THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PENGARUH WAKTU PENGERINGAN DAN JENIS LIMBAH ORGANIK TERHADAP KUALITAS TISU Herry Purnama1), Aprilia Noor Aini2) Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] 2 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] 1
Abstrak Limbah organik yang menumpuk dan tidak diolah secara baik dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini dapat dicegah dengan mengolah limbah organik tersebut menjadi sebuah produk yang memiliki nilai jual tinggi. Salah satu produk yang dapat dibuat dari limbah organik adalah tisu. Limbah organik yang memiliki kandungan selulosa dan dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pembuatan tisu antara lain, kulit pisang, ampas tebu, jerami padi, dan daun jabon merah. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu pengeringan dan jenis limbah organik. Sedangkan, metode yang digunakan yakni chemical pulping. Dimana pulp yang terbentuk selanjutnya akan dilakukan proses pencucian pulp, pemutihan pulp, dan kemudian dibentuk menjadi lembaranlembaran tisu. Untuk mengetahui kualitas tisu maka dilakukan uji gramatur, uji daya serap air, dan uji keadaan lembaran meliputi uji penampakan, uji mudah hancur, dan uji warna. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa untuk uji penampakan, uji mudah hancur, uji warna, uji gramatur, dan uji daya serap air yang paling memenuhi standar SNI 0103:2008 adalah tisu yang berasal dari jerami padi dengan waktu pengeringan selama 175 menit. Sedangkan hasil yang paling rendah adalah tisu yang berasal dari daun jabon merah, karena hingga waktu pengeringan selama 175 menit belum dapat memenuhi standar SNI 0103:2008.
Kata kunci : tisu, kulit pisang, ampas tebu, jerami padi, daun kering. PENDAHULUAN Kulit pisang (Musa acuminat a balbisiana Colla) saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal dan sebagian besar dibuang sebagai limbah organik. Limbah kulit pisang ini dapat menimbulkan masalah lingkungan jika tidak dimanfaatkan secara optimal (Nagarajaiah, S.B., and Prakash 2011). Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gula. Dalam proses produksinya, tebu menghasilkan 90% ampas tebu, 5% molase dan 5% air. Ampas tebu merupakan limbah sisa hasil dari pabrik tebu yang keadaannya belum dimanfaatkan secara maksimal (Moeksin et al. 2009). Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman paling penting di Indonesia. Banyaknya kebutuhan padi di Indonesia menyebabkan semakin banyak limbah jerami padi yang dihasilkan. Jerami padi adalah hasil samping usaha pertanian berupa tangkai dan
THE 5TH URECOL PROCEEDING
batang tanaman serealia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan (Jalaluddin & Rizal 2005). Jabon merah (A. macrophyllus Roxb.Havil) termasuk dalam famili Rubiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki beberapa keunggulan antara lain cepat tumbuh, tahan terhadap hama penyakit, serta kayunya memiliki beberapa kegunaan (Wali 2014). Tisu dibuat melaui proses yang hampir sama dengan pembuatan kertas yakni dengan proses pulping, hanya saja perbedaannya dari segi serat yang dipakai. Pembuatan tisu yang baik harus terbuat dari 100% serat alami dan bukan dari kertas daur ulang (Firmanzah & Syahputra 2013). Dengan melihat banyaknya limbah organik yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti kulit pisang, ampas tebu, jerami padi dan daun jabon merah serta kandungan selulosa yang ada di dalamnya dapat menjadi alternatif untuk membuat tisu.
253
ISBN 978-979-3812-42-7
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pada penelitian pembuatan tisu dengan variasi waktu pengeringan dan variasi jenis limbah organik terdapat beberapa hal yang mempengaruhi. Hal-hal yang mempengaruhi tersebut adalah bahan baku yang digunakan, jenis tisu, komponen lignoselulosa, pulping, dan bleaching.
2.1 Kulit Pisang Kulit pisang mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa dengan kandungan masingmasing adalah 7-12 g/100 g, 6.4-9,6 g/100 g dan 6,4-8,4 g/100 g. Komponen tersebut merupakan fraksi serat makanan yang tidak dapat larut. Sedangkan kandungan pektin di dalam kulit pisang yang merupakan komponen dari serat makanan larut berkisar 13,0-21,7 g/100 g (Wachirasiri, Julakarangka & Wanlapa 2009). 2.2 Ampas Tebu Ampas tebu (baggase) sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro. Baggase mengandung air sebanyak 48-52%, gula ratarata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat baggase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosa dan lignin. Baggase ini memiliki kandungan abu 0,79%, lignin 22,09%, pentosa 27,90%, sari (alkohol, benzena) 2,0%, dan selulosa 37,65% (Andaka 2011). 2.3 Jerami Padi Jerami padi merupakan biomassa dengan kandungan selulosa terbesar, sedangkan hemiselulosa dan ligninnya dalam jumlah yang lebih kecil. Jerami padi memiliki kandungan selulosa sebesar 35-40%, lignin sebesar 12-16%, hemiselulosa sebesar 2328% dan abu sebesar 15-20%. Kandungan selulosa yang cukup besar itulah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tisu (Jalaluddin & Rizal 2005).
THE 5TH URECOL PROCEEDING
2.4 Daun Jabon Merah Kayu jabon biasanya digunakan sebagai bahan bangunan non-konstruksi, mebel atau furnitur, bahan plywood, papan, peti, korek api dan sebagainya. Sedangkan bagian daun jabon merah segar dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak atau dibiarkan kering menjadi limbah padat. Kandungan lemak pada daun jabon merah sebesar 3.15% dan selulosa sebesar 10.13% (Wali 2014). 2.5 Tisu Dewasa ini, kertas tisu telah menjadi ciri budaya kehidupan modern manusia, yaitu kepraktisan. Tisu yang beredar di pasaran terdapat beberapa jenis dan masing-masing memiliki SNI yang berbeda-beda. 2.5.1 Jenis-jenis Tisu Ada beberapa jenis tisu, antara lain (Firmanzah & Syahputra 2013): 1.Tisu muka, biasanya tisu ini bertekstur lembut dan halus, karena fungsinya bersentuhan langsung dengan bagian tubuh yang halus (wajah). 2.Tisu toilet, teksturnya mudah hancur apabila terkena cairan, dan tidak cocok untuk membersihkan wajah. 3.Tisu makan, teksturnya mudah menyerap minyak dan air. 4.Towel tissue, berdaya serap tinggi, lembut dan kuat. 5.Multi purpose tissue, bentuknya mirip tisu wajah, cukup lembut, sehingga bisa di gunakan untuk bermacam fungsi. 2.5.2 SNI Tisu Tisu yang memiliki kualitas yang bagus dan aman adalah tisu yang memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia). SNI yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah SNI 0103:2008 kertas tisu toilet (BSN 2008). 2.6 Komponen Lignoselulosa Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ketiganya membentuk suatu ikatan yang kompleks yang
254
ISBN 978-979-3812-42-7
menjadi bahan dasar penyusun dinding sel tumbuhan. Secara umum material lignoselulosa terdiri dari selulosa (35-50% berat), hemiselulosa (20-35% berat), dan lignin (10-25% berat) (Schacht, Zetzl & Brunner 2008). 2.7 Pulp Proses pulping dipengaruhi oleh beberapa hal yakni bahan baku dan metode pulping. Bahan baku yang digunakan biasanya berasal dari kayu maupun non kayu. Sedangkan metode pulping terbagi menjadi tiga, yakni secara mekanik, kimia, dan semi kimia. 2.7.1 Bahan Baku Pembuatan Pulp Pada pembuatan pulp terdapat beberapa jenis bahan baku yang dapat digunakan yakni bisa berasal dari bahan baku kayu maupun non kayu. Dalam bahan baku tersebut terdapat kandungan selulosa yang bercampur dengan lignin, hemiselulosa, dan senyawa lain (Sastrohamidjojo 1995). 2.7.2 Macam-macam Proses Pulping Proses-proses pulping pada dasarnya terbagi atas tiga bagian, antara lain (Cassey 1959): a. Secara Mekanik Kayu digrinding dalam air sesuai kondisi optimumnya untuk menghasilkan pulp yang baik. Pulping cara ini biasanya mempunyai moisture contents cukup tinggi ± 30%. Proses ini dipilih apabila kertas yang dibutuhkan tidak memerlukan kekuatan. b. Secara Kimia Proses secara kimia antara lain : 1. Proses nitrat Proses ini biasanya digunakan untuk ampas tebu, jerami, dan kayu lunak. HNO3 asam mineral yang baik untuk pemasakan. Oksidasi menonjol dalam proses ini adalah nitrasi, asam nitrat pekat tidak boleh digunakan karena akan menyerang selulosa dan karbohidrat lainnya sehingga asam akan memperlemah serat. 2. Proses sulfit Biasanya dipakai untuk mengolah kayu lunak seperti pinus, sebagai perebus digunakan larutan kalsium, magnesium, atau amonium
THE 5TH URECOL PROCEEDING
bisulfit. Pulp yang dihasilkan sangat halus sehingga dapat digunakan untuk pembuatan kertas yang bermutu tinggi. 3. Proses alkalin Ada dua macam proses yaitu : Proses soda Biasanya digunakan untuk kayu kertas, umumnya untuk kayu-kayu berserat pendek. Larutan NaOH digunakan untuk menghidrolisis lignin dan zat hasil lainnya. Dari proses ini akan dihasilkan pulp yang kuat. Proses sulfat Untuk semua jenis kayu lunak maupun kertas. Bahan kayu direbus dengan NaOH, Na2S, Na2CO3 untuk membantu pelarutan lignin dan zat lain. Kualitas yang dihasilkan dalam proses ini jauh lebih baik daripada proses sulfit. c. Secara Semi Kimia Proses ini merupakan campuran antara proses mekanik dan proses kimia. Bahan baku pada proses ini dilunakkan lebih dahulu dengan Na-sulfit, yang dilunakkan adalah ligninnya. Setelah itu kayu dibuat berseratserat secara mekanik, pulp yang dihasilkan memiliki kadar selulosa yang cukup tinggi tetapi masih banyak mengandung lignin. 2.8 Bleaching Dalam pengembangan teknologi bleaching untuk meningkatkan keamanan terhadap lingkungan dilakukan dengan beberapa metode, yaitu (Ridwanti Batubara, S.Hut. 2006): 1. Konsep ECF (elementally chlorine free) Pada konsep ini unsur khlor masih dapat digunakan, tetapi tidak dalam bentuk Cl2 melainkan diubah menjadi ClO2. 2. Konsep TCF (totally chlorine free) Pada konsep ini unsur yang digunakan adalah hydrogen peroksida, oksigen dan ozon sedangkan unsur khlor sudah tidak digunakan. Metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yaitu (Ridwanti Batubara, S.Hut. 2006) : a) Proses pemutihan menggunakan oksigen (O) Proses ini merupakan proses pemutihan yang paling mudah dan paling murah. Namun
255
ISBN 978-979-3812-42-7
pemutihan menggunakan metode ini memiliki kekurangan tidak dapat mendegradasi lignin secara selektif. b) Proses pemutihan menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) Proses pemutihan pulp menggunakan hidrogen peroksida merupakan proses yang dalam penerapan dan penanganannya cukup mudah dan dapat menghasilkan limbah yang tidak beracun. c) Proses pemutihan menggunakan gas ozon Proses pemutihan menggunakan metode ini memiliki keuntungan antara lain: merupakan bahan pemutih yang baik, waktu reaksi yang pendek, temperatur pemutihan yang rendah, serta tekanan rendah. Sedangkan kerugian pemutihan menggunakan metode ini adalah kerusakan karbohidrat di dalam pelarut air relatif lebih besar. 1.9 Penelitian yang telah Dilakukan Pembuatan tisu dari pelepah pisang dengan menggunakan proses pemasakan pulp dengan metode kraft RDH (Rapid Displacement Heating) dan proses pemutihan pulp dengan konsep Totally Free Chlorin (TCF) dengan empat tahap delignifikasi. Pada proses pemasakan pulp digunakan larutan NaOH, N2S dan air. Pemasakan pada pembuatan pulp ini dilakukan pada suhu 170°C selama 1 jam. Sedangkan pemutih yang digunakan pada proses bleaching adalah hidrogen peroksida. Kemudian bubur pulp yang sudah jadi dicetak dalam suatu lempengan menjadi lembaran kertas lalu diberi filler aromateraphy dari minyak atsiri lokal dan pewarna (Maulidini et al. 2012). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk membuat tisu dari limbah organik : kulit pisang, ampas tebu, jerami padi, dan daun jabon merah dengan metode chemical pulping. Tisu yang dihasilkan akan diuji sesuai dengan SNI 0103:2008.
