STUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH

Download 7 Okt 2016 ... SARI. Studi petrogenesis batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya menjadi suatu hal yang menarik untuk dipelajari kar...

0 downloads 392 Views 1MB Size
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

STUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH SINGKAWANG DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Egy Erzagian1* Lucas Donny Setijadji2 I Wayan Warmada2 2

1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Dosen Jurusan Teknik Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *Email : [email protected]

SARI Studi petrogenesis batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya menjadi suatu hal yang menarik untuk dipelajari karena meliputi beberapa periode magmatik dengan jangkauan waktu geologi yang panjang. Daerah penelitian berada di bagian baratlaut Kalimantan dengan batasan termasuk ke dalam peta geologi regional skala 1 : 250.000 lembar Singkawang, Sambas-Siluas dan Sanggau. Batasan umur batuan beku pada daerah penelitian yaitu pra-Trias hingga Pliosen. Tujuan penelitian adalah untuk 1) mengetahui tipe dan karakteristik komposisi batuan beku, dan 2) menginterpretasikan proses pembentukan (petrogenesis) batuan beku serta keterkaitannya dengan tatanan tektonik di daerah Singkawang dan sekitarnya pada masing-masing periode magmatik. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis petrografi dari data primer dan analisis geokimia dari data sekunder yang berasal dari beberapa peneliti terdahulu yang meliputi analisis afinitas magma, kristalisasi fraksinasi, tatanan tektonik dan keberadaan magma adakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan beku yang terbentuk pada masing-masing periode magmatik memiliki tipe dan karakteristik komposisi batuan yang berbeda-beda. Batuan beku pada periode magmatik Perm – Trias memiliki afinitas seri kalk-alkali Ktinggi hingga kalk-alkali dengan sebagian batuan intrusi berupa granit tipe-S. Periode magmatik Kapur memiliki afinitas seri kalk-alkali K-tinggi hingga toleitik dengan batuan yang terbentuk memiliki tipe-I dan tipe-S. Batuan beku pada periode magmatik Eosen - Miosen memiliki afinitas seri kalk-alkali dengan batuan granitoid berupa tipe-I. Batuan beku pada periode magmatik Pliosen memiliki afinitas seri toleitik. Pembentukan batuan beku pada periode magmatik Perm – Trias terjadi pada tatanan active continental margin dengan mekanisme subduksi dan kolisi. Periode magmatik Kapur terbentuk pada tatanan active continental margin dengan mekanisme subduksi dan kolisi. Periode magmatik Eosen – Miosen terbentuk pada tatanan active continental margin dengan mekanisme subduksi. Sedangkan periode magmatik Pliosen terbentuk pada tatanan continental rift zone dengan mekanisme peregangan (rifting). Kata Kunci : Kalimantan baratlaut, Singkawang, batuan beku, granitoid, petrogenesis

I.

terbentuknya berbagai jenis batuan beku, termasuk tatanan tektonik pembentukannya. Studi petrogenesis ini dinilai sangat penting untuk mengetahui proses pembentukan batuan dan keterkaitannya dengan tatanan tektonik sehingga dapat bermanfaat dan menambah wawasan di bidang ilmu geologi.

PENDAHULUAN

Petrogenesis merupakan bagian dari ilmu petrologi yang menjelaskan tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-perubahan (proses sekunder) yang terjadi pada batuan tersebut. Dalam studi petrogenesis batuan beku, magma merupakan sumber utama pada proses pembentukannya. Proses primer menjelaskan rangkaian kejadian mulai dari pembentukan berbagai jenis magma hingga

Batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya secara umum didominasi oleh Batolit Singkawang (Suwarna dkk., 1993). Selain itu, terdapat pula beberapa batuan beku yang tersebar dan mewakili berbagai 421

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA Periode magmatk Tersier Bawah – Miosen menghasilkan Intrusi Sintang, yaitu berupa intrusi-intrusi yang tersebar di daerah penelitian. Periode magmatik Pliosen terdapat Volkanik Niut.

periode magmatik. Periode magmatik di daerah penelitian ini memiliki rentang umur geologi yang panjang, yaitu mulai dari praTrias hingga Pliosen. Batuan beku yang terbentuk di daerah Singkawang dan sekitarnya ini memiliki karakteristik yang beragam, begitu pula dengan kondisi lingkungan pembentukannya.

