SIKAP PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA WERENG BATANG

Download hubungan antara sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu de...

0 downloads 388 Views 248KB Size
SIKAP PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT MELALUI SEKOLAH LAPANG PNGENDALIAN HAMA TERPADU DI DESA KEBONHARJO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN Nanang Adi Pamungkas, Totok Mardikanto, Hanifah Ihsaniyati Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126, Telp/Fax:(0271) 637457 Email: [email protected] /Telp: 085 647 082 044 Abstract: This research aims to examine the attitudes of farmers against pest control technology of Rod Brown through the Airy School Integrated pest control, examine the factors influencing attitudes, and examines the relationship between attitudes towards technology farmers pest control pest chocolate Rod through the Airy School Integrated pest control to factors influencing attitude. The basic method of this research is descriptive. The location of the research determined the purposive deliberately produce Sari Makmur group I and II. Sampling of participants is done by proportional random sampling techniques to sample as many as 40 of the respondents. Attitudes towards the concept Is in doubt, implementation of doubt/agree, belongs to the Benefits of concur. totally agree, the impact is of doubtful/agree. Factors that affect farming experience, are classified as formal education, non-formal as well as the influence of others, the category between a little low/low i.e. mass media contacts, the emotional factor in the category between high/very high relationship between farmers ' attitude with the attitude toward technology pest control pest Rod Brown through significant relationships SLPHT negative direction i.e. the non formal education and mass media contacts are very significant. Keywords: SL-IPM, pest Rod Brown Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu, mengkaji faktor-faktor mempengaruhi sikap, dan mengkaji hubungan antara sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu dengan faktor-faktor mempengaruhi sikap. Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja purposive yaitu di kelompok tani Sari Makmur I dan II. Pengambilan sampel peserta dilakukan dengan teknik proportional random sampling dengan sampel sebanyak 40 responden. Sikap terhadap Konsep Tergolong ragu-ragu, pelaksanaan antara ragu/setuju, Manfaat tergolong antara setuju. sangat setuju, Dampak tergolong antara ragu/setuju. Faktor-faktor yang mempengaruhi tergolong sedang pengalaman berusahatani, pendidikan formal, non formal serta pengaruh orang lain, kategori antara sedikit rendah/rendah yaitu kontak media massa, faktor emosional dalam kategori antara tinggi/sangat tinggi Hubungan antara sikap Petani dengan sikap terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui SLPHT hubungan signifikan arah negatif yaitu pendidikan non formal dan sangat signifikan kontak media massa. Kata Kunci: SL-PHT , hama wereng batang cokelat

PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi yang dikembangkan untuk mengendalikan hama dan pertanaman padi didasarkan kepada konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dengan mempertimbangkan ekosistem, stabilitas, dan kesinambungan produksi sesuai dengan tuntutan praktek pertanian yang baik. Program PHT pada dasarnya berbasis pengelolaan agroekosistem. Prinsip PHT meliputi : Budidaya tanaman seha, Pelestarian musuh alami, Pengamatan berkala yang berkesinambungan dan Menjadikan petani ahli PHT. Kegiatan pelatihan PHT tersebut kemudian kita kenal dengan nama Sekolah Lapang PHT (SLPHT) merupakan pendekatan penyuluhan yang dikembangkan sejak 1990, untuk menjadikan petani sebagai ahli PHT. Di daerah Kecamatan Polanharjo yang beririgasi teknis, petani di dorong meningkatkan indeks penanaman (IP 300 dan IP 400) yaitu dengan menanam padi unggul berumur pendek sehingga dalam satu tahun dapat ditanam padi tiga kali. Dengan strategi tersebut luas dan produksi panen padi meningkat tetapi petani meninggalkan pola tanam yang dianjurkan yaitu padi-padipalawija. Penanaman padi terus menerus akan mendorong peningkatan populasi dan serangan hama karena siklus kehidupan Wereng Batang Cokelat dan hamahama lain tidak terputus. Penggunaan pupuk kimia terutama pupuk N oleh petani semakin tinggi agar varietas

