STUDI PEMANFAATAN POTENSI BIOMASS DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI

Download JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. ... Abstrak—Banyaknya sampah organik di lingkungan ITS, ... bahwa briket dengan bahan baku sampah organik ...

0 downloads 505 Views 353KB Size
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

1

Studi Pemanfaatan Potensi Biomass Dari Sampah Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Briket) Dalam Mendukung Program Eco-Campus Di ITS Surabaya Kharis Akbar Rafsanjani, Ir. Sarwono, MM., Ir. Ronny Dwi Noriyanti, M.Kes. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

Abstrak—Banyaknya sampah organik di lingkungan ITS, berupa sampah daun dan juga limbah eceng gondok. Dengan kondisi demikian maka perlu dilakukan penelitian untuk menanggulangi jumlah sampah yang semakin meningkat menjadi bahan bakar alternatif (briket). Metodologi yang dilakukan ada tiga tahap, yakni pre-treatment bahan (pengeringan, pencacahan bahan, penggilingan dan penyaringan bahan dengan ukuran partikel 120Mesh), setelah itu tahap pembuatan/pencetakan briket (dengan tekanan kompaksi 100kg/cm2) dan yang terakhir tahap pengujian (uji proximate, eksperimental dan analisa ekonomi). Hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan briket terbaik berdasarkan uji proximate dengan nilai kalor tertinggi terjadi pada briket jenis E1D4 dengan nilai kalor 4.348kal/gr. Sedangkan berdasarkan uji eksperimental briket terbaik terjadi pada briket jenis E3D2 dengan waktu nyala terlama 53menit dengan laju pembakaran rata-rata yang lebih minimum dari pada briket jenis lainnya yakni sebesar 0,04gram/menit. Karakteristik briket dengan hasil tersebut dapat direkomendasikan untuk bahan bakar bagi masyarakat di pedesaan yang biasanya menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan memasak dan juga trauma akan penggunaan LPG. Kata kunci: sampah organik, nilai kalor, uji proximate, eksperimental.

I. PENDAHULUAN

I

nstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menempati area seluas 180 hektare, di kampus ini terlihat hijau dan rindang karena banyak sekali pohon-pohon peneduh antara lain pohon Angsana, Mahoni, Glodokan, dan masih banyak jenis pohon lainya yang dalam setiap harinya selalu menggugurkan daunnya. Tidak hanya itu, di area ITS juga dikelilingi dengan sungai yang memanjang sehingga terlihat lebih alami, namun banyak ditemukan tanaman pengganggu eceng gondok yang pertumbuhannya sangat cepat. Ditinjau dari aspek lain ternyata di kampus teknologi ini terkenal dengan aktivitas mahasiswa yang sangat padat mulai dari tugas kuliah hingga banyaknya kegiatan besar yang sering diadakan mahasiswa di setiap jurusan sehingga potensi adanya sampah anorganik yang dihasilkan juga sangat banyak. Dengan kondisi ITS yang seperti itu berdasarkan hasil survey lapangan dan interview dengan Bapak Roki petugas kebersihan ITS dan salah satu karyawan BAUK bahwa total

produksi sampah yang mampu diangkut dengan mobil bak sampah dalam sehari mencapai 4,8 m3 setara dengan 480,6 kg, dan dari sampah jenis organik yang mampu diproduksi ITS sebesar 1,1 m3 setara dengan 35,6 kg perhari, sehingga dalam sebulan ITS mampu memproduksi sampah organik sebesar 1,07 ton. Selain itu juga pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat sekitar 3% perhari membuat petugas kebersihan harus bekerja membersihkan tanaman pengganggu tersebut setiap dua hari sekali. Eceng gondok merupakan tanaman pengganggu sehingga jika tidak dibersihkan maka akan terjadi endapan dan mengakibatkan pendangkalan pada sungai dan jika musim hujan rawan terjadinya banjir. Dari banyaknya sampah yang mampu diproduksi ITS, semuanya dibuang secara langsung tanpa adanya pemilahan sampah untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat. Berdasarkan hasil survey di lapangan bahwa pusat pembuangan sampah di ITS ada dua, yakni untuk sampah di setiap jurusan baik jenis organik maupun sampah hasil kegiatan ormawa semuanya dibuang secara terpusat di Depo pembuangan sementara (belakang ITS), dan yang kedua untuk sampah jenis organik yang dihasilkan murni dari pohon-pohon diluar jurusan dibuang di belakang gedung robotika, sehingga terjadi penumpukan sampah organik. Sedangkan sampah organik dari eceng gondok dibuang ditepi sungai sehingga areal di sekitar sungai terlihat kumuh.

