STUDI PETROLOGI DAN GEOKIMIA BATUAN METAMORF JALUR SUNGAI MUNCAR

Download 7 Okt 2016 ... SARI. Batuan metamorf merupakan batuan yang penyebarannya terbatas di dunia dan menarik untuk diteliti karena dapat memberik...

0 downloads 392 Views 3MB Size
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

STUDI PETROLOGI DAN GEOKIMIA BATUAN METAMORF JALUR SUNGAI MUNCAR, DESA SEBORO, KECAMATAN SADANG, KABUPATEN KEBUMEN, PROVINSI JAWA TENGAH Aloysius Andrianto Saputro1* Nugroho Imam Setiawan1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, Tel. 0274-513668 *Email : [email protected]

SARI Batuan metamorf merupakan batuan yang penyebarannya terbatas di dunia dan menarik untuk diteliti karena dapat memberikan informasi mengenai sejarah geologi di daerah tersebut, terutama dalam segi evolusi metamorf dan batuan asal dari batuan metamorf. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki keterdapatan batuan metamorf adalah Sungai Muncar yang berada dalam Komplek Luk Ulo, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Batuan metamorf yang ditemukan sepanjang Sungai Muncar memiliki variasi mulai dari batuan metamorf tekanan rendah hingga tekanan tinggi. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis petrografi dan geokimia yang dilakukan pada sampel float batuan metamorf yang diambil secara sistematis sepanjang Sungai Muncar.Dari hasil analisis petrografi, didapatkan variasi fasies batuan metamorf yang cukup beragam, yaitu fasies sekis hijau (sekis kuarsa-klorit), fasies amfibolit (amfibolit garnet dan amfibolit epidot-turmalin), fasies sekis biru (glaukofanit epidot, glaukofanit garnet dan glaukofanit turmalin), dan fasies eklogit (eklogit fengit dan eklogit turmalin). Variasi fasies tersebut menunjukan bahwa batuan metamorf di Sungai Muncar merupakan batuan metamorf dengan tipe metamorfisme orogenik yang terjadi akibat proses subduksi. Dari analisis geokimia yang dilakukan pada sampel eklogit turmalin, glaukofanit turmalin, dan amfibolit epidot-turmalin didapatkan jenis batuan asal berupa andesit basalt dan sub-alkaline basalt pada tatanan tektonik MORB, sedangkan pada sampel eklogit fengit didapatkan batuan asal alkali basalt yang berasal dari tatanan tektonik within plate basalt (OIB). Kata kunci : petrologi,geokimia,batuan metamorf, Sungai Muncar, fasiesbatuan metamorf, subduksi, MORB, within plate basalt.

I.

metamorf bertekanan rendah hingga batuan metamorf bertekanan tinggi. Kehadiran batuan metamorf bertekanan rendah hingga tinggi pada suatu daerah memberikan arti penting untuk mempelajari sejarah geologi di suatu daerah. Lokasi penelitian ini berupa jalur sungai yang bersifat dinamis, hal ini dikarenakan sampel penelitian berupa batuan metamorf yang bersifat float, sehingga data batuan yang didapatkan di sungai tersebut dapat berubah dan bertambah dikarenakan oleh proses eksogenik.

PENDAHULUAN Batuan metamorf di Indonesia muncul di tempat tertentu seperti Daerah Komplek Luk Ulo (Jawa Tengah), Komplek Meratus (Kalimantan Selatan), Komplek Bantimala dan Barru (Sulawesi Selatan). Salah satu daerah yang menarik untuk diteliti adalah Daerah Komplek Luk Ulo di daerah Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Terdapat beberapa aliran sungai kecil pada Komplek Luk Ulo yang menuju ke arah Sungai Luk Ulo, di sungai-sungai tersebut banyak ditemukan bongkahan maupun singkapan batuan metamorf yang bervariasi.Jalur Sungai Muncar sendiri memiliki variasi batuan metamorf yang cukup melimpah, dari batuan

Makalah ini akan menjelaskan mengenai penentuan batuan asal dan tatanan tektonik yang dilakukan berdasarkan analisis petrografi dan geokimia batuan metamorf. Hasil tersebut dapat menjadi kontribusi 512

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA terhadap penentuan sejarah geologi di Daerah Karangsambung.

II.

petrografi dan geokimia. Dan yang terakhir adalah tahap penyusunan makalah. Penelitian ini menggunakan sampel batuan metamorf yang diambil secara sistematis sepanjang Sungai Muncar, setelah itu dilakukan analisis petrografi pada 35 sayatan tipis batuan dan analisis geokimia pada 4 sampel batuan. Penentuan jenis mineral dalam sayatan tipis mengacu pada Kerr dkk. (1977) dan Nesse (2013).

