STRATEGI MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PESANTREN

Download Potret Pemberdayaan dan Kemandirian Sosial Ekonomi Pesantren ..... (http://isjd. pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/Ed160892107.pdf diakses 5 Mei ...

4 downloads 413 Views 169KB Size
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

STRATEGI MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PESANTREN BERBASIS PEMBERDAYAAN SANTRI (Studi Kasus Pesantren Hidayatullah Desa Bandar Labuhan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang) Syahid Ismail

Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Model pendidikan Barat yang diadopsi pemerintah menjadi pendidikan formal di Indonesia telah memberikan tantangan dan warna terhadap perkembangan pondok pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pemberdayaan yang berbasis santri, faktor pendorong dan penghambatnya, serta bentuk program dan manfaatnya bagi kemandirian Pesantren Hidayatullah Medan dalam menghadapi tantangan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pesantren mengembangkan beberapa metode pemberdayaan berdasarkan kreativitasnya yaitu: Dewan Santri, mewadahi potensi, pengabdian, kurikulum khas, dan kordinasi buttom up. Pemberdayaan dilakukan karena tuntutan pendidikan, ekonomi, dan dakwah. Program tersebut mengalami beberapa hambatan yaitu: SDM, sarana prasarana, dan dana. Namun juga sudah dirasakan manfaatnya untuk kemandirian pesantren, santri, dan masyarakat. Pernah menjuarai ketahanan pangan pesantren tahun 2009, kini mengalami penurunan karena pergeseran prioritas program lebih fokus untuk memanfaatkan dana pemerintah. Kata Kunci: Pondok Pesantren, Pemberdayaan, Pendidikan

PENDAHULUAN Saat ini wacana pemberdayaan sedang menjadi diskursus, di Eropa wacana pemberdayaan muncul ketika industrialisasi menciptakan masyarakat penguasa faktor produksi dan masyarakat pekerja yang dikuasai. Di negara-negara sedang berkembang, wacana pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumber daya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor-faktor produksi oleh penguasa. (Setiawan, 2011: 30) Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang telah sejak lama menerapkan pemberdayaan. Salah satu ciri khusus pesantren menurut Armando (2005: 296) adalah “kehidupan mandiri dan sederhana para santri”. Hingga kini banyak penelitian yang membuktikan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mandiri dan khas Indonesia. Sejak kurang lebih 500 tahun yang lalu, lembaga pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan berbagai macam peran dalam masyarakat 1

Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU

2

56

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Indonesia. Nurcholis Majid (dalam Yasmadi, 2005: 121) berobsesi menciptakan pondok pesantren menjadi suatu sistem pendidikan yang memiliki keterpaduan antara unsur keIslaman, ke-Indonesiaan, dan keilmuan guna mewujudkan masyarakat madani. Proses pendidikan dan pembangunan tidak dapat dipisahkan, pendidikan harus diperhatikan guna tercapainya tujuan pembangunan nasional. Namun pemerintah belum memiliki master plan untuk mencapai tujuan pendidikan seperti yang tercantum dalam jabaran UUD 1945 tentang pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Pendidikan formal di Indonesia banyak mengadopsi sistem pendidikan modern Belanda pada masa penjajahan dahulu. Sementara, ketika itu di Indonesia sudah memiliki sistem pendidikan lokal yaitu pondok pesantren yang hingga kini tetap eksis dalam dunia pendidikan Indonesia. Pesantren, dalam perkembangannya, telah menjadi pusat kegiatan masyarakat dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan, dan pelatihan keterampilan melalui teknologi tepat guna. Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional dianggap efektif dalam menjalankan program pemberdayaan, khususnya bagi komunitas pesantren itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang intens antar santri dan antara santri dengan kiainya melalui sistem pendidikan dan aktivitas keseharian yang sering dilalui bersama. Bahkan, Riani (2005) menyebutkan bahwa pesantren di pedesaan merupakan lembaga yang cukup potensial dalam mengembangkan kapital sosial para anggota di dalamnya. (Tasbichah, 2011: 3). Di tengah perubahan ke arah kapitalisasi pendidikan, saat ini masih ada sebagian pesantren yang bertahan untuk mandiri tanpa bergantung kepada uang pembayaran dari santri maupun bantuan pemerintah. Di Pondok Pesantren Syafi’iyah Al-Falah Bungbulang Garut santri tidak dikenakan biaya SPP dan uang bangunan, santri hanya perlu membawa bekal untuk kebutuhan pribadinya seperti makanan dan pakaian. Di Pondok pesantren Asem Desa Sinarjaya Garut, santri juga tidak dikenakan SPP. Sambil belajar, mereka dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosial ekonomi yang dapat menopang kebutuhan selama nyantri. Jadi, santri tidak hanya belajar kitab, tapi juga melakukan banyak hal karena memiliki waktu selama 24 jam di lingkungan pondok pesantren.