Gambar 1. Tumpukan sampah organik di belakang gedung Robotika

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

2 B. Potensi sebagai bahan bakar

Gambar 3. Tumpukan sampah organik eceng gondok di tepi sungai

Sampah organik yang ada di ITS ini selain bisa dimanfaatkan sebagai kompos juga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar alternatif (briket). Briket merupakan bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah organik yang memiliki nilai kalor bervariasi tergantung bahan baku yang digunakan. Berdasarkan penelitian tugas akhir sebelumnya bahwa briket dengan bahan baku sampah organik daun dan ranting dapat menghasilkan nilai kalor sebesar 4184,78 kal/gr dengan komposisi perbandingan daun dan ranting 2:3 [1]. Sedangkan untuk briket dengan bahan baku murni enceng gondok berdasarkan penelitian sebelumnya menghasilkan nilai kalor sebesar 3207 kal/gr dengan komposisi murni eceng gondok [2]. Oleh karena itu, berdasarkan banyaknya sampah organik berupa daun dan eceng gondok yang diproduksi setiap harinya di ITS maka kedua bahan baku dari sampah organik tersebut bisa dicampur untuk dijadikan bahan bakar alternatif (briket) dengan adanya variasi komposisi untuk mendapatkan karakteristik pembakaran terbaik. Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan karakteristik briket terbaik berdasarkan uji proximate yang meliputi kadar air, kadar volatile, kadar abu, fixed crbon dan nilai kalor. Selain itu menentukan kualitas briket berdasarkan uji eksperimental yang meliputi waktu nyala, perubahan massa tiap satuan waktu dan laju pembakaran. Briket yang diuji menggunakan variasi komposisi bahan eceng gondok dan daun dengan perbandingan 1:4, 2:3, 3:2, 4:1 dan 1:1.

Selain dimanfaatkan sebagai kompos, sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, seperti biogas dan briket. Sampah organik memiliki dampak yang besar terhadap global warming. Dengan dijadikan bahan bakar padat seperti briket, maka gas metan yang merupakan memiliki dampak negatif terhadap global warming, maka pada saat terjadi pembakaran gas metan (CH4) tersebut akan berubah menjadi gas CO2 dan energi panas yang dapat dimanfaatkan sebagai pemanas untuk memasak ataupun kebutuhan skala industri. Persamaan pembakaran: CxHy + O2  CO2 + H2O + panas Sehingga jika terjadi pembakaran CH4, maka: CH4 + O2  CO2 + H2O + panas Pada hasil reaksi kimia yang terjadi tersebut, mampu meminimalisasi terjadinya kontribusi terhadap global warming, karena gas metan tersebut telah menjadi gas karbon dioksida dan uap air serta menghasilkan energi panas yang dapat dimanfaatkan untuk kebtuhan sehari-hari maupun kebutuhan industri [10]. C. Tanaman Eceng Gondok Enceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Pertumbuhan enceng gondok yang sangat cepat (3% per hari) menimbulkan berbagai masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka (Soemarwoto, 1977).

II. URAIAN PENELITIAN A. Sampah Organik Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik,sebesar 60 – 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%. Sampah memiliki potensi untuk memberi sumbangan terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca, peristiwa ini terjadi pada penumpukan sampah tanpa diolah yang melepaskan gas metan/methane (CH4). Manusia dalam setiap kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah memiliki daya dukung yang besar terhadap emisi gas rumah kaca yaitu gas metan (CH4). Gas CH4 memiliki potensi merusak 20 kali lebih besar dari gas CO2 [10] terhadap global warming.