Secara regional, Kalimantan telah mengalami evolusi tektonik yang panjang semenjak praTrias hingga Pliosen. Beberapa peneliti juga telah mengungkapkan proses yang terjadi pada evolusi tektonik Kalimantan yang berpengaruh terhadap daerah penelitian nantinya. Pada periode pra-Trias dan Trias terjadi proses subduksi dari arah utara dan diikuti proses kolisi yang menurut Hartono (1983) diasumsikan sebagai efek ekstensi dari Sutur Bentong Raub yang membentang di Semenanjung Malaysia. Menurut Pieters dkk. (1993) dan Amiruddin (2000) selama periode Kapur terjadi proses subduksi yang menghasilkan Batolit Schwaner, termasuk Batolit Singkawang yang diakhiri dengan proses kolisi pada Kapur Akhir. Kemudian magmatisme berlanjut pada Kenozoik, Soeria-Atmaja dkk. (1999) membaginya menjadi dua periode subduksi yaitu Eosen – Oligosen Awal dan Oligosen Akhir – Miosen.

Penelitian mengenai batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti oleh Suwarna dkk. (1993), Amiruddin (2000) dan sebagainya. Namun sejauh ini belum ada pembahasan yang lebih rinci mengenai perbandingan karakteristik komposisi batuan beku dari berbagai periode magmatik di daerah tersebut. Selain itu, penelitian mengenai petrogenesis batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya juga relatif belum pernah dilakukan, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe, karakteristik mineralogi dan komposisi kimia batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya pada masingmasing periode magmatik serta melakukan interpretasi terhadap proses pembentukan batuan beku dan keterkaitannya dengan tatanan tektonik.

II.

III.

SAMPEL DAN PENELITIAN

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis petrografi dan geokimia. Analisis petrogtafi digunakan untuk menentukan komposisi mineral, kelimpahan, serta hubungan tekstur antar mineral dalam batuan. Jumlah sampel yang digunakan dalam analisis petrografi ini sebanyak 26 sampel yang mewakili batuan beku di berbagai lokasi dan periode magmatik. Sedangkan analisis geokimia digunakan untuk menentukan unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam batuan, yaitu berupa unsur utama dan minor. Data yang digunakan untuk analisis geokimia merupakan hasil kompilasi data geokimia yang berasal dari peneliti terdahulu dari berbagai sumber. Jumlah data geokimia yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 44 data geokimia yang berasal dari JICA (1982), Harahap (1987) dan Proyek Pemetaan Geologi Indonesia Australia atau IAGMP (1989). Analisis data geokimia yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis kristalisasi fraksinasi, afinitas

KONDISI GEOLOGI REGIONAL

Daerah penelitian merupakan daerah yang disebut sebagai Kalimantan Baratlaut (Northwest Borneo) menurut Williams dkk. (1988). Daerah penelitian terdiri dari tiga lembar geologi regional skala 1:250.000, yaitu Lembar Singkawang (Suwarna dkk., 1993), Sambas-Siluas (Rusmana dkk., 1993) dan Sanggau (Supriatna dkk., 1993). Geologi daerah Singkawang dan sekitarnya tersusun oleh berbagai batuan beku yang terbentuk dari berbagai perode magmatik, yaitu periode magmatik Trias/pra-Trias yang diwakili oleh Kompleks Embuoi, Volkanik Sekadau dan Granodiorit. Kemudian periode magmatik Kapur dijumpai Batolit Singkawang yang tersusun oleh Granodiorit Mensibau dan Volkanik Raya. Terdapat pula beberapa batuan beku lain pada periode magmatik Kapur seperti Granit Laur dan Granit Pueh yang berumur Kapur Akhir. 422

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA magma, tatanan tektonik dan keberadaan magma adakit. Data petrografi dan geokimia kemudian disinergikan berdasarkan kesesuaian lokasi, formasi keterdapatan sampel dan tinjauan geologi sehingga batuan beku di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa periode magmatik, yaitu Perm – Trias, Kapur, Eosen – Miosen dan Pliosen.

