Bonjol KM 4,5 Padangsidimpuan SUMUT...

22 downloads 682 Views 495KB Size
RELASI TASAWUF, FILSAFAT & ILMU KALAM

Zainal Arifin Purba Dosen Jurusan Syariah STAIN Padangsidimpuan Jl. Imam Bonjol KM 4,5 Padangsidimpuan SUMUT Email: [email protected] Abstract This article discusses about relation between Islamic mysticism, philosophy, and theology. All of them are in one purpose, that toward a truth. To get the truth is not always done by an approach. Keywords: Tasawuf, Filsafat, Ilmu Kalam Abstrak Artikel ini akan mendiskusikan hubungan antara Tasawuf, Filsafat, dan Kalam. Semua istilah tersebut pada akhirnya akan menuju pada apa yang dinamakan kebenaran. Namun untuk menuju sebuah kebenaran tidak hanya dengan sebuah pendekatan tertentu. Kata Kunci: Tasawuf, Filsafat, Ilmu Kalam

PENDAHULUAN ―Bukan satu jalan ke Roma‖. Itulah salah satu istilah yang populer dan sering kita dengar di kalangan masyarakat dewasa ini. Dalam melakukan pendekatan (approach) terhadap suatu kebenaran, orang melalui beberapa langkah dan tahapan yang tidak sama. Walaupun jalan yang ditempuh berbeda, namun tujuannya adalah satu, yaitu menentramkan batin dalam mencapai sesuatu kebenaran. Begitu juga halnya dengan pendekatan dan pengenalan seseorang terhadap Kha>liq-nya, banyak dan beraneka ragam cara yang ia lakukan demi mencari suatu kebenaran. Kalangan Sufi misalnya, tidak merasa puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadah salat, puasa dan haji saja. Mereka ingin merasa lebih dekat lagi dengan Tuhan dengan menempuh tasawuf atau sufisme.1 Lain pula halnya dengan filosof, dalam usaha pencarian kebenaran yang ditempuhnya lebih mengutamakan rasio yang diawali dengan sikap skeptis—keragu-raguan— 1

h. 71.

Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1919). Jilid II,

| Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013349

akan sesuatu. Bagi kalangan mutakallimîn, akan mempergunakan dalil naql dan ‗aql guna menguji kebenaran sesuatu. Tulisan ini mencoba mengungkap relasi tasawuf, filsafat dan ilmu kalam.

Pengertian Tasawuf, Filsafat & Kalam Terdapat beberapa versi dalam mendudukkan pengertian tasawuf, baik etimologi maupun teminologi. Secara etimologi, ada yang me-konotasikannya dengan ahl al-shuffat (‫ا‬

‫ ) أهلمالنولة‬yang berarti sekelompok orang yang hidup

di masa Rasulullah yang hidupnya banyak berdiam di serambi-serambi mesjid dan banyak mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Seperti yang dikutip oleh Ibrahîm Basuni dari Suhrawardi 2. Namun penisbahan ini agaknya ditolak lanjut Basuni. Ada juga yang menghubungkan kata kata s}u>fî dengan s}u>f

yang

berarti bulu domba atau wol3, namun menurut Harun Nasution adalah wol yang dimaksud adalah wol yang dipakai di zaman dahulu oleh orang miskin di Timur Tengah. Di zaman itu pakaian kemewahan adalah sutera. Orang sufi ingin hidup sederhana dan menjauhi hidup keduniawian dan kesenangan jasmani, dan untuk itulah mereka hidup sebagai seorang miskin dengan memakai wol kasar tersebut.4 Dalam literatur barat, istilah tasawuf dipergunakan dengan kata mysticism atau sufism. Namun untuk lebih identik dengan warna islam dan biar tidak bercampur dengan mysticism barat ditambah dengan sifat islam sehingga menjadi Islamic Mysticism. Secara terminology, Ibrâhîm Basuni mendefeniskan tasawuf dengan:

‫لنتوةفاتيقظا طريايةجهالنلفس النولدقة اإنل اأناتجدهل احتل اتحظل ابملالةد ا‬ ‫ ا‬5‫دالتودلابدنةجةقالنمطهق‬