Gambar 4. Tanaman eceng gondok

Eceng gondok memiliki kandungan air yang sangat besar hingga 90% dari berat tanaman sebenarnya. Dalam 10kg eceng gondok setelah dikeringkan beratnya hanya 1kg [3]. Akan tetapi eceng gondok memiliki nilai kadar karbon yang cukup bagus untuk dimanfaatkan sebagai briket.

Tabel 1. kandungan tanaman eceng gondok

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Keadaan bahan Basah

Kering

Kandungan kadar air protein kasar serat kasar lemak kadar abu vortex dan mineral

prosentase(%) 90 13.03 20.6 1.1 23.8 41.47

D. Pembriketan Dalam pembriketan ada beberapa tahapan agar briket mendapatkan hasil yang maksimal: - Pengeringan bahan - Penggilingan - Pencampuran bahan perekat Penentuan bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket ketika dibakar dan dinyalakan. - Pencampuran adonan Untuk keperluan sendiri, pencampuran adonan arang dan perekat cukup dengan kedua tangan disertai alat pengaduk kayu atau logam. Namun, jika jumlah briket diproduksi cukup besar, kehadiran mesin pengaduk adonan sangat dibutuhkan untuk mempermudah pencampuran. - Pengepresan Pencetakan bertujuan untuk memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Dengan kata lain, pencetak briket akan memperbaiki penampilan dan mengangkat nilai jualnya. Oleh karena itu bentuk ketahanan briket yang diinginkan tergantung dari alat pencetak yang digunakan. - Pengeringan briket Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan mengeraskannya hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya, dikenal 2 metode pengeringan, yakni penjemuran dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven.

3 Bahan baku ini untuk sampah daun sampel yang diambil berasal dari belakang gedung robotika dan untuk eceng gondok sampel yang diambil berasal dari sungai yang ada di ITS. Dan masing-masing membutuhkan bahan 2,5kg-3kg. - Pengeringan bahan Pada tahap ini bahan yang sudah dikumpulkan di potong kecil-kecil terlebih dahulu setelah itu dimasukkan kedalam oven.

Gambar 5. Proses pengeringan

- Pencacahan bahan Pencacahan ini dilakukan setelah keluar dari oven, dan untuk pengigilingan dimesin giling ini sendiri dilakukan perulangan sebanyak tiga kali giling hingga didapatkan hasil yang paling halus dan setara ukuran tepung terigu.

Gambar 6. Proses penggilingan

- Penyaringan bahan Pada tahap ini merupakan tahap yang paling lama setelah pengeringan bahan. Mesin crusher bertingkat ini merupakan mesin ayakan yang terdiri dari beberapa saringan ukuran partikel yang tersusun secara vertikal. ukuran partikel bahan yang digunakan adalah 120 Mesh

III. PETUNJUK TAMBAHAN A. Tahap persiapan yakni meneliti kembali data lapangan mengenai limbah sampah organik di ITS agar didapatkan data mengenai ketersediaan bahan baku, studi literatur juga dilakukan dalam mempelajari ilmu mengenai briket, cara pembuatan briket, pengaruh pre-treatment bahan serta karakteristik pembakaran pada bahan bakar padat (briket), selain itu juga dilakukan persiapan alat berupa mesin penggiling, crusher bertingkat, oven, furnace, bomb calorimeter dan dalam penelitian tugas akhir ini dilakukan dilaboratorium utilitas yang ada di D3 Teknik Kimia ITS sedangkan untuk uji kalori dilakukan di Gedung Robotika. B. pre-treatment bahan - Pengumpulan bahan baku

Gambar 7. Mesin crusher bertingkat (untuk mengayak)

- Analisa proximate bahan Setelah bahan baku melalui proses pre-treatment, langkah selanjutnya melakukan uji proximate yang meliputi uji kadar air, vollatile matter, kadar abu, fixed carbon dan nilai kalor.

