TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MAKANAN DENGAN

Download PENDAHULUAN. 1.1. Abstraksi uku panduan “ Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan dengan Bahan Baku Ikan, Udang, Unggas dan Dagin...

0 downloads 525 Views 662KB Size
BAGIAN 3 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan, Udang, Unggas dan Daging

Oleh : Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Abstraksi

B

uku panduan “ Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan dengan Bahan Baku Ikan, Udang, Unggas dan Daging” ini disusun sebagai acuan dalam menerapkan teknologi pengolahan limbah cair bagi

industri pengolah makanan yang berbahan baku hasil perikanan dan hasil peternakan.

Dalam panduan ini diuraikan secara singkat masalah-masalah yang berkaitan dengan pengolahan limbah cair yang meliputi gambaran umum mengenai limbah cair, peralatan-peralatan/teknologi pengolah limbah cair, serta contoh aplikasi unit pengolah limbah cair pada industri pengolahan makanan berbahan baku hasil perikanan dan hasil peternakan. Sebagai acuan dalam membuat rancang bangun, dalam panduan ini diuraikan

kebutuhan informasi karakteristik limbah cair dan

kondisi lingkungan. Berdasarkan informasi ini, maka dipilih dan di rancang jenis teknologi pengolahan limbah cair yang paling tepat.

Melalui penyusunan pedoman ini, diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Daerah dalam menetukan kebijakan terkait dengan industri makanan, khususnya yang berbahan baku hasil perikanan dan peternakan yang ada di daerah, untuk terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development)

223

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

1.2. Latar Belakang Limbah cair dari industri makanan pada umumnya terdiri dari senyawasenyawa organik yang relatif mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Senyawa organik tersebut harus dikurangi atau dihilangkan terlebih dahulu sebelum diterima oleh badan air (sungai, danau dan sebagainya). Hal ini disebabkan karena lingkungan penerima limbah cair organik ini pada umumnya sudah tidak mempunyai daya dukung yang memadai untuk menerima beban pencemaran tersebut.

Secara

umum,

kondisi

bahan

pencemar

dapat

digolongkan

atau

diklasifikasikan sebagai berikut:

 Senyawa-senyawa organik terlarut. Senyawa ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut di dalam badan air. Hal ini akan membahayakan kehidupan biota di perairan. Disamping itu dalam suasana anaerob akan menimbulkan bau yang tidak menyenangkan (bau busuk).

 Padatan tersuspensi. Bahan ini merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air. Bahan ini juga relatif mudah terdekomposisi sehingga menyebabkan berkurang atau habisnya oksigen terlarut di dalam air yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan air.

 Warna dan kekeruhan. Warna dan kekeruhan ini akan menyebabkan masalah astetika.

224

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

 Nitrogen dan fosfor. Adanya senyawa nitrogen dan fosfor di dalam limbah cair yang dibuang langsung ke dalam badan air, akan menimbulkan proses eutrofikasi dan pertumbuhan algae yang tidak terkontrol.

 Minyak. Pembuangan limbah cair yang mengandung minyak akan memperbesar kandungan bahan organik di dalam limbah cair tersebut.

Industri pengolahan makanan yang berasal dari hewan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu industri makanan olahan hasil perikanan dan industri makanan olahan hasil peternakan, yang masing-masing mempunyai karakteristik limbah yang berbeda.

Tingkat polutan limbah cair dari industri makanan olahan hasil perikanan ditentukan oleh beberapa parameter seperti kandungan minyak/lemak, nitrogen, phosphat, COD, BOD dll., yang nilainya sangat tergantung dari proses pengolahan serta jenis ikan yang diolah. Pada tabel 1.1 diberikan beberapa contoh kualitas limbah industri makanan olahan hasil perikanan.

Sedangkan tingkat polutan limbah cair dari industri makanan olahan hasil peternakan ditentukan oleh beberapa parameter seperti konsentrasi bahan organik, kandungan lemak dan lain-lain, yang nilainya sangat tergantung dari proses pengolahan serta jenis ternak yang diolah. Pada tabel 1.2 diberikan beberapa contoh kualitas limbah industri makanan olahan hasil peternakan.

225

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Tabel 1.1. Kualitas Limbah Industri Makanan Olahan Hasil Perikanan

Kadar Jenis Industri

Finfish Processing

Ket

BOD

COD

Minyak/ lemak

3,32 kg/t

-

0,348 kg/t

-

1,42 kg/t

1

11,9 kg/t

-

2,48 kg/t

-

8,92 kg/t

1

327~1063 mg/l

550~1250

8,3~79,9

-

-

2

mg/l

mg/l

-

857~6000

-

-

3,4

TS

SS

(Manual) Finfish Processing (Mechanic) Patagonian hake filleting Herring filleting

3428~10000 mg/l

mg/l Tunna Canning Sardine Plant Blue Crabt Plant

6,8~20 kg/t

-

1,7~13 kg/t

-

3,8~17 kg/t

1

9,22 kg/t

-

1,74 kg/t

-

5,41 kg/t

1

4,8~5,5 kg/t

-

0,21~0,3

-

0,7~0,78 kg/t

1

kg/t Clam Plant

5,14 kg/t

-

0,145 kg/t

-

10,2 kg/t

1

18,7 kg/t

-

0,461 kg/t

-

6,36 kg/t

1

2,96~ kg/t

-

0,56 kg/t

-

0,92 kg/t

1

2100~7400 mg/l

-

10~1504

14,5~48,

-

5

mg/l

2 mg/l

1300~1720

18,4~64,

-

8

0 mg/l

9 mg/l

(Mechanic) Clam Plant (conventional) Fish Meal Plant Fishpumping Water

Fishpumping Water

Bloodwater

3050~67200 mg/l

-

23500~34000 mg/l

93000 mg/l

0~1,92%

2,4~63%

-

6,7

13000~76000 mg/l

-

60~1560

25~62

-

5

mg/l

mg/l

(Fishmeal Plant) Stickwater (Fishmeal Plant)

Keterangan Refferensi : 1 : Middlebrooks (1979); 2 : Gonzalez (1983); 3 : Sorensen (1974); 4 : Herborg (1974); 5 : Cuadros And Gonzalez (1991); 6 : Parin Et.Al. (1979); 7 : Civit Et.Al. (1982); 8 : Nemerow (1971)

226

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Tabel 1.2. Contoh Kualitas Limbah Industri Makanan Olahan Hasil Peternakan

Parameter

Nilai

0,24 – 1,16

Total Solid total (%). Organik Total Solid/OTS total (% berat kering).

64,76 – 97,26

Organik Total Solid/OTS total (% berat basah).

0,15 – 1,13

Total Solid/TS tersuspensi (%).

0,04 – 0,46

OTS tersuspensi (% berat kering).

80,95 – 95,45

OTS tersuspensi (% berat basah).

0,03 – 0,45

pH

5,4 – 7,00 5.000 – 13.500

COD total.

463 – 3545

Volatile Fatty Acids/VFA (ppm):

157

-

Ethanol.

-

Asam asetat.

-

Asam propionat.

106 – 1.019

-

Asam iso-butirat.

18 – 288

-

Asam butirat.

33 – 656

-

Asam iso-valerat.

30 – 411

-

Asam valerat.

21 – 268

-

Asam capronat.

148

Padatan terendapkan.

21,5 – 62

215 – 904

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat buangan limbah cair ke badan air, umumnya dapat dilakukan melalui dua cara, yakni: pencegahan yang dilakukan di dalam pabrik melalui proses produksi bersih dan yang dilakukan di luar pabrik melalui pengolahan limbah (proses end of pipe).

