Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Uji Aktivitas Enzim Diastase, Kadar Gula Pereduksi Dan Kadar Air Pada Madu Bangka Dan Madu Kemasan Yang Dipasarkan Di Kota Palembang Diastase Enzyme Activity, Reducing Sugar And Water Content In Bangka Honey And Honey Packaging Which Is Marketed In Palembang City Evahelda1*), Filli Pratama2, Nura Malahayati3,dan Budi Santoso3 1 Mahasiswa, 2 Promotor dan 3 Co Promotor Program Doktor Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Sriwjaya, Jl. Padang Selasa No.524, Bukit Besar Palembang 30139.Telp: (0711) 354222, Fax (0711) 317202 *) Corresponding author:
[email protected]
ABSTRACT Honey has functional properties because it serves as a food ingredient or a natural beverage that has an important role in human life. Honey can be used as an additive in food industry, medicine and beauty. In the food industry, honey is used as a sweetener. In the pharmaceutical industry to use honey because honey contains antioxidants and antimicrobial. In the cosmetics industry utilized honey because it contains antioxidants that are useful to slow aging. Physical and chemical quality characteristics of honey vary depending on the internal and external factors. Internal factors including the type of interest. External factors such as season, soil conditions or geographical location as well as processing and storage. Diastase enzyme, reducing sugar and water content is the most important parameter to determine the quality of honey. This study aims to look at the quality of honey based test diastase enzyme activity, reducing sugar content and water content in honey and honey packaging Bangka marketed in Palembang. The results showed that the honey purchased in Bangka meet the quality requirements of honey according to SNI 01-3545-2004 of diastase enzyme activity assay that is positive. Honey purchased in supermarkets in Palembang meet the quality requirements of the test water level that is equal to 15.23%. Key words: bangka quality honey, honey packaging ABSTRAK Madu memiliki sifat fungsional karena berfungsi sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Madu dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada industri pangan, obat-obatan dan kecantikan. Pada industri pangan, madu biasa digunakan sebagai pemanis. Pada industri obat-obatan madu digunakan karena madu mengandung antioksidan dan antimikrobia. Pada industri kosmetik madu dimanfaatkan karena mengandung antioksidan yang berguna untuk memperlambat penuaan. Karakteristik mutu fisik dan kimia maduberbeda-beda tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya jenis bunga. Faktor eksternal seperti musim, kondisi tanah atau letak geografis serta proses pengolahan dan penyimpanan. Enzim diastase, gula pereduksi dan kadar air adalah sebagian parameter penting untuk mengetahui kualitas madu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat mutu madu berdasarkan uji aktivitas enzim diastase, kadar gula pereduksi dan kadar air pada madu Bangka dan madu kemasan yang dipasarkan di Palembang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu yang dibeli di Bangka memenuhi syarat mutu madu menurut
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 SNI 01-3545-2004 dari uji aktivitas enzim diastase yang bernilai positif.Madu yang dibeli di supermarket yang ada di Palembang memenuhi syarat mutu dari uji kadar air yaitu sebesar 15,23%. Kata kunci : mutu madubangka,madu kemasan PENDAHULUAN Definisi madu menurut adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (flora nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra flora nektar) atau eksresi serangga. Menurut Codex Alimentarius (2001), madu adalah zat manis yang dihasilkan oleh lebah madu, yang berasal dari nektar bunga atau dari sekresi tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Madu ini dapat mengalami perubahan bentuk dan mengandung senyawa tertentu yang berasal dari tubuh lebah, kemudian disimpan pada sarang madu hingga mengalami proses pematangan. Beberapa daerah penghasil madu hutan yang terkenal di Indonesia diantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau (Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo), Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara(Hadisoesilo et al. 2011). Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga merupakan salah satu daerah penghasilmadu hutandi Indonesia. Hampir disetiap daerah di Bangka Belitung menghasilkan madu hutan. Madu didaerah ini memiliki dua jenis rasa, yaitu madu manis dan madu pahit.Di Bangka, madu manis bisa dihasilkan dari nektar yang berasal dari bunga pohon pohon karet, cempedak, mengkekang, mensirak, rempudung, pules, mentepong, leting dan lainnya.sedangkan madu pahit umumnya berasal dari pohon pelawan. Madu memiliki sifat fungsional karena berfungsi sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Madu dapat
digunakan sebagai bahan tambahan pada industri pangan, obat-obatan dan kecantikan. Pada industri pangan, madu biasa digunakan sebagai pemanis. Pada industri obat-obatan madu digunakan karena madu mengandung antioksidan dan antimikrobia.Madu juga dapat digunakan secara rutin untuk membalut luka, luka bakar dan borok di kulit untuk mengurangi sakit dan bau dengan cepat (Mulu et.al, 2004). Pada industri kosmetik madu dimanfaatkan karena mengandung antioksidan yang berguna untuk memperlambat penuaan (Gheldof dan Engeseth, 2002).madu dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002 dan Murtidjo, 1991 dalam Ratnayani, 2008). Karakteristik mutu fisik dan kimia madu berbeda-beda tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya jenis bunga (Gheldof dan Engeseth, 2002). Faktor eksternal seperti musim, kondisi tanah atau letak geografis serta proses pengolahan dan penyimpanan(White, 1975; Sihombing, 1997; Winarno, 1982). Beragam mutu madu yang beredar dipasaran memang umum terjadi, disebabkan karena faktor internal dan eksternalnya. Beberapa parameter yang bisa dijadikan penentu kualitas madu berdasarkan SNI 01-3545-2004, diantaranya adalah enzim diastase, gula pereduksi dan kadar air. Enzim diastase merupakan enzim yang ditambahakan lebah pada saat pematangan madu,sehingga keberadaan enzim diastase dapat dijadikan indikator untuk melihat kemurnian madu. Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat dari penyimpanan dan pemanasan madu (Achmadi, 1991). Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (%). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, kadar air madu adalah 22%. Kadar air dalam madu dapat menentukan keawetan madu. Kadar air madu yang rendah menyebabkan mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya,
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 ditambah lagi madu juga mengandung zat antimikroba. Madu yang kadar airnya tinggi (lebih dari 25%) mudah mengalami fermentasi(Krell, 1996). Kandungan gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa) pada madu yang disyaratkan yaitu minimal 60%. Glukosa merupakan bahan yang akanmempengaruhi kecepatan kristalisasi pada madu. Kristalisasi madu juga dipengaruhi oleh perbandingan kandungan glukosa dan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu madu berdasarkan uji aktivitas enzim diastase, kadar gula pereduksi dan kadar air pada madu Bangka dan madu kemasan yang dipasarkan di Palembang. BAHAN DAN METODE Sampel yang digunakan adalahMadu manis Bangka yang dibeli di toko madu di Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah (A). Madu manis Bangka yang dibeli disalah satu toko yang menjual makanan khas di jalan dempo Palembang (B). Madu flora madu hutan tropis yang dibeli di supermarket Palembang (C) Bahan-bahan yang digunakan adalah: larutan amilum 0,5% dan 1%, larutan iod 0,0007 N, reagen luff schoorl, larutan KI 20 %, larutan H2SO4 4N dan 2N, larutan Na2S2O3 0,1 N, larutan KIO3 0,1 N, larutan (NH4)2 HPO4 10% Alat-alat yang digunakan adalah: Penangas air, Cawan almunium, Oven listrik, timbangan analitik, cawan Alumunium, eksikator, tang penjepit, erlenmeyer, batu didih, pipet dan peralatan titrasi. Metode pengolahan data yang digunakan berdasarakan hasil data yang dianalisisdilaboratorium ditabulasikan dan dijelaskan secara deskriptif.Analisis kualitatif enzim diastase menurut SNI 01-3545-1994, Analisis kadar air menggunakan SNI 01-35451994, analisa gula pereduksi metode luff schoorl. HASIL Hasil yang diperoleh pada penelitian dilihat pada Tabel berikut: SNI 01-3545-2004 No. Jenis Uji Satuan Persyaratan A 1 Enzim Diastase, DN 3 Positif min 2 Gula Pereduksi (%) b/b 65 45.93 (dihitung sebagai glukosa), min 3 Air, mak (%) b/b 22 25.23
