UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI)

Download masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan udang vaname. Terdapat ... L/ minggu selama masa pemeliharaan udang windu di tambak cenderung...

2 downloads 430 Views 86KB Size
239

Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)

APLIKASI PROBIOTIK DENGAN KONSENTRASI BERBEDA PADA PEMELIHARAAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) Hidayat Suryanto Suwoyo dan Markus Mangampa Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 Email: [email protected]

ABSTRAK Penggunaan probiotik sebagai upaya untuk memperbaiki lingkungan budidaya dan menekan penyakit ternyata terbukti dapat membantu mengatasi sebagian masalah dalam budidaya udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi probiotik yang tepat pada pemeliharaan udang vaname dan melihat efeknya terhadap kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname. Penelitian dilakukan skala laboratorium dengan menggunakan 12 bak fibre glass yang berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m dengan volume air 400 L. Setiap bak ditebari pascalarva udang vaname (PL-12) dengan padat tebar 150 ekor/m2. Probiotik hasil fermentasi diberikan sekali/minggu ke wadah pemeliharaan udang vaname dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu A = 1 mg/L, B = 2 mg/L, C = 4 mg/L, dan D = kontrol (tanpa pemberian probiotik hasil fermentasi) yang di set dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Selama pemeliharaan benur diberi pakan komersial sebanyak 15%–3% dari total biomassa dengan frekuensi 2 kali/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan probiotik hasil fermentasi pada media pemeliharaan berpengaruh nyata (P<0,05) pada sintasan dan produksi udang vaname, namun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan udang vaname. Kualitas air yang diperoleh masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan udang vaname. Terdapat kecenderungan bahwa sintasan dan produksi udang vaname lebih tinggi pada perlakuan yang menggunakan probiotik hasil fermentasi dibandingkan kontrol.

KATA KUNCI:

probiotik, sintasan, Litopenaeus vannamei

PENDAHULUAN Perkembangan kegiatan budidaya perikanan yang pesat dengan penerapan sistem intensif telah memunculkan permasalahan berupa penurunan daya dukung tambak bagi kehidupan ikan/udang yang dibudidayakan. Dampak lanjut yang ditimbulkan adalah terjadinya serangkaian serangan penyakit yang menimbulkan kerugian besar. Langkah antisipatif melalui penerapan teknologi budidaya dengan berpedoman pada kaidah keseimbangan ekosistem merupakan solusi untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Di antara langkah tersebut adalah melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kualitas air dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen guna terciptanya sistem budidaya perikanan yang berkelanjutan (sustainable aquaculture) (Khasani, 2007). Menurut Austin & Austin (1999), di antara strategi pengendalian penyakit pada budidaya perikanan yang banyak dilakukan dan memberikan hasil yang baik adalah melalui kontrol biologis, salah satunya adalah dengan aplikasi probiotik. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggunaan bakteri probiotik memiliki keuntungan antara lain organisme yang digunakan lebih aman dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, dapat mengurangi pemakaian berulang dalam reproduksi, organisme sasaran jarang menjadi resisten terhadap agen probiotik serta dapat digunakan untuk pengendalian secara bersama-sama, mengendalikan patogen pada inang dan lingkungan, menstimulasi imunitas udang dan sebagai agensia perbaikan kualitas air melalui kemampuannya mereduksi polutan. Probiotik didefenisikan sebagai segala bentuk pakan tambahan berupa sel mikroba utuh (tidak harus hidup) yang menguntungkan bagi hewan inangnya melalui cara menyeimbangkan kondisi mikrobiologis inang, memodifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroba lingkungan hidupnya, meningkatkan pemanfaatan nutrisi pakan atau meningkatkan nilai nutrisinya, meningkatkan respons kekebalan inang terhadap patogen atau memperbaiki kualitas lingkungan (Gatesoupe, 1999; Verschure et al., 2000; Irianto, 2003; CP Prima, 2004; Gunarto & Hendrajat, 2008).

