SINTESIS ARANG AKTIF KULIT KACANG TANAH

Download Kata kunci: Ion sulfida, adsorpsi, arang aktif, kulit kacang tanah, interferensi. Ion sulfida merupakan salah satu ... mengkaji adsorpsi io...

1 downloads 513 Views 1MB Size
SINTESIS ARANG AKTIF KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L.) SEBAGAI ADSORBEN DALAM MENURUNKAN KADAR ION SULFIDA DENGAN INTERFERENSI ION SIANIDA Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Progam Studi Kimia

oleh Sri Lestari 4311412073

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

ii

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto 

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (Qs An Nahl [16] : 78)



Lakukan apa yang menurutmu itu baik dan jangan lupa mintalah restu kedua orang tua karena itu yang paling baik.



Where there’s a will, there’s a way



Don’t always longing for all happened on conformity with your desire. Persembahan 

Untuk kedua Orang Tua yang selalu memberi semangat, perhatian dan kasih sayang semoga selalu dalam lindunganNya.



Untuk kakak ku tercinta Yulianto yang selalu memberi arahan serta perhatiannya.



Untuk keluarga besar ku yang selalu memberi dukungan serta semangatnya selama ini.



Teman-temanku tersayang kimia angkatan 2012

iv

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik dan hinayahNya, serta kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintesis Arang Aktif Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Sebagai Adsorben Dalam Menurunkan Kadar Ion Sulfida Dengan Interferensi Ion Sianida”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini tidak lain berkat bimbingan dari berbagai pihak maka segala hambatan tersebut dapat penulis atasi. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Semarang 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. 3. Ketua Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. 4. Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

v

vi

5. Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Dr. Murbangun Nuswowati, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNNES yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi. 8. Kepala Laboratorium Kimia, bu ida, bu martin, mas huda, mbak dian, mbak endah, mbak yuan dan pak wiji yang telah memberikan fasilitas untuk penulis melakukan penelitian. 9. Teman–teman tercinta dan sahabatku dhewi, afria, ittaqo, soli, hani dan aan yang selalu memberi dukungan, semangat, dan do’a untuk penulis. 10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Demikian penyusunan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca pada umumnya. Semarang, 17 Juni 2014

Penulis

ABSTRAK Lestari, S. 2016. Sintesis Arang Aktif Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Sebagai Adsorben Dalam Menurunkan Kadar Ion Sulfida Dengan Interferensi Ion Sianida. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si dan Pembimbing Pendamping Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si. Kata kunci: Ion sulfida, adsorpsi, arang aktif, kulit kacang tanah, interferensi Ion sulfida merupakan salah satu ion anorganik yang terkandung dalam limbah industri tekstil. Ion sulfida dalam kondisi anaerob mengalami dekomposisi dengan bahan organik oleh bakteri heterotrof tanah akan menjadi hidrogen sulfida (H2S). Hidrogen sulfida ini menimbulkan bau busuk yang tidak menyenangkan pada lingkungan sekitarnya bersifat racun dan membahayakan kesehatan bagi manusia bila terhirup. Limbah yang tidak tertangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan risiko kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah ini adalah dengan metode adsorpsi. Penelitian ini mengkaji adsorpsi ion sulfida menggunakan arang kulit kacang tanah yang diaktivasi dengan asam sulfat 2,5 M. Penelitian meliputi karakteristik arang aktif kulit kacang tanah, menentukan pH, waktu kontak, konsentrasi optimum, kapasitas serta energi adsorpsinya dan pengaruh interferensi dengan ion sianida dalam adsorbsi ion sulfida. Hasil karakteristik arang kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat 2,5 M adalah dengan daya serap sebesar 282,5695 mg/g, kadar air sebesar 3,96%, kadar abu sebesar 3,03%. Kondisi optimum adsorpsi ion sulfida terjadi pada pH 12, waktu kontak adsorpsi yang dibutuhkan adalah 30 menit, dan konsentrasi optimum pada adsorpsi ion sulfida dalam larutan oleh arang aktif terjadi pada 6 ppm. Kajian tentang kesetimbangan adsorpsi juga telah dilakukan dengan pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Adsorpsi ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah sesuai dengan isoterm adsorpsi Langmuir dengan kapasitas sebesar 2,5615 mg/g dan energi adsorpsi ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah sebesar 37,0584 kJ/mol. Kajian tentang interferensi dengan ion sianida menunjukan ion sianida berpengaruh terhadap adsorpsi ion sulfida, sehingga apabila ingin mengasorpsi ion sulfida usahakan tidak ada ion sianida agar tidak mengganggu dalam adsorpsi ion sulfida.

vii

ABSTRACT Lestari, S. 2016. Sinthesis of Activeted Charcoal Leather Peanut (Arachis Hypogaea L.) For Adsorbent In Reducing Levels Ion Sulfide With Interference Ion Cyanide. Minithesis. Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences. State University of Semarang. Preceptor Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si and Supervising Companion Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si. Keywords: Sulfide ion, Adsorption, Activated carbon, shell peanuts, interference Sulfide ion is one of inorganic ions contained in waste the textile industry. In anaerobic conditions, sulfide ion decomposed organic matter by soil heterotrophic bacteria will become hydrogen sulfide (H2S). Hydrogen sulfide is causing unpleasant stench in the environment and are toxic and harmful to human health if inhaled. Waste that is not handled properly, there will be an increased risk of environmental damage caused by waste disposal. One attempt to overcome this problem is by adsorption method. This study examines adsorption sulfide ion using peanut shell charcoal activated with sulfuric acid 2.5 M. . The studies include testing of the characteristics of active charcoal skin peanuts, determining pH, contact time, the optimum concentration, capacity and adsorption energy and influence of interference with sianide ion in adsorption ion sulfide. The results of the characteristics of activated charcoal peanut skin sulfuric acid 2.5 M is the absorptive capacity of 282.5695 mg/g, water content of 3.96%, ash content of 3.03%. Optimum conditions adsorption process occurs at pH 12, adsorption contact time required is 30 minutes, and the optimum concentration in sulfide ion adsorption in solution by activated charcoal occurs at 6 ppm. Studies on adsorption equilibrium has also been done with the approach of Langmuir and Freundlich adsorption isotherm. Adsorption by activated charcoal peanut skin in accordance with the Langmuir adsorption isotherm with a capacity of 2.5615 mg/g and adsorption energy sulfide ion by activated charcoal peanut shells land of 37.0584 kJ / mol. Studies on interference with sianide ion show an effect on adsorption ion sulfide, so if you want adsorption sulfide ion not to try sianide ion not to interference in the adsorption sulfide ion.