IV.

diinterpretasikan tergolong ke dalam granitoid tipe-S karena berdasarkan karakteristik mineraloginya memiliki kandungan biotit yang lebih melimpah. Batuan volkanik pada periode magmatik Kapur yang diwakili oleh Volkanik Raya memiliki komposisi mineral plagioklas, kuarsa, hornblenda, piroksen dan mineral mafik berukuran sangat halus. Pada periode magmatik Eosen – Miosen, batuan plutonik yang diwakili oleh Intrusi Sintang memiliki komposisi kuarsa, plagioklas, ortoklas, hornblenda dan biotit. Berdasarkan karakteristik mineraloginya, jenis batuan granitoid dari Intrusi Sintang merupakan granitoid yang kaya akan hornblenda, sehingga dapat diinterpretasikan tergolong ke dalam granitoid tipe-I. Pada periode magmatik Pliosen, batuan volkanik yang diwakili oleh Volkanik Niut memiliki komposisi plagioklas, piroksen dan mineral mafik berukuran sangat halus.

DATA DAN ANALISIS

Berikut adalah hasil pengolahan data yang meliputi analisis petrografi, kristalisasi fraksinasi, afinitas magma, analisis tatanan tektonik dan keberadaan magma adakit. Analisis Petrografi Berdasarkan hasil analisis petrografi, komposisi mineral yang menyusun batuan beku di daerah penelitian terdiri dari berbagai jenis mineral, seperti kuarsa, plagioklas, ortoklas, hornblenda, biotit, muskovit, piroksen. Setiap sampel memiliki komposisi mineral yang berbeda-beda dengan kelimpahan yang berbeda-beda pula. Pada periode magmatik Perm – Trias, batuan plutonik yang diwakili oleh Kompleks Embuoi memiliki komposisi mineral kuarsa, plagioklas, ortoklas dan biotit. Jenis batuan merupakan granitoid yang kaya akan biotit, seperti yang diperlihatkan oleh sampel A (Gambar 3a). Sedangkan batuan volkanik yang diwakili oleh Volkanik Sekadau memiliki komposisi mineral plagioklas, piroksen dan mineral mafik berukuran sangat halus. Pada periode magmatik Kapur, batuan plutonik yang diwakili oleh Granodiorit Mensibau secara umum memiliki komposisi kuarsa, plagioklas, ortoklas, hornblenda, piroksen, biotit dan mineral opak. Kehadiran hornblenda pada Granodiorit Mensibau cenderung lebih melimpah apabila dibandingkan dengan biotit, seperti yang diperlihatkan oleh sampel B (Gambar 3b). Kehadiran mineral hornblenda yang melimpah ini dapat diinterpretasikan bahwa batuan granitoid termasuk ke dalam tipe-I. Batuan beku dari Granit Laur memiliki komposisi yang hampir sama dengan Granodiorit Mensibau. Batuan beku dari Granit Pueh yang diwakili oleh sampel C memiliki komposisi mineral yaitu kuarsa, plagioklas, ortoklas, biotit dan muskovit (Gambar 3c). Batuan beku dari Granit Pueh

Analisis Kristalisasi Fraksinasi Diagram Harker perbandingan SiO2 dengan unsur-unsur utama lainnya memperlihatkan adanya trend yang khas (Gambar 4). Misalnya perbandingan SiO2 dengan Al2O3, MgO, FeO*, CaO, TiO2 terlihat adanya trend menurun seiring dengan bertambahnya SiO2 yang terjadi pada hasil plot periode magmatik Perm-Trias, Kapur dan Eosen-Miosen. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat pembentukan batuan terjadi proses fraksinasi sehingga menghasilkan mineral-mineral felsik yang lebih banyak. Diagram perbandingan SiO2 dengan unsur lain, seperti Na2O dan K2O juga menunjukkan bahwa periode magmatik Perm-Trias, Kapur dan Eosen-Miosen mengalami proses fraksinasi, yaitu dengan adanya trend naik seiring bertambahnya SiO2. Namun periode magmatik Pliosen tetap tidak memiliki tren tersebut sehingga tidak mengindikasikan fraksinasi. Analisis Afinitas Magma Berdasarkan hasil analisis afinitas magma dari diagram alkali – silika (MacDonald, 1968 dalam Winter, 2001), diagram SiO2 – K2O (Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Rolinson, 1993), diagram FeOt/MgO – SiO2 (Mayashiro, 1974 dalam Winter, 2001) dan diagram AFM (garis oleh Irvine dan Baragar, 423

