TUGAS KULIAH

Download tehnologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan ... Perawatan pesawat selain sangat dibutuhkan juga menjadi p...

0 downloads 602 Views 52KB Size
BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penelitian Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1990 tentang Penerbangan

selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang bahwa: Penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan tehnologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan perananya yang efektif dan efisien. Dalam

menjalankan

operasi

penerbangan

pesawat

setiap

perusahaan

penerbangan atau maskapai penerbangan harus mempunyai sertifikat pengoperasian pesawat terbang, salah satu persyaratan sertifikat pengoperasian pesawat terbang adalah harus memiliki standar perawatan seperti yang tertuang dalam pasal 43 huruf (e) Undang-undang Penerbangan, yaitu untuk memperoleh sertifikat pengoperasian pesawat udara operator harus memenuhi persyaratan memiliki standar perawatan pesawat udara. Dalam pasal 46 ayat 1 Undang-undang Penerbangan juga menyatakan bahwa, setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib merawat pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikan udara secara berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka industri jasa perawatan pesawat terbang merupakan industri yang sangat dibutuhkan oleh maskapai penerbangan. Perawatan pesawat selain sangat dibutuhkan juga menjadi perhatian dari maskapai penerbangan, karena wajib dan perawatan pesawat terbang adalah biaya operasional tertinggi

1

2

dalam perusahaan penerbangan. Biaya perawatan tinggi dikarenakan perusahaan jasa perawatan pesawat terbang harus menggunakan peralatan tehnologi tinggi atau padat modal dan harus mempunyai standar yang telah ditetapkan, dalam pasal 48 Undangundang Penerbangan disebutkan untuk mendapatkan sertifikat organisasi perawatan pesawat udara harus memenuhi persyaratan: 1. memiliki atau menguasai fasilitas dan peralatan pendukung perawatan secara berkelanjutan; 2. memiliki atau menguasai personel yang telah mempunyai lisensi ahli perawatan pesawat udara sesuai dengan lingkup pekerjaannya; 3. memiliki pedoman perawatan dan pemeriksaan; 4. memiliki pedoman perawatan dan pemeriksaan (maintenance manuals) terkini yang dikeluarkan oleh pabrikan sesuai dengan jenis pesawat udara yang dioperasikan; 5. memiliki pedoman jaminan mutu (quality assurance manuals) untuk menjamin dan mempertahan kinerja perawatan pesawat udara, mesin, baling-baling, dan komponen secara berkelanjutan; 6. memiliki atau menguasai suku cadang untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan berkelanjutan; dan 7. memiliki pedoman sistem manajemen keselamatan. Untuk menjamin kelaikan pesawat terbang, maka maskapai penerbangan harus secara berkelanjutan melakukan perawatan pesawat terbangnya, tetapi dengan biaya yang cukup tinggi, maka maskapai penerbangan akan mengoptimalkan biaya tersebut dan terkadang tanpa mengindahkan perjanjian-perjanjian yang berlaku diantara pihak yang terkait dalam perawatan pesawat terbang. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah dan berlaku mengikat para pihak yang membuat perjanjian bila perjanjian itu sudah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut pasal 1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Semua klausula yang telah dituangkan dalam kontrak bersifat mengikat sebagai hukum bagi para pihak yang berkontrak. Menurut 1320 KUH Perdata, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian

3

diperlukan empat syarat, yaitu

kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,

kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang. Tetapi pada kenyataannya perjanjian-perjanjian yang dibuat terkadang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1320 dan pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian tersebut. Perjanjian antara PT.Garuda Maintenance Faciilty AeroAsia (selanjutnya dalam penulisan ini disebut GMF) dalam hal ini berperan sebagai kreditur, bersama dengan maskapai penerbangan sebagai debiturnya timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian jasa perawatan pesawat, mesin dan komponennya dengan memperhatikan sistem terbuka dan menggunakan asas kebebasan berkontrak. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata, dimana masing-masing pihak tidak terdapat posisi yang dominan dalam pembuatan perjanjian perawatan ini dan dapat membuat aturan tersendiri sesuai dengan undang-undang, ketertiban dan kesusilaan. Kerjasama GMF dengan perusahaan penerbangan Phuket Airlines Company Limited (dalam penelitian ini selanjutnya disebut sebagai PHUKET) terjadi pada tanggal 25 Februari 2004 dengan ditandatangani suatu Long Term Aircraft Maintenance Agreement