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

240

Penelitian penggunaan probiotik pada budidaya perikanan telah banyak dilakukan antara lain: Haryanti et al. (2005) menginformasikan bahwa penggunaan bakteri Alteromonas sp. BY-9 sebagai probiotik maupun agen kontrol biologi dapat meningkatkan keragaan sintasan dan pertumbuhan/ kecepatan perkembangan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei). Atmomarsono et al. (2005) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri probiotik mampu menekan kematian pascalarva udang windu melalui pengendalian populasi bakteri Vibrio sp. dalam air media. Gunarto et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian fermentasi probiotiok komersial sebanyak 3 mg/ L/minggu selama masa pemeliharaan udang windu di tambak cenderung mampu meningkatkan nilai potensial redoks sedimen tambak, mengurangi konsentrasi amoniak dan bahan organik total (BOT) dalam air tambak, serta mampu menekan populasi bakteri Vibrio sp. dan mencegah insidensi infeksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang yang dibudidayakan. Murtiati et al. (2006) melaporkan bahwa aplikasi probiotik memberikan pengaruh yang cukup baik dibandingkan dengan kontrol (tanpa probiotik) terhadap kondisi kualitas air (oksigen terlarut, amoniak, nitrit, dan nitrat) serta mampu mendukung sintasan ikan lele Sangkuriang. Sementara Nurhidayah et al. (2007) mengemukakan bahwa aplikasi bakteri probiotik MY1112 pada konsentrasi 104 cfu/mL dapat menurunkan konsentrasi BOT, sedangkan bakteri probiotik BT950 dan BT951 dapat menurunkan konsentrasi nitrit dan amoniak serta mampu meningkatkan sintasan pascalarva udang windu yang dipelihara dalam skala laboratorium. Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Badjoeri & Widiyanto (2008) bahwa pemberian konsorsium bakteri nitirifikasi dan denitrifikasi berpengaruh positif terhadap perbaikan kondisi kualitas air tambak, pertumbuhan, dan produksi udang windu. Konsentrasi amonia dan nitrit di tambak uji kondisinya berada di bawah ambang batas konsentrasi toksik yang membahayakan udang. Saat ini probiotik untuk budidaya udang sudah tersedia secara komersial. Penggunaan probiotik tersebut harus sesuai petunjuk aplikasi dan tergantung peruntukannya. Penggunaan probiotik akan menambah biaya produksi karena harga di pasaran cukup mahal. Namun hal ini bisa ditekan dengan cara probiotik diperbanyak terlebih dahulu menggunakan bahan-bahan tertentu (difermentasi) sehingga mampu meningkatkan populasi bakteri probiotik (Poernomo, 2004). Menurut Gunarto & Hendrajat (2008), bahwa sebelum probiotik diaplikasikan di tambak, maka dibuat fermentasi terlebih dahulu menggunakan bahan dedak halus, tepung ikan, molase, ragi (marine yeast), dan air tambak. Setelah 3 hari difermentasi populasi probiotik tersebut dapat mencapai 1012 cfu/mL. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian aplikasi probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi berbeda pada pemeliharaan udang vaname dalam kondisi terkontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi probiotik yang tepat pada pemeliharaan udang vaname dan melihat efeknya terhadap kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium basah Instalasi Tambak Percobaan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan 12 bak fibre glass yang berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m dengan volume air 400 L. Setiap bak ditebari pascalarva udang vaname (PL-12) dengan padat tebar 150 ekor/m2. Sebelum probiotik diaplikasikan terlebih dahulu dilakukan fermentasi menggunakan bahan dedak halus, tepung ikan, molase, ragi (marine yeast), dan air tambak untuk meningkatkan populasi bakteri probiotik. Aplikasi probiotik hasil fermentasi tersebut diberikan setiap minggu ke wadah pemeliharaan udang vaname dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu A= 1 mg/L, B= 2 mg/L, C= 4 mg/L, dan D= kontrol (tanpa pemberian probiotik hasil fermentasi) yang di set dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Selama pemeliharaan benur vaname diberi pakan komersial sebanyak 3%-15% dari total biomassa udang dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari. Selama pemeliharaan berlangsung, tidak dilakukan pergantian air. Pengukuran bobot hewan uji dilakukan setiap 10 hari sekali menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 g. Pertumbuhan mutlak diukur berdasarkan rumus Royce (1972), pertumbuhan spesifik berdasarkan rumus Jauncey & Ross (1982) serta sintasan dan produksi menggunakan rumus Effendie (1979). Pengamatan peubah kualitas air seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrit, dan BOT dilakukan setiap minggu. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan,