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA 1971 dalam Rollinson, 1993), dapat ditarik kesimpulan bahwa masing-masing periode magmatik memiliki afinitas magma yang berbeda-beda (Gambar 5). Magmatisme periode magmatik Perm – Trias memiliki afinitas Kalk-alkali k-tinggi hingga kalkalkali. Hal ini menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada tatanan tektonik yang berhubungan dengan subduksi, seperti active continental margin. Kandungan k-tinggi pada afinitas kalk-alkali menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada kerak batuan yang lebih tebal. Periode magmatik Kapur dan Eosen – Miosen juga terbentuk pada tatanan tektonik yang berhubungan dengan subduksi seperti active continental margin namun dengan ketebalan kerak benua yang berbedabeda. Kerak benua pada periode magmatik Kapur lebih tebal daripada periode magmatik. Periode magmatik Pliosen memiliki afinitas toleitik yang artinya dapat terbentuk d berbagai tektonik, namun diinterpretasikan terbentuk di tatanan tektonik yang berhubungan dengan subduksi.

Diagram tatanan tektonik batuan granitoid di daerah Singkawang dan sekitarnya menunjukkan bahwa selama periode magmatik Perm – Trias hingga Kapur, batuan granitoid terbentuk pada tatanan tektonik VAG (Volcanic Arc Granitoid). Tatanan tektonik VAG ini menunjukkan bahwa lingkungan pembentukan batuan granitoid berhubungan dengan proses subduksi dan menghasilkan bentukan pegunungan (tatanan orogenik). Granitoid pada periode magmatik Perm – Trias dan Kapur diinterpretasikan terbentuk pada tatanan busur volkanik, yaitu pada active continental margin. Analisis Magma Adakit Analisis magma adakit pada batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya (Gambar 9) menunjukkan bahwa batuan beku pada periode magmatik Eosen – Miosen secara dominan memiliki kandungan Y yang rendah (< 20 ppm) dan kandungan Sr yang tinggi (diperlihatkan oleh perbandingan Sr/Y yang tinggi) sehingga termasuk ke dalam kelompok adakit. Batuan beku periode magmatik Eosen – Miosen diinterpretasikan terbentuk dari proses pelelehan kerak samudra pada subduksi yang berumur muda. Lelehan adakit tersebut kemudian bercampur dengan magma andesitik hingga akhirnya mengintrusi kerak benua. Sedangkan batuan beku pada periode magmatik Pliosen cenderung memiliki kandungan Y yang tinggi (> 20 ppm) dan kandungan Sr yang rendah sehingga termasuk ke dalam kelompok Andesit-Dasit-Rhyolit (ADR) dari busur volkanik “normal”. Batuan beku pada periode magmatik Pliosen diinterpretasikan terbentuk dari hasil pelelehan magma dari mantel.

Analisis Tatanan Tektonik Diagram tatanan tektonik batuan beku volkanik basaltik di daerah Singkawang dan sekitarnya menunjukkan bahwa batuan beku terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda-beda, yaitu CAB (Calc-Alkaline Basalts), IAT (Island-Arc Tholeiites) dan MORB (Mid-Ocean Ridge Basalts) (Gambar 7 dan 8). Berdasarkan diagram perbandingan Y – Cr, batuan beku pada periode magmatik Kapur terbentuk pada tatanan tektonik IAT. Sedangkan pada diagram segitiga TiO2 – MnO – P2O5, terlihat batuan beku tersebut terbentuk pada tatanan tektonik CAB dan IAT. Batuan beku periode magmatik Kapur yang terbentuk pada tatanan tektonik CAB dan IAT ini dapat diinterpretasikan bahwa batuan terbentuk pada tatanan active continental margin. Sedangkan periode magmatik Pliosen menunjukkan bahwa batuan beku terbentuk pada tatanan tektonik IAT dan MORB. Diinterpretasikan bahwa batuan terbentuk pada active continental margin. Tatanan tektonik MORB pada periode magmatik Pliosen ini menunjukkan bahwa proses pembentukan batuan beku lebih terkait dengan proses rifting.