Pencegahan yang dilakukan di dalam pabrik meliputi modifikasi proses (bila memungkinkan) dan melakukan peningkatan efisiensi proses dengan cara menerapkan program produksi bersih, dengan menerapkan prinsip 3-R (Reduce, Reuse, Re-cycle). Adapun proses end of pipe adalah melakukan pengolahan limbah cair yang akan dibuang ke lingkungan sekitarnya. 227

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

1.3. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Tujuan dalam penulisan buku panduan ini adalah menyusun pedoman pengelolaan limbah cair untuk industri makanan dengan bahan baku ikan, udang, unggas dan daging yang ada di daerah, sehingga dampak negatif limbah cair dapat diminimalkan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kualitas limbah cair ini pada era globalisasi juga sangat diperlukan untuk menerapkan prinsipprinsip produksi bersih.

Pedoman paket teknologi ini dapat digunakan untuk semua jenis industri makanan dengan bahan baku ikan, udang, unggas dan daging di daerah, baik dalam sekala kecil (industri rumah tangga / tradisional), maupun dalam sekala besar.

Penyusunan pedoman pengelolaan limbah cair pada industri makanan yang berbahan baku ikan, udang, unggas dan daging diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pemerintah Daerah

Sebagai bahan masukan dalam menetukan kebijakan untuk industri makanan dengan bahan baku ikan, udang, unggas dan daging yang ada di daerah, sehingga pencemaran lingkungan dapat diminimalkan.

2. Pengusaha

Sebagai pedoman dalam pembanguan instalasi pengelolaan limbah cair industri makanan dengan bahan baku ikan, udang, unggas dan daging.

3. Masyarakat

Dapat menikmati kualitas lingkungan hidup yang sehat.

228

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

BAB 2 PROSES TERJADINYA LIMBAH CAIR INDUSTRI MAKANAN

P

roses terjadinya limbah dapat dilihat dan dikaji dari diagram alir proses industri tersebut. Dari step-step proses akan didapat bahan masukan, serta keluarannya. Berikut disajikan contoh diagram alir proses untuk pabrik

pengawetan udang dan Rumah Potong Hewan

2.1. Flow Diagram Alir Pabrik Pengawetan Udang

229

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Pabrik pengawetan udang mempunyai beberapa tahap proses. Sesuai dengan limbah yang dihasilkan, proses pengolahan udang dapat di uraikan sbb : 1. Udang dari para penyetor langsung dilakukan tahapan pertama yaitu pencucian menggunakan air yang telah ditambah kaporit, yang berfungsi mensterilkan udang dari hama penyakit serta untuk memperlambat proses pembusukan. Pada proses ini dihasilkan limbah cair yang mengadung kaporit, dan limbah ini masih dapat diolah untuk digunakan kembali (recycle). 2. Proses selanjutnya adalah pengupasan kulit dan pemotongan kepala udang. Pada proses ini dihasilkan limbah kulit dan kepala udang hingga 35~50 % dari berat udang semula. Limbah padat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung udang untuk pakan ikan atau dengan menggunakan proses yang lebih baik dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan chitin dan chitosan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. 3. Pada tahap pencucian terhadap hasil proses pengupasan kulit dan pemotongan kepala, dihasilkan limbah cair yang mengandung kaporit dengan jumlah tertentu. Sama dengan limbah hasil pencucian pertama, limbah cair ini juga masih dapat diproses untuk dipakai kembali. 4. Setelah dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran (size) sesuai dengan permintaan pembeli (biasanya yang paling baik adalah size dengan ukuran 30 atau dalam satu kilo ada 30 ekor udang), udang ditimbang dan dicuci kembali menggunakan air kaporit sebelum dilakukan proses akhir, yaitu penimbangan ulang, packaging, dan pembekuan pada suhu –4°C dalam cold storage. Pada tahap pencucian ini, juga diperoleh limbah cair yang mempunyai potensi untuk dapat digunakan kembali . Dari uraian ini, tampak bahwa pada proses pengolahan hasil perikanan, dihasilkan limbah padat yang sangat berpotensi untuk diolah kembali menjadi produk bernilai ekonomi, dan limbah cair yang cukup banyak. Limbah cair ini mau-tidak mau mengandung potensi sebagai bahan pencemar lingkungan, sehingga memerlukan treatment tertentu sebelum dibuang ke lingkunga. Menghindari proses pengolahan limbah cair, sejak awal disarankan pada setiap industri perikanan, untuk menerapkan prinsip-prinsip produksi bersih, khususnya dalam penggunaan dan pengelkolaan kebutuhan air.

230

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

2.2. Diagram Alir Proses Pemotongan Hewan (Sapi)

Sapi Potong

Pemingsanan

Pemotongan / penyembelihan

Darah

Pengantungan pada conveyor

Pemisahan bagian kepala

Kepala Air

Pemotongan kaki belakang

Kaki belakang

Pemotongan kaki depan

Kaki depan

Pengulitan

p e n c u c i a n

Pengirisan kulit kaki dan dada

Kulit

Pengeluaran lemak

Lemak

Pembelahan dada

Hati,jantung, paru,ginjal

Pengambilan bagian ekor dan perutan

Isi perutan

Karkas

231

Limbah cair

Pengulitan kaki belakang

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Flow diagram kedua adalah contoh dari industri rumah potong hewan (sapi). Rumah potong hewan didirikan untuk menjaga agar distribusi daging dapat dikontrol dan menjaga kesehatan daging yang beredar untuk melindungi kepentingan konsumen. Sesuai dengan limbah yang dihasilkan, pengolahan

daging dalam

industri rumah potong hewan dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Sapi yang sudah dalam keadaan siap dipotong memerlukan penyediaan kandang dan pakan. Sebelum sapi dipotong maka sapi dipingsankan terlebih dahulu dengan listrik dan digantungkan ke peralatan pemotong yang berjalan sambil disembelih. Proses ini akan menghasilkan limbah cair berupa darah sapi yang bercampur dengan air. 2. Selanjutnya dalam posisi masih tergantung pada konveyor, berturut-turut dilakukan pemisahan kepala sapi dari tubuhnya, pengulitan dan pemotongan kaki belakang, pengulitan dan pemotongan kaki depan, pengirisan kulit kulit kaki dan dada, pengulitan pada seluruh tubuh, dan yang terakhir adalah pengeluaran lemak dari tubuh sapi. Selanjutnya dilakukan pembelahan dada sapi untuk pengambilan hati, jantung paru, ginjal kemudian dilakukan pengambilan bagian ekor dan perutan. Dari proses ini dihasilkan limbah padat berupa isi perutan yang dapat diproses lebih lanjut menjadi kompos. 3. Disamping limbah padat di atas, pada proses pencucian daging dan ruangan, dihasilkan limbah cair. Mengingat pada proses tradisional selalu digunakan jumlah air cukup besar maka limbah cair yang dihasilkan menjadi sangat banyak dan berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya.

Dari kedua contoh flow diagram diatas dapat disimpulkan bahwa limbah cair maupun padat dapat terjadi pada masing masing unit proses produksi

dan

memerlukan penanganan pengolahan limbah. Untuk menghindari terjadinya limbah cair yang banyak, pada setiap industri disarankan menerapkan prinsip-prinsip produksi

bersih

yang

bermanfaat

untuk

mengurangi

jumlah

limbah,

mengeffisiensikan kebutuhan bahan proses, meningkatkan pendapatan melalui proses 3R (Re-use, Reduce, Recycle) dll.