241

Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)

sintasan dan produksi udang vaname maka data yang diperoleh dibandingkan dan dianalisis ragam menggunakan perangkat statistik (Program SPSS versi 16.0), sedangkan data kualitas air yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Hasil pengamatan pertumbuhan bobot udang vaname selama 60 hari pemeliharaan semakin meningkat seiring dengan lama waktu pemeliharaan untuk semua perlakuan. Pada Tabel 1, tampak bahwa bobot akhir rata-rata udang vaname paling tinggi (0,646 ± 0,057 g/ekor) dijumpai pada perlakuan B, kemudian disusul perlakuan D (0,636 ± 0,029 g/ekor), C (0,620 ± 0,010 g/ekor) dan terendah pada perlakuan A (0,606 ± 0,039 g/ekor). Namun berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian yang diperoleh pada penelitian ini berbeda tidak nyata (P<0,05) antar perlakuan. Laju pertumbuhan harian udang vaname yang diperoleh pada penelitian ini berada pada kisaran 6,278%-6,382%. Tabel 1. Bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, dan sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda Peubah Lama pemeliharaan (hari) Kepadatan (ind/bak) Bobot awal (g) Bobot akhir (g)

Perlakuan aplikasi probiotik A (1 mg/L)

B (2 mg/L)

C ( 4 mg/L)

D (Kontrol)

60

60

60

60

150 0,014

150 0,014

150 0,014

150 0,014

0,606a ± 0,039

0,646a ± 0,057

0,620a ±0,010

0,636a ± 0,029

a

a

a

Bobot mutlak (g)

0,592 ± 0,039

0,632 ± 0,057

0,606 ±0,010

0,622a ± 0,029

Laju tumbuh harian (%)

6,278a ± 0,107

6,382a ± 0,149

6,317a ± 0,281

6,324a ± 0,629

Sintasan (%)

99,78a ± 0,387

87,78ab±11,43

93,78a ± 10,78

71,55b ± 9,763

Nilai dalam baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

Laju pertumbuhan harian udang vaname yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya (Tabel 1). Suwoyo & Hendrajat (2006) medapatkan laju petumbuhan harian udang vaname yang dipelihara pada substrat berbeda yakni pasir pantai, tanah sawah, dan tanah tambak masing-masing 4,76%; 3,84%; dan 5,35%/hari. Menurut Budiardi (2007), bahwa laju pertumbuhan individu spesifik menunjukkan penurunan dengan meningkatnya bobot rata-rata seiring dengan meningkatnya masa pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dibudidayakan secara intensif dengan kepadatan 70-100 ekor/m2 yakni pada umur 1-40 hari laju pertumbuhan hariannya berkisar 14,16%-15,62%/hari, pada umur 40-70 berkisar 3,53%-4,46%/ hari dan pada umur 70-100 hari berkisar 0,31%-1,55%/hari. Gunarto & Hendrajat (2008) mendapatkan laju tumbuh harian udang vaname berkisar antara 0,12–0,17 g/hari yang dibudidayakan secara semi intensif (25 ekor/ m2) selama 98 hari pemeliharaan. Tahe (2008) memperoleh laju pertumbuhan bobot harian udang vaname berkisar antara 5,17%–5,26% pada penelitian pengurangan ransum pakan (starvasi) dalam wadah terkontrol. Tahe et al. (2008) mendapatkan laju pertumbuhan harian udang vaname berkisar 6,42%–6,62%/hari pada bak terkontrol dengan perlakuan substrat dasar berbeda. Hasil penelitian Tahe et al. (2009) memperoleh rata-rata bobot udang vaname sebesar 0,77 g/ekor dengan laju pertumbuhan spesifik udang 8,56%/hari selama 45 hari pemeliharaan. Sedangkan pada periode pemeliharaan 30 hari diperoleh rata-rata bobot udang 0,41 g/ekor dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 12,33% dan pada pemeliharaan 15 hari diperoleh bobot rata-rata individu sebesar 0,14 g/ekor dengan laju pertumbuhan spesifik udang sebesar 17,89%/hari. Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa laju pertumbuhan spesifik udang vaname lebih tinggi pada masa awal pemeliharaan di mana diketahui bahwa frekuensi ganti kulit udang yang lebih muda lebih sering jika dibandingkan dengan udang dewasa. Perbedaan laju pertumbuhan yang diperoleh ini disebabkan perbedaan ukuran awal dan kepadatan udang yang ditebar, kualitas, dan kuantitas pakan, lama pemeliharaan serta wadah budidaya yang

