TANGGUNG JAWAB ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEKERJAAN

ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEKERJAAN Gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum terhadap pengusaha atau ... Sebagai contoh,...

23 downloads 574 Views 252KB Size
PERSPEK T IF

LENNY RACHMAD Praktisi Hukum

TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA/MAJIKAN ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEKERJAAN Gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum terhadap pengusaha atau majikan baik yang diajukan oleh karyawan maupun pihak ketiga semakin berkembang dalam dinamika penegakan hukum di negeri ini. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan yang terjadi di negara-negara yang lebih maju, dimana gugatan terhadap pengusaha atau majikan menunjukan intensitas yang semakin meningkat; yang menjadi dasar dari gugatan semacam ini adalah perbuatan melawan hukum dalam pekerjaan (employment torts).

Kerjasama dengan Team Law Firm James Purba & Partners

ari perspektif hukum, Pasal 1367 KUHPerdata adalah landasan utama bagi pertanggungjawaban (tidak langsung) majikan (employer) terhadap perbuatan melawan hukum dalam konteks pekerjaan. Menurut Pasal ini, pertanggungjawaban dibagi menjadi antara lain, (Rosa Agustina, 2003, hal. 15): (A). TANGGUNG JAWAB TERHADAP PERBUATAN ORANG LAIN: (i). Tanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menjadi tanggung jawabnya secara umum, (ii). Tanggung jawab majikan dan orang yang mewakilkan urusannya terhadap orang yang dipekerjakannya;

Kiri-kanan: Remigius Jumalan, Efendy. H. Purba, James Purba dan Sarmauli Simangunsong

Law Firm JAMES PURBA & PARTNERS, Wisma Nugra Santana Lantai 12 (1205), Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan T: (021) 5703844-45, Fax. (021) 5703846 website : www.jpplawyer.com Email address : [email protected]

32

OKTOBER 2009

(B). TANGGUNG JAWAB TERHADAP BARANG DALAM PENGAWASANNYA: (i) Tanggung jawab terhadap barang pada umumnya, (ii). Tanggung jawab pemilik terhadap gedung. ASAS HUKUM PERTANGGUNG JAWABABAN PENGUSAHA/MAJIKAN Bahwa meluasnya tanggung jawab berkaitan dengan perbuatan melawan hukum merupakan konsekuensi logis dari perkembangan peradaban manusia itu sendiri, terutama dimulai ketika pola relasi antara manusia yang satu dengan yang lain semakin kompleks. Harus diakui konsep hukum common law jauh lebih berkembang dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban Pengusaha/Majikan ini dibandingkan dengan sistem hukum kita (civil law). Dalam sistem common law, doktrin Respondeat Superior Liability adalah salah satu doktrin utama yang diterima luas sebagai dasar pertanggungjawaban

respondeat superior

Menurut doktrin ini, seorang majikan bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. majikan dalam konteks menjalankan pekerjaan. Menurut doktrin respondeat superior ini, seorang majikan bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan tersebut bertindak masih dalam cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 KUHPerdata sebagai mana disebutkan di atas, masih sangat umum dan luas sehingga agak menyulitkan dalam aplikasinya. Di negara-negara yang lebih maju, misalnya di Amerika Serikat, untuk dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum dalam konteks pekerjaan, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi: (1) Perbuatan tersebut pada asasnya harus terjadi selama jam kerja dan di tempat tertentu yang ditetapkan dalam menjalankan pekerjaan; (2) Si karyawan sekurang-kurangnya (dalam hal tersebut) telah dimotivasi untuk tujuan melayani majikan dan (3). Perbuatan tersebut terjadi berkaitan dengan menjalankan tugas-tugas yang sah yang diberikan Majikan kepada si karyawan. Dengan kriteria-kriteria seperti ini, jelas bahwa tidak semua kelalaian yang dilakukan oleh karyawan dengan serta merta dapat ditimpahkan pada atau menjadi beban majikannya. Potensi persoalan dalam bidang employment tort ini sangat luas. Dalam prakteknya selama ini, memang belum banyak dari persoalan tersebut yang sampai ke meja hijau karena berbagai alasan. Namun demikian, ada beberapa perkara yang telah menjadi yurisprudensi, dimana Makamah Agung menghukum majikan untuk mengganti kerugian yang timbul karena kesalahan pegawainya. Misalnya, perkara yang melibatkan sopir bus yang karena kelalaiannya dalam mengisi bensin tidak melalui pompa bensin melainkan dengan mempergunakan ember (di luar pompa bensin) sehingga menimbulkan kebakaran dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Dalam perkara ini di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menghukum majikan dari sopir bus tersebut untuk memberikan ganti rugi sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian si sopir dalam menjalankan tugasnya.