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Miyazaki dkk. (1998) mengemukakan bahwa pada Daerah Karangsambung ditemukan batuan blok tektonik yang berasosiasi dengan rekahan serpentinit, batuan blok tektonik tersebut muncul sepanjang Sungai Muncar diantara batuan sekis derajat rendah dan batuan sedimen. Litologi dari blok tektonik tersebut berupa garnet amfibolit, eklogit, lawsonit eklogit, glaukofanit, dan batuan jadeit-glaukofankuarsa. Daerah penelitian sendiri termasuk dalam Komplek Mélange Luk Ulo yang tersusun oleh batuan-batuan Pra-Tersier di Karangsambung. Komplek ini terdiri dari bermacam ukuran blok-blok batuan beku basaltik (gabro dan basalt), batuan sedimen pelagik-hemipelagik (Greywacke dan rijang), dan batuan metamorf (batuan metamorf bertekanan rendah hingga tinggi seperti filit, sekis kuarsa-mika, marmer, sekis biru, batuan jadeit-kuarsa-glaukofan dan eklogit) yang bercampur karena proses tektonik pada matrik batuan pelitik (serpih hitam dengan struktur yang khas yaitu terpotong oleh kekar-kekar gerus yang arahnya tidak beraturan) (Asikin dkk., 1974). Batuan dasar sungai Muncar sendiri merupakan lempung bersisik (Scaly clay) pada bagian hilir sungai, kemudian berubah menjadi rijang dan basalt pada bagian tengah jalur sungai, dan pada bagian hulu sungai didominasi oleh batuan dasar basalt.

III.

METODE DAN PENELITIAN

IV.

PERSEBARAN BATUAN METAMORF Batuan metamorf yang terdapat sepanjang Sungai Muncar dapat dikelompokkan dan ditentukan persebarannya berdasarkan fasies batuan metamorf (Gambar 1 dan 2). Dari metode perhitungan sampel batuan tiap STA diperoleh kelimpahan jenis batuan metamorf sepanjang Sungai Muncar. Yang pertama fasies sekis hijau memiliki kelimpahan yang cukup tinggi sepanjang Sungai Muncar dan ditemukan sebagai float sepanjang STA 1 hingga STA 21, kelimpahan fasies ini sekitar 2,7 % dari keseluruhan batuan tiap STA atau 30,0 % dari total batuan metamorfisme subduksi. Kemudian fasies amfibolit memiliki kelimpahan yang sangat tinggi sepanjang Sungai Muncar dan ditemukan sebagai float sepanjang STA 1 hingga STA 21, kelimpahan fasies ini sekitar 6,0 % dari keseluruhan batuan tiap STA atau 59,4 % dari total batuan metamorfisme subduksi. Kemudian fasies sekis biru memiliki kelimpahan yang rendah sepanjang Sungai Muncar dan ditemukan sebagai float sepanjang STA 7 hingga STA 20, kelimpahan fasies ini sekitar 2,0 % dari keseluruhan batuan tiap STA atau 8,7 % dari total batuan metamorfisme subduksi. Kemudian fasies eklogit memiliki kelimpahan yang sangat rendah sepanjang Sungai Muncar dan ditemukan sebagai float sepanjang STA 8 hingga STA 20, kelimpahan fasies ini sekitar 0,5 % dari keseluruhan batuan tiap STA atau 1,9 % dari total batuan metamorfisme subduksi. Batuan metamorf lain yang terdapat sepanjang Sungai Muncar antara lain, batuan metamorfisme kontak berupa kuarsit dan marmer yang memiliki kelimpahan yang cukup tinggi (3,4 dan 10,6 % dari total seluruh jenis batuan) dan ditemukan mulai

SAMPEL

Metode penelitian ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahapan observasi lapangan berupa pengamatan jumlah batuan dan pengambilan sampel batuan metamorf. Berikutnya adalah tahap preparasi data, yaitu preparasi sampel batuan metamorf untuk dilakukan analisis petrografi (dilakukan di laboratorium pusat Teknik Geologi FT UGM) dan analisis geokimia dengan metode ICP-AES dan ICP-MS (dilakukan di laboratorium ALS Geochemistry, Kamloops, Kanada). Tahapan berikutnya adalah analisis dan interpretasi dari data 513

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA dari hulu hingga hilir sungai. Kemudian batuan metamorf derajat rendah berupa zeolit memiliki kelimpahan yang tinggi (14,3 % dari total seluruh jenis batuan) dan ditemukan mulai dari hulu hingga hilir sungai. Yang terakhir yaitu serpentinit yang memiliki kelimpahan tinggi (16,3 % dari total seluruh jenis batuan) dan ditemukan mulai dari hulu hingga hilir sungai.

