PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS VIII.4 DI SMP NEGERI 3 SELAT KUALA KAPUAS TAHUN AJARAN 2014/2015
SKRIPSI
OLEH : DESY PURNAMA NPM. 11.21.13466
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015 1
PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENURUNKAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK KELAS VIII.4 DI SMP NEGERI 3 SELAT KUALA KAPUAS TAHUN AJARAN 2014/2015
SKRIPSI Ditulis untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
OLEH : DESY PURNAMA NPM. 11.21.13466
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015
2
ABSTRAK Desy Purnama. 2015. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan Kecenderungan Perilaku Agresif Peserta Didik Kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Pembimbing: (I) Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi, (II) Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd. Kata Kunci: Peran, Guru Bimbingan dan Konseling, Perilaku Agresif Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015, (2) mengetahui penyebab perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015, (3) mengetahui peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. Subjek dalam penelitian ini adalah 6 orang peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas yang menunjukkan kecenderungan perilaku agresif dan 1 orang guru Bimbingan dan Konseling. Pengambilan sampel sumber data penelitian kualitatif ini bersifat purposive sampling artinya sumber data tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau tujuan tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bentuk perilaku agresif negatif yang ditunjukkan peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas berupa agresif verbal dan agresif fisik; (2) penyebab peserta didik berperilaku agresif negatif dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan); (3) peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas cukup baik yaitu dengan memberikan layanan konseling individu maupun kelompok serta konferensi kasus.
3i
ABSTRACT Desy Purnama. 2015. Role of Teachers in Guidance and Counseling Reduce Aggressive Behavior Trends VIII.4 Class Students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas Academic Year 2014/2015. Thesis. Guidance and Counseling Program Study the Faculty of Education, University of Muhammadiyah Palangkaraya. Adviser: (I) Drs. M. Fatchurahman, M.Pd, M.Psi, (II) Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd. Keywords : Role, Teacher of Guidance and Counseling, Aggressive Behavior This study aims to: (1) determine the form of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas School Year 2014/2015, (2) determine the causes of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas School Year 2014/2015, (3) determine the role of teacher guidance and counseling in reducing the tendency of negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat of Kuala Kapuas Academic Year 2014/2015. Subjects in this study were 6 grade students of SMP Negeri 3 VIII.4 in Selat Kuala Kapuas, which showed aggressive behavior and 1 teacher guidance and counseling. Sampling of this qualitative research data source is purposive sampling means the data sources are chosen based on certain considerations or specific destination. The results showed that: (1) the form of negative aggressive behavior shown VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas aggressive form of verbal and physical aggressive; (2) causes learners negative aggressive behavior can occur due to various factors that influence among the internal factors (which from within the individual himself) and external factors (which are outside the individual itself); (3) the role of teacher guidance and counseling in reducing negative aggressive behavior VIII.4 grade students in SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas is good enough to provide individual and group counseling services, also conference case.
4 ii
LEMBAR PERSEMBAHAN
ﺒﺴﻢاﻠﻠﮫاﻠﺮﺤﻤناﻟﺮﺤﯿﻢ Untuk setiap tawa yang tak ternilai Untuk tiap tangis yang terhapus Untuk tiap jatuh dan bangunnya Untuk tiap peluang ditengah putus asa Untuk tiap doa dan dukungan Yang utama dari segalanya… Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan, membekali dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salah selalu terlimpah keharibaan Rasulullah Muhammad SAW. Sebuah mini mahakarya ku persembahkan kepada: Ayah. Ibu tercinta Serta Adikku yang tersayang Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ayahda MUHAMAD YUNUS dan Ibunda RAHIMAH, S.Pd.I serta adikku MUHAMMAD JUANDA yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat ku balas hanya dengan selembar kertas yang bertulis. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ayah dan Ibu bahagia karena ku sadar selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk Ibu dan Ayah yang selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Terima Kasih Ayah… Terima Kasih Ibu… Dosen-Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Prodi Bimbingan dan Konseling Terima kasih tak terhingga ku ucapkan kepada dosen-dosen BK FKIP UMP terutama untuk dosen pembimbing Bapak Drs. H.M. Fatchurahman, M.Pd. M.Psi dan Bapak Andi Riswandi Buana Putra, M.Pd yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku. Teman-Teman BK Kapuas Angkatan 2011 Buat teman-teman seperjuangan, banyak hal yang telah kita lalui bersama dalam suka maupun duka untuk menyelesaikan studi ini. Semoga persahabatan kita akan tetap terjalin sampai nanti, sampai kita semua menjadi orang yang sukses. Aamiin. Yang Tersayang “RR” Terima kasih atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan sehingga aku bisa menyelesaikan studi ini tepat waktu. Nasehat yang kau berikan menjadi penerang dalam kesusahanku. Canda dan tawa yang kau berikan menjadi hiburan dalam setiap keletihanku. You’re the best.
iii 5
6v
DAFTAR ISI Hal ABSTRAK ................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................. HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
i ii iii iv v vi vii ix x xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang ............................................................................ B. Batasan Masalah .......................................................................... C. Fokus Masalah............................................................................. D. Tujuan Penelitian ......................................................................... E. Manfaat Penelitian ....................................................................... F. Definisi Operasional .................................................................... BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................ A. Analisis Teoritis .......................................................................... 1. Perilaku Agresif ..................................................................... a. Pengertian Perilaku Agresif .............................................. b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif ................................................. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif ........ d. Pemicu Terjadinya Perilaku Agresif ................................. e. Dampak dan Pengaruh Perilaku Agresif ........................... f. Mengatasi Perilaku Agresif .............................................. 2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Bimbingan dan Konseling ...................................................... a. Pengertian Bimbingan dan Konseling............................... 1) Pengertian Bimbingan ................................................ 2) Pengertian Konseling ................................................. b. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling ...................... c. Fungsi Bimbingan dan Konseling..................................... d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling ................................ e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling ........................ f. Komponen Program Bimbingan dan Konseling ................ 1) Layanan Dasar ........................................................... 2) Layanan Responsif ..................................................... 3) Perencanaan Individual .............................................. 4) Dukungan Sistem ....................................................... g. Bidang dan Layanan-Layanan dalam Bimbingan dan Konseling.........................................................................
1 1 6 7 7 8 9 12 12 12 12 13 14 17 18 20
7 vii
22 22 22 23 24 27 30 33 36 36 37 40 41 42
h. Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... i. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ........... 1) Pengertian Peran Guru Bimbingan dan Konseling ...... 2) Bentuk Peran Guru Bimbingan dan Konseling............ 3) Kualitas Pribadi Guru Bimbingan dan Konseling........ 4) Fungsi dan Tugas Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) di Sekolah................................................. B. Penelitian Yang Relevan .............................................................. BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... B. Alur Penelitian............................................................................. C. Metode dan Prosedur Penelitian ................................................... D. Data dan Sumber Data ................................................................. E. Teknik dan Prosedur Pengumpul Data ......................................... 1. Observasi ............................................................................... 2. Wawancara (Interview) .......................................................... 3. Dokumentasi.......................................................................... F. Prosedur Analisis Data ................................................................ G. Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................... 1. Uji Kredibilitas ...................................................................... 2. Pengujian Transferability ....................................................... 3. Pengujian Dependability ........................................................ 4. Pengujian Konfirmability ....................................................... BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ................................................ A. Gambaran Umum ........................................................................ 1. Profil Sekolah ........................................................................ 2. Visi dan Misi Sekolah ............................................................ 3. Lokasi dan Sarana Prasarana .................................................. B. Temuan Penelitian ....................................................................... 1. Hasil Observasi Terhadap Peserta Dididk .............................. 2. Hasil Wawancara ................................................................... a. Bentuk Perilaku Agresif Peserta Didik ............................. b. Penyebab Perilaku Agresif Peserta Didik ......................... c. Peran Guru bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan Perilaku Agresif Peserta Didik ..................... C. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... BAB V PENUTUP ...................................................................................... A. Kesimpulan ................................................................................. B. Saran ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
viii 8
45 47 47 49 51 54 56 61 61 62 63 64 66 66 69 75 77 78 79 82 82 83 84 84 84 85 86 92 94 97 97 107 112 119 128 128 129
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan diri dalam segala aspeknya, dan dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab. Untuk mencapai hal tersebut, tidak hanya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Akan tetapi perlu adanya pendekatan lain seperti pendekatan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan diluar situasi proses pembelajaran. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk membantu peserta didik agar berhasil dalam belajar, untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada peserta did ik untuk mengatasi masalah-masalah
yang
timbul dalam diri peserta didik. Dalam kondisi seperti ini, layanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat
penting untuk dilaksanakan guna
membantu peserta didik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Sehubungan dengan hal tersebut, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
1
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercermin dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 2 berbunyi : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan sekolah. Dengan demikian bimbingan dan konseling merupakan salah satu tugas yang seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidikan yang bertugas di sekolah tersebut. Bimbingan dapat diartikan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat. Bimbingan tidak hanya diberikan kepada peserta didik yang bermasalah saja, akan tetapi setiap peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan bimbingan dari guru bimbingan dan konseling. Sementara konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli untuk menangani masalah konseli dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli. Jadi, bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah
2
konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah ada beberapa jenis layanan yang digunakan. Menurut Sukardi (2008:10-11), ada 12 jenis layanan bimbingan dan konseling sebagai berikut. 1. Layanan orientasi. 2. Layanan informasi. 3. Layanan penempatan dan penyaluran. 4. Layanan pembelajaran. 5. Layanan konseling perorangan. 6. Layanan bimbingan kelompok. 7. Layanan konseling kelompok. 8. Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling. 9. Penyelenggraan himpunan data. 10. Konferensi kasus. 11. Kunjungan rumah (Home Visit). 12. Alih tangan kasus (Referal). Beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling tersebut, harus dilaksanakan sesuai dengan bidang-bidang layanan bimbingan dan konseling. Adapun bidang dalam bimbingan dalam bimbingan dan konseling meliputi, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier. Dalam
berbagai
pergeseran
paradigma
pembelajaran
maupun
pendidikan secara lebih luas, peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) makin penting. Hal tersebut sejalan dengan masalah yang peserta didik hadapi semakin kompleks sehingga semakin banyak peserta didik yang memerlukan pendampingan agar dapat membantu mengenal dirinya dan lingkungannya agar ia dapat menempatkan diri di tengah lingkungan yang dinamis.
3
Dalam pelaksanaan pekerjaannya di sekolah, guru Bimbingan dan Konseling dipengaruhi oleh persepsi kepala sekolah dan rekan sejawatnya terhadap pekerjaannya. Sebagian sekolah memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling adalah menyelesaikan masalah yang muncul pada peserta didik. Jika peserta didik berkelahi, meninggalkan pelajaran tertentu karena hubungan baik dengan gurunya terkendala, sering tidak masuk sekolah, ada persoalan di rumah sehingga menggangu semangat belajarnya, penyalah gunaan narkoba, pernyimpangan seksual dan banyak lagi masalah yang sering muncul di sekolah. Masalah seperti itu, menjadi menu sehari-hari guru pembimbing. Namun seiring dengan perkembangan fungsi dan tujuan dari bimbingan dan konseling tersebut, maka profesi bimbingan dan konseling dalam seting pendidikan formal, antara lain bimbingan dan konseling untuk semua peserta didik, baik yang memerlukan atau yang dipandang perlu mendapatkan layanan bimbingan dan konseling, membantu peserta didik mencapai kemandirian, perkembangan optimal, pengentasan masalah, dan kebahagiaan-kesejahteraan-keselamatan, membantu peserta didik menjadi manusia berakhlak mulia, cerdas, berpengetahuan luas dan terampil, mandiri, sejahtera – bahagia –selamat. Sekolah merupakan pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja dengan pendidikan. Interaksi yang mereka lakukan disekolah sering kali menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak remaja.
4
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa yang sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya. Seiring dengan perubahan yang dialami remaja tingkat Sekolah Menengah Pertama, mereka cenderung menonjolkan perilaku yang tidak stabil. Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Biehler (Fatimah, 2006:108) membagi ciri-ciri remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut. 1. Cenderung bersikap pemurung. Sebagian kemurungan disebabkan perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa. 2. Ada kalanya berperilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri. 3. Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup. 4. Mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabi la tertipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (mahatahu). Menurut Fatimah (2006:112) “Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan ketegangan emosi atau frustasi”.
5
Berdasarkan
observasi
awal
yang
sudah
dilakukan,
peneliti
menemukan dan melihat fenomena munculnya perilaku agresif pada peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Perilaku agresif yang dilihat oleh peneliti adalah bentuk tindakan perilaku bersifat verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat, sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung seperti memukul, mencubit, menendang, mendorong, ataupun menjambak. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan guru koordinantor Bimbingan dan Konseling (BK) bahwa pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas belum dilaksanakan secara maksimal karena tenaga pembimbingnya sangat minim dibandingkan dengan jumlah peserta didiknya yang berjumlah kurang lebih 635 orang. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam penelitian dengan judul “Peran Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Menurunkan Kecenderungan Perilaku Agresif Peserta Didik Kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015”. B. Batasan Masalah Agar tidak terjadi perluasan masalah maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut. 1. Peneliti hanya membahas tentang peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik
6
kelas kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. 2. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah tentang kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik. 3. Penelitian ini dilaksanakan pada peserta didik di kelas VIII.4 SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. C. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka yang akan menjadi fokus masalah pada penelitian ini adalah perilaku agresif peserta didik, sedangkan untuk sub fokus penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ? 2. Apa saja penyebab perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ? 3. Bagaimana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015 ? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015.
7
2. Untuk mengetahui penyebab perilaku agresif negative peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. 3. Untuk mengetahui peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran 2014/2015. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperkuat ilmu psikologi pendidikan, lebih khusunya bimbingan dan konseling dalam menangani perilaku agresif negatif peserta didik agar perilaku peserta didik di dalam lingkungan masyarakat, sekolah, dan keluarga dapat tumbuh dan berkembang lebih baik. b. Diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membantu guru Bimbingan dan Konseling khusunya untuk mengatasi kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik. b. Bagi Wali Kelas Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih bisa memahami dan mengarahkan peserta didik dalam berperilaku sehingga terciptanya kondisi kelas yang kondusif.
8
c. Bagi Guru Mata Pelajaran Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih menciptakan kelas yang aman dan nyaman bagi peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar. d. Bagi Petugas/Guru Bimbingan dan Konseling Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk lebih meningkatkan pemberian layanan pada peserta didik khususnya dalam mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku peserta didik. e. Bagi Peserta Didik Untuk memberikan pemahaman yang benar tentang perilaku agresif sekaligus sebagai treatment dalam menyelesaikan permasalahan peserta didik agar diperoleh perkembangan yang optimal. f. Bagi Peneliti Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di perguruan tinggi. F. Definisi Operasional 1. Perilaku Agresif Agresif menurut Baron (dalam Kulsum, 2014:241) adalah “Tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan mekukai atau mencelakakan individu lain”. Berkowitz (dalam Kulsum, 2014:241) mengemukakan bahwa “Agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada
9
diri orang lain”. Menurut Atkinson dkk. (dalam Kulsum, 2014:242), “Agresi adalah tingkah laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) untuk merusak harta benda”. Selanjutnya Krahe (dalam Sari, 2013:218) mengemukan “Perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain baik secara fisik maupun verbal”. 2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling Peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) terdiri dari kata peran dan guru Bimbingan dan Konseling. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran berarti proses, cara yang diterapkan oleh individu, kelompok, atau institusi dalam membentuk sesuatu, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat, sedangkan guru Bimbingan dan Konselor atau konselor adalah seseorang yang menyediakan bantuan layanan bimbingan dan konseling. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Guru BK/Konselor adalah bagian dari tenaga pendidikan dan memiliki kontribusi yang penting terhadap keberhasilan peserta didik”. Selanjutnya Kusmaryani (2011:1) menyatakan bahwa : Guru Bimbingan dan Konseling atau disebut guru BK adalah guru yang melaksanakan pemberian layanan berupa layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang bertujuan membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan perkembangan, yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karir serta bertugas untuk membina moral dan pribadi peserta didik.
10
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru Bimbingan dan Konseling adalah tindakan yang dilakukan oleh tenaga professional dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik di sekolah melalui program layanan bimbingan dan konseling.
11
BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Teoretis 1. Perilaku Agresif a. Pengertian Perilaku Agresif Istilah agresi sering kali disama artikan dengan agresif. Agresif adalah kata sifat dari agresi. Istilah agresif sering kali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar tingkah laku yang dimiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam pengertian yang sesungguhnya. Agresif menurut Baron (Kulsum, 2014:241) adalah “Tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan
individu
lain”.
Berkowitz
(Kulsum,
2014:241)
mengemukakan bahwa “Agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain”. Menurut Atkinson dkk. (Kulsum, 2014:242), “Agresi adalah tingkah laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) untuk merusak harta benda”. Selanjutnya Krahe (Sari, 2013:218) mengemukan “Perilaku agresif adalah dibentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain baik secara fisik maupun verbal”.
12
Dari perumusan agresi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku agresi merupakan tingkah laku pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau menghukum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secar fisik maupun verbal. b. Ciri-Ciri Perilaku Agresif Menurut para ahli yang menyebutkan
beberapa ciri- ciri
perilaku agresif yaitu menurut Mappiare (Adnyani, dkk. 2013: 2) menyatakan perilaku agresif ini sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Suka mendebat. Suka mengeluh. Suka mencuri. Suka membunuh. Tega bunuh diri. Suka mencampuri urusan orang lain. Garang dan kejam. Bersikap sadis. Sangat pemarah.
Sunarto, dkk (Adnyani, dkk. 2013:3) menyatakan bahwa, orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat agresif untuk menutup
kegagalannya.
Reaksinya nampak dalam perilaku seperti sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Selalu membenarkan diri sendiri. Mau berkuasa dalam setiap situasi. Mau memiliki segalanya. Bersikap senang mengganggu orang lain Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan. 6) Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka. 7) Menunjukkan sikap menyerang dan merusak.