padi unggul baik yang tahan hama maupun peka hama (terutama padi hibrida) dapat mencapai hasil maksimal pada kondisi kesuburan lahan yang semakin berkurang. Peningkatan penggunaan pupuk N sangat mendorong peningkatan populasi Wereng Batang Cokelat. Penanaman varietas peka terhadap OPT, khususnya Wereng Batang Cokelat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa penyemprotan pestisida yang tidak tepat dosis dan konsentrasi dapat mendorong terjadinya resistensi dan resurjenisi Wereng Batang Cokelat yang berakibat meningkatnya populasi Wereng Batang Cokelat lebih cepat dibandingkan sebelum dilakukan penyemprotan. Kenyataan menunjukan bahwa sikap petani terhadap Program SLPHT di daerah Kebonharjo berbeda-beda. Ada petani yang langsung mau mengadopsi dan menerima program tersebut dan ada juga yang masih sangat tertutup dengan hal-hal yang baru. Petani menghadapi berbagai masalah dalam pelaksanaan program penyuluhan pertanian yang kurang maksimal dan faktor lingkungan tentu dapat mempengaruhi pelaksanaan program tersebut baik masyarakat maupun penyuluh. Sikap yang terbentuk dalam diri petani akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap tingkat keberhasilan suatu inovasi yang baru. Penelitian bertujuan untuk 1) mengkaji sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui SLPHT, 2) mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi sikap, 3) mengetahui

hubungan antara sikap dengan faktorfaktor yang mempengaruhi. LANDASAN TEORI

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dengan menerapkan pendekatan partisipatoris dan prinsip petani belajar dari pengalaman telah menghasilkan harapan bahwa petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT dapat menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik (Untung, 2007). Dalam kegiatan SLPHT ini, dari hasil pengamatan yang dilakukan apa yang dilihat dan dicatat saat pengamatan digambarkan dengan sketsa sederhana. Dalam penggambaran sketsa sederhana tersebut semua hasil dicantumkan yaitu: keadaan tanaman, keadaan cuaca, keadaan gulma, umur tanaman, varietas, musuh alami yang ditemukan, populasi OPT, intensitas serangan OPT maupun serangga lain dan hal-hal lain yang dapat ditulis baik berupa tulisan angka maupun simbol yang mudah dimengerti (Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman, 2007). SLPHT adalah Suatu metode pendidikan, partisipasi bagi petani

dengan pendekatan orang dewasa. SLPHT merupakan program memasyarakatkan prinsip prinsip PHT (Pedoman Teknis Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu, 2011). Hama Wereng Coklat dan Pengendalianya Serangga wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah banyak. Serangga dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus kilometer. Populasi tinggi wereng coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning oranye sebelum menjadi coklat dan mati. Kondisi ini disebut hopperburn membunuh tanaman. Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput yang sampai saat ini tidak bisa diobati (Oka, 1995) Sikap Van Den Ban dan Hawkins (1999) mendefinisikan sikap sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersikap permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Lebih mudahnya, sikap adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadaphadapan dengan obyek sikap. Faktor faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi , kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Kebonharjo Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan proportional random sampling yaitu pengambilan responden dengan cara acak sederhana.

METODE PENELITIAN Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisa dan disimpulkan dalam konteks teoriteori hasil.

Jenis Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data yaitu Data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan pencatatan.

Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian

Metode Analisis Data Analisi data menggunakan skala likert. Kategori pengukurannya dengan menggunakan rumus median score dan untuk mengetahui derajat hubungan dengan mengunaakan uji korelasi rank sperman.

PEMBAHASAN A. Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengendalian Hama Wereng Melalui SLPHT& Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Tabel 1 Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengendalian Hama Wereng Melalui SLPHT No 1 2 3 4 5 6 7

8

Kategori Sangat setuju Antara setuju atau sangat setuju Setuju Antara ragu ragu atau setuju Netral/ragu ragu Antara tidak setuju atau sangat tidak setuju Tidak Setuju Antara tidak setuju/sangat tidak setuju Sangat Tidak Setuju

Median 5 4,5

Konsep -

Pelaksanaan 1

Manfaat 14

Dampak 5

4 3,5

4 10

6 26

9 6

8 13

3 2,5

17 3

7 -

9 -

11 3

2 1,5

5 1

-

1 1

-

1

-

-

-

-

Sumber: Data Primer 2012

Dari tabel diatas Sikap petani terhadap konsep teknologi

pengendalian hama wereng batang cokelat melalui SL-PHT tergolong

dalam kategori ragu-ragu dengan nilai median 3, hal ini ditunjukan dilapang bahwa teknologi PHT sulit untuk diterapkan, tetapi mereka mengetahui keunggulannya antaralain hemat tenaga, pestisida dan hasil panen lebih baik. selain itu. Dalam pengendalian hama secara organik karena beberapa tahapan tersebut memerlukan waktu yang lama dikarenakan cara pengendalian hama terpadu memang perlu kesabaran dalam kekonsistenan penerapan karena sangat sulit diterapkan secara langsung tetapi dengan bertahap, sekolah lapang pengendalian hama terpadu lebih unggul daripada cara konvensional. Sikap petani terhadap pelaksanaan teknologi SL-PHT tergolong ragu ragu/setuju dengan median nilai 3,5, hal ini ditunjukan dilapang bahwa PHT penerapanya sulit sebab harus membiasakan untuk berbudidaya secara organik dengan secara bertahap, Meskipun sulit petani tetap menerapkan budidaya tanaman yang sehat dengan melakukan secara bertahapan dengan mengikuti kegiatan pelatihan secara keseluruhan petani menjadi lebih mengetahui. Sikap petani terhadap manfaat teknologi SL-PHT tergolong setuju/sangat setuju dengan nilai median 4,5, menurut sebagian besar petani, teknologi yang terdapat di pengendalian hama terpadu lebih menghemat waktu dan biaya meliputi hemat dalam