3.1 Alat Proses-proses yang dilakukan pada penelitian kali ini adalahproses pengeringan,
THE 5TH URECOL PROCEEDING
proses pulping, proses bleaching, dan proses pencetakan. Dimana pada proses pengeringan menggunakan oven. Proses pulping dan bleaching menggunakan hotplate, kaca arloji, karet hisap, labu ukur, pipet volume, thermometer, gelas beker, stirrer dan penyaring. Sedangkan proses pencetakan menggunakan pipet tetes, karet hisap, kaca arloji, gelas beker, mixer, dan ember. 3.2 Bahan Proses-proses yang dilakukan pada penelitian kali ini adalahproses pengeringan, proses pulping, proses bleaching, dan proses pencetakan. Dimana pada proses pengeringan membutuhkan beberapa jenis limbah organik: kulit pisang, serbuk kayu sengon, serbuk kayu mahoni, dan daun jabon. Proses pulping membutuhkan kristal NaOH, aquades dan bahan baku. Proses bleaching membutuhkan H2O2 2% dan aquades. Sedangkan proses pencetakan membutuhkan virgin coconut oil, tepung tapioka, aquades, dan kitosan. 3.3 Cara Kerja . Jenis rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Cara kerja pada penelitian ini dibagi menjadi lima tahap yaitu pengeringan, pulping, pemutihan, dan pencetakan. 3.3.1 Pengeringan Bahan Baku Memasukkan bahan baku ke dalam oven selama 35 menit pada suhu 90°C. Kemudian memotong bahan baku yang sudah dipanaskan menjadi bagian yang lebih kecil. Mengulangi langkah di atas dengan variasi waktu 70 menit, 105 menit, 140 menit, 175 menit. 3.3.2 Pulping Proses pulping yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode pulping secara kimia. Pertama, menimbang bahan baku yang sudah dipotong kecil-kecil tadi sebanyak 25 g. Kemudian memasukkan bahan baku ke dalam gelas beker dan menambahkan NaOH 1 N sebanyak 750 ml. Kemudian memasak bahan baku tersebut selama 1,5 jam pada suhu 100°C dengan menggunakan hotplate. Kemudian terbentuk bubur pulp dan
256
ISBN 978-979-3812-42-7
menyaring bubur pulp tersebut.Setelah itu mencuci pulp dengan aquades. Kemudian mencetak dan mengeringkan pulp pada wadah yang telah disediakan. 3.3.3 Bleaching Memasukkan pulp coklat bahan baku ke dalam gelas beker dan menambahkan H2O2 2% sebanyak 500 ml. Kemudian memasak larutan pulp coklat selama 1 jam pada suhu 60°C. Setelah itu mencuci dan menyaring pulp dengan aquades menggunakan penyaring. Pulp bewarna coklat akan berubah menjadi pulp putih. 3.3.4 Pencetakan Proses pencetakan yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nurul dkk. Pertamatama, memasukkan pulp putih, virgin coconut oil sebanyak 4 ml, tepung tapioka sebnayak 0,3 gram, citosan sebanyak 0,3 gram dan 300 ml aquades ke dalam mixer. Pulp putih berubah menjadi bubur pulp yang halus. Selanjutnya memasukkan bubur pulp tersebut ke dalam ember yang berisi air. Kemudian memasukkan alat cetak berupa penyaring yang berukuran 50 mesh ke dalam ember dan mengangkat alat cetak secara perlahan. Kemudian mengeringkannya hingga kering dan menjadi tisu. 3.3.5 Uji SNI Tisu (Analisa Hasil) Untuk uji tisu yang sudah jadi mengacu pada SNI 0103:2008 kertas tisu toilet yang meliputi uji gramatur, uji daya serap air, dan uji keadaan lembaran meliputi uji penampakan, uji warna dan uji mudah hancur. Uji gramatur tisu yakni uji berat tisu dimana tisu yang berkualitas memiliki berat minimal 14 g/m2. Uji daya serap air tisu dengan cara menyiapkan tisu dengan lebar 1,5 cm dan panjang minimal 20 cm, kemudian menggantungkan tisu tersebut tegak lurus permukaan air dengan salah satu ujungnya tercelup sedalam 1 cm. Kemudian setelah 10 menit membaca tinggi kenaikan air yang meresap pada kertas tisu. Selanjutnya uji keadaan lembaran meliputi uji penampakan, uji warna, dan uji mudah hancur.Uji
