Uji Potensi Bakteri Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dari Tanah Rhizosfer Cengkeh (Syzigium aromaticum L.) Desak Ketut Tristiana Sukmadewi1), Suharjono2), Sarjiya Antonius3) 1), 2) 3)
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong Email : 1)
[email protected] & 2)
[email protected]
ABSTRAK Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting bagi pendapatan devisa negara. Perkebunan cengkeh rutin mengunakan pupuk kimia sintetik dalam proses pertumbuhannya. Permintaan produk pertanian dan perkebunan yang bebas akan bahan kimia semakin meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari potensi isolat bakteri penghasil hormon IAA dari tanah rhizosfer tanaman cengkeh. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel tanah, isolasi bakteri penghasil hormon IAA dan analisa hormon IAA. Bakteri yang berpotensi menghasilkan hormon IAA tertinggi adalah isolat TCKI 5 (32,84 ppm) dari Karangasem. Hasil tertinggi ini didapatkan pada waktu inkubasi 48 jam. Berdasarkan nilai OD terlihat bahwa isolat TCKI 5 pada waktu inkubasi 48 dan 72 jam memiliki nilai OD yang sama yang merupakan fase stasioner Kata kunci: bakteri, tanaman cengkeh, Indole Acetic Acid (IAA), rhizosfer ABSTRACT Cloves (Syzygium aromaticum L.) is one of the plantation commodities which have an important role for the country's foreign exchange earnings. The clove plantation, was routine use of synthetic fertilizer. The demand of agricultural and plantation product free of chemicals has increased. Synthetic fertilizer has negative impact on soil productivity The purpose of this research is studied the potencyl of bacteria isolate to produce IAA hormone from rhizosphere of clove plant. The research includes collecting sample of rhizosphere soil of clove plant, isolation and analysis the potency of bacteria IAA hormone producing. Isolate TCKI 5 from Karangasem has highest IAA hormone producing (32,84 ppm) in 48 hours incubation. Based on the OD seen TCKI 5 produce IAA hormone of stationer phase Keywords: bacteria, cloves plant, Indole Acetic Acid (IAA), rhizosphere
PENDAHULUAN Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum (L.)) adalah salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting bagi pendapatan devisa negara melalui cukai rokok dan ekspornya. Walaupun produksi cengkeh terus meningkat, Indonesia masih tetap mengimpor cengkeh untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Masalah yang dihadapi petani cengkeh adalah (1) masa awal produksi cengkeh yang cukup lama yaitu setelah umur 5 - 7 tahun, (2) fluktuasi hasil yang cukup tinggi yang dikenal dengan siklus 2 - 4 tahun, produksi yang tinggi pada satu tahun tertentu diikuti dengan penurunan produksi 1 - 2 tahun berikutnya (Direktorat jenderal perkebunan, 2004). Perkebunan cengkeh secara rutin mengunakan pupuk dalam proses Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015
pertumbuhannya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kimia sintetis Permintaan produk pertanian dan perkebunan yang bebas akan bahan kimia semakin meningkat. Pengurangan penggunaan pupuk kimia sintetik pada pertanian membawa banyak manfaat untuk memperbaiki sifat biokimia tanah. Aplikasi bahan organik yang diperkaya dengan mikrobia penyubur perakaran pada berbagai tanah pertanian dan dapat meningkatkan aktivitas respirasi dan enzimatik tanah (Antonius dkk., 2007). Rhizosfer merupakan zona dalam tanah tempat mikrobia dan akar tanaman hidup berinteraksi secara efektif. (Repository IPB, 2010). Mikrobia dalam tanah tersebut memiliki banyak peran penting di tanah terutama dalam daur unsur organik untuk kehidupan seperti penghasil hormon IAA. Hormon IAA adalah auksin
91
endogen yang berperan dalam perkembangan akar, menghambat pertumbuhan tunas samping, merangsang terjadinya absisi, serta berperan dalam pembentukan jaringan xylem dan floem (Silitonga dkk., 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mngetahui potensi
bakteri penghasil hormon IAA (indole acetic acid) dari tanah rhizosfer cengkeh (syzigium aromaticum l.) METODE PENELITIAN Pengambilan sampel. Sampel diambil pada tanaman cengkeh di lokasi yang berbeda dengan kisaran umur 27 sampai 30 tahun. Sampel pertama diambil di Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem terletak di ujung timur Pulau Bali. Sampel kedua diambil pada perkebunan cengkeh di Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Kabupaten Buleleng terletak di belahan utara Pulau Bali. Sampel tanah diambil pada daerah rhizosfer. Masing-masing sampel diambil sebanyak 5 kali ulangan. Pengambilan sampel pada setiap ulangan dilakukan pada 5 titik yang kemudian dikomposit menjadi satu sampel tanah. Sampel diambil pada kedalaman 0-10 cm dari permukaan akar. Isolasi Bakteri Penghasil Hormon IAA. Sampel tanah 25 g disuspensikan dengan 225 ml garam fisiologis steril pada masingmasing Erlenmeyer (pengenceran 