2 3

‫لنةصةلا‬

Ibrâhîm Basuni, Nasy`at al-Tas}awwuf al-Isla>mi>, (Kairo: Dâr al-Ma`ârif, t. th.), h. 1 Asal kata shufî adalah ‫ صوف‬yang berarti ‫الصوف لضأو و ا وش ههو‬. Ibn Manzhûr, Lisa>n al-

‘Arab, VCD. Pe-nisbat-an ini agaknya lebih dekat dan lebih disetujui oleh kebanyakan ulama Shufi seperti yang disinyalir oleh Ibrâhim Basuni, Ibid. 4 Harun Nasution, Ibid, h. 71-72, Luwes Mesinyun dan Mushthafâ ‗Abd al-Râziq, AlIsla>m wa al-Tas}awwuf, (Kairo: Dâr al-Sya‘b, 1979), h. 14, Abû al-‗Âlî ‗Afîfî, Mutas}awwifû alIsla>m, (t.tp.: t. p., 1946), h. 66 5 Ibrâhîm Basuni, Ibid., h. 28

Zainal Arifin Purba, Relasi Tasawuf...|350

Tasawuf adalah kebangkitan fitrî yang membawa jiwa yang benar untuk berjuang sehingga merasakan keenakan al-wushûl. Yang dimaksud dengan al-wushûl di sini adalah merasakan keberadaan Allah secara mutlak. Samnûn mendefenisikan tasawuf dengan

‫ ا‬6‫لنتوةفاأالاتمهكاشيئداوالايمهككاشيء‬ Tasawuf itu adalah jika engkau tidak memiliki sesuatu dan tidak ada pula sesuatu memilikimu. Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, memilih defenisi yang dikemukiakan oleh Al-Junaidi dan mengatakan bahwa tasawwuf adalah: Usaha untuk membersihkan diri, berjuang untuk memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma`rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh kepada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaannya7. Dari beberapa defenisi di atas, agaknya ada tujuan yang hendak dicapai oleh tasawuf, yaitu untuk mendekatkan diri dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak mudah dicapai kecuali dengan mengikuti jalan –t}ari>qah—menuju ke sana. Untuk itulah diperlukan usaha–muja>hadat—untuk mencapainya. Imam al-Ghazali yang merupakan tokoh sufi kenamaan mengemukakan beberapa latihan yang harus dilakukan oleh seseorang untuk menjadi seorang sufi. Langkah-langkah tersebut adalah: a. membersihkan diri dari sifat-sifat tercela seperti dengki, dendam, buruk sangka, sombong, marah, kikir, dusta dan khianat. b. Membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah diperbuat dengan cara bertaubat. c. Melaksanakan semua kewajiban yang diperintahkan Allah. 8 Adapun

filsafat

secara

etimologi

berasal

dari

bahasa

Yunani

―Philosophia”. Philo berarti cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Makanya ia berarti cinta kebijaksanaan.

6 7

Ibid., h. 21 Rosihan Anwar dan Mukhtar Solohin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000),

h. 14 8

Abdul Aziz Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), jilid 5, h. 1641-1643.