V.

glaukofanit fengit-garnet, glaukofanit garnet, glaukofanit turmalin dan sekis kuarsa-glaukofan. Mineral penyusun batuan yang melimpah adalah glaukofan. Mineral minor yang ditemukan dalam batuan adalah fengit, garnet, turmalin, mineral grup epidot, dan rutil. Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah klorit dan mineral opak. Terdapat juga granofels jadeit-kuarsaglaukofan yang dimasukkan dalam fasies sekis biru karena keterdapatan mineral glaukofan dan mineral jadeit (Gambar 3. f, g, h dan i).

PETROGRAFI DAN GEOKIMIA BATUAN Petrografi

Kelompok keempat adalah batuan metamorf eklogit yang keterdapatannya sedikit sepanjang Sungai Muncar, serta ditemukan secara setempat di bagian tengah jalur Sungai Muncar. Batuan yang ditemukan antara lain eklogit fengit, eklogit turmalin, dan granofels omfasit-epidot. Mineral penyusun batuan yang melimpah adalah omfasit, garnet, dan fengit. Mineral minor yang ditemukan dalam batuan adalah epidot, glaukofan, rutil, dan turmalin. Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah klorit dan mineral opak (Gambar 3. j, k, dan l).

Dari analisis data petrografi, maka batuan metamorf sepanjang Sungai Muncar dapat dibagi menjadi 8 kelompok berdasarkan kelimpahan mineral dan fasies batuan metamorf. Tabel kelimpahan mineral penyusun batuan metamorf dapat dilihat pada Tabel 1. Kelompok tersebut antara lain: Kelompok pertama adalah batuan metamorf sekis hijau yang ditemukan melimpah sepanjang Sungai Muncar. Batuan yang ditemukan antara lain sekis klorit, sekis kuarsa-klorit, sekis kuarsa, dan granofels muskovit-epidot. Mineral penyusun batuan yang melimpah adalah mineral-mineral klorit, kuarsa, epidot, dan muskovit (mineral-mineral penciri fasies sekis hijau). Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah kalsit, mineral opak, dan serpentin (Gambar 3. a dan b).

Kelompok kelima adalah epidosit yang keterdapatannya sedikit dan terbatas sepanjang Sungai Muncar. Batuan yang ditemukan adalah epidosit garnet dan epidosit kuarsa. Mineral mayor penyusun batuan yang melimpah adalah mineral grup epidot. Mineral minor yang ditemukan adalah garnet dan kuarsa. Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah serpentin, klorit, dan mineral opak (Gambar 3. m).

Kelompok kedua adalah batuan metamorf amfibolit yang ditemukan melimpah sepanjang Sungai Muncar. Batuan yang ditemukan antara lain amfibolit epidot, amfibolit epidot-turmalin, amfibolit epidotgarnet, amfibolit garnet, dan amfibolit zoisit. Mineral penyusun batuan yang melimpah adalah hornblenda dan mineral grup epidot. Mineral minor dalam batuan yang ditemukan adalah garnet, turmalin, fengit, dan rutil. Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah klorit dan mineral opak (Gambar 3. c, d dan e).

Kelompok keenam adalah serpentinit yang ditemukan secara melimpah sepanjang Sungai Muncar. Mineral mayor penyusun batuan yang melimpah adalah serpentin (krisotil dan antigorit). Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah mineral opak, klorit, dan talk (Gambar 3. n). Kelompok ketujuh adalah batuan metamorf hornfelsik hasil metamorfisme kontak, kelompok ini ditemukan secara melimpah sepanjang Sungai Muncar. Mineral penyusun utama adalah kuarsa dan kalsit. Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah mineral opak (Gambar 3. o dan p).

Kelompok ketiga adalah batuan metamorf sekis biru yang keterdapatannya cukup melimpah sepanjang Sungai Muncar, namun ditemukan secara setempat di bagian tengah jalur Sungai Muncar. Batuan yang ditemukan antara lain glaukofanit epidot, 514

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA Kelompok kedelapan adalah kelompok batuan metamorf derajat rendah yaitu metagabro dan zeolit yang ditemukan cukup melimpah sepanjang Sungai Muncar. Mineral mayor penyusun batuan yang melimpah adalah epidot dan serpentin (metagabro), serta zeolit, kuarsa, dan kalsit (zeolit). Dan mineral sekunder yang ditemukan adalah mineral opak, klorit, dan mineral lempung (Gambar 3. q dan r).