10-1). Sampel digojog dengan vorteks 120 rpm selama 60 detik. Selanjutnya suspensi sampel dilakukan pengenceran sampai konsentrasi 106 . Suspensi sampel setiap tingkat pengenceran sebanyak 0,1 ml diinokulasikan pada media Tryptic Soy Agar yang telah ditambahkan dengan triptofan 200 µg/ml secara spread plate (de-Bashan dkk., 2008). Sampel kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama tiga hari. Analisa hormon IAA. Isolat bakteri yang tumbuh pada media TSA diuji dengan cara ditetesi larutan Salkowski. Hasil positif setelah ditetesi larutan Salkowsky ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah muda setelah diinkubasi di tempat gelap selama 30 menit. Percobaan untuk analisis IAA secara kuantitatif dilakukan menurut rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan pada percobaan ini adalah jenis isolat dan waktu inkubasi. Untuk analisa IAA
Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015
secara kuantitatif dilakukan menggunakan Trypthic Soy Broth (TSB) steril 25 ml dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan triptofan 0,5 ml. Suspensi tersebut ditambahkan isolat yang sebelumnya menunjukkan hasil yang positif. Densitas optik diukur dengan cara disampling sebanyak 2 ml media TSB yang telah diinokulasi isolat dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 436 nm pada waktu inkubasi 0, 24, 48 dan 72 jam. Media TSB yang telah diinokulasi isolat diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Absorbansi suspensi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 535 nm kemudian dihitung konsentrasi IAA menggunakan persamaan kurva standar IAA. Kurva standar konsentrasi IAA dalam medium TSB dibuat berdasarkan korelasi variasi konsentrasi IAA dengan absorbansinya yang diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 535 nm. Sampling dilakukan pada waktu inkubasi 0, 24, 48 dan 72 jam (Gravel dkk., 2007; Khakipour, dkk., 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji kualitatif IAA sebagai screening awal didapatkan 8 isolat yang kemudian diuji kuantitatif lebih lanjut menggunakkan spektrofotometer (Gambar 1.). Berdasarkan hasil uji kuantitatif menunjukkan isolat TCKI 5 dari Karangasem menghasilkan IAA tertinggi 32,84 ppm (p < 0,05). Hasil tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi 72 jam yang berbeda nyata dengan waktu inkubasi 24 jam.
Gambar 1. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh isolat bakteri rhizosfer tanaman cengkeh Keterangan: 1. Huruf besar untuk isolat yang berbeda pada 92
waktu sampling yang sama. 2. Huruf kecil untuk isolat yang sama pada sampling yang berbeda.
cukup tinggi. Isolat TCKI 5 berdasarkan hasil cat Gram merupakan bakteri Gram negatif berbentuk coccus.
Berdasarkan nilai OD terlihat bahwa isolat TCKI 5 pada waktu inkubasi jam ke-48 dan 72 memiliki nilai OD yang sama. Hal ini diduga pada waktu inkubasi 48 menuju 72 jam merupakan fase stasioner.
Gambar 3. Isolat TCKI 5 (M= 1000x)
Gambar 2. Optical density bakteri penghasil hormon IAA Hormon IAA yang dihasilkan oleh bakteri melimpah pada fase stasioner. Produksi IAA akan meningkat pada kondisi pertumbuhan menurun, ketersediaan karbon yang terbatas dan dalam kondisi lingkungan pH asam. Kondisi tersebut terjadi pada saat bakteri memasuki fase stasioner (Dewi dkk., 2015). Hal ini sesuai pula dengan lokasi Karangasem, lokasi ini memiliki kandungan bahan organik (2,83 %) yang lebih rendah dibandingkan Buleleng (p < 0,05) serta memiliki nilai pH 5,025 yang tergolong kategori pH asam. Parameter lingkungan ini diduga sebagai faktor pemacu isolat TCKI 5 dari lokasi karangasem menghasilkan hormon IAA paling tinggi untuk tetap bertahan hidup. Pada penelitian ini analisis IAA menggunakan asam asmino triptofan sebesar 200 ppm yang merupakan prekursor yang berperan penting dalam biosintesis IAA. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini tertinggi oleh isolat TCKI 5 (32,84 ppm) bila dibandingkan dengan penelitiaan Dewi dkk. (2015) tergolong kecil karena dengan konsentrasi triptofan yang sama dihasilkan IAA tertinggi mencapai 158, 651 ppm. Bila dibandingkan dengan penelitian Nita dkk. (2011) yang menghasilkkan IAA 26,28 ppm dengan konsentrasi triptofan 1200 ppm, IAA yang dihasilkan isolat TCKI 5 dapat dikatakan
Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015
Bakteri yang mampu menghasilkan IAA akan berwarna merah saat ditetesi salkowski, karena adanya interaksi antara IAA dan Fe membentuk senyawa kompleks [Fe2(OH)2(IA)4]. Warna merah muda yang semakin pekat menunjukkan konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh bakteri semakin tinggi (Kovacs, 2009). Hormon tumbuh IAA berfungsi sebagai sinyal molekul penting dalam regulasi perkembangan tanaman, memacu perkembangan perakaran tanaman inang, meningkatkan ketahanan terhadap patogen dan memacu pertumbuhan tanaman (Shaharoona, dkk., 2006; Joshi dan Bath, 2011).