THE 5TH URECOL PROCEEDING
penampakan yakni tisu yang berkualitas memiliki tampilan yang bersih, lembut dan tidak berlubang. Uji warna yakni tisu yang baik adalah tisu yang bewarna putih atau tidak luntur, cara mengujinya yakni dengan cara merendam kertas tisu dalam air selama kurang lebih 60 detik, bila air rendaman tidak berwarna berarti tidak luntur. Sedangkan uji mudah hancur tisu dengan cara memasukkan kertas tisu ke dalam air kemudian mengaduknya selama kurang lebih 60 detik, bila terurai berarti mudah hancur. HASIL DAN PEMBAHASAN Tisu-tisu yang telah dihasilkan dari variasi limbah organik dan variasi waktu pengeringan, selanjutnya akan diuji sesuai dengan SNI 0103:2008 untuk mengetahui pengaruh dari variasi tersebut. Pengujian yang dilakukan mencakup lima hal, yakni uji warna, uji gramatur, uji mudah hancur, uji daya serap air, dan uji penampakan yang mengacu pada SNI 0103:2008. 2.1 Uji Gramatur Kertas Tisu
Gambar 1. Hasil uji SNI kategori gramatur Dari Gambar 1 hasil uji gramatur dari variasi bahan baku dan variasi waktu pengeringan dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka semakin besar pula nilai gramaturnya. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengeringan, maka kadar air dalam bahan baku akan semakin rendah dan penguapannya semakin rendah pula. Sehingga massa dari setiap kertas tisu akan
257
ISBN 978-979-3812-42-7
semakin tinggi, menyebabkan gramatur kertas tisu juga semakin tinggi. 2.2 Uji Mudah Hancur Kertas Tisu
lama waktu pengeringan maka kemampuan tisu untuk menyerap air juga semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengeringan maka serat-serat dari tiap bahan baku akan semakin hancur saat proses pulping sehingga penampakan dari tisu akan semakin lembut dan semakin mempermudah tisu untuk menyerap air karena permukaannya yang semakin rata dan semakin lembut. 2.4 Uji Penampakan Kertas Tisu Tabel 1.Uji penampakan dari variasi bahan baku dan waktu pengeringan sesuai SNI 0103:2008
Gambar 2. Hasil uji SNI kategori mudah hancur Dari Gambar 2 hasil uji mudah hancur dari variasi bahan baku dan variasi waktu pengeringan dapat dilihat bahwa dari tiap bahan baku memiliki kecenderungan semakin lama waktu pengeringan maka akan semakin lama tisu itu akan hancur. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengeringan maka tisu akan semakin hancur saat proses pulping sehingga tisu akan lebih kuat karena serat-seratnya juga semakin lembut dan semakin merekat. 2.3 Uji Daya Serap Air Kertas Tisu
Gambar 3. Hasil uji SNI kategori daya serap air Dari Gambar 3 hasil uji daya serap air dari variasi bahan baku dan variasi waktu pengeringan dapat dilihat bahwa semakin
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Dari Tabel 1 hasil uji SNI penampakan tisu berdasarkan variasi waktu pengeringan dan variasi bahan baku dapat diketahui bahwa dari segi keadaan lembaran memiliki
258
ISBN 978-979-3812-42-7
penampakan yang beragam, walaupun untuk masing-masing bahan baku memiliki kecenderungan semakin besar waktu pengeringan maka keadaan penampakannya semakin sesuai dengan standar SNI. 2.5 Uji warna kertas tisu Tabel 2. Uji warna dari variasi bahan baku dan waktu pengeringan sesuai SNI 0103:2008