Unsur-unsur yang dapat dianalisis dalam metode geokimia ICP-MS antara lain grup REE (La, Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb, Lu), kelompok HFSE (Th, U, Ce, Pb, Zr, Hf, Nb, dan Ta), kelompok LILE (Cs, Rb, Ba, dan Sr), dan unsur lain seperti Sn, W, dan Y. Unsur jejak yang melimpah dalam sampel batuan (diatas 100 ppm) antara lain Ba, Cr, Sr, dan V, sedangkan unsur Zr hanya melimpah pada sampel eklogit fengit saja. Kemudian unsur yang lain memiliki nilai yang rendah yaitu dibawah 100 ppm. Terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada sampel batuan eklogit fengit, dimana pada sampel tersebut nilai Ce, La, Nb, Nd, dan Rb memiliki perbedaan nilai yang cukup tinggi dibandingkan ketiga sampel lainnya. Sedangkan unsur lainnya memiliki rentang perbedaan nilai yang tidak terlalu signifikan diantara keempat sampel tersebut.

Geokimia Data geokimia dalam penelitian ini didapatkan dengan metode geokimia ICPAES (untuk unsur mayor) dan ICP-MS (untuk unsur jejak) yang dilakukan di Laboratorium ALS Minerals, Kamloops, Kanada. Tabel hasil analisis geokimia (oksida utama dan unsur jejak) dapat dilihat pada Tabel 2. Dari data 4 sampel batuan terlihat bahwa unsur oksida yang domian adalah SiO2 (presentase diatas 43,3 % hingga 49,5 %), kemudian unsur Al2O3 dan Fe2O3 (presentase 9,7 % hingga 15,0 %). Unsur CaO dalam batuan memiliki presentase sedang (7,8 % hingga 9,5 %), namun terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada sampel glaukofanit turmalin dimana unsur CaO sangat sedikit (1,5 %). Unsur MgO memiliki presentase yang cukup sedang pada sampel batuan eklogit turmalin, glaukofanit turmalin, dan amfibolit turmalin (9,1 % hingga 14,5 %), namun pada sampel eklogit fengit memiliki presentase yang rendah (3,8 %). Unsur Na2O memiliki presentase yang rendah (3,3 % higga 4,6 %). Unsur-unsur seperti K2O, TiO2 dan P2O5 memiliki presentase yang rendah pada sampel eklogit fengit (1,5 % hingga 2,7 %), namun pada sampel eklogit turmalin, glaukofanit turmalin, dan amfibolit turmalin memiliki presentase yang sangat rendah (dibawah 1,0 %) Dan yang terakhir adalah unsur-unsur seperti Cr2O3, SrO, dan BaO memiliki presentase yang sangat rendah atau hampir 0,0 % (dibawah 0,1 %). Nilai LOI (lost of ignition) cukup rendah pada sampel eklogit fengit, eklogit turmalin, dan amfibolit turmalin (1,0 % hingga 3,5 %). Namun pada sampel glaukofanit turmalin nilai LOI termasuk cukup besar yaitu diatas 5,0 %, hal tersebut dikarenakan kondisi batuan yang sudah cukup lapuk, ditunjukan dengan munculnya mineral klorit.

VI.

PEMBAHASAN Penentuan batuan asal berdasarkan data analisis petrografi didasarkan pada himpunan dan asosiasi mineral dalam batuan. Dari empat fasies batuan metamorf didapatkan bahwa batuan asal berasal dari batuan metabasa, hal tersebut ditunjukan oleh asosiasi mineral dalam fasies sekis hijau, amfibolit, sekis biru, dan eklogit yang menunjukan asosiasi mineral yang berasal dari batuan metabasa (Butcher dkk., 2010). Mineral-mineral tersebut antara lain klorit, epidot, zoisit hornblenda, garnet, glaukofan, dan omfasit. Dari data geokimia batuan metamorf pada 4 sampel didapatkan juga batuan asal yang berasal dari batuan beku metabasa. Yang pertama dari diagram harker (Gambar 4) terlihat bahwa kandungan SiO2 tidak terlalu tinggi (46,0-51,0 %), kandungan Al2O3 dan Fe2O3 yang cukup tinggi (14,0-16,0 dan 10,0-15,0 %), serta kandungan CaO dan MgO yang tidak terlalu tinggi (8,0-10,0 dan 4,0-12,0 %). Kemudian dapat ditentukan batuan asal yang lebih khusus dari diagram diskriminan Zr/TiNb/Y (Winchester dan Floyd, 1977) (Gambar 5. a). Dari diagram tersebut didapatkan hasil 3 jenis batuan asal, yaitu: (1) batuan asal alkali basalt dari eklogit fengit; (2) batuan asal sub-alkaline basalt dari eklogit turmalin dan glaukofanit