232

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

BAB 3 PROSES PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR 3.1. Proses Pengolahan Secara Umum

P

roses pengolahan primer dan sekunder pada umumnya dilakukan pada limbah cair yang tidak beracun (non-toxic). Sebelum limbah cair organik diproses secara biologi, maka perlu dilakukan proses pengolahan primer

untuk menghilangkan sebagian besar padatan. Peralatan yang digunakan pada proses ini antara lain saringan kasar, bak pengendapan dan bak equalisasi. Pada bak pengendapan, padatan akan diendapkan dan dipisahkan, sedangkan pada bak equalisasi akan terjadi percampuran dari limbah cair yang memungkinkan dicapainya keseragaman karakteristik dari limbah cair yang akan mengalami proses pengolahan berikutnya.

Apabila

diperlukan,

pada

bak

equalisasi

ini

dilakukan

proses

pengkondisian, antara lain untuk mengkondisikan pH.

Pada proses pengolahan sekunder, dilakukan proses secara biologi untuk memproses senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses secara biologi ini dibagi 2 (dua) yaitu proses pengolahan aerobik dan proses pengolahan anaerobik. Proses pengolahan aerobik mampu mengolah limbah cair yang mempunyai konsentrasi bahan organik yang diukur dengan besaran BOD (Biological Oxygen Demand) antara 50 sampai 1.000 mg/l, dan keluarannya mempunyai besaran BOD dibawah 15 mg/l. Sedangkan proses pengolahan anaerobik mampu mengolah limbah cair yang mempunyai konsentrasi bahan organik BOD lebih besar dari 1000 mg/l.

233

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Pengolahan secara biologis menghasilkan lumpur yang mengandung mikroorganisme yang akan terbuang bersama-sama dengan pembuangan lumpur ini. Untuk menghindari pencemaran mikroorganisme, pada beberapa teknologi proses pengolahan limbah cair secara biologis, lumpur ini disirkulasikan kembali ke dalam digester.

Secara umum, sistem pengolahan limbah cair hanya didasarkan pada proses pengolahan primer dan sekunder. Tetapi apabila dikehendaki kualitas keluaran limbah yang lebih baik, juga dapat ditambahkan proses pengolahan tersier. Misalnya proses

penyaringan dengan menggunakan saringan halus

untuk

menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan proses adsorpsi menggunakan karbon aktif untuk menghilangkan sisa-sisa senyawa organik yang masih terkandung di dalam limbah cair. Namun demikian perlu dipertimbangkan dengan matang apabila ingin melakukan proses pengolahan tersier, mengingat proses ini sangat mahal.

Pemilihan dari proses pengolahan limbah cair, baik secara tunggal maupun secara kombinasi tergantung pada:

1. Karakteristik dari limbah cair. Sebagai contoh apakah limbah cair tersebut mengandung bahan tersuspensi, koloidal atau terlarut. Karakteristik dari limbah cair ini juga mencerminkan biodegradabilitas dan toksisitas baik dari senyawasenyawa organic maupun anorganik. 2. Kualitas keluaran yang diinginkan. Biasanya kualitas keluaran ini sudah tercermin dalam peraturan yang memuat nilai ambang batas. 3. Ketersediaan dana dan lahan.

3.2. Proses Pemanfaatan Produksi Bersih Produksi bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan hidup yang preventive dan diterapkan secara terus menerus pada proses produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.

234

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Dalam

konteks

ini,

produksi

bersih

adalah

suatu

strategi

untuk

menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy) lebih diutamakan dari pada strategi yang perkaitan dengan pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan, yang biasanya disebut dengan end of pipe.

Dalam pelaksanaan proses produksi bersih, ada beberapa skala prioritas, yaitu : 

Eliminasi atau pengurangan limbah secara total (zero discharge).



Minimalisasi limbah atau mengurangi sumber limbah sejak tahap awal proses.



Daur ulang atau menggunakan kembali bahan yang telah digunakan dalam proses.



Pengendalian pencemaran melalui pengendalian kualitas limbah agar tidak melebihi baku mutu yang disyaratkan.



Pengolahan dan pembuangan.



Remidiasi atau penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah untuk mengurangi kadar peracunan dan kuantitas limbah yang ada.

3.3. Proses Pengolahan Limbah Cair

3.3.1. Pengolahan Primer Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair adalah :

Equalisasi

Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah dan variabilitas aliran limbah cair. Bak equalisasi

235

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

yang digunakan harus dapat menampung keseluruhan jadwal proses dari suatu kegiatan produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair yang dihasilkan.

Bak equalisasi ini dapat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan berikutnya. Secara sistimatis, tujuan dilakukan proses di dalam bak equalisasi adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan (shock loading) pada system proses biologi. 2. Untuk mengontrol pH. 3. Untuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada system biologi dapat mengalir secara kontinyu, khususnya apabila kegiatan produksi sedang diberhentikan. 4. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toxic yang mungkin dihasilkan dari kegiatan produksi sebelum masuk ke system pengolahan biologi.

Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah cair. Tambahan pula, mixer ini juga membantu terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar BOD di dalam limbah. Netralisasi Beberapa limbah cair industri makanan mungkin bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke badan air atau dimasukkan ke dalam system pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun kimia.

236

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Sedimentasi

Proses

sedimentasi

atau

pengendapan

ini

dimaksudkan

untuk

menghilangkan atau memisahkan padatan tersuspensi dari limbah cair. Proses ini digolongkan menjadi 3, yakni: discrete, flocculent dan zone settling. Dalam pengendapan discrete, partikel-partikelnya berdiri sendiri dan tidak akan berubah dalam ukuran, bentuk maupun densitas selama proses pengendapan.

Pengendapan flocculen terjadi apabila partikel-partikel teraglomerasi selama proses pengendapan terjadi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam ukuran dan kecepatan pengendapan. Zone settling merupakan suspensi yang terflokulasi. Pemisah Minyak

Pemisah minyak ini menggunakan sebuah tangki. Di dalam tangki tersebut, minyak bebas akan mengambang di permukaan membentuk suatu lapisan yang dapat diambil atau dipisahkan. Flotasi

Unit flotasi ini digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi, minyak dan grease yang terkandung di dalam limbah cair serta sekaligus untuk memisahkan dan mengkonsentrasikan sludge atau lumpur yang terjadi. Di dalam unit flotasi ini harus dilengkapi udara tekan yang akan menimbulkan gelembung-gelembung udara yang menuju ke permukaan.

Proses ini mengakibatkan gumpalan-gumpalan lumpur, padatan tersuspensi, atau minyak akan terangkat dan mengambang ke permukaan, yang selanjutnya akan dengan mudah dipisahkan. Cairan yang sudah mempunyai kualitas yang relative baik, dapat dikeluarkan dari bagian bawah tangki flotasi.

237

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Koagulasi dan Pengendapan

Proses koagulasi dilakukan untuk memisahkan atau menghilangkan bahanbahan tersuspensi atau koloidal di dalam limbah cair. Tanpa proses ini, bahan-bahan yang berbentuk koloid tidak dapat mengendap dengan sendirinya, mengingat ukuran partikelnya sangat kecil, yaitu antara 0,1 nm (10-8 cm) sampai 1 nm (10-7 cm). Koloid yang ada kemungkinan bersifat hydrophobic atau hydrophilic.