viii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................ i PERNYATAAN...................................................................................................... ii PENGESAHAN .................................................................................................... iii MOTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................................v ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................5 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................5 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7 2.1 Industri Tekstil ............................................................................................7 2.2 Sulfida ..........................................................................................................7 2.3 Adsorpsi .......................................................................................................8 2.4 Kulit Kacang Tanah ...................................................................................14 2.5 Arang Aktif ...............................................................................................17 2.6 Bilangan Iodin ............................................................................................19 2.7 Isoterm Adsorpsi ........................................................................................21 3. METODE PENELITIAN .................................................................................25 3.1 Lokasi Penelitian .......................................................................................25 3.2 Waktu Penelitian ........................................................................................25 3.3 Populasi dan Sampel .................................................................................25 3.4 Variabel Penelitian ....................................................................................25 3.4.1 Variabel Bebas ...................................................................................25 3.4.2 Variabel Terikat ..................................................................................25 3.4.3 Variabel Terkendali ............................................................................26 3.5 Alat dan Bahan ...........................................................................................26 3.5.1 Alat .....................................................................................................26 3.5.2 Bahan ..................................................................................................27 3.6 Langkah-Langkah Penelitian .....................................................................28 3.6.1 Pembuatan Reagensia ..........................................................................28 3.6.2 Pembuatan Arang Kulit Kacang Tanah ...............................................28 3.7 Aktivasi Kimia Adsorben ...........................................................................29

ix

x

3.8 Karakterisasi Arang Kulit Kacang Tanah ...................................................... 29 3.8.1 Standarisasi Natrium Tiosulfat dengan KBrO3 ....................................... 29 3.8.2 Penentuan Daya Serap Arang Aktif Terhadap Iodin ............................... 30 3.8.3 Penentuan Kadar Air ............................................................................... 30 3.8.4 Penentuan Kadar Abu.............................................................................. 31 3.9 Pembuatan Kalibrasi Larutan Sulfida ............................................................ 31 3.10 Penentuan Kondisi Optimum Adsorbsi Sulfida Oleh Arang Aktif Kulit Kacang Tanah .................................................................................... 32 3.10.1 Penentuan pH Optimum........................................................................ 32 3.10.2 Penentuan Variasi Waktu Kontak Optimum ........................................ 33 3.10.3 Penentuan Variasi Konsentrasi ............................................................. 33 3.10.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi .............................................................. 34 3.10.5 Penentuan Energi Adsorpsi Ion Sulfida ................................................ 35 3.10.6 Penentuan Uji Terhadap Limbah Tekstil .............................................. 35 3.10.7 Persaingan dengan Ion Sianida (CN-) ................................................... 36 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 37 4.1 Karakteristik Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ............................................. 37 4.1.1 Penentuan Daya Serap Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ....................... 37 4.1.2 Penentuan Kadar Air ............................................................................... 38 4.1.3 Penentuan Kadar Abu.............................................................................. 39 4.2 Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Ion Sulfida oleh Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ....................................................................................... 40 4.2.1 Penentuan pH Optimum .......................................................................... 40 4.2.2 Penentuan Waktu Kontak Maksimum .................................................... 41 4.2.3 Penentuan Konsentrasi Optimum ............................................................ 43 4.3 Penentuan Kapasitas dan Energi Adsorpsi Ion Sulfida .................................. 44 4.4 Uji Terhadap Limbah Tekstil ........................................................................ 47 4.5 Interferensi dengan Ion Sianida ..................................................................... 47 5. PENUTUP ........................................................................................................... 49 5.1 Kesimpulan..................................................................................................... 49 5.2 Saran .............................................................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 51 LAMPIRAN ............................................................................................................ 55

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah ......................................................... 14 2.2 Syarat Mutu Karbon Aktif SSI 0258-88 ....................................................... 19 4.1 Korelasi Model Adsropsi Isoterm Langmuir dan Freundlich ....................... 45 4.2 Parameter Adsorpsi Langmuir ...................................................................... 46

xi

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Unit Selulosa (Glukosa) .............................................................................. 15 2.2 Plot Antara Log x/m Terhadap Log C ........................................................ 22 2.3 Kurva Persamaan Isotherm Adsorpsi Langmuir ......................................... 24 4.1 Penentuan Daya Serap Terhadap Iodin ...................................................... 38 4.2 Grafik Hubungan antara pH Larutan S2- dengan Daya Serap S2- (mg/g) .... 40 4.3 Distribusi H2S dalam Air ............................................................................ 41 4.4 Hubungan antara Waktu Kontak (menit) dengan Daya Serap S2- (mg/g) ... 42 4.5 Hubungan antara Konsentrasi S2- (ppm) dengan Daya Serao S2- (mg/g).... 44 4.6 Kurva Linearitas Langmuir ......................................................................... 45 4.7 Pengaruh Persaingan Penyerapan S2- oleh Ion CN-..................................... 48

xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Skema Kerja Penelitian ............................................................................... 56 2. Data Penentuan Daya Serap Serbuk, Arang dan Arang Aktif Kulit Kacang Tanah.............................................................................................. 68 3. Data Penentuan Kadar Air .......................................................................... 70 4. Data Penentuan Kadar Abu ......................................................................... 70 5. Data Penentuan Ph Optimum ..................................................................... 71 6. Data Penentuan Waktu Kontak Optimum .................................................. 74 7. Data Penentuan Konsentrasi Awal Ion Sulfida Optimum........................... 80 8. Data Penentuan Kapasitas Adsorpsi Ion Sulfida ......................................... 89 9. Data Penentuan Energi Adsorpsi Ion Sulfida.............................................. 93 10. Data Penentuan Interferensi dengan Ion Sianida ........................................ 94 11. Uji Terhadap Limbah Tekstil .................................................................... 100 12. Perhitungan Pembuatan Larutan ............................................................... 102 13. Dokumentasi Penelitian ............................................................................ 111

xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan satu dari sekian kegiatan industri yang cukup dominan berkembang di Indonesia. Salah satu yang perlu diperhatikan pada industri tekstil adalah limbah hasil produksinya dapat mencemari lingkungan khususnya pencemaran terhadap air. Limbah cair Industri tekstil mengandung senyawa organik dan juga senyawa anorganik. Salah satu senyawa anorganik yang terkandung dalam industri tekstil adalah sulfida (S2-). Sulfida dalam air limbah merupakan hasil pembusukan zat organik berupa hidrogen sulfida (H2S). Hidrogen sulfida diproduksi oleh mikroorganisme pembusuk dari zat-zat organik. Hasil pembusukan zat-zat organik tersebut menimbulkan bau busuk yang tidak menyenangkan pada lingkungan sekitarnya (Margareth, 2009). Menurut Pratiwi (2010) menunjukan bahwa kadar sulfida di sungai Blander Cilacap yang merupakan tempat pembuangan limbah cair industri tekstil dengan kadar 249,2 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa kandungan sulfida dalam limbah cair industri tekstil tinggi. Kandungan sulfida dalam limbah cair yang tinggi dapat menurunkan kualitas air dan pencemaran udara yang dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Limbah cair yang dibuang dalam badan air harus memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan. Baku mutu air limbah menyatakan bahwa mutu air limbah industri tekstil untuk kadar sulfida memiliki ambang batas yaitu 0,3 mg/L. Agar

1

2

memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka harus dilakukan pengolahan terhadap limbah ini sebelum dibuang ke badan air. Pengolahan limbah secara fisika dan kimia yang sudah ada sangatlah mahal dan dapat memberi masalah lingkungan yang baru, yaitu dihasilkannya lumpur dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, metode adsorpsi dapat menjadi metode alternatif untuk mengatasi pencemaran zat warna yang ekonomis dan sederhana. Metode adsorpsi merupakan metode yang menjanjikan untuk memisahkan logam berat dengan konsentrasi yang rendah hingga 1 mg/L (Suwalsih, 2011). Menurut Wang (2012) di antara semua teknologi yang diterapkan, adsorpsi telah lebih terfokus dan lebih tinggi efisiensi dan mungkin yang paling cocok untuk mengasorbsi limbah air. Senyawa alam yang banyak terdapat dalam limbah pertanian atau buangan industri merupakan potensi adsorben murah. Adsorben dapat dikatakan murah apabila tidak memerlukan atau memerlukan sedikit proses, bahannya banyak terdapat dan merupakan hasil samping atau limbah dari industri (Arifin, 2003). Didaerah sekitar pabrik yang memproduksi produk berbahan dasar kacang di kecamatan Margorejo kabupaten Pati banyak sekali limbah kulit kacang tanah yang tidak termanfaatkan. Masyarakat sekitar biasanya mengambil buangan kacang tersebut untuk dipilih kembali kacang yang masih bisa diambil. Banyak sekali limbah kulit kacang didepan rumah warga. Untuk itu perlu adanya upaya untuk memanfaatkan limbah tersebut. Kulit kacang tanah dapat dijadikan sebagai adsorben. Menurut Mulyatna (2003) komponen dari kulit kacang tanah diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyerap (adsorben) adalah selulosa yang terdapat pada dinding sel kulit kacang tanah.

3

Penelitian ini memanfaatkan arang aktif kulit kacang tanah untuk mengadsorpsi sulfida. Kulit kacang tanah akan dikarbonisasi agar menjadi arang. Apabila selulosa dipanaskan maka akan kehilangan atom H dan O sehingga tinggal atom-atom C yang terikat membentuk struktur segienam. Hal ini menjadikan penataan cincin segi enam yang dimiliki arang kulit kacang tanah ini, mengakibatkan adsorbat masuk ke dalamnya. Arang kemudian diaktifkan dengan asam sulfat sehingga menjadi arang aktif. Arang aktif dengan penggunaan katalis asam seperti asam sulfat dapat digunakan untuk menambah daya adsorpsinya, yaitu dengan menghilangkan molekul atau unsur yang masih menyumbat dalam pori–pori arang yang dihasilkan sehingga pori yang diperoleh lebih optimum. Karena banyaknya pori yang terbentuk akan semakin efektif adsorben dari arang aktif kulit kacang tanah dalam menyerap adsorbat. Arang kulit kacang tanah juga mempunyai sifat higroskopis yang dapat menyerap kandungan air yang terdapat dalam arang kulit kacang tanah sehingga kualitas arang aktif semakin optimal digunakan sebagai adsorben. Selain itu arang aktif tidak mencemari lingkungan. Menurut Badan Litbang Pertanian (BLP) arang aktif dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan hayati tanah. Arang aktif efektif dalam meningkatkan sifat fisik tanah seperti agregat tanah dan kemampuan tanah mengikat air. Industri tekstil bersifat heterogen dimana terdapat berbagai kandungan ion. Menurut Pratiwi (2010) menganalisis air limbah industri tekstil terdapat beberapa

4

parameter termasuk ion sulfida dan ion sianida. Dalam hal ini antara ion sulfida dan sianida dapat terjadi interferensi ion dalam proses adsorbsi. Untuk itu kajian tentang kompetisi antar ion sulfida dan sianida juga telah dilakukan. Sehingga dapat diketahui sejauh mana ion sianida menjadi pesaing ion sulfida dalam proses adsorpsi. Dalam penelitian ini menggunakan arang aktif kulit kacang tanah sebagai penurun kadar sulfida, oleh karena itu penulis ingin mengetahui kondisi optimum arang aktif kulit kacang tanah hasil sintesis dalam menurunkan sulfida yang bersifat sangat toksik. Dimana didalamnya akan terjadi kompetisi antar ion sulfida dan sianida. Dari ini dapat diketahui sejauh mana gangguan ion sianida untuk ion sulfida untuk dianalisa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yaitu : a. Bagaimana karakteristik arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat? b. Berapakah pH optimum larutan sulfida yang terserap oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat ? c. Berapa waktu kontak optimum penyerapan larutan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat ? d. Berapakah konsentrasi optimum larutan sulfida yang terserap oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat ? e. Berapakah kapasitas dan energi adsorpsi arang aktif kulit kacang tanah terhadap penurunan kadar ion sulfida?