V.

DISKUSI Petrogenesis batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya dapat diinterpretasi berdasarkan hasil analisis petrografi dan geokimia. Penjelasan mengenai petrogenesis batuan beku didasarkan pada pembagian periode magmatik yang membentuk batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya. Pada periode magmatik Perm – Trias, batuan beku di daerah penelitian terbentuk pada tatanan tektonik konvergen, yaitu pada active

424

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA continental margin. Proses pembentukan batuan beku pada periode magmatik ini berhubungan dengan proses subduksi yang membentuk busur volkanik di daerah penelitian. Pembentukan batuan beku kemudian dilanjutkan oleh proses kolisi yang menurut Hartono (1983) kolisi tersebut diasumsikan sebagai ekstensi ke timur dari Sutur Bentong-Raub yang membentang dari Semanjung Malaysia hingga Belitung pada Trias Akhir sehinga menghasilkan granitoid tipe-S.

Sundaland. Berdasarkan analisis adakit, batuan beku periode magmatik Eosen Miosen termasuk ke dalam kelompok adakit sehingga diinterpretasikan terbentuk dari proses pelelehan kerak samudra pada subduksi yang berumur muda (< 25 jtl.). Hal tersebut dapat dikorelasikan dengan proses subduksi yang terjadi pada periode Oligosen Akhir pada bagian utara Kalimantan. Pada periode magmatik Pliosen, batuan beku di daerah penelitian memiliki afanitas berupa seri toleitik. Hal tersebut menjelaskan bahwa batuan beku di daerah penelitian dapat terbentuk pada tatanan continental rift zone (Wilson, 1989). Proses pembentukan batuan beku pada periode magmatik Pliosen berhubungan dengan proses perenggangan (rifting) yang terjadi setelah proses subduksi. Proses ini dapat dikorelasikan dengan proses subduksi yang terjadi pada periode Oligosen Akhir – Miosen Tengah dengan melibatkan kerak samudra dari Lempeng Laut Cina Selatan dengan blok kontinental Luconia di Palung Palawan (Soeria-Atmaja dkk., 1999). Batuan beku volkanik yang terdapat di daerah penelitian terbentuk sebagai produk rekahan ekstensional pada kerak benua. Batuan yang terbentuk umumnya adalah batuan beku volkanik basaltik.

Pada periode magmatik Kapur, batuan beku di daerah penelitian terbentuk pada tatanan active continental margin. Pembentukan batuan beku tersebut dipengaruhi oleh proses subduksi yang berlangsung antara Lempeng Timurlaut (proto Laut Cina Selatan) dengan Sundaland di bagian selatan sehingga menghasilkan Batolit Singkawang, yang umumnya merupakan granitoid tipe-I. Batuan volkanik juga terbentuk akibat proses tersebut. Proses subduksi pada periode magmatik ini berlangsung dalam jangka waktu dari Kapur Awal hingga Kapur Akhir. Pembentukan batuan granitoid kemudian berlangsung kembali pada Kapur Akhir oleh proses subduksi yang baru. Proses subduksi yang terjadi pada Kapur Akhir tidak hanya membentuk batolit, tetapi juga menghasilkan intrusi-intrusi kecil yang tersebar secara setempat (Williams dkk., 1988). Proses subduksi tersebut membuat Lempeng Timurlaut secara terus-menerus bergerak ke arah selatan dan mengakibatkan proto Laut Cina Selatan sebagai bagian dari kerak bena mengalami kolisi dengan kerak benua di bagian selatan (Sunda Land) dan menghasilkan granitoid tipe-S.

VI.