57

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Penelitian Faozan (2006) menunjukkan bahwa pondok pesantren yang didiami oleh santri yang jumlahnya cukup banyak merupakan konsumen yang positif dan didukung oleh masyarakat sekitarnya. Artinya, santri dan masyarakat sekeliling pada dasarnya adalah konsumen yang kebutuhannya dapat dicukupi secara ekonomi oleh pesantren itu sendiri. Jadi, pesantren hakikatnya bisa mandiri untuk menjadi pusat kelembagaan ekonomi, bagi warganya di dalam pesantren dan di luar pesantren. Kemajuan sosial ekonomi sebuah pesantren tidak terlepas dari peran santri. Kiai dan ustadz memiliki kekuasaan yang bersifat kharismatik yang mampu mengendalikan santri dalam melakukan kegiatan sosial ekonomi. Dalam mengurus usaha pertanian pesantren, kiai sekedar memberikan bimbingan, selebihnya menjadi tanggung jawab santri. Tantangan yang dihadapi pondok pesantren semakin hari semakin besar, kompleks dan mendesak, sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan dan kemajuan pengetahuan dan teknologi. Tantangan ini menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran nilai di pesantren, baik nilai yang menyangkut sumber belajar maupun nilai yang menyangkut pengelolaan pendidikan, pergeseran sistem dan metode belajar, serta pergeseran pengembangan fungsi kelembagaan pesantren itu sendiri (Anas, 2012: 95-96). Guna mengikuti modernisasi pendidikan, banyak kebutuhan sosial ekonomi baru yang harus dipenuhi misalnya kebutuhan laboratorium komputer, buku-buku, ruang kelas, LCD projector, klinik kesehatan, mesin percetakan, dan pegawai pesantren. Kini berkembang pesantren modern berasrama (boarding) dengan fasilitas pendukung yang serba modern. Hal ini menyebabkan biaya operasional pesantren modern lebih mahal dari pada pendidikan di sekolah formal pada umumnya. Oleh Karena itu pesantren modern biasanya memungut uang pangkal dan SPP yang mahal dari santrinya seperti di pesantren Al-Zaitun dan Al Kausar. Berbeda dengan kebanyakan pesantren modern lainnya yang mengenakan tarif mahal, Pesantren Hidayatullah Medan justru menampung santri kurang mampu. Para pendiri berusaha dari nol untuk mendirikan pesantren ini. Saat ini Hidayatullah Medan memiliki 344 santri. Pesantren Hidayatullah Medan sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, dan semua sarana tersebut dibangun secara mandiri oleh santri. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana metode pemberdayaan yang berbasis santri di Pesantren Hidayatullah Medan? Serta apa bentuk program dan manfaatnya?”. Berdasarkan rumusan tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode, bentuk program, dan manfaat dari program pemberdayaan berbasis santri terhadap kemandirian pesantren.

58

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah kajian keilmuan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya terutama sosiologi pendidikan. Sementara manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pihak Pesantren Hidayatullah Medan dalam menjalankan program pemberdayaan yang berbasis santri.

KAJIAN PUSTAKA Konsep pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Dalam studi-studi tentang perubahan sosial, konsep “pemberdayaan” (empowerment) merupakan anti-thesis dari konsep “pembangunan” (development). Konsep pembangunan lebih mencerminkan hadirnya model perencanaan dan implementasi kebijakan yang bersifat top-down. sedangkan “pemberdayaan” lebih bersifat buttom-up, berbasis kepentingan konkret masyarakat. Menurut Setiawan (2011: 27) tujuan pemberdayaan adalah mencari langkah berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat tak berdaya sehingga mereka memiliki kemampuan otonom mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya. Dalam konteks pemberdayaan, sekurang-kurangnya dilakukan melalui tiga aspek: Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki oleh masyarakat, kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan ketiga, melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang antara masyarakat yang berdaya dengan masyarakat yang tidak berdaya. (World Bank dalam Pedoman Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dirjen PMD Depdagri, 2010_ 143-144)