Contoh koloid hydrophobic adalah antara lain lempung. Koloid ini tidak mempunyai afinitas yang baik dengan media cairan dan mempunyai stabilitas yang rendah dengan adanya elektrolit. Oleh karena itu, akan relative mudah untuk dilakukan proses koagulasi. Tidak demikian dengan koloid yang bersifat hydrophilic, misalnya protein, ia mempunyai afinitas yang baik dengan air, sehingga air yang sudah terabsorbsi ini akan menahan proses flokulasi, sehingga diperlukan penanganan yang khusus untuk mencapai efektifitas proses koagulasi.

Dalam proses koagulasi ini dikenal beberapa material yang dapat menambah efektifitasnya dengan cara menambah ukuran gumpalan dan kecepatan pengendapan. Salah satu contoh material ini adalah silica yang diaktivasi. Kebutuhan atau dosisnya tidak boleh terlalu tinggi, hanya sekitar 5 sampai 10 mg/l.

Contoh lain dari material ini adalah polyelectrolyte yang mampu untuk membentuk jaringan-jaringan partikel dengan ukuran sebesar 0,3 sampai 1 mm dengan dosis yang sangat rendah, yaitu 1-5 mg/l. Pemberian polyelectrolyte ini perlu penambahan koagulan seperti alum atau ferric chloride. Table 3.1. berikut ini memberikan gambaran tentang penerapan koagulan.

Peralatan yang dipakai pada proses koagulasi ini berupa serangkaian tangki yang dilengkapi dengan system pengadukan cepat, kemudian diikuti dengan tangki flokulasi yang dilengkapi dengan system pengadukan lambat. Material yang telah terflokulasi kemudian diendapkan dalam tangki pengendapan.

238

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Table 3.1. Gambaran Tentang Penerapan Koagulan.

Proses Lime

Dosis mg/l

pH

150-500

9 – 11

Keterangan Untuk koagulasi koloid. Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2 → 2CaCO3 + 2H2O MgCO3

Alum

75-250

+ Ca(OH)2

→ Mg(OH)2 + CaCO3

4,5 – 7 Untuk koagulasi koloid. Al2(SO4)3 + 6H2O → 2Al(OH)3 + 3H2SO4

FeCl3

35 – 150

4–7

Untuk koagulasi koloid.

70 – 200

4–7

Untuk limbah cair dengan alkalinitas tinggi dan rendah.

FeCl2 FeSO4.7H2O

FeCl3 + 3H2O → Fe(OH)3 + 3HCl Polimer kationik Polimer anionic dan nonionic Lempung

2–5

-

Tidak perlu perubahan pH, untuk koagulasi koloid, membantu kosgulasi dengan logam.

0,25 – 1

-

Sebagai material pembantu pada proses flokulasi, mempercepat flokulasi dan pengendapan serta memperkeras flok yang terbentuk.

3 – 20

-

Digunakan untuk suspensi koloidal yang ‘terlarut’.

3.3.2. Pengolahan Sekunder Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik, digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses pengolahan ini menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya diambil dari system yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran system maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam prakteknya, mikroorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu harus dilakukan

aklimatisasi

untuk

mengkondisikan

lingkungan yang baru.

239

kebiasaan

hidupnya

dengan

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Proses Aerobik

Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk “mengusir” senyawa yang mudah menguap dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer) massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair dipengaruhi oleh variable fisik dan kimia, antara lain:

 Temperature.  Pencampuran secara turbulen.  Kedalaman limbah cair.  Karakteristik limbah cair. Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unit air diffusion; yaitu system aerasi turbin dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang berputar dan dari unit aerasi permukaan dimana akan terjadi perpindahan oksigen yang memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair. Peralatan yang dijual di pasaran akan menunjukkan spesifikasinya dengan berat oksigen yang mampu ditransfer per kilowatt – jam; efisiensi transfer oksigen atau ditunjukkan dengan berat oksigen yang ditransfer per jam per unit alat.

Peralatan air diffusion pada dasarnya terdiri dari 2 tipe, yakni tipe yang menghasilkan gelembung udara yang sangat kecil atau lembut melalui media porous dan tipe yang menggunakan media yang mempunyai celah lebar. Media porous tersebut biasanya ditempatkan pada bagian dinding di dalam tangki aerasi untuk membuat gerakan memutar dari limbah cair. Media ini juga dapat dipasang pada dasar tangki aerasi. ?Tipe “difusi gelembung udara besar” tidak menghasilkan efisiensi yang tinggi terhadap perpindahan massa oksigen. Keuntungan dari unit ini adalah rendahnya tingkat perawatannya.

240

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Peralatan system aerasi turbin terdiri dari unit udara tekan (kompresor) dimana udara tekan ini akan didispersikan oleh baling-baling yang berputar. System ini relative simple. Untuk mengatasi gerakan vortex, diperlukan adanya baffle (sekat). Sebagai contoh, pada tangki silinder diperlukan baffle sebanyak 4 buah yang dipasang pada dindingnya. Pada tangki berbentuk kotak, baffle dapat berjumlah dua yang dipasang pada dinding yang berlawanan, sedangkan pada tangki berbentuk empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar lebih dari 1,5, tidak diperlukan adanya baffle.

Unit aerasi permukaan menghasilkan transfer oksigen dari aksi vortex dan dari sejumlah besar volume limbah cair yang di ‘spray’ kan ke permukaan kolam aerasi. Laju perpindahan oksigen dipengaruhi oleh diameter impeller dan kecepatan perputarannya serta dipengaruhi oleh tingkat kedalaman dari impeller.

Proses Anaerobik

Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan karbon dioksida. Proses dekomposisi ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses aerobik, tetapi beberapa syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.

Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana menghasilkan energi yang rendah. Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan organik menjadi gas baik metana maupun karbon dioksida dapat mencapai kisaran antara 80 sampai 90%. Untuk mencapai efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat bahwa kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari penanganan limbah cair.

241

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagai sumber panas. Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi di dalam limbah cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik. Hingga kini ada beberapa macam model digester untuk proses anaerobik, antara lain Proses kontak secara anaerobik, Anaerobic Filter Reactor, Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB), Fluidized Bed Reactor (FBR), dll.

Digester untuk proses kontak secara anaerobik, dilengkapi dengan pengaduk supaya keseluruhan isi dari digester ini teraduk secara homogen. Gas yang dihasilkan dialirkan bersama keluaran menuju degasifier untuk memisahkan gas dengan cairan keluaran. Cairan kemudian ditampung di dalam tangki pengendap. Cairan bening kemudian dikeluarkan atau diproses lanjut menggunakan unit proses lain sesuai dengan kualitas keluaran yang dikehendaki, sedangkan lumpur yang mengendap, yang merupakan kumpulan dari biomassa disirkulasikan lagi ke dalam digester.

Waktu tinggal limbah cair dalam system ini antara 6 sampai 12 jam. Secara skala penuh, proses kontak ini sudah dipakai untuk mengolah limbah cair dari perusahaan pengalengan daging dengan kondisi laju pengumpanan sebesar 2,5 kg COD/(m3.d) pada temperatur 30 sampai 35 oC. Waktu tinggal limbah cair di dalam digester 13,3 jam, waktu tinggal lumpur biomassa 13,3 hari. Efisiensi degradasi bahan organik sangat baik, yaitu bisa mencapai 90%.

Digester Anaerobic Filter Reactor dilengkapi dengan media paking untuk menempel

dan

bertumbuhnya

mikroorganisme.

Berdasarkan

cara

pengoperasiannya, maka dapat dibagi menjadi 2, yaitu aliran ke atas dan aliran ke bawah. Selain untuk menempelnya massa mikroorganisme, media ini juga membantu mekanisme terlepasnya gas yang dihasilkan dari limbah cairnya.