KESIMPULAN 1. Batuan beku yang terbentuk pada masing-masing periode magmatik memiliki tipe dan karakteristik komposisi batuan yang berbeda-beda. Batuan beku pada periode magmatik Perm – Trias memiliki afinitas seri kalkalkali K-tinggi hingga kalk-alkali dan batuan granitoid yang terbentuk merupakan granitoid tipe-S. Batuan beku pada periode magmatik Kapur memiliki afinitas seri kalk-alkali K-tinggi hingga toleitik dan batuan granitoid yang terbentuk merupakan granitoid tipe-I dan tipe-S. Batuan beku pada periode magmatik Eosen - Miosen memiliki afinitas seri kalk-alkali dan batuan granitoid yang terbentuk merupakan granitoid tipe-I. Batuan beku pada periode magmatik Pliosen memiliki

Pada periode magmatik Eosen – Miosen, batuan beku di daerah penelitian terbentuk pada tatanan active continental margin. Proses pembentukan batuan beku pada periode magmatik ini berhubungan dengan proses subduksi yang membentuk sabuk magmatik di pulau Kalimantan. Salah satu produk penting dari proses tersebut adalah Intrusi Sintang yang tersebar secara luas di daerah penelitian. Proses subduksi pada periode Eosen – Oligosen melibatkan pergerakan blok kontinental Luconia ke arah tenggara dan mengakibatkan subduksi pada lempeng Laut Cina Selatan dengan 425

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA afinitas seri toleitik dan tidak memiliki batuan granitoid.

tektonik yang berhubungan dengan proses subduksi dan kolisi, yaitu pada active continental margin. Batuan beku pada periode magmatik Eosen – Miosen terbentuk pada tatanan tektonik yang berhubungan dengan proses subsuksi, yaitu pada active continental margin. Sedangkan batuan beku pada periode magmatik Pliosen terbentuk pada tatanan tektonik yang berhubungan dengan proses perenggangan (rifting) akibat proses subduksi, yaitu pada continental rift zone.

2. Batuan beku dari masing-masing periode magmatik terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda-beda dan telah mengalami perkembangan. Batuan beku pada periode magmatik Perm – Trias terbentuk pada tatanan tektonik yang berhubungan dengan proses subduksi dan kolisi, yaitu pada active continental margin. Batuan beku pada periode magmatik Kapur terbentuk pada tananan

DAFTAR PUSTAKA Amiruddin. 2009. Cretaceous Orogenic Granite Belts, Kalimantan, Indonesia. JSDG, Geoscience, Vol. 19, No. 3, p:167-176. Castillo, P.R. 2006. An Overview of Adakite Petrogenesis. Chinese Science Bulletin Vol.51 Issue.3, Sprigger, p:257-268. Hall, R. dan G. Nichols, 2002. Cenozoic Sedimentation and Tectonics in Borneo : Climatic Influences on Orogenesis. The Geological Society of London Hartono, H.M.S. 1983. Summary of Tectonic Development of Kalimantan and Adjacent Areas. Energy, Pergamon Press Ltd.Vol. 10, No. 3/4, p:341-352. Rollinson, H. 1993. Using Geochemical Data : Evaluation, Presentatation, Interpretation. Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd, Singapore. Rusmana, E., R.P. Langford, F. de Keyser dan D.S. Trail, 1993. Peta Geologi Lembar Sambas/Siluas, Kalimantan Skala 1:250.00. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Soeria-Atmadja, R., D. Noeradi dan B. Priadi, 1999. Cenozoic Magmatism in Kalimantan and Its Related Geodynamic Evolution. Journal of Asians Earth Sciences, Vol.17, Elsevier Science Ltd., p.25-45. Supriatna, S., U. Margono, Sutrisno, F.de Keyser, R.P. Langford dan D.S. Trail, 1993. Peta Geologi Lembar Sanggau, Kalimantan Skala 1:250.00. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Surata, M., O. Suksiano, M. Pratomo dan Supriyadi, 2010. Discovery and Its Genetic Relationship of Bauxite Deposit in Mempawah and Landak Regency West Kalimantan Province. Proceeding Book of Kalimantan Coal and Mineral Resources, Balikpapan. Suwarna, N., Sutrisno, F. de Keyser, R.P. Langford dan D.S. Trail, 1993. Peta Geologi Lembar Singkawang, Kalimantan Skala 1:250.00. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