pengendalinya, mampu menanam secara serentak, penggunaan pestisida yang hemat serta memberikan hasil panen lebih baik dari pada sebelum menerapkan PHT. Penerapan yang dimulai secara bertahap ini petani dapat memulai budidaya secara baik dan ramah. Sikap petani terhadap dampak adanya teknologi SL-PHT tergolong antara ragu-ragu/setuju dengan nilai median 3,5, Hal ini sebagian petani yang belum mengetahui tentang pengendalian hama terpadu tetapi belum sepenuhnya menerapkan sistem tersebut, sehingga petani kurang mengetahui tentang dampak produksi panen seperti kuantitas dan kualitas panen, serta dampak pendapatan bersih dari penerapan Pengendalian Hama terpadu yang efisien dalam pengendalian serangan hama karena petani masih susah dalam memberlakukan budidaya yang ramah lingkungan.

B. Faktor Faktor Yang Mempengraruhi Sikap Tabel 2 Faktor Yang Mempengaruhi Sikap No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kategori Sangat rendah Antara sangat rendah/rendah Antara sangat rendah.rendah Antara agak sedikit rendah/rendah Rendah Antara sangat rendah/ rendah Antara rendah/sedang Antara rendah.sedang Sedang Antara sedang/tinggi Antara sedang/tinggi Agak Tinggi Tinggi Antara tinggi/sangat tinggi Sangat tinggi

Median 1 1,25 1,5 1,75

X1

2 2,25 2,5 2,75 3 3,25 3,5 3,75 4 4,5 5

8 -

X2 -

X3 -

X4 -

X5 4 8 5 8

X6 -

5 9 8 10

11 15 13 1

4 16 10 3

1 4 2 11 11 6 4 1 -0

2 6 3 4 1 -

4 9 6 17 4

Sumber : Data Primer 2012 Keterangan X1 : Pengalaman Berusahatani X2 : Pendidikan Formal X3 : Pendikikan Non Formal

X4 : Pengaruh oranglain yang dianggap penting X5 : Kontak Media Massa X6 : Faktor Emosional

Dari Tabel diatas (X1) termasuk dalam kategori sedang karena petani di Desa Kebonharjo pekerjaan petani menjadi pekerjaan utama untuk mendapatkan penghasilan demi mencukupi kebutuhan. Tetapi ada juga yang menjadikan pekerjaan petani sebagai pekerjaan sampingan. Pengalaman pribadi petani menjadikan beberapa kegiatan pertanian berjalan secara bertahap dan bisa memajukan dan menjadikan penambahan pengalaman dalam budidya petani itu sendiri. (X2) termasuk dalam kategori sedang yaitu berpendidikan SMP. Pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam tingkat adopsi teknologi dan keterampilan manajemen dalam mengelola usahatani. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal, diharapkan pola berpikir semakin terbuka dengan hal hal yang baru untuk memajukan usaha taninya. Rata-rata petani di Desa Kebonharjo masih

berpendidikan SMP, walaupun hanya berpendidikan SMP setiap petani selalu antusias jika mengikuti suatu kegiatan. (X3) petani tergolong dalam kategori sedang arti petani menghadiri 4 – 8 kali pertemuan, pelatihan/penyuluhan dalam satu musim tanam dari 11-15 kegiatan yang di lakukan. Hal ini disebabkan petani dalam memperoleh informasi hanya sebatas untuk mengetahui tetapi tidak menggali informasi yang lebih dalam tentang kegiatan usahatani melalui penyuluhan, serta kesibukan dari beberapa petani, meskipun kegiatan penyuluhan dan pelatihan pada umumnya diselenggarakan apabila ada program dari pemerintah daerah/ pusat, dengan menunjuk beberapa petani tertentu. (X4) dalam kategori sedang diartikan oleh data di lapang bahwa kegiatan yang berkaitan dengan teknologi pengendalian hama terpadu petani jarang/kadang mendapatkan saran