350

| Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013351

Plato mendefenisikan filsafat dengan pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada. Sedangkan Aristoteles agak berbeda dengan gurunya dengan mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, sosial budaya dan estetika. Al-Farabi mengemukakan defenisi filsafat dengan Pengetahuan tentang yang ada menurut hakekatnya yang sebenarnya 9. Bila ditinjau sebagai suatu aktivitas, maka ada beberapa tahapan filsafat: pertama: Logis, yaitu sesuai dengan undang-undang berpikir dalam memahami, memutuskan dan memberikan argumentasi. Kedua: sistematis, yaitu melalui sistem atau alur pikiran yang sistemik sehingga ditemukan satu koherensi antara satu pernyataan dengan pernyataan yang lain. Ketiga: Radikal, yaitu sampai pada akar setiap masalan dan terakhir adalah universal, yaitu secara umum dan keseluruhan. Sedangkan ilma kalam mempunyai beberapa istilah penamaan. Ia sering disebut dengan ilmu ushuliddin, ilmu tauhid dan sering juga disebut dengan fiqh akbar. Dalam literatur barat digunakan istilah ―islamic theology‖ sebagai ganti ilmu kalam. Ibn Khaldun mendefenisikan ilmu kalam dengan disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil yang rasional. Sedangkan Al-Farabi mendefenisikannya dengan ilmu yang membahas zat dan sifat Allah serta eksistensi yang mungkin mulai berkenaan dengan masalah dunia sampai dengan masalah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Sedangkan Muhammad Abduh mengemukakannya dengan ilmu yang membicarakan wujud Allah, sifat-sifat yang mesti ada dan tidak ada serta yang mungkin ada pada-Nya, membicarakan Rasul-rasul Allah, sifat-sifat yang mesti ada dan tidak ada serta yang mungkin ada padanya. Dari beberapa defenisi di atas, agaknya apa yang dikemukakan oleh AlFarabi lebih sempurna dan komprehensif. Pasalnya mencakup segala aspek yang dibahas pada ilmu kalam itu sendiri. Lain lagi halnya dengan Muhammad Abduh yang tidak mencantumkan hal ihwal yang bersangkut-paut dengan sesudah mati.

9

Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 1-3, Syamsul Bahri, Filsafat Umum I, (Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999), h. 7-8

Zainal Arifin Purba, Relasi Tasawuf...|352

Sedangkan Ibn Khaldun lebih memfokuskan kepada hal-hal yang sifatnya unsight/tidak dapat dilihat atau yang harus diimani.

Persamaan & Perbedaan antara Tasawuf, Ilmu Kalam & Filsafat Untuk melihat perbedaan antara tasawuf, ilmu kalam dan filsafat perlu kita lihat hal-hal berikut: a. Tinjauan dari segi objek pembahasan Jika ditinjau dari objek pembahasan, maka tasawuf lebih mengarah kepada perasaan –dhauq— sebagai implikasi terhadap ketidakpuasan dalam pengabdian seorang makhluk kepada Kha>liq-nya. Hal ini ditandai dengan ketidakseimbangan

antara

nilai-nilai

keduniawian

dan

nilai-nilai

keukhrawiaan. Untuk mengatasi hal inilah dibutuhkan kendaraan pilihan yaitu tasawuf. Dengan demikian objek bahasannya tertuju kepada jiwa agar tenang dan tentram. Ketenangan dan ketentraman ini tidak hanya diperoleh dengan –kontemplasi dimaksud adalah

kontemplasi dalam artian sempit

mengisolir diri dari masyarakat di suatu tempat seperti yang dilakukan oleh para rahib--. Akan tetapi lebih luas dari itu dengan melakukan perenungan, menyusun konsep dan berinovasi untuk kemudian melakukan perubahan sosial dengan acuan al-Qur`an dan Sunah. Hal ini diistilahkan oleh al-Ghazali dengan al-takhalluq bi-akhla>q Alla>h ‘ala al-T}a>qa>t al-Bashariyya>t10. Sedangkan objek bahasan ilmu kalam adalah Allah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya (sifat, zat & rasul-Nya). Ilmu kalam juga membahas masalah alam akhirat dan segala hal yang bersangkut paut dengan dosa dan pahala. Adapun filsafat membahas tentang tiga hal, al-wuju>d (ontologi), al-ma’rifah (epistimoplogi) dan al-qayyim (axiologi). b. Tinjauan Historis Bila ditinjau dari asal masalah, maka tasawwuf berawal dari kesungguhan seseorang dalam menjalankan syarak. Namun dalam prosesnya, pada zaman Umawiyyah, telah terjadi kemewahan dunia yang berlebihan di kalangan hartawan dan penguasa11. Makanya bagi kalangan sufi tetap mempertahankan 10

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), cet. 3, h. 194-195 11 Ibid. h. 153

