SIFAT FISIK DAN KIMIAWI KEJU DENGAN KOAGULAN LITSUSU, KEJU TRADISIONAL

Download Litsusu merupakan koagulan susu yang digunakan dalam pembuatan keju ... 2, 3, 4, 5 g/50 mL susu pasteurisasi) digunakan dalam pembuatan kej...

0 downloads 354 Views 139KB Size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

SIFAT FISIK DAN KIMIAWI KEJU DENGAN KOAGULAN LITSUSU, KEJU TRADISIONAL KHAS DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR (Physical and Chemical Characteristics of Cheese with “Litsusu” Coagulant, Special Traditional Cheese from Nusa Tenggara Timur) TATIK KHUSNIATI1, ELLY WIJAYANTI2 dan ELIDAR NAIOLA1 1 Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

2

ABSTRACT “Litsusu” is milk coagulant used in making special traditional cheese from Nusa Tenggara Timur (NTT). In order to investigate characteristics of traditional cheese from NTT, physical and chemical characteristics of cheese used “litsusu” coagulant (“litsusu” cheese) were observed. The use of “litsusu” in various concentrations (1, 2, 3, 4, 5 g/50 mL pasteurised milks) was used in making “litsusu” cheese. Physical characteristics of “litsusu” cheese observed consisted of physical performances, and weight of curd and whey; while its chemical characteristics consisted of coagulation activity and lactic acid contents of curd and whey. Physical performances of “litsusu” cheese (colour, coagulant forming and flavour) were visually observed, while the weight of curd and whey were measured. Coagulation activities on “litsusu” cheese were detected by using coagulation method, while lactic acid content of its curd and whey was detected with titration method. The results shows that physical performances (colour, coagulant forming, flavour) cheese with various concentrations of “litsusu” on curd were different from that on whey. The weight of curd increased by increasing “litsusu” concentrations, on the other hand the weight of whey decreased by increasing “litsusu” concentrations. Coagulation activities of “litsusu” cheese decreased by increasing “litsusu” concentrations added. “Litsusu” cheese 1 g/50 mL pasteurised milks had the highest coagulation activity with value 1,6181 RU/g, than the others. Lactic acid contents of curd and whey were not linear with storage time and “litsusu” concentration added, and lactic acid contents of control (pasteurised milks without “litsusu”) were not also linear with storage time. Lactic acid contents of curd (580,60-811,20 mg/L) and whey (727,70-1155,70 mg/mL) “litsusu” cheese 1 g/50 mL had the lowest range values than the others. It can be concluded that based on physical and chemical characteristics of cheese with various concentration of “litsusu”, “litsusu” cheese 1 g/50 mL was the best “litsusu” cheese than the others. Key words: Cheese, “litsusu”, Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Litsusu merupakan koagulan susu yang digunakan dalam pembuatan keju tradisional khas daerah NusaTenggaraTimur (NTT). Untuk mengetahui karakteristik keju tradisional NTT, sifat fisik dan kimiawi keju dengan koagulan litsusu (keju litsusu) telah diamati. Penggunaan litsusu dalam berbagai konsentrasi (1, 2, 3, 4, 5 g/50 mL susu pasteurisasi) digunakan dalam pembuatan keju litsusu. Sifat fisik keju litsusu yang diamati meliputi kenampakan fisik beserta bobot curd dan whey; sedangkan sifat kimiawinya meliputi aktivitas koagulasi dan kandungan asam laktat curd dan whey. Penampakan fisik keju litsusu (warna, pembentukan gumpalan dan flavor) diamati secara visual, sedangkan curd dan whey ditentukan bobotnya (g). Aktivitas koagulasi pada keju litsusu dideteksi dengan menggunakan metoda koagulasi, sedangkan kandungan asam laktat curd dan wheynya diamati dengan menggunakan metode titrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampakan fisik (warna, pembentukan gumpalan, flavor) keju dengan berbagai konsentrasi litsusu pada curd berbeda dengan penampakan fisik pada whey. Bobot curd semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu, sebaliknya bobot whey semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu. Aktivitas koagulasi keju litsusu semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu yang ditambahkan. Keju dengan penambahan konsentrasi litsusu 1 g/50 mL susu pasteurisasi, mempunyai aktivitas koagulasi tertinggi sebesar 1,6181 RU/g, dibandingkan keju litsusu lainnya. Kandungan asam laktat curd dan whey tidak sebanding dengan waktu penyimpanan dan konsentrasi