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

242

digunakan. Menurut Effendie (1979), pertumbuhan udang dipengaruhi oleh keturunan, jenis kelamin, umur, kepadatan, parasit, dan penyakit serta kemampuan memanfaatkan makanan. Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masukan zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa pemberian pakan yang tepat baik kualitas maupun kuantitas dapat memberikan pertumbuhan yang optimum bagi udang. Pemberian pakan dalam jumlah yang berlebihan akan meningkatkan biaya produksi dan pemborosan serta menyebabkan sisa pakan yang berlebihan yang berakibat pada penurunan kualitas air sehingga berpengaruh pada pertumbuhan dan sintasan udang. Sementara Gunarto & Hendrajat (2008) mengemukakan bahwa laju tumbuh udang vaname di tambak dipengaruhi oleh suplai pakan yang diberikan, pemupukan, aerasi, dan sintasan udang yang dibudidayakan. Berdasarkan data pada Tabel 1, terdapat kecenderungan bahwa perlakuan dengan sintasan udang yang lebih rendah seperti terlihat pada perlakuan D dan B (71,55% dan 87,78%) menghasilkan ratarata boobt udang yang lebih tinggi. Bobot akhir udang rata-rata paling rendah diperoleh pada perlakuan A (0,606 ± 0,039 g/ekor) dengan sintasan yang cukup tinggi yakni 99,78%. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian Gunarto & Hendrajat (2008) bahwa laju tumbuh harian udang berbanding terbalik dengan sintasan udang. Pada perlakuan dengan sintasan yang lebih rendah diperoleh laju tumbuh harian udang cenderung lebih tinggi. Rata-rata sintasan udang vaname pada perlakuan aplikasi probiotik (87,78%–99,78%) cenderung lebih tinggi bila dibanding dengan perlakuan kontrol (tanpa aplikasi probiotik) yakni 71,55%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi berbeda berpengaruh nyata terhadap sintasan udang udang vaname (P<0,05). Di samping ketersediaan pakan buatan, adanya probiotik diduga menyebabkan sintasan udang vaname menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Verschuere et al. (2000), bahwa penambahan bakteri probiotik ke wadah pemeliharaan udang dapat berfungsi sebagai komplemen sumber pakan atau kontribusi pada sistem pencernaan makanannya dan juga menekan populasi bakteri patogen. Sementara Burhanuddin & Gunarto (2008) mengemukakan bahwa sintasan udang windu cenderung meningkat pada perlakuan yang menggunakan probiotik dibandingkan dengan kontrol (tanpa penggunaan probiotik). Hal ini sejalan dengan hasil uji coba dan pengamatan lapangan yang dilakukan Suprapto (2007) bahwa dengan menerapkan probiotik dalam budidaya udang intensif dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan udang vaname. Dikatakan pula bahwa rata-rata sintasan udang vaname pada perlakuan aplikasi probiotik (79%-80%) cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa aplikasi probiotik) yakni 67%. Amin & Hendrajat (2008) mengemukakan bahwa pemberian probiotik komersial dengan konsentrasi 0,5-1,5 mg/L/ minggu pada media pemeliharaan udang vaname menghasilkan sintasan 92,33%–94,33% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa probiotik) dengan sintasan 86,33%. Pada Tabel 1, terlihat bahwa pemberian probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi 1, 2, dan 4 mg/L menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, namun pemberian probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi berbeda menghasilkan sintasan udang vaname yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Tingginya sintasan udang vaname yang diberi probiotik mengindikasikan bahwa probiotik hasil fermentasi yang diberikan telah mampu bekerja secara sinergis pada lingkungan media budidaya. Dengan demikian untuk efisiensi penggunaan probiotik hasil fermentasi pada pemeliharaan udang vaname cukup diberikan 1–2 mg/L pada awal pemeliharaan. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Sutanto (2005) dan Suprapto (2007) bahwa untuk meningkatkan efisiensi pada budidaya udang vaname salah satu hal yang dilakukan adalah dengan mengembangbiakkan probiotik sendiri sehingga biaya untuk probiotik menjadi lebih rendah. Untuk aplikasi probiotik hasil fermentasi dilakukan setiap hari dengan dosis 2 mg/L hingga usia 60 hari. Setelah 60 hari hingga panen pemberian dilakukan 2 hari sekali. Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa rata-rata produksi udang vaname tertinggi dijumpai pada perlakuan A (90,81 ± 6,126 g); kemudian diikuti oleh perlakuan C (87,15 ± 9,510 g); lalu perlakuan B (84,37 ± 3,456 g); dan terendah pada perlakuan D (68,49 ± 11,547 g). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi berbeda selama