untuk menerapkan prinsip Pengendalian Hama Terpadu dalam mengelola serangan hama wereng yang menyerang selama ini. Sebagian besar petani hanya memperoleh saran 3 hingga 4 kali setiap musim tanam baik itu dari, ketua kelompok tani ataupun petani yang sudah menerapkan PHT. Namun terkadang informasi yang diberikan hanya sekedar info dan tidak mendapat perhaitan daam pelaksanaannya. (X5) dari data tersebut dapat diambil penjelasan bahwa sebagian besar responden mempunyai distribusi kontak media massa dalam kategori antara sangat sedikit rendah/rendah Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden mempunyai minat yang kurang dalam menyimak media

massa yang ada selain itu tidak adanya sarana yang mendukung untuk mencari informasi. (X6) dalam kategori tinggi/sangat tinggi. Hal ini dikarenakan pelayanaan yang baik menjadikan petani merasa nyaman dalam berkunjung untuk menemui petugas. Sedangkan hubungan para petani dengan aparatur desa yang sudah harmonis terbentuk karena sebelum menjadi kepala pemerintahan desa mereka juga berasal dari salah satu anggota kelompok tani yang menyebabkan hal ini semakin mudah dalam setiap penentuan kebijakan dan perolehan informasi dan untuk tim pemandu lapang yang dulu juga pernah bertugas di daerah yang sama sehingga tidak kesulitan dalam beradaptasi sama sama lainnya.

C. Hubungan Antara Variabel Yang Mempengaruhi Sikap Dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengendalian Hama Wereng Batang Cokelat Melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Tabel 3 Analisis Hubungan Antara Sikap Petani Dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama terpadu Sikap Petani Padi terhadap Teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu X1 X2 X3 X4 X5 X6

n Pengalaman Berusatani Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Pengaruh Oranglain Yang Dianggap Penting Kontak Media Massa Faktor Emosional

Y1 (rs) -.224 .150 -.501** .021

Y2 (rs) -.067 .026 .089 .184

Y3(rs) .128 .034 .284 .000

Y4 (rs) .137 .032 -.081 .024

Ytotal (rs) -048 .182 -314* .101

.492** -.526**

-.029 .015

-.138 .430**

.286 .015

.410** -.311

Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2012 Hubungan antara Pengalaman Berusahatani dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengendalian Hama Wereng Batang Cokelat melalui SLPHT

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui Dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) antara pengalaman berusaha tani dengan sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah

lapang pengendalian hama terpadu adalah - 0,048 dengan arah hubungan negatif dan nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel yaitu -0,300 ≤ 2,031. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman berusahatani belum terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dengan sikap petani terhadap pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pengalaman berusahatani pada tingkat kepercayaan 66%. Karena petani memberikan sikap didasarkan pada hasil pengalaman yang telah dijalani terutama yang berkaitan dengan penerapan budidaya secara ramah lingkungan yaitu pengendalian hama terpadu yang dapat memajukan petani. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Wereng Batang Cokelat melalui SLPHT Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat dari nilai tHitung (-0,116) < tTabel (2,021), pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai rs adalah 0,182 , berarti H0 diterima. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan formal dengan sikap petani terhadap Teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 57%. Kondisi di lapang yaitu tingkat pendidikan formal petani tergolong sedang dan sikap petani terhadap Teknologi Pengengendalian hama wereng batang cokelat melalui SLPHT tergolong

positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik itu petani yang memiliki pendidikan formal tinggi maupun petani yang berpendidikan formal rendah, sama-sama memiliki sikap positif terhadap konsep, pelaksanaan, manfaat serta dampak yang di timbulkan dari kegiatan pelatihan SLPHT itu sendiri. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Wereng Batang cokelat melaaui SLPHT Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan korelasi negatif yang signifikan antara pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu, pendidikan non formal yang tinggi diikuti rendahnya terhadap sikap tentang berbagai pelatihan maupun penyuluhan dengan nilai rs -0.314* dan t hitung sebesar -1,763 sedangkan t tabel 1,683 dengan t hitung > t tabel pada tingkat kepercayaan 95%. Artinya semakin tinggi pendidikan non formal maka sikap terhadap pelatihan/penyuluhan rendah. Penjelasan informasi yang tidak jelas membuat petani menjadi enggan mengikuti kegiatan. Dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan non formal berperan untuk membantu petani belajar untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya tetapi perubahan dari sikap dan perilaku aktif ke arah sikap dan perilaku pasif, tidak adanya motivasi pribadi dalam melakukan suatu perubahan. Berikutnya adanya ketakutan atau