256

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

litsusu yang ditambahkan, dan kandungan asam laktat pada kontrol (susu pasteurisasi tanpa litsusu) juga tidak sebanding dengan waktu penyimpanan. Kandungan asam laktat pada curd (580,60-811,20 mg/L) dan whey (727,70-1155,70 mg/mL) keju litsusu 1 g/50 mL, mempunyai nilai kisaran terendah dibandingkan pada curd dan whey keju dengan berbagai konsentrasi litsusu lainnya. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan sifat fisik dan kimiawi keju dengan berbagai konsentrasi litsusu, keju litsusu 1 g/50 mL merupakan keju litsusu terbaik dibandingkan keju litsusu lainnya. Kata kunci: Keju, litsusu, Nusa Tenggara Timur

PENDAHULUAN Keju merupakan produk fermentasi susu yang menggunakan koagulan susu berupa rennet baik dari mikroba maupun sumber hayati lainnya (CASTLE dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; SCOTT, 1981). Koagulan susu baik dari mikroba maupun dari sumber hayati lainnya berperan mengkoagulasi susu selama proses fermentasi dalam pembuatan keju (NAKAZAWA dan HASONO, 1992; JUDKINS dan KEENER, 1980; SCOTT, 1981; KHUSNIATI et al., 2003). Komponen nutrisi dan flavor keju sangat tergantung dari jenis dan konsentrasi koagulan susu yang digunakan. Komponen utama keju yang merupakan komponen nutrisi utama adalah protein, lemak dan karbohidrat; sedangkan komponen flavor utama dalam keju berupa komponen senyawa-senyawa hasil proses fermentasi berupa senyawa-senyawa flavor yang sangat mempengaruhi cita rasa keju (CASTLE and WATKINS, 1979; JUDKINS and KEENER, 1980; NAKAZAWA and HASONO, 1992; SCOTT, 1981). Kualitas keju sangat dipengaruhi oleh jenis susu, koagulan susu dan starter yang digunakan dalam pembuatan keju (NAKAZAWA and HASONO, 1992; SCOTT, 1981). Koagulan susu yang mengandung senyawa yang bersifat menggumpalkan protein dalam susu, merupakan senyawa penting dalam proses fermentasi keju (FOX, 1989; SCOTT, 1981), dan koagulan susu sangat berpengaruh terhadap tingkat kepadatan dan homogenitas keju yang dihasilkan. Karakteristik keju ditentukan berdasarkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam keju, terutama kandungan protein, lemak dan karbohidratnya (NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981). Selain kandungan nutrisi, karakteristik keju dideteksi berdasarkan sifat fisik dan kimiawinya, terutama uji organoleptis dan kandungan senyawa flavornya (CASTLE

dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; SCOTT, 1981). Susu yang merupakan bahan utama dalam pembuatan keju mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan pada suhu dingin, dikarenakan adanya aktivitas bakteri psikhotroph, terutama Pseudomonas spp. (BROWN et al., 1984; CHANDLER et al., 1990; COUSIN, 1982; CRAVEN dan MACAULEY, 1992; JANZEN et al., 1982). Adanya kerusakan susu yang merupakan bahan utama dalam pembuatan keju, selama waktu penyimpanan pada suhu dingin, berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimiawi keju selama dalam penyimpanan (CHANDLER et al., 1990; COUSIN, 1982; FOX, 1989; SCOTT, 1981). Karakteristik keju tradisional dengan menggunakan koagulan litsusu dari NTT belum dilaporkan, untuk mengetahui karakteristik keju tradisional dengan menggunakan koagulan litsusu dari NTT, sifat fisik dan kimiawi keju tradisional dengan menggunakan koagulan litsusu dari NTT diamati. MATERI DAN METODE Bahan yang digunakan Litsusu dari NTT dalam berbagai konsentrasi (1, 2, 3, 4, 5 g/50 mL susu sapi pasteurisasi), dan susu sapi pasteurisasi komersial yang disimpan 0 hari (4 hari sebelum kadaluarsa), 2 hari (2 hari sebelum kadaluarsa), 4 hari (kadaluarsa), 6 hari (2 hari sesudah kadaluarsa), 8 hari (4 hari sesudah kadaluarsa). Sifat fisik Sifat fisik keju litsusu yang diamati meliputi penampakan fisik beserta bobot curd dan whey. Penampakan fisik keju litsusu (warna, pembentukan gumpalan dan flavor)

257

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

diamati secara visual, sedangkan curd dan whey ditentukan bobotnya (g).