13
dengan
8) Keras kepala dalam perbuatannya. 9) Bersikap balas dendam. 10) Memperkosa hak milik orang lain. 11) Tindakan yang serampangan. 12) Marah secara sadis. Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak.
Anak
yang
menunjukkan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atau perilaku
juga menampilkan
perilaku
disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif
seperti
yang
anak
yang
memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman- temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku
agresif
semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang menyebabkan, mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, pengaruh pergaulan yang negatif, penggunaan narkoba, pengaruh tayangan
14
kekerasan, dan lain sebagainya.
Bringham (Tentawa, 2012:163)
menyatakan bahwa “Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku agesif yaitu proses belajar, penguatan (reinforcement) dan imitasi peniruan terhadap model”. Menurut Davidoff (Kulsum, 2014:245), terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresif, yakni: 1) Faktor biologis Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu faktor gen, faktor sistem otak dan faktor kimia darah. Berikut ini uraian singkat dari faktor-faktor tersebut. a) Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dai yang sulit sampai yang paling mudah amarahnya. Faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan mudah marah dibandingkan dengan betinanya. b) Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau mengendalikan agresi. c) Kimia darah. Kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan mempengaruhi perilaku agresi. 2) Faktor belajar sosial Dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan, meskipun sedikit, pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut. 3) Faktor lingkungan Perilaku agresi disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut uraian singkat mengenai faktor-faktor tersebut. a) Kemiskinan Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami peningkatan. b) Anonimitas Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya, dan bermacam informasi yang sangata luar biasa besarnya. Orang secara otomatis akan cenderung berusaja untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan tersebut.
15
Rangsangan indera kognitif yang berlebihan bisa membuat dunia menjadi sangat impersonal yang artinya antara sayu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung anonym (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim, ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain. c) Suhu udara yang panas dan kesesakan Suhu suatu lingkungan yang tingi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresitivitas. 4) Faktor amarah Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistemsyaraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata atau salah atau juga tidak. Bandura (Maryani, 2014:128) menyebutkan bahwa “Teori belajar berasumsi bahwa agresi diperoleh melalui pengamatan (observasi), pengalaman langsung dengan reinformance positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil batas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model”. Dalam belajar observasional, menurut Bandura terdapat empat proses yang satu sama yang lain berkaitan, yakni: 1) Proses atensional, yaitu proses dimana individu tertarik untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model. Proses atensional dipengeruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karakteristik yang dimilikinya. 2) Proses retensi, yaitu proses dimana individu pengamat menyimpan tingkah laku model yang telah diamatinya didalam ingatannya, baik melalui kode verbal maupun kode imajinal atau pembayaran gerak. 3) Proses reproduksi, yaitu proses dimana individu pengamat mencoba mengungkap tingkah laku yang telah diamatinya. 4) Proses motivasional dan perkuatan, bandura percaya perkuatan positif bisa memotivasi kearah pengungkapan
16
tingkah laku, dalam hal ini tingkah laku yang diamati. Individu lebih tertarik untuk mengamati dan mencontoh tingkah laku yang menghasilkan perkuatan kecil. Selanjutnya, Koeswara (Putri, 2013:245) menyatakan “Faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku agresif dibagi menjadi empat, yaitu penyebab sosial, penyebab lingkungan, penyebab situasional, dan alkohol dan obat-obatan”. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan). d. Pemicu Terjadinya Perilaku Agresif Menurut
Walgito
(Abdillah,
2014:414)
ada
tiga
cara
pembentukan perilaku yakni: 1) Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan. Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan dengan cara membiasakan bangun pagi, atau menggosok gigi sebelum tidur, membiasakan diri unutk datang tidak terlambat di sekolah dan sebagainya. 2) Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight). Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight misalnya kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri dan lain-lain. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. 3) Pembentukan perilaku dengan menggunkan model. Pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Kalau irang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai
17
panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Selanjutnya, Bandura (Feist, 2010:226) menyatakan bahwa: “Perilaku agresif didapatkan melalui observasi dari orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan negatif dan positif, latihan atau instruksi dan keyakinan yang abstrak”. Selanjutnya Baron, dkk (Tentama, 2012:163) menyatakan bahwa “Faktor dasar yang menjadi penyebab munculnya perilaku agresif dapat ditinjau dari beberapa pendekatan salah satunya yaitu pendekatan belajar (sosial)”. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif bisa terbentuk pada individu atau peserta didik dengan meniru atau mencontoh perilaku agresif lain yang dilakukan oleh individu atau peserta didik (model) yang di amatinya, meskipun hanya sepintas dan tanpa penguatan. e. Dampak dan Pengaruh Perilaku Agresif Fox dan Gilbert (Kulsum, 2014:251) menyebutkan bahwa: Agresi yang dilakukan berturut-turut dalam jangka lama, apalagi jika terjadi pada anak-anak atau sejak masa kanakkanak, dapat mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, misalnya wanita yang pada masa kanak-kanaknya mengalami perlakuan fisik dan atau seksual, pada masa dewasanya (18-44 tahun) akan menjadi depresif, mempunyai harga diri rendah, sering menjadi depresi, sering menjadi korban kejahatan seksual, terlibat dalam penyalahgunaan obat, atau mempunyai pacar yang terlibat dalam penyalahgunaan obat. Papalia (Nisfiannoor, 2005:7) bahwa “Bentuk nyata perilaku agresif pada remaja antara lain diwujudkan dengan mencuri,
18
merampok, menggunakan obat-obatan terlarang, dan berkelahi”. Kartono
(Nisfiannoor,
2005:7)
menyatakan
“Kecenderungan
berperilaku agresif ini disebabkan oleh karena masih labilnya jiwa mereka, karena mereka tengah mengalami banyak konflik dalam menjalani tugas perkembangannya”. Restu (2013:243-244) menyebutkan bahwa “Dampak dari perilaku agresif bisa dilihat dari dampak pelaku dan korban. Dampak dari pelaku, misalnya pelaku akan dijauhi dan tidak disenangi oleh orang lain, sedangkan dampak dari korban, misalnya timbulnya sakit fisik dan psikis serta kerugian akibat perilaku agresif tersebut”. Selanjutnya Currie (Siddiqah, 2010:51) menyatakan bahwa “Perilaku agresif berdampak pada prestasi belajar yang rendah, dan lemahnya kesehatan fisik dan mental hingga masa remaja akhir dan dewasa”. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif pada peserta didik menimbulkan dampak dan pengaruh yang snagat merugikan, baik bagi peserta didik itu sendiri maupun bagi orang lain. Dampak dan pengaruh yang paling sering terjadi dari perilaku agresif peserta didik adalah sulitnya untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya
karena cenderung dijauhi atau
dikucilkan oleh teman-temannya sehingga proses perkembangannya terganggu dan ditakutkan akan semakin bersikap agresif, terganggunya proses belajar mengajar peserta didik sehingga ia kurang optimal dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru disekolah.
19
f. Mengatasi Perilaku Agresif Menurut Koeswara (Kulsum, 2014:278), cara atau teknik sebagai langkah konkret yang dapat diambil untuk mencegah kemunculan atau berkembangnya tingkah laku agresif adalah sebagai berikut: 1) Penanaman moral Penanaman moral merupakan langkah yang paling tepat untuk mencegah kemunculan tingkah laku agresi. Penananman moral ini akan berhasil apabila dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten sejak usia dini di berbagai lingkungan dengan melinbatkan segenap pihak yang memikul tanggung jawab dalam proses sosialisasi. 2) Pengembangan tingkah laku nonagresi Untuk mencegah berkembangnya tingkah laku agresi, yang perlu dilakukan adalah mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perkembangan tingkah laku nonagresi, dan menghapus atau setidaknya mengurangi nilai-nilai yang mendorong perkembangan tingkah laku agresi. 3) Pengembangan kemampuan memberikan empati Pencegahan tingkah laku agresi bisa dan perlu menyertakan pengembangan kemampuan mencintai pada individuindividu. Adapun kemampuan itu sendiri dapat berkembang dengan baik apabila individu-individu dilatih dan melatih diri untuk mampu mennempatkan diridalam dunia batin sesama serta mampu memahami apa yang dirasakan atau dialami dan diinginkan maupun tidak diinginkan sesamanya. Pengembangan kemampuan dengan memberikan empati merupakan langkah yang perlu diambil dalam rangka mencegah berkembanganya tingkah laku agresi. Setiap individu berbeda cara dalam menentukan dirinya untuk menjauhi perilaku agresif atau mendekati perilaku agresif. Proyeksi dari individu dalam mengatasi situasi yang mengancam tersebut, masing-masing individu memiliki sifat karakteristik bergantung dari proses belajar mereka. Jika orang tersebut percaya bahwa mereka
20
mampu mengendalikan hidup untuk tidak berperilaku agresif maka dinamakan internal locus of control. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rotter (Hadi, 2012:88) menyatakan bahwa: “Orangorang dengan internal locus of control percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas hasil-hasil dalam hidup mereka dan tidak ada yang bisa menahan mereka selain diri mereka sendiri”. Selain itu, seseorang yang memiliki keyakinan pada diri sendiri bahwa mereka mampu mengendalikan tindakan sendiri. Ada juga seseorang yang yakin bahwa yang mengendalikan tindakan mereka adalah berasal dari luar dirinya. Sebagaimana pendapat Lynch, dkk (Hadi, 2012:88) yang mengemukakan bahwa: Seseorang percaya bahwa perilaku dikendalikan oleh keluarga atau orang lain (misalnya teman-teman dan orang tua), dan Tuhan, dinamakan seorang memiliki eksternal locus of control yang percaya bahawa lingkungan mereka, kekuatan yang lebih tinggi, atau orang lain mengendalikan keputusan mereka dan kehidupan mereka agar terhindar dari perilaku agresif. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara mengatasi perilaku agresif yang efektif adalah dengan penanaman moral yaitu dengan cara memberikan pengertian dari dini yang di mulai dari lingkungan keluarga inti (ayah, ibu, kakak, adik) tentang dampak negatif yang timbul dari perilaku agresif, menciptakan lingkungan nonagresif dengan cara menjauhkan anak dari tontonan atau contoh yang memancing timbulnya perilaku agresif, serta mengajarkan cara mengendalikan emosi yang baik.
21
2. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan dan Konseling 1) Pengertian Bimbingan Sukardi (2008:2) menyatakan bahwa: Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu tersebut dapat memahamai dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Selanjutnya Prayitno (Sukardi, 2008:2) mengemukakan bahwa: Bimbingan merupakan bantuan yang diberikankepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yang kemandiriannya itu mencakup lima fungsi pokok, yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil keputusan, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri. Sementara itu Winkel (Sutirna, 2013:11) mendefinisikan bimbingan sebagai berikut: a) Suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri. b) Suatu cara untuk memberikan bantuan kepada ondividu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan peribadinya. c) Sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyeseuaikan diri dalam lingkungan diaman mereka hidup.
22
d) Suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan. Dari beberapa pengertian tentang bimbingan, maka dapat ditarik kesimpulan dari bimbingan yaitu sebagai proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang ataau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri melalui berbagai bahan, interaksi, nasehat, gagasan, alat, dan asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku. 2) Pengertian Konseling Konseling merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Natawidjaja (Sukardi, 2008:4) mendefinisikan: Konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan yang dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu orang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Selanjutnya, Prayitno (Sukardi, 2008:5) mengemukakan “Konseling adalah pertemuan empat mata antara konseli dan konselor yang berisi usaha yang laras, unik, dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas normanorma yang berlaku”.
23
Sementara itu Winkel (Sutirna, 2013:15) mendefinisikan: Konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dari uraian di atas juga dapat disimpulkan bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat atau tatap muka, anatra konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku agar konseli memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang. b. Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Menurut Sutirna (2013:18) menyatakan bahwa: Secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli (peserta didik) dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang, mengambangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatsi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Untuk
mencapai
tujuan-tujuan
mendapatkan kesempatan untuk:
24
tersebut,
maka
harus
1) Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangan. 2) Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya. 3) Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut. 4) Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri. 5) Menggunakan
kemampuannya
untuk
kepentingan
dirinya,
kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat. 6) Menyesuaiakan
diri
dengan
keadaan
dan
tuntutan
dari
lingkungannya. 7) Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. Menurut Sutirna (2013:18-21) menyatakan bahwa: Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-soisal konseli adalah sebagai berikut: 1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilainilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, di sekolah/luar sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya. 2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati, dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. 3) Memahami pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu
25
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut. 4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis. 5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. 6) Memiliki kemampuan untuk melakukan untuk melakukan pilihan secara sehat. 7) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. 8) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas dan kewajibannya. 9) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan sesama manusia. 10) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain. 11) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran akan potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya. 2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. 3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat. 4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengunakan kamus, mencatat peljaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian. 5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas. 6) Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
26
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut: 1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan. 2) Memiliki pengetahuan mengetahui dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir. 3) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. 4) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan. 5) Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, pospek kerja, dan kesejahteraan kerja. 6) Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi. 7) Dapat membentuk pola-pola karir. 8) Mengenal keterampilan, kemmapuan, dan minat. 9) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir. c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Sutirna, 2013:21-24) fungsi-fungsi tersebut adalah: 1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (konseli) dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
27
2) Fungsi fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. 3) Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. 4) Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir dan jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 5) Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah, konselor, dan tutor untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. 6) Fungsi pencegahan (preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. 7) Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional, dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan merekan kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif. 8) Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkup aspek sosialpribadi, belajar, dan karir. 9) Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. 10) Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dan fungsi-fungsi
28
lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Selanjutnya,
menurut
Sukardi
(2007:7-8)
fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling sebagai berikut: 1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Pemahaman itu meliputi : (a) Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing (konselor). (b) Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, oarng tua, guru pada umunya, dan guru pembimbing (konselor). (c) Pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas”, (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh pes erta didik. 2) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahn yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. 3) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialaminya oleh peserta didik. 4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
29
yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi. d. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Pelayanan
bimbingan
dan
konseling
adalah
pekerjaan
profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan professional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu
ketentuan-ketentuan
yang
harus
diterapkan
dalam
penyelenggaraan pelayanan itu. Menurut Sutirna (2013:27-28) asas-asas yang dimakusdkan adalah sebagai berikut: 1. Asas kerahasian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut kerahasiaan data dan keterangan tentang peserta didik yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain. 2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. 3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik dan atau orang tua/wali yang menjadi sasaran terbuka dan tidak berpura-pura. 4. Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan kondisi sekarang.
30
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang merujuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik diharapkan menjadi individu yang mandiri. 6. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar peserta didik atau orang tua/wali sasaran layanan berpartisifatif secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan konseling. 7. Asas kedinamisan, yaitu asas imbingan dna konseling yang menghendaki agar isi layanan bergerak maju, tidak monoton dan terus berkembang. 8. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar adanya layanan yang dilakukan guru atau pihak lain saling menunjang, harmonis, dan terpadukan. 9. Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling menghendaki agar layanan diselenggarakan berdasarkan norma-norma yang ada yaitu norma agama, hukum, dan peraturan. 10. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dna konseling yang menghendaki diselenggarakan atas dasar-dasar professional. 11. Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan secara tuntas mengalihtangankan ke pihak yang lebih ahli. 12. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju. Selanjutnya, menurut Prayitno (2013:115-120) asas-asas dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut: 1. Asas kerahasiaan. Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. 2. Asas kesukarelaan. Dalam proses bimbingan dan konseling, klien diharapkaan secara suka dan rela taanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan
31
seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya kepada konselor. 3. Asas keterbukaan. Dalam proses bimbingan dan konseling, keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. 4. Asas kekinian. Asas kekinian mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. 5. Asas kemandirian. Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. 6. Asas kegiatan. Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. 7. Asas kedinamisan. Usaha pelayanan bimbingan dna konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik. 8. Asas keterpaduan. Pelayanan bimbingan dna konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. 9. Asas kenormatifan. Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlkau, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. 10. Asas keahlian. Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunkan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. 11. Asas alih tangan. Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namum individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. 12. Asas Tutwuri Handayani. Asas ini merujuk pada suasana umum yang hendaknya terciptadalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan di sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso”.
32
e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di sekolah/madrasah maupun luar sekolah. Sutirna (2013:24-27) menyatakan prinsip-prinsip itu sebagai berikut: Tabel 1 Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
No. 1.
2.
Menurut ABKIN (2008:202204)
Menurut Buku Bimbingan dan Konseling (Bimo Walgito, 2010:12-14) Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk anakanak, orang dewasa, dan orang-orang yang sudah tua.
Bimbingan dan konseling dioeruntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahawa bimbingan diberikan kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita;baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual) Bimbingan dan konseling Bertujuan untuk memajukan sebagai proses individuasi. penyesuaian individu. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya) dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersbit. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli,
33
3.
4.
5.
meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataannya masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negative terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandnagan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dna kesuksesan, karena bimbiungan merupakan cara yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggugjawab konselor, tetapi juga trugas guru-guru (tutor) dan kepala sekolah/madrasah sesuai tugas dan peran masing-maisng. Mereka bekerja sebagai team work. Pengambilan keputusan merupkan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi, dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat pentinmg baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konselin untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan
34
Harus menyeluruh kesemua orang.
Semua guru (tutor) di sekolah seharusnya menjadi pembimbing.
Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan sebagai alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung suatu dasar pandangan bimbingan.
6.
7.
8.
9
10. 11.
menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat bukan kemampiuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya untuk mengambil keputusan. Bimbingan dan konseling Perbedaan setiap orang berlangsung dalam berbagai harus diperhatikan. setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah/ madrasah saja, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembagalembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek peribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Diperlukan pengertian yang mendalam mengenai orang yang dibimbingnya. Memerlukan sekumpulan catatan (cumulative record) mengenai kemajuan dan keadaan anak. Perlu adanya kerjasama yang baik antara instansi terkait. Kerjasama dan pengertian orang tua sangat diperlukan. Supaya berani bertanggungjawab sendiri dalam mengatasi permasalahnya.