5

f. Bagaimana pengaruh persaingan ion sianida terhadap penyerapan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah hasil sintesis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui karakteristik arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat. b. Mengetahui pH optimum larutan sulfida yang terserap oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat. c. Mengetahui konsentrasi ion sulfida optimum penyerapan larutan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat. d. Mengetahui waktu kontak yang dibutuhkan terhadap adsorpsi ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat. e. Mengetahui kapasitas dan energi adsorpsi arang aktif kulit kacang tanah terhadap penurunan kadar ion sulfida. f. Mengetahui pengaruh persaingan ion sianida pada penyerapan ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah hasil sintesis. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat, mahasiswa, peneliti dan ilmu pengetahuan. Khususnya dalam bidang teknologi dalam menanggulangi pencemaran sulfida yang dapat membahayakan kesehatan hingga mengancam jiwa manusia. Manfaat penelitian ini antara lain adalah memberikan informasi tentang bagaimana karakteristik arang aktif kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat, mengetahui

6

pH optimum, waktu kontak optimum dan konsentrasi optimum dalam larutan sulfida yang terserap oleh arang aktif kulit kacang tanah hasil sintesis. Selain itu, memberikan informasi nilai kapasitas dan energi adsorpsi arang aktif kulit kacang tanah serta pengaruh ion sianida terhadap penyerapan ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah hasil sintesis.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tekstil Sampai saat ini industri tekstil masih merupakan tulang punggung ekspor nasional. Walaupun nilai ekspor tektil setelah krisis moneter sempat mengalami penurunan, tetapi memasuki tahun 2000 sedikit demi sedikit terjadi peningkatan, baik dalam bentuk kain maupun bentuk jadi seperti garment. Namun bangkitnya industri tekstil ini juga membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan karena sangat disadari bahwa setiap proses produksi suatu industri pasti akan menghasilkan limbah (Prayudi, 2000). Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkajian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, percetakan dan proses pemyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih banyak daripada limbah dari proses penyempurnaan bahan sintesis. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemuatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, karena menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia (Rambe, 2009). Industri tekstil dimana pada prosesnya membutuhkan jumlah air yang cukup banyak sebagai media pelarut bahan pewarna dan zat kimia lainnya disamping, untuk mencuci produk akhir tekstil. Dari proses ini, tidak dapat dihindari akan dihasilkan limbah cair yang cukup banyak yang mengandung bahan pencemar.

7

8

Menurut Pratiwi (2010) menunjukan bahwa pada tingkat pencemaran air di sungai Blander Cilacap oleh limbah industri tekstil menunjukan kandungan bahan organik maupun bahan anorganik. Salah satu bahan anorganik yang terkandung adalah sulfida dengan kadar 249,2 mg/L. Dari uraian di atas dijelaskan bahwa kandungan limbah cair industri tekstil ada bahan organik dan bahan anorganik. Salah satu bahan anorganik adalah sulfida dengan kadar yang tinggi. Hal ini dapat menurunkan kualitas air dan pencemaran udara. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk menurunkan kadar sulfida dalam air.

2.2 Sulfida Sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuk sulfur adalah non-metal yang tak berasa, tak berbau dan multivalent. Sulfur dalam bentuk aslinya merupakan sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam belerang atau sulfur ini dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat (Rezqi, 2009). Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO42-), yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah. Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Hasil akhir dari oksidasi sulfur adalah sulfat (SO42-), sedangkan hasil akhir dari reduksi sulfat adalah H2S (Weiner, 2012). Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya. Karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2-. Sulfida

9

sering ada didalam tanah dan sedimen. Kadang ditemukan dalam industri dan air limbah kota (APHA, 2012). Penetapan sulfida bertujuan untuk menganalisa gas asam belerang dalam air limbah yang terjadi dari proses penguraian zat-zat organik (senyawa belerang) penyebab timbulnya bau busuk pada perairan (Margareth, 2009). Bakteri

SO42- + Bahan organik

S2- + H2O + CO2

anaerob S

2-

+ 2H

+

H2S

Sumber utama H2S adalah dekomposisi bahan organik oleh bakteri heterotrof tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi anaerob. Bakteri heterotrof juga dapat mereduksi sulfit (SO32-), tiosulfat (S2O32-), dan hiposulfat (S2O42-) serta unsur sulfur menjadi hidrogen sulfida (H2S). Mikroorganisme tersebut melakukan respirasi secara anaerob dengan mengunakan sulfat (SO42-) sebagai elektron aseptor pengganti oksigen (Rezqi, 2009). Gas hidrogen sulfida (H2S) sangat beracun dan mematikan, pekerja pekerja pada pemboran minyak dan gas bumi mempunyai resiko besar atas keluarnya gas H2S. Pengetahuan Umum tentang hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang sangat beracun dan dapat melumpuhkan sistem pernapasan serta dapat dapat mematikan dalam beberapa menit. Dalam jumlah sedikitpun gas H2S sangat berbahaya untuk kesehatan (APHA, 2005). Pada kesetimbangan, distribusi diantara spesies sulfur terlarut (S2-, HS–, dan H2S(aq)) di air tergantung terutama pada pH dan sedikit pada temperatur.

10

Proporsi gas hidrogen sulfida terlarut meningkat dengan penurunan pH, dimana pH air kurang dari 7,5, potensi untuk membentuk H2S(gas) meningkat. 1. Pada
2.3 Adsorpsi Adsorpsi (serapan) merupakan terakumulasinya partikel pada permukaan suatu zat lain. Partikel yang terakumulasi disebut adsorbat dan material terjadinya adsorpsi disebut adsorben (Atkins, 1999). Dewasa ini adsorben organik yang sering digunakan adalah tumbuhan-tumbuhan hasil dari limbah pertanian, perkebunan, dan industri makanan. Penggunaan adsorben ini banyak diaplikasikan karena selain ketersediaannya yang berlimpah, bahan bakunya juga mudah didapat dan biayanya relatif murah (Baidho, 2013).

11

Adsorpsi dapat terjadi pada antara fasa padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben. Interaksi yang terjadi antara adsorben dan adsorbat dalam adsorbsi hanya terjadi pada permukaan adsorben (Pitriani, 2010). Proses adsorpsi dapat dinyatakan dengan suatu persamaan kimia. Jika zat yang diadsorpsi adalah gas maka persamaan kesetimbangan adsorpsi dapat dinyatakan sebagai A(g) + S

AS

A adalah sebagai adsorbat, S adalah permukaan adsorben yang kosong atau bebas dan AS adalah molekul A yang teradsorpsi pada permukaan adsorben (Castellan, 1983). Jumlah zat terlarut merupakan adsorptifitas adsorben (zat warna terserap) dinyatakan sebagai berikut: x= Keterangan: x : massa zat teradsorpsi (g) m : massa adsorben (g) V : volume larutan Co : konsentrasi awal larutan (mg/L) Ct :konsentrasi akhir larutan (mg/L) (Adamson dalam Kusumaningtyas, 2005)

12

2.3.1 Adsorpsi Fisika Adsorpsi fisika ditandai dengan molekul-molekul yang terasorpsi pada permukaan adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi fisika terjadi apabila gaya intramolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan kebagian permukaan lain dari adsorben. Adsorpsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak (multilayer) dan dapat bereaksi balik (reversible), sehingga molekul yang terasobsi mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zar terlarut (Apriliani, 2010). Panas adsorpsi yang menyertai adsorpsi fisika adalah kurang dari 20,92 kJ.mol-1 (Atkins, 1999). 2.3.2 Adsorpsi Kimia Jika molekul terasopsi bereaksi secara kimia dengan permukaan disebut kemisorpsi atau adsorpsi kimia karena terjadi pemutusan ikatan kimia dan pembentukan ikatan baru (Wahyuni, 2011). Panas adsorpsi yang menyertai adsorpsi kimia adalah diatas 20,92 kJ.mol-1. Ikatan antar adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversible, hanya dapat membentuk lapisan tunggal (monolayer), relatif lambat tercapai kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi dan diperlukan energi yang banyak untuk melepaskan kembali adsorbat dalam proses adsorpsi.

13

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi Banyaknya adsorbat yang terserap pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Konsentrasi Adsorbat Semakin tinggi konsentrasi

adsorbat, maka semakin cepat laju

adsorpsinya. Namun, pada kondisi tertentu akan stabil karena sudah mencapai titik jenuh sehingga terjadi proses kesetimbangan (Dewi, 2015). 2. Ukuran Molekul Adsorbat Rongga tempat terjadinya adsorpsi dapat dicapai melalui ukuran yang sesuai, sehingga molekul-molekul yang bisa diasorpsi adalah molekul-molekul yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter pori adsorben (Zulfa, 2011). 3. pH pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Peranan pH dalam proses adsorbsi yaitu mempengaruhi gugus fungsional dan dinding biomassa yang berperan aktif dalam proses penyerapan logam. Selain itu berpengaruh juga pada kelarutan dari ion logam dalam larutan, sehingga pH merupakan parameter yang penting dalam bisorpsi ion logam dalam larutan (Ni’mah & ulfin, 2007). pH mempengaruhi muatan situs aktif, misalnya gugus karboksil yang terdapat pada permukaan adsorben, pada pH yang rendah (asam) mengakibatkan permukaan dinding sel adsorben bermuatan positif, sehingga memperkecil kemungkinan untuk mengikat ion logam yang bermuatan positif, karena gugus karboksil cenderung bermuatan netral (Baig, 1999).

14

4. Luas Permukaan Semakin luas permukaan adsorben dengan jumlah pori yang banyak maka jumlah adsorbat yang terserap akan semakin banyak pula karena tumbukan antara partikel adsorbat dan adsorben meningkat, yang berarti jumlah molekul adsorben yang diserap oleh adsorben akan meningkat pula (Dewi, 2015). 5. Waktu Kontak Apabila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan (Dewi, 2015).

2.4 Kulit Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogea L) merupakan tanaman setahun, termasuk famili Leguminoceae. Polong kacang tanah yang sudah matang (cukup tua) mempunyai ukuran panjang 1,25-7,50 cm berbentuk silinder. Tiap-tiap polong kacang tanah terdiri dari kulit (shell) 21-29%, daging biji (kernel) 69-72,40% dan lembaga (germ) 3,10-3,60% (Ketaren, 1986). Berikut dapat dilihat komposisi kimia kulit kacang tanah pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah Komponen

%

Air

9,5

Abu

3,6

Protein

8,4

Selulosa

63,5

Lignin

13,2

Lemak

1,8

Sumber: Deptan (2008)

15

Tabel 2.1 menunjukan kandungan selulosa pada kacang tanah cukup tinggi. Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersama lignin yang berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa terdiri atas rantai panjang unit–unit glukosa yang terikat dengan ikatan 1-4βglukosida (Fessenden & Fessenden, 1989). Struktur kimia glukosa ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Unit Selulosa (Glukosa) (Fessenden & Fessenden, 1989) Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar dijadikan sebagai penyerap karena gugus –OH yang terikat pada selulosa, apabila dipanaskan pada suhu tinggi maka selulosa akan kehilangan atom–atom hidrogen & oksigen, sehingga tinggal atom karbon yang terikat membentuk struktur segienam dengan atom– atom karbon terletak pada setiap sudutnya. Penataan yang cenderung kasar kemungkinan disebabkan reaksi pelepasan atom hidrogen & oksigen yang terjadi pada suhu tinggi (proses karbonisasi). Hal ini berlangsung dengan cepat dan tidak terkendali sehingga merusak penataan cincin segi enam yang ada. Penataan antar lapisan maupun antar segi enam yang tidak sempurna mengakibatkan terjadinya ruang–ruang dalam struktur arang aktif yang memungkinkan adsorbat masuk dalam struktur arang aktif berpori (Nailil, 2011).