90 : BE asam laktat 1000 : konversi bobot sampel

Aktivitas koagulasi

Analisa statistik

Aktivitas koagulasi diamati baik pada curd maupun whey keju litsusu. Aktivitas koagulasi dideteksi dengan menggunakan metode koagulasi, yang dihitung berdasarkan formula yaitu:

Semua perlakuan pada susu pasteurisasi yang ditambahkan litsusu dengan berbagai konsentrasi dianalisa secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial.

Aktivitas koagulasi = 10.Q/ T.R HASIL DAN PEMBAHASAN

keterangan: Q : jumlah susu yang digunakan (mL) R : jumlah litsusu yang digunakan (g) T : waktu koagulasi (menit) Kandungan asam laktat Kandungan asam laktat curd dan whey keju litsusu diamati dengan menggunakan metode titrasi, yang dihitung berdasarkan formula yaitu: Kandungan asam laktat = A x B x 90 x 100% 1000 x C keterangan: A : volume NaOH yang terpakai (mL)(hasil titrasi) B : konsentrasi NaOH (N)(0,1 N) C : volume susu yang dianalisis (mL) (10 mL)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenampakan fisik (warna, pembentukan gumpalan, flavor) keju dengan berbagai konsentrasi litsusu pada curd berbeda dengan penampakan fisik pada whey (Tabel 1). Semakin besar konsentrasi “litsusu” yang digunakan, warna curd semakin bertambah coklat, sedangkan warna whey semakin bertambah coklat keruh. Untuk pembentukan gumpalan, pembentukan gumpalan pada curd di berbagai konsentrasi litsusu tidak homogen, sedangkan pembentukan gumpalan pada whey di berbagai konsentrasi litsusu homogen. Flavor curd di berbagai konsentrasi litsusu berbau keju, sedangkan flavor whey pada berbagai konsentrasi litsusu berbau susu.

Tabel 1. Penampakan fisik susu pasteurisasi yang ditambahkan berbagai konsentrasi litsusu Uraian

Konsentrasi Litsusu (g) 1

2

3

4

5

Warna: Curd

putih (+5), coklat (+1)

putih (+4), coklat (+2)

putih (+3), coklat (+3)

putih (+2), coklat (+4)

putih (+1), coklat (+5)

Whey

keruh kekuningan (+)

keruh kekuningan (+2)

coklat keruh (+)

coklat keruh (+2)

coklat keruh (+3)

Curd

tidak homogen

tidak homogen

tidak homogen

tidak homogen

tidak homogen

Whey

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

Curd

bau keju

bau keju

bau keju

bau keju

bau keju

Whey

bau susu

bau susu

bau susu

bau susu

bau susu

Homogenitas:

Flavor:

258

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Perbedaan penampakan fisik (warna, pembentukan gumpalan, flavor) keju dengan berbagai konsentrasi litsusu pada curd dengan penampakan fisik pada whey, kemungkinan disebabkan karena tingginya kandungan protein pada curd dibandingkan kandungan protein pada whey, yang mengakibatkan adanya perbedaan penampakan fisik (warna, pembentukan gumpalan, flavor) antara keju dengan berbagai konsentrasi litsusu pada curd dan whey. Dilaporkan bahwa kandungan protein curd lebih tinggi dibandingkan kandungan protein whey, dan besar kecilnya kandungan protein dalam susu berpengaruh dalam proses pembentukan warna, gumpalan dan flavor pada keju yang dihasilkan (CASTLE dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981). Bobot curd semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu, dan sebaliknya bobot whey semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu (Tabel 2). Tabel 2. Bobot curd dan whey susu pasteurisasi yang ditambahkan litsusu Konsentrasi litsusu (g/50 mL)

Bobot curd (g)

Bobot whey (g)

0

10,33a-

12,33g-

1

17,00b

34,50h

2

19,00c

33,27i

3

21,67d

31,90j

4

25,17e

29,23k

5

27,73f

27,57l

Huruf berbeda dalam kolom sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Semakin meningkatnya bobot curd dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu, dan sebaliknya semakin menurunnya bobot whey dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu, kemungkinan disebabkan karena semakin meningkat konsentrasi litsusu yang ditambahkan, semakin banyak terjadi pembentukan koagulan protein curd. Sebaliknya semakin meningkatnya pembentukan koagulan protein curd yang seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu, mengakibatnya semakin menurunnya terbentuknya whey. Dilaporkan