C. Proses Pembuatan Briket Pada proses pembuatan briket ini dilakukan beberapa tahap yakni: - Menentukan komposisi bahan sesuai dengan variasi yang telah ditentukan. Perbandingan eceng gondok dan daun yang diterapkan dalam penelitian ini adalah 1:1; 2:3; 3:2;

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1:4; 4:1. - Menentukan berat briket yang akan dibuat agar didapatkan hasil produk dengan berat yang sama. Dalam penelitian ini berat briket yang akan dicetak sebanyak 15gram. - Membuat perekat dengan kapasitas perekat sebesar 10%20% dari berat briket yang akan dicetak. - Setelah itu mencampurkan adonan setiap komposisi dengan perekat yang sudah dipanaskan dengan air dan telah mengental. - Kemudian adonan dimasukkan ke mesin press hidrolik sebanyak 15gr/briketnya. Dan ditekan dengan kekuatan tekan 100kg/cm2. - Setelah semua briket sudah dicetak maka briket tersebut dimasukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 6jam dengan suhu 1000C agar didapatkan hasil briket dengan kadar air yang rendah hingga dibawah 5%. - Produk siap untuk dilakukan pengujian.

4

1:1 2:3 3:2 4:1 1:4

IV. PRINSIP-PRINSIP PUBLIKASI A. Hasil pre-treatment bahan sebelum dibriketkan (keadaan awal bahan) Keadaan awal bahan ketika dilakukan perlakuan dan pengujian berdasarkan uji proximate didapatkan hasil seperti berikut: Tabel 2. Hasil uji proximate bahan sebelum dibriketkan

Sampel Eceng Gondok Daun Kadar Air 9.33% 10.26% Kadar Volatile 75.21% 80.52% Kadar Abu 12.96% 7.65% Fixed Carbon 2.50% 1.58% Nilai Kalor (kal/gr) 2,067 4,033

Analisa Proximate

75.13% 72.81% 65.39% 67.20% 78.64%

11.80% 14.33% 20.18% 18.42% 9.09%

8.62% 8.73% 10.64% 9.82% 8.55%

4,037 4,009 3,455 3,441 4,348

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak kandungan daun maka nilai kalornya semakin tinggi. Pada briket jenis E1D4 memiliki kadar air terendah dan nilai kalor tertinggi yakni 4,348kal/gram. C. Ketercapaian produk Pada penelitian ini hasilnya dibandingkan dengan standar yang dimiliki oleh 4 negara, SNI dan ESDM. Seperti pada tabel berikut: Tabel 4. Perbandingan dengan 4 negara, SNI dan ESDM No

D. Uji Analisa Uji analisa ini ada uji proximate (kadar air, kadar volatie, fixed carbon, kadar abu dan nilai kalor), uji eksperimental (waktu nyala, laju penurunan massa, laju pembakaran) dan analisa ekonomi produk.

4.45% 4.13% 3.78% 4.56% 3.72%

Sifat-sifat Briket

Jepang*

Inggris*

USA*

Permen ESDM

1 Kadar Air (%) 6-8 3-4 6 < 15 2 Kadar Zat Terbang (%) 15-30 16 19 Sesuai bahan baku 3 Kadar Abu (%) 3-6 8-10 18 < 10 4 Kadar Karbon Tetap (%) 60-80 75 58 Sesuai bahan baku 5 Nilai Kalor (kcal/kg) 6,000-7,000 7,300 6,500 4,400 6 Kuat tekan (kg/cm2) 60 12.7 62 65 *Agus Sunyata dkk, 2008 **Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994), didalam triono (2006)

SNI** 8 15 8-10 76 5,600 50

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kadar air, briket hasil penelitian sudah memenuhi standar yang ada pada tabel. Kadar volatile masih terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi standar, hal ini dikarenakan biomass memiliki kadar volatile yang sangat tinggi sesuai dengan bahan baku. Untuk nilai kalor hampir mendekati standar yang ditentukan oleh EDM, tetapi tidak memenuhi standar 4 negara dan SNI.