515

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA turmalin; dan (3) batuan asal andesite basalt dari amfibolit epidot-turmalin. Kemudian penentuan tatanan tektonik didapatkan dari pengeplotan diagram diskriminan, diagram pola REE, dan diagram laba-laba. Dari pengeplotan diagram AFM (Gambar 5. b) didapatkan bahwa afinitas magma batuan asal metamorf berasal dari magma yang bersifat tholeiitic, yang menunjukan bahwa batuan berasal dari magma primitif (awal pembentukan vulkanisme) yang rendah akan kandungan K (Wilson, 1989).Dari hasil plot sampel batuan metamorf pada diagram Nb-Zr-Y (Meschede, 1986) (Gambar 5. c), didapatkan hasil tatanan tektonik within plate alkali basalts untuk sampel eklogit fengit, kemudian tatanan tektonik berupa NMORB didapatkan pada sampel glaukofanit turmalin dan amfibolit epidot-turmalin. Terdapat satu sampel batuan yang tidak masuk klasifikasi tatanan tektonik dalam diagram ini, yaitu sampel eklogit turmalin, plot sampel tersebut berada di batas EMORB. Dari hasil plot sampel batuan metamorf pada diagram Hf-Th-Ta (Wood, 1980) (Gambar 5. d), didapatkan hasil tatanan tektonik alkali within plate basalts untuk sampel eklogit fengit, tatanan tektonik berupa N-MORB didapatkan pada sampel glaukofanit turmalin dan amfibolit epidotturmalin, kemudian tatanan tektonik berupa E-MORB didapatkan pada sampel eklogit turmalin.

memilki nilai yang hampir sama. Dari diagram laba-laba dengan normalisasi primitive mantle (Sun dan McDonough, 1995) yang dibandingkan dengan tipe tatanan tektonik (Sun dan McDonough, 1989) (Gambar 6. b),didapatkan pola tatanan tektonik yang sama dengan normalisasi chondrite, yaitu OIB untuk sampel eklogit fengit dan N-MORB untuk sampel eklogit turmalin, glaukofanit turmalin, dan amfibolit epidot-turmalin. OIB menunjukan pola garis yang cenderung menurun, sedangkan NMORB menunjukan pola garis yang turun, kemudian naik, dan mendatar.

VII.

DISKUSI Mineral turmalin merupakan mineral yang dapat ditemukan pada batuan metamorf sebagai produk dari metasomatisme boron atau sebagai hasil rekristalisasi dari butiran detrital material sedimen (Deer dkk., 1992). Menurut Henry dan Guidotti (1985), turmalin pada batuan metamorf berasal dari batuan sedimen pelitik (mengandung boron) yang terbentuk pada proses metamorfisme, dimana boron tersebut berasal dari batuan sedimen argilaceous berukuran halus yang terkena kontak fluida (air laut) yang kemudian mengalami metasomatisme. Dari data geokimia terlihat bahwa sampel yang mengandung turmalin terbentuk pada tatanan tektonik MORB.Hal dimungkinkan dapat terjadi karena batuan beku basalt yang berasal dari MORB merupakan batuan penyusun lantai dasar samudera, dimana di bagian tersebut dapat terendapkan material sedimen berukuran halus yang kemudian akan bercampur dengan basalt pada saat subduksi berlangsung. Hal tersebut menyebabkan batuan beku basalt yang tersubduksi akan memiliki kandungan unsur boron yang akan membentuk mineral turmalin pada saat fase dekompresi batuan metamorf fasies eklogit. Sedangkan tidak terdapat interaksi antara material sedimen dengan basalt yang terbentuk pada within plate basalt, sehingga tidak ditemukan mineral turmalin pada batuan metamorf yang berasal dari tatanan tektonik tersebut.

Dari diagram pola REE dengan normalisasi chondrite (Sun dan McDonough, 1989) yang dibandingkan dengan tipe tatanan tektonik (Sun dan McDonough, 1989) (Gambar 6. a), didapatkan 2 jenis tatanan tektonik. Yang pertama adalah oceanic island basalt (OIB), lingkungan tektonik tersebut didapatkan pada sampel batuan eklogit fengit. Pola OIB menunjukan pola dimana unsur LREE (Light rare earth elements) mengalami pengkayaan dibandingkan dengan HREE (Heavy rare earth elements). Kemudian tatanan tektonik berikutnya adalah N-MORB, lingkungan tektonik tersebut didapatkan pada sampel batuan eklogit turmalin, glaukofanit turmalin, dan amfibolit epidot-turmalin. Pola N-MORB menunjukan pola dimana unsur LREE mengalami pengurangan/depleted dibandingkan dengan HREE yang relatif 516

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

VIII.

yang tinggi (80,4 % dari total batuan metamorf). 2. Batuan asal atau protolith dari batuan metamorf di daerah penelitian didominasi oleh batuan beku metabasa yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu batuan beku andesite basalt dan subalkaline basalt yang berasal dari tatanan tektonik MORB, serta alkali basalt yang berasal dari tatanan tektonik within plate basalt (OIB).