12.
Bersifat fleksibel.
35
f. Komponen Program Bimbingan dan Konseling 1) Layanan Dasar (Kurikulum Bimbingan dan Konseling) Sutirna (2013:67) mengemukakan bahwa: Kurikulum bimbingan dan konseling merupakan seperangkat aktivitas yang dirancang secara sistematis untuk memfasilitasi perkembangan peserta diidk yang mencakup perkembangan akademis, karir, pribadi, dan sosial atau yang disebut dengan layanan dasar. Selanjutnya, menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:207) menyatakan bahwa: Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasik atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai tahap dan tugas-tugas perkembnagan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Adapun tujuan dari layanan dasar menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:208) sebagai berikut: a) Memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama). b) Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya. c) Mampu mennagani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya. d) Mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Menurut Sutirna (2013:68-69) ruang lingkup yang termasuk dalam ranah layanan dasar sebagai berikut:
36
a) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan. b) Pengembangan kemampuan individual (problem solving). c) Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar ayng positif atau keteraampilan belajar ayng efektif. d) Pengembangan perilaku sosial yang bertanggung jawab. e) Pengembangan upaya pencapaian peran sosial sebagai pria atau wanita. f) Pengembangan sikap penerimaan diri secara objektif dan pengembangannya secara tepat. g) Pengembangan sikap dan kemampaun untuk emncapai kemandirian ekonomi. h) Pengembangan sikap dan kemampuan mempersiapkan karir di masa depan. i) Pengembangan upaya pencapaian hubungan baru ayng lebih matang dengan teman sebaya, baik pria atau wanita. j) Pengembangan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga. 2) Layanan Responsif Menurut Sutirna (2013:70) “Layanan responsif merupakan layanan yang harus segera diberikan kepada peserta didik dengan artian jangan menunda memberikan bantuan jika peserta didik memiliki masalah”. Selanjutnya menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:209) menyatakan bahwa: Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkaan gangguan dalam pencapaian tugas-tugas perkembangan. Adapun tujuan dari layanan responsif ini menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:209) adalah “Untuk membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli
37
yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya”. Sutirna (2013:70-73) mengemukakan bahwa ruang lingkup layanan responsif terdiri dari layanan bidang pribadi, bidang sosial, bidang akademik, dan bidang karir sebagai berikut: a) Bidang Pribadi (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (a) Kurang motivasi untuk mempelajari agama. (b) Kurang memahami nahwa agama sebagai pedoman hidup. (c) Kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi Tuhan. (d) Masih merasa malas melaksanakan ibadah. (e) Kurang memiliki kemampuan bersabar dan bersyukur. (2) Perolehan sistem nilai (a) Masih memiliki kebiasaan berbohong. (b) Masih memiliki kebiasaan menyontek. (c) Kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan). (3) Kemandirian emosional (a) Belum mampu membebaskan diri dari perasaan kekanak-kanakan. (b) Belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas. (c) Masing kurang mampu menghadapi frustasi (stress) secara positif. (4) Pengembangan keterampilan intelektual (a) Masih kurang mampu mengambil keputusan. (b) Masih suka melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan baik-buruk, untung-rugi. (5) Menerima diri dan menegembangkannya secara positif (a) Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri. (b) Merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain yang mempunyai kelebihan. b) Bidang Sosial (1) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab (a) Kurang menyennagi kritikan. (b) Kurang memahami tata karma.
38
(c) Kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik disekolah maupun di masyarakat. (2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya (a) Merasa lau untuk berteman dengan lawan jenis. (b) Merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkriktik. (3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga (a) Sikap yang kurang positiif terhadap pernikahan. (b) Sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga. c) Bidang Akademik (1) Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik. (2) Kurang memahami cara belajar yang efektif. (3) Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar. (4) Kurang memahami cara membaca buku yang efektif. (5) Kurang memahami cara membagi waktu belajar. (6) Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu. d) Bidang Karir (1) Kurang memahami cara memilih program studi yang cocok dengan kemampuan dan minat. (2) Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang dunia kerja. (3) Masih bingung untuk memilih pekerjaan. (4) Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minat. (5) Merasa cemas untuk mendapatkan pekerjaan setelah tamat sekolah. (6) Belum memiliki pandangan akan kuliah di mana setelah tamat sekolah. Layanan responsif juga merupakan layanan yang bersifat kuratif/langsung sehingga strategi yang sering digunakan (Sutirna, 2013:73) sebagai berikut: a) b) c) d) e) f)
Konseling individual dan kelompok. Referral (alih tangan atau rujukan). Kolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas. Kolaborasi dengan orangtua. Kolaborasi dengan pihak luar sekolah. Konsultasi.
39
g) Konferensi kasus. h) Kunjungan rumah (home visit). 3) Perencanaan Individual Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:210) mengemukakan bahwa: Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemehaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Tujuan perencanaan individual menurut Departemen Pendidikan Nasional (2013:211) sebagai berikut: a) Untuk membantu konseli agar memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya. b) Untuk membantu konseli agar mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkemabngan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. c) Untuk membantu konseli agar dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencanan yang telah dirumuskan. Selanjutnya Sutirna (2013:69) menyatakan bahwa satu hal yang perlu dilakukan konselor adalah memahami klien/peserta didik/konseli secara mendalam beserta aspek kepribadiannya melalui berbagai assesmen dan menyajikan informasi yang akurat tentang potensi diri dan lingkungan serta peluanng yang tersedia sehingga klien dapat: a) Menganalisis kekuatan dan kelemahannya yang berkaitan dengan potensi, bakat, minat, kepribadian, dan lingkungannya.
40
b) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan yang sesuai dengan dirinya sehingga dapat mengikuti pendidikan lanjutan dengan suasana yang kondusif. c) Mengukur dan menilai ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. d) Mempertimbangkan dan selanjutnya memilih serta menentukan pilihan melalui keputusan yang tepat dan bijak sehingga apa yang nantinya dilakukan adalah buah dari perencanaan yang matang. Gysber (Sutirna, 2013:70) mengemukakan strategi dalam perencanaan individual sebagai berikut: a) Individual appraisal, yaitu strategi di mana konselor membantu peserta didik untuk dapat menilai dan menafsirkan potensi-potensi yang dimilikinya, minat, keterampilan, prestasi, dan aspek kepribadiannya. b) Individual advisement, yaitu suatu strategi yang membantu klien agar dapat menggunakan segala informasi untuk mengarahkan dirinya sendiri. c) Transition planning, yaitu suatu strategi yang dimaksudakan untuk membantu peserta didik dalam memahami dunia kerja melalui transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja. d) Follow up, yaitu strategi guna memberikan layanan tindak lanjut melalui berbagai kumpulan data untuk evaluasi dan perbaikan program mendatang. 4) Dukungan Sistem Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:212) menyatakan bahwa: Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.
41
Selanjutnya, Sutirna (2013:73-74) menyebutkan strategi yang digunakan dalam dukungan sistem sebagai berikut: a) Pengembangan jejaring (networking), yaitu upaya menjalin kerjasam dengan guru, orang tua, dan masyarakat serta seluruh personil sekolah agar tercipta suasana kondusif dalam proses pembelajaran dan layanan bimbingan dan konseling. b) Pengembangan konselor yang meliputi pelatihanpelatihan yang terkait dengan bimbingan dan konseling, aktif dalam organisasi seperti ABKIN, aktif dalam pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop, dan lain sebagainnya. c) Pemberian layanan (1) Konsultasi dengan guru-guru; (2) Menyelenggarakan kerjasama dengan orangtua/masyarakat; (3) Berpartisipasi; (4) Bekerjasama dengan pesonil sekolah lainnya; (5) Melakukan penelitian. d) Kegiatan manajemen (1) Pengembangan program; (2) Pengembangan staf; (a) Kepala sekolah (b) Wakasek dan para PKS (pembantu kepala sekolah) (c) Guru mata pelajaran (d) Guru bimbingan dan konseling (konsleor) e) Pemanfaatan sumber daya masyarakat f) Pengembangan atau penentuan kebijakan g. Bidang dan Layanan-Layanan dalam Bimbingan dan Konseling Menurut Sukardi (2008:12-14) ditinjau dari masalah yang dihadapi para peseta didik, bimbingan di sekolah mencakup 4 bidang berikut: 1) Bimbingan pribadi Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling di SMP, SMA/SMK membantu peserta didik menentukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
42
2) Bimbingan sosial Dalam bidang sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di SMP, SMA/SMK membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemsyarakatan dan kenegaraan. 3) Bimbingan belajar Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling di SMP, SMA/SMK membantu peserta didik mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi. 4) Bimbingan karir Dalam bidang bimbingan karir, pelayanan bimbingan dan konseling di SMP, SMA/SMK membantu peserta didik merencanakan dan mengembangkan masa depan karir. Ditinjau dari segi pelayanan yang diberikan di sekolah, Sukardi (2008:9-11)
menyebutkan
layanan
bimbingan dan
konseling dapat mencakup pelayanan-pelayanan berikut: 1) Pelayanan orientasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (konseli) memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu. 2) Pelayanan informasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (konseli) menerima dan memahami berbagi informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (konseli). 3) Pelayanan penempatan dan penyaluran, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (konseli) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, atau jurusan/program studi, program pelatihan, magang, kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya. 4) Pelayanan pembelajaran, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik
43
(konseli) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya. 5) Pelayanan konseling perorangan, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang menungkinkan peserta didik (konseli) mendapatkan pelayanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing (konselor) dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya. 6) Pelayanan bimbingan kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing/konselor) dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan atau tindakan tertentu. 7) Pelayanan konseling kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (konseli) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. 8) Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik (konseli), keterangan tentanh lingkungan peserta didik dan “lingkungan yang lebih luas”. Pengumpulan ini dilakukan dengan berbagai instruman, baik tes maupun non-tes. 9) Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik (konseli). Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup. 10) Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang membahas permasalahan yang dialami peserta didik (konseli) dalam suatu forum
44
pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahnn tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. 11) Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen terentaskannya permasalahan peserta didik (konseli) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. 12) Alih tangan kasus, ayitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik (konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. h. Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 26/Menpan/1989 berikut Surat Edaran Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor: 57686/MPK/1989 & 58/SE/1989, tanggal 15 Agustus 1989 serta Surat Edaran Mendikbud Nomor 143/MPK/1990, tanggal 5 juli 1990 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Angka Kredit Bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Depdiknas, akan terdapat kemungkinan kondisi guru pembimbing dengan latar belakang sebagai berikut: 1) Guru kelas sekaligus sebagai guru pembimbing. 2) Guru mata pelajaran yang merangkap sebagai guru pembimbing. 3) Guru pembimbing yang merangkap sebagai guru mata pelajaran. 4) Guru
pembimbing
dengan
latar
belakang
pendidikan
nonbimbingan dan konseling. 5) Kepala sekolah yang membimbing sekurang-kurangnya 40 peserta didik.
45
6) Guru yang memiliki minor bimbingan dan konseling. 7) Guru pembimbing yang memilki ijazah bimbingan dan konseling. Dengan kondisi penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah seperti di atas, maka jelas dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah kemungkinan akan menghadapi kendala tertentu. Sampai saat ini tenaga-tenaga penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah acap disebut seperti: Petugas BK, Guru BK, Petugas Bimbingan, Guru Bimbingan, dan yang sejenis sehingga memberikan dampak terhadap citra profesi bimbingan. Tetapi dengan dikeluarkannya PP Nomor 28 Tahun 1990 dan PP Nomor 29 Tahun 1990 kedudukan bimbingan semakin dimantapkan bahwa tenagatenaga penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah disebut Guru Pembimbing. Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal yang menyangkut aspek fisik, psikis, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual. Dengan demikian layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan
46
limgkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. i. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah 1) Pengertian Peran Guru Bimbingan dan Konseling Peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) terdiri dari kata peran dan guru Bimbingan dan Konseling. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran berarti proses, cara yang diterapkan oleh individu, kelompok, atau institusi dalam membentuk sesuatu, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat, sedangkan guru Bimbingan dan Konseling atau konselor adalah seseorang yang menyediakan bantuan layanan bimbingan dan konseling. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Guru BK/Konselor adalah bagian dari tenaga pendidikan dan memiliki kontribusi yang penting terhadap keberhasilan peserta didik”. Selanjutnya Kusmaryani (2011:1) menyatakan bahwa: Guru Bimbingan dan Konseling atau disebut guru BK adalah guru yang melaksanakan pemberian layanan berupa layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang bertujuan membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan perkembangan, yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar dan karir serta bertugas untuk membina moral dan pribadi peserta didik.
47
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru Bimbingan dan Konseling adalah tindakan yang dilakukan oleh tenaga profesional dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik di sekolah melalui program layanan bimbingan dan konseling. Peran (role) guru artinya keseluruhan yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya. Guru mempunyai peranan yang luas, baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat. Guru
merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses
pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, dia memegang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebagai seorang guru. Natawidjaja (Sutirna, 2013:77) mengatakan bahwa “Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan – terutama dalam pendidikan formal – bahkan dalam pembangunan masyarakat pada umumnya”. Selanjutnya Surya (Sutirna, 2013:77) mengatakan bahwa “Guru yang baik dan efektif ialah guru yang memainkan peranan-peranan itu secara baik”. Peranan-peranan tersebut adalah sebagai perancang pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil pembelajaran, pengarah pembelajaran, dan sebagai pembimbing peserta didik.
48
2) Bentuk Peran Guru Bimbingan dan Konseling Bentuk peran guru Bimbingan dan Konseling meliputi tugas dan fungsinya guru Bimbingan dan Konseling sebagai wujud tanggung jawab atas profesi yang disandangnya. Guru Bimbingan dan Konseling memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Sebagai tenaga kependidikan “konselor” telah ditetapkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat (4) yaitu: Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dengan penyelenggaraan pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor sebagai bentuk upaya pendidikan karena kegiatan bimbingan dan konseling selalu terkait dengan pendidikan dan keberadaan bimbingan dan konseling di dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya pendidikan itu sendiri. Bimbingan dan konseling dalam kinerjanya juga berkaitan dengan upaya mewujudkan pengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (seperti yang diamanatkan pada Pasal 1 Ayat (1)).
49
Bimbingan
dan
konseling
sebagai
komponen
pendidikan
mempunyai peranan yang besar dalam rangka memenuhi hak peserta didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minta, dan kemampuannya (Pasal 12 Ayat (b)). Selanjutnya Oka (Kusmaryani, 2011:1) menyatakan bahwa “Untuk dapat melaksanakan tugas dan supaya mencapai hasil yang baik, seorang guru tidak hanya dituntut memiliki kemampuan tinggi dalam berpikir abstrak, akan tetapi ia juga dituntut memiliki komitmen yang tinggi”. Seorang guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya memiliki kecenderungan untuk merasa terlibat secara aktif dan penuh tanggung jawab tugas-tugas. Keterlibatan tersebut terbentuk sedemikian rupa sehingga seseorang tersebut mau melakukan segala sesuatu yang dimilikinya untuk kepentingan pekerjaan maupun profesi. Berkaitan dengan hal tersebut Kusmaryani (2011:2) menyatakan bahwa “Agar seorang guru Bimbingan dan Konseling
hendaknya
membangun
komitmen
terhadap
pekerjaannya agar ia dapat menjadi sumber daya yang handal dan dapat memenuhi peran profesinya.” Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru Bimbingan dan Konseling sangatlah kompleks, diantaranya mewujudkan upaya pengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
50
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara yang dalam hal ini adalah memberikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan analisis kebutuhan (need assessment) peserta didik. Selain itu, Guru Bimbingan dan Konseling harus mempunyai program layanan dalam pembentukan moral dan penurunan perilaku menyimpang seperti perilaku agresif. Disamping itu, ketekunan, komitmen dan tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling dalam melaksanakan program layanan juga menentukan keberhasilan dalam program layanan bimbingan dan konseling. 3) Kualitas Pribadi Guru Bimbingan dan Konseling Kualitas pribadi guru pembimbing (konselor) merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi faktor penentu bagi pencapaian layanan bimbingan dan konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling. Prayitno (Sukardi, 2008:22) menyebutkan ada beberapa kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing sebagai berikut: a) Berperangai yang setidak-tidaknya wajar dan kalau dapat patut dicontoh. b) Kemandirian pembimbing (konselor) dituntut apabila ia hendak membantu si terbimbing (konseli) untuk dapat mandiri. c) Mawas diri.
51
d) Berani. e) Memiliki intelegensi yang cukup tinggi. Cavanagh (Yusuf, 2012:37) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: a) Pemahaman Diri (Self-Knowledge), berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. b) Kompeten (Competent), berarti bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. c) Kesehatan Psikologis, konselor akan mendasari pemahamnnya terhadap perilaku dan keterampilannya. d) Dapat Dipercaya (Trustworthiness), berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien. e) Jujur (Honesty), bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). f) Kekuatan (Strength), kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. g) Bersikap Hangat, maksudnya adalah: ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih saying. h) Actives Responsiveness, keterlibatan konselor dalam peoses konseling bersifat dinamis, tidak pasif yang diharapkan melalui respon yang aktif tersebut, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. i) Sabar (Patience), melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. j) Kepekaan (Sensitivity), berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri. k) Kesadaran Holistik (Holistic Awareness), berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal, di sini menunjukkan bahwa konselor perlu
52
memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi lainnya. Dimensi-dimensi tersebut meliputi : fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan spiritual. Selanjutnya, Willis (2011:22-23) mengemukakan bahwa seorang konselor yang efektif memiliki karakteristik kepribadian sebagai berikut: a) Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. b) Asli/jujur, yaitu perilaku dan kata-kata konselor tidak dibuat-buat akan tetapi asli dan jujur sesuai dengan keadaannya. c) Memahami keadaan klien, mampu memahami kekuatan dan kelemahannya. d) Menghargai martabat klien secara positif tanpa syarat. e) Menerima klien walau dalam keadaan bagaimanapun. f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan klien. g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik) konselor. h) Pemahaman keadaan sosial-budaya dan ekonomi klien. Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa terdapat berbagai karakteristik guru Bimbingan dan Konseling yang harus dipenuhi untuk mencapainya proses bimbingan dan konseling yang baik. Untuk itu, seorang guru bimbingan dan konseling/konselor harus selalu membenahi dan memperbaiki dirinya kearah yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memperkuat ilmu agama agar layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan lebih berjalan dengan baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama serta norma-norma di masyarakat.