Gambar 3. Perubahan warna menjadi merah muda saat ditetesi larutan Salkowski Hormon IAA yang disintesis dari triptofan dapat terjadi melalui 3 (tiga) jalur alternatif yaitu, jalur pertama, triptofan-2monooxygenase (IaaM) mengoksidasi triptofan menjadi indole-3-acetamide, kemudian indole3-acetamide dihidrolisasi oleh indoleacetamide hydrolase. Jalur kedua triptofan diubah menjadi tryptamine oleh enzim triptofan dekarboksilase. Tryptamine diubah menjadi indole-3-acetaldehyde oleh enzim amin oksidase, yang kemudian diubah lagi menjadi Indole-acetid acid oleh enzim indol
93
acetaldehid dehidrogenasae. Jalur ketiga, triptofan diubah menjadi asam indol piruvat oleh enzim triptofan transaminase, kemudian diubah menjadi indol-3-acetaldehid oleh indole acetid acid (IAA) (Taghavi dkk., 2008). KESIMPULAN Bakteri yang berpotensi menghasilkan hormon IAA tertinggi adalah isolat TCKI 5 ( 32,84 ppm) dari Karangasem pada waktu inkubasi 48 jam. Berdasarkan nilai OD isolat TCKI 5 menghasilkan IAA pada fase stasioner. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada proyek DIPA Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong yang telah mendanai penelitan ini, sehingga bisa berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
Antonius, S., D. Agustyani, M. Rahmansyah, dan B. Martono, 2007. Development of Sustainable agriculture: Soil Microorganisms Enzymantic Activity of Organic Farming on jabopuncur Catchment’s Area Treated with agricultural wastes as Biofertilizier. Faculty of Biology-UGM, Yogyakarta. Proceedings International Seminar Advances in Biological Science: Contribution Towards a Better Human Prosperity. de Bashan L.E., H. Antoun, Y. Bashan. 2008. Involvement of Indole -3-Acetic Acid Produced By The GrowthPromoting Bacterium Azospirilium spp. In promoting Growth of Chlorella Vulgaris. J. Phycol of Amerika. 44:938947. Dewi, T.K., E. S. Arum, H. Imamuddin, S. Antonius. 2015. Karakterisasi mikroba perakaran (PGPR) agen penting pendukung pupuk organik Hayati. Proseding Seminar Nasional Masyi Biodiv Indonesia. 1(2) : 289-295. Direktorat jenderal perkebunan, 2012. Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Mutu Tanaman Rempah Dan Penyegar. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 2 | 2015
[5]
Gravel V, H. Antoun, R.J. Tweddel. 2007. Effect indole-acetic acid (IAA) o the development of symptoms caused Pythium ultimum on tomato plant. Eur J Plant Pathol 119:457-462. [6] Joshi, P dan A.B. Bath. 2011. Diversity and Function of plant growth-promoting rhizobacteria associated with with wheat rhizosphere in North Himalaya Region. Int J Environ Sci (16): 11351143. [7] Khakipour, N., K. Khavazi, dan H. Mojallali. 2008. Production of Auxin Hormone by Fluorescent Pseudomonas. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 4: 687-692. [8] Kovavcs, K. 2009. Applications of Mossbauer Spectroscopy in Plant Physiology. ELTE Chemistry Doctoral School, ELTE Institute of Chemistry, Budapest. Disertasi. [9] Nita, B.P., G. Milind, A. Sanggita, S., G.Aparna, B., K. Balasaheb, P. 2011.Optimazation of indole 3-acetic acid (IAA) production by Acetobacter diazotrophicus L1 isolated from sugarcane. J Environ Sci 2(1):307-314. [10] Shaharoona B., M. Arshad, Z.A. Khalid, 2006. Performance of Pseudomonas spp. containing ACC-diaminase for improving growth and yield of maize (Zea mays L.) in the presence of nitrogenous fertilizer. Soil Biol Biochem 38:2971-2975. [12] Silitonga, D.M., N. Priyani, I. Nurwahyuni. 2008. Isolasi dan Uji Potensi Isolat bakteri Pelarut Fosfat dan Bakteri Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glicine max L.) Pada Tanah Kuning. Departemen Biologi, Fakultas MIPA, USU. Medan. [13] Khakipour, N., K. Khavazi, dan H. Mojallali. 2008. Production of Auxin Hormone by Fluorescent Pseudomonas. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 4: 687-692.
94