243

Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)

Produksi udang (g)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 ppm

2 ppm

4 ppm

Kontrol

Konsentrasi probiotik

Gambar 1. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan penambahan probiotik dengan konsentrasi berbeda selama 60 hari pemeliharaan pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap produksi udang udang vaname (P<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa dengan penambahan probiotik ke dalam media pemeliharaan mampu meningkatkan produksi udang yang dibudidayakan. Rendahnya produksi udang vaname yang diperoleh pada perlakuan D (tanpa penambahan probiotik) disebabkan karena kurangnya aktivitas bakteri yang merombak bahan organik terlarut dalam media pemeliharaan yang berasal dari sisa pakan dan feses udang itu sendiri sehingga terjadi penumpukan bahan organik yang meningkat seiring dengan lama waktu pemeliharaan, selain itu, bahan organik yang menumpuk tidak dapat terbuang karena tidak dilakukan pergantian air selama pemeliharaan. Hal ini menyebabkan udang mengalami stres dan mempengaruhi sintasan yang berujung pada rendahnya produksi udang vaname yang dihasilkan. Menurut Burhanuddin & Gunarto (2008), penggunaan probiotik mampu meminimalisir dampak limbah yang dihasilkan dari industri budidaya udang akibat adanya aktivitas mikroorganime yang terkandung dalam probiotik seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Mikroorganisme yang terkandung dalam probiotik mampu mengurai bahan organik sisa pakan dan feses secara cepat sehingga tidak terjadi akumulasi yang berlebihan di dasar tambak. Lebih lanjut Utojo et al. (1989) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produksi udang yang dihasilkan tergantung pada sintasan, laju pertumbuhan, makanan, dan padat penebaran udang yang dipelihara. Suprapto (2007) mengemukakan bahwa pengaruh aplikasi probiotik pada tambak udang terhadap produksi udang vaname yakni ada peningkatan yang signifikan untuk tonase (produksi), rasio konversi pakan (RKP), dan sintasan, sedangkan untuk ukuran agak sedikit berbeda. Pada perlakuan aplikasi probiotik produksi yang dihasilkan sebesar 31,52–37,80 ton/ha, padat tebar 212–244 ekor/m2, RKP 2,0 lebih baik dibandingkan kontrol (tanpa probiotik) dengan produksinya mencapai 26,49 ton/ha; padat tebar 216 ekor/m2 dan RKP 2,24. Kualitas air mempunyai peranan penting sebagai pendukung kehidupan dan pertumbuhan udang vaname. Hasil pengamatan terhadap beberapa peubah kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut pada semua perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 2, sedangkan BOT, amoniak, dan nitrit di sajikan pada Gambar 2. Kualitas air mempunyai dampak yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan udang. Rendahnya kualitas air pada media pemeliharaan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat pertumbuhan, sintasan dan frekuensi ganti kulit, serta peningkatan bakteri yang merugikan. Kualitas air media pemeliharaan selama penelitian masih berada pada kisaran yang layak bagi pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Hasil pengukuran suhu berkisar antara 28,4°C–28,7°C pada awal pemeliharaan kemudian menurun menjadi 26,5°C–26,8°C, sementara pH air pada berkisar antara 7,5–8,5 dan oksigen terlarut pada awal pemeliharaan berkisar 6,21–6,60 mg/L kemudian menurun diakhir pemeliharaan berkisar 3,4–4,83 mg/L. Menurut Anonim (2003), bahwa kualitas air yang layak untuk budidaya udang vaname

244

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 2. Kisaran peubah kualitas air selama penelitian Perlakuan aplikasi probiot ik

Peubah

A (1 mg/L)

B (2 mg/L)

C (4 mg/L)

Kont rol

26,6–28,7

26,6–28,8

26,5–28,7

26,5–28,7

36–44

36–45

36–45

36–44

7,5–8,5

7,5–8,5

7,5–8,5

7,8–8,2

4,36–6,58

4,04–6,60

4,07–6,58

3,40–6,53

o

Suhu ( C) Salinitas (ppt) pH

BOT (TOM) mg/L

Oksigen terlarut (mg/L)

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

1 ppm 2 ppm 4 ppm Kontrol

1

2

3

4

5

6

7

8

2,5 1 ppm NH4-N (mg/L)