53
4) Fungsi dan Tugas Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) di Sekolah Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling ialah guru Bimbingan dan Konseling (konselor) yang mengendalikan dan sekaligus melaksanakan berbagai layanan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya. Secara umum fungsi dan tugas guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah membantu kepala sekolah beserta stafnya di dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah (school wefare). Sehubungan dengan hal tersebut, maka Walgito (2010:3840) mengemukakan tugas-tugas seorang guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut: a) Mengadakan penelitian atau observasi terhadap situasi atau keadaan sekolah, baik mengenai peralatan, tenaga, penyelenggaraan, maupun aktivitas-aktivitas yang lain. b) Berdasarkan atas hasil penelitian atau observasi tersebut maka guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban memberikan saran-saran atau pendapat, baik kepada kepala sekolah maupun staf pengajar yang lain demi kelancaran dan kebaikan sekolah. c) Menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak, baik yang bersifat preventif, yaitu dengan tujuan menjaga jangan smapai anak-anak mengalami kesulitan dan menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan; preservatif, yaitu usaha untuk menjaga keadaan yang telah baik agar tetap baik, jangan sampai keadaan yang baik menjadi keadaan yang tidak baik; maupun yang bersifat korektif atau kuratif, yaitu mengadakan konseling kepada anak-anak yang mengalami kesulitan yang tidak dapat dipecahkan sendiri dan yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain.
54
d) Kecuali hal-hal tersebut, pembimbing dapat mengambil langkah-langkah lain yang dipandang perlu demi kesejahteraan sekolah atas persetujuan kepala sekolah. Selanjutnya menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007:215) menyatakan tugas konselor di Sekolah Menengah adalah sebagai berikut: a) Membantu peserta didik dalam menunbuhkembangkan potensinya agar berkembang pada diri konseli sikap kemandirian, seperti kemampuan mengambil keputusan penting dalam perjalanan hidupnya yang berkaitan dengan pendidikan maupun persiapan karir. b) Konselor seyogyanya melakukan kerjasama (kolaborasi) dengan berbagai pihak yang terkait, seperti dengan kepala sekolah/madrasah, guru-guru mata pelajaran, orang tua konseli. c) Konselor bekerjasama dengan pihak lain/para ahli seperti dokter, psikolog, dan psikiater. Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pelayanan bimbingan dan konseling lebih difokuskan kepada upaya membantu konseli mengokohkan pilihan dan pengembangan karir sejalan dengan bidang vokasi yang menjadi pilihannya. Menurut Prayitno (2013:242-243) mengemukakan bahwa tanggung jawab konselor kepada peserta didik sebagai berikut: a) Memiliki kewajiban dan kesetian utama dan terutama kepada peserta didik yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik. b) Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan peserta didik (kebutuan yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial) yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik. c) Memberi tahu peserta didik tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang ahrus dilalui apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling. d) Tidak mendesakkan kepada peserta didik (klien) nilainilai tertentu yang sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja. e) Menjaga kerahasiaan data tentang peserta didik.
55
f) Memberitahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat sesuatu yang berbahaya akan terjadi. g) Menyelenggrakan pengungkapan data secara tepat dan memberi tahu peserta didik tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. h) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan profesional. i) Melakukan referal kasus secara tepat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan tugas guru Bimbingan dan Konseling atau konselor adalah menyusun dan menjalankan program bimbingan dan konseling guna membantu/memfasilitasi peserta didik menemukan dan mengoptimalkan kemampuan, bakat, dan minat peserta didik agar ia dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan baik serta membimbing peserta didik secara individu maupun kelompok sehingga memiliki kepribadian yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh, mampu membuat keputusan terbaik untuk dirinya, baik dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan karir mereka dimasa yang akan datang ketika ia terjun dimasyarakat. B. Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang perang guru Bimbingan dan Konseling dalam mengurangi kecenderungan perilaku agresif peserta didik yang pernah diteliti sebagai berikut: 1. Hafiz Hidayat, Yusri dan Asmidir Ilyas (2013), Mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan judul jurnal “Profil Siswa Agresif dan Peranan Guru BK Kelas XI di SMA Negeri 5 Padang”. Berdasarkan hasil
56
penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Adanya tindakan agresif pada siswa kelas XI SMA N 5 Padang berupa menyakiti orang secara fisik seperti menerina tantangan teman untuk mengaja berkelahi, menyakiti orang secara verbal berupa, akan menghina habis-habisan orang yang merendahkan harga diri, serta merusak dan menghancurkan harta benda seperti sengaja mencoret sarana dan prasarana sekolah seperti meja kursi bila sakit hati yang dilakukan oleh siswa. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tindakan agresif siswa dilihat dari menyakiti orang secara fisik dengan persentase 35,32%, sedangkan tindakan agresif yang dilakukan siswa dilihat dari menyakiti orang secara verbal 41,30% dan tindakan agresif dilihat dari merusak dan menghancurkan harta benda dengan persentase 30,42%. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu bantuan yang akan diberikan kepada seseorang guna membantu mengatasi permasalahan yang dialaminya. Dalam hal ini peran yang harus dilakukan guru BK sebagai berikut: Layanan informasi merupakan layanan yang diberikan kepada seseorang dengan menyampaikan berita informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik, pemecahan masalah, mencegah timbulnya masalah, dan untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada. Dalam membantu pembentukan sikap dan perilaku positif siswa, guru pembimbing dapat memberikan layanan informasi mengenai penyebab munculnya agresi dan sanksi yang diperoleh apabila melakukan tindakan
57
agresi. Layanan ini dapat di berikan secara kelompok dan individual. 2. Sudirman, Daharnis, dan Marjohan (2013), Mahasiwa Universitas Negeri Padang dengan judul jurnal “Peran Guru Bimbingan Dan Konseling Serta Peran Guru Mata Pelajaran Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri”. Berdasarkan analisis data
dan
pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan mengenai peran guru bimbingan dan konseling serta peran guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar siswa di sekolah menengah atas (SMA) Negeri se-Kota Pekanbaru. Temuan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. a) Peran guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa di sekolah menengah atas (SMA) Negeri se-Kota Pekanbaru secara umum termasuk dalam kategori baik. b) Peran guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri se-Kota Pekanbaru secara umum termasuk dalam kategori baik. c) Kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran secara umum termasuk dalam kategori baik, sedangkan kerjasama guru mata pelajaran dengan guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar siswa di sekolah menengah atas (SMA) Negeri se-Kota Pekanbaru secara umum termasuk dalam kategori baik.
58
3. Yoshi Restu dan Yusri (2013), Mahasiwa Universitas Negeri Padang dengan judul jurnal “Studi Tentang Perilaku Agresif Siswa di Sekolah”. Berdasarkan temuan penelitian tentang jenis perilaku agresif siswa dan faktor penyebab perilaku agresif siswa di sekolah serta upaya yang dilakukan guru BK/ konselor untuk mengatasi perilaku agresif, diperoleh hasil bahwa subjek menunjukkan perilaku agresif yang bermacam-macam, baiks ecara fisik, verbal maupun terhadap benda dan kemudian dapat dilihat faktor yang menyebabkan siswa berperilaku agresif. Selanjutnya, upaya yang dapat dilakukan oleh guru BK/konselor untuk mengatasi perilaku agresif siswa adalah dengan cara memberikan layanan bimbingan dan konseling, yaitu layanan informasi, penguasaan konten, konseling individual dan bimbingan kelompok. Layanan ini dapat diberikan dengan tiga format yaitu individual, kelompok dan klasikal. Materi yang diberikan terkait dengan perilaku agresif siswa. 4. M. Nisfiannoor dan Eka Yulianti (2005), Dosen Univeritas Tarumanagara Jakarta dan Mahasiswa Fakultas Psikologi Univeritas Tarumanagara Jakarta dengan judul jurnal “Perbandingan Perilaku Agresif Antara Remaja yang Berasal Dari Keluarga Bercerai dengan Keluarga Utuh”. Berdasarkan kesimpulan yang didaptkan setelah dilakukan analisis data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja yang berasal dari keluarga becerai ternyata lebih agresif bila dibandingkan dengan remaja dari keluarha utuh. Perceraian di antara orang tua ternyata membawa dampak yang negatif bagi anak, terutama dalam berperilaku. Dari segi
59
agresivitas secara fisik dan verbal, diketahui bahwa remaja yang bersal dari keluarga bercerai juga lebih agresif dibandingkan remaja yang berasal dari keluarga utuh. Demikian dapat dikatakan bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif, baik secara fisik maupun verbal bial dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh.
60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pertengahan semester genap tahun ajaran 2014/2015, selama 3 (tiga) bulan yaitu dari bulan April sampai dengan Juni 2015. Berikut ini adalah tabel perencanaan pelaksanaan penelitian. Tabel 2 Perencanaan Pelaksanaan Penelitian Bulan Kegiatan
Maret 1 2
Observasi Penyusunan Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Bimbingan Skripsi Pelaksanaan Penelitian Pelaporan Hasil Penelitian
April
3 4
1 2
3 4
Mei 1 2
3 4
Juni 1 2
Juli
3 4
1 2
X X X X X X X X X X X X X X X X X X
Ujian Skripsi
X X
Revisi Skripsi Penyerahan Laporan Skripsi
X
61
3 4
2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas dengan Nomor Statistik Sekolah 20.1.14.01.01.073 yang beralamat di Jalan Pemuda No.49 Kuala Kapuas (0513) 21768, Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Pertimbangan mengambil penelitian di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas memiliki fenomena yang menarik untuk diteliti oleh peneliti. B. Alur Penelitian Sebelum peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas, peneliti mengantarkan surat ijin penelitian ke sekolah dan bertemu kepala tata usaha. Peneliti berkoordinasi dengan kepala tata usaha supaya mendpatkan ijin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Selanjutnya peneliti menemui kepala sekolah untuk membahas tentang ijin penelitian, kepala sekolah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian disekolah tersebut. Kepala sekolah meminta koordinator Bimbingan dan Konseling untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti melakukan penelitian setiap hari mulai pukul 06.30 WIB – 11.45 WIB, peneliti juga terlibat langsung dengan kegiatan peserta didik. Dalam hal ini peneliti juga sebagai instrumen peneliti harus mencari sumbersumber data dan informasi secara langsung ke lapangan, maka peneliti harus menggali sendiri sumber-sumber data secara langsung, dari berbagai sumber seperti menanyakan pihak sekolah bagian kesiswaan dan wali kelas dan
62
setelah mendapatkan informasi peneliti melakukan pengecekan data untuk keabsahan data yang telah didapat. C. Metode dan Prosedur Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Menurut Sugiyono (2013:216) yang mengemukakan bahwa: Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, jumlah, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu berdasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penelaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya pros yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Pendekatan penelitian merupakan keseluruahan kegiatan
yang
dilakukan peneliti dalam melakukan suatu penelitian untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sugiyono (2013:347) menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif berarti proses eksplorasi dan memahami makna perilaku individu dan kelopmok, menggambarkan masalah sosial atau masalah kemanusiaan”. Proses penelitian mencakup membuat pertanyaan penelitian dan prosedur yang masih bersifat sementara, mengumpulkan data pada seting partisipan,
63
analisis data secara induktif, membangun data yang parsial ke dalam tema, dan selanjutnya memberikan interpretasi terhadap makna suatu data. Kegiatan akhir adalah membuat laporan ke dalam struktur yang fleksibel. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian studi kasus (case study). Walgito (2010:92) menyatakan bahwa “Studi kasus (case study) merupakan suatu metode untuk menyelidi atau mempelajari sesuatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup)”. Pada metode ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas. Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode-metode yang lain. D. Data dan Sumber Data 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Yang menjadi pusat penelitian ini adalah bagaimana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik. Kriteria peneliti dalam pemilihan subjek penelitian ini yaitu data awal pada saat peneliti melakukan observasi. Peneliti melihat dan memperhatikan perilaku peserta didik kelas VIII.4 di dalam kelas saat pelajaran berlangsung dan di luar kelas saat jam istirahat sehingga penelitian ini melibatkan guru Bimbingan dna Konseling 1 orang, wali
64
kelas 1 orang, guru mata pelajaran 1 orang dan 6 orang peserta didik yang tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 3 Subjek Penelitian No.
Subjek Penelitian
Jumlah
1.
Kepala Sekolah
1 Orang
2.
Wali Kelas
1 Orang
3.
Guru Mata Pelajaran
1 Orang
4.
Guru Bimbingan dan Konseling
1 Orang
5.
Peserta Didik
6 Orang Jumlah
10 Orang
2. Sumber Data Penelitian Menurut Sugiyono (2013:506) “Titik tolak pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah data yang terkumpul pada penelitian tahap pertama dengan metode kuantitatif”. Data tersebut selanjutnya dibuktikan kembali, diperdalam, diperkuat, dan diperluas dengan data kualitatif. Untuk memperoleh data kualitatif yang kredibel, maka digunakan metode kualitatif. Sampel sumber data dalam penelitian kualitatif bersifat purposive sampling artinya sumber data tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau tujuan tertentu.
65
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sebagai berikut: 1. Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Hadi (Sugiyono, 2014:203) mengemukakan bahwa “Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis, dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah observasi partisipatif karena peneliti terlibat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari untuk mencari informasi yang diperlukan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik.