Sampel B Negatif
C Negatif
19.80
60.88
31.88
15.23
PEMBAHASAN Enzim Diastase Pada penelitian ini, enzim diastase yang diukur hanya secara kualitatif, yang ditandai dengan nilai positif dan negatif. Apabila di dalam sampel madu ditemukan adanya enzim diastase maka diberikan nilai positif, dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa penelitian kualitatif enzim diastase pada sampel madu yang positif hanya terdapat padasampel A.Ditandai dengan terjadnyai perubahan warna dari biru menjadi kuning, yang menandakan bahwa substrat amilum dirombak oleh enzim yang ada dalam madu. Madu dengan jenis sampel A yang dibeli
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 langsung dari toko madu di desa Namang Kabupaten Bangka Tengah, sesuai dengan syarat mutu madu SNI 01-3545-2004. Hal ini bisa disebabkan karena sampel A merupakan madu yang baru dipanen atau belum lama disimpan.Enzim diastase merupakan enzim yang ditambahakan lebah pada saat pematangan madu.Enzim ini hanya terdapat pada madu yang baru dipanen atau madu murni tanpa pengolahan.Aktivitas enzim diastase dapat digunakan sebagai indikator untuk mendeteksi perlakuan panas pada madu. Enzim merupakan protein, dan hanya aktif pada keadaan tertentu. Enzim akan cepat rusak apabila kondisi terlalu asam, terlalu basa, terkena panas atau logam berat (Achmadi, 1991).Pemanasan pada suhu di atas 40ºC menyebabkan aktivitas enzim diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan enzim tersebut menjadi tidak aktif. Menurut Lineback dan Inlett(1982), secara keseluruhan madu mempunyai macammacam enzim yaitu amilase,glukooksidase, katalase, invertase, diastase, peroksidase, fosfatase dan enzim-enzimproteolitik. Semua enzim ini berasal dari nektar, serbuksari dan sekresi saliva lebah (White, 1992), akan tetapi dengan semakin lama penyimpanan dapat menyebabakan enzim tersebut menjadi tidak aktif. Gula Pereduksi Pada penelitian ini kadar gula pereduksiyang dihitung adalah kadar glukosa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada sampel yang memenuhi syarat mutu madu SNI 01-3545-2004. Menurut SNI syarat mutu gula pereduksi minimal adalah 65%. Pada sampel A kadar gula pereksi adalah 45.93%, sampel B adalah 19.80% dan sampel C adalah 60.88%. Rendahnya kadar gula pereduksi dapat juga disebabkan oleh adanya dekomposisi gula pereduksi karena terjadinya peningkatan HMF (Hidroksimetilfurfural). Menurut Achmadi (1991), menyatakan bahwa HMF merupakan hasil dekomposisi glukosa, fruktosa dan monosakarida lain yang memiliki enam atom C yang dalam suasana asam dan pembentukannya dapat dipercepat dengan bantuan panas. Selain itu juga rendahnya kadar glukosa bisa disebabkan karena telah terjadinya proses fermentasipada madu. Proses fermentasi dapatdilakukan oleh khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi,sehingga dapat hidup dalam madu. Selama fermentasi, sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dan fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Apabila alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu (Kuntadi, 2002). Penurunan kadar gula pereduksi menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula berantai panjang (oligosakarida dan polisakarida) yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan proses pembalikan dalam suasana asam (Crane, 1979). Ditambahkan lagi oleh Achmadi (1991), semakin lama penyimpanan dan tingginya suhu penyimpanan akan menurunkan aktivitas enzim sehingga gula pereduksi yang dihasilkan juga akan semakin menurun. Kadar Air Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kadar airsampel C memenuhi syarat mutu madu SNI 01-3545-2004yaitu kadar air maksimaladalah 22%, sedangkan sampel C kadar airnya 15,23%. Sampel C adalah madu yang sudah dikemas, disegel, bermerek dan sudah ada waktu kadaluarsa dari perusahaan penjual madu dan dijual di mini market (Alfamart) di kota palembang.Madu yang dikemas sebelumnya sudah diatur kadar airnya untuk menjaga mutu madu selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan madu mudah