Gambar 4. Perbandingan antara tisu komersial merk ‘X’ dengan tisu jerami padi Dari Gambar 4 hasil perbandingan antara tisu komersial merk ‘X’ dengan tisu yang berasal dari jerami padi dengan variasi waktu pengeringan 175 menit dapat dilihat bahwa tisu yang berasal dari jerami padi memiliki warna yang kurang putih. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini tidak ada penambahan zat aditif atau zat pemutih saat proses pembuatan tisu dan proses bleaching pada penelitian ini kurang optimum sehingga warna dari tisu yang berasal dari jerami padi tersebut belum seputih tisu komersial merk ‘X’. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa uji warna pada tisu-tisu yang berasal dari kulit pisang, ampas tebu, jerami padi, dan daun jabon merah pada variasi waktu pengeringan tersebut menunjukkan hasil yang sama yakni tidak luntur. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini tidak menggunakan zat warna atau zat pemutih pada pembuatan tisu-tisu ini. Oleh karena itu saat melalui proses pengujian dengan direndam dalam air selama satu menit warna dari tisu tidak luntur.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
KESIMPULAN Dari hasil penelitian tentang pengaruh waktu pengeringan dan jenis limbah organik terhadap kualitas tisu dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dapat mengetahui proses pembuatan tisu yang berasal dari limbah organik dengan menggunakan metode chemical pulping. 2. Jenis limbah organik yang paling memenuhi standar SNI 0103:2008 untuk dijadikan kertas tisu ditunjukkan oleh jerami padi dengan waktu pengeringan selama 175 menit. Sedangkan hasil yang paling rendah adalah daun jabon merah, karena hingga waktu pengeringan selama 175 menit pada saat uji mudah hancur masih belum dapat memenuhi standar SNI 0103:2008.
259
ISBN 978-979-3812-42-7
3. Waktu pengeringan yang paling memenuhi atau mendekati standar SNI 0103:2008 ditunjukkan oleh waktu pengeringan selama 175 menit, sedangkan untuk hasil yang paling rendah atau belum memenuhi standar SNI 0103:2008 ditunjukkan oleh variasi waktu pengeringan selama 35 menit. REFERENSI Andaka, G. 2011, 'Hidrolisis Ampas Tebu menjadi Furfural dengan Katalisator Asam Sulfat', Jurnal Teknologi, vol. 4, no. 2, pp. 180–8. BSN 2008, Kertas tisu toilet, Indonesia. Cassey, J.. 1959, Pulp and Papers, second edition, vol. 1, International Science Publisher Incorporation, New York. Firmanzah, R.E. & Syahputra, H. 2013, Manfaat Tisu, Bandung. Jalaluddin & Rizal, S. 2005, 'Pembuatan Pulp dari Jerami Padi dengan Menggunakan Natrium Hidroksida', Jurnal Sistem Teknik Industri, vol. 6, pp. 53–6. Maulidini, S.H., Qoshri, N., Murtianto, B.W., Nurhanidar, P. & Christanto, R. 2012, Rainbow Tissue Aromateraphy dari Limbah Batang Pisang (Musa sp.) dan Minyak Atsiri Lokal yang Multiguna, Semarang.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
Moeksin, R., Rata, B.D., Kusuma, N.J., Teknik, J., Fakultas, K. & Universitas, T. 2009, 'Pulp dari Ampas Tebu', Jurnal Teknik Kimia, vol. 16, no. 3, pp. 31–4. Nagarajaiah, S.B., and Prakash, J. 2011, Asian Journal of Food and Agro-Industry, vol. 4, no. 01, pp. 31–46. Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. 2006, Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Sumatera Utara. Sriwijaya. Sastrohamidjojo, H. 1995, Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan, edisi kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Schacht, C., Zetzl, C. & Brunner, G. 2008, 'From Plant Materials to Ethanol by Means of Supercritical Fluid Technology', The Journal of Supercritical Fluids, vol. 46, pp. 299– 321. Wachirasiri, P., Julakarangka, S. & Wanlapa, S. 2009, 'The effects of banana peel preparations on the properties of banana peel dietary fibre concentrate', Science Technology, vol. 31, no. 6, pp. 605–11. Wali, M. 2014, Moduza procris Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae) pada Jabon Merah dan Putih (Anthocephalus spp.) Perkembangan dan Preferensi Makan.
260
ISBN 978-979-3812-42-7