66
Tabel 4 Kisi-Kisi Observasi Indikator
Sub Indikator
Selalu membenarkan diri sendiri
Mau berkuasa dalam setiap situasi
Agresif Verbal
Mau memiliki segalanya
Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan
Pernyataan
Keterangan
Menganggap pendapatnya lah yang paling benar Merasa dirinya lah yang paling sempurna Menganggap orang lain adalah sampah Senang mengkritik dan mencari kesalahan orang lain Semua orang harus menuruti apa yang ia perintahkan Tidak senang diatur dan diperintah orang lain Iri bila melihat orang lain memiliki barang baru
Dijadikan sebagai bahan pembuatan pedoman observasi dan wawancara
Melakukan berbagai macam cara untuk mencapai atau meraih apa yang ia inginkan Mengancam orang lain secara terang-terangan apabila ada yang berani menentang apa yang ia perintahkan Suka memojokkan orang lain dengan kata-kata yang tidak senonoh untuk mempertahankan kelemahan yang milikinya Suka melontarkan kata-kata yang menyakiti hati orang lain Membentak dan memarahi orang lain didepan orang banyak tanpa belas kasihan
67
Keras kepala dalam perbuatannya
Memperkosa hak milik orang lain
Bersikap senang mengganggu orang lain
Menunjukkan sikap menyerang dan merusak Agresif Fisik
Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
Bersikap balas dendam
Tidak tergugah hatinya melihat orang lain mengalami musibah atau penderitaan Menolak dengan kata-kata keji permintaan maaf orang lain Memiliki barang yang orang lain miliki walaupun harus dengan mengambil tanpa seizin pemiliknya Mengabaikan hak dan perasaan orang lain Mengganggu teman yang sedang mengerjakan tugas seperti dengan sengaja menyenggol teman yang sedang menulis. Senang menjahili teman dengan cara mencubit atau mendorongnya sampai jatuh Suka memberikan hukuman yang bersifat fisik kepada orang lain seperti memukul, mencubit, menendang, dan sebagainya Merusak benda yang ada disekitar ketika marah Menantang secara terangterangan orang yang tidak menyukai tindakan yang ia lakukan Memberikan perlawanan terhadap orang yang menantangnya Cenderung akan membalas dendam apabila orang lain menyakitinya Membalas suatu perbuatan dengan perbuatan yang lebih menyakitkan contohnya membalas pukulan dengan pukulan atau dengan hal yang lebih menyakitkan 68
Tindakan yang serampangan
Marah secara sadis
Memperlakukan orang lain sesuka hati tanpa memperdulikan perasaannya Suka menyuruh dan memperintahkan orang lain tanpa memperdulikan apakah ia menyukainya atau tidak Senang mengambil barang orang lain secara paksa Melampiaskan emosi dengan memukul atau merusak benda Emosi yang meledak-ledak
2. Wawancara (interview) Sugiyono (2013:194) mengatakan bahwa: Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Selanjutnya, Walgito (2013:76) menyatakan bahwa “Wawancara merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data tentang anak atau individu lain dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan (face to face relation)”. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik. Adapun yang peneliti wawancarai adalah kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, guru
69
Bimbingan dan Konseling, dan peserta didik kelas VIII.4 SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Tabel 5 Kisi-Kisi Wawancara untuk Peserta Didik Indikator
Sub Indikator
Selalu membenarkan diri sendiri
Mau berkuasa dalam setiap situasi
Agresif Verbal
Mau segalanya
memiliki
Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan Keras kepala dalam perbuatannya Memperkosa hak milik orang lain
Agresif Fisik
Bersikap senang mengganggu orang lain Menunjukkan sikap menyerang dan merusak Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka Bersikap dendam
No. Item Merasa pendapat 1, 2 atau hal yang dilakukan lah yang paling benar diantara teman lain Mempunyai ambisi 3, 4 yang kuat untuk menguasai temanteman yang ada di kelas Memiliki hasrat 5, 6 ingin memiliki segalanya Bersikap 7, 8, 9 menggertak (mengancam) teman atau orang lain dengan ucapan maupun perbuatan Menunjukkan sikap 10, 11 keras kepala Meminjam barang 12, 13 teman secara kasar tanpa seizinnya Menunjukkan sikap 14, 15 sering ganggu teman Pernyataan
Terlibat perkelahian
16, 17, 18, 19
Menunjukkan sikap 20, 21, menantang orang 22 lain untuk berkelahi Cenderung 23, 24 balas membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari 70
Keterangan Dijadikan bahan sebagai bahan membuat pedoman observasi dan wawancara
orang lain Menunjukkan sikap 25, 26 Tindakan yang serampangan seperti serampangan bertindak seenaknya Menunjukkan sikap 27, 28, merusak barang atau 29, 30 Marah secara sadis fasilitas sekolah ketika marah Tabel 6 Kisi-Kisi Wawancara untuk Guru Bimbingan dan Konseling Indikator
Sub Indikator Selalu membenarkan diri sendiri Mau berkuasa dalam setiap situasi Mau segalanya
Agresif Verbal
memiliki
Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan Keras kepala dalam perbuatannya Memperkosa hak milik orang lain Bersikap senang mengganggu orang lain
Agresif Fisik
Menunjukkan menyerang merusak Menunjukkan permusuhan terbuka Bersikap dendam
sikap dan sikap secara balas
No. Item Menunjukkan sikap 1, 2 selalu membenarkan dirinya sendiri Menunjukkan sikap 3, 4 ingin berkuasa dalam segala hal Menunjukkan sikap 5, 6 mau memiliki segalanya Menunjukkan sikap 7, 8 senang menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan Bersikap keras 9, 10 kepala dalam perbuatannya Menunjukkan sikap 11, 12, senang mengambil 13 barang milik oran lain Menunjukkan 14, 15 perilaku senang menggangu orang lain Menunjukkan sikap 16, 17 menyerang dan merusak Menunjukkan sikap 18, 19 permusuhan secara terbuka Melakukan suatu 20, 21 tindakan yang Pernyataan
71
Keterangan Dijadikan bahan sebagai bahan membuat pedoman observasi dan wawancara
didasari atas balas dendam Menunjukkan sikap 22, 23 Tindakan yang cenderung serampangan berperilaku seenaknya saja Menunjukkan emosi 24, 25, Marah secara sadis yang cenderung 26 meledak-ledak Tabel 7 Kisi-Kisi Wawancara untuk Guru Mata Pelajaran Indikator
Agresif Verbal
Agresif Fisik
Sub Indikator
Pernyataan
Menunjukkan Selalu membenarkan perilaku selalu diri sendiri membenarkan dirinya sendiri Menunjukkan rasa Mau berkuasa dalam ingin selalu berkuasa setiap situasi dan mendominasi teman Menunjukkan sikap Mau memiliki mau memiliki segalanya segalanya Menunjukkan sikap senang menggertak Menggertak baik dengan ucapan dengan ucapan maupun perbuatan maupun perbuatan saat jam pelajaran berlangsung Cenderung Keras kepala dalam berperilaku keras perbuatannya kepala Menunjukkan sikap Memperkosa hak senang mengambil milik orang lain barang teman dengan paksa Bersikap senang Bersikap senang mengganggu orang menggangu teman lain Menunjukkan sikap Terlibat perkelahian menyerang dan merusak Menunjukkan sikap Menunjukkan sikap 72
No. Item 1, 2
3, 4
5, 6
7, 8
9, 10
11, 12
13, 14
15, 16
17, 18
Keteranga n Dijadikan bahan sebagai bahan membuat pedoman observasi dan wawancara
permusuhan terbuka
secara permusuhan secara terbuka Menunjukkan sikap Bersikap balas balas dendam atas suatu perbuatan dendam yang tidak ia senangi Menunjukkan sikap Tindakan yang bertindak seenaknya serampangan saja Menunjukkan Marah secara sadis tindakan emosi yang meledak-ledak
19, 20
21, 22, 23 24, 25, 26
Tabel 8 Kisi-Kisi Wawancara untuk Wali Kelas Variabel
Agresif Verbal
Agresif Fisik
Indikator
Pernyataan
Menunjukkan Selalu membenarkan perilaku selalu diri sendiri membenarkan dirinya sendiri Menunjukkan rasa Mau berkuasa dalam ingin selalu berkuasa setiap situasi dan mendominasi teman Menunjukkan sikap Mau memiliki mau memiliki segalanya segalanya Menunjukkan sikap senang menggertak Menggertak baik dengan ucapan dengan ucapan maupun perbuatan maupun perbuatan saat jam pelajaran berlangsung Latar belakang peserta didik yang Keras kepala dalam menunjukkan perbuatannya perilaku keras kepala Memperkosa hak Mengambil barang milik orang lain teman dengan paksa Bersikap senang Menunjukkan sikap mengganggu orang senang menggangu lain temannya Menunjukkan sikap Terjadi perkelahian 73
No. Item 1, 2
3, 4
5, 6
7, 8
9, 10
11, 12 13, 14
15, 16
Keterangan Dijadikan bahan sebagai bahan membuat pedoman observasi dan wawancara
menyerang dan saat jam pelajaran merusak berlangsung Menunjukkan sikap Menunjukkan sikap permusuhan secara permusuhan secara terbuka terbuka Bersikap balas Bersikap balas dendam atas suatu dendam perbuatan yang tidak ia senangi Tindakan yang Menunjukkan sikap serampangan seenaknya saja Menunjukkan emosi Marah secara sadis yang tidak stabil
17, 18
19, 20
21, 22, 23 24, 25, 26
Tabel 9 Kisi-Kisi Wawancara untuk Kepala Sekolah Indikator
Sub Indikator Selalu membenarkan diri sendiri
Mau berkuasa dalam setiap situasi
Agresif Verbal
Mau segalanya
memiliki
Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan Keras kepala dalam perbuatannya Memperkosa hak milik orang lain
Agresif Fisik
Bersikap senang mengganggu orang lain Menunjukkan sikap menyerang dan merusak
No. Item Menunjukkan sikap 1, 2, 3 selalu membenarkan dirinya sendiri Menunjukkan sikap 4, 5 cenderung berperilaku mau berkuasa dalam setiap situasi Menunjukkan sikap 6, 7 ingin memiliki segalanya Menunjukkan sikap 8, 9 menggertak atau mengancam baik dengan ucapan maupun perbuatan Menunjukkan sikap 10, 11 keras kepala Melakukan 12, 13 pencurian atau perampasan Menunjukkan sikap 14, 15 senang menggangu orang lain Melakukan kasus 16, 17 penyerangan dan perusakan yang Pertanyaan
74
Keterangan Dijadikan bahan sebagai bahan membuat pedoman observasi dan wawancara
Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
Bersikap dendam
Tindakan serampangan
balas
yang
Marah secara sadis
dilakukan oleh peserta didik di sekolah Bersikap sering menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka Menunjukkan sikap senang membalas dendam atas perbuatan teman yang tidak ia senangi Melibatkan diri dalam menertibkan peserta didik yang bertindak serampangan atau sekehandaknya Menunjukkan rperilaku sering marah secara sadis atau emosi yang meledak-ledak
18, 19
20, 21
22, 23
24, 25
3. Dokumentasi Kata dokumen berasal kata Latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Louis Gottschalk (Saebani, 2013:160) menyatakan pengertian dari kata dokumen dalam dua pengertian yaitu: Pertama, sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Kedua, diperuntukkan bagi surat-surat ressmi dan surat-surat Negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Dan selanjutnya lebih luasa adalah setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apa pun, baik bersifat tulisan, lisan, gambaran, maupun arkeologis. Renier (Saebani, 2013:161) menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian, yaitu:
75
Pertama, dalam arti luas, yaitu meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Kedua, dalam arti sempit, yaitu meliputi semua sumber tertulis. Ketiga, dalam arti spesifik, yaitu meliputi surat-surat resmi dan surat-surat Negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, konsesi, hibah, dan sebagainya. Para ahli mengklasifikasikan bahan-bahan dokumenter dalam beberapa jenis (Saebani, 2013:161-162) sebagai berikut: a. Menurut Bungin, dokumen pribadi dan dokumen resmi. 1) Dokumen peribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis dalam tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. dokumen pribadi dapat berup buku harian, surat pribadi, dan otobiografi. 2) Dokumen resmi terbagi dua yaitu intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konveksi; dan ekstern; majalah, bulletin, berita yang disirakan ke media massa, pemberitahuan. b. Menurut Sugiyono, dokemen berbentuk tulisan, gambar, dan karya. 1) Bentuk tulisan, seperti catatan harian, life histories, cerita, biografi, peraturan, kebijakan, dan lainnya. 2) Bentuk gambar, seperti foto, gambar hidup, sketsa, dan lainnya. 3) Bentuk karya, seperti karya seni berupa gambar, patung, film, dan lainnya. c. Menurut E. Kosim, jika diasumsikan merupakan sumber data tertulis, dokumen terbagi dalam dua kategori, yaitu sumber resmi dan tidak resmi. 1) Sumber resmi merupakan dokemen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perseorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk, yaitu sumber resmi formal dan sumber resmi informal. 2) Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk, yaitu sumber tidak resmi formal dan sumber tidak resmi informal. Dari berbagai pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto) maupun karya-
76
karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian. Dokumentasi ini dilakukan sebagai pendukung pengumpulan data dalam penelitian dan melngkapi hasil penelitian untuk mengetahui bagaimana cara guru Bimbingan dan konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik. Dokumentasi ini berupa foto-foto observasi, wawancara dan dokumen yang dianggap penting. F. Prosedur Anilisis Data Prosedur analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Peneliti dalam melakukan observasi mengamati tentang lingkungan SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas seperti jumlah kelas, perpustakaan, tempat parkir, dan kantin sekolah. 2. Wawancara Dalam wawancara peneliiti melakukan tanya jawab dengan guru Bimbingan dan Konseling 1 orang, dan 6 orang peserta didik tentang bagaimanan peran yang dilakukan guru Bimbingan dna Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik dan bagaimana tingkat perilaku agresif peserta didik. Disamping itu untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti juga mewawancarai guru mata pelajaran, wali kelas, dan kepala sekolah.
77
3. Dokumentasi Peneliti mengambil dokumentasi tentang lingkungan SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas, dokumentasi pada saat wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling dan dokumentasi dengan peserta didik saat melakukan wawancara. G. Pemeriksaan Keabsahan Data Menurut Sugiyono (2013:433) dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferability
(validitas
eksternal),
dependability
(reliabilitas),
confirmability (obyektivitas).
Uji kredibilitas data Uji transferability
Uji Keabsahan Data
Uji dependability (a)
Uji confirmability
Gambar 1. Uji Keabsahan data dalam penelitiian kualitatif
78
dan
1. Uji Kredibilitas Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2013:435). Perpanjangan pengamatan Peningkatan ketekunan Trianggulasi
Uji Kredibilitas Data
Diskusi dengan teman Analisis kasus negatif Member check
Gambar 2. Uji Kredibilitas data dalam penelitian kualitatif a. Perpanjangan pengamatan Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali kelapangan benar atau tidak, berubah atau tidak (Sugiyono, 2013:437).
79
Peneliti melakukan pemeriksaan kembali apakah data yang ditemukan tentang peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif peserta didik. b. Meningkatkan ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan dengan maksud agar peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sitematis tentang apa yang diamati (Sugiyono, 2013:438). Penelitit melakukan pemeriksaan kembali apakah data yang ditemukan tentang guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif peserta didik sudah sesuai atau tidak dalam kegiatan pengumpulan data menggunakam wawancara. c. Trianggulasi Trianggulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2013:439). Selanjutnya Sugiyono (2013:399) menyatakan bahwa “Nilai dari teknik pengumpulan data dengan trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi dan akan lebih menguatkan data bila dibandingkan dengan satu pendekatan”. Dalam hal ini peneliti melakukan pengecekan kesesuaian data dari berbagai sumber seperti guru Bimbingan dan Konseling serta
80
peserta didik tentang peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif peserta didik. d. Analisis kasus negatif Menurut Sugiyono (2014:441) “Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan”. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi apabila peneliti masih mendapatkan data-data
yang bertentangan dengan data
yang
ditemukan, maka peneliti mungkin akan merubah temuannya. e. Menggunakan bahan referensi Menurut Sugiyono (2014:442) yang dimaksud dengan bahan referensi adalah sebagai berikut: Adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti seperti data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara, data tentang interaksi manusia atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. f. Mengadakan Member Check Menurut Sugiyono (2013:442) “Member Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data”. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode
81
pengumpulan data selesai, atau setelah mendapatkan suatu temuan, atau kesimpulan. Peneliti mengecek data yang sudah diperoleh dengan apa yang diberikan oleh narasumber yaitu guru Bimbingan dan Konseling dan peserta didik. 2. Pengujian Transferability Menurut Sugiyono (2014:443) “Transferability (keteralihan) adalah derajat keterapakaian hasil penelitian untuk diterapkan di situasi yang baru (tempat lain) dengan orang-orang yang baru”. Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitaif. Validitas eksternal menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. 3. Pengujian Dependability Menurut Sugiyono (2013:444) “Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian”. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Untuk pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
82
4. Pengujian Konfirmability Menurut Sugiyono (2013:445) “Pengujian konfirmability berarti menguji hasil penelitian, berkaitan dengan proses yang dilakukan”. Bila hasil pebelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada.
83
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Profil Sekolah Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas yang beralamat Jalan Pemuda No.49 Kuala Kapuas. Adapun profil SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas yaitu: a. Nama Sekolah
: SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas
b. No. Stastistik Sekolah / NPSN
: 20.1.14.01.01.073/30200306
c. Alamat Sekolah
: Jalan Pemuda No.49 Kuala Kapuas
d. Kode Pos
: 73516
e. Tipe Sekolah
: (B)
f. Telpon/Fax/Hp
: (0513) 21768
g. Status Sekolah
: Negeri
h. Tahun Didirikan/Beroperasi
: 1984/1985
i. Status Pembinaan
: SSN, Penyelenggara TIK, Sobat Bumi
j. Luas Lahan/Tanah
: 25.000 M
k. Luas Bangunan
: 1.458 m2
l. Status Kepemilikan
: Milik Pemerintah
m. Nama Kepala Sekolah
: Harini Irawati, S.Pd
n. Pendidikan Terakhir
: S1 Bahasa Inggris
o. Nilai Akreditasi Sekolah
: A. Nilai 96 (Amat Baik) Tahun 2011
84
2. Visi dan Misi Sekolah Adapun Visi dan Misi SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah sebagai berikut: a. Visi Terbentuknya Manusia Yang Ber-Imtaq, Berprestasi, Berwawasan, Lingkungan Yang Kompetitif b. Misi 1) Melaksanakan Kegiatan Keagamaan 2) Melaksanakan Pengembangkan Kurikulum 3) Melaksanakan Pengembangan Sumber Daya Pendidikan dan Tenaga Kependidikan 4) Melaksanakan Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis ICT 5) Melaksanakan Pengembangan Pendidikan yang Berkeadilan dan Tidak Diskriminatif 6) Melaksanakan Pengembangan Sarana Prasarana Pendidikan 7) Melaksanakan Pengembangan Prestasi Dibidang Akademik dan Non Akademik 8) Melaksanakan Program Penggalangan Pembiayaan Sekolah 9) Melaksanakan Pendidikan Berwawasan Lingkungan Hidup 10) Melaksanakan Pengembangan Penilaian 11) Melaksanakan Sistem Manajemen yang Transparan, Akuntabel, Efektif, Efisien, dan Partisipatif
85
3. Lokasi dan Sarana Prasarana a. Lokasi SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas berlokasi di Jalan Pemuda No. 49 Kuala Kapuas Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Sekolah ini terletak ± 50 meter dari jalan raya Pemuda jalur sebelah kiri (kalau menuju Kota), tepatnya di belakang Depot Bakso Sido Mampir. b. Sarana Prasarana 1) Gedung Gedung SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas terdiri dari 24 ruang kelas, kondisi gedung sekolah cukup terawat sehingga membuat suasana kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman. Secara rinci jumlah ruangan dan penunjang kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas sebagai berikut: Tabel 10 Gedung dan Ruang Penunjang di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas No.
Ruang
Jumlah
1.
Ruang Kelas
24
2.
Ruang Kepsek
1
3.
Ruang Kesiswaan dan BK
1
4.
Ruang Guru
1
5.
Ruang TU
1
86
6.
Ruang Agama Kristen
1
7.
Mushola
1
8.
Lab. IPA
1
9.
Perpustakaan
1
10.
Toilet Guru
2
11.
Toilet Peserta Didik
8
Sumber data : Tata Usaha (TU) SMP Negeri 3 Selat K.Kapuas 2) Fasilitas Sekolah Fasilitas yang dimiliki oleh SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas saat ini adalah sebagai berikut: Tabel 11 Daftar Fasilitas Sekolah No.
Nama Fasilitas
Jumlah
Keadaan
1.
Lapangan Upacara Bendera
1
Baik
2.
Lapangan Sepak Bola
1
Baik
3.
Lapangan Volly
1
Baik
4.
Parkir
3
Baik
5.
Kantin
4
Baik
Sumber data : Tata Usaha (TU) SMP Negeri 3 Selat K.Kapuas 3) Data Kepegawaian Jumlah tenaga pengajar yang berada di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas berjumlah sebanyak 52 orang dengan rincian sebagai berikut:
87
Tabel 12 Data Kepegawaian SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas No.
Jabatan
Jumlah
1.
Kepala Sekolah
1 orang
2.
Guru Tenaga Pengajar/PNS
39 orang
3.
Guru Honorer (GTT)
4 orang
4.
Staff Tata Usaha
3 orang
5.
Satpam
2 orang
6.
Pembersih Lingkungan Sekolah
3 orang
Jumlah
52 orang
4) Jumlah Peserta Didik Adapun jumlah peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas sebagai berikut: Tabel 13 Jumlah Peserta Didik SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Pelajaran 2014/2015 No.
Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1.
Kelas VII.1
16
8
24
2.
Kelas VII.2
13
13
26
3.
Kelas VII.3
16
10
26
4.
Kelas VII.4
15
9
24
5.
Kelas VII.5
13
10
23
6.
Kelas VII.6
15
8
23
88
7.
Kelas VII.7
13
13
26
8.
Kelas VII.8
11
13
24
9.