2

2 ppm 4 ppm

1,5

Kontrol

1 0,5 0 2,5

1

2

3

4

5

6

7

8

1 ppm 2 ppm

NO2-N (mg/L)

2,0

4 ppm Kontrol

1,5

1,0

0,5

0,0 1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu pengam atan (Minggu ke-)

Gambar 2. Konsentrasi BOT (atas), amoniak (tengah), dan nitrit (bawah) selama pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salinitas optimum 10–25 ppt (toleransi 50 ppt), suhu 28°C–31°C (toleransi 16°C–36°C), oksigen terlarut > 4 mg/L (toleransi minimum 0,8 mg/L), pH 7,5–8,2, alkalinitas 120–150 mg/L, amonia < 0,1 mg/L; fosfat 0,5–1 mg/L; dan H 2S < 0,003 mg/L (Anonim, 2003). Menurut Suprapto (2005),

245

Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)

bahwa suhu dan kadar oksigen terlarut optimum untuk budidaya udang vaname berkisar 27°C–32°C dan > 3 mg/L dengan toleransi 2 mg/L, serta pH berkisar 7,3–8,5 dengan torelansi 6,5–9. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intesif sebesar 7,4–8,9 dengan nilai optimum 8,0. Haliman & Adijaya (2005) menambahkan bahwa suhu optimum pertumbuhan udang vaname antara 26-32°C. Udang vaname dapat tumbuh baik/optimum pada kisaran salinitas 15–25 ppt, bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada salinitas 5 ppt masih layak untuk pertumbuhannya (Soemardjati & Suriawan, 2006). Salinitas berperan dalam pengaturan osmoregulasi. Hasil pengukuran salinitas pada awal pemeliharaan berkisar 35-38 ppt kemudian meningkat menjadi 40–42 ppt di akhir pemeliharaan. Nilai kisaran salinitas tersebut masih dapat ditolerir oleh udang vaname. Saoud et al . (2003) mengemukakan bahwa udang vaname mampu mentolerir pada kisaran salinitas yang lebar berkisar 0,5–60 ppt, namun para pembudidaya masih menemukan masalah pada kekurangan profil ion-ion di air tambak. Hurtado et al. (2006) mengemukakan bahwa udang vaname dapat hidup pada kondisi hypo dan hyper-saline yakni berkisar 5–50 ppt. Bahan organik total (BOT) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri atas bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Hasil pengamatan kandungan bahan organik terlarut pada minggu kedua pemeliharaan cukup tinggi yakni pada perlakuan A (44,89 mg/ L), B (44,67 mg/L), C (44,67 mg/L), dan D ( 44,74 mg/L) kemudian pada akhir pemeliharaan kandungan BOT menurun secara signifikan yakni pada perlakuan A (10,12 mg/L), B (8,73 mg/L), C (10,33 mg/L), dan D (10,94 mg/L). Menurut Adiwijaya et al. (2003), bahwa kisaran optimal bahan organik pada budidaya udang vaname < 55 mg/L, hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada penelitian ini masih layak untuk udang vaname. Hasil pengukuran amoniak pada awal penelitian cukup tinggi mencapai 2,0013 mg/L, kemudian menurun hingga akhir pemeliharaan udang vaname, pada perlakuan A kandungan amoniak yang diperoleh (0,2253 mg/L), B (0,2158 mg/L), C (0,3027 mg/L), dan D (0,2895 mg/L). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar amoniak air pada pada media pemeliharaan masih dapat ditolerir oleh udang vaname 0,1–0,5 mg/L. Pendapat Tsai (1989) dalam Hadie et al . (1995) bahwa batas aman amoniak pada udang adalah 0,1 mg/L. Kadar amoniak mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan sebesar 50% adalah pada kadar 0,45 mg/L, sedangkan pada kadar 1,29 mg/L menyebabkan kematian. Menurut Poernomo (1988), pengaruh langsung dari kadar amoniak yang tinggi tapi belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang. Lembaran insang akan membengkak sehingga fungsi insang sebagai alat pernapasan akan terganggu. Menurut Samocha & Lawrence (1993), kandungan amoniak untuk yuwana udang vaname berkisar antara 0,4–2,31 mg/L. Lin & Chen (2001) melaporkan bahwa nilai LC50 amoniak untuk yuwana udang vaname pada perendaman 24, 48, 72, dan 96 jam, salinitas 35 ppt yakni 2,78; 2,18; 1,82 dan 1,60 mg/L. Hasil pengukuran nitrit pada awal pemeliharaan sekitar 0,7060 mg/L, kemudian pada akhir pemeliharaan terlihat cenderung menurun yakni perlakuan A (0,6959 mg/L), B (0,0882 mg/L), C (0,0769 mg/L), dan D (0,5472 mg/L). Menurut Suprapto (2005), kandungan nitrit yang dapat diltoleransi oleh udang vaname berkisar 0,1–1 mg/L. Clifford (1994) mengemukakan bahwa kandungan nitrit yang optimal untuk budidaya udang vaname < 1,0 mg/L. KESIMPULAN Aplikasi probiotik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan, namun berpengaruh nyata terhadap sintasan dan produksi udang vaname. Aplikasi probiotik memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap kondisi kualitas air media pemelihaaan udang vaname. Untuk efisiensi penggunaan probiotik hasil fermentasi pada awal pemeliharaan udang vaname (umur udang sampai 60 hari) cukup diberikan 1–2 mg/L. DAFTAR PUSTAKA Adiwidjaya, D., Sapto P.R., Sutikno, E, Sugeng, & Subiyanto. 2003. Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 29 hlm.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