Perbuatan melawan hukum dalam pekerjaan tidak hanya menyentuh aspek keperdataan tetapi juga bisa berimplikasi pidana. Sebagai contoh, ketika seorang karyawan perusahaan yang hendak menghantar barang pesanan pelanggan, telah menabrak pembatas jalan dalam perjalanannya dengan menggunakan mobil perusahaan ke tempat pelanggan, sehingga mengakibatkan meninggalnya karyawan tersebut. Dalam hal ini, kelalain atau kecerobohan yang dilakukan si karyawan bisa menyeret majikan ke tanggungjawab pidana. Hal ini terjadi apabila dalam pengembangan penyidikan, ternyata terdapat bukti-bukti kuat bahwa kendaraan yang digunakan tersebut sebenarnya dalam keadaan tidak berfungsi dengan baik karena perawatan yang tidak memadai dan/atau si karyawan tidak memiliki SIM dan/atau si karyawan sebenarnya bukan bertugas sebagai seorang sopir di kantor. Dari sini tanggung jawab majikan dimulai. Majikan bisa dimintai pertanggungjawaban karena kelalaian dalam menjaga kondisi kendaraan serta membiarkan pegawai yang tidak memiliki SIM mengemudi kendaraan perusahaan, sehingga si majikan dapat dituntut secara pidana berdasarkan pasal kealpaan (359 KUHPidana). Di pihak lain, dalam kasus-kasus seperti ini, tanggung jawab keperdataan juga sulit dihindari. Pihak ahli waris dapat mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan putusan pidana yang telah ada tersebut.

OKTOBER 2009

33

Dunia usaha tidak saja menyediakan berbagai kesempatan (opportunity), tetapi juga ancaman (threat) terutama ketika pelaku usaha/pengusaha/ majikan terlena atau kurang waspada mengantisipasi berbagai persoalan yang memiliki implikasi secara hukum

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam konteks menjalankan usaha, training atau pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis para karyawan, tidak boleh semata-mata dipandang dari sisi cost; secara tidak langsung pelatihan seperti itu juga dapat membebaskan majikan dari berbagai persoalan pertanggungjawaban hukum ketika musibah yang berkaian dengan pekerjaan terjadi. Banyak kasus kecelakaan kerja terjadi karena kurangnya training atau pelatihan bagi karyawan. Ketika kecelakaan kerja mengakibatkan luka fisik atau kematian, maka terdapat alasan hukum yang kuat dalam menuntut pertanggungjawaban perdata maupun pidana terhadap pengusaha/majikan. Dalam hal ini, tuntutan atau dalil yang umum digunakan adalah pengusaha/majikan telah berbuat lalai karena tidak/telah gagal melakukan training atau pelatihan dan gagal dalam melakukan pengawasan yang memadai sehingga mengakibatkan luka fisik atau meninggalnya si karyawaan.

Penutup

Dunia usaha tidak saja menyediakan berbagai kesempatan (opportunity), tetapi juga ancaman (threat) terutama ketika

Quotes

of the month 34

OKTOBER 2009

pelaku usaha/pengusaha/majikan terlena atau kurang waspada mengantisipasi berbagai persoalan yang memiliki implikasi secara hukum misalnya memberikan training/pelatihan yang memadai dan memberikan pengarahan dalam tugas untuk si karyawan, sehingga dapat meminimalkan kemungkinankemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugian yang timbul baik bagi si karyawan itu sendiri maupun untuk si majikan/ pengusaha. Dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan, majikan bisa saja terhindar dari pertanggungjawaban pidana dengan menunjukkan bukti-bukti adanya kelalaian/kealpaan dari si karyawan, namun pertanggungjawaban perdata sulit dihindari. Dari sisi pertanggungjawaban perdata, justru yang menjadi target utama adalah majikan, yang dalam istilah kerennya disapa dengan “deep pocket defendant” (tergugat berkantong tebal). Pertanggungjawaban perdata ini umumnya bersifat tanggungrenteng (joint liability) karena sebagian besar berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan (financial liabilities) atau yang dapat dinilai dengan uang, dan majikanlah yang lebih tebal kantongnya untuk membayar tuntutan ganti rugi tersebut daripada si karyawan itu sendiri.

An organization that is willing to change will thrive. It all starts from a leader who is willing to change him- or herself. Genuine leadership lies in care and attention to the fine details. To know the circumstances of each and every person and to exercise the utmost care; that is what it means to be a true leader. Human integrity is determined by the heart, not by cleverness.