Kelas VII.9
12
12
24
10.
Kelas VIII.1
16
9
25
11.
Kelas VIII.2
16
13
29
12.
Kelas VIII.3
15
14
29
13.
Kelas VIII.4
12
16
28
14.
Kelas VIII.5
14
13
27
15.
Kelas VIII.6
10
15
25
16.
Kelas VIII.7
12
12
24
17.
Kelas VIII.8
13
12
25
18.
Kelas IX.1
9
13
22
19
Kelas IX.2
17
14
31
20.
Kelas IX.3
11
19
30
21.
Kelas IX.4
17
13
30
22.
Kelas IX.5
17
14
31
23.
Kelas IX.6
17
12
29
24.
Kelas IX.7
15
14
29
JUMLAH
338
299
637
Sumber data : Tata Usaha (TU) SMP Negeri 3 Selat K.Kapuas
89
5) Prestasi yang Diperoleh Adapun prestasi atau penghargaan yang telah diperoleh SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas dalam 5 tahun terakhir ini adalah sebagai berikut: Tabel 14 Prestasi yang Diperoleh SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas Tahun
Prestasi yang dicapai 1. Juara I Vokal Grup FLS2N Tk. Provinsi
2010
2. Juara I Paduan Suara Tk. Kabupaten Kapuas 1. Juara II Kemah Besar Tk. Prop. 2. Juara III Porseni Cabang AtletikTk. Kabupaten
2011 3. Juara II Porseni Cabang Atletik Tk. Kabupaten 4. Juara II Paduan Suara Tk. Kabupaten Kapuas 1. Juara III Paduan Suara Tk. Kab. Kapuas 2. Juara I Lomba Pidato 3. Juara II Mendirikan Tenda Tk. Kabupaten 4. Juara II Mendirikan Tenda Tk. Kabupaten 5. Juara Harapan II Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 2012 Tk. Kabupaten 6. Juara III Gerak Jalan Tk. Kabupaten 7. Juara I Pentas Seni Tk. Kabupaten 8. Juara II Mendirikan Tenda Tk. Kabupaten 9. Juara III Mendirikan Tenda Tk. Kabupaten
90
1. Juara III Paduan Suara Tk. Kab. Kapuas 2. Juara I Vokal Grup Kwartir Cabang Kuala Kapuas 3. Juara II Karnaval Kwartir Cabang Kuala Kapuas 4. Juara I Lomba MC Tk. SMP se Kab. Kapuas 2013 5. Juara III Lomba MC Tk. SMP se Kab. Kapuas 6. Juara II Lomba Baca Puisi 7. Juara Catur Tk. Kabupaten Kapuas 8. Juara Catur Tk. Provinsi 1. Juara I Senam Nusantara Tk. Kab. Kapuas 2. Juara Bulu Tangkis ganda Putri Tk. Kab. Kapuas (O2SN) 3. Juara Bulu Tangkis ganda Putri Tk. Provinsi (O2SN) 4. Juara Olimpiade Sains 5. Juara I Lomba Pidato HUT Depag 2014 6. Juara 1 Lomba Karya Ilmiah Remaja Tk. Provinsi 7. Juara III Lomba Karya Ilmiah Remaja Tk. Provinsi 8. Juara I Lomba Vokal Solo Tk. Kabupaten (FLS2N) 9. Juara Duta Sanitasi 10. Juara 1 Lomba Karnaval HUT RI ke 69 11. Juara III Lomba Karnaval HUT HAI ke 49 1. Juara III Basket Tk SMP ( Smasa Cup) 2015
2. Juara II Olympiade Sains (Kalsel) 3. Juara III Gerak Jalan Muharram Putri
91
4. Juara II Gerak Jalan Muharram Putra 5. Juara II Pawai Tahun Baru Islam 6. Juara I Lomba MC Putri 7. Juara I & II Lomba MC Putra 8. Juara I Bulu Tangkis Putri 9. Juara II Vokal Grup 10. Juara II Kreativitas Cerita Bahasa Indonesia 11. Juara II Kreativitas Tarian Tradisional 12. Juara II Atlet Putra Tolak Peluru 13. Juara I Atlet Putra Lempar Lembing 14. Juara II Lomba Puisi 15. Juara II Lomba Pidato
B. Temuan Penelitian Temuan atau hasil dalam penelitian ini didapat berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diberikan oleh pihak sekolah diantaranya kepala sekolah, guru Bimbingan dan Konseling, guru mata pelajaran, wali kelas, dan peserta didik yang berkaitan dengan perilaku agresif negatif peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi ke SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Pada hari Rabu tanggal 29 April 2015 peneliti bertemu kepala sekolah dan guru Bimbingan dan Konseling untuk meminta izin melaksanakan penelitian di sekolah
92
tersebut. Setelah diberi izin oleh kepala sekolah, peneliti kembali bertemu dengan guru
Bimbingan dan Konseling untuk meminta
arahan
melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan perilaku agresif peserta didik, dalam melaksanakan penelitian di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas peneliti diizinkan mulai penelitian pada hari Kamis tanggal 30 April 2015. Berdasarkan arahan dari guru Bimbingan dan Konseling, peneliti diperbolehkan melaksanakan penelitian dan pendekatan kepada peserta didik yang memiliki kecenderungan perilaku agresif pada kelas VIII.4 SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. Selama melaksanakan penelitian, peneliti melakukan observasi rutin sekali dalam seminggu untuk mengamati perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4. Selama penelitian, tidak ada kendala yang berarti karena peneliti dapat melakukan observasi di manapun, baik itu di kelas, maupun di luar kelas seperti kantin. Hanya saja peneliti mengalami sedikit kendala ketika memasuki bulan kedua yaitu bulan Juni, dikarenakan saat itu peserta didik sudah mulai sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti Ulangan Akhir Semester sehingga peneliti pun menjadi kurang bisa begitu leluwasa dalam mengamati peserta didik terutama kelas VIII.4. Di samping melakukan observasi, peneliti juga melakukan teknik pengumpulan data yang lain seperti wawancara dan dokumentasi yang dalam hal ini peneliti melakukan wawancara kepada 1 kepala sekolah, 1 wali kelas, 1 guru mata pelajara, dan 6 peserta didik. Untuk dokumentasi,
93
peneliti melakukan dokumentasi dengan cara mengumpulkan data-data tentang sekolah dan foto-foto sebagai bukti telah melakukan penelitian di sekolah seperti dalam melaksanakan wawancara, peneliti melakukan foto bersama narasumber dan merekam pembicaraan yang dilakukan. 1. Hasil Observasi Terhadap Peserta Didik Secara umum, selama peneliti melakukan observasi terhadap peserta didik kelas VIII.4, peneliti mendapati peserta didik yang senang mengejek temannya dalam bentuk candaan maupun sindiran, melontarkan pandangan sinis apabila ada teman yang tidak mau mengikuti apa yang ia perintahkan, melakukan perlakuan fisik seperti mencubit, memukul, maupun mendorong sampai terjatuh, dan bersikap senang menggangu teman yang sedang melakukan sesuatu. Adapun hasil observasi terhadap peserta didik yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif negatif dapat dipaparkan sebagai berikut. a. HAP (inisial) HAP merupakan anak yang cenderung aktif dalam bergaul. Ia banyak mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah seperti pramuka dan kegiatan olahraga. Di samping itu dia juga di percaya menjadi ketua kelas di kelas VIII.4. Selama peneliti mengamati, peserta didik ini menunjukkan sikap senang menggertak teman-temannya apabila kondisi kelas dalam keadaan ribut sehingga ada teman yang kadang merasa tersinggung dan tidak menyenangi dengan sikapnya
94
tersebut. Ia juga punya ambisi untuk menguasai teman-temannya di kelas karena merasa mempunyai jabatan di kelas. b. HD (inisial) HD merupakan anak yang tergolong nakal, senang menggangu
teman,
ia
juga
pernah
membajak
temannya,
melontarkan kata-kata yang tidak baik, dan mempunyai emosi yang meledak-ledak.
Selama
peneliti
mengamati,
HD
senang
memberikan perlakuan fisik kepada temannya seperti mendorong teman, berbicara kasar kepada teman, dan tidak senang diatur. c. HR (inisial) HR merupakan anak yang cenderung bersikap keras kepala dan bersikap seenaknya saja. Selama peneliti mengamati, HR ini cenderung senang membentak temannya yang lain apabila tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan, bersikap seenaknya saja seperti yang pernah peneliti temui tidak mau mengikuti senam dengan berbagai alasan yang ia buat-buat, dan juga sering terlambat. d. RW (inisial) RW merupakan anak yang mudah tersinggung dan cenderung mempunyai emosi yang meledak-ledak. Ia cenderung akan menanggapi dengan serius perkataan orang lain sehingga membuat dia kurang disenangi teman. Selama peneliti mengamati,
95
RW cenderung akan melontarkan kata-kata yang tidak baik apabila ia marah dan mudah tersinggung. e. WJ (inisial) WJ merupakan anak yang cenderung terlihat kalem namun sedikit ceroboh. Ia duduk di posisi paling belakang di kelas. Ia tidak mempunyai banyak teman yang akrab dikarenakan ia adalah anak pindahan dari sekolah lain. Selama peneliti mengamati, dalam melakukan kegiatannya di sekolah, ia sering melakukannya sendiri dan terkadang ia menerima perlakuan tidak menyenangkan dari temannya yang lain seperti dijadikan bahan ejekan dan disuruhsuruh. Di samping itu, WJ ini merupakan peserta didik yang ceroboh dan kurang hati-hati dalam berbicara sehingga membuat teman yang lain kurang mempercayainya. f. YM (inisial) YM merupakan anak yang senang memberikan sindiran pedas kepada orang yang tidak ia senangi. Selama peneliti mengamati, ia suka memberikan sindiran dan pandangan sinis kepada teman yang tidak ia senangi. Kemudian, cenderung membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang lain dan tidak mau di atur karena merasa dirinya paling benar.
96
2. Hasil Wawancara a. Bentuk Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik 1) Kepala Sekolah Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … kalau jawaban secara exactly tidak dapat saya katakan tidak ada peserta didik yang berperilaku selalu membenarkan dirinya sendiri karena kita belum mencek anak satu persatu, tapi kalau jawaban secara global atau keseluruhan bahwa kita disini dengan jumlah peserta didik 637 orang atau 640 orang, pasti 1 dari 10 orang atau 1 dari 20 orang pasti ada. (KS, 08-06-2015) … untuk sementara yang ada laporan tapi bukan keluhan tentang peserta didik yang berperilaku selalu membenarkan dirinya sendiri … (KS, 08-06-2015) … yang pertama yang perlu digaris bawahi bahwa tidak semua siswa yang berperilaku mau berkuasa dalam setiap situasi, dan bagi mereka yang berperilaku seperti itu cenderung menganggap adik-adik kelas mereka atau bahasa kasarnya mereka yang menguasai wilayah karena mereka kakak kelas, jadi mereka merasa harus dihargai, disegani, dituruti, dan sebagainya. (KS, 08-06-2015) Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas yang nampak adalah membenarkan dirinya sendiri dan mau berkuasa seperti dalam kegiatan belajar mengajar dikelas biasanya ada beberapa peserta didik yang merasa bahwa tindakan yang ia lakukan paling benar di antara teman serta mendominasi teman yang lain, dan untuk perkelahian serius itu jarang terjadi, hanya saja perkelahian kecil yang masih bisa di atasi.
97
2) Wali Kelas Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … peserta didik menunjukkan rasa ingin selalu berkuasa itu bisa juga saat kerja kelompok, bisa juga waktu pembagian tugas terutama untuk piket kelas, kadang karena dia merasa lebih sehingga membuat dia enggan untuk mengerjakan tugasnya. (WK, 09-06-2015) … secara spesifik di kelas VIII.4 itu ada 2 sampai 3 orang yang yang cenderung menunjukkan sikap mendominasi temantemannya, yang pertama mungkin si RW, ada juga AD, atau juga A. (WK, 09-06-2015) … ada memang, tapi biasanya itu mengolok teman dan itu biasanya karena dia punya jabatan di kelas atau merasa lebih dari temannya yang lain sehingga bisa saja sikap itu muncul … Kira-kira bisa dari ketua kelas si HAP, kemudian bisa juga dari yang bukan ketua kelas tapi dia merasa lebih seperti HR itu. (WK, 09-06-2015) Kalau yang suka menggangu teman itu HD dan WJ biasanya yang suka menggangu teman, yang usil seperti itu. (WK, 0906-2015) … kadang-kadang bisa ribut, kadang mengganggu teman dengan pura-pura meminjam pulpen padahal teman yang lain sedang serius belajar … (WK, 09-06-2015) Kalau perkelahian yang serius ya tidak pernah, paling yang sering itu main-main saja … Biasanya menyebut nama orang tua sehingga ada yang tersinggung … (WK, 09-06-2015) Ya memang ada peserta didik yang bertindak sesuka hatinya … (WK, 09-06-2015) Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan di kelas VIII.4 adalah menunjukkan rasa ingin berkuasa seperti dalam kegiatan kerja kelompok, waktu pembagian tugas terutama untuk piket kelas, merasa lebih dibanding teman yang lain, 98
berperilaku suka menggangu atau usil seperti ribut dan purapura meminjam pulpen saat yang lain sedang serius belajar, untuk perkelahian tidak ada yang serius tapi untuk main-main seperti suka mengolek-olek nama orang tua teman sehingga ada yang tersinggung, dan ada juga yang bertindak sesuka hatinya di kelas seperti tidak mau piket kelas dan membuang sampah sembarangan. 3) Guru Mata Pelajaran Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: ... bisa disaat diskusi kelas atau mereka merasa mereka bisa dan benar sehingga mereka ingin menguasai dan mengatur. (GMP, 10-06-2015) … di kelas VIII.4 itu biasanya ketua kelas mereka si HAP, kalau dari yang cewek itu S mungkin karena dia merasa pintar, kemudian lagi RW, HR, itu saja sih, lebih cenderung ke ceweknya. (GMP, 10-06-2015) … kalau peserta didik yang menunjukkan sikap menggertak baik ucapan maupun perbuatan itu ada sih biasanya. Biasanya yang agak kasar dengan teman-temannya, nyeletuk-nyeletuk itu si HR dan RW. (GMP, 10-06-2015) Ya ada untuk peserta didik yang cenderung menunjukkan sikap keras kepala … Seperti HR itu agak keras kepala. (GMP, 1006-2015) Ada. Kalau senang menggangu atau usil itu lebih cenderung ke cowok ya, seperti HAP dan HD biasanya yang suka bercanda sama temannya, ganggu temannya, apalagi saat jam olaharaga biasanya mereka suka menakut-nakuti temannya dengan melempar bola. (GMP, 10-06-2015)
99
Kalau di jam pelajaran saya, perkelahian adu fisik tidak pernah ya, tapi biasanya kalau ada adu mulut saja … Biasanya siapa yang benar siapa yang salah … (GMP, 10-06-2015) Kalau yang bersikap seenaknya itu ada beberapa orang. Pernah dulu A sama RW jam olahraga kan seharusnya mereka memakai baju olahraga tapi tidak memakai baju olahraga. Kemudian, kami sudah baris di lapangan, seharusnya yang tidak memakai baju olahraga bisa melihat duduk di selasar atau apa tapi mereka semaunya saja, tidak meminta maaf kepada saya, tidak bilang kapan bisa mengambil nilai susulan, setelah itu mereka juga seenaknya saja istirahat di dalam kelas. (GMP, 10-06-2015) Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan peserta didik di kelas VIII.4 adalah menunjukkan perilaku ingin berkuasa seperti dalam diskusi kelas ada beberapa peserta didik yang menunjukkan sikap semua orang harus menuruti apa yang ia perintahkan,
kecenderungan
dari
mereka
ada
yang
mendominasi teman, menggertak teman seperti berkata kasar, menyindir, keras kepala, menunjukkan sikap usil atau senang menggangu seperti melempar-lempar bola kepada teman untuk menakuti, saling beradu mulut untuk menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah, dan bersikap seenaknya seperti tidak mengikuti pelajaran dengan baik, serta enggan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan. 4) Guru Bimbingan dan Konseling Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa:
100
.. kalau disekolah kita ini ada, seperti membentak-bentak kepada temannya. (GBK, 11-06-2015) … kalau disekolah kita ini tidak ada peserta didik yang menunjukkan senang mengambil barang milik temannya secara paksa atau tanpa izin tapi tidak menutup kemungkinan memang ada yang mengganggu, yang mengambil punya temannya lah. Yaa ada lah tapi hanya beberapa orang saja. (GBK, 11-062015) … yang paling sering itu ya mengolok-olok, mendorong teman. (GBK, 11-06-2015) … kalau merusak barang atau fasilitas karena marah seperti itu ada tapi tidak banyak juga. Yang mungkin kita temukan disini sampai merusak papan tulis dan kursi karena dipukul atau sebagainya. (GBK, 11-06-2015) Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan peserta didik di kelas VIII.4 adalah ada beberapa orang yang meminjam atau memngambil barang teman secara paksa atau tanpa seizin pemiliknya, sering membentak teman dengan berkata kasar dan tidak baik, mengolok-olok, melakukan tindakan fisik seperti mendorong, dan ada beberapa orang yang melampiaskan rasa marah dengan merusak barang atau fasilitas sekolah. 5) Peserta Didik a) HAP (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … Ada dan sering sekali bu ambisi untuk menguasai teman-teman yang ada dikelas … kalau lagi ribut, ditegur, pas sekali ditegur diam, habis itu ribut lagi tidak bisa ditegur, terus aku biarin, mereka bilang ketua kelas tidak
101
becus. Terus aku tegur sampai aku marah-marah. (HAP, 12-06-2015) … Menggertak HD pernah bu. Pokoknya semua teman yang ada dikelas pernah saya gertak bu … Waktu menegur HD itu kan mau berkelahi bu, terus saya bilang, coba kamu jangan berkelahi, aku disini cuman mau menenangkan, kalau sampai aku yang marah susah nanti. (HAP, 12-062015) … Saya sering mengganggu teman seperti megang telinganya dan menendang kakinya saat berjalan. (HAP, 12-06-2015) Saya pernah menantangi orang berkelahi tapi tidak sampai berkelahi … Gara-gara membela teman. (HAP, 12-062015) … untuk berkelahi tidak pernah tapi hampir berkelahi pernah. Waktu itu sama HD, saya pelorotin celananya, terus ditamparnya bahu kananku bu, mau berkelahi bu, terus dia lapor sama kakak kelas IX bu, tidak jadi berkelahi. (HAP, 12-06-2015) Saya pernah berperilaku seenaknya seperti membuang sampah sembarangan dan tidak mau piket kelas. (HAP, 1206-2015) Peserta didik berinisial HAP menunjukkan perilaku berambisi untuk menguasai atau mendominasi temantemannya di kelas, menggertak teman, menggangu teman atau usil seperti memegang telinga dan menendang kaki teman saat berjalan, terlibat perkelahian yang berawal dari tindakan bercanda yang keterlaluan, dan berperilaku seenaknya dikelas seperti membuang sampah dan tidak mau piket kelas.