352

| Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013353

hidup sederhana dan sungguh-sungguh dalam beribadah yang dimulai dengan usaha untuk menjadi seseorang yang za>hid. Ibrahim Madkour membagi historis tasawuf ini ke dalam beberapa fase. Fase pertama tampil dalam bentuk ibadah dan zuhud, di antara tokohnya Al-Hasan al-Bashri (110 H) dari Bashrah, Ibrahim ibn Adham (159 H) dari Balk dan Rabiah al-Adawiyah salah seorang tokoh Zuhud dari kaum wanita. Pada fase berikutnya kaum sufi mulai melakukan kajian teoritis, dan berorientasi pada jiwa dan segala rahasianya. Mereka juga membicarakan keasyikan, kerinduan, kecintaan, takut, harapan, cinta, emosi dan lain-lain. Pada fase ketiga, muncullah tokohtokoh yang lebih menyerupai kaum filosof seperti Suhrahwardi (586 H), Ibn al-Arabi dan lain-lain. Inilah yang terjadi abad ke-6 sampai ke-7. 12 Adapun golongan teologi islam berawal dari proses politik yang tidak sesuai dengan peristiwa arbitrase yang dilakukan oleh kalangan Ali terhadap Muawiyah. Aspek politik ini menjurus kepada akidah sebagai implikasi terhadap tindakan curang yang dilakukan oleh kalangan Muawiyah terhadap Ahl al-Bait. Dengan adanya pro dan kontra inilah yang memunculkan beberapa firqah kalam di kalangan umat Islam. Sedangkan filsafat, dimulai dari lahirnya filsafat Yunani yang diawali pertentang antara mitos dan logos, rasa ingin tahu, rasa kagum dan perkembangan kesusasteraan. Mitos adalah suatu keyakinan lama yang berkembang pesat sedangkan logos adalah suatu potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu siap untuk berfikir. Adapun rasa ingin tahu dan kagum dimaksud adalah keingintahuan manusia terhadap dunia yang dihadapinya yang

diiringi

dengan

perasaan

kagum.

Sedangkan

perkembangan

kesusasteraan adalah interpretasi pemikir Yunani terhadap ungkapan yang berisikan teka-teki, dongeng-dongeng dan amsal-amsal yang metaforis.13 c. Tinjauan dari Tujuan, kegunaan dan Karekteristik Tinjauan terhadap tujuan, kegunaan dan karekteristik tak lepas dari tinjauan historis dan objek bahasan seperti yang telah dijelaskan. d. Tinjauan dari Sumber ajaran 12

Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 101-

13

Hasan Bakti Nasution, Ibid., h. 7

103

Zainal Arifin Purba, Relasi Tasawuf...|354

Bila ditinjau dari sumbernya, maka antara tasawwuf, dan ilmu kalam mempunyai sumber yang sama, yaitu berdasarkan al-Qur`an dan sunah. Seluruh ajaran mereka tak lepas dari dua pusaka itu. Hanya saja dalam dalam pemahaman dan interpretasi dan metoda melaksanakannya mereka berbeda jalannya. Lain halnya dengan filsafat, ia berawal dari sikap ragu-ragu dan hanya berlandaskan rasio semata. e. Tinjauan korelatif Bila ditinjau dari korelasi di antara tasawuf, filsafat dan kalam didapatkan adanya corak tasawuf falsafi. Yang dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah tasawuf yang diwarnai unsur filsafat. Ia tidak bisa dikatakan tasawuf murni karena diwarnai unsur filsafat dan tidak pula bisa dikatakan filsafat karena diwarnai oleh tasawuf. Biasanya tokoh tasawuf falsafi adalah disamping seorang filosof ia juga seorang sufi. Dr. Muhammad ‗Aqîl ibn ‗Alî al-Mahralî, membagi tasawuf kepada dua: al-tas}awwuf al-di>ni> baik samâwî maupun agama kuno dan al-tas}awwuf al-falsafi>. Yang pertama berkaitan dengan unsur keagamaan semuanya dan yang kedua diwarnai oleh unsur filsafat 14. Di antara tokoh sufi falsafî yang bercorak Islam adalah Al-Ghazalî, Ibn Al-Taimiyah. Al-Junaid (298-910 H) berkebangsaan Irak juga bisa digolongkan ke dalam kelompok ini, bahkan ia juga seorang mutakallim dan syeikh Muktazilah. Termasuk juga Ibnu ‗Arabi (637 H-1240 M), pencetus teori pantheisme –wihdat al-wuju>d--.15 Dengan penilaian di atas, agaknya antara tasawuf, filsafat dan kalam bisa saling mewarnai, dan hal ini tercermin dari pokok ajaran yang diterapkan masing-masing. Satu hal yang perlu dicatat bahwa tasawwuf amat sukar untuk dideskripsikan dalam ucapan maupun tulisan, ia hanya bisa dirasakan oleh jiwa tertentu. Makanya seseorang dituntut untuk masuk ke dalamnya sehingga dapat merasakannya, dan tidak hanya bisa menilai dari penglihatan