bahwa dalam proses fermentasi keju, semakin meningkat terbentuknya curd, semakin menurun whey yang dihasilkan (CASTLE dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981) Aktivitas koagulasi keju litsusu semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu yang ditambahkan (Tabel 3). Keju dengan penambahan konsentrasi litsusu 1 g/50 mL susu pasteurisasi, mempunyai aktivitas koagulasi tertinggi sebesar 1,6181 RU/g, dibandingkan keju litsusu lainnya. Keju dengan penambahan konsentrasi litsusu 1 g/50 mL susu pasteurisasi, mempunyai waktu koagulasi terendah sebesar 309,00 menit, dibandingkan keju litsusu lainnya. Semakin menurunnya aktivitas koagulasi keju litsusu dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu yang ditambahkan, kemungkinan disebabkan karena semakin meningkat konsentrasi litsusu, aktivitas koagulasi keju litsusu dalam pembentukan koagulan protein susu dalam proses fermentasi keju litsusu semakin tidak efektif seiring dengan lebih meningkatnya waktu koagulasi keju litsusu pada konsentrasi 2-5 g/50 mL dibandingkan pada 1 g/50 mL. Dilaporkan bahwa konsentrasi koagulan susu berpengaruh terhadap aktivitas koagulasi protein curd dalam proses fermentasi keju, dan semakin tinggi aktivitas koagulasi protein curd dalam proses fermentasi keju diperlukan waktu koagulasi yang semakin cepat (CASTLE dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981; KHUSNIATI et al., 2003). Tabel 3. Aktivitas koagulasi susu pasteurisasi yang ditambahkan litsusu Konsentrasi litsusu (g/50 mL) 0

Waktu koagulasi (menit)

Aktivitas koagulasi (RU/g)

-

-

1

309,00a

1,6181f

2

491,33b

0,5088g

3

485,00c

0,3436h

4

478,67d

0,2611i

5

472,33e

0,2117j

Huruf berbeda dalam kolom sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

259

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Kandungan asam laktat curd dan whey tidak sebanding dengan waktu penyimpanan dan konsentrasi litsusu yang ditambahkan, dan kandungan asam laktat pada kontrol (susu pasteurisasi tanpa litsusu) juga tidak sebanding dengan waktu penyimpanan (Tabel 4-5). Kandungan asam laktat pada curd (580,60811,20 mg/L) dan whey (727,70-1155,70 mg/mL) keju litsusu 1 g/50 mL, mempunyai nilai kisaran terendah dibandingkan pada curd dan whey keju dengan berbagai konsentrasi litsusu lainnya. Tidak sebandingnya kandungan asam laktat curd dan whey dengan waktu penyimpanan dan konsentrasi litsusu yang ditambahkan, dan juga tidak sebandingnya kandungan asam laktat pada kontrol (susu pasteurisasi tanpa litsusu) dengan waktu penyimpanan, kemungkinan disebabkan tingkat pembentukan koagulan protein curd pada keju litsusu dan tingkat pembentukan asam laktat baik pada keju litsusu dan kontrol pada saat sebelum

kadaluarsa, berbeda dengan pada saat dan sesudah kadaluarsa. Dalam proses fermentasi keju, tingkat pembentukan koagulan protein curd dan asam laktat mengalami perubahan dengan adanya perbedaan waktu penyimpanan (CASTLE dan WATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981), dan tingkat pembentukan asam laktat susu sebagai bahan utama dalam pembuatan keju dipengaruhi oleh adanya perbedaan aktivitas bakteri psikhotroph dalam berbagai waktu penyimpanan (BROWN et al., 1984; CHANDLER et al., 1990; COUSIN, 1982; CRAVEN dan MACAULY, 1992; JANZEN et al., 1982; HILTON et al., 2002) Didapatkannya nilai kisaran terendah kandungan asam laktat pada curd dan whey keju litsusu 1 g/50 mL, dibandingkan pada curd dan whey keju dengan berbagai konsentrasi litsusu lainnya, kemungkinan disebabkan karena semakin rendah konsentrasi litsusu yang ditambahkan, semakin menurun

Tabel 4. Kandungan asam laktat pada curd keju litsusu di berbagai konsentrasi litsusu dan waktu penyimpanan (mg/mL) Konsentrasi Litsusu (g)