trauma di masa lampau yang berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan dana, sarana dan pengalaman serta adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan. Hubungan antara Pengaruh Orang Lain dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Wereng Batang Cokelat melalui SLPHT Berdasarkan Tabel 3 Dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan tingkat sikap petani terhadap metode penyuluhan adalah 0,177 dan nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel yaitu 1,126 < 2,031. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh orang lain yang dianggap penting tidak berhubungan dengan tingkat sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 88%. Pengaruh orang lain yang tinggi tidak menjamin perubahan sikap yang positif. Jadi tinggi maupun rendahnya pengaruh orang lain yang dianggap penting tidak mempengaruhi sikap petani terhadap pengendalian hama terpadu. Hubungan antara Kontak Media Massa dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Wereng Batang Cokelat melaui SLPHT

Berdasarkan Tabel 3 Dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) adalah 0,410 dan nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel yaitu 3,038 ≤ 2,031. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kontak media massa berhubungan dengan sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu. Hal ini disebabkan karena media massa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu sebagian petani mengakses media cetak baik yang diberikan oleh penyuluh maupun LSM. Hubungan antara Faktor Emosional dengan Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Werng Batang Cokelat melalui SLPHT Pada Tabel 3 diketahui Melihat hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi rs sebesar -0,311 yang artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengaruh faktor emosional dengan sikap petani terhadap pengendalian hama wereng batang cokelat melalui sekolah lapang pengendalian hama terpadu terkait tentang pelayan aparatur desa dan pemandu lapang. t hitung < t tabel 0,178 < 2,031 ini menunjukkan bahwa terdapat semakin rendah pengaruh faktor emosional (penilaian yang terbentuk petani maka disertai dengan tingginya sikap petani terhadap Pelayanan aparatur desa dan pemandu lapang dalam mengatasi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui SLPHT. Karena selama ini sikap yang

terbentuk terhadap aparatur desa tergolong positif hal di sebabkan sebelum menjabat aparatur desa juga berasal dari salah satu anggota dari kelompok tani hal ini mengakibatkan sikap yang terbentuk selalu baik

sehingga interaksi dengan para petani sendiri sudah terbiasa, akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 58 %.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Sikap Petani Terhadap Teknologi Pengengedalian Hama Werng Batang Cokelat melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu yang termasuk kategori raguragu adalah konsep SL PHT, Sedangkan antara ragu-ragu/setuju yaitu pelaksanaan serta dampak PHT dan tergolong setuju/sangat setuju hanya manfaat PHT. Faktor yang mempengaruhi sikap yang tergolong kategori sedang dalam penelitian ini yaitu pengalaman berusahatani, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pengaruh oranglain yang dianggap penting. Faktor yang termasuk dalam kategori rendah yaitu kontak media massa, sedangkan faktor termasuk dalam kategori tinggi yaitu faktor emosional. Hubungan faktor yang mempengaruhi sikap dengan sikap petani terhadap teknologi pengendalian hama wereng batang cokelat melalui SLPHT sebagai berikut, sangat signifikan yaitu Kontak media massa. Sedangkan pendidikan non formal terdapat hubungan korelasi kearah negatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yang mempunyai hubungan yang tidak signifikan pengalaman

berusahatani tetapi signifikan pada tingkat kepercayaan 66%, pendidikan formal yang terdapat hubungan pada tingkat kepercayaan 57 %, pengaruh oranglain pada tingkat kepercayaan 88% dan Faktor emosional pada tingkat kepercayaan 58%. Saran

Bagi petani sebaiknya kegiatan diskusi bersama untuk bertukar informasi perlu ditingkatkan sehingga dapat menambah wawasan. Bagi PPL dan LSM, perlu aktif berkoordinasi terkait dengan penyampaian materi penyuluhan / pelatihan yang dilakukan. Bagi pemerintah sebaiknya kegiatan ini hendaknya lebih diintensifkan terutama didaerah yang sudah mendapatkan pelatihan PHT ataupun dengan melalui pendidikan non formal sehingga petani semakin bertambah pengetahuanya termasuk di lokasi penelitian. Daftar Pustaka

Departemen Pertanian. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional Perlindungan Tanaman dan Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian, Jakarta. Laboratorium Pengendalian Hama Penyakit Tanaman.2007. Laporan Akhir SLPHT Tanaman Jagung Di Desa Nguma Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar . Balai

Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Jakarta Pedoman Umum Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) tanaman pangan.Deptan. 2011 Oka, I.N. 1995. Sumbangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam Mengembangkan Sumberdaya Manusia dan Melestarikan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Entomologi Pertanian, UGM. Yogyakarta. Untung, K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Van den Ban.AW dan HS. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

12