102
b) HD (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: Saya merasa bahwa pendapat saya yang paling benar … misalnya membahas sesuatu saya bilang ada, kata teman saya gak ada, padahal yang sebenarnya memang ada. (HD, 13-06-2015) Saya pernah menggertak teman, waktu dulu saya sama RZ membajak DM … (HD, 13-06-2015) Pernah aja bu. Saat itu saya pinjam pulpen teman, dia cuman punya satu tapi tetap saja saya pinjam … (HD, 1306-2015) Saya suka usil sama teman yang di kelas maupun yang diluar kelas … Waktu teman yang lain lagi duduk, saya main bola dikelas, ya saya tendang-tendang mereka. (HD, 13-06-2015) Saya pernah berkelahi, itu sama DM, saya suruh dia piket kelas tapi dia tidak mau terus dia dorong saya bu, saya tampar saja dia. Kemudian pernah juga berkelahi sama DV gara-gara kata RZ si DV mengolok-olok saya, saya kesal jadi saya tantang dia untuk berkelahi. (HD, 13-06-2015) Pernah bu. Dulu di AD merobek buku saya bu. Awalnya dia mencubit saya bu, terus saya robek sedikit bukunya, ternyata dia balas bu, dirobek-robeknya buku tulis saya bu, saya marah, saya dorong lah dia, terus dia tampar, saya tampar papan tulis bu sampai mau jatuh. (HD, 13-06-2015) Perserta didik berinisial HD menunjukkan perilaku bahwa pendapatnya yang paling benar diantara teman yang lain, menggertak atau mengancam untuk membajak teman, meminjam barang teman tanpa persetujuan pemiliknya, bersikap usil terhadap teman di kelas maupun di luar kelas seperti menendang-nendang kaki teman, dan pernah terlibat 103
perkelahian karena orang lain tidak menuruti perkataannya, emosi karena diolok-olok, dan bercanda yang berlebihan. c) HR (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: Pernah bu menggertak teman … Paling ngancam, apa? Berani ? seperti itu … (HR, 15-06-2015) … yang sering itu bersikap keras kepala sama guru … disuruh upacara dan senam saya tidak mau ikut .. saya duduk dikantin saja … (HR, 15-06-2015) Iya, saya tipe orang yang cenderung membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang lain … YL mukul biasanya, jadi saya balas pukul juga bu.. Kalau mencubit, saya balas cubit lagi. (HR, 15-06-2015) … pernah berkelahi bu, sama RW kemarin. (HR, 15-062015) Saya sering berbuat seenaknya saja seperti tidak mau ikut upacara … (HR, 15-06-2015) Kalau marah biasanya saya paling berdiri berhadaphadapan dan saling dorong … (HR, 15-06-2015) Peserta didik berinisial HR menunjukkan perilaku menggertak dan mengancam teman dengan melontarkan kata-kata kasar dengan tujuan agar orang mau menuruti apa yang ia perintahkan, bersikap keras kepala seperti tidak mau mengikuti perintah guru, cenderung membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang lain seperti di cubit balas mencubit atau dipukul balas memukul,
104
terlibat perkelahian, berbuat seenaknya saja, dan melakukan tindakan fisik apabila sedang marah. d) RW (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: Pernah bu mengancam WJ … waktu itu WJ berkelahi sama HR, jadi aku bela HR, aku ancam WJ … saya juga pernah berkelahi sama YM dan nantangin dia buat berkelahi… (RW, 15-06-2015) Kalau berbuat seenaknya itu jarang, hanya pada hari-hari tertentu saja … Misalkan ada hari yang mood buat ribut ya ribut bu, kalau ada yang menegur ya aku bilang terserah aku saja … (RW, 15-06-2015) Biasanya kalau saya marah sama orang, saya pendam dalam hati … (RW, 15-06-2015) Perserta didik berinisial RW menunjukkan perilaku mengancam dan menantang berkelahi bagi yang tidak menyukai tindakan yang ia lakukan, bersikap seenaknya pada hari-hari tertentu seperti ribut di kelas, dan cenderung memendam rasa marah yang dirasakan. e) WJ (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … pernah bu ingin memiliki barang teman tapi tidak sampai mengambil atau mencuri. (WJ, 10-06-2015) Saya pernah berkelahi dengan HR, sama AL dan HM juga pernah … HR itu karena saya salah berbicara sehingga dia
105
marah, kalau AL dan HM karena saya belum membayar hutang jadi mereka marah. (WJ, 10-06-2015) Kalau saya sudah sangat marah biasanya saya pukul meja untuk melampiaskn rasa marah saya. (WJ, 10-06-2015) Perserta didik berinisial WJ menunjukkan perilaku memiliki hasrat untuk memiliki barang orang lain, terlibat perkelahian, dan melampiaskan rasa
marah dengan
memukul meja. f) YM (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya saya suka menyindir teman apabila saya tidak senang dengan teman tersebut seperti sama RW kemarin. (YM, 13-06-2015) … biasanya usilnya itu seperti mengejutkan teman, dicubit, dipukul, dan di tarik-tarik bajunya. (YM, 13-06-2015) Pernah berkelahi sama RW, dia bilang aku punya kutu terus aku lawan kenapa kamu bilang gitu, ya langsung aku tampar saja di pipi . (YM, 13-06-2015) Saya tipe orang yang membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari teman seperti dipukul dibalas pukul, di sindir ku balas sindir juga. (YM, 13-06-2015) … kalau lagi marah biasanya saya diam tapi bisa juga memukul meja. (YM, 13-06-2015) Perserta didik berinisial YM menunjukkan perilaku suka menyindir teman, menggangu teman atau usil seperti mengejutkan teman, mencubit, memukul dan menarik-narik baju teman, pernah terlibat perkelahian, tipe orang yang
106
membalas perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang lain, dan melampiaskan rasa marah dengan memendam atau memukul meja. b. Penyebab Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik 1) Kepala Sekolah Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … berperilaku seperti itu cenderung menganggap adik-adik kelas mereka atau bahasa kasarnya mereka yang menguasai wilayah karena mereka kakak kelas, jadi mereka merasa harus dihargai, disegani, dituruti, dan sebagainya. (KS, 08-06-2015) Penyebab perilaku agresif peserta didik di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah dikarenakan merasa berkuasa, memiliki jabatan sehingga merasa harus dihargai, disegani dituruti, dan sebagainya. 2) Wali Kelas Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya anak-anak yang kurang ada perhatian dan kasih sayang orang tua. Bisa karena ikut orang, bisa karena broken home, di kelas itu ada beberapa orang yang seperti itu, mungkin karena sering diperintah atau sebagainya sehingga menimbulkan perilaku seperti itu. (WK, 09-06-2015) … seperti HR itu kan ikut orang, jadi tergantung kepada orang, kalau tidak disuruh dia tidak mau, disuruh pun kalau tidak sesuai dengan dirinya pun tetap bisa tidak mau, terus kalau yang broken home itu ada bapak agak kenal itu ya ada dua orang, RW dan S, itu yang saya kenal, tapi tidak menutup kemungkinan ada lagi yang lain, seperti itu. (WK, 09-06-2015)
107
Penyebab perilaku agresif peserta didik kelas VIII.4 adalah kurang perhatian dari orang tuanya karena ada yang ikut keluarga bahkan ada yang orang tuanya bercerai sehingga anak cenderung kekurangan kasih sayang dan cenderung berperilaku memberontak. 3) Guru Mata Pelajaran Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … mungkin karena kurang perhatian orang tua, orang tuanya kan tidak ada, disini dia ikut tantenya … kemudian karena dia merasa pintar atau punya jabatan di kelas. (GMP, 10-06-2015) Penyebab perilaku agresif peserta didik kelas VIII.4 adalah kurang perhatian dari orang tua karena disini tinggal bersama keluarga seperti tante atau ikut orang dan karena mempunyi jabatan atau merasa pintar di kelas. 4) Guru Bimbingan dan Konseling Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya itu memang dari rumah atau keadaan orang tuanya, kalau orang tuanya sendiri tidak memperhatikan, pasti di sekolah si anak berperilaku seenaknya saja. Oleh sebab itu lah anak-anak yang demikian perlu lah kita berikan bimbingan atau pemahaman diri bahwa mereka harus memperbaiki perilaku mereka dirumah maupun disekolah agar kedepannya supaya lebih baik. (GBK, 11-06-2015)
108
Penyebab perilaku agresif peserta didik kelas VIII.4 adalah kurang perhatian dari orang tua di rumah sehingga anak cenderung berperilaku seenaknya saja. 5) Peserta Didik a) HAP (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya karena karena mereka ribut, susah ditegur … kalau untuk usil itu untuk bercanda tapi akhirnya ada bercandaan yang sampai memicu perkelahian, kemudian ada juga karena membela teman .. (HAP, 12-06-2015) Penyebab peserta didik berinisial HAP menunjukan perilaku agresif adalah karena keadaan kelas yang ribut, teman yang susah ditegur, bercanda yang berlebihan, dan ada juga karena membela teman. b) HD (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … saya menggertak karena disuruh sama RZ minta uang sama DM. Terus saya bilang ke DM kalo RZ minta duit 5000, terus DM-nya bilang cuman ada 3000, jadi saya bilang aja bu kalau tidak memberi 5000 nanti ditampar sama RZ. (HD, 13-06-2015) … untuk usil itu awalnya hanya bercanda tapi kalau dia serius ya saya balas … kalau berkelahi itu orang yang menantang saya … (HD, 13-06-2015) Penyebab peserta didik berinisial HD menunjukkan perilaku agresif adalah karena disuruh teman, bercanda 109
yang berlebihan sehingga terjadi perkelahian, dan tidak jarang karena salah paham. c) HR (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya dalam keadaan bercanda, salah paham, dan menegur tapi tidak jarang juga berujung perkelahian atau adu mulut ... kalau tidak mau ikut senam atau upacara itu karena capek dan malas berdiri, kadang juga karena terlambat … (HR, 15-06-2015) Penyebab peserta didik berinisial HR menunjukkan perilaku agresif adalah karena bercanda dan menegur yang berlebihan, salah paham, dan juga karena rasa malas atau pengelolaan waktu yang tidak baik sehingga terlambat. d) RW (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … kalau menggangu teman itu biasanya bercanda saja … kalau yang berkelahi itu karena salah paham atau membela teman, yang awalnya tidak ada sangkut pautnya tapi karena membela jadi ikut berkelahi juga. (RW, 15-06-2015) Penyebab peserta didik berinisial RW menunjukkan kecenderungan perilaku agresif adalah bercanda yang berlebihan, salah paham, dan membela teman sehingga terjadi perkelahian.
110
e) WJ (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … kalau berkelahi itu biasanya karena salah paham, saya suka keceplosan kalau berbicara jadi teman yang lain menyangka saya ini suka menyebarkan aib mereka … kalau yang marah sampai memukul meja itu karena sering diejek, diolok teman. (WJ, 10-06-2015) Penyebab peserta didik berinisial WJ menunjukkan perilaku agresif adalah karena salah paham, keceplosan saat berbicara, kurang komunikasi, dan diolok-olok teman. f) YM (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya karena teman yang memulai terlebih dahulu, diolok-olok di bilang yang tidak-tidak jadi saya marah., kemudian juga dalam situasi membela teman. (YM, 13-062015) Penyebab peserta didik berinisial YM menunjukkan perilaku
agresif
adalah
mudah tersinggung
perkataan teman dan membela teman.
111
dengan
c. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik 1) Kepala Sekolah Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … sebelum kasusnya sampai ke kepala sekolah, kita lihat dulu kejadiannya kapan, apakah saat jam pelajaran atau tidak. Kalau kejadian pada saat jam pelajaran berlangsung, untuk langkah pertama adalah guru yang saat itu mengajar, setelah guru yang saat itu mengajar tidak dapat membina, dilanjutkan ke wali kelas, setelah wali kelas tidak bisa membina baru ke BP/BK. Seandainya BK menemui masalah dalam membina anak tersebut maka guru yang bersangkutan, wali kelas yang bersangkutan, guru BK yang bersangkutan beserta kepala sekolah bersama-sama membina, setelah itu diberi laporan dan masukan kepada orang tua. Setelah orang tua datang, buat beberapa pernyataan kesanggupan orang tua untuk ikut membantu mengawas anak ini diluar jam sekolah, karena karakter anak itu tidak terbentuk disekolah melainkan terbentuk dari bawaan keluarga … (KS, 08-06-2015) … kalau ada perilaku yang tidak berkenan, maka anak tersebut mendapat tindakan dari sekolah seandainya tindakan atau perilakunya melebihi batas. Misal seperti berkelahi, apabila sekolah tidak mampu lagi membina, kita serahkan ke orang tua atau pihak yang berwenang. Tapi perlu di ingat tindakan atau sanksi tersebut bukan untuk menghukum anak melainkan memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. (KS, 08-062015) Penanganan masalah perilaku agresif peserta didik yang dilakukan oleh kepala sekolah di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah dengan menunjukkan sikap bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti wali kelas, guru mata pelajaran, guru Bimbingan dan Konseling serta orang tua peserta didik. Dalam bekerjasama antara semua pihak sekolah seperti wali kelas,
112
guru
mata pelajaran, guru Bimbingan dan Konseling serta
orang tua peserta didik, diharapakan dapat menurunkan perilaku agresif yang ditunjukkan oleh peserta didik. Peran wali kelas adalah untuk mengawasi anak didiknya lebih intens lagi, memberikan arahan serta bimbingan. Peran guru mata pelajaran adalah mengkondusifkan proses kegiatan belajar mengajar agar terciptanya suasana belajar mengajar yang aman dan nyaman. Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah memberikan program layanan bimbingan dan konseling dalam pembentukan moral dan penurunan perilaku menyimpang seperti perilaku agresif. 2) Wali Kelas Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … kita memberikan pengarahan dan motivasi bahwa dikelas itu rasa kebersamaan lah yang harus ditonjolkan, seperti itu. Seandainya ada tugas harus dikerjakan bergantian atau bersama-sama supaya yang lain merasa tidak terganggu, jadi seandainya ada orang berbuat seenaknya saja seperti diberi tugas tidak mau ya diberikan pengarahan bahwa kelas ini milik bersama, tanggung jawab bersama jadi segala macam pekerjaan harus diselesaikan bersama, jangan membebankan pada pengurus kelas saja, seperti itu. (WK, 09-06-2015) … untuk peserta didik mempunyai kelebihan terutama yang bolos, saya sarankan ke BK, atau yang sering terlambat, sering tidak masuk, itu untuk lebih jauhnya guru BK yang mengetahuinya, begitu. Tapi yang untuk kenakalan tadi memang jarang terjadi jadi gak sampai, cuman untuk kerjasamanya itu untuk mencegah lah supaya jangan terjadi jadi BK memberikan pengarahan dan mendalaminya lah seperti itu. (WK, 09-06-2015)
113
Wali kelas mempunyai andil yang cukup besar dalam menurunkan perilaku agresif negatif yang dimiliki oleh peserta didik asuhannya. Wali kelas sering memberikan pengarahan kepada peserta didik asuhannya agar berperilaku yang baik sesuai dengan norma dan peraturan sekolah agar terciptanya suasana kelas yang nyaman dan aman dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Wali kelas juga bekerjasama dengan pihak lain seperti guru mata pelajaran dan guru Bimbingan dan Konseling. 3) Guru Mata Pelajaran Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … ya biasanya kalau saya pribadi, saya tegur, kalau ada selisih paham antara temannya berdua biasanya saya coba mendengarkan apa masalahnya, kalau bisa diselesaikan dilerai saat itu juga ya saya coba selesaikan, tapi kalau sama-sama keras kepala biasanya saya minta tolong sama guru BK untuk menyelesaikan masalah mereka. (GMP, 10-06-2015) … ya kalau saya secara pribadi, kalau ada anak yang kurang mematuhi atau mengikuti pelajaran biasanya saya konsultasi dengan guru BK bahwa anak ini kurang minat dalam pelajaran saya. Biasanya saya minta bantuan untuk memanggil anak tersebut, untuk guru BK mencari sebab dan alasan kenapa dia kurang tertarik untuk mengikuti pelajaran, gitu. Jadi ada kerjasama yang baik antara saya dan guru BK. (GMP, 10-062015) Guru mata pelajaran sering memberikan teguran terhadap peserta didik yang menunjukkan kecenderungan perilaku agresif dan arahan tentang bagaimana seharusnya
114
peserta didik berperilaku. Di samping itu, guru mata pelajaran juga bekerjasama yang baik dengan guru Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi berbagai masalah yang di alami peserta didik. 4) Guru Bimbingan dan Konseling Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … dari awal tahun ajaran saya sebagai guru Bimbingan dan Konseling memberikan penjelasan-penjelasan kepada mereka supaya mereka itu tidak terlampau dominan dan juga jangan terlampau sering melanggar peraturan sekolah. Jadi sebelum mereka melakukan kegiatan di suatu tempat, kita berikan terlebih dahulu penyuluhan-penyuluhan, konseling, dan apaapa saja yang bisa mengakibatkan mereka menjadi orang-orang yang bisa berkelahi atau bolos. sebagai guru Bimbingan dan Konseling seperti itu. (GBK, 11-06-2015) … sebagai guru BK melakukan konseling, siapa saja yang cenderung menunjukkan sikap seperti itu kita kumpulkan, kita beri pengarahan agar anak ini tidak berperilaku seenaknya saja, supaya dia dan yang lain ada merasa persamaan hak dan kewajiban lah di sekolah ini, seperti itu. (GBK, 11-06-2015) Peran
guru
Bimbingan
dan
Konseling
dalam
menangani perilaku agresif negatif peserta didik adalah dengan memberikan penyuluhan, penjelasan, dan arahan sebagai langkah awal pencegahan. Namun apabila ada peserta didik yang menunjukkan perilaku agresif maka guru Bimbingan dan Konseling memanggil dan mengumpulkan siapa-siapa saja yang berperilaku demikian dalam rangka melakukan konseling baik secara individu maupun kelompok. Jika masalah tersebut
115
belum dapat terselesaikan, guru Bimbingan dan Konseling beserta wali kelas, kepala sekolah, dan orang tua peserta didik yang bersangkutan melakukan kerjasama yang lebih intens lagi dalam membina, membimbing, serta mengawasi peserta didik di sekolah maupun di rumah. 5) Peserta Didik a) HAP (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … kalau untuk masalah berkelahi biasanya orang yang berkelahi tiu dipanggil sampai kesaksi-saksinya bu, sampai masalahnya selesai, apabila tidak dapat diselesaikan biasanya diberi surat panggilan orang tua … Selain itu kalau masuk kelas biasanya menegur, memberi nasehat. (HAP, 12-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah mengumpulkan peserta didik yang terlibat dan diselesaikan di ruang BK, apabila masalahnya tidak terselesaikan maka akan diberikan suratt panggilan orang tua kepada peserta didik yang bersangkutan. Selain itu juga, guru Bimbingan dan Konseling sering masuk kelas untuk memberikan pengarahan dan nasehat kepada peserta didik.
