TINJAUAN TENTANG PERCERAIAN KARENA ALASAN

Download memutus perkara perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga di. Pengadilan Agama Boyolali? METODE ... Menurut Soerjono Soekanto, pende...

0 downloads 485 Views 57KB Size
1

TINJAUAN TENTANG PERCERAIAN KARENA ALASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI) Oleh : HAPPY DESTRIAROMA NPM: 10102112

ABSTRACT: The results reveal that the causes of domestic violence as grounds for divorce that occurred in the Religious Boyolali partly for economic reasons, because of gambling and also occur because of jealousy. Consideration of the judge in the divorce settlement to the case caused by domestic violence in Islamic Court Boyolali is through witness testimony and statements Plaintiff, this is due to that the Defendant did not come at the time of trial. Keywords: Divorce, Domestic Violence

LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan perkawinan untuk membentuk dan membangun rumah tangga yang bahagia pasti didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Hampir tidak ada orang yang ketika melakukan perkawinan mengharapkan terjadi sesuatu yang buruk dalam perkawinannya. Berbicara mengenai tujuan 1 perkawinan memang merupakan hal yang tidak mudah, tetapi ini tidak berarti bahwa tidak dapat dilaksanakan. Tujuan yang sama harus benar-benar diresapi oleh masing-masing pasangan dan harus disadari bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh isteri atau suami saja, karena itu diharapkan agar pemutusan ikatan suami-isteri itu tidak terjadi kecuali karena kematian, sedangkan pemutusan karena sebab lain diberikan kemungkinan yang sangat ketat. Pemutusan ikatan antara suami-isteri dalam

2

bentuk perceraian hanyalah merupakan jalan yang terakhir, setelah usaha lain memang benar-benar telajxtidak dapat memberikan pemecahan. Keharmonisan dan keutuhan rumah tangga merupakan dambaan setiap orang yang berada dalam biduk rumah tangga. Akan tetapi, perkembangan dewasa ini menunjukkan banyak terjadinya tindak kekerasan dalam lingkup rumah tangga, dan yang menjadi korban kebanyakan perempuan (istri) dan anak-anak. Selama ini, KDRT dianggap sebagai masalah privat sehingga tidak boleh ada campur tangan negara dalam penyelesaian tindak kekerasan tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat yang menganggap bahwa segala hal yang terjadi dalam rumah tangga, termasuk tindak kekerasan, merupakan suatu aib yang harus ditutup rapat. Akhir-akhir ini sering sekali dalam pemberitaan di media massa ataupun media elektronik dapat dilihat adanya pemberitaan di media massa ataupun media elektronik dapat dilihat adanya tindak kekerasan rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang mengakibatkan renggangnya hubungan pernikahan antara suami istri. Sehingga tidak sedikit si korban dalam hal ini adalah para istri meminta cerai yang disebabkan kekerasan yang dideritanya, sehingga suatu perkawinan itu tidak dapat berjalan dengan harmonis. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat memberikan perumusan masalah Faktor apa saja yang menyebabkan salah satu pihak melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dapat menjadi alasan untuk perceraian? Bagaimanakah pertimbangan hakim di dalam

3

memutus perkara perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Boyolali? METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk penelitian normatif, yaitu penelitian dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan kemudian dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada di dalam peraturan perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan.” (Bahder Johan Nasution, 2008:72) Menurut Soerjono Soekanto, pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier Soerjono Soekanto, 1986. Dalam hal ini adalah datanya berbentuk keputusan Pengadilan Agama atau kasus yang sudah terjadi. Penelitian ini bersifat deskriptif

dimana

penelitian bertujuan

memberikan gambaran, melukiskan serta memaparkan data yang diperoleh dari penelitian. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk memberikan data awal yang diteliti tentang manusia, keadaan atau gejalagejala lain.