Konsep Pemberdayaan yang Berbasis Santri Pesantren selama ini telah terbukti tangguh menghadapi berbagai tantangan karena kuatnya nilai ajaran agama yang menjadi pijakan dan prinsip kemandirian. Dalam hal pengembangan ekonomi adalah bisa memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan (entrepreneurship) yang menjadi signifikan dan strategis bagi pengembangan perekonomian. Pesantren dengan demikian telah menjadi dan selalu menjadi “pelopor” atau pioneer pembangunan (ekonomi) ummat di Indonesia. (Aziz dalam Halim: 218-219). 59

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Pesanten memiliki tiga pilar atau potensi yaitu kiai-ulama, santri, dan pendidikan sebagai sebuah magnet yang sangat potensial menjadi sumber ekonomi bagi eksistensi dan pengembangan pondok pesantren tersebut. Apabila ketiga pilar utama ini terpenuhi, pondok pesantren telah memenuhi tiga fungsi utamanya, yaitu: Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of excellence). Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga, sebagai lembaga yang melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development). Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pemberdayaan santri di antaranya: 1. Para santri akan lebih mandiri dan lebih percaya diri, hal ini dikarenakan selain memiliki ilmu agama yang akan disampaikan (dakwahkan) kepada masyarakat, para alumni ini juga mempunyai bekal untuk memenuhi kebutuhan dunia (ekonomi) secara mandiri atau kebutuhan ekonomi tidak lagi menggantungkan kepada orang lain. 2. Pondok pesantren akan lebih mandiri dan cepat berkembang karena sumber dana yang selama ini hanya mengandalkan dari para santri dan para donatur, sekarang mempunyai sumber dana baru. 3. Pondok pesantren akan lebih mendapat kepercayaan dari masyarakat, sehingga dengan demikian akan meningkatkan minat orang tua untuk mendaftarkan anakanaknya ke pondok pensantren. Potret Pemberdayaan dan Kemandirian Sosial Ekonomi Pesantren Berdasarkan data lapangan yang diperoleh Arifin (2008: 9) usaha ekonomi yang dilakukan pesantren umumnya menyangkut empat hal pokok, yaitu: (a). pertanian; (b). peternakan; (c). koperasi pesantren; dan (d). kerajinan. Masalah terkait pemberdayaan yang dihadapi oleh pondok pesantren di Indonesia pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Kultur di dalam pondok yang sudah terlanjur terekam para calon santri bahwa nyantri di pondok pesantren ya belajar ilmu-ilmu agama. 2. Sumber Daya Manusia pengelola pondok pesantren terhadap usaha bisnis yang benilai ekonomi tinggi sangat terbatas. Cenderung hanya mengelola usaha-usaha tradisional. 3. Fasilitas dan peralatan yang berteknologi terbatas. 4. Dana yang terbatas.

60

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui partisipasi observasi, wawancara mendalam, dan kajian kepustakaan. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian adalah santri, kiai, masyarakat sekitar, orang tua santri, serta pemerintah Kabupaten Deli Serdang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pesantren Hidayatullah Medan terletak di Desa Bandar Labuhan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang - Sumatera Utara. Dirintis oleh Ust Khusnul Khuluk tahun 1993.

Mulanya lokasi ini berupa semak belukar jauh dari rumah penduduk. Tanah ini

diberikan oleh Badan Kenadziran Wakaf Departemen Agama Deli Serdang dan diserahkan pengelolaannya kepada Pondok Pesantren Hidayatullah Medan dengan asumsi bahwa Pondok Pesantren Hidayatullah harus memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak kurang mampu (dhuafa). Di sinilah para kader pondok Pesantren Hidayatullah di tempa dan dibina, terus membangun fasilitas pondok hingga sekarang. Berkat kerja keras para santri, lokasi yang tadinya semak belukar pelan-pelan diubah menjadi kampus yang asri (Islamic Green Village), diawali oleh sembilan orang santri mereka tidur di bawah pohon besar, kemudian membangun gubuk darurat beratapkan daun pisang, pelan-pelan kini berubah dan hampir semuanya sudah menjadi bangunan permanen. Saat mini Pesantren Hidayatullah Medan memiliki 344 orang santri.

Tipe Kelembagaan Pesantren Hidayatullah Medan Pesantren Hidayatullah Medan bukan merupakan institusi total karena ada negosiasi dan kedekatan antara santri, dewan santri, dan kiai atau ustadz serta terdapat interaksi antara masyarakat sekitar dengan santri. Santri tetap diberikan keleluasaan untuk berpendapat dan pesantren memfasilitasi santri sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing untuk mengembangkan diri dan wawasannya. Seperti yang diungkapkan oleh Ust. Ali Ibrahim Akbar selaku Kepala Bagian Pendidikan Pesantren berikut ini: “misalnya pas ngarit itu yang pergi sepuluh orang yang kerja cuma enam orang sisanya turun di jalan mampir ke warnet”.