426

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. 1 A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam. Verhoogen, J., I.S.E. Carmichael dan F.J. Turner. 1974. Igneous Petrology. McGraw-Hill Inc., New York. Williams, H., F. J. Turner dan C.M. Gilbert. 1982. Petrography : An Introduction the Study of Rocks in Thin Section 2nd Edition. W. H. Freeman & Co. Williams, P. R., C. R. Johnston, R. A. Almond dan W. H. Simamora. 1988. Cretaceous to Early Tertiary Structural Elements of West Kalimantan. Tectonophysics, No. 148, Elsvier Science Publisher B.V., Amsterdam, p.279-297. Wilson, M. 1989. Igneous Petrogenesis. Harper Collins Academic, Hammersmith, London. Winter, J.D. 2001. Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. Prentice-Hall Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

427

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

TABEL Tabel 1. Rangkuman komposisi mineral hasil analisis petrografi di daerah penelitian No Kode Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

120309-03 120728-09 I 120728-09 II 120728-11A 120728-12 I 120728-12 II 120728-12 III 120729-04B 120801-04 140820-01 120728-08 120801-02 120309-09 120728-01 I 120728-01 II 120728-05 120305-01 120308-08 120309-10 120310-08 120310-09 120305-06 120730-03 I 120730-03 II 120308-09 120308-15

Formasi Volkanik Niut Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Intrusi Sintang Granit Pueh Volkanik Raya Volkanik Raya Volkanik Raya Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granodiorit Mensibau Granit Laur Volkanik Sekadau Volkanik Sekadau Kompleks Embuoi Kompleks Embuoi

Kuarsa 38 51 34 36 44 43 40 5 34 31 42 43 28 40 42 46 50 45 50

Plagioklas 5 51 30 16 22 18 22 18 40 25 13 17 26 42 43 28 30 56 10 28 33 35 60 55 12 26

Ortoklas 38 26 26 10 10 16 10 32 12 35 12

Komposisi (%) Hornblenda Piroksen Biotit 15 11 14 12 14 12 10 12 10 7 14 6 6 6 10 14 10 12 10 12 5 18 10 10 13 6 15 15 20 13 12

428

Muskovit 11 -

M Dasar 80 68 60 76 67 68 25 25 -

M. Opak 5 4 4 -

Xenolith 10 -

Nama Petrografis Basal Granodiorit Granodiorit Granit Granit Granit Basal Basal Granodiorit Granit Basal Basal Basal Granodiorit Granodiorit Granodiorit Granodiorit Granodiorit Granit Granodiorit Granodiorit Granodiorit Basal Basal Granit Granodiorit

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

GAMBAR

Gambar 1. Ruang lingkup wilayah penelitian

Gambar 2. Peta geologi regional Kalimantan Baratlaut (Suwarna dkk., 1993 dengan modifikasi) dan persebaran sampel

429

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Kenampakan petrografis (a) sampel A dari Kompleks Embuoi yang mewakili periode magmatik Perm – Trias (b) sampel B dari Granodiorit Mensibau yang mewakili periode magmatik Kapur (c) sampel C dari Intrusi Sintang yang mewakili periode magmatik Eosen – Miosen dan (d) sampel D dari Volkanik Niut yang mewakili periode magmatik Pliosen

Gambar 4. Diagram Harker analisis kristalisasi fraksinasi

430

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Diagram analisis afinitas magma. Diagram: a) MacDonald, 1968 dalam Winter, 2001. b) Pecerrillo dan Taylor, 1976 dalam Rolinson, 1993. c) Mayashiro, 1974 dalam Winter, 2001. d) Diagram AFM

Gambar 6. Diagram tatanan tektonik batuan granitoid di daerah Singkawang dan sekitarnya (Pearce dkk., 1984 dalam Winter, 2001)

Gambar 7. Diagram tatanan tektonik batuan beku volkanik basaltik di daerah Singkawang dan sekitarnya (a) Mullen (1983 dalam Winter, 2001). (b) Pearce, 1982 dan Coish dkk., 1986 dalam Winter, 2001. 431

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 8. Diagram perbandingan Y vs. Sr/Y pada batuan beku di daerah Singkawang dan sekitarnya (Defant dan Drummond, 1990)

Gambar 9. Model interpretasi pembentukan batuan beku di daerah penelitian

432