4

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Faktor

Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan

Perceraian Perceraian itu sendiri diakibatkan oleh beberapa faktor seperti halnya kondisi ekonomi yang pas-pasan, rasa ingin menang sendiri dari suami istri, perselingkuhan dan tindak kekerasan. Adapun kasus perceraian yang ditimbulkan akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di Pengadilan Agama Boyolali adalah : 1. Bahwa pada kasus pertama, keadaan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai tidak tentram terjadi perselisihan yang disebabkan tergugat malas bekerja, senangnya hanya main keluar rumah dengan tanpa tujuan yang jelas. Bahwa Penggugat telah berulang kali mengingatkan kepada Tergugat agar tidak malas bekerja mengingat sudah punya isteri dan anak akan tetapi setiap kai Tergugat diingatkan selalu marah dan mengatakan : kamu dapat saya mau tidak mau ya begini harus siap terlantar sehingga terjadi perselisihan. Puncak dari perselisihan itu terjadi bulan Agustus di mana Tergugat pergi meninggalkan rumah sedang perginya kemana tidak jelas alamatnya. Bahwa selama Tergugat pergi tiap 2 sampai 3 bulan sekali pulang ke rumah Penggugat akan tetapi tidak membawa hasil apa-apa lalu pergi lagi. Bahwa dengan demikian sejak bulan Agustus sampai sekarang sudah 4 tahun lebih Tergugat telah membiarkan tidak memperdulikan kepada Penggugat sebagai istrinya.

5

Bahwa untuk keperluan sehari-hari Penggugat mencari sendiri dengan bekerja sebagai buruh. Bahwa dari kejadian tersebut Penggugat tidak rela karena Tergugat telah melanggar taklik talak yang mengakibatkan kerugian lahir dan bantin, kemudian Penggugat mohon kepada Bapak Ketua Majelis Hakim Pengadilan Agama Boyolali untuk menerima dan mengadili gugatan perkara ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa Tergugat telah melakukan penelantaran dalam rumah tangga sehingga melanggar UndangUndang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengenai Larangan Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Pasal 5 yang menyatakan Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga. Berdasarkan Putusan Hakim Pengadilan Agama Boyolali 691/Pdt.G/2008/PA.Bi maka telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No.l Tahun 1974 mengenai putusan perkara serta akibatnya jo Pasal dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.i Tahun 1974 bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.l Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

6

1975 sebagai salah satu alasan perceraian yaitu : "antara suami istri terus menerus terjadi peselisihan dan pertenakaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tanaga". 2. Pada kasus kedua nada buian Nonember 2004 rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai tidak tentram lagi yang disebabkan Tergugat senang bermain judi. Penggugat sudah berulang kali menasehati kepada Tergugat tidak senang judi akan tetapi setiap kali Tergugat diingatkan oleh Penggugat, Tergugat tidak menghiraukan dan bahkan marah-marah yang berakhir dengan menyakiti badan Penggugat seperti memukul muka/wajah Penggugat, memecahkan piring gelas, membakar baju Penggugat. Bahwa tahun 2005 Tergugat pulang ke rumah orang tua sehingga antara Penggugat dan Tergugat hidup berpisah rumah, bahwa selama hidup berpisah rumah itu Tergugat tidak pernah datang ke rumah Penggugat serta telah tidak memperdulikan nafkahnya kepada Penggugat sebagai istrinya. Bahwa dengan demikian sejak tahun 2005 sampai dengan sekarang ini sudah 1 tahun lebih Tergugat telah membiarkan tidak memperdulikan nafkahnya kepada penggugat sebagai istrinya. Bahwa dan kejadian tersebut Penggugat tidak rela karena Tergugat telah melanggar taklik talak yang mengakibatkan kerugian lahir batin, kemudian Penggugat mohon kepada bapak ketua Majelis Hakim

7

Pengadilan Agama Boyolali untuk menerima dan mengadili gugatan perkara ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa Tergugat telah mefakukan penganiayaan terhadap istri seperti memukul muka/wajah Penggugat, memecahkan piring gelas, membakar baju Penggugat sehingga melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai dengan Pasal 6 yang menyatakan bahwa Kekerasan flsik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan terhadap istri juga dapat dituntut dengan ketentuan Pidana di mana di dalam UU No. 23 tentang Penghapusan KDRT Pasal 44 menyatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

8

Berdasarkan Putusan Hakim Pengadilan Agama Boyolali 332/Pdt.G/2008/PA.Bi maka telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No.l Tahun 1974 mengenai putusan perkara serta akibatnya jo Pasal dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.l Tahun 1974 bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.l Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagai salah satu alasan perceraian yaitu : "antara suami istri terus menerus terjadi peselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga". 3. Pada kasus ketiga, bahwa selama hidup bersama keadaan rumah tangga pada mulanya baik tetapi mulai bulan Juli 2005 terjadi perselisihan yang disebabkan Tergugat sangat cemburu kepada Penggugat dengan bekas pacar Penggugat yang bemama Yusuf. Bahwa setiap kali Tergugat cemburu sering marah dengan menyakiti badan Penggugat dengan cara memukul dan menancam akan membunuh Penggugat. Bahwa pada bulan Agustus 2005 Tergugat pulang ke rumah orang tua sampai sekarang tidak mau kembali dan tidak mau mengurusi Penggugat. Bahwa apabila Penggugat dengan Tergugat bertemu di jalan tidak saling menyapa dan tidak saling bicara sampai sekarang sudah berpisah selama 1 tahun lebih. Bahwa