D. Analisa Eksperimental pada Briket - Berdasarkan waktu nyala dan laju penurunan massa Pada uji eksperimental ini dilakukan dengan cara membakar briket melalui furnace dengan suhu 500C-600C. dan melakukan pengukuran dengan menimbang di timbangan digital setiap menitnya. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat Berdasarkan tabel tersebut terlihat selisih nilai klor yang seperti grafik pada gambar 8 dibawah ini. Awalnya masingsangat jauh dari bahan eceng gondok dan daun. masing briket ini dengan massa yang sama dibakar secara bersamaan, akan tetapi hasil yang didapat dapat dilihat pada B. Analisa Proximate pada Briket Setelah diketahui hasil proximate bahan, maka dilakukan grafik bahwa masing-masing briket memiliki waktu nyala yang perlakuan dalam pembriketan mulai dari penggunaan ukuran berbeda-beda, mulai dari waktu ketika menjadi bara dan waktu partikel bahan spesifik, yakni 120Mesh, tekanan kompaksi ketika menjadi abu. Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa waktu nyala 100kg/cm2 dan penggunaan perekat 10%-20%. Dan setelah tercepat terjadi pada briket komposisi 1:4 (E1:D4), dengan E menjadi produk briket didapatkan hasil uji proximate seperti adalah eceng gondok dan D adalah daun. Pada briket tersebut berikut: Tabel 3. Hasil uji proximate tiap komposisi briket mengalami penurunan massa yang sangat besar, dan briket ini Nilai menjadi bara yang pertama kalinya pada menit ke 7,5 dengan Volatile Kadar Fixed (E.Gondok Kadar kalor penurunan massa hingga 7,3 gram dari berat awal, dan menjadi : Daun) air Matter Abu Carbon (kal/gr) abu pada menit ke 43. Selanjutnya jenis briket berikutnya yang menyusul menjadi abu adalah briket jenis E1D1 dengan lama

Hasil Penelitian 3.72 78.64 9.09 8.55 4,348 100

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 nyala 47 menit, setelah itu briket E2D3 dengan waktu nyala selama 49 menit, dan kemudian briket E4D1 dengan lama nyala 50 menit. Dan yang terakhir dengan lama nyala terlama terjadi pada briket E3D3 yakni menjadi abu pada menit ke 53. Berdasarkan analisa diatas maka terjadinya penurunan massa pada saat pembakaran ternyata berbanding terbalik dengan lama nyala briket. Semakin besar penurunan massa yang terjadi maka semakin cepat juga briket tersebut menjadi abu. Dan itu semua dipengaruhi oleh karakter/ sifat briket dengan kadar volatile nya. Semakin besar kadar volatile maka briket tersebut semakin mudah terbakar dan semakin cepat menjadi abu.

5 pembakaran maksimum terjadi pada menit ke-9 sebesar 0.68gr/menit dan laju pembakaran rata-ratanya sebesar 0,04gr/menit. E. Analisa Ekonomi Pada penelitian ini penulis memiliki tujuan pada poin terakhir adalah sebagai rekomendasi untuk bahan bakar alternatif skala rumah tangga. Berikut adalah tabel perbandingan antara produk briket hasil penelitian dengan bahan bakar lain yang meliputi minyak tanah, LPG dan briket batu bara yang dianalisa berdasarkan nilai ekonomis produk. Tabel 5. Perbandingan dengan bahan bakar lain

Bahan Bakar

Minyak Tanah [11] LPG [12] Batu bara Briket hasil penelitian Gambar 8. Laju penurunan massa dan waktu nyala

- Berdasarkan laju pembakaran Berdasarkan laju pembakarannya dapat dilihat seperti pada grafik berikut:

Gambar 9. Laju pembakaran

Pada grafik diatas didapatkan nilai laju pembakaran dari masing-masing briket. Laju pembakaran tidak jauh berbeda dengan laju penurunan massa. Pada laju pembakaran yang terjadi juga memiliki hasil yang sama bahwa untuk laju pembakaran terbesar terjadi pada briket E1D4, laju pembakaran maksimum terjadi pada menit ke 7,5 dengan laju pembakaran 0,98gr/menit dan laju pembakaran rata-ratanya sebesar 0,06gr/menit. Laju pembakaran semakin besar berarti briket tersebut sangat mudah mengalami proses pembakaran karena kadar volatile yang dimiliki juga besar. Dalam peristiwa ini nilai kalor tidak ada hubunganya dengan laju pembakaran. Sehingga walaupun pada briket jenis E1D4 ini nilai kalornya maksimum, tetapi kualitas terbaik berdasarkan waktu nyala terlama terjadi pada briket E3D2 dengan laju

Nilai kalor (Kkal/Kg)

Harga (perkg atau perliter) (Rp)

Harga perKkal (Rp)

10,800

11,000

1.019

11,200 6,000

4,333 3,000

0.387 0.500

4,348

4,000

0.920

Pada tabel diatas terlihat bahwa minyak tanah saat ini harganya sudah terlampau mahal jika dibandingkan dengan LPG, batu bara dan briket hasil penelitian. Akan tetapi nilai kalor nya sangat tinggi dan hampir mendekati nilai kalor LPG. Sedangkan pada briket hasil penelitian sendiri, nilai kalornya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan batubara, dan harganya pun lebih murah batu bara. Hal ini dikarenakan batubara di Indonesia ini dijual dengan skala yang sangat besar untuk keperluan industri. Sedangkan harga termurah adalah LPG dengan harga perkilokalori hanya 0,387 rupiah. Nilai ini jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar lainya. Berdasarkan nilai kalornya memang briket hasil penelitian paling rendah. Tetapi bukan berarti briket ini tidak layak untuk diaplikasikan, karena masih ada beberapa hal yang akan dianalisa sehingga pada masing-masing bahan bakar dapat digunakan sesuai kebutuhan sehari-hari.

Tabel 6. Perbandingan bahan bakar berdasarkan kemanfaatan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

Bahan Bakar

Kebutuhan Biaya untuk Memanaskan memanaskan 1L Air 1Liter (kg) air (Rp)

6

Kelebihan

Kekurangan

Minyak Tanah [11]

0.031

341

nilai kalor tinggi

mahal, kurang praktis, susah didapatkan

LPG [12]

0.011

48.15

murah, nilai kalor tinggi, praktis

resiko berbahaya (meledak)

90

nilai kalor tinggi, murah

susah didapatkan untuk kebutuhan skala rumah tangga. (penjualan skala industri), berasap, kurang praktis

240

murah, bahan baku mudah didapat dan dibuat

nilai kalor sedang (tergantung bahan yang digunakan), kurang praktis, berasap

Batu bara

0.03

Briket hasil penelitian

0.06

9,09%. Sedangkan briket terbaik berdasarkan uji eksperimental pada hasil penelitian terjadi pada briket jenis E3D2 dengan massa 9,5gr dan lama nyala mencapai 53 menit dengan laju pembakaran rata-rata paling kecil sebesar 0,04gr/ menit. Hal ini dikarenakan briket tersebut memiliki kandungan volatile matter yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis briket lainnya. Berdasarkan kegunaanya briket ini tergolong lebih murah dari minyak tanah sehingga dapat direkomendasikan untuk masyarakat pedesaan yang tidak mampu membeli minyak tanah. Dan jika briket ini dikomersilkan keuntungan bersih yang akan didapatkan mencapai Rp. 1.625.000,00/ bulan dengan target penjualan 50kg briket setiap harinya. DAFTAR PUSTAKA [1]

Pada tabel diatas, penulis melakuan eksperimen dengan cara memanaskan 1L air dengan bahan bakar briket yang kemudian dibandingkan dengan bahan bakar lain dengan cara yang sama yang pernah diteliti oleh penelitian sebelumnya. terlihat bahwa kebutuhan bahan bakar untuk memanskan 1L air briket hasil penelitian membutuhkan 0,06kg yang lebih banyak dibandingkan bahan bakar lainnya. Akan tetapi jika dikonversi ke nilai rupiah ternyata biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan minyak tanah.