246

Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya udang saat ini. PT. Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group) Surabaya, 16 hlm. Amin, M. & Hendrajat, E.A. 2008. Pengaruh konsentrasi probiotik terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada bak terkontrol. Prosiding Seminar dan Konferensi Nasional 2008. Bidang Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang, hlm. I-103-106. Atmomarsono, M., Muliani, & Nurbaya. 2005. Pengaruh komposisi jenis bakteri probiotik terhadap kualitas air dan sintasan pasca larva udang windu pada skala laboratorium dalam Rachmansyah, A. Sudaryono, D. Yaniharto, M. Nadjib, Purnomo. Prosiding Konferensi Nasional Akuakultur 2005. Makassar, 23-25 November 2005. Austin, B. & Austin, D.A. 1999. Bacterial Fish Pathogens, Disease of farmed and Wild Fish, 3 rd (revised) ed. Spriger-Praxis, Goldman, p. 263-296. Badjoeri, M. & Widiyanto, T. 2008. Pengaruh pemberian konsorsium bakteri terhadap kondisi kualitas Air tambak dan pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon Fab.). LIMNOTEK.Vol. XV. 2008. Budiardi, T. 2007. Keterkaitan produksi dengan beban masukan bahan organik pada sistem budidaya intensif udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone 1931) [disertasi].Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Burhanuddin & Gunarto. 2008. Penambahan probiotik komersil dibandingkan dengan penambahan pemupukan susulan pada pemeliharaan benur windu skala laboratorium. Prosiding Seminar dan Konferensi Nasional 2008. Bidang Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang, hlm. I-185-188. Clifford, H.C. 1994. Semi-Intensive Sensation: A case study in Marine Shrimp Pond Management. World Aquaculture, 25(3): 10. CP Prima. 2004. Pentingnya probiotik bagi tambak udang. CP Shrimp News. Surabaya. No.6 Juni 2004, 4 hlm. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Penerbit Yayasan Dwi Sri Bogor, 112 hlm. Gatesoupe, F.J. 1999. The use of probiotics in aquaculture. Aquaculture, 180: 147-165. Gunarto, Tangko, A.M, Tampangallo, B.R., & Muliani. (2006). Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. J. Ris. Akuakultur, 1(3): 303–313. Gunarto & Hendrajat, E.A. 2008. Budidaya udang vanamei, Litopenaeus vannamei pola semi-intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. J. Ris. Akuakultur, 3(3): 339–349. Hadie,W., Rejeki, S., & Hadie, L.E. 1995. Pengaruh pemotongan tangkai mata (ablasi) terhadap pertumbuhan yuwana udang galah (Macrobrachium rosenbergii). J. Pen. Perik. Indonesia. 1(1): 37– 44. Haliman, R.W. & Adijaya, D.S. 2005. Udang vannamei, pembudidayaan dan prospek pasar udang putih yang tahan penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm. Haryanti, Wardana, B.K, Permana, I G.N., & Moria, S.B. 2005. Pemeliharaan larva Litopenaeus vannamei melalui aplikasi bakteri probiotik Alteromonas sp. BY-9 dalam Rachmansyah, A. Sudaryono, D. Yaniharto, M. Nadjib, Purnomo. Prosiding Konferensi Nasional Akuakultur 2005. Makassar 23-25 Nopember 2005. Hurtado, M.A., Racotta, I.S., Arjona, O., Rodriguez, M.H., Goytortua, E., Civera, R., & Palacios, E. 2006. Effect of hypo-and hyper-saline conditions on osmolarity and fatty acid composition of yuwanae shrimp Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) fed low-and high-HUFA diets. Aquaculture Research, 37: 1,316–1,326. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 125 hlm. Jauncey, K. & Ross, B. 1982 A guide to tilapia feeds and feeding. Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland, 111 pp. Khasani, I. 2007. Aplikasi probiotik menunju sistem budidaya perikanan berkelanjutan. Media Akuakultur, 2(2): 86-90. Lin, Y.C. & Chen, J.C. 2001. Acute toxicity of ammonia on Litopenaeus vannamei boone yuwanaes at