KESIMPULAN 1. Persebaran fasies metamorf sepanjang Sungai Muncar dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) fasies sekis hijau dan amfibolit yang memiliki persebaran dari hulu hingga hilir sungai, serta memiliki kelimpahan yang cukup tinggi (4,7 dan 10,5 % dari total batuan metamorf); (2) fasies sekis biru dan amfibolit yang memiliki persebaran hanya pada bagian tengah sungai, serta memiliki kelimpahan yang rendah (1,9 dan 0,5 % dari total batuan metamorf). Dengan tipe metamorfisme yang menyusun batuan metamorf tersebut adalah tipe metamorfisme orogenik, subduksi. Kemudian batuan metamorf lain (zeolit, kuarsit, marmer, dan serpentinit) memiliki persebaran dari hulu hingga hilir sungai, dan memiliki kelimpahan

IX.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh staff asisten Laboratorium Geologi Optik yang telah berbagi ilmu dan memberi masukan. Makalah ini merupakan bagian dari tugas akhir berupa skripsi yang didukung oleh dana hibah Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi Teori Tektonik Dunia yang Baru: PhD Thesis, Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan, 256 h. Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., Gafoer, S., 1992, Geological Map Kebumen, Central Java, Scale 1:100.000, Pusat Riset dan Pengembangan Geologi, Indonesia. Deer, W.A., Howie, R.A., Zussman, J., 1992, An Introduction to the Rock-Forming Minerals, 2nd Edition: Edinburg, Pearson UK, 912 p. Henry, D.J. dan Guidotti, C.V., 1985, Tourmaline as A Petrogenetic Indicator Mineral: An Example from The Staurolite-grade Metapelites of NW Maine, American Mineralogist, Vol. 70, h. 1-15. Irvine, T.N. dan Baragar, W.R.A., 1971, A guide to the chemical classification on the common volcanic rocks, Canadian Journal of Earth Sciences, Vol. 8, No. 5, h. 523-548. Kerr, P.F., 1977, Optical Mineralogy: New York, McGraw-Hill Inc, 492 h. McDonough, W.F. dan Sun, S.-s., 1989, Chemical And Isotopic Systematics Of Oceanic Basalts: Implications For Mantle Composition And Processes, in: Magmatism in the Ocean Basins, A.D. Saunders and M.J. Norry, eds.: Geological Society Special Publication, No. 42, h. 313345. McDonough, W.F. dan Sun, S.-s., 1995, The Composition of the Earth : Chemical Geology, Elsevier Science B.V., h. 223-253. Meschede, M., 1986, A method of discriminating between different types of mid-ocean ridge basalts and continental tholeiites with the Nb-Zr-Y diagram, Chemical Geology, Vol. 56, h. 207-218. Miyashiro, A., 1973. Metamorphism and Metamorphic Belt. The Gresham Press, Old Woking, Surrey, 492 h. 517

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA Miyazaki, K., Sopaheluwakan, J., Zulkarnain, I., dan Wakita, K., 1998, A Jadeite-quartz-glaucophane Rock From Karangsambung, Central Java, Indonesia: The Island Arc 7, h. 223-230. Nesse, W.D., 1987, Introduction to Optical Mineralogy Fourth Edition: New York, Oxford University Press, 361 h. Parkinson, C.D., Miyazaki, K., Wakita, K., Barber, A.J., Carswell, A., 1998, An Overview and Tectonic Synthesis of the pre-Tertiary Very-high-pressure Metamorphic and Associated Rocks of Java, Sulawesi and Kalimantan, Indonesia, The Island Arc, Vol. 7, h. 184-200. Setiawan, N.I., Osanai, Y., Nakano, N., Adachi, T., Yonemura, K., Yoshimoto, A., Setiadji, L.D., Mamma, K., dan Wahyudiono, J., 2012, Geochemical Characteristic of Metamorphic Rock From South Sulawesi, Central Java, South and West Kalimantan in Indonesia. Asian Engineering Journal Part C, Vol.3 No.1, h 107-125. Setiawan, N.I., Osanai, Y., Nakano, N., Adachi, T., Yonemura, K., Yoshimoto, J., dan Mamma, K., 2013, An Overview of Metamorphic Geology From Central Indonesia: Importance of South Sulawesi, Central Java and South-West Kalimantan Metamorphic Terranes: Bulletin of Graduate School of Social and Culture Studies, Kyusu Uniiversity, vol.19, h.39 – 55. Whitney, D.L., Evans, B.W., 2010, Abbreviations for Names of Rock-forming Minerals, American Mineralogists, Vol. 95, pp. 185-187. Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis, Dordrecht, Springer, 480 h. Winchester, J.A. dan Floyd, P.A., 1977, Geochemical Discrimination Of Different Magma Series And Their Differentiation Products Using Immobile Elements, Chemical Geology, Vol. 20, h. 325343. Winter, J., 2001. An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. Prentice-Hall, 738h. Wood, D.A., 1980, The Application Of A Th-Hf-Ta Diagram To Problems Of Tectonomagmatic Classification And To Establishing The Nature Of Crustal Contamination Of Basaltic Lavas Of The British Tertiary Volcanic Province, Earth and Planetary Science Letters, Vol. 50, h. 11-30.