Pada digester sistem Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) ini, limbah cair masuk ke dalam digester dari bagian bawah. Limbah cair ini harus terdistribusi secara merata mengalir melalui massa mikroorganisme yang sudah membentuk butiran-butiran halus. Massa mikroorganisme ini seolah-olah membentuk “selimut” 242

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

yang melayang-layang di dalam digester. Pada permukaan digester dibuat penangkap gas. Limbah cair terolah keluar dari bagian atas digester. Pada keluaran ini juga dilengkapi dengan system pengendapan yang memungkinkan endapan biomassa kembali ke dalam digester dan limbah cair terolah dibuang ke badan air atau dilakukan pengolahan berikutnya.

Proses

menggunakan UASB

ini sangat rentan,

pembentukan dan

keberadaan “selimut” di dalam digester harus benar-benar dijaga. Laporan menunjukkan bahwa pemberian calsium sebanyak 150 mg/l akan membantu proses granulasi (pembentukan butiran) dan pemberian ion ferro pada kadar 5 sampai 10 mg/l akan mengurangi pembentukan filamen yang dapat mencegah terbentuknya butiran-butiran biomassa. Untuk menjaga supaya ‘selimut’ biomassa tetap dalam kondisi tersuspensi, kecepatan aliran limbah cair dijaga pada 0,6 sampai 0,9 m/jam. Kadar padatan di dalam “selimut” pada kondisi tersuspensi ini berkisar antara 100 sampai 150 g/l. digester ini mampu bekerja pada laju pengumpanan sampai 96 kg COD/(m3.d).

Fluidized Bed Reactor (FBR). Pada digester ini, massa mikroorganisme menempel pada permukaan pasir atau bahan lain seperti sponge dan lain-lain untuk media. Supaya media tersebut dapat terfluidisasi, maka perlu diperhitungkan kecepatan aliran dan distribusi limbah cair dari umpan dan dari resirkulasi ke dalam digester. Konsentrasi biomassa di dalam digester bisa sampai 30.000 mg/l. Kinerja dari unit ini dapat mencapai 80% efisiensi pada laju pengumpanan sebesar 4 kg COD/(m3.d).

Pada proses anaerobik ini dikenal 4 grup mikroorganisme yang berfungsi untuk mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme hidrolitik akan mendegradasi senyawa-senyawa polimer seperti misalnya polisacharida dan protein menjadi senyawa monomer yang lebih sederhana. Proses ini belum menghasilkan penurunan kadar bahan organik dari dalam limbah cair. Monomer-monomer tersebut kemudian akan terkonversi menjadi asam-asam lemak (volatile fatty acid) dengan melepaskan sedikit gas hidrogen. Asam-asam yang terbentuk tersebut antara lain asam asetat, propionat dan butirat, serta sedikit asam valerat. Pada proses pengasaman tersebut, sedikit penurunan kadar bahan organik (COD) terjadi disamping terjadi pula gas 243

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

hidrogen. Penurunan bahan organik pada proses ini tidak lebih dari 10%. Semua asam yang lebih tinggi dari saman asetat akan diubah menjadi asam asetat melalui proses asetogenik. Contoh reaksi dari asam propionat menjadi asam asetat adalah sebagai berikut:

C3H6O2 + 2 H2O → C2H4O2 + CO2 + 3 H2

Dalam reaksi tersebut akan ada penurunan kadar COD dan pembentukan gas hidrogen. Reaksi tersebut hanya bisa berlangsung apabila konsentrasi hidrogen sangat rendah. Asam asetat dan gas hidrogen akan dikonversi menjadi gas metana oleh organisme methanogenik dengan reaksi sebagai berikut:

C2H4O2 → CO2 + CH4 CH3COO- + H2O → CH4 + HCO3HCO3- + 4H2 → CH4 + OH- + 2H2O

Pada industri makanan dengan BOD diatas 1.000, limbah cair yang dihasilkan akan dapat dimanfaatkan dan diolah melalui proses anaerobik. Proses ini berjalan efektif pada daerah temperatur mesophilic (29~38oC) dan pada daerah temperatur thermophilic (49~57oC). Walaupun kenyataannya proses ini sangat baik pada daerah temperatur thermophilic, namun dalam prakteknya jarang dilakukan mengingat mahalnya biaya untuk mempertahankan temperatur tersebut. Proses akan berjalan baik pada pH 6,6 sampai 7,6. pH optimum dicapai pada nilai mendekati 7.

Apabila kecepatan pembentukan asam melebihi kecepatan pembentukan gas metana, maka proses berjalan tidak seimbang. Hal ini akan mengakibatkan pH di dalam system akan turun, produksi gas metana akan turun dan kandungan karbon dioksida di dalam biogas akan naik. Secara sederhana, degradasi bahan organik dapat digambarkan sebagai berikut:

244

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Karbohidrat H2O H 2O

Fat

Asam Asetat, Propionat dan asam lain

H 2O Protein

H 2O

Bakteri metana

CH4 , CO2 Gambar 3.1. Degradasi Bahan Organik

3.3.3. Peralatan Lain Beberapa peralatan lain yang biasa digunakan untuk pengolahan sekunder limbah cair, antara lain : Stripper. Peralatan ini digunakan untuk menghilangkan bahan organik yang mudah menguap. Proses penghilangan bahan organic yang mudah menguap ini disebut sebagai proses stripping. Proses ini akan memindahkan bahan organic yang mudah menguap ke udara sekitar. Proses ini dapat dilakukan dengan cara memercikkan air ke udara atau dengan cara menyuntikkan udara ke dalam cairan sebagaimana system yang diterapkan pada proses aerasi. Untuk menambah luas permukaan kontak antara cairan dan udara, dapat digunakan material penyangga atau ‘packing’.

Oleh karena itu, pemilihan bahan penyangga merupakan langkah yang penting dalam

rangka

meningkatkan

kinerja

dari

system

ini.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi efektifitas bahan penyangga dapat disampaikan sebagai berikut: 

Reaktifitas. Bahan penyangga harus inert, tidak diperbolehkan untuk bereaksi dengan limbah cair yang sedang diolah, biasanya dipakai bahan dari plastik.

245

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan



Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk dari bahan penyangga sangat menentukan kelakuan pencampuran maupun aliran fluida di dalam system. Faktor ini memegang peranan yang besar terhadap distribusi fluida di dalam system. Bahan penyangga yang mempunyai saluran/kanal vertikal cenderung untuk mudah memindahkan padatan tersuspensi, sehingga system ini baik untuk mengolah limbah

cair

yang

mempunyai

kandungan

padatan

tersuspensi

tinggi.

Sebaliknya, bahan penyangga yang diletakkan secara acak ke dalam system, cenderung untuk menghalangi perpindahan fluida secara vertikal dari padatan tersuspensi, sehingga digester yang mempunyai susunan bahan penyangga seperti ini sebaiknya digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi rendah. 

Besarnya volume untuk menempati ruangan (porositas). Keuntungan dengan menggunakan bahan penyangga yang mempunyai porositas tinggi adalah penghematan terhadap penggunaan volume dari unit stripping ini.

Kolam Stabilisasi. Kolam stabilisasi ini dimungkinkan untuk diterapkan pada industri makanan yang mempunyai lahan cukup luas. Ada 3 tipe kolam stabilisasi, yaitu: 

Kolam Fakultatif. Di dalam kolam ini terjadi 2 proses sekaligus, yakni proses aerobik dan anaerobik. Proses yang pertama terjadi pada permukaan kolam dan proses anaerobik terjadi di bagian bawah kolam. Pada siang hari, lapisan atas akan mempunyai kandungan oksigen lebih tinggi dari malam hari. Hal ini disebabkan kegiatan fotosintesa dari ganggang yang ada pada permukaan kolam. Lumpur organik di bagian bawah kolam akan terdegradasi secara anaerobik dan menghasilkan gas metana dan gas lainnya. Bau akan timbul apabila proses aerobik di bagian permukaan kolam tidak diperhatikan. Kedalaman dari kolam tersebut antara 0.9 sampai 1,8 m. Karena proses fotosintesa sangat tergantung pada penetrasi sinar matahari ke dalam kolam, maka limbah cair tidak boleh terlalu keruh.

246

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.



Kolam Anaerobik. Di dalam kolam ini tidak diperkenankan adanya oksigen. Keseluruhan limbah cair di dalam kolam ini terproses secara anaerobik. Dimensi kedalaman dan luas permukaan dari kolam ini dipilih sedemikian rupa sehingga diperoleh ukuran perbandingan luas permukaan dan volume yang se minim mungkin.



Kolam Aerasi. Waktu tinggal limbah cair di dalam kolam ini bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung dari efisiensi degradasi bahan organik yang diinginkan. Oksigen untuk keperluan aerasi dapat dicatu dari system aerasi yang sudah dikemukakan di atas. Kedalaman dari kolam ini pada umumnya adalah sekitar 1.8 m sampai 4,6 m. Kolam stabilisasi ini biasa digunakan untuk memperbaiki kualitas limbah cair setelah mengalami proses anaerobik. Juga dapat digunakan setelah limbah cair mengalami proses di dalam ‘trickling filter’ maupun lumpur aktif.

Lumpur Aktif (Activated Sludge). Tujuan dari proses lumpur aktif ini ialah untuk menghilangkan senyawa-senyawa organik di dalam limbah cair dan merubahnya ke dalam suspensi mikrobial yang mudah mengendap. Dari proses lumpur aktif yang asli, yang diketemukan oleh Arden dan Lockett pada tahun 1914, kemudian mengalami perkembangan variasi dari prosesnya. Variasi tersebut antara lain: plugflow activated sludge, complete-mix activated sludge, extended aeration, oxidation ditch system, intermittently aerated and decanted system, dan oxygen activated sludge. Unit plug-flow activated sludge. Peralatan ini menggunakan bak aerasi yang panjang namun sempit. Limbah cair dicampur dengan kultur biologi dibawah kondisi aerobik. Biomassa yang terbentuk kemudian dipisahkan dari cairannya di dalam tangki pengendap. Sebagian dari biomassa dibuang, sebagian lagi disirkulasikan lagi ke dalam bak aerasi bercampur dengan limbah cair segar.

247

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

System complete-mix activated sludge. Pada system ini diperlukan pengadukan yang sempurna di dalam bak aerasi. Untuk mencapai kondisi ini, dibutuhkan pemilihan yang cocok terhadap geometri tangki, pengaturan pengumpanan dan pemilihan peralatan aerasi. Melalui pengadukan sempurna ini, dimungkinkan untuk memperoleh kebutuhan oksigen yang konstan dan juga diperolehnya kondisi homogen di dalam tangki. Antara lumpur aktif yang diresirkulasi dan pengumpanan dipisahkan satu sama lain. Proses extended aeration. Proses ini adalah proses pembuangan sludge yang diminimalkan. Hal ini disebabkan dari rendahnya pertumbuhan mikroorganisme, rendahnya pembentukan lumpur dan relatif tingginya kebutuhan oksigen bila dibanding dengan sistem lainnya. Sebagai akibat dari kondisi tersebut adalah dihasilkannya kualitas keluaran yang baik. System ini sangat rentan terhadap kejutan umpan.

Pada oxidation ditch system, perhitungan rancangannya harus seimbang antara geometri bak dan unjuk kerja aerator. Keseimbangan ini menjamin transportasi dari campuran padatan di dalam bak. System complete-mix activated sludge. Dalam pengolahan menggunakan sistem ini, hanya digunakan sebuah tangki yang berfungsi sebagai bak pengendapan primer, oksidasi biologis, pengendapan sekunder dan pengolahan lumpur. Di dalamnya juga terjadi proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Yang menjadi kunci dalam pengoperasiannya adalah sequence waktu. System oxygen activated sludge. Sistem ini menggunakan oksigen yang relative murni di dalam sebuah tangki yang tertutup. Biasanya system ini dirancang bertingkat. Pada tingkat pertama terdapat masukan untuk oksigen, umpan dan sirkulasi lumpur. Agar supaya terdapat kontak yang baik antara oksigen dan limbah cair, maka tangki ini dilengkapi turbine yang diletakkan di permukaan atau di bawah permukaan limbah cair.

248

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Trickling Filter (Unggun Percik). Trickling filter merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian atas media dan menembus sela-selanya. Dalam

prosesnya,

media

akan

diselimuti

oleh

lapisan

yang

merupakan

mikroorganisme. Saat limbah cair melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di dalam limbah cair. Media yang dipakai biasanya terbuat dari bahan plastik. Untuk skala besar, tinggi media ini bisa sampai 12 m dengan laju pengumpanan sebesar 0,16 m3/(min.m2). System ini mampu mencapai degradasi bahan organik sebesar 90%. Limbah cair yang melalui tumpukan media memberikan nutrien kepada lapisan film yang adalah lapisan mikroorganisme. Bersamaan dengan itu, oksigen juga terdifusi masuk ke dalam lapisan film tersebut. Di sinilah terjadi proses degradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Dari proses degradasi ini lalu dihasilkan gas CO2 yang terdifusi keluar dari lapisan film. Apabila lapisan film ini terlalu tebal, maka kemungkinan akan terjadi proses anaerobik pada bagian lapisan film sebelah dalam. Hal ini mengingat bahwa oksigen tidak dapat menembus masuk jauh ke dalam lapisan film tersebut.

Pada trickling filter ini, unjuk kerja akan erat berhubungan dengan terbentuknya lapisan film pada permukaan media dan lama waktu kontak antara limbah cair dengan lapisan film tersebut. Karena transfer oksigen ke dalam lapisan film berhubungan erat dengan turbulensi dari limbah cair, maka transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh laju pengumpanan dan konfigurasi dari media yang dipakai di dalam trickling filter.

Apabila trickling filter ini akan dipakai untuk mendegradasi limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi, maka konsentrasinya harus diperhatikan. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi, maka akan terjadi proses anaerobik di dalam trickling filter. Akibatnya, dari trickling filter ini akan timbul bau busuk. Pada umumnya, bahan organik di dalam limbah cair yang diperkenankan untuk diolah di dalam trickling filter mempunyai besaran BOD antara 600 sampai 1200 mg/l. Lebih dari 1200 mg/l, prosesnya memerlukan resirkulasi untuk pengenceran konsentrasi dari limbah cair umpan.

249

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Kondisi temperatur sangat mempengaruhi kinerja dari trickling filter. Pada temperatur rendah, maka kecepatan degradasi akan berkurang, transfer oksigen ke dalam lapisan film akan berkurang serta limbah cair akan cepat mencapai kejenuhan oksigen. Akibat dari kondisi tersebut adalah menurunnya aktivitas dari lapisan mikroorganisme, sehingga kinerja dari trickling filter akan menurun.