nomor: GMF/PERJ/TP-3026/2004 (selanjutnya dalam

penulisan ini disebut Long Term Agreement) untuk jasa perawatan pesawat. Dalam Long Term Agreement tersebut, PHUKET telah meminta jasa GMF sebagai sebuah perusahaan perawatan dan perbaikan pesawat terbang untuk melakukan perawatan pesawat dan/atau perbaikan pesawat dan/atau penjualan sparepart dan/atau penyewaan tools dan/atau penggunaan tenaga kerja, dengan perjanjian-perjanjian

4

pelaksanaan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk repair order, Customer Work Order, Faximile, Non Contracted Sales Report, cost approval dan dokumen perikatan lainnya. Berdasarkan perjanjian tersebut para pihak telah berjanji dan bersepakat atas: 1. pekerjaan yang akan dikerjakan; 2. sparepart/tools/barang yang dijual atau disewakan dan penggunaan tenaga kerja; 3. harga pekerjaan dan/atau harga barang dan/atau harga sewa, dan 4. cara pembayaran, dimana Penggugat telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian tersebut. Atas jasa yang telah dipenuhi oleh GMF kepada PHUKET sesuai Long Term Agreement tersebut, PHUKET sampai dengan tanggal 23 Desember 2005 PHUKET belum melakukan pembayaran secara penuh atau belum melunasi kewajiban pembayaran sebesar USD 2,806,799.98 (Dua juta delapan ratus enam ribu tujuh ratus sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh delapan dolar Amerika Serikat). Dalam Long Term Agreement telah secara jelas mengatur mengenai syarat pembayaran yang harus dipenuhi oleh PHUKET atas jasa perawatan pesawat yang dilakukan oleh GMF, namun PHUKET tidak melaksanakan sesuai yang diperjanjikan. Dalam hal ini GMF sudah melakukan kewajibannya sesuai dalam Long Term Agreement. Setelah dilakukan pemberian teguran, maka sebagai upaya penyelesaian permasalahan di luar pengadilan antara GMF dan PHUKET akhirnya sepakat menandatangani

Settlement

No.GMF/PERJ./TA-3029/2006.

Agreement PHUKET

tertanggal mengakui

22

Februari

bahwa

pada

2006, saat

5

ditandatanganinya Settlement Agrement mempunyai kewajiban pembayaran kepada GMF sebesar USD 2.614.039,40 (Dua juta enam ratus empat belas ribu tiga puluh sembilan koma empat puluh dolar Amerika Serikat) dan untuk menjamin dilaksanakan kewajiban tersebut, maka PHUKET menjaminkan 3 (tiga) pesawat terbang type Boing 747 miliknya sampai seluruh pembayaran diterima GMF, serta memberikan kuasa penuh kepada GMF untuk memproses jaminan. Fakta yang terjadi adalah PHUKET tidak memenuhi kewajibannya sesuai yang disepakati dalam Settlement Agreement. Setelah dilakukan pembicaraan dan dilandaskan asas itikad baik sesuai pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata dimana bahwa para pihak yaitu, kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan, maka disepakati kembali cara penyelesaian kewajiban pembayaran

PHUKET

kepada

GMF

sebagaimana

diatur

dalam

Akta

Acknowledgement of Indebtness No 46 tertanggal 06 Desember 2006. Sebagai jaminan atas pelaksanaan kewajibannya, PHUKET menjaminkan pesawat Boing 747-206 B no register HS-VAV miliknya. Pada kenyataannya walaupun telah diberikan kesempatan untuk melakukan penyelesaian secara damai, PHUKET tetap tidak melaksanankan kewajiban sesuai yang diperjanjikan. Berdasarkan hal ini terlihat bahwa kontrak telah disepakati kedua belah pihak, usaha mediasi sudah dilakukan tetapi salah satu pihak masih saja melakukan wanprestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata, debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perjanjian itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perjanjian itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk

6

kepadanya. Oleh karena itu PHUKET telah wanprestasi terhadap Perjanjian yang telah dibuat dengan GMF, maka GMF berhak menuntut penggantian ganti rugi, biaya dan bunga. B.

Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian dari beberapa materi dalam buku kepustakaan dan

perundang-undangan yang telah terurai dalam latar belakang masalah di atas, maka telah ditemukan 2 (dua) rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang? 2. Tindakan apa yang harus dilakukan perusahaan perawatan pesawat terbang dalam mengatasi wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan? C.

Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang. 2. Untuk mengkaji dan menganalisa tindakan yang dilakukan perusahaan perawatan pesawat terbang dalam mengatasi wanprestasi yang terjadi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang.

D.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menambah referensi berkaitan dengan wanprestsi dalam kontrak perawatan pesawat terbang dan memberikan sumbangan

7

pemikiran dan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan wanprestasi. 2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan perusahaan yang tertulis serta prototype penelitian wanprestasi terhadap kontrak. E.

Keaslian Penelitian Untuk menilai keaslian penelitian, Penulis telah menelusuri kepustakaan dan

berdasarkan penelusuran kepustakaan, Penulis mendapatkan beberapa penelitian terkait wanprestasi. Penulisan hukum yang penulis temukan adalah sebagai berikut: 1. Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada PT. Bank Internasional Indonesia Kantor Cabang Purwokerto yang ditulis oleh Indrareni Gandadinata, tahun 2007, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro. Penulisan hukum ini mempunyai beberapa kesamaan dengan tema Penulis angkat, yaitu wanprestasi dalam perjanjian. Penulis berpendapat bahwa penulisan hukum yang dibuat oleh Penulis berbeda, karena isi dan objek penelitian yang dilakukan oleh Indrareni Gandadinata berfokus pada wanprestasi dan penyelesaiannya dalam perjanjian kredit pemilikan rumah sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis berfokus pada analisa wanprestas dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang. 2. Penelitian terkait dengan Wanprestasi pernah dilakukan oleh Deasak Putu Thiarina Mahaswari Agastia, tahun 2014, Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, dengan judul Tesis Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia setelah Debitur

8

Wanprestasi. Dalam penelitian ini menyimpulkan Hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengaturan pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem hukum indonesia adalah dengan melakukan analisa pada 6 (enam) peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian kredit dan jaminan fidusia, yang mana ada beberapa peraturan yang mengatur namun belum jelas dan tegas serta ada beberapa peraturan yang tidak mengatur sama sekali mengenai pendaftaran jaminan fidusia dan akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur wanprestasi. Kemudian hasil penelitian mengenai akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur wanprestasi adalah tetap dapat dilakukannya pengeksekusian jaminan fidusia terhadap debitur yang wanprestasi karena kantor pendaftaran fidusia tetap menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia walaupun sudah terlambat dan tetap mengeluarkan sertifikat jaminan fidusia untuk diberikan pada pemohon pendaftaran jaminan fidusia, yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, karena isi dan objek penelitian yang dilakukan oleh Deasak Putu Thiarina Mahaswari Agastia berfokus pada Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia setelah Debitur Wanprestasi, maka menurut Penulis berbeda dengan pokok permasalahan yang diangkat oleh Penulis. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka permasalahan dalam Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Kontrak Jasa Perawatan Pesawat Terbang, belum ditulis oleh siapapun dan penulisan ini merupakan karya Penulis, bukan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari karya lain.