9

selama hidup berpisah Tergugat tidak pernah mau mengirim nafkah kepada Penggugat dan tidak mau kembali lagi. Bahwa Tergugat telah membiarkan tanpa memberi nafkah kepada Penggugat selama 1 tahun lebih sampai sekarang. Bahwa dari kejadian tersebut Penggugat tidak rela karena Tergugat telah melanggar taklik talak yang mengakibatkan kerugian lahir dan batin, kemudian penggugat mohon kepada Bapak Ketua Majelis Hakim Pengadilan Agama Boyolali untuk menerima dan mengadili gugatan perkara ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa Tergugat telah melakukan KDRT penelantaran rumah tangga terhadap istri serta melakukan penganiayaan terhadap istri hingga melakukan ancaman pembunuhan sehingga melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 9 Pasal 6 Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Pasal 9 Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

10

Kekerasan terhadap istri juga dapat dituntut dengan ketentuan Pidana di mana di dalam UU No. 23 tentang Penghapusan KDRT Pasal 44 menyatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Berdasarkan Putusan Hakim Pengadilan Agama Boyolali 784/Pdt.G/2008/PA.Bi maka telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-Undang No.l Tahun 1974 mengenai putusan perkara serta akibatnya jo Pasal dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.l Tahun 1974 bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.l Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagai salah satu alasan perceraian yaitu : "antara suami istri

11

terus menerus terjadi peselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga". B. Pertimbangan hakim di dalam menyelesaikan perkara perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Boyolali Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Panitera Muda Pengadilan Agama Boyolali pada 21 Juli 2014 penulis berhasil memperoleh keterangan mengenai faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menyelesaikan perkara perceraian akibat KDRT. Pertimbangan hakim di dalam menyelesaikan perkara perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Boyolali antara lain adalah : 1. Pertimbangan hakim berdasarkan keterangan saksi Pertimbangan hakim di dalam menyelesaikan kasus atau perkara perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Boyolali salah satunya dalah melalui keterangan saksi. Majelis Hakim mempertimbangkan putusannya dari faktor keterangan para saksi yang dihadirkan di persidangan. Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indera mereka (misal. penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil ke pengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses peradilan. Adapun

12

saksi-saksi yang masing-masing telah memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: a. Saksi Kasus Pertama 1) Saksi: Mororejo bin Sodikromo bersumpah : a) Bahwa kenal Penggugat dan Tergugat tetapi tidak ada hubungan famili. b) Bahwa Penggugat dan Tergugat menikah tahun 2003 setelah menikah pernah tinggal di tempat Penggugat selama satu tahun serta telah dikaruniai seorang anak. c) Bahwa sejak tahun 2004 rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai tidak tentram terjadi perselisihan kemudian Tergugat pergi meninggalkan Penggugat. 2) Saksi :Sudar bin Romosemito, bersumpah : a) Bahwa kenal Penggugat dan Tergugat tetapi tidak ada hubungan falimi. b) Bahwa Penggugat dan Tergugat menikah tahun 2003 setelah menikah pernah tinggal ditempat Penggugat selama satu tahun serta telah dikaruniai seorang anak. c) Bahwa sejak tahun 2004 rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai tidak tentram terjadi perselisihan kemudian Tergugat pergi meninggalkan Penggugat. b. Saksi Kasus Kedua 1) Sujali bin Salimin bersumpah :

13

a) Bahwa, saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena sebagai tetangga b) Bahwa, Penggugat dan Tergugat hidup selama beberapa tahun dan belum mempunyai anak. c) Bahwa, sekarang antara Penggugat dan Tergugat sekarang hidup terpisah Tergugat tidak pernah memberikan nafkah serta telah membiarkan Penggugat 1 tahun 4 bulan. 2) Suparno bin Hadi bersumpah : a) Bahwa, saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena sebagai tetangga b) Bahwa, Penggugat dan Tergugat hidup bersama di rumah orang tua Penggugat kemudian rumah sendiri belum mempunyai anak. c) Bahwa, antara Penggugat dan Tergugat sekarang hidup terpisah Tergugat tidak pernah memberikan nafkah serta membiarkan atau mengurusi Penggugat selama tiga tahun. d) Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tersebut Penggugat telah membenarkannya. e) Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini maka segala sesuatu yang terjadi di persidangan nampak jelas dalam berita acara sidang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam keputusan ini. c. Saksi Kasus Ketiga 1) Saksi Sugiman Hadi Prayitno bin Mitro Dikromo