Rotating Biological Contactors (RBC). RBC terdiri dari silinder yang berisi media sebagaimana trckling filter. Silinder tersebut dipasang horisontal dan dapat berputar pada sumbunya. Silinder tersebut diputar dengan kecepatan pelan dan lebih kurang 40% nya tenggelam di dalam limbah cair yang akan diolah. Pada permukaan media akan tumbuh menempel lapisan film mikroorganisme setebal antara 1 mm sampai 4 mm. Pada saat RBC berputar, maka media akan membawa lapisan limbah cair ke udara bebas. Perputaran ini memungkinkan terjadinya transfer oksigen dan nutrien ke dalam limbah cair, sehingga degradasi bahan organik dapat berlangsung.

Gesekan antar media akan menyebabkan terjadinya proses ‘pengelupasan’ dari sebagian lapisan film yang terbentuk secara berlebihan pada permukaan media. Biomassa tersebut akan dipisahkan di dalam bak pengendap (clarifier). Unjuk kerja dari RBC ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kecepatan perputaran, waktu tinggal dari limbah cair, temperatur operasi dan dalamnya silinder yang ditenggelamkan dalam limbah cair.

250

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

BAB 4 TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR 4.1. Informasi Yang Dibutuhkan

U

ntuk menentukan teknologi pengelolaan limbah cair yang akan digunakan pada suatu industri/kawasan industri dibutuhkan data sebagai berikut :

a. Karakteristik Limbah pelu dilakukan survei lapangan untuk mendapatkan data mengenai jumlah industri yang ada, jenis (karakteristik) limbah cair yang dihasilkan, COD dan BOD rata-rata dari hasil analisa laboratorium. Selain itu harus diketahui pula debit / rata-rata volume limbah cair yang dihasilkan per hari (data primer). apabila hal itu tidak dapat dilakukan, maka dapat digunakan data sekunder dari industri yang sama atau sejenis. Data tersebut akan digunakan dalam perencanaan pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Flow diagram kebutuhan informasi limbah cair dapat dilihat pada gambar 4.1. b. Ketersediaan Lahan dan Lingkungan Informasi mengenai luas lahan yang tersedia, letak geografi, akan berguna dalam menentukan sistim instalasi IPAL yang akan dibuat. Selain itu dibutuhkan data kondisi lingkungan (sumber limbah) yang meliputi ; data lokasi badan air penerima, dan kapasitas efluen yang boleh dibuang. Flow diagram kebutuhan informasi lingkungan dapat dilihat pada gambar 4.2. c. Informasi Peraturan Pembuangan Limbah Cair Informasi tentang peraturan pembuangan limbah cair/padat yang meliputi standar kualitas limbah cair atau padat dan standar kualitas badan air penerima. Data ini dibutuhkan sebagai acuan disain pengolahan limbah yang akan dibuat.

251

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

INFORMASI LIMBAH CAIR YANG DIBUTUHKAN

PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR FISIK KIMIA BIOLOGI

SUMBER LIMBAH

PEMERIKSAAK UANTITAS LIMBAH CAIR (DEBIT LIMBAH)

HASIL PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR

KARAKTERISTIK SUMBER

HASIL PEMERIKSAAK UANTITAS LIMBAH CAIR

ANALISA HASIL PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR

KAREKTERISTIK PENGGUNAAN AIR BERSIH

ANALISA HASIL PEMERIKSAAN KUANTITAS LIMBAH CAIR

KUALITAS LIMBAH CAIR

KUANTITAS LIMBAH CAIR

INFORMASI KUALITAS DAN KUANTITAS LIMBAH

Gambar : 4.1. Skema Penentuan Karakteristik Limbah

252

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

INFORMASI LINGKUNGAN

PENGGUNAAN LAHAN

KONDISI LINGKUNGAN

TATALETAK KOMPONEN LAHAN

KETERSEDIAAN LAHAN

LUAS LAHAN YANG TERSEDIA

PERETURAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

LOKASI BADAN AIR PENERIMA

STANDAR KUALITAS AIR

BENTUK BADAN AIR PENERIMA

STANDAR KUALITAS AIR BADAN PENERIMA

KAPASITAS BADAN AIR PENERIMA

ACUAN DISAIN KUALITAS LIMBAH CAIR

ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN

Gambar : 4.2. Skema Kondisi Lingkungan

253

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

4.2. Prosedur Pemilihan Teknologi Kesesuaian antara teknologi pengolahan limbah dengan karakteristik limbah merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan pada pemilihan teknologi pengolahan limbah yang akan digunakan. Pemilihan teknologi pengolahan limbah cair didasarkan pada :

a. Keandalan Kerja Peralatan

Pemilihan teknologi terutama didasarkan pada Keandalan kerja peralatan dan sistem secara keseluruhan, efisiensi dan alternatif penanganan apabila terjadi masalah saat dioperasikan. Selain itu penentuan sistim transportasi / pemindahan limbah cair perlu ditentukan berdasarkan geografi dan tataletak.

b. Murah

Teknologi pengolahan limbah terpilih hendaknya murah, baik dari biaya investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.

Skema Pemilihan Teknologi Pengolahan Limbah Cair disajikan pada gambar 4.3.

254

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

PEMILIHAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

DATA LIMBAH CAIR

KUALITAS LIMBAH CAIR KUANTITAS LIMBAH CAIR

PILIHAN SISTIM PENYALURAN LIMBAH CAIR

ASPEK TEKNIS

KEANDALAN SISTEM : - PENGOLAHAN - PENYALURAN - OPERASIONAL - FLEKSIBEL

PROSEDUR PEMILIHAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TERPILIH

KARAKTERISTIK DAN DEBIT LIMBAH CAIR

PILIHAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

ASPEK NON TEKNIS

KETERSEDIAAN LAHAN KETERSEDIAAN BIAYA

Gambar : 4.3. Skema Pemilihan Teknologi Pengolahan Limbah Cair

255

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

4.3. IPAL Pengolahan Hasil Perikanan Jika dilihat dari tabel 1.1 karakteristik dari limbah cair industri pengolahan hasil perikanan mempunyai kadar BOD dari 2,96 kg/ton sampai dengan 76000 mg/l, jenis pengolahan hasil perikanan mempunyai range yang cukup besar. Untuk membuat pengolahan limbah harus di tentukan kasus per kasus dimana pengolahan limbah tersebut akan diterapkan. Sebelum dibuang ke sungai limbah tersebut harus diturunkan dulu COD nya menjadi 200 ppm atau disesuaikan dengan ambang batas, untuk menurunkan COD tersebut dibutuhkan peralatan pengolahan sebagai berikut:

a. Penyaringan Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair, penyaringan ini dipasang sesuai dengan kebutuhan misalnya saringan kasar, sedang dan halus. b. Bak / Tangki Ekualisasi Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi homogen. Besarnya bak / tangki ekualisasi ini diperlirakan sama dengan junlah limbah cair yang dihasilkan tiap hari. c. Fixed Bed Reaktor Fixed Bed Reaktor merupakan peralatan pengolahan Anaerobic yang

biasa

digunakan untuk COD diatas 6000 ppm. Fixed Bed Reaktor juga merupakan peralatan proses biologi yang murah dan mudah pengoperasiannya, selain itu efisiensinya bisa mencapai 80 %. d. Trikling Filter Trikling Filter merupakan peralatan proses biologi aerob dan anaerob yang biasa digunakan untuk mengolah limbah dengan COD sampai dengan 4000 ppm. Trikling Filter banyak digunakan karena konstruksinya sederhana, dan biaya operasinya relatif murah. Efisiensi Trikling Filter bisa mencapai 90 %. e. Instalasi dan Pompa Instalasi dan pompa merupakan peralatan penunjang biasanya dibutuhkan untuk memindahkan limbah sebelum dan sesudah diolah.