[2]

[3]

Tabel 7. Biaya bahan baku pembuatan briket A.

Bahan

Pcs

satuan

10

kg

Rp

1,000 Rp

Bahan baku sampah daun 50 5 Perekat Kanji 0.5 Air 50 Plastik 50 Stiker TOTAL

kg kg L pcs pcs

Rp Rp Rp Rp Rp

1,000 6,000 200 200 100

Bahan baku eceng gondok

Nominal

Total perhari

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

10,000 50,000 30,000 100 10,000 5,000 105,100

Total perbulan (25 hari) Rp 250,000 Rp Rp Rp Rp Rp Rp

1,250,000 750,000 2,500 250,000 125,000 1,500,000

Berdasarkan tabel diatas penulis mengasumsikan biaya operasional dengan jam kerja selama 25 hari dalam satu bulan. jika diasumsikan jumlah tenaga kerja ada 3 orang dengan gaji sebulan masing-masing orang Rp. 25.000, maka biaya seluruh tenaga kerja sebesar: 3 karyawan x Rp. 25.000 x 25 hari = Rp. 1.875.000/bulan Jika harga setiap kilogram briket Rp.4000, maka omset dalam sebulan: 50kg x Rp.4.000,00 x 25hari = Rp.5.000.000,00

[4] [5]

[6]

[7]

[8]

[9] [10]

Maka keuntungan yang akan didapatkan setiap bulan : = Omset – (biaya bahan baku + biaya operasional) = Rp.5.000.000,00 – (Rp.1.500.000,00+ Rp.1.875.000,00) = Rp. 1.625.000,00

[11]

[12]

V. KESIMPULAN/RINGKASAN Briket terbaik berdasarkan hasil uji proximate terjadi pada briket jenis E1D4, yakni dengan nilai kalor tertinggi 4.348kal/gram, kadar air terendah 3,72%, kadar volatile 78,64%, fixed carbon sebesar 8,55% dan kadar abu terendah

Widarti, Enik Sri.2010.” Studi eksperimental karakteristik briket organik dengan bahan baku dari PPLH Seloliman”. Tugas Akhir. Teknik Fisika FTI-ITS. Hendra, Djeni.2010.” Pemanfaatan eceng gondok (Eichornia Crassipes) Untuk bahan baku briket sebagai Bahan bakar alternatif”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Jmilatun, S. 2008.” Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu”. Jurnal Rekayasa Vol.2 No.2. Program Studi Teknik Kimia, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Muttaqin, Rizal.2010. ”Proyek Alih Teknologi Pertambangan Batu Bara”. Tugas Akhir.IPB Sinurat, Erikson. 2011. “Studi pemanfaatan briket kulit jambu Mete dan tongkol jagung sebagai Bahan bakar alternatif”.TugasAkhir. Teknik Mesin. Unhas. Syamsiro, M, Saptoadi, Harwin. 2007 “Pembakaran briket biomassa cangkang kakao: Pengaruh temperatur udara preheat”. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). Yogyakarta, 24 Nopember 2007. Sudrajat, R, dkk. 2011. “Teknik pembuatan dan sifat briket arang dari tempurung dan kayu tanaman jarak pagar (jatropha curcas l.)”. Wahyudi, 2010. “Karakteristik pembakaran biobriket dari campuran batubara dan limbah padat pertanian”. Tugas Akhir. IPB www.bphmigas.go.id. (diakses tanggal 18Juni 2012 jam 9:36) Sudarman, 2010.” Meminimalkan daya dukung sampah terhadap Pemanasan global”.Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin, FT Universitas Negeri Semarang. http://widytaurus.wordpress.com/2008/05/06/konversiminyak-tanah-ke-lpg/. (diakses tanggal 20 Juni 2012 jam 22:05) http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/25/reaksi-kimiadi-sekitar-kita-1-lpg-kenali-dan-hindari-resikonya. (diakses pada tanggal 20Juni 2012 jam 23:25)