518

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

TABEL Tabel 1. Representatif kelimpahan mineral dalam batuan metamorf sepanjang Sungai Muncar Komposisi No STA

No. Sampel

Nama petrografi

Fasies Grt Omp Tur

1 2

20 160528KSF6

Sekis hijau

Sekis kuarsa-klorit

Sekis hijau

3 20,2 160604KSF18B

Granofels muskovit-epidot

Sekis hijau

4

12 160504KSF07A

Epidosit garnet

Sekis hijau

5

7 150419KSF06G

Metagabro

Sekis hijau

6

8 160211KSF03J

Amfibolit epidot

Amfibolit

7

6 160328KSF01A

Sekis klorit

Amfibolit epidot-turmalin

Amfibolit

8

20 160528KSF4 9 160328KSF04A

Amfibolit epidot-garnet

Amfibolit

9

9 160328KSF04G

Amfibolit garnet

Amfibolit

10

9 160328KSF04H

Amfibolit zoisit

Amfibolit

11

10 160504KSF05K

Glaukofanit epidot

Sekis biru

12

12 160504KSF07E

Glaukofanit fengit-garnet

Sekis biru

13 20,3 160604KSF18C

Glaukofanit garnet

Sekis biru

14

Glaukofanit turmalin

Sekis biru

Sekis kuarsa–glaukofan

Sekis biru

Granofels jadeit-kuarsa-glaukofan

Sekis biru

18 160604KSF20C

15

8 160527KSF2

16

20 150418KSF02B

17

8 160211KSF03E

Eklogit fengit

Eklogit

18 20,2 160604KSF18A

Eklogit turmalin

Eklogit

19

10 160504KSF05I

Granofels omfasit-epidot

Eklogit

20

9 160328KSF04E

Kuarsit

Hornfels

21

1 160505KSF17C

Marmer

Hornfels

22

8 160211KSF03G

Serpentinit

Serpentinit

23

2 160505KS16A

Zeolit

Zeolit

Keterangan: = melimpah (>30 %) = tidak hadir

= umum (20 – 30 %)

Ph

Mineral mayor Ep Zo Jd

Gln

Hbl Ms

= sedang (10 – 20 %) 519

Srp

Rt

Ttn

Mineral minor Pl Zeo Qz

= jarang (5 – 10 %)

Mineral sekunder Cpx Chl Opq Clay Cal Tlc

= sangat jarang (< 5 %)

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA Tabel 2. Tabel hasil analisis geokimia pada 4 sampel batuan metamorf Sungai Muncar

520

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

GAMBAR

Gambar 1. Peta geologi regional daerah penelitian (Asikin dkk., 1974) dan peta lintasan daerah penelitian.

521

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Diagram persebaran batuan (batuan beku, sedimen, dan metamorf) tiap STA di daerah penelitian.

522

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2 (lanjutan). Diagram persebaran batuan (batuan beku, sedimen, dan metamorf) tiap STA di daerah penelitian.

523

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(b) Granofels muskovit-

(a) Sekis kuarsa-klorit

Opq

epidot

Cal

Chl

Qz

Hbl Ep

Zo

Ms

Chl

Ep

Qz

1 mm

1 mm

(c) Amfibolit epidot

(d) Amfibolit epidot-turmalin

Hbl

Hbl Rt

Ep

Hbl Rt Chl Ep

Ph

Tur

Hbl

1 mm

1 mm epidot (f) Glaukofanit

(e) Amfibolit epidot-garnet

Rt

Grt

Chl

Rt

Ph Hbl

Chl

Ep

Grt Ep

Ph Gln

Hbl

1 mm

1 mm

Gambar 3. Gambar mikroskopis sayatan petrografi batuan: (a) Sekis kuarsa-klorit dengan komposisi mineral kuarsa, klorit, epidot, dan kalsit; (b) Granofels muskovit-epidot dengan komposisi mineral muskovit, epidot, zoisit, klorit, dan mineral opak; (c) Amfibolit epidot dengan komposisi mineral hornblenda, epidot, fengit, dan rutil; (d) Amfibolit epidot-turmalin dengan komposisi mineral hornblenda, epidot, klorit, turmalin, dan klorit; (e) Amfibolit epidot-garnet dengan komposisi mineral hornblenda, epidot, fengit, klorit, garnet, dan rutil; (f) Glaukofanit epidot dengan komposisi mineral glaukofan, fengit, epidot, garnet, dan rutil.