256

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

4.4. IPAL Pengolahan Hasil Peternakan Dari tabel 1.2 pada bab I karakteristik dari limbah cair industri pengolahan hasil peternakan mempunyai kadar COD dari 5000 ppm sampai dengan 13500 ppm. Untuk menurunkan COD dari limbah pengolahan hasil peternakan dilakukan 2 tahap pengolahan; anaerob dan aerob. Untuk menurunkan COD tersebut dibutuhkan peralatan pengolahan sebagai berikut: a. Penyaringan Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair, penyaringan ini dipasang sesuai dengan kebutuhan misalnya saringan kasar, sedang dan halus. b. Bak / Tangki Ekualisasi Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi homogen. Besarnya bak / tangki ekualisasi ini diperlirakan sama dengan junlah limbah cair yang dihasilkan tiap hari. c. Fixed Bed Reaktor Fixed Bed Reaktor merupakan peralatan pengolahan Anaerobic yang

biasa

digunakan untuk COD diatas 6000 ppm. Fixed Bed Reaktor juga merupakan peralatan proses biologi yang murah dan mudah pengoperasiannya, selain itu efisiensinya bisa mencapai 90 %. d. Trikling Filter Trikling Filter merupakan peralatan proses biologi aerob dan anaerob yang biasa digunakan untuk mengolah limbah dengan COD sampai dengan 3000 ppm. Trikling Filter banyak digunakan karena konstruksinya sederhana, dan biaya operasinya relatif murah. Efisiensi Trikling Filter bisa mencapai 90 %. e. Instalasi dan Pompa Instalasi dan pompa merupakan peralatan penunjang biasanya dibutuhkan untuk memindahkan limbah sebelum dan sesudah diolah.

257

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

4.5. Rancang Bangun Pengolahan Limbah Limbah pengolahan hasil perikanan dan limbah pengolahan hasil peternakan mempunyai

karakteristik

yang

sama sehingga

peralatan

pengolahan

yang

dibutuhkan untuk mengolah limbah tersebut juga merupakan peralatan yang sama. Sebagai contoh kasus diambil asumsi pengolahan limbah industri pengolahan hasil perikanan / peternakan dengan asumsi rata-rata COD 10.000 ppm dengan jumlah 10 m3 per hari.

Bak equalisasi diperlukan volume yang dapat menampung kapasitas limbah 1 hari sehigga diperlukan bak dengan kapasitas 10 m3. Karena COD yang tinggi maka diperlukan proses anaerobik untuk dapat mereduksi dari 10.000 ppm menjadi 1.000 ppm, dan diipilih fixed bed reactor. Volume efektif reaktor Fixed Bed yang dibutuhkan dihitung berdasarkan jumlah volume limbah per hari dikalikan dengan waktu tinggalnya. Waktu tinggal (HRT) biasanya 3 hari jadi besarnya volume efektif 3 x 10 m3 = 30 m3. Porositas media 15%, sehingga volume media sama dengan volume efektif.

Volume total = volume efektif + volume media Volume total = 31,5 m3

Untuk menentukan dimensi dari trikling filter, dihitung berdasarkan loading, diamerter, BOD removal dan luasan permukaan support material/media efisiensinya trikling filter bisa mencapai 85%-95 % sehingga dapat mereduksi dari 1000 ppm menjadi 100 ppm . Dari trikling filter ini limbah sudah dapat dibuang ke sungai. (Secara lengkap disajikan dalam Tabel 4.1) Secara lengkap Rangkaian Pengolah Limbah Pengolahan Hasil Perikanan dan Peternakan disajikan dalam gambar 4.4.

258

Gambar 4.4. Rangkaian Pengolah Limbah Pengolahan Hasil Perikanan dan Peternakan

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

259

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Tabel 4.1. Kriteria Perencanaan Trikling Filter No

Parameter

Two stage

1

Operasi

kontinyu

2

Rasio resirkulasi

0,5 – 3,0

3

Kedalaman (m)

2,0 –3,0

4

Hidroulik loading (m3/m2 hari)

10 – 40

5

BOD5 loading

1,0 – 2,0

6

Sloughing

kontinyu

7

Media

8

Filter flies

none

9

Power (kW/10 m3)

6 – 10

10

Effisiensi BOD removal (%)

85-95

11

Effluent

Kerikil, slag, sintetis, red-wood

Well nitrified

Sumber : Horan.N.J, “Biological Wastewater Treatment System Theory And Operation.” John Willey And Son Ltd, 1990

260

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

BAB 5 PENUTUP

D

alam rangka mendukung program pembangunan yang berkesinam-bungan (sustainable Development), pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan menjadi salah satu hal yang harus mendapat perhatian kita

bersama.

Untuk mendukung program pembanguna ini tersebut, telah banyak teknologi yang dikembangkan sebagai upaya pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan melalui pengolahan limbah, yang dikenal sebagai metoda end of pipe. Namun demikian, metode end of pipe dipandang tidak dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan tetap terjadi dan cenderung meningkat.

Atas dasar kenyataan ini, maka saat ini telah dikembangkan konsep Produksi Bersih, yang merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, maka penyusunan buku “Panduan Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan bahan Baku Ikan, Udang, Unggas dan Daging” ini disusun sebagai upaya jangka pendek untuk mengelola limbah. Diharapkan di masa mendatang, pelaku industri-industri lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip produksi bersih didalam upaya pengelolaan lingkungan.

261

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

DAFTAR PUSTAKA 1.

Anonim, Ekspor Hasil Perikanan di Indonesia, Balai Bimbingan dan P.engujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan (1997)

2.

Anonim,

Polution Prevention for Fish and Shellfish Processing Industries,

training Manual US-EPA (1996) 3.

Indriyati, Karakteristik Limbah dan Pemilihan Teknologi Limbah Cair, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan, Jakarta 13 Juli 1999

4.

Anonim, Pelatihan Penerapan Teknologi Produksi Bersih, Direktorat Teknologi Lingkungan, BPPT, Jakarta 1~ 2 Agustus 2000

5.

Horan.n.j, “Biological Wastewater Treatment System Theory and Operation.” John willey and son Ltd, 1990

6.

Eckenfelder, W. W., Trackling Design and Performace, J. Sanitary Engineer Division Processes, ASCE, Vol. 87 (1961)

262

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

LAMPIRAN

Gambar 1. Industri Rumahtangga Pengolahan Hasil Perikanan

Gambar 2. Kegiatan Pemotongan Sapi dan Limbah Yang Dihasilkan

263

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Gambar 3. Limbah Darah Dari Sisa Pemotongan Sapi / Kerbau

Gambar 4. Pengolahan Daging Sapi / Kerbau Hasil Pemotongan

264

Ir. Teguh Prayudi, Ir. Prasetyadi, dan Ir. Adi Mulyanto, MSc.

Gambar 5. Unit Pengolahan Limbah Cair dari Pengolahan Daging (Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan – Cakung Jakarta Timur)

Gambar 6. Tangki Pengendap dan Tangki Pencampur Pengolahan Limbah RPH Cakung 265

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Makanan Dengan Bahan Baku Ikan

Gambar 7. Tangki Pengolahan Limbah Sistim Anaerobic Kapasitas 400 m3 ( Fixed Bed Reactor )

Gambar 8. Tangki Pengendap Akhir

266