247

Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda ... (Hidayat Suryanto Suwoyo)

different salinity levels. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 259(1): 109–119. Murtiati, K., Simbolon, Wahyuni, T., & Subadri. 2006. Aplikasi probiotik pada pembesaran Lele Sangkuriang. Jurnal Budidaya Air Tawar. Sukabumi, 3(1): 1-7. Nurhidayah, Tampangallo, B.R., Kadriah, I.A.K., & Muliani. 2007. Pengaruh bakteri probiotik terhadap perubahan kualitas air dan sintasan pascalarva udang windu yang dipapar dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Prosiding Seminar Nasional Kelautan III. Universitas Hang Tuah Surabaya, 24 April 2007, hlm. 16-20. Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Perkembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam bidang Akuakultur. Semarang, 27–29 Januari 2004, 24 hlm. Royce, W.F. 1972. Introduction to the practice of fishery science. XI. Academic Press Inc. New York, San Fransisco. London, 428 pp. Samocha, T.M., Lawrence, A.L., & Bray, W.A. 1993. Design and operation of an intensive nursery raceway system for penaeid shrimp. James P. McVey (ed) CRC Hand Book of Mariculture 2nd edition Vol 1. Crustacean Aguaculture. Fishery Biologist. National Sea Grant College Program Silver Spring, Maryland, p. 113-210. Saoud, I.P., Davis, D.A., & Rouse, D.B. 2003. Suitability studies of inland well waters for Litopenaeus vannamei culture. Aquaculture, 217: 373-383. Soemardjati, W. & Suriawan, A. 2006. Petunjuk teknis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Situbondo, 30 hlm. Suprapto. 2005. Petunjuk teknis budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm. Suprapto. 2007. Aplikasi probiotik dalam budidaya udang intensif. dalam Hanafi, A., Haryanti, Zafran, Tridjoko, Sumiarsa, G., Rachmansyah, & Insan, I. Prosiding Seminar Nasional Breeding, Genetika dan Bioteknologi Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Kuta-Bali, 12 November 2007, hlm. 93104. Sutanto, I. 2005. Kesuksesan budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Lampung dalam Sudrajat, A., Azwar, Z.I., Hadie, L.E., Haryanti, Giri, N.A., & Sumiarsa, G. 2005. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 67–72. Suwoyo, H.S. & Hendrajat, E.A. 2006. Pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada substrat yang berbeda. Prosiding Seminar Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta, 7 hlm. Tahe, S., Suwoyo, H.S., & Mansyur, A. 2008. Pengaruh substrat dasar terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei). skala laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. 4-5 Desember 2008. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta, hlm. 391-399. Tahe, S. 2008. Pengaruh starvasi ransum pakan terhadap pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) dalam wadah terkontrol, J. Ris. Akuakultur, 1(3): 401–412. Tahe, S., Mangampa, M., & Suwoyo, H.S. 2009. Pengaruh lama pemeliharaan terhadap pertumbuhan dan sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sistem pentokolan. Makalah disampaikan pada Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA). Surabaya, 23-25 Juni 2009, 12 hlm. Utojo, Cholik, F., Mansyur, A., & Mangawe, A. 1989. Pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan, daya kelulusan hidup dan produksi udang windu (Penaeus monodon Fabr.) dalam Keramba Jaring Apung di Muara Sungai Binasangkara. J. Pen. Budidaya Pantai, 5(1): 95-101. Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacterial as biological control agents in aquaculture. Microbial Mol. Biol. Rev., 64(4): 655-671. Wyban, J.A. & Sweeny, J.N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute Makapuu Point. Honolulu, Hawai USA, 158 pp.