16

Kulit kacang tanah mengandung lignin yaitu bahan penguat yang terdapat bersama-sama dengan selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Adanya ikatanikatan antara komponen-komponen tersebut dengan selulosa dapat mengganggu proses adsorpsi, agar tidak mengganggu proses adsorpsi, maka harus dihilangkan dengan penambahan reagen. Penggunaan reagen seperti asam sulfat dapat digunakan sebagai aktivator untuk merusak struktur lignin, sehingga pori yang diperoleh lebih optimum. Mengingat kandungan selulosa yang terkandung dalam kulit kacang tanah maka dapat dimanfaatkannya sebagai adsorben dan untuk meningkatkan nilai manfaat kulit kacang tanah (arachis hypogea L). Menurut Susanti (2009) tentang potensi kulit kacang tanah sebagai adsorben zat warna reaktif cibacron red menyimpulkan bahwa kulit kacang tanah yang digunakan sebagai adsorben cibacron red yang telah dimodifikasi dengan asam sulfat 97%. Parameter yang diujikan adalah waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi awal zat warna. Kondisi optimum untuk arang aktif ialah 60 menit, 3,0 g, dan 150 ppm. Pada pengujian larutan tunggal, kapasitas adsorpsi cibacron red oleh adsorben arang aktif sebesar 3827,50 μg/g adsorben. Efisiensi penjerapan pada larutan tunggal sebesar 72,56%. Persen penurunan warna adsorben pada limbah industri tekstil adalah 51,65%. Dalam penelitian ini asam sulfat dengan konsentrasi yang tidak terlalu pekat yaitu 2,5 M. Menurut penelitian Dewi (2015) mengatakan apabila konsentrasi asam yang cukup tinggi dapat menyebabkan rusaknya struktur pori

17

yang terbentuk dari arang aktif sehingga jumlah pori arang aktif semakin sedikit dan berakibat pada penyerapan terhadap iodin yang semakin kecil pula.

2.5 Arang Aktif Arang aktif merupakan padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori sangat banyak (Baker, et al., 1997). Manes (1998) menyatakan bahwa arang aktif adalah bentuk umum dari berbagai macam produk yang mengandung

karbon

yang

telah

teraktifkan

untuk

meningkatkan

luas

permukaannya. Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, antara lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara (Sembiring & Tuti, 2003). Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Unsur karbon (C) pada arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik, baik sebagai larutan maupun sebagai gas. Hal ini dikarenakan atom karbon tersebut terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal yang mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini

18

terkumpul satu sama lain membentuk kristal dengan susunan tidak beraturan (amorf), dengan jarak antar pelatnya acak (Solovyov, et al., 2002). Juliandini dan Yulinah (2008), pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses karbonisasi dan proses aktivasi. 1. Proses Dehidrasi Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 105°C selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan baku. 2. Proses Karbonisasi Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis bahan dan akan terjadi proses dekomposisi komponen. Proses ini merupakan peristiwa lanjutan dari pemanasan bahan baku yang mencapai suhu 600-1100°C. Selama proses ini, unsur-unsur bukan karbon seperti hidrogen dan oksigen dikeluarkan dalam bentuk gas dan atom yang terbebaskan membentuk kristal grafit. Proses karbonisasi akan menghasilkan 3 komponen pokok, yaitu karbon atau arang, tar, dan gas. Tahap karbonisasi akan menghasilkan karbon yang mempunyai struktur pori lemah. Oleh karena itu, arang masih memerlukan perbaikan struktur porinya melalui proses aktivasi. 3. Proses Aktivasi Aktivasi adalah suatu perubahan fisika dan permukaan karbon aktif menjadi jauh lebih banyak, karena hidrokarbon yang terkandung dalam karbon disingkirkan. Untuk memperoleh arang yang berpori dan luas permukaan yang

19

besar, dapat diperoleh dengan cara mengaktivasi bahan. Ada dua cara dalam melakukan proses aktivasi yaitu: 1) Aktivasi Fisika Proses aktivasi dilakukan dengan mengalirkan uap atau udara ke dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000°C). Proses ini harus mengontrol tinggi suhu dan besarnya uap atau udara yang dipakai sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat dan pori yang luas. 2) Aktivasi Kimia Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H3PO4, ZnCl2, CaCl2, K2S, HCl, H2SO4, NaCl, Na2CO3) sebelum proses karbonisasi. Syarat mutu arang aktif disetiap negara berbeda-beda. Syarat mutu arang aktif menurut Standar Industri Indonesia (SSI No. 0258-88) disajikan pada Tabel 2.2 sebagai berikut : Tabel 2.2. Syarat Mutu Karbon Aktif SSI 0258-88 Jenis Uji

Persyaratan

Butiran Padatan Kadar air Max. 4,4% Max. 15% Kadar abu Max. 2,5% Max. 10% Fixed karbon (%) Min. 80% Min. 65% Daya Serap terhadap Min. 750 mg/g Min. 750 mg/g I2 Daya serap terhadap Min. 60 mL/g Min. 120 mL/g metilen blue Sumber : Pusat dokumentasi dan informasi ilmiah, LIPI 1997

2.6 Bilangan Iodin Bilangan iodin didefinisikan sebagai jumlah milligram iodin yang diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif. Daya serap karbon aktif terhadap iodin

20

mengindikasikan kemampuan karbon aktif untuk mengasorpsi komponen dengan berat molekul rendah. Iodin merupakan senyawa yang sedikit larut dalam air dengan kelarutan molar dalam air 0,00134 mol/L pada suhu 25oC. Iodin dalam proses adsorpsi diasorpsi dan diserap oleh adsorben berupa karbon aktif yang berupa fase padatan. Proses adsorpsi pada adsorbat terjadi karena gaya intramolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben (Atkins, 1999). Mekanisme proses adsorpsi dimulai ketika molekul adsorbat larutan iodin berdifusi melalui suatu lapisan ke permukaan luar adsorben dan peristiwa ini disebut sebagai difusi eksternal. Selanjutnya, adsorbat berada dipermukaan adsorben dan sebagian besar berdifusi lanjut didalam pori-pori karbon aktif yang disebut difusi internal. Karbon aktif dengan kemampuan menyerap iodin yang tinggi berarti memiliki struktur pori mikro dan mesopori yang banyak. Penentuan angka iodin pada karbon aktif menggunakan reaksi redoks dalam penentuannya. Reaksi redoks yaitu istilah oksidasi yang mengacu pada setiap perubahan kimia yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi yang disertai kehilangan elektron, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi yang disertai dengan memperoleh elektron. Oksidator adalah atom senyawa yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi dan sebaliknya reduktor adalah atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi (Miranti, 2012).