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 mengalami kerusakan. Kerusakan bisa disebabkan karena terjadinya fermentasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang pada madu selama penyimpanan, yang dipicu oleh tingginya kadar air. Madu yang memiliki kadar air lebih dari 20% akan mudah mengalami fermentasi, karena kadar tinggi dapat memicu perkembangbiakan sel khamir. Sebaliknya madu dengan kadar air kurang dari 17% aman terhadap fermentasi, karena pertumbuhan sel khamirnya dapat dihambat (Achmadi, 1991). Pada sampel A dan B kadar airnya diatas syarat mutu SNI yaitu berturut turut adalah 25,23% dan 31,88%.Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi penyimpanan/tempat penjualan madu yang terbuka (disuhu ruang) terutama sampel B yang dijual ditoko Palembang. Ini dilakukan karena menurut pengawai toko yang mengatakan bahwa, apabila kondisi dirigen (plastik kemasan) madu ditutup maka kemasannya akan membengkak atau menggelembung karena madu tersebut menghasilkan gas. Setelah akan dibeli maka madu tersebut ditutup. Kondisi penyimpanan sampel A, yaitu tetap disuhu ruang, tetapi dengan kondisi botol yang tertutup dan botolnya terbuat dari kaca atau menggunakan botol bekas sirup. Air yang terkandung dalam sisiran madu berasal dari nektar yang telahdimatangkan oleh lebah. Konsentrasinya tergantung dari beberapa faktor yangmempengaruhi proses pematangan madu antara lain kondisi cuaca, kadar air awalnektar serta kekuatan koloni (White, 1992). Gojmerac (1983), menyatakan bahwa madu bersifat higroskopisatau menyerap air. Madu matang yang sudah dikeluarkan dari selnya akan segeramenyerap air dari udara sekelilingnya sampai mencapai keseimbangan. Hal inidikarenakan madu merupakan larutan sangat jenuh dan tidak stabil. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwamadu yang dibeli di Bangkamemenuhi syaratmutumadumenurutSNI 01-3545-2004 dari uji aktivitas enzim diastase sedangkan sampel madu yang dibeli di supermarket di Palembang memenuhisyarat dari uji kadar airnya. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3545-2004.Madu. Jakarta. Codex Alimentarius. 2001. Draf Revised Standard for Honey. Alinorm 01/25 19-26. Crane, E. 1979. Honey A ComprehensiveSurvey. The International Bee Research Association. ChalfontSt Peter. Buckinghamshire. England. Gheldof, N., Xiao-Hong and Engeseth, N.J. 2002. Identification and Quantification of Antioxidant Componens of Honey from Various Floral Sources. Journal Agricultural and Food Chemistry. 50:5870-5877. Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. The AVI Publishing Co.. Westport, Connecticut. Hadisoesilo, S., Kahono, S dan Suwandi. 2011. Potensi Lebah Madu Hutan Apis dorsata Di Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau dan KabupatenSumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pontianak. Kuntadi. 2002. Madu Komposisi Sifat dan Khasiatnya. Sylva Tropika Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Populer No. 07 Edisi November 2002. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Lineback, D. F. and G. E. Inlett. 1982. Food Carbohydrate. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Mulu, A., B. Tessema, and F. Derby, 2004. In vitro Assesment of The Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens.Ethiop. J. Health Dev. 2004:18 (2). Ratnayani, K., N.M.A. D. Adhi S., dan I G.A.M.A.S. Gitadewi, 2008. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Madu Randu dan Madu Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) : 77-86. Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Madu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. White, J.W. 1975.Composition of Honey, in Crane E. (Ed), Honey: A Comprehensive Survvey, Heinemann, London. P:180-194. White, J.W. 1992. Quality Evaluation of Honey: Role of HMF and Diastase Assays in Honey Quality Evaluation. American Bee Journal. 132(11/12): 737-742, 792-794. Winarno, F.G. 1982. Madu Teknologi khasiat dan Analisa. Pusat Pengembang Teknologi Pangan. Bogor.