524

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(h) Glaukofanit turmalin

(g) Glaukofanit garnet

Gl n

Ph Gln

Ph Ep

Rt

Grt

Tur

Chl Rt

1 mm (i) Sekis kuarsa-glaukofan

Ep

1 mm

Chl

(j) Eklogit fengit

Ep

Cal

Opq

Gln

Omp Ph

Gln Pl Grt Qz

1 mm

1 mm

(k) Eklogit turmalin

Tur

(l) Granofels omfasit-epidot

Rt Omp

Omp Ep

Grt

Ph

Ph

Ttn

1 mm

1 mm

Opq

Pl

Gambar 3 (lanjutan). Gambar mikroskopis sayatan petrografi batuan: (g) Glaukofanit garnet dengan komposisi mineral glaukofan, epidot, fengit, garnet, klorit, dan rutil; (h) Glaukofanit turmalin dengan komposisi mineral glaukofan, turmalin, epidot, fengit, dan rutil; (i) Sekis kuarsa-glaukofan dengan komposisi mineral kuarsa, glaukofan, klorit, dan kalsit; (j) Eklogit fengit dengan komposisi mineral Omfasit, garnet, fengit, epidot, glaukofan, dan plagioklas sekunder; (k) Eklogit turmalin dengan komposisi mineral omfasit, garnet, fengit, turmalin, rutil, dan mineral opak; (l) Granofels omfasit-epidot dengan komposisi mineral omfasit, epidot, fengit, dan plagioklas sekunder.

525

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(m) Epidosit garnet

(n) Serpentinit Hem

Rt

Ep Grt

Ep

Srp

Zo

Srp Tlc Chl

1 mm

1 mm (p) Marmer

(o) Kuarsit

Cal Cal

Qz

Gr Qz

1mm

1mm (q) Metagabro

(r) Zeolit

Zo

Qz

Clay

Srp Cal Cpx

Zeo Zeo

Opq

Ep Opq

1 mm

1 mm

Gambar 3 (lanjutan). Gambar mikroskopis sayatan petrografi batuan: (m) Epidosit garnet dengan komposisi mineral epidot, zoisit, garnet, klorit, dan rutil; (n) Serpentinit dengan komposisi mineral Serpentin, talk, dan hematit; (o) Kuarsit dengan komposisi mineral kuarsa, kalsit dan grafit; (p) Marmer dengan komposisi mineral kalsit dan kuarsa; (q) Metagabro dengan komposisi mineral epidot, zoisit, epidot, serpentin, klinopiroksen, dan mineral opak; (r) Zeolit dengan komposisi mineral zeolit, mineral lempung, mineral opak, kalsit, dan kuarsa.

526

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Diagram harker dari batuan metabasa di daerah penelitian. Diagram ini menggunakan plot SiO2 pada sumbu x dan oksida mayor lain pada sumbu y.

527

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Plot diskriminan diagram batuan metamorf dari protolith batuan metabasa. (a) Plot pada diagram Zr/Ti dan Nb/Y (Winchester dan Floyd, 1977), didapatkan batuan asal berupa andesit basalt, subalkaline basalt, dan alkali basalt; (b) Plot pada diagram AFM (Irvine dan Baragar, 1971), didapatkan afinitas asal magma yang tholeiitic; (c) Plot pada diagram Nb-Zr-Y (Meschede, 1986), didapatkan tatanan tektonik berupa within plate basalt dan N-MORB sedangkan 1 sampel lainnya tidak terklasifikasikan pada diagram ini; (d) Plot pada diagram Hf-Th-Ta (Wood, 1980), didapatkan tatanan tektonik berupa within plate basalt, E-MORB, dan N-MORB.

528

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 6. Plot diagram pola REE dan laba-laba batuan metamorf dari protolith batuan metabasa. (a) Plot pada diagram pola REE dengan normalisasi chondrite (Sun dan McDonough, 1989), didapatkan pola unsur REE yang mirip dengan tatanan tektonik OIB dan N-MORB; (b) Plot pada diagram laba-laba dengan normalisasi primordial mantle (Sun dan McDonough, 1995), didapatkan pola unsur yang mirip dengan tatanan tektonik OIB dan N-MORB.

529