21

Larutan iodin biasanya mengandung kalium iodida (KI) yang berfungsi untuk menjaga iodin dalam larutan dengan terbentuknya I3-. Reaksinya adalah sebagai berikut : I2 + ILarutan

I3 iodin

yang

bewarna

coklat

keemasan

dititrasi

dengan

menggunakan metode titrasi iodometri dengan titran yang digunakan adalah Natrium Tiosulfat yang reaksinya adalah seperti berikut : I2(aq) + 2S2O32-(aq)

2I-(aq) + S4O62-(aq)

2.7 Isoterm Adsorpsi Adsorpsi sering dirangkaikan dengan istilah isoterm yang menunjukkan hubungan antara aktivitas (konsentrasi) fase cair dari adsorbat dan jumlah adsorbat pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan dalam permukaan adsorben pada suhu tetap. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya. Persamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich dan Langmuir (Susanti, 2009). 2.7.1

Isoterm Adsorpsi Freundlich Isoterm yang paling umum digunakan adalah isoterm Freundlich (Jason

2004). Isotem adsorpsi disebut juga adsorpsi fisika, yang terjadi bila gaya intramolekul lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan

22

ke bagian permukaan lain dari adsorben. Menurut Atkins (1999) pada proses adsorpsi zat terlarut oleh permukaan padatan diterapkan isoterm Freundlich yang diturunkan secara empiris dengan persamaan sebagai berikut: Apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi: =



Apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi: log

= log k + log C

Keterangan: = jumlah adsorbat terjerap per satuan bobot adsorben (μg/g adsorben) C = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm) k, n = konstanta empiris Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason, 2004).

Gambar 2.2. Plot Antara Log x/m Terhadap Log C (Amri, 2004).

23

2.7.2 Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm Langmuir dibuat untuk menggambarkan pembatasan sisi adsorpsi dengan asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben yang membentuk ikatan kovalen dan ion. Isoterm Langmuir disebut juga adsorpsi kimia karena adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben yang membentuk ikatan kovalen dan ion. Adsorpsi isotherm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa (Amri, et al., 2004): 1. Pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif yang proporsional dengan luas permukaan adsorben. Pada masing–masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul saja, dengan demikian adsorpsi terbatas pada pembentukan lapis tunggal (monolayer). 2. Pengikat adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia atau fisika, tetapi harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul teradsorpsi pada permukaan (adsorpsi terlokalisasi). 3. Energi adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan. Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan persamaan berikut ini:

= Isoterm langmuir dipelajari untuk mengambarkan pembatasan sisi adsorpsi dengan asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben ada pada permukaannya dan semuanya memiliki energi yang sama, serta bahwa adsorpsi bersifat dapat balik (Atkins, 1999).

24

Konstanta

persamaan

dapat ditentukan dari kurva hubungan

=

terhadap C dengan

+ C

Gambar 2.3. Kurva Persamaan Isotherm Adsorpsi Langmuir (Boparai, 2010).

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik arang kulit kacang tanah teraktivasi asam sulfat 2,5 M yang baik untuk digunakan sebagai adsorben ion sulfida adalah arang kulit kacang tanah dengan daya serap arang aktif terhadap iodin sebesar 282,5695 mg/g, kadar air sebesar 3,96%, kadar abu 3,03%. 2. pH optimum adsorpsi larutan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah terjadi pada pH 12 dengan penyerapan sebesar 0,3903 mg/g. 3. Waktu kontak optimum yang dibutuhkan adsorpsi lautan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah adalah 30 menit dengan penyerapan sebesar 8,4004 mg/g. 4. Konsentrasi larutan sulfida optimum pada adsorpsi oleh arang aktif kulit kacang tanah adalah 6 ppm dengan penyerapan 2,8523 mg/g. 5. Kapasitas adsorpsi larutan sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah diperoleh dari persamaan isoterm adsorpsi Langmuir sebesar 2,5615 mg/g dan energi adsorpsi sebesar 37,0584 kJ/mol. 6. Interferensi dengan ion sianida menunjukan ion sianida berpengaruh terhadap adsorpsi sulfida, sehingga apabila ingin mengasorpsi ion sulfida usahakan tidak ada ion sianida agar tidak mengganggu dalam adsorpsi sulfida.

49

50

5.2 Saran Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan maka, arang aktif kacang tanah dapat digunakan menjadi salah satu adsorben alternatif dalam mengurangi konsentrasi ion logam, khususnya ion sulfida dalam limbah industri tekstil. Perlu dilakukan lebih lanjut dengan sintesis bahan organik lainnya dalam mengasorpsi sulfida. Ion sianida menganggu proses adsorpsi sulfida, maka apabila ingin mengasorpsi sulfida maka harus diusahakan tidak ada ion sulfida. Kapasitas adsorpsi menunjukan hasil yang berbeda, hal ini karena adsorben yang digunakan kemungkinan mempunyai ukuran pori yang berbeda yang menyebabkan jari-jari hidrasi yang berbeda sehingga apabila ingin menggunakan adsorben sebaiknya diukur menggunakan Surface Area Analizer (SAA) untuk menentukan luas permukaan dan ukuran pori.

DAFTAR PUSTAKA Alfianty, H , S.Bahri & Nurakhiwati. 2013. Kajian Penggunaakan Arang Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Pb dengan Beberapa Aktivator Asam. Jurnal Natural Science : 2(3) : 75 – 86. [APHA] American Public Health Association & [AWWA] American water works Associatin. 2012. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater. 21st wasington DC.2005.Mehods 4500-S2-D. [Deptan]. 2008. Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak. [terhubung berkala]. http://jajo 66.files.wordpress.com [27 Agustus 2015]. Amri, A, Suparnoto & Fakhrurozi, M. 2004. Kesetimbangan Adsorpsi Optional Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam Terimpregnasi 2Merkaptobenzotiazol. Jurnal Natur Indonesia, 6(2):111-117. Arifin, B. 2003. Suatu Tinjauan Adsorben Murahan Untuk Menghilangkan Logam Berat. Prosiding Seminar National Teknik Kimia. 38-44. Atkins P.W. 1999. Kimia Fisika jilid II. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Rohhadyan T, editor. Oxford: Oxford University Press. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Atmoko, R.D. 2012. Pemanfaatan Karbon Aktif Batu Bara Termodifikasi TiO2 pada Proses Reduksi Gas Karbon Monoksida (CO) dan Penjernihan Asap Kebakara. Jurnal. Depok : Universitas Indonesia Fakultas Teknik. Badan

Litbang Pertanian. 2011. Arang Aktif Lingkungan. No.3400 Edisi 6-12.