14

Al-Sayyid Muhammad ‗Aqîl ibn ‗Alî al-Mahralî, Dira>sa>t fî> al-Tas}awwuf alal-Isla>mi>, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1993), h. 9 15 Ibrahim Madkour, Ibid., h. 107-109

Falsafi>

354

| Kontemplasi Vol 01 No 02, Nopember 2013355

dan mendengar dari ungkapan seseorang saja yang diistilahkan dengan alidra>k al-dhauqi> –penerimaan secara langsung16. Setelah melakukan berbagai perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan metodologi dan penekanan antara tasawuf, filsafat dan kalam. Tasawuf lebih menekankan pada rasa dari pada rasio, sebaliknya kalam lebih menekankan rasio daripada rasa, namun keduanya tetap berlandaskan kepada al-Qur`an dan Sunnah. Dari asal-muasalnya, pada tasawuf dan kalam terlebih dahulu sudah dikenal Tuhan, namun untuk merasakan hakekatNya dan kedekatan kepada-Nya diupayakanlah dengan bertasawuf. Pada filsafat, boleh jadi Tuhan belum dikenal dan masih diragukan. Untuk itu dibahas kajian yang radikal yang pada akhirnya menemukan suatu kebenaran. Untuk lebih tersistematisnya dapat dilihat tabel berikut ini: Kajian

Objek

Sifat

Sasaran

Landasa n

Tasawuf

Filsafat

Jiwa

Ontologi,

Dhauq

Rasional,

Ketentraman

Rasio &

batin

doktrin

radikal, Mencapai

epistimologi & universal & sistimatis

Rasio

kebenaran

axiology Kalam

Tuhan & Alam Rasional

Mencapai

Rasio &

akhirat

kebenaran

doktrin

KESIMPULAN Dari pemaparan terdahulu dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara tasawuf, filsafat dan kalam. Masing-masing mempunyai landasan tersendiri dalam konteks keilmuan Studi Islam, baik secara rasio maupun doktrin. Meskipun objek kajian dan pendekatan yang berbeda, masing-masing dimaksudkan untuk menjadi kebenaran dengan perspektif yang berbeda-beda.

16

Ibrahim Madkour, Ibid., h. 107-109

Zainal Arifin Purba, Relasi Tasawuf...|356

DAFTAR PUSTAKA ‗Afîfî, Abû al-‗Âlî, Mutas}awwif al-Isla>m, t.tp.: t. p., 1946 Bahri, Syamsul, Filsafat Umum I, Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999 Anwar, Rosihan dan Mukhtar Solohin, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2000 Basuni, Ibrâhîm, Nash`at al-Tas}awwuf al-Isla>mi>, Kairo: Dâr al-Ma`ârif, t. th. Dahlan, Abdul Aziz (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997 Luwes Mesinyun dan Mushthafâ ‗Abd al-Râziq, Al-Isla>m wa al-Tas}awwuf, Kairo: Dâr al-Sya‘b, 1979 Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1990 Muhammad ‗Aqîl, Al-Sayyid … ibn ‗Alî al-Mahralî, Dirâsat fî al-Tasawwuf alFalsafî al-Islâmî, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1993 Nasution, Hasan Bakti, Filsafat Umum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001 Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1919 Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 1995

356