Waktu

Penyimpanan

0 hari

4 hari

6 hari

8 hari

10 hari 1417,90e

0

727,70a

989,30b

1192,60c

1159,70d

1

811,20f

794,80g

580,60h

620,30i

774,20j

2

987,10k

996,60l

840,70m

1068,80n

1138,80o

3

929,90p

1082,20q

1264,00r

1218,30s

1340,80t

4

1126,60u

901,20v

931,40w

1135,30x

1077,10y

5

884,80z

778,90aa

780,20bb

1102,10cc

1037,90dd

Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Tabel 5. Kandungan asam laktat pada whey keju litsusu di berbagai konsentrasi litsusu dan waktu penyimpanan (mg/mL) Penyimpanan

Waktu

Konsentrasi Litsusu (g) 0 hari

4 hari

6 hari

8 hari

10 hari

0

727,70a

1

727,70a

989,30b

1192,60c

1159,70d

1417,90e

929,30f

1088,60g

1013,50h

1155,70i

2

989,30b

1235,00j

1387,40k

1434,30l

1525,90m

3

1192,60c

1586,00n

1899,10o

1860,80p

1851,30q

4

1159,70d

1431,90r

1856,70s

1916,10t

2120,60u

5

1417,90e

1406,20v

1989,80w

1938,30x

2249,60y

Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

260

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

asam laktat yang terbentuk dalam keju litsusu. Semakin bagus pembentukan koagulan protein curd dalam proses pembuatan keju dengan menggunakan koagulan susu pada konsentrasi tertentu, proses pembentukan asam laktat pada keju yang dihasilkan semakin menurun (CASTLE danWATKINS, 1979; JUDKINS dan KEENER, 1980; NAKAZAWA dan HASONO, 1992; SCOTT, 1981). Secara umum, dapat disimpulkan bahwa keju litsusu 1 g/50 mL merupakan keju litsusu terbaik dibandingkan keju litsusu lainnya, berdasarkan sifat fisik dan kimiawi keju dengan berbagai konsentrasi litsusu. KESIMPULAN Aktivitas koagulasi keju litsusu semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi litsusu yang ditambahkan, dan aktivitas koagulasi tertinggi sebesar 1,6181 RU/g, terjadi pada keju dengan penambahan konsentrasi litsusu 1 g/50 mL susu pasteurisasi. Kandungan asam laktat curd dan whey tidak sebanding dengan waktu penyimpanan dan konsentrasi litsusu yang ditambahkan, dengan diiringi kandungan asam laktat pada kontrol (susu pasteurisasi tanpa litsusu) yang juga tidak sebanding dengan waktu penyimpanan. Nilai kisaran terendah kandungan asam laktat terjadi pada curd dan whey keju litsusu 1 g/50 mL. Berdasarkan sifat fisik dan kimiawi keju dengan berbagai konsentrasi litsusu, dapat disimpulkan keju litsusu 1 g/50 mL merupakan keju litsusu terbaik dibandingkan dengan keju litsusu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA BROWN, J.V., H.M.P. RANJITH and J.A. PRENTICE. 1984. Comparative shelf lives of skimmed, semi skimmed and whole milks. J. Soc. Dairy Tech. 37: 132-135. CASTLE, M.E. and P. WATKINS. 1979. Modern milk production. London: Faber and Faber. CHANDLER, R.E., S.Y. NG and R.R. HULL. 1990. Bacterial spoilage of specialty pasteurised milk products. Food Research Quarterly. 50: 11-14. COUSIN, M.A. 1982. Presence and activity of psychrotrophic microorganisms in milk and dairy products: A Review. J. Food Protection. 45(2): 172-207. CRAVEN, H.M. and B.J. MACAULEY. 1992. Microorganism in pasteurised milk after refrigerated storage. 1. Identification of types. Aust. J. Dairy Tech. 47: 46-49. FOX, P.F. 1989. Functional Milk Proteins. London and New York: Elsevier Applied Science. JANZEN, J.J., J.R. BISHOP and A.B. BODIENE. 1982. Relationship of protease activity to shelf life of skim and whole milk. J. Dairy Sci. 65: 2237-2240. JUDKINS, H.E. and H.A. KEENER. 1980. Milk Production and Processing. New York: John Wiley and Sons. KHUSNIATI, T., M. RIRIN and M. HAWAB. 2003. The activity of rennin calf abomasums and Mucor pusillus and papain in protein coagulation of pasteurized milks. Paper in The X National Seminar of Japan Graduate Association. Jakarta. NAKAZAWA, Y. and A. HASONO. 1992. Function of fermented milk. London and New York: Elsevier Applied Science. SCOTT, R. 1981. Cheese making Practice. England: Applied Science Publisher.

261