61

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Pesantren Hidayatullah Medan mempunyai seorang kiai sentral yaitu Ust. Chairul Anam. Beliau tidak menerapkan sistem kepemimpinan yang otoriter, beliau adalah orang yang dekat dengan santri. Terbukti meskipun beliau sebagai pimpinan pesantren, namun di sela-sela waktu kosong ikut bersama-sama dengan santri dalam berbagai kegiatan misalnya bersih-bersih dan membuat bangunan. Kiai di Pesantren Hidayatullah juga mampu menggerakkan masyarakat sekitar khususnya dalam bidang pendidikan dan kebudayaan contohnya pada awal pendirian pesantren tidak terlepas dari peran masyarakat sekitar.

Metode Pemberdayaan yang berbasis Santri di Pesantren Hidayatullah Medan Metode pendidikan di pondok pesantren memadukan penguasaan sumber ajaran Islam. Selain mengenal ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (prilaku) dalam pengajarannya, sejak dini pesantren mendasarkan diri pada tiga ranah utama, yaitu faqohah (kedalam pemahaman), thabiah (perangai, watak, karakter) dan kafaah (kecakapan operasional). Program pemberdayaan pesantren merupakan kreativitas dari pesantren itu sendiri atau bisa juga merupakan hasil kerjasama antara pesantren dengan institusi lain. Contohnya jika ada pesantren yang ingin mengembangkan agro bisnis maka langsung berkordinasi dengan Kementerian Pertanian, dan jika ada pesantren yang ingin membuka Kopontren maka langung berkordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Kementrian Agama tidak berperan dalam program yang bersifat pemberdayaan berbasis santri, tetapi hanya memberikan izin dan legalitas untuk pondok pesantrennya dan memberikan panduan silabus kurikulum yang mengacu kapada SKB 3 Menteri untuk madrasahnya seperti yang dipaparkan informan berikut ini: Tidak ada, kalau masalah pertanian dan peternakan itu bukan dari kita, itu dari pesantren sendiri. Kadang mereka kerjasama langsung dengan dinas terkait mislnya Kementrian Pertanian. (Wawancara dengan Abdul Rajak, 14 Mei 2013) Pesantren Hidayatullah Medan memiliki kreativitas tersendiri dalam melaksanakan program pemberdayaan berbasiskan santri, metode yang dijalankannya sebagian diadopsi dari Hidayatullah Pusat, dan sebagian lain khas hanya ada di Hidayatullah Medan. Agar pemberdayaan berbasis santri dapat berjalan sesuai harapan maka pesantren melakukan metode-metode berikut: 1. Dewan Santri Sebagai Penggerak Program Pembentukan Dewan Santri merupakan salah satu pemberdayaan santri dari sisi organisatorinya,

santri

belajar

fungsi

manajemen

yaitu

perencanaan

(planning), 62

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

pengorganisasian (organizing), pelaksanaan kebijakan (actuating) dan fungsi pengawasan (controlling). Tugas Dewan Santri adalah pada tataran manajemen, semua program pengkaryaan dikoordinasikan oleh Dewan Santri. 2. Membentuk Wadah Apresiasi Potensi Santri (WAPOSI) Pesantren Hidayatullah Medan mewadahi potensi santri sesuai dengan minat dan bakatnya, caranya dengan pemberian tugas khusus kepada santri tertentu, pemetaan potensi santri, dan memberikan keleluasaan untuk menuangkan ide wirausaha di pesantren. 3. Program Pengabdian Alumni Santri yang telah lulus Madrasah Aliyah (MA) wajib mangabdi selama satu tahun di pesantren sebagai bagian dari proses pendidikan, sebagai pengikat santri agar tetap berada di jaringan Hidayatullah, sekaligus pengembalian biaya mondok yang selama ini murah bahkan gratis. 4. Kurikulum Khas dalam Pendidikan Pemberdayaan Merupakan gabungan dari kurikulum yang mengacu kapada SKB 3 Menteri dan Kehidayatullahan. Selain kurikulum keagamaan, kurikulum mata pelajaran umum pun diberikan warna tauhid yang sangat kental untuk menanamkan kesadaran bertauhid. Dengan kurikulum tersebut santri wajib mengikuti dua kompetensi sekaligus yaitu pendidikan umum dan kehidayatullahan. 5. Kordinasi Buttom Up Kordinasi buttom up

di Pesantren Hidayatullah Medan telah memposisikan santri

sebagai subjek program pemberdayaan sehingga ada rasa memiliki dan tanggung jawab. Kordinasi buttom up tersebut sesuai dengan prinsip community development.

Faktor Pendorong Program Pemberdayaan Santri Program

pemberdayaan

berbasis

santri

di

Pesantren

Hidayatullah

Medan

dilatarbelakangi oleh tiga tuntutan utama yaitu tuntutan pendidikan, tuntutan untuk meringankan beban operasional pesantren, dan tuntutan dakwah. Seperti yang diungkapkan informan berikut ini: .. faktornya yang pertama untuk memenuhi kebutuhan operasional. Kemudian itulah gaya dan pola pendidikan kita, satu pendidikan formal di kelas, yang kedua pendidikan informal, keteladanan di lapangan, dan harapannya alumni menjadi kader dakwah Islam di lembaga Hidayatullah, (Wawancara dengan Ust. Chairul Anam, 24 Februari 2013

63

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Pertama, tuntutan pendidikan, Pendidikan di Hidayatullah dirancang untuk mencapai tiga kriteria output yaitu mental spiritual, akademik, dan psikomotor. Pada sisi psikomotor, santri diharapkan terbiasa dengan kerja keras gardening, mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, memiliki kemampuan leadership, mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris sehari-hari. Kedua, tuntutan untuk meringankan beban operasional pesantren, Salah satu hal penting dalam pendidikan adalah biaya, sumber penerimaan biasanya terdiri dari beberapa sumber: pemerintah, non-pemerintah, maupun sumber-sumber kreatif dari para penyelenggara lembaga pendidikan. Pemberdayaan santri adalah salah satu upaya pesantren untuk mengurangi beban operasional seperti dituturkan informan berikut: Caranya termasuk dengan mengkaryakan anak-anak untuk mengurangi beban operasional, (Wawancara Ust Ali Akbar, 19 Februari 2013. Para pimpinan pesantren berobsesi dalam 10 tahun ke depan Hidayatullah Medan akan menjadi pesantren yang mandiri melalui program pemberdayaan yang terus dikembangkan. Menurut Ust. Ali Akbar, Kepala Bagian Kependidikan Yayasan Hidayatullah, kedepannya pesantren akan menjadi pondok modern, elit dan profesional, oleh sebab itu fasilitas harus dilengkapi terus-menerus. Ketiga, tuntutan dakwah, program pemberdayaan santri didorong oleh tujuan dakwah. Santri diharapkan punya keterampilan agar lebih mudah diterima di masyarakat. Dakwah bukan hanya dalam artian ceramah, akan tetapi menyampaikan nilai-nilai Islam sesuai dengan bakat dan profesinya masing-masing. Untuk mewujudkan tercapainya tuntutan dakwah maka program diarahkan untuk memperhatikan aspek pelayanan dan bimbingan sosial keagamaan, termasuk menyiapkan da’i dan guru agama yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan umat guna tercapainya miniatur masyarakat madani. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini: keluaran yang diharapkan dari Pesantren Hidayatullah terutama santri diharapkan bisa membawa dakwah, membawa kebaikan,(Wawancara dengan Ust Ali Ibrahim Akbar, 10 Maret 2013)

Faktor Penghambat Program Pemberdayaan Santri Jika mengacu pada hasil penelitian Malik (2011: 30), masalah terkait pemberdayaan yang dihadapi oleh pondok pesantren di Indonesia pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Kultur di dalam pondok yang sudah terlanjur terekam para calon santri bahwa nyantri di pondok pesantren hanya belajar ilmu-ilmu agama. Hal ini terjadi di Hidayatullah Medan 64

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

namun relatif bisa diatasi. Mayoritas santri berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, mereka sudah terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan berat sehingga mayoritas santri menerima untuk dikaryakan. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola pondok pesantren terhadap usaha bisnis yang bernilai ekonomi tinggi sangat terbatas. Kualitas SDM santri hanya mampu mengelola usaha tradisional seperti peternakan dan pertanian tradisional. Usaha tersebut menghasilkan keuntungan kecil jika dibandingkan dengan beban yang harus dikeluarkan. 3. Fasilitas dan peralatan yang berteknologi serta dana yang terbatas. Keterbatasan tersebut telah menimbulkan dampak tidak berjalannya program-program yang direncanakan di antaranya: membuat kegiatan ekstrakurikuler menjahit dan usaha menjahit belum terealisasi. Akhirnya untuk santri puteri belum ada program pembedayaan yang spesifik apalagi untuk usaha ekonomi kreatif. Program lain yang sudah diwacanakan adalah membuat Kopontren (Koperasi Pondok pesantren) yang hingga kini terbentur dana. kemarin sudah dimusyawarahkan dan tanahnya sudah dibeli. Koperasi serba ada itu untuk kebutuhan santri dan warga sekitar tapi masih terkendala pendanaan. (Wawancara dengan Ust Mukhtasim, 25 Februari 2013) Program peternakan juga terpaksa dihentikan karena keterbatasan fasilitas seperti diungkapkan informan berikut ini: karena penuh santri, secara otomatis lokasi kandang di sini kan mengganggu, lalatnya banyak yang ke asrama. Jadi mengantisipasinya dijuali ternaknya, ada juga separuh yang kita titip. (Wawancara dengan Ust. Ali Ibrahim Akbar, 10 Maret 2013) Faktor lain yang menghambat adalah faktor manajemen yang kurang matang. beberapa program masih dalam tahap uji coba dan pimpinan program pun masih berganti-ganti sebagaimana disampaikan informan berikut ini: Kalau sekarang programnya sudah gak ada lagi karena sudah ganti pengurusnya karena kan minat pengurusnya itu beda-beda. (Wawancara dengan Manik, 17 Februari 2013). Untuk mengatasi hambatan-hambatan di atas idealnya tidak mengorbankan idealisme dan tujuan dari program pengkaryaan itu sendiri. Maka perlu dicari strategi yang tepat untuk mengatasinya, saat ini pesantren belum mampu mem-brack down (menurunkan) visi misinya agar dipahami bersama mulai dari pimpinan sampai grass root (akar rumput). Sehingga jika terjadi pergantian pimpinan, pesantren tetap mampu melanjutkan program-programnya bukan membuat program yang benar-benar baru. Kemudian jika ada perubahan dari sisi eksternal misalnya banyaknya dana dari pemerintah maupun bantuan perusahaan, pesantren dapat 65

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

menyikapinya dengan baik, jika dana itu justru menyebabkan terganggunya idealisme pesantren maka dana tersebut bisa dipertimbangkan untuk ditolak.

Bentuk-Bentuk Program Pemberdayaan Berbasis Santri di Pesantren Hidayatullah Medan Adapun bentuk-bentuk program pemberdayaan santri di Pesantren Hidayatullah Medan berdasarkan data lapangan secara umum di antaranya adalah sebagai berikut: pertukangan, Piket 24 jam, bidang administrasi, bidang kebersihan, bidang pertanian dan peternakan, membantu ustadz, bidang pendidikan menjadi tenaga pengajar, serta sebagai pengelola program desa binaan.

Manfaat Program Pemberdayaan Santri Pelaksanaan program pemberdayaan santri bertujuan untuk memenuhi tuntutan pendidikan, ekonomi, dan dakwah. Manfaatnya dirasakan baik oleh pihak pesantren, santri, orang tua dan masyarakat sekitar. 1. Bidang Pendidikan Pada bidang pendidikan Pesantren Hidayatullah Medan mampu menyelenggarakan pendidikan terintegrasi. Perpaduan antara KTSP dengan Kurikulum Kehidayatullahan telah melahirkan pendidikan yang terpadu, bukan hanya transfer of knowledge,

tetapi juga

akhlakul karimah dan kecerdasan di lapangan. Pesantren Hidayatullah Medan juga mendasarkan diri pada tiga ranah utama, yaitu faqohah (kedalam pemahaman), thabiah (perangai, watak, karakter) dan kafaah (kecakapan operasional). Manfaat bagi santri di antaranya memiliki keterampilan yaitu terampil di lapangan, terampil di belakang meja, dan terampil di atas mimbar seperti yang dialami oleh Meti selaku seorang santri wati. Kalau sudah pulang kampung kadang hari sabtu dipanggil disuruh memberikan masukan ke masyarakat, ngisi ceramah juga. (Wawancara dengan Meti Handayani, 10 Maret 2013). Selain itu, menurut Pak Suyatno, kehadiran pesantren telah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat desa. Banyak masyarakat baik anak-anak maupun dewasa yang menuntut ilmu secara gratis di pesantren. 2. Bidang Ekonomi

66

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Dalam bidang ekonomi, pesantren sementara mengkhususkan tujuan program pemberdayaannya untuk meringankan beban operasional. Manfaat bagi pesantren adalah biaya operasional bisa ditekan menjadi lebih rendah. Pesantren mampu menggantikan fungsi pegawai dan fungsi sebagian tenaga pengajar oleh santri seperti yang dipaparkan oleh Ust. Mukhtasim di bawah: Kita pernah pake tukang dan pegawai, namun cost-nya mahal, setelah musyawarah yang alot akhirnya kita pake santri. Pesantren Hidayatullah pernah menjadi pesantren yang mandiri secara ekonomi, hal ini dibuktikan dengan menjuarai LM3 (Lembaga Mandiri dan Mengakar di Masyarakat) di bidang ketahanan panggan pada tahun 2009. Namun, seiring berjalannya waktu, predikat pesantren yang memiliki ketahanan pangan itu justeru mengalami penurunan. Hal ini dipicu karena terjadinya percepatan pembangunan pesantren yang menyebabkan terjadinya pergeseran prioritas program. Di sisi lain percepatan pembangunan tersebut diperlukan karena peningkatan jumlah santri yang signifikan sehingga pesantren terus berbenah melengkapi sarana dan prasarana. Apalagi ketika ada bantuan dana dari Kementrian Agama, maka banyak program pemberdayaan lain yang ditinggalkan karena santri fokus pada pertukangan. Pesantren telah melihat hasil dari metode pendidikan dan pemberdayaannya cukup berhasil beberpa tahun yang lalu, sebaiknya pesantren mampu mengadaptasi setiap perkembangan tanpa meninggalkan program-program yang sudah berjalan. 3. Bidang Dakwah Manfaat pada bidang dakwah bagi pesantren di antaranya terjadinya ekspansi yang cepat baik di Pesantren Hidayatullah Medan sendiri maupun pada cabang-cabang yang dibuka oleh alumninya. Di Medan sendiri Pesantren Hidayatullah telah mendapatkan kepercayaan yang lebih baik dari masyarakat terbukti dari peningkatan minat masyarakat untuk mendidik anaknya di lembaga Hidayatullah. Menurut Pak Suyatno (Sekretaris Desa Bandar Labuhan) banyak manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar atas keberadaan pesantren seperti diungkapkan berikut ini: “...memang bantuan mereka itu terhadap desa itu sangat besar sekali, terutama tentang keagamaan, jadi masyarakat sebelah itu ikut ngaji di sana gratis” Bagi santri manfaat pada bidang dakwah tampak pada professionalisme yang dimiliki, santri memiliki keahlian dakwah yang tepat dan dengan metode yang diharapkan masyarakat. Santri mampu mengemban amanahnya untuk menjadi kader yang senantiasa menjalankan idealisme Islam baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya. Pesantren Hidayatullah selalu menjalin komunikasi dengan alumninya agar tidak lepas dari jaringan Hidayatullah, 67

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Komunikasi tersebut mampu menjaga para alumni minimal untuk dirinya sendiri, maksimal didorong supaya mampu membuka cabang Hidayatullah di daerahnya atau mengabdi di cabang Hidayatullah yang sudah ada.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pesantren Hidayatullah bukanlah institusi pendidikan yang bersifat institusi total. Pendidikan di Pesantren Hidayatullah memperhatikan keseimbangan aspek faqohah (kedalam pemahaman), thabiah (perangai, watak, karakter) dan kafaah (kecakapan operasional). 2. Metode pemberdayaan yang dilakukan yang dilakukan yaitu: dibentuknya Dewan Santri, adanya Wadah Apresiasi Potensi Santri (WAPOSI), pengabdian alumni, kurikulum khas Hidayatullah, dan koordinasi buttom up. 3. Terdapat tiga tuntutan yang mendorong program pemberdayaan santri yaitu tuntutan pendidikan, tuntutan untuk mengurangi beban operasional pesantren, dan tuntutan dakwah. Tuntutan tersebut ada yang datang dari internal pesantren maupun dari eksternal yaitu pemerintah dan masyarakat. Pesantren dituntut untuk mempertahankan idealisme Islam di sisi lain juga harus memenuhi tuntutan pragmatis jangka pendek. Adapun faktor yang menghambatnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memahami usaha yang bernilai ekonomi tinggi, fasilitas berteknologi dan dana yang terbatas, serta manajemen program pengkaryaan yang kurang efektif. 4. Bentuk-bentuk program pemberdayaan yang berbasis santri yaitu: pertukangan, piket 24 jam, bidang administrasi, bidang kebersihan, bidang pertanian dan peternakan, membantu ustadz, bidang pendidikan dengan menjadi tenaga pengajar, dan mengelola desa binaan. 5. Program pemberdayaan yang berbasis santri telah berhasil mewujudkan kemandirian sosial ekonomi Pesantren dan telah dirasakan manfaatnya baik oleh pesantren, santri, orang tua dan masyarakat sekitar. Namun, tantangan percepatan pembangunan fasilitas dengan dukungan dana dari pihak luar menyebabkan terjadinya pergeseran prioritas program.

68

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Saran 1. Bagi Pesantren Hidayatullah Medan, diperlukan manajemen program yang matang. Visi dan misi pesantren harus dipahami oleh seluruh civitas akademika agar program pengkaryaan tidak hanya bergantung kepada kebijakan pimpinan yang sedang menjabat. Hindari terlalu sering membuat program pengkaryaan coba-coba (ekperimen) kepada santri karena apabila terjadi kesalahan terus-menerus maka akan berakibat fatal seperti pergeseran makna tentang program pemberdayaan di kalangan santri, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. 2. Kementerian Agama sebaiknya turut mendukung program pemberdayaan santri yang selama ini hanya diserahkan kepada kreativitas pesantren. Dukungan tersebut bisa berupa pembinaan teknis, dukungan desain program melalui kurikulum yang legal, dan pendanaan. 3. Setelah melihat keberhasilan lulusan Pesantren Hidayatullah, masyarakat bisa mempertimbangkan untuk mendidik anaknya di pondok pesantren khususnya yang menyelenggarakan program pemberdayaan berbasis santri. Namun, masyarakat juga harus melihat rekam jejak dari pesantren itu sendiri karena masih banyak pesantren yang belum tertib administrasi sepeti belum diakui statusnya oleh pemerintah.

69

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Moh. (2005). Model-model Pemberdayaan. Jakarta: LKiS Pelangi Aksara. Halim A., dkk. (2005). Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Huda, Saiful, dkk. (2003). Mengagas Pesantren Masa depan; Geliat Santri Untuk Indonesia baru. Yogyakarta: Qirtas. Malik, Jamaludin (ed). (2005). Pemberdayaan Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Dauroh Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Pesantren. Maliki, Zainudin. (2008). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Qomar, Mujamil. (2005). Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga. Setiawan, Danny. (2011). Pemberdayaan Masyarakat Desa. Wajah Desa Kita. Bandung: Pusat Kajian Pemberdayaan Desa. Suwendi. (2004). Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Wahid, Abdurrahman. (2001). Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS Wahid, Marzuki, dkk (2001). Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Hidayah. Yasmadi. (2005). Moderenisasi Pesantren (Edisi Revisi). Jakarta: Quantum Teaching.

Sumber Skripsi dan Jurnal Online Anas, Ali. (2012). Peran pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat. (Online) (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/Ed160892107.pdf diakses 5 Mei 2012) Andriani,

Dini.

(2008).

Pengembangan

Kelembagaan

Pesantren

sebagai

Upaya

Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi (S1) Tidak Diterbitkan. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Arifin, Saru, D. Agus Harijito, Suparwoko. (2008). Studi Potensi Ekonomi dan Kebutuhan Pondok Pesantren Se Karesidenan Kedu Jawa Tengah. Jurnal Penelitian & Pengabdian. (Online) (http://dppm.uii.ac.id diakses 25 Agustus 2012)

70

PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 4, NO. 1, JANUARI 2016

Faozan, Ahmad. (2006). Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi. Ibda’ Jurnal Studi Islam dan Budaya Purwokerto: Pc3M STAIN Purwokerto. 4(1): 88-102. Hadori. (2010). Pengembangan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam Mencetak Santri Profesional (Studi Kasus di Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtaldo Buluwang, Malang). Skripsi (S1) Tidak Diterbitkan. Program Studi Pendidikan Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Malik, Abdul, et. all. (2011). Peningkatan Kemandirian Santri dan Pondok Pesantren Nurul Falah Muhammadiyah Melalui Penerapan Pengelolaan Usaha Teknologi Pertania. Jurnal Dedikasi. 8: 29-36. Tasbichah, Ummi. (2011). Hubungan Kapital Sosial dengan Tingkat Partisipasi Santri Dalam Program Pertanian Pesantren (Kasus: Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi (S1) Tidak Diterbitkan. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

71