Meningkatkan

Kualitas

Baidho, Z.E. 2013. Adsorpsi Logam Berat Pb Dalam Larutan Menggunakan Senyawa Xanthate Jerami Padi. Jurnal. Semarang : Universitas Wahid Hasyim Semarang. Baig, T.H. 1999. Adsorbsion of Heavy Metal Ions by the Biomass of Solanum Elaeagnifolium (Silverleaf nightshade), Proceedings of the 1999 Conference on Hazardous Waste Research. El Paso : Departemen of Chemistry and Enviromental sciences and Engineering, university of Texas. Baker F.S, Miller CE, Repik AJ & Tollens ED. 1997. Activated Carbon. New York: J Wiley. Bernard, E & Jimoh, A. 2013. Adsorption of Pb, Fe, Cu, and Zn from Industrial Electroplating Waste Water by Orange Peel Activated Carbon.

51

52

International Journal of Engineering and Applied Sciences, 04(02):95103. Budiono, A. 2006. Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan Asam Sulfat dan Asan Fosfat untuk Adsorbsi Fenol. Jurnal. Semarang : FMIPA UNDIP. Dewi, M.S. 2015. Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Pisang Raja Teraktivasi H2SO4 Untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+ Dalam Larutan. Indo. J. Chem. Sci. 4 (3) Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. 1989. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Hasrianti. 2012. Adsorpsi ion Cd2+ dan Cr2+ pada Limbah Cair Menggunakan Kulit Singkong. Thesis. Makasar : Universitas Hasanudin. Herlandien, Y. L. 2013. Pemanfaatan Arang Aktif Sebagai Adsorben Logam Berat dalam Air Lindi di TPA Pakusari Jember. Skripsi. Universitas Jember : FMIPA Jember. Imawati, A. 2015. Kapasitas Adsorbsi Maksimum Ion Pb(II) Oleh Arang Aktif Ampas Kopi Teraktivasi HCl dan H3PO4. JKK 4(2): 50-61 Irmawati, A. 2010. Pemanfaatan Biomassa Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) untuk Adsorpsi Kromium dari Larutan Berair dengan Metode Kolom. Jurnal. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jason, P.P. 2004. Activated Carbon and Some Applications for The Remediation Soil and Ground Water Pollution. [terhubung berkala]. http://www.ce.edu/program areas [27 Agt 2008]. Juliandini, Fithrianita & Y.Trihadiningrum. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah Kayu dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol. Laporan Penelitian. Surabaya : ITS. ISBN : 978-979-99735-4-2. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kusumaningtyas, N. 2005. Kemampuan Adsorpsi Tanah Diatomae Hasil Aktivasi dengan Asam Klorida terhadap Zat Warna Tekstil. Jurnal. Semarang : FMIPA UNNES. Margareth E.K.P. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak (NH3), Sianida (CN-) dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu.

53

Medan: Departemen Kimia Program Studi Diploma-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Manes M. 1998. Activated Carbon Adsorption Fundamental. Edited by : R.A. Meyers. Encyclopedia of Environ-mental Analysis and Remediation. Volume 1. New York: J Wiley. Miranti, S.T. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi Terkontrol Menggunakan Biomassa Bulu Ayam. Institut Teknologi Sepuluh November. Akta Kimindo Indonesia. 2(1) : 57 – 66. Mulyatna. 2003. Pemilihan Persamaan Adsorpsi Isoterm pada Penentuan Kapasitas Adsorpsi Kulit Kacang Tanah terhadap Zat Warna Remazol Golden Yellow 6. Jurnal. Pasundan : Universitas Pasundan. Vol 6 (3) : 131-140. Nailil, A. 2011. Kinetika adsorpsi Karbon Aktif dari Batang Pisang Sebagai Adsorben untuk Penyerapan Ion Logam Cr(VI) Pada Air Limbah Industri. Jurnal. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang. Ni’mah Y.L. & I.Ulfin. 2007. Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam. Jurnal. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November. Pitriaani, P. 2010. Sintesis dan Aplikasi Kitosan dari Cangkang Rajungan (Portunus pelagucus) sebagai Penyerap Ion Besi (Fe) dan Mangan (Mn) untuk Pemurnian Natrium Silikat. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Pratiwi, Y. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrition Value Coecient Bioindikator. Jurnal Teknologi, 3(2):129-137 Prayudi, T & J. P. Susanto. 2000. Chitosan Sebagai Bahan Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil. Journal Teknologi Lingkungan, 1(2) : 121-125. Rambe, A.M. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa Oleifera) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Thesis. Medan : Universitas Sumatra Utara. Rezqi, V.S.K. 2010. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak terhadap Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Bogor : Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

54

Sembiring, M.T., & T. Sarma. 2003. Arang aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Medan : Universitas Sumatera Utara. SNI 6989.70:2009. Air dan Limbah-Bagian 70: Cara Uji Sulfida dengan Biru Metilen Secara Spektrofotometri. Badan Standardisasi Nasional. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1976. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Susanti, A. 2009. Potensi Kulit Kacang Tanah Sebagai Adsorben Zat Warna Reaktif Cibacron Red. Skripsi. Bogor : FMIPA IPB. Suwalsih. 2011. Sintesis Zeolit A Dari Abu Dasar Batubara Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Ion Ni(II). Thesis. Yogyakarta: FMIPA Universitas Gadjah Mada. Solovyov, L.A., A.N. Shmakov., V.I. Zaikovski., S.H. Joo, and R. Ryoo. 2002. Detailed structure of the hexagonally packed mesostructured carbon material CMK-3. Carbon 40 : 2477-2481. Elsevier, UK. Wang, L. 2012. Adsorption Properties Of Gold Onto A Chitosan Derivative. International Journal of Biological Macromolecules, 51(5):701-704 . Weiner, E.R. 2012. Application of Environmental Aquatic Chemistry. A Practical Guide. Third edition. CRC Press. Zulfa, A. 2011. Uji Adsorbsi Gas Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Zeolit Alam Malang dan Lampung. Jurnal. Depok : Universitas Indonesia.