116
b) HD (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: Ada yang ditegur, ada yang di nasehati, ditanya-tanya bu. Ya yang saya merokok dulu bu, ditanya kenapa jadi merokok, dimana dapat uang untuk beli rokoknya, kemudian dipanggil orang tua, membuat surat perjanjian. Selain itu juga biasanya kekelas untuk menasehati semuanya. (HD, 13-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah di panggil ke ruang BK, di tanya kenapa melakukan hal tersebut, di konseling, membuat suarat perjanjian bahwa tidak akan mengulangi perbuatan lagi perbuatan tersebut dan apabila masalah tersebut tidak terselesaikan maka di beri surat panggilan orang tua agar dapat di bicarakan bagaimana solusi terbaik dan kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua. c) HR (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: Biasanya dipanggil, ditanyain, disuruh minta maaf, di kurang point, dipanggil orang tua, atau dimasukan ke SMP Terbuka. (HR, 15-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah peserta didik yang bersangkutan di panggil ke ruang BK dan di berikan nasehat atau di konseling, untuk perbuatan yang berat akan dikenakan sanksi seperti point dan panggilan
117
orang tua tua agar dapat di bicarakan bagaimana solusi terbaik dan kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua. d) RW (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya di panggil, kalau masuk kelas biasanya kami di tegur dan di nasehati. (RW, 15-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah apabila ada masalah peserta didik yang bersangkutan di panggil ke ruang BK, diberikan nasehat dan konseling, serta memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya peserta diidk berperilaku dan mencurahkan segalam macam emosi yang peserta didik rasakan apabila masuk kelas. e) WJ (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya kalau masuk kelas dinasehati, jangan membuat masalah, jangan mempermalukan sekolah, apalagi kalau dipanggil kan, jangan berulang kali melakukan masalah. (WJ, 10-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah memberikan
teguran,
nasehat,
dan
arahan
tentang
bagaimana seharusnya peserta didik berperilaku terhadap guru maupun teman sebaya kepada peserta didik apabila masuk kelas.
118
f) YM (inisial) Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di temukan data bahwa: … biasanya dinasehati dan di konseling, kalau ada masalah biasanya BK menghimbau untuk bisa curhat atau cerita ke ruang BK. (YM, 15-06-2015) Peran guru Bimbingan dan Konseling adalah diberikan nasehat dan konseling kepada peserta didik yang bersangkutan, dan BK menyediakan layanan untuk peserta didik yang ingin menceritakan masalahnya atau meminta pendapat dan solusi dari masalah yang dihadapi. C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas maka dapat di ketahui bahwa: 1. Bentuk Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik Perilaku agresif negatif yang ditunjukkan peserta didik kelas VIII.4 adalah dalam bentuk perilaku agresif verbal dan fisik. Dalam bentuk perilaku agresif verbal, biasanya peserta didik menunjukkannya dengan menganggap dirinya lah yang paling benar seperti yang ditunjukkan beberapa peserta didik dalam forum diskusi kelas, melontarkan kata-kata yang tidak baik untuk mempertahankan kelemahannya, menyindir teman dengan tujuan untuk menyakiti hati dan perasaan orang lain, membentak dan memarahi orang lain didepan orang banyak sehingga tidak jarang membuat orang lain tersinggung, sedangkan untuk perilaku agresif fisik
119
ditunjukkan dengan menggangu teman yang sedang mengerjakan tugas, melakukan tindakan fisik seperti mencubit, memukul, menampar, mendorong, dan menarik-narik baju atau dasi teman, terlibat perkelahian yang berawal dari candaan yang berlebihan, salah paham karena kurangnya komunikasi yang baik antar peserta didik, emosi yang meledakledak, serta melampiaskan rasa marah dengan memukul meja atau fasilitas kelas. Menurut Sunarto,
dkk
(dalam
Adnyani, dkk. 2013:3)
menyatakan reaksi yaang nampak dalam perilaku a gres if seperti sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Selalu membenarkan diri sendiri. Mau berkuasa dalam setiap situasi. Mau memiliki segalanya. Bersikap senang mengganggu orang lain Menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan. Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka. Menunjukkan sikap menyerang dan merusak. Keras kepala dalam perbuatannya. Bersikap balas dendam. Memperkosa hak milik orang lain. Tindakan yang serampangan. Marah secara sadis.
dengan
Teori di atas diperkuat berdasarkan hasil penelitian Hidayat, dkk (2013:5) yang menyatakan bahwa: Adanya tindakan agresif pada siswa kelas XI SMA N 5 Padang berupa menyakiti orang secara fisik seperti menerina tantangan teman untuk mengaja berkelahi, menyakiti orang secara verbal berupa, akan menghina habis-habisan orang yang merendahkan harga diri, serta merusak dan menghancurkan harta benda seperti sengaja mencoret sarana dan prasarana sekolah seperti meja kursi bila sakit hati yang dilakukan oleh siswa.
120
Hasil penelitian ini menguatkan penelitian Restu, dkk (2013:249) bahwa: Dilihat dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan subjek dan pihak-pihak terkait, bahwa adanya tingkah laku agresif, yaitu menyakiti individu lain secara fisik, seperti memukul, menjambak, mencubit, menarik dasi orang lain sehingga membuat orang tersebut menjadi tercekik, melempar, menjewer dan menendang. Secara verbal yaitu berkata kasar, berkata kotor, mengejek dan menghina,menggertak dan mencemooh. Kemudian agresif terhadap benda yaitu merusak dan menghancurkan fasilitas sekolah atau merusak benda milik orang lain, seperti mencoret meja, menendang pintu, memukul papan tulis dan merampas benda milik orang lain. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman- temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku
agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan
penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkannya. Dengan demikian dapat diketahui hasil dari penelitian ini bahwa bentuk perilaku agresif negatif yang peserta didik tunjukkan yaitu dalam bentuk agresif verbal seperti melontarkan kata-kata yang tidak baik, menyindir, menggertak, dan memarahi, sedangkan agresif fisik seperti mencubit, memukul, menampar, mendorong hingga terjatuh, dan menarik-narik baju atau dasi teman sampai terlibat perkelahian, serta melampiaskan rasa emosi dengan memukul meja atau fasilitas kelas.
121
2. Penyebab Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik Penyebab perilaku agresif negatif yang ditunjukkan oleh peserta didik adalah sebagian besar karena karakter peserta didik yang keras dan cenderung mengangap bahwa perilaku yang mereka lakukan adalah sebuah kewajaran, mereka cenderung menganggap bahwa apa yang mereka lakukan hanya lah bentuk candaan yang tidak akan menyakiti perasaan dan fisik orang lain tanpa merpertimbangkan akibat dari perbuatan tersebut. Menurut Maryani (2014:136) “Perilaku agresif sering terjadi pada kalangan remaja madya (middle adolescence) dengan rentang usia 15-18 tahun dimanan tanggung jawab hidup harus semakin ditingkatkan oleh remaja yang mampu memikul sendiri juga masalah tersendiri baginya”. Sebagaimana yang dikemukakan Sarwono (dalam Maryani, 2014:137) bahwa “Remaja adalah suatu kurun usia yang serba labil dan untuk kematangan berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara emosi (perasaan) dan rasio (logika)”. Bringham (dalam Tentawa, 2012:163) menyatakan bahwa “Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku agesif yaitu proses belajar, penguatan (reinforcement) dan imitasi peniruan terhadap model”. Kemudian Bandura (dalam Maryani, 2014:128) menyebutkan bahwa “Teori belajar berasumsi bahwa agresi diperoleh melalui pengamatan (observasi), pengalaman langsung dengan reinformance positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil
122
batas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model”. Selanjutnya, karena kurangnya pengawasan, perhatian dan kasih sayang dari orang tua sehingga anak cenderung merasa ia dapat melakukan apapun yang ia inginkan tanpa merasa takut ditegur dan dimarahi. Ada beberapa peserta didik yang tidak tinggal bersama orang tuanya dan bahkan ada yang bercerai. Keadaan ini lah yang memicu peserta didik berperilaku memberontak dan berbuat seenaknya karena merasa tidak diperhatikan dan di awasi secara penuh oleh orang tua. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Nisfiannoor, dkk (2005:16) yang menyimpulkan bahwa: Remaja yang berasal dari keluarga bercerai ternyata lebih agresif bila dibandingkan dengan remaja dari keluarga utuh. Perceraian di antara orangtua ternyata membawa dampak yang negatif bagi anak, terutama dalam berperilaku. Dari segi dimensi agresivitas secara fisik dan verbal, diketahui bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai juga lebih agresif dibandingkan remaja yang berasal dari keluarga utuh. Demikian dapat dikatakan bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif, baik secara fisik maupun verbal bila dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh. Degan demikian dapat diketahui hasil dari penelitian ini bahwa penyebab perilaku agresif negatif peserta didik dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan).
123
3. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Menurunkan Perilaku Agresif Negatif Peserta Didik Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu bantuan yang akan diberikan kepada seseorang guna membantu mengatasi permasalahan yang dialaminya. Peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik adalah dengan memberikan layanan konseling individu maupun kelompok. Menurut Willis (2011:35) “Konseling individual yaitu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada seorang peserta didik dengan tujuan berkembangnya potensi peserta didik, mampu mengatasi masalah sendiri, dan dapat menyesuaikan diri secara positif”, sedangkan menurut Nurihsan (Kurnanto, 2013:7) “Konseling kelompok yaitu suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya”. Peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah dengan memanggil peserta didik yang menunjukkan kecenderungan perilaku agresif di panggil ke ruang BK, diberikan layanan konseling, pengarahan dan nasehat agar dapat mengubah perilakunya tersebut, kemudian guru Bimbingan dan Konseling memberikan penjelasan bahwa perilaku yang peserta didik lakukan dapat menyakiti dan merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Untuk langkah selanjutnya, peserta didik yang bersangkutan diminta untuk
124
membuat surat perjanjian agar tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut. Apabila peserta didik tidak menunjukkan perubahan atau masih saja berbuat demikian, guru Bimbingan dan Konseling mengambil tindakan untuk memanggil orang tua peserta didik yang bersangkutan agar dapat mengkomunikasikan dan mencari solusi dari masalah yang di hadapi oleh peserta didik atau biasa disebut dengan konferensi kasus. Sehubungan dengan hal tersebut, Sukardi (2008:81) menyatakan bahwa: Konferensi kasus yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (klien/konseli) dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya masalah tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Dalam konfersnsi kasus secara spesifik dibahas permasalahn yang dialami oleh peserta didik tertentu dalam forum diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru pembimbing/konselor, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah, orang tua, dari tenaga ahli lainnya) yang diharapkan dapat memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi terentaskannya permasalahn tersebut. Seiring dengan hasil penelitian di atas, Prayitno (2013:242-243) mengemukakan bahwa tanggung jawab konselor kepada peserta didik sebagai berikut: a. Memiliki kewajiban dan kesetian utama dan terutama kepada peserta didik yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik. b. Memperhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan peserta didik (kebutuan yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial) yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik. c. Memberi tahu peserta didik tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling, serta aturan ataupun
125
d.
e. f. g.
h. i.
prosedur yang harus dilalui apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling. Tidak mendesakkan kepada peserta didik (klien) nilai-nilai tertentu yang sebenarnya hanya sekedar apa yang dianggap baik oleh konselor saja. Menjaga kerahasiaan data tentang peserta didik. Memberitahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat sesuatu yang berbahaya akan terjadi. Menyelenggrakan pengungkapan data secara tepat dan memberi tahu peserta didik tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan profesional. Melakukan referal kasus secara tepat.
Berdasarkan penelitian Hidayat, dkk (2013:16) tentang “Profil Siswa Agresif dan Peran Guru BK” menyatakan bahwa peran yang harus dilakukan guru Bimbingan dan Konseling adalah: (1) Layanan informasi merupakan layanan yang diberikan kepada seseorang dengan menyampaikan berita/informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan kepentingan peserta didik, pemecahan masalah, mencegah timbulnya masalah, dan untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada. Dalam membantu pembentukan sikap dan perilaku positif siswa, guru pembimbing dapat memberikan layanan informasi mengenai penyebab munculnya agresi dan sangsi yang diperoleh apabila melakukan tindakan agresi. Layanan ini dapat di berikan secara kelompok dan individual. (2) Layanan Konseling Perorangan adalah layanan yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka secara perorangan dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah pribadi yang dialami siswa. Melalui layanan ini guru pembimbing dapat membantu siswa yang mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari menyangkut tindakan agresi seperi masalah siswa yang berkelahi, berkata-kata kotor dan merusak fasilitas sekolah.
126
Dengan demikian dapat diketahui hasil dari penelitian ini bahwa peran dari guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif peserta didik yaitu dengan mengadakan layanan konseling individu maupun kelompok dengan tujuan agar peserta didik dan guru Bimbingan konseling dapat membahas, mengentaskan permasalahan pribadi peserta didik seperti perilaku agresif agar ia dapat mengambil tanggung jawab sendiri, respek, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga diri, serta memperbaiki perilaku tersebut dengan memberikan pemahaman bahwa tidak semua yang ia lakukan dapat diterima dengan baik oleh orang lain.
127
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif negatif peserta didik, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas ditunjukkan dengan bentuk perilaku agreif verbal dan agresif fisik. Agresif verbal ditunjukkan dengan selalu membenarkan diri sendiri, menggertak baik dengan ucapan maupun perbuatan, dan keras kepala dalam perbuatannya, sedangkan untuk perilaku agresif fisik ditunjukkan dengan menggangu teman, melakukan tindakan fisik, serta melampiaskan rasa marah dengan memukul atau merusak benda. 2. Penyebab dari perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas adalah bahwa perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya faktor internal (yang dari dalam diri individu sendiri seperti watak, emosi, dan sifat bawaan) dan faktor eksternal (yang dari luar diri individu sendiri seperti pengaruh lingkungan). 3. Peran guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan perilaku agresif negatif peserta didik kelas VIII.4 di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas cukup baik yaitu dengan memberikan layanan konseling individu maupun kelompok serta konferensi kasus. Kemudian membuat surat perjanjian dan
128 128
ditanda tangani oleh peserta didik sebagai pembuat perjanjian, guru Bimbingan dan Konseling serta wali kelas atau guru mata pelajaran. Dan hal ini berhasil walaupun tidak secara keseluruhan. Ada peserta didik yang tidak mengulangi perilaku agresif, tetapi masih ada juga peserta didik yang masih mengulangi kesalahan. B. Saran-Saran Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, ada beberapa saran-saran yang perlu disampaikan peneliti dalam pembahasan ini. Adapun saransarannya sebagai berikut: 1. Bagi Kepala Sekolah, diharapkan dapat menambah jumlah guru Bimbingan dan Konseling karena jumlah guru Bimbingan dan Konseling yang ada saat ini kurang memadai dibandingkan dengan jumlah peserta didik yang harus ditangani, menambah sarana dan prasarana untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling serta hendaknya mengikutsertakan guru Bimbingan dan Konseling dalam forum guru,
pelatihan,
seminar
maupun
studi
banding
dalam
rangka
meningkatkan profesionalitas guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Selat Kuala Kapuas. 2. Bagi Wali Kelas, diharapkan wali kelas dapat bekerjasama lebih baik lagi dengan guru Bimbingan dan Konseling dalam menurunkan kecenderungan perilaku agresif peserta didik sehingga terciptanya kondisi kelas yang kondusif dan kegiatan belajar mengajar yang efektif, aman, dan nyaman.
129
3. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling, diharapkan guru Bimbingan dan Konseling dapat melaksanakan dan meningkatkan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling lebih baik lagi guna menurunkan kecenderungan perilaku agresif pada peserta didik. 4. Bagi Peserta Didik, hendaknya dapat mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling yang telah guru Bimbingan dan Konseling programkan dan diharapakan peserta didik untuk berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling jika mempunyai masalah dan tidak perlu malu apalagi takut untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya.
130