14

a) Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat tetapi tidak ada hubungan family b) Bahwa Penggugat dan Tergugat suami istri nikah sekitar tahun 2000 c) Bahwa setelah menikah tinggal bersama di tempat Penggugat sekitar 3 tahuns erta telah dikaruniai seorang anak. d) Bahwa satu tahun terakhi ini rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak baik sering terjadi perselisihan yang akhirnya Tergugat pergi meninggalkan Penggugat. e) Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah 1 tahun 2 bulan dan selama waktu tersebut tidak saling berkomunikasi. 2) Saksi Purnomo bin Amin a) Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat tetapi tidak ada hubungan family b) Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri nikah tahun 2000, setelah menikah tinggal bersama selama 3 tahun ditempat Penggugat seta telah dikaruniai seorang anak. c) Bahwa akhir-akhir ini rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis sering terjadi perselisihan akhirnya Tergugat pergi meninggalkan Penggugat sekitar 1 tahun 2 bulan. d) Bahwa selama waktu tersebut antara Penggugat dan Tergugat tidak saling komunikasi.

15

2. Keterangan Penggugat Hakim juga mempertimbangkan keterangan dari Penggugat dalam membuat putusan, dalam kasus perceraian yang diakibatkan oleh Kekerasan Dalam Rumah Tangga bahwa pada dasamya ketiga kasus di atas adalah sama bahwa Penggugat telah disakiti atau Tergugat menyakiti badan Penggugat seperti memukul muka/wajah Penggugat, memecahkan piring gelas, membakar baju Penggugat dan lain sebagainya dengan berbagai latar belakang yang berbeda di mana pada kasus pertama KDRT disebabkan karena alasan ekonomi, pada kasus kedua KDRT disebabkan karena judi dan KDRT yang terakhir terjadi karena rasa cemburu dari Tergugat. Adapun keterangan dari Penggugat bahwa Tergugat juga sudah tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada Penggugat selama satu tahun lebih sehingga hal tersebut menyalahi taklik talak yang pernah diucapkan pada saat pernikahan. Berdasarkan hal tersebut maka pertimbangan hakim di dalam menyelesaikan perkara perceraian yang disebabkan oleh Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Pengadilan Agama Boyolali maka pertimbangannya adalah melalui keterangan saksi dan keterangan Penggugat, hal ini disebabkan bahwa Tergugat tidak datang pada saat persidangan. PENUTUP 1. Faktor-faktor yang menyebabkan salah satu pihak melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang dapat menjadi alasan perceraian antara lain karena alasan ekonomi, karena judi, dank arena rasa cemburu.

16

2. Pertimbangan hakim di dalam menyelesaikan perkara perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Boyolali adalah melalui keterangan saksi dan keterangan Penggugat, hal ini disebabkan karena Tergugat tidak datang pada saat persidangan. Saran 1. Bagi para pihak baik itu suami atau istri agar dapat mempertahankan mahligai rumah tangga yang dibinanya, mengingat apabila terjadi perceraian maka banyak pihak yang akan menjadi korban baik kedua orang yang bercerai tersebut dan bagi anak itu sendiri karena dapat menjadikan depresi mental pada anak. 2. Bagi Hakim Pengadilan Agama hendaknya di dalam melaksanakan putusan tentang perceraian juga mempertimbangkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 dalam menangani kasus perceraian karena alasan kekerasan dalam rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Achmad Djumairi. 1990. Hukum Perdata II. Semarang: Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo. Djamil Latif. 1982. Aneka Hukum Perceraian di Indonesia. Jakarta Timur: Balai Pustaka-Yudhistira-Pustaka Saadiyah. Haifaa A. Jawad. 2002. Otentisitas Hak-hak Perempuan. Yogyakarta: Fajar Pustaka. HB. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press Kekerasan dalam Rumah Tangga diakses dari http://www.jurnalperempuan.com Mahfudli Sahli. 2000. Menuju Rumah Tangga Harmonis. Pekalongan: Bahagia M. Sofyan Lubis. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), diakses dari http://www.kantorhukum-lhs.com

vii viii

17

Perempuan & KDRT diakses dari http://radio.jurnalperempuan.com Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Soemitro, 1997. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Uma Sekaran. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Bandung. Peraturan Perundangan Departemen Agama. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahannya Semarang: Toha Putra PP Nomor 9 Tahun 1975. Jakarta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT