VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI

Download Dengan ini saya manyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Valuasi Ekonomi ... Kata Kunci : Nilai Ekonomi, Kelurahan Kariangau, Alih Fungsi La...

1 downloads 683 Views 1MB Size
VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI UNTUK KONVERSI MENJADI KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU BALIKPAPAPAN KALIMANTAN TIMUR

FIRDAUS ALBARQONI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN Dengan ini saya manyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, Mei 2013

Firdaus Albarqoni H44080084

RINGKASAN FIRDAUS ALBARQONI. “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur”. Dibimbing oleh NINDYANTORO Kelurahan Kariangau terletak di Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan Kalimantan Timur. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan dalam pengembangan Kota Balikpapan pemerintah daerah bermaksud untuk mengembangkan wilayah Hutan Kariangau menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahteraan rakyat. Pembangunan Kawasan tersebut direncanakan seluas 5.000 hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan Timur. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan dikembangkan kemudian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai ekonomi hutan di Kelurahan Kariangau. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk menganailis persepsi masyarakat mengenai kondisi Hutan Kariangau dan mengestimasi nilai yang bersifat intangible seperti nilai warisan dan nilai keberadaan yang dilakukan dengan metode willingness to pay. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengestimasi nilai hutan yang bersifat tangible seperti: nilai air, nilai karbon dan nilai pilihan. Analisis persepsi masyarakat mengenai keberadaan hutan saat ini dilakukan dengan metode skala pengukuran yaitu rataan skor. Nilai rataan skor tersebut menunjukan penilaian masyarakat terhadap keindahan, kenyamanan, kesejukan, keberlanjutan ekosistem, kemananan, dan ketersediaan air. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan persepsi masyarakat terhadap keberadaan Hutan Kariangau memiliki rataan total skor sebesar 3,61 yang tergolong pada kategori baik. Nilai ekonomi hutan yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai air, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai waisan. Nilai air yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebesar Rp 17.889.800,94/tahun, nilai karbon sebesar Rp 94.643.077.520, nilai pilihan sebesar Rp 90.348.420,29, nilai keberadaan sebesar Rp. 1.867.715.000 dan nilai warisan sebesar Rp 1.764.905.00. Berdasarkan besarnya nilai hutan di Kelurahan Kariangau perlu adanya sosialisasi sosialisasi nilai manfaat kawasan konservasi / kawasan lindung pada masyarakat, pengambil kebijakan. Perlu adanya kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah hutan kota dan ruang terbuka hijau yang kondusif dan dapat mendukung terlaksananya program-program pengelolaan kawasan konservasi.

Kata Kunci : Nilai Ekonomi, Kelurahan Kariangau, Alih Fungsi Lahan Hutan

VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI UNTUK KONVERSI MENJADI KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU BALIKPAPAPN KALIMANTAN TIMUR

FIRDAUS ALBARQONI H44080084

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Penelitian

Nama NIM

: Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur : Firdaus Albarqoni : H44080084

Disetujui, Pembimbing

Ir. Nindyantoro, MSP NIP 19620323 199002 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP 19660717 199203 1 003

Tanggal Lulus :

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau (Studi Kasus Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan Kalimantan Timur)”. Penulis mengucapkan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, solusi dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Adi Hadianto, SP, MSi dan Ibu Hastuti S.P, MSi selaku dosen penguji uatama dan dosen penguji perwakilan departemen. 3. Bapak Toto Sucipto dan Ibu Icih Sutarsih, orang tua yang selalu memberikan kekuatan, dukungan, baik moril dan materi serta limpahan doa yang tidak pernah terputus kepada penulis. 4. Bapak Yusuf yang telah meluangkan waktunya menemani dan mengantar penulis dalam pengumpulan data. 5. Silvia Kurnia gustiani yang sudah banyak meluangkan waktu untuk membantu, menemani, memberikan arahan, motivasi dan inspirasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 6. Shinta Margaretta yang telah banyak membantu dan memberikan solusi dalam pengolahan data. 7. Teman-teman seperjuangan ESL 45 yang telah banyak mengajari dan memberikan tutor kepada penulis selama masa kuliah. 8. Teman-teman DotA Muhamad Dika Yudhistira, Dian Permana, Rizki Prabanugraha, Agung Kriswiyanto, Dian Permana dan Wibi Arya Putra yang selalu menemani penulis dalam melepas penat. 9. Teman-teman begadang dari penyusunan proposal sampai skripsi ini selesai Ai Surya Buana, Kiki Wira Kurniadi dan Salafudin Al Ayyubi.

10. Google.com sebagai mesin pencari yang sangat membantu dalam menemukan referensi 11. Teman-teman IKABON yang telah banyak membantu dalam penyusunuan skripsi ini. 12. Semua pihak yang membantu dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2013

Penulis

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas akhir studi Program Sarjana (S1) Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah Penelitian untuk mengetahui seberapa besar Nilai yang hilang antara lain berupa nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value) yang ada di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat. Penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses perisapan hingga penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

xi

I

1

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

II

Latar Belakang................................................................................. 1 Peumusan Masalah .......................................................................... 7 Tujuan Penelitian ............................................................................. 11 Batasan Penelitian ........................................................................... 11 Manfaat Penelitian ........................................................................... 12

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 13 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13

Pengertian Sumberdaya Lahan ........................................................ Peraturan Mentri Kehutanan Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan .................................................................... Teori Harga Lahan ........................................................................... Konsep Nilai untuk Sumberdaya ..................................................... Tipologi Nilai Ekonomi ................................................................... Penggunaan Valuasi Ekonomi Lingkungan .................................... Nilai Ekonomi Kehutanan ............................................................... Konsep Hutan dan Hukum Kehutanan ............................................ Konsep Garden City ........................................................................ Konsep Dasar Pengembangan Tata Ruang ..................................... Konsep Pengembangan Struktur Kota Balikpapan ......................... Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung ................................. Penelitian Terdahulu ........................................................................

13 14 17 17 18 20 20 21 23 25 28 32 33

III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 35 3.1

3.2

Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 3.1.1. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam .................................. 3.1.1.1 Penilaian Berdasarkan Perilaku yang Diamati ........ 3.1.1.2 Penilaian Berdasarkan Nilai Pengganti ................... 3.1.2 Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay) .............. 3.1.3 Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Sumberdaya ............... Kerangka Pemikiran Operasional .....................................................

35 35 35 36 36 37 38

IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 41 4.1 4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 41 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 41

4.3 4.4

V

Metode Pengambilan Data ................................................................ Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 4.4.1 Indikator Ketegori Penilaian................................................ 4.4.2 Analisis Deskriptif ............................................................... 4.4.3 Metode Nilai Pasar .............................................................. 4.4.4 Analisis WTP.......................................................................

42 44 44 45 45 46

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................ 48 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7

Profil Kota Balikpapan ..................................................................... Luas Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Kariangau ................. Topografi dan Iklim .......................................................................... Pola Penggungaan Lahan .................................................................. Kependudukan .................................................................................. Jumlah Angkatan Kerja dan Pelajar .................................................. Pengunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau ..............................

48 48 49 49 50 51 51

VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 53 6.1

6.2

6.3

6.4

Karakteristik Responden ................................................................... 6.1.1 Jenis Kelamin ...................................................................... 6.1.2 Tingkat Usia ........................................................................ 6.1.3 Status Pernikahan ................................................................ 6.1.4 Tingkat Pendidikan .............................................................. 6.1.5 Jenis Pekerjaan .................................................................... 6.1.6 Tingkat Pendapatan ............................................................. 6.1.7 Jumlah Tanggungan............................................................. Persepsi Responden terhadap Keberadaan Hutan ............................. 6.2.1 Keindahan ............................................................................ 6.2.2 Kenyamanan ........................................................................ 6.2.3 Kesejukan ............................................................................ 6.2.4 Keberlanjutan Ekosistem ..................................................... 6.2.5 Ketersediaan Air .................................................................. 6.2.6 Keamanan ............................................................................ Kuantifikasi Manfaat Hutan Kelurahan Kariangau .......................... 6.3.1 Manfaat Langsung ............................................................... 6.3.2 Manfaat Tidak Langsung ..................................................... 6.3.2.1 Nilai Karbon........................................................... 6.3.2.2 Nilai Pilihan ........................................................... 6.3.2.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan Hutan Kariangau ................................ 6.3.2.4 Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP Keberadaan Hutan Kariangau .................................................... 6.3.2.5 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan Hutan Kariangau ...................................... 6.3.2.6 Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP Warisan Hutan Kariangau .................................................... Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Kariangau ......................................

53 53 53 54 55 56 56 57 57 58 58 59 60 60 61 61 61 62 62 63 64 66 66 68 69

vii

VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 70 7.1 7.3

Simpulan ........................................................................................... 70 Saran ................................................................................................. 70

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 72

viii

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Area Penggunaan Lain (APL) Tahun 2008 ..................................................................................

2

2. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK) Tahun 2008 ...............................................................

3

3. Bobot Nilai Jawaban Responden ............................................................ 42 4. Nilai Skor Rataan .................................................................................... 43 5. Kategori Kriteria dalam Kategori Penilaian Hutan Kariangau ............... 44 6. Pola Penggunaan Lahan Kelurahan Kariangau Tahun 2010 .................. 50 7. Perbandingan Jumlah Penduduk Kecamatan Balikpapan Barat Tahun 2010 ............................................................................................. 50 8. Perbandingan Angkatan Kerja dan Pelajar di Kecamatan Balikpapan Barat Tahun 2010 ................................................................ 51 9. Penggunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau Tahun 2010 .............. 52 10. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Kariangau ............... 58 11. Nilai Air yang Dikonsumsi Masyarakat Kelurahan Kariangau .............. 61 12. Nilai Air yang Dikonsumsi Perusahaan di Kelurahan Kariangau........... 62 13. Hasil Regresi Berganda WTP Keberadaan Hutan Kariangau ................. 64 14. Distribusi Nilai WTP Keberadaan Hutan Kariangau .............................. 66 15. Hasil Regresi Berganda WTP Warisan Hutan Kariangau ...................... 67 16. Distribusi Nilai WTP Warisan Hutan Kariangau .................................... 69 17. Nilai Ekonomi Lahan Hutan Kariangau ................................................. 69

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan ...................... 20 2. Elemen Utaman Konsep Garden City..................................................... 25 3. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 40 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 53 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ............................................ 54 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ...................... 54 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.................... 55 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan .......................... 56 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ................... 56 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan .................. 57 11. Persepsi Responden Mengenai Tingkat Keindahan ................................ 58 12. Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kenyamanan ........................... 59 13. Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kesejukan ............................... 59 14. Persepsi Masyarakat Mengenai Keberlanjutan Ekosistem ..................... 60 15. Persepsi Masyarakat Mengenai Mengenai Ketersedian Air ................... 60 16. Persepsi Masyarakat Mengenai Keamanan Hutan .................................. 61

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1. Kuisoner .................................................................................................. 75 2. Karakteristik Responden ......................................................................... 79 3. Konsumsi Air di Kelurahan Kariangau ................................................... 81 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan Hutan Kariangau ................................................................................................ 82 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan Hutan Kariangau ..... 83 6. Nilai WTP Keberadaan dan Warisan Hutan Kariangau.......................... 84

vi

I. PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Sumberdaya hutan Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat

dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan dan manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat sumberdaya hutan secara komperehensif. Untuk memahami manfaat dari sumberdaya hutan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan sumberdaya hutan ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kopenhagen 17 Desember 2009 menargetkan penurunan emisi sebesar 26%. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu diperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota serta peta penunjukan kawasan hutan yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan. Target tesebut dapat dicapai dengan penerapan kebijakan dan pengelolaan hutan yang baik. Berdasarkan data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008), terdapat sebaran dan luasan Areal Penggunaan Lain (APL) yang merupakan areal yang telah dikeluarkan dari kawasan hutan untuk selanjutnya dialokasikan bagi pembangunan di luar sektor kehutanan. Kebijakan tersebut menjadi permasalahan karena masih terdapat tegakan hutan seluas 7,08

1

juta hektar di kawasan APL tersebut, masing-masing 1,05 juta hektar masih berupa hutan primer dan 6,03 juta hektar berupa hutan sekunder. Hutan primer di kawasan APL terkonsentrasi di dua pulau, yakni Pulau Kalimantan (33,64%) dan Papua (32,92%). Sedangkan kawasan APL yang bertegakan hutan sekunder terkonsentrasi di Pulau Kalimantan (40,76%) dan Sumatera (22,94%). Tabel 1. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Area Penggunaan Lain di Indonesia (APL) Tahun 2008 Pulau

Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & NTT Maluku Papua Total

Hutan Primer (ha) 52.800 39.900 353.400 146.200 96.400 16.000 345.900 1.050.600

Penutupan Lahan % Hutan Sekunder (ha) 5,03 1.384.400 3,80 78.000 33,64 2.459.600 13,92 791.600 9,18 888.800 1,52 160.700 32,92 270.900 100,00 6.034.000

%

22,94 1,29 40,76 13,12 14,73 2,66 4,49 100,00

Total Luas (ha)

%

1.437.200 117.900 2.813.000 937.800 985.200 176.700 616.800 7.084.600

20,29 1,66 39,71 13,24 13,91 2,49 8,71 100,00

Sumber: Diolah dari Data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008)

Tantangan yang dalam mencapai target penurunan emisi dari sektor kehutanan adalah masih luasnya areal bertegakan hutan di kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). Kawasan HPK adalah bukan kawasan hutan tetap, yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan. Mengacu pada data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008), luas kawasan HPK yang masih berupa hutan primer dan sekunder mencapai 10,83 juta hektar, masing-masing 5,09 juta hektar adalah hutan primer dan 5,74 juta hektar adalah hutan sekunder. Dari 5,09 juta hektar hutan primer di kawasan HPK, 92,90% berada di Pulau Papua, sedangkan sebaran hutan sekunder yang terdapat di kawasan HPK, 34,19% terdapat di Pulau Papua dan 30,70% di Pulau Kalimantan.

2

Nilai manfaat produk dan jasa-jasa lingkungan hutan alam sebenarnya mempunyai nilai potensial jangka panjang, baik yang bersifat tangible (seperti: air, rotan, damar, gaharu, kulit kayu, sarang burung , dan yang lainnya) maupun intangible, (seperti: nilai ekowisata, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan, dan nilai warisan/pelestarian) yang bersumber dari hutan. Implikasi dari konsep ini adalah pengertian dan pemahaman mengenai ukuran nilai manfaat yaitu pendekatan nilai ekonomi sumberdaya alam. Dengan pendekatan nilai ekonomi, maka estimasi nilai manfaat yang dapat diperoleh dan yang hilang bila terjadi perubahan fungsi kawasan konservasi dapat diketahui secara kuantitatif terukur. Informasi nilai ekonomi yang terukur secara kuantitatif akan lebih mudah menjelaskan keterkaitan kepentingan antara pelestarian kawasan konservasi hutan dan pembangunan ekonomi daerah. Tabel 2. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Hutan Produksi Indonesia yang Dapat Dikonversi (HPK) Tahun 2008 Pulau Hutan Primer (ha) Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali & NTT Maluku Papua Total

48.300 32.300 43.400 3.000 234.700 4.729.500 5.091.200

Penutupan Lahan % Hutan Sekunder (ha) 0,95 851.100 0,63 1.761.800 0,85 240.200 0,06 11.700 4,61 911.500 92,90 1.962.300 100,00 5.738.600

%

14,83 30,70 4,19 0,20 15,88 34,19 100,00

Total Luas (ha)

899.400 1.794.100 283.600 14.700 1.146.200 6.691.800 10.829.800

%

8,30 16,57 2,62 0,14 10,58 61,79 100,00

Sumber: Diolah dari Data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008)

Informasi mengenai nilai ekonomi dapat dilihat dari posisi suatu wilayah. Posisi dan kedekatan suatu kota dengan kota lain atau dengan wilayah lain yang lebih luas baik skala regional, nasional dan internasional merupakan potensi terciptanya kerjasama dalam berbagai konteks yang saling menguntungkan. Terlebih di era globalisasi saat ini, terwujudnya Kerjasama Ekonomi Regional/

3

Internasional suatu kota dengan kota lain atau wilayah lain dalam suatu negara atau antar negara tidak terelakkan lagi, hal ini terjadi pula di Balikpapan. Keuntungan lokasinya (location advantage) sebagai kota terdepan di Kalimantan dan bahkan Indonesia Timur menciptakan regional linkage dengan kota-kota lain disekitarnya bahkan dengan kota lain antar negara. Kerjasama ekonomi ini didasarkan kesamaan potensi kota atau saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan antar kota, atau yang lainnya. Kota Balikpapan sebagai salah satu kota terbesar di Propinsi Kalimantan Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi dengan migas mencapai 6,7 persen, sementara pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 9,0 persen. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pertambangan, pengelolaan industri minyak atau gas bumi serta pelayanan jasa yang menghasilkan barang industri dan barang produksi. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan perdagangan dan usaha-usaha lain yang signifikam di Kota Balikpapan dengan menimbulkan dampak berupa peningkatan jumlah penduduk. Selain itu Kota Balikpapan menjadi titik transit dan transportasi jalur perhubungan udara dan laut berkaitan dengan letak goegrafis yang berada di selat Makassar dan didukung oleh sarana dan prasarana transportasi udara dan laut yang baik. Faktor-faktor tersebut di atas sangat mempengaruhi terhadap fungsi utama Kota Balikpapan sebagai kota jasa yang akan dikembangkan ke depan, baik dalam bentuk pemantapan terhadap fungsi yang sudah ada maupun penempatan fungsi baru yang akan dikembangkan. Kota Balikpapan berdasarkan RTRW Nasional tahun 2006 diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Orde I, yaitu pusat yang melayani seluruh wilayah

4

Propinsi Kalimantan Timur dan Wilayah Nasional/ internasional yang lebih luas. Pusat ini diwakili oleh kota Balikpapan yang diarahkan sebagai kota utama di Propinsi Kalimantan Timur. Fungsi utama Kota Balikpapan secara detail adalah sebagai pusat pelayanan orde I antara lain sebagai pusat perdagangan dan jasa regional; pusat distribusi dan kolektor barang dan jasa regional; pusat pelayanan jasa transportasi laut, udara, sungai dan darat; pusat industri pengolahan; pusat pelayanan jasa pariwisata. Berdasarkan RTRW Provinsi Kalimantan Timur tahun 2006, kawasan Balikpapan, ditetapkan sebagai kawasan strategis dengan fungsi penggerak pertumbuhan. Penetapan kota Balikpapan sebagai salah satu kawasan strategis didasarkan pada potensi sumber daya alam yang dimiliki, seperti kehutanan, pertambangan dan industri. Kawasan tersebut merupakan kawasan utama pertumbuhan perekonomian wilayah yang secara geografis terletak dalam lintasan aliran perdagangan regional dan internasional, yaitu Segitiga Pertumbuhan ASEAN. Kawasan tersebut dekat dengan Negara Bagian Sabah-Malaysia dengan pusat pertumbuhan utamanya yaitu Kota Tawao. Kota Balikpapan telah berkembang sebagai pusat koleksi dan distribusi utama khususnya untuk komoditi ekspor sehingga merupakan lokasi terkonsentrasinya fasilitas dan prasarana penting dan merupakan konsentrasi penduduk. Melalui pengembangannya sebagai wilayah

pembangunan

kesenjangan wilayah.

ekonomi

terpadu

dapat

membantu

Berdasarkan pertimbangan di

mengurangi

atas, maka tujuan

pengembangan Kota Balikpapan dalam RTRW Provinsi Kalimantan Timur adalah:

5

1. Meningkatkan serta mengembangkan kota Balikpapan sesuai dengan sektor strategis atau sektor unggulan yang ada, melalui penyediaan prasarana dan sarana, baik untuk meningkatkan produksi maupun pemasaran. 2. Meningkatkan dan mengembangkan kota Balikpapan dalam kerangka pengembangan daerah belakangnya, melalui penyediaan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai media transformasi perkembangan. 3. Meningkatkan dan mengembangkan Kota Balikpapan dalam kerangka pertahanan dan keamanan wilayah perbatasan, yakni melalui pengembangan dan pemantapan fungsi dan peran permukiman atau daerah perkotaan strategis. Sebagai suatu kawasan yang mempunyai potensi pertumbuhan ekonomi tinggi, maka kawasan ini diharapkan berkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan mengoptimalkan pengembangan sektor unggulan dan pengembangan kota-kota yang mempunyai pertumbuhan cepat. Secara umum kondisi tutupan lahan di Kota Balikpapan masih didominasi oleh lahan tidak terbangun dengan luas 44.813, 21 ha (89,04%) dari luas wilayah Kota Balikpapan. Sedangkan lahan terbangun mencapai luas 5.517,36 ha (10,96.%) dari luas wilayah. Lahan tidak terbangun di Kota Balikpapan berupa hutan dengan luas 20.295,86 ha (40,33%), semak dan belukar seluas 12.226,31 HA (24,29%), ladang/kebun seluas 5.100, 29 ha (10,13%), sawah 103,93 ha, tambak 694,59 ha, perkebunan 316,93 ha, ruang terbuka hijau berupa makammakam, taman, lapangan seluas 393,46 ha. Lahan tidak terbangun ini pada umumnya masih mendominasi Kota Balikpapan bagian utara, barat dan timur,

6

tepatnya di Kecamatan Balikpapan Barat, Utara dan Kecamatan Balikpapan Timur. Pembangunan Kawasan Industri Kariangau (KIK) direncanakan seluas 5.000 hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan Timur. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan dikembangkan kemudian. Dalam pengembangan daerah ini, pemerintah daerah membagi dengan fungsi yang berbeda – beda seperti pelabuhan dengan luas 56,5 hektar, kawasan industri dengan luas 399.288 hektar dan sarana pendukung seluas 339.267 hektar. 1.2

Perumusan Masalah Kawasan yang direncanakan untuk Kawasan Industri Kariangau (KIK)

berlokasi di daerah pesisir kota Balikpapan, karakteristik tersebut menjadi dasar prima perencanaan kawasan tersebut yaitu mengembangkan kawasan perkotaan yang kondusif terhadap keseimbangan lingkungan hidup pesisir dan sebagai pusat pertumbuhan baru dengan basis kegiatan industri. Area tersebut sudah masuk beberapa perusahaan, namun sebagian besar areanya masih berupa hutan belantara, alang – alang, rumput liar dan sejenisnya sehingga masyarakat sekitar tidak mendapatkan manfaatnya secara ekonomi karena mereka memanfaatkan lahan tersebut sebagai perladangan berpindah. Dengan lokasi yang strategis dan didukung oleh pemberlakuan Undang – Undang no. 32 dan 34 tahun 2004, pemerintah daerah bermaksud untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahteraan rakyat.

7

Kegiatan yang berada di KIK dapat digolongkan menjadi dua kegiatan besar yaitu kegiatan industri dengan fasilitas pendukungnya serta kegiatan non industri yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan industri yang ada. Beberapa kegiatan non industri yang akan dikembangkan adalah fasilitas akomodasi untuk pengunjung kawasan industri, kegiatan komersial dan jasa, perkantoran, rekreasi serta kegiatan penunjang lainnya yang diharapkan dapat mendukung kegiatan industri yang ada di Kawasan Industri Kariangau. Ada dua kelompok kegiatan dalam kawasan ini, maka komponen kegiatan yang nantinya dibagi menjadi dua bagian, yaitu komponen kegiatan industri dan komponen kegiatan non industri. Berdasarkan analisis jenis industri yang berpotensi untuk dikembangkan, jenis industri yang ada di KIK dapat dikelompokkan menjadi kegiatan industri besar, menengah, dan kecil, dengan konsentrasi terbanyak adalah industri besar dan menengah, selain itu juga akan dilengkapi oleh fasilitas pendukung kegiatan industri seperti Pelabuhan Laut, Pergudangan, Instalasi Pengolahan Limbah, dan fasilitas pemadam kebakaran. 1. Kegiatan Industri Kegiatan industri merupakan kegiatan-kegiatan utama yang ada di KIK, direncanakan akan menempati lahan yang cukup luas. Seperti telah diuraikan di atas, kegiatan industri besar dan menengah merupakan jenis kegiatan industri yang dominan dibandingkan dengan industri kecil. Selain itu pembagian industri di kawasan ini juga didasarkan pada jenis produksinya, yaitu industri makanan dan minuman, karet, kayu (pengolahan hasil pertanian), industri kimia, industri logam, batubara, dan aneka industri. Industri kimia, batubara dan logam akan lebih diorientasikan untuk pasar di

8

luar Propinsi Kalimantan Timur, sehingga lokasinya akan berada dekat dengan pelabuhan laut yang akan dibangun. Sementara industri pengolahan pertanian yang senagian besar bahan bakunya berasal dari daerah sekitar akan berada di dekat jalan utama kawasan yang menghubungkan kawasan industri ini dengan kota Balikpapan dan daerah-daerah lain di sekitarnya. 2. Pergudangan Pergudangan

yang akan disediakan berfungsi

untuk

penyimpanan

sementara, baik itu barang hasil produksi maupun bahan baku, sebelum dikirim ke tempat tujuan. Kawasan pergudangan ini akan berada dekat pelabuhan laut, atau bahkan berada dalam satu kawasan dengan pelabuhan laut. Karena berfungsi untuk tempat penyimpanan sementara, maka kawasan pergudangan yang dibangun tidak terlalu luas. 3. Pelabuhan Laut Kawasan industri Kariangau akan dilengkapi oleh pelabuhan laut untuk angkutan barang, khususnya barang-barang hasil produksi. Pelabuhan laut ini akan dilengkapi dengan peralatan bongkar muat untuk kontainer atau peti kemas, seperti crane dan lapangan penumpukan peti kemas. Selain itu pelabuhan tersebut juga dipersiapkan sebagai pelabuhan ekspor, sehingga akan dilengkapi dengan kantor dokumen ekspor, bea cukai dan fasilitas pendukung kegiatan ekspor lainnya. 4. Fasilitas Pemadam Kebakaran Kegiatan industri merupakan kegiatan yang cukup rawan kebakaran, untuk itu diperlukan fasilitas penanggulangan bahaya kebakaran yang memadai, berupa hidran kebakaran dan mobil kebakaran. Karena jenis industri yang

9

akan dikembangkan ada yang berupa industri kimia, maka fasilitas pemadam kebakaran yang disediakan juga harus ampu untuk menaggulangi bahaya kebakaran dari bahan kimia, yang biasanya lebih sulit ditanggulangi. 5. Instalasi Pengolahan Limbah Kawasan Industri Kariangau akan menyediakan lahan untuk pembangunan pengolah limbah, baik padat maupun cair. Bangunan pengolah limbah ini akan mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh kawasan industri sebelum dibuang ke laut atau sungai. Untuk seluruh kawasan industri akan dibangun pengolah limbah terpadu sehingga masing-masing industri tidak perlu membangun pengolah limbah tersendiri, kecuali untuk industri-industri tertentu. Selain itu cairan limbah dapat digunakan juga sebagai katalisator pengolah limbah padat yang akan dilakukan di TPA. 6. Fasilitas Umum Kegiatan industri membutuhkan beberapa fasilitas umum yang sifatnya menunjang kegiatan industri, seperti bank, poliklinik, kantor pos, kafetaria/restoran, pertokoan dan fasilitas peribadatan. Fasilitas tersebut akan dikumpulkan dalam satu tempat, sehingga akan lebih mudah dijangkau. Lokasi fasilitas umum untuk kawasan industri adalah pada sub pusat kawasan. Karena sifatnya sebagai fasilitas penunjang maka skala pelayanan dan kegiatan fasilitas yang ada pada sub pusat ini tidak terlalu besar. Valuasi ekonomi sumber daya hutan merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan seluruh stakholder terhadap manfaat tangible dan intangible hutan. Dengan adanya valuasi

10

ekonomi, diharapkan masyarakat akan lebih mengetahui informasi dan nilai manfaat hutan dari sisi ekonomi dan ekologi, sehingga seluruh elemen masyarakat, stakeholder dan pengambil kebijakan akan lebih menghargai keberadaan hutan dan selalu ingin berperan aktif dalam upaya kelestarian lingkungan. Valuasi ekonomi sumber daya hutan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkuantifikasikan secara ekonomi manfaat barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang sekiranya memiliki nilai ekonomi tinggi, dan menyatakan nilainya dalam nilai uang (money term). Hasil valuasi selanjutnya juga dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan hutan di Kelurahan Kariangau. 1.3

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar

nilai hutan Kariangau. Nilai yang dihitung antara lain berupa nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value) yang ada di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat. 1.4

Batasan Penelitian Penelitian ini hanya membatasi penilaian pada nilai ekonomi berbasis

pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Use Value terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value/DUV), nilai-nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value/IUV), dan nilai pilihan (option Value/OV) sedangkan non use value terdiri dari dua komponen nilai yaitu nilai warisan (Bequest Value/ BV) dan nilai keberadaan (Existence Value/ EV).

11

1.5

Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penilaian tehadap lahan

hutan. Penelitian ini hanya terfokus kepada nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Sesuai dengan tujuan dibuatnya penelitian ini yaitu untuk mengetauhi nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value), yang nantinya akan diketahui nilai-nilai yang dimiliki oleh sumber daya tersebut sehingga akan didapat pengelolaan sumber daya hutan yang proporsional dan stabil.

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Sumberdaya Lahan Menurut Hardjowigeno (2003) definisi lahan secara ilmiah adalah

kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang meliputi tanah tersususn dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya. Lahan merupakan input yang sangat dibutuhkan dalam banyak aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, permukiman, komersial dan penggunaan untuk industri yang juga eksploitasi mineral yang terkandung di dalamnya. Sitorus (1998) juga memberikan definisi sumberdaya lahan atau tanah (land resources) adalah : 1. Gabungan antara sifat sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, yang tidak dapat diperbaharui serta sumberdaya biologis. 2. Sumberdaya lahan dapat dianggap sebagai suatau sistem yang terdiri dari subsistem yaitu : a. Tanah b. Klimatologi c. Vegetasi d. Manusia dan budayanya e. Penunjang aktivitas manusia

13

3. Sebagai faktor produksi bersama tenaga kerja, modal dan pengelolaan di mana dapat menghasilkan makanan, serat, bahan bangunan, mineral, sumberdaya energi, dan bahan mentah lainnya yang digunakan dalam masyarakat modern. 4. Barang konsumsi yang mempunyai nilai misalnya untuk perumahan, tempat rekreasi dan taman. 2.2

Peraturan Menteri Kehutanan Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan Berdasarkan pasal 1 Peraturan Menteri mengenai fungsi kawasan hutan

dapat dibagi berdasarkan penetpan lahan hutan, tata guna kawasan hutan dan perizinan kawasan hutan. 1. Penetapan kawasan hutan a. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. b. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kehutanan. c. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. d. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai

14

antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. e. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. f. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. g. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. 2. Tata guna kawasan hutan a. Area Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan kawasan hutan. b. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta. c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi. d. Paduserasi TGHK dan RTRWP adalah harmonisasi fungsi kawasan hutan dan Area Penggunaan Lain berdasarkan TGHK yang berbeda dengan fungsi

15

kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain menurut RTRWP sehingga diperoleh fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain yang disepakati bersama. 3. Perizinan Kawasan Hutan a. Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan status kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan oleh Menteri. b. Persetujuan prinsip pencadangan adalah persetujuan pencadangan pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan. c. Surat keputusan pelepasan kawasan hutan adalah surat keputusan penetapan pelepasan kawasan hutan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. d. Tukar Menukar Kawasan Hutan adalah suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan produksi tetap untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan oleh Menteri. e. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.

16

f. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan yang diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa merubah status dan fungsi kawasan hutan. 2.3

Teori Harga Lahan Munurut Suparmoko (1989) harga lahan yang berlokasi dekat fasilitas

umum akan meningkat. Maka dengan adanya kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan prasarana umum, akan meningkatkan kegunaan dan kepuasan yang akan diberikan oleh satuan luas lahan, yang diikuti pula dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga harga lahan akan meningkat. Lahan yang dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan harga sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan. 2.4

Konsep Nilai untuk Sumberdaya Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa

yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi ekologi, misalnya nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu, diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan sebagai persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah

17

pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi sumberdaya alam (Fauzi,2006). 2.5

Tipologi Nilai Ekonomi Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah

maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lain. Secara formal konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkann oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi,2006). TEV (Total Economic Value) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Use Value (UV) terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value/DUV), nilai-nilai pengguanaan tidak langsung (Indirect Use Value/IUV), dan nilai pilihan (option Value/OV). Sementara itu nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan (NUV) terdiri dari dua komponen nilai yaitu nilai warisan (Bequest Value/BV) dan nilai keberadaan (Existence Value/EV). Penjelasan mengenai komponen-komponen dari nilai total ekonomi, adalah sebagai berikut : 1. Nilai Guna (Use Value) Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumberdaya alam. Use Value yang terdiri dari : a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

18

b. Nilai guna tidak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Nilai Kegunaan Non Guna (Non-Use Value) Merupakan nilai seumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung yaitu nilai keberadaan (existence value). Nilai keberadaan merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut. Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value) yaitu nilai pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk dimanfaatkan pada masa yang akan datang (Gambar 1). Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa nilai total tersebut tidak benar-benar total karena tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi, dan banyak ahli ekologi menyatakan nilai ekonomi total belum mencakup semua nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal.

19

Total Economic Value

Use Value

Non Use Value

Nilai Guna Langsung (Direct Use Value)

Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value

Nilai Guna Pilihan (Option Value)

Nilai Keberadaan (Existence Value)

Makanan Biomasa Rekreasi

Fungsi ekologis, Pengendalian banjir

Kekayaan hayati Konservasi habitat

Habitat spesies yang hampir punah

Gambar 1. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan 2.6

Penggunaan Valuasi Ekonomi Lingkungan Valuasi lingkungan digunakan untuk memudahkan perbandingan antara

nilai lingkungan hidup (environmental values) dan nilai pembangunan (development values). Valuasi ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan (sanim, 2006) 2.7

Nilai Ekonomi Kehutanan Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan bentuk atau wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat

20

tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan yang tergolong non-marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya seperti beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible. 2.8

Konsep Hutan dan Hukum Kehutanan Biro Hukum dan Organisasi Kementrian Kehutanan merumuskan, bahwa

hukum kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut paut dengan pengurusannya. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa hukum kehutanan meliputi: adanya kaidah hukum kehutanan baik tertulis maupun tidak tertulis, mengatur hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan dan mengatur hubungan antara individu (perorangan) dengan hutan dan kehutanan. Pengertian hutan pada pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi UU, dinyatakan bahwa suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan. Dengan demikian, dari pengertian di atas ada beberapa unsur yakni: 1. Unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar) yang disebut tahah hutan;

21

2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora dan fauna; 3. Unsur lingkungan; 4. Semua unsur merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedangkan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif dan bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggunjawab. Pasal 5 UU Nomor 41 Tahun 1999 UU Nomor 19 Tahun 2004, ditentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan statusnya; fungsinya; tujuan khusus; dan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Pengurusan hutan yang ada bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Pengurusan hutan , meliputi kegiatan penyelenggaran: a.

perencanaan kehutanan

b.

pengelolaan hutan

c.

penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan

d. pengawasan.

22

2.9

Konsep Garden City Konsep garden city dalam perencanaan perkotaan diambil dari karya

Ebenezer Howard, yang dalam bukunya To-Morrow: Sebuah Jalan Damai untuk Reformasi Dunia (1898) mengembangkan gagasan kota taman sebagai jalan menuju peradaban yang lebih baik dan lebih cerah. Argumen Howard dimulai dengan protes terhadap kepadatan penduduk perkotaan dan kondisi yang ada di negara-negara industri terutama di Eropa pada abad ke-19. Konsep garden City terkait perkembangan perencanaan kota dan menjelaskan perubahan terkini dalam pendekatan perencanaan kota yang lebih baik. Garden city merupakan sebuah konsep awal yang memiliki sebuah keunikan dikarenakan kesederhanaannya dan detil yang beragam. Konsep garden city terdiri dari tiga elemen utama, yaitu desentralisasi, garden dan city atau dengan istilah lain adalah lokasi, desain fisik, dan kepemililkan masyarakat (community ownership). Konsep garden City sampai saat ini cukup mendapat perhatian terkait dengan konsep green design dan social city model. Tetapi, beberapa konsep lainnya dari garden City seperti, disentralisasi, tingkat kepadatan yang rendah, masyarakat mandiri, pemukiman baru, dan proporsi jumlah penduduk terhadap lahan tidak sesuai dengan situasi saat ini dimana pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat tidak seimbang dengan

ketersediaan

lahan.

Konsep

perkotaan

masa

kini

cenderung

mempertimbangkan pendekatan lingkungan untuk mencapai sustainable goals seperti, konsep compact city dalam merencanakan kota yang lebih baik. Konsep Garden City memiliki kontribusi yang bernilai terhadap perkembangan

23

pendekatan perencanaan kota dan wilayah, tetapi tidak secara keseluruhannya relevan pada pendekatan perencanaan masa kini. Konsep garden city sendiri memiliki kelebihan dan kelemahan. Sisi Positif konsep garden city yaitu: 1. Aspek penting konsep garden city adalah denah yang fleksibel dan kepercayaan yang tinggi pada potensi site 2. Dapat memunculkan identitas suatu kota. 3. Konsep ini diadaptasi karena melahirkan lingkungan tempat aktivitas manusia lebih nyaman 4. Muncul keseimbangan suasana antara desa-kota (kota ekologis). Sedangkan sisi negatif dari konsep garden city yaitu: 1.

Garden City dirancang sebelum jumlah kendaraan bermotor meningkat tajam yang mendorong adanya kebijakan pelebaran jalan sehingga

merusak

visualisasi kota 2.

Muncul ironi dari tuntutan akan ketepatan dan kerapian yang mengorbankan sifat alami lingkungan (Kasus Garden City di Letchworth). Konsep Garden City adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah-

masalah sosial seperti pengangguran dan perumahan yang buruk. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kota yang pesat selama periode industrialisasi (Bayley 1975). Howard membandingkan keuntungan dan kerugian dari kondisi di kota-kota, kemudian digabungkan untuk mewujudkan kota yang berorientasi masa depan. Realisasi dari konsep ini disebut 'Garden City'. Howard sebagai pencipta Garden City menggunakan magnet sebagai representasi untuk mendapatkan solusi dari masalah. Tiga magnet utama konsep garden city dapat dilihat pada Gambar 2.

24

Sumber : Howard (1996b)

Gambar 2. Elemen Utama Konsep Garden City 2.10

Konsep Dasar Pengembangan Tata Ruang Berdasarkan kondisi eksisting, potensi dan permasalahan fisik dasar dan

bangunan kota, pada dasarnya Kota Balikpapan dapat dikembangkan dengan konsep pengembangan yang lazim dipakai oleh para perencana kota. Dalam hal ini dikenal tiga model atau konsep pengembangan ruang kota sebagai berikut : 1.

Konsep Konsentrik Konsep pengembangan kota yang konsentrik adalah pengembangan kota

dengan bentuk pengembangan wilayah terbangun bulat atau melingkar dengan fungsi-fungsi bagian kota memanjang atau mengikuti lingkaran. Perkembangan selanjutnya adalah bulatan wilayah terbangun kota makin membesar, dimana fungsi-fungsi bagian kota pun makin meluas serta secara keseluruhan tetap

25

membentuk lingkaran dan bulatan. Struktur kota yang terbentuk biasanya terjadi sebagai berikut : a. Pusat terletak ditengah-tengah karena pada umumnya pusat ini merupakan pelatuk (trigger) perkembangan fisik dan kegiatan kota. Pusat kota ini kebanyakan

berfungsi

sebagai

kegiatan

utama

kota

seperti

pusat

pemerintahan, pusat perdagangan/jasa, pusat pemerintahan atau kegiatan lainnya. Tetapi di kota-kota yang ada pada dekade terakhir ini kota yang mempunyai bentuk konsentrik, dimana pusatnya berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. b. Zona lain setelah pusat kota adalah zona transisi, dimana pada zona ini sering berfungsi sebagai wilayah campuran antara perdagangan/jasa dengan permukiman. Hal ini terjadi karena perkembangan fungsi perdagangan/jasa yang terus menerus menelan zona permukiman. c. Bagian lainnya adalah zona permukiman pekerja atau permukiman kumuh/golongan pendapatan rendah. Permukiman penduduk golongan rendah pada umumnya cenderung terdistribusi disekitar pusat kota karena pusat kota tersebut merupakan tempat kerja akan mengurangi biaya transportasi bagi penduduk golongan ini. d. Fungsi bagian kota selanjutnya adalah fungsi permukiman dengan golongan yang lebih tinggi yaitu golongan menengah. Fungsi bagian kota selanjutnya adalah zona permukiman golongan tinggi. e. Kota berkembang secara konsentrik dengan masing-masing memiliki tata lingkungan yang berbeda. Tiap-tiap lingkungan dapat diartikan sebagai suatu

26

sistem tingkatan. Tingkatan tersebut dimulai dari lingkaran terdalam yang kemudian membentuk lapisan berikutnya. Secara garis besar komponen Kota Balikpapan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu : a. Kegiatan sosial ekonomi, seperti perdagangan, industri dan transportasi b. Kegiatan

sosial

budaya,

seperti

pendidikan,

kesehatan,

perumahan,

pemerintahan, rekreasi, hiburan dan olah raga. 2. Konsep Radial Hampir sama dengan konsep konsentrik, namun konsep radial lebih dinamis terutama dalam : a. Perkembangan wilayah terbangun yang menjalar mengikuti jaringan jalan b. Perkembangan fungsi kegiatan tidak terbatas seperti konsep konsentrik, karena sifat struktur zona fungsional berbentuk membujur atau radial c. Konsep ini untuk kota ukuran menengah dengan perkembangan yang dinamis tidak terlalu besar. 3. Konsep Multinukleus Konsep ini cocok untuk kota besar dengan pertumbuhan kota yang besar, karena pusat-pusat pelayanan maupun pusat-pusat kegiatan kota menonjol tidak teralokasi di satu zona. Perkembangan kota dengan konsep ini sangat fleksibel, terutama bagi kota yang mempunyai fungsi beragam. Namun bagi Kota Balikpapan sendiri konsep-konsep di atas tidak dapat diterapkan secara murni karena :

27

a. Kota Balikpapan telah tumbuh dengan berbagai macam karakteristik pemanfaatan lahan dan Kegiatan yang bervariasi, sehingga hal ini cukup berpengaruh kepada bentuk dan struktur kota yang terjadi b. Pola perkembangan kota atau distribusi wilayah terbangun cenderung mengikuti jaringan jalan utama c. Pola jaringan sumbu dengan daya tarik perkembangan memanjang dari Selatan ke Utara d. Pusat kota atau pusat perkembangan berada di tengah-tengah. Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas maka konsep yang cocok untuk dikembangkan di Kota Balikpapan adalah konsep radial dan multiple nuclei sebagaimana telah diuraikan dalam dasar pertimbangan penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan. (RTRW Kota Balikpapan). 2.11

Konsep Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota Balikpapan

Pembentukan struktur ruang kota dimaksudkan untuk dapat mengarahkan penempatan pusat-pusat kegiatan yang saling berhubungan satu dengan lainnya dalam suatu kerangka kegiatan yang efisien. Struktur ruang Kota Balikpapan merupakan kerangka struktural yang menampilkan bentuk kota dan dapat dilihat dari unsur kegiatan fungsional kota yang dihubungkan oleh kerangka jalan/ sistem transportasi serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana kota. Struktur ruang Kota Balikpapan juga merupakan penjabaran struktur ruang Propinsi Kalimantan Timur. Adapun tujuan pembentukan konsep struktur tata ruang Kota Balikpapan, diantaranya adalah : a. Menjabarkan struktur tata ruang yang dikembangkan di Propinsi Kalimantan Timur.

28

b. Mempertegas dan memperkuat struktur ruang kota Balikpapan c. Memacu pertumbuhan dan mewujudkan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Kota Balikpapan. d. Mendayagunakan fasilitas pelayanan kota yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan dan tingkat pelayanan. e. Memacu pertumbuhan dan pemerataan kepadataan penduduk ke seluruh wilayah kota Balikpapan f. Menciptakan daya tarik bagi seluruh bagian wilayah pembangunan (WP) dengan penyebaran pusat-pusat pelayanan ke seluruh kawasan Kota Balikpapan. g. Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis Konsep pengembangan struktur tata ruang Kota Balikpapan dialokasikan penyebaran di tempat-tempat strategis atau yang mempunyai aksesibilitas baik, sehingga mudah dijangkau dari seluruh Wilayah Pembangunan. Kegiatan utama yang dikembangkan di pusat pelayanan ini berupa jasa pelayanan kegiatan pemerintahan, jasa pelayanan kegiatan perekonomian dan jasa pelayanan kegiatan permukiman, yang dikembangkan secara berjenjang dan terpadu sesuai skala pelayanannya, yaitu : a. Pusat pelayanan utama, berupa pusat jasa pelayanan pemerintahan dialokasikan di pusat kegiatan pemerintahan dengan skala pelayanan propinsi, kota, kecamatan dan kelurahan. b.

Pusat pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa, guna melayani kebutuhan penduduk Kota Balikpapan, Kawasan disekitar Kota Balikpapan, dan Propinsi Kalimantan Timur.

29

c.

Pusat pelayanan kegiatan permukiman, guna melayani kebutuhan penduduk dengan skala pelayanan WP.

d. Wilayah Pembangunan merupakan pusat pelayanan yang dialokasikan tersebar merata ke seluruh pusat-pusat kawasan dengan skala pelayanan kawasan, sesuai ketersediaan lahan dan daya dukung lahan terhadap kegiatan yang akan dikembangkan Pola pengembangan pusat-pusat kegiatan yang tersebar keseluruh kawasan Kota Balikpapan ini akan membentuk pola multiple nuclei, sehingga memudahkan dalam melayani kebutuhan seluruh penduduknya. Namun agar orientasi kegiatan penduduk Kota Balikpapan tidak terpusat (terkonsentrasi) di pusat kota saja, maka pada masing-masing lingkungan harus disediakan pusat pelayanan skala kawasan pengembangan. Pengembangan pusat kegiatan ini akan dihubungkan oleh sistem jaringan jalan yang berhirarki dan membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi, sehingga mudah dijangkau dari seluruh kawasan. Konsep pengembangan tersebut berorientasi pada 2 hal yakni : a. Penyebaran pembangunan/ pengembangan (selain Pusat Kota) sebagai upaya

mengurangi beban/ orientasi ke pusat kota. Upayanya melalui pengembangan Radial (pola jaringan transportasi darat) baik untuk Utara-Selatan maupun Barat-Timur. b. Antisipasi masalah utama kota khususnya “kenyamanan” dan daya dukung pengembangan pusat kota (khususnya kemacetan dan banjir). Upayanya dilakukan melalui pengembangan & peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana antara lain berupa kawasan pesisir pantai (coastal roads) sehingga mampu memecahkan permasalahan “kenyamanan” kota (kemacetan).

30

Pembentukan struktur ruang kota ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Struktur kota yang telah terbentuk b. Perkembangan Pusat dan Sub Kegiatan c. Potensi

dan

kendala

pengembangan

yang

ada

serta

kemungkinan

pengembangan pusat dan atau sub pusat pengembangan baru d. Pola jaringan infrastruktur utama yang telah ada (khususnya jaringan jalan) e. Kecenderungan

perkembangan

yang

ada

(berkaitan

erat

dengan

pengembangan sektor unggulan yang ada) f. Kebijakan pengembangan seperti rencana tata ruang kota (RTRW, RUTR, RDTR), kebijakan sektoral yang ada seperti rencana pengembangan jaringan jalan, masterplan drainase kota, penerbitan izin lokasi untuk kegiatan industri, perumahan, perdagangan, dan lain-lain. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pembentukan struktur ruang Kota Balikpapan akan sangat dipengaruhi oleh : a. Kegiatan perdagangan dan jasa yang telah berkembang di sepanjang Jl. A. Yani dan Jl. Jend. Sudirman b. Kegiatan Pertamina yang telah berkembang di Balikpapan bagian barat serta kawasan permukimannya yang telah berkembang di wilayah Karang Jawa, Karang Jati, Karang Rejo, dan sekitarnya c. Perkembangan kawasan permukiman yang menunjukkan kecenderungan perkembangan ke arah utara dan timur d. Adanya

Bandara

perkembangan

Sepinggan

kota.

Hal

ini

yang

dapat

disebabkan

menjadi karena

faktor

pembatas

operasi

pelayanan

31

penerbangan memerlukan dukungan area sekitarnya yang cukup ketat. Dukungan ini berdampak langsung pada masalah pembatasan pengembangan kawasan sekitarnya yang meliputi pembatasan peruntukan, pembatasan kepadatan bangunan, serta pembatasan ketinggian bangunan. Sebagai Bandara kelas I dengan rencana penambahan panjang landasan menjadi sekitar 3.000 m, wilayah pengaruh dari bandara ini mencapai area dengan radius sekitar 6 km. e. Potensi kegiatan wisata di Balikpapan Timur (Pantai Manggar) yang berpotensi memicu tumbuhnya pusat pelayanan kota yang baru f. Jaringan jalan utama yang menghubungkan Balikpapan-Samarinda g. Jaringan jalan dalam kota yang telah membentuk poros utama utara-selatan dan barat-timur h. Rencana pengembangan baru yang ada di luar wilayah perkotaan tapi berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap perkembangan wilayah kota, pengembangan Kawasan Industri di Kariangau, Pengembangan kawasan pergudangan di Kariangau Pembangunan jembatan yang membuka hubungan darat Balikpapan dengan Kalimantan Selatan. Jembatan dimaksud adalah jembatan yang akan dibangun melalui P. Balang. Diharapkan pembangunan jembatan ini akan memberikan alternatif aksesibilitas yang semakin baik lagi. 2.12

Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk merehabilitasi atau

reboisasi kawasan hutan lindung yang mengalami kerusakan, mencegah meluasnya kerusakan di kawasan lindung adalah :

32

a. Pengembalian fungsi kawasan lindung yang telah terganggu oleh kegiatan budidaya secara bertahap untuk dapat memelihara keseimbangan alam di kota Balikpapan b. Pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya atau permukiman dalam dan yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung agar tidak berkembang atau meluas secara spasial mengganggu fungsi lindung c. Penyesuaian dan pembatasan penggunaan lahan yang berbatasan dengan hutan lindung dengan penggunaan lahan yang mendukung dan atau selaras dengan fungsi lindung d. Penghentian penebangan hutan lindung secara liar e

Penghentian pembukaan lahan hutan lindung untuk dimanfaatkan sebagai ladang, kebun, maupun untuk permukiman

f. Pembatasan pemberian izin perusahaan untuk memanfaatkan hutan secara berlebihan g. Pemberian sanksi hukuman kepada yang melanggar atau melakukan pembukaan hutan, penebangan dan pengerusakan hutan secara liar. (RTRW Kota Balikpapan)

2.13

Penelitian Terdahulu

1. Penelitan yang berjudul Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara dan ditulis oleh Suci Arisa Purba (2010). Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) yang merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data

33

spasial (parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. Dari seluruh kawasan dengan tingkat kerawanan konversi hutan tinggi tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat. 2. Penelitian yang berjudul Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria dan ditulis oleh Sihaloho, M. et al (2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konversi lahan pertanian dan perubahan struktur agrarian di Kelurahan Mulyaharja. Strategi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dampak konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja adalah ketimpangan struktur agrarian lahan terhadap kegiatan masyarakat menyangkut perubahan pola penguasaan lahan. 3. Penelitian yang berjudul Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan dan ditulis oleh Fitri Nurfatriani (2006). Penelitian ini membahas mengenai penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan SDH ini. Berbagai teknik dan metode penilaian ekonomi sumberdaya alam (SDA) telah dikembangkan untuk menghitung nilai ekonomi SDA yang memiliki harga pasar ataupun tidak.

34

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Setiap sumber daya alam memiliki nilai dan manfaat bagi kekehidupan

manusia. Manfaat yang diberikan ada yang bersifat langsung dan bersifat tidak langsung, oleh karena itu perlu adanya pemberian nilai (value) terhadap sumber daya alam agar terwujudnya pengelolaan hutan yang baik serta tercapainya opsi yang tepat dalam pengaihfungsian hutan. Valuasi ekonomi penggunaan sumber daya alam hingga saat ini telah berkembang pesat. Dalam konteks ilmu ekonomi sumber daya dan lingkungan, perhitungan-perhitungan tentang biaya lingkungan sudah cukup banyak berkembang (Djijiono, 2002). Valuasi kehutanan dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap sumber daya kehutanan baik nilai hutan secara langsung maupun nilai hutan secara tidak langsung (tidak memiliki nilai pasar). 3.1.1.1 Penilaian Berdasakan Perilaku yang Diamati Penilaian berdasarkan perilaku yang diamati dalam penelitian ini adalah pendekatan biaya pengganti (replacement cost) dan pendekatan kompensasi (compensation cost). 1. Pendekatan biaya pengganti (replacement cost), digunakan untuk menghitung dan menentukan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat terhadap sumber daya yang telah hilang ataupun berkurang jumlahnya.

35

2. Pendekatan

kompensasi

(compensation

approach),

digunakan

untuk

menghitung dan menentukan biaya yang harus digantikan kepada masyarakat akibat adanya relokasi aset fisik maupun individual. 3.1.1.2 Penilaian Berdasarkan Nilai Pengganti Penilaian berdasarkan nilai pengganti dalam penelitian ini adalah pendekatan melalaui property value dan pendekatan kompensasi dan pendekatan proyek bayangan (shadow price). 1. Pendekatan melalui property value, dilakukan dengan mencoba menduga perubahan-perubahan nilai sumber daya lahan sebagai suatu fungsi parameter, termasuk perubahan dari sifat-sifat lingkungan, seperti erosi tanah, pencemaran, penggenangan air, dan lain-lain. 2. Pendekatan proyek bayangan (shadow price), yang mencoba untuk menduga

manfaat yang diterima atau yang diluangkan dengan mencari alternatif cara untuk menyediakan jasa-jasa lingkungan melalui pasar. 3.1.2 Kesediaan Membayar (Willingness to Pay) Penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept). Dalam ilmu ekonomi, kesediaan untuk membayar (WTP) adalah jumlah maksimum seseorang bersedia untuk membayar untuk menerima baik atau untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, Beberapa metode telah dikembangkan

36

untuk mengukur kesediaan konsumen untuk membayar. Metode-metode ini dapat dibedakan apakah mereka mengukur kesediaan konsumen hipotetis atau aktual untuk membayar dan apakah mereka mengukur kesediaan konsumen untuk membayar langsung maupun tidak langsung. Menurut Yakin (1997) definisi dari willingness to pay/willingness to accept adalah nilai dari perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang ditentukan oleh semua individu baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa dinyatakan dalam bentuk uang. Pearce dan Moran (1994) dalam Djijiono (2002) menyatakan kesediaan membayar dari rumah tangga ke i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Qo) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam bentuk fungsi, yaitu : WTPi = f(Q1 – Qo, Pown,i, Psub,i, Si, ) Keterangan : WTPi = Kesediaan membayar dari rumah tangga ke i Pown = Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan Psub,i, = Harga subtitusi untuk penggunan sumberdaya Lingkungan Si,

= Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke i Kesediaan membayar berada di area di bawah kurva permintaan. Kurva

permintaan mengukur jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk tiap unit yang dikonsumsi. 3.1.3 Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Sumberdaya Secara umum penilaian terjadi didasarkan pada interaksi antara manusia sebagai subjek (penilai) dan obyek (sesuatu yang dinilai). Setiap individu

37

memiliki cara pandang yang berbeda dalam menilai sesuatu. Setiap individu memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan (head value) yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai obyek ditentukan oleh bermacam-macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu. (Pearce dan Turner, 1994 dalam Djijiono 2002).

TEV = UV + NUV UV = DUV + IUV + OV NUV = XV + BV Sehingga

:

TEV = (DUV + IUV + BV ) + (XV +BV) Keterangan : TEV

: Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total)

UV

: Use Value (Nilai Guna)

NUV

: Non Use Value (Nilai Interinsik)

DUV

: Direct Use Value (Nilai Guna Langsung)

IUV

: Indirect Use Value (Nilai Guna Tidak Langsung)

OV

: Option Value (Nilai Pilihan)

XV

: Existence Value (Nilai Keberadaan)

BV

: Bequest Value (Nilai Warisan)

3.2

Kerangka Pemikiran Operasional Tahap pertama valuasi ekonomi dilakukan dengan mengidentifikasikan

manfaat barang dan jasa yang dihasilkan hutan di Kelurahan Kariangau kecamatan Balikpapan Barat mulai dari manfaat kegunaan langsung (use value) hingga manfaat bukan langsung (indirect use value). Identifikasi manfaat hutan 38

dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan hutan, serta melakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat dan pengisian kuisioner terhadap responden. Setiap responden diajukan pertanyaan mengenai manfaat apa saja yang diambil dari hutan rakyat dan beberapa intensitas atau berapa banyak pengambilan atau pemanenan dilakukan setiap tahunnya. Pengisian kuisioner terhadap responden atas manfaat langsung hutan ini betujuan untuk mengetahui jenis komoditas dan volume masing-masing komoditas manfaat langsung hutan. Untuk mengetahui manfaat jasa/ekologi hutan dilakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat yang merintis berkembangnya hutan. Setelah seluruh manfaat hutan diidentifikasikan, langkah selanjutnya adalah melakukan kuantifikasi terhadap manfaat barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan. Dalam penelitian ini, manfaat yang dikuantifikasikan nilai ekonominya adalah manfaat barang dan jasa bernilai ekonomi tinggi yang dimiliki hutan serta datanya mudah untuk diperoleh.

Hasil valuasi ekonomi manfaat hutan akan

dibandingkan dengan nilai keberadaan hutan tersebut. Hasilnya juga dapat membeikan informasi kepada masyarakat bahwa selain memberikan manfaat ekonomi juga memiliki manfaat ekologi yang penting bagi kehidupan (Gambar 3).

39

Persepsi dan Pemahaman Masyarakat Terhadap Manfaat Hutan

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Sebagai Acuan Pengelolaan Hutan

Identifikasi Nilai Manfaat Hutan

Manfaat Langsung

Manfaat Tidak Langsung

Manfaat Pilihan

Manfaat Keberadaan

Manfaat Warisan

Kuantifikasi Manfaat ke Dalam Nilai Ekonomi Melalui Pendekatan TEV

Estimasi Nilai Total Hutan

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

40

IV METODE PENELITIAN

4.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan

Barat Balikpapan Kalimantan Timur. Pengambilan data sekunder dan data primer dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2012. 4.2

Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data

primer yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain adalah jenis dan jumlah komoditas hasil hutan yang diambil atau dimanfaatkan oleh masyarakat, identitas, responden (nama, usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan jumlah tanggungan keluarga), persepsi masyarakat terhadap hutan, persepsi masyrakat terhadap perbaikan kualitas lingkungan hutan, besarnya Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap manfaat keberadaan dan besarnya WTP masyarakat atas manfaat warisan hutan. Data primer ini diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan pengisisan kuisioner terhadap responden. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi kondisi geografis lokasi penelitian, keadaan demografis, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Data sekunder ini diperoleh dari kantor Pemerintah Kota Balikpapan, Kantor Kecamatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

41

4.3

Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan random

sampling di mana responden dipilih dari populasi dengan cara

memberikan

kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Responden dalam penelitian ini adalah warga Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan Kalimantan Timur. Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dari 3.247 populasi. Pengambilam data dari responden bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar nilai lahan hutan yang ada antara lain berupa nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data mengenai persepsi masyarakat yang diperoleh melalui wawancara akan dianalisis secara kualitatif dan akan disajikan dalam bentuk uraian deskriptif, sedangkan data lainnya akan dianalisis secara kuantitatif (Tabel 3). Tabel 3. Bobot Nilai Jawaban Responden No Jawaban Responden Skor 1 Sangat Baik 5 2 Baik 4 3 Cukup baik 3 4 Kurang Baik 2 5 Tidak Baik 1 Penelitian ini skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden dalam kuisoner adalah skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang terhadap variabel penelitian yang telah dijabarkan dalam poin-poin pernyataan. Skala Likert digunakan untuk mengukur suatu sikap dalam suatu penelitian, biasanya sikap dalam skala Likert

42

diekspresikan mulai dari yang paling negatif, netral sampai ke yang paling positif (Sarwono, 2006). Kesimpulan akan diperoleh dengen menentukan terlebih dahulu skala untuk kriteria tidak baik sampai sangat baik, besarnya rentang skala akan diperoleh dengan rumus (Simamora, 2002) berikut : RS = Keterangan : RS

: Rentang skala

m

: Angka tertinggi dalam pengukuran (lima)

n

: Angka terendah dalam pengukuran (satu)

b

: Banyaknya kelas (kategori jawaban)

Tabel 4. Nilai Skor Rataan Skor Rataan 1,00 - 1,80 1,81 - 2,60 2,61 – 3,40 3,41 – 4,20 4,21 – 5,00

Penilaian Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Interpretasi Hasil Pelaksanaan Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

Bobot nilai pada setiap jawaban responden akan dihitung untuk mendapatkan nilai rataan. Nilai rataan tersebut menunjukan tingkat kesetujuan karyawan seperti yang ditunjukan pada Tabel 4.

43

4.4

Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.4.1

Indikator Kategori Penilaian Sebelum memberikan penilaian persepsi, responden terlebih dahulu

menentukan sikap mengenai kondisi Hutan Kariangau yang terdiri dari enam kategori (Tabel 5). Tabel 5. Indikator Kriteria dalam Kategori Penilaian Hutan Kariangau Kriteria Sangat Baik Kategori Keindahan Masih sangat banyak pepohonan dan satwa

Kenyamanan

Lingkungan masih terasa sangat nyaman

Kesejukan

Masih sangat banyak pepohonan dan udara terasa sangat segar Satwa liar masih sangat banyak jumlahnya

Ekosistem

Baik

Cukup

Jelek

Sangat Jelek

Pepohonan dan satwa masih banyak

Pepohonan masih banyak namun satwa sudah sedikit

Pepohonan sudah sangat sedikit dan satwa sudah tidak ada

Lingkungan masih terasa nyaman akan tetapi mulai terasa sedikit kebisingan Pepohonan masih banyak dan udara masih terasa segar

Lingkungan terasa kurang nyaman dan ada kebisingan

Pepohonan sudah jarang dan satwa sudah sangat sedikit jumlahnya Lingkungan terasa tidak nyaman dan ada kebisingan

Jumlah pepohonan menurun dan udara terasa kurang segar

Pepohonan sedikit dan udara terasa tidak segar

Satwa liar masih banyak namun sudah agak jarang

Satwa liar masih ada namun jarang ditemukan

Satwa liar jumlahnya sedikit dan sudah susah ditemukan Air hanya menyala normal selama 8 jam

Ketersediaan air

Air 24 jam menyala normal

Air 18 jam menyala normal

Air 12 jam menyala normal

Keamanan

Tidak ada penebangan liar

Penebangan liar hanya sebatas untuk kayu bakar

Penebangan liar mulai merambah pepohonan besar

Penebangan liar pepohonan besar sering terjadi terjadi

Lingkungan terasa sangat tidak nyaman dan tingkat kebisingan besar Pepohonan hamper tidak ada dan udara terasa sangat gersang Sudah tidak ada lagi satwa liar yang ditemukan Air menyala normal selama kurang dari 8 jam Banyak sekali penebangan liar dan tidak terkendali

Sumber: Data Primer

44

4.4.2

Analisis Deskriptif Anaisis deskriptif digunakan ungtuk menggambarkan persepsi masyarakat

Kelurahan Kariangau. Persepsi masyarakat yang diinterpretasikan berupa persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan serta pemahaman masyarakat terhadap manfaat ekonomi dan ekologi hutan. Analisis deskriptif yang digunakan meliputi teknik analisis untuk menghitung frekuensi dan mentabulasikan dalam bentuk diagram. 4.4.3

Metode Nilai Pasar Metode ini digunakan untuk menhitung manfaat atau hasil hutan yang

memiliki harga pasar, dalam penelitian ini manfaat hasil hutan yang dihitung adalah nilai air. Penilaian ekonomi manfaat langsung dihitung dengan mengalikan antara jumlah komoditas yang dihasilkan setiap tahun dengan harga pasar masingmasing komoditas. Persamaan yang digunakan adalah:

AH = C x N x P Keterangan: NDU

: Nilai ekonomi manfaat langsung (Rupiah/ha/tahun)

AH

: Nilai air hutan (Rp/m3/tahun)

C

: Konsumsi air per kapita per tahun (m3/tahun)

N

: Jumlah populasi (jiwa)

P

: Harga air (Rp/m3)

45

4.4.4

Analisis WTP Regresi linear berganda digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh

variabel independen (umur, pendapatan, pendidikan, dan persepsi masyarakat terhadap keindahan) terhadap variabel dependen (WTP). Model regresi berganda untuk manfaat keberadaan adalah sebagai berikut: WTP Warisan = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + μi

Keterangan: WTP

: Keinginan membayar masyarakat atas manfaat keberadaan

β0

: Intersep

β0, β1,. βn : Koefisien regresi X1

: Umur (tahun)

X2

: Jumlah tanggungan (orang)

X3

: Pendidikan (tahun)

X4

: Pendapatan (rupiah)

X5

: Persepsi responden terhadap keindahan

μi

: Error (gangguan)

Sedangkan model regresi untuk manfaat warisan adalah: WTP Warisan = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + μi Keterangan : WTP

: Keinginan membayar masyarakat atas manfaat warisan

β0

: Intersep

β0, β1,. βn : Koefisien regresi X1

: Umur (tahun)

X2

: Jumlah tanggungan (orang)

46

X3

: Pendidikan (tahun)

X4

: Pendapatan (rupiah)

X5

: Persepsi responden terhadap keindahan hutan

μi

: Error (gangguan)

47

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1

Profil Kota Balikpapan 2

Kota Balikpapan memiliki luas wilayah daratan sebesar 503,3 km dan 2

luas pengelolaan laut mencapai 160,10 km dan terletak pada posisi 116,5° Bujur Timur dan 117,0° Bujur Timur serta di antara 1,0° Lintang Selatan dan 1,5°Lintang Selatan. Kota ini terdiri atas lima kecamatan dan 27 kelurahan. Lima kecamatan tersebut adalah Balikpapan Selatan, Balikpapan Timur, Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Barat. Kota Balikpapan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, di sebelah barat dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Selat Makassar. Dilihat dari topografinya, kemiringan dan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut sangat beragam. Mulai yang terendah dari wilayah pantai dengan ketinggian 0 meter sampai dengan wilayah berbukit dengan ketinggian 100 meter dari permukaan laut (d.p.l). Dominasi wilayah berbukit membuat sebagian besar wilayah, yaitu 42,33 persen mempunyai kelas kemiringan antara 15 persen sampai dengan 40 persen yang rawan tanah longsor.

5.2

Luas Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Kariangau Kelurahan Kariangau secara administratif termasuk ke dalam wilayah

Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Luas wilayah Kelurahan Kariangau adalah 9.316,50 Ha yang terdiri dari 12 RT. Batasbatas wilayah Kelurahan Kariangau adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Mentawir Kabupaten Penajam Paser Utara 48

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Baru Ulu Balikpapan Barat c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Jenebora Kabupaten Penajam Paser Utara d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Batu Ampar Balikpapan Utara. 5.3

Topografi dan Iklim Keadaan Topografi Kelurahan Kariangau secara menyeluruh adalah

sekitar 85% terdiri dari daerah berbukit-bukit dan hanya sekitar 15% merupakan daerah-daerah datar yang sempit. Struktur tanah di Kelurahan Kariangaun ini terdiri atas tanah podsolik merah kuning, tanah aluvial dan pasir kwarsa. Diantara ketiga jenis yang paling banyak terdapat di daerah ini adalah jenis tanah podsolik merah kuning yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah disebabkan karena lapisan topsolinya yang tipis dan batuannya muda sehingga tanahnya bersifat labil dan terdapat pada daerah perbukitan yang mempunyai kemiringan diatas 15%, apabila curah hujannya tinggi akan mengakibatkan tanah tersebut nudah merosot dan terkikis karena erosi, sehinga daerah ini kurang memungkinkan untuk dapat dikembangkan tanaman pertanian pangan tetapi lebih cocok untuk pengembangan tanaman keras/perkebunan, sedangkan sebagian kecil lainnya daerah ini terdiri dari tanah aluvial yang mempunyai tingkat kesuburan yang relatif baik dan pasir kwarsa sebagai bahan dasar pembuatan kaca. 5.4

Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan di Kelurahan Kariangau sangat beragam. Mulai

dari pertanian, taman, hutan sampai dengan lahan yang digunakan untuk kepentingan umum seperti kuburan dan perkantoran. Luas lahan pertanian

49

adalah 58,00 Ha atau sebesar 0,62% dari total luas lahan yang ada. Sementara itu, untuk penggunaan lahan yang paling banyak adalah berupa lahan hutan lindung dengan luas 8.96,.00 Ha atau sebesar 96,18 (Tabel 6). Tabel 6. Pola Penggunaan Lahan Kelurahan Kariangau Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8

Keterangan

Luas (Ha)

Lahan pemukiman Lahan kuburan Lahan pertanian Taman Perkantoran Prasarna Umum Lahan Hutan Total

251,00 2,00 58,00 5,00 24,00 15,50 8.961,00 9.316,50

Persentase (%) 2.69 0.02 0.62 0.05 0.26 0.17 96.18

Sumber : Kelurahan Kariangau (2012)

5.5

Kependudukan Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Kariangau penduduk laki-

laki berjumlah 1.8790 jiwa dan perempuan berjumlah 1.557 jiwa. Total jumlah penduduk di Kelurahan Kariangau adalah 3.427 jiwa. Kepadatan penduduk di Kelurahan Kariangau adalah sebesar 20 jiwa per km2 dengan luas wilayah 175,33 km2. Dibandingkan dengan kelurahan lain di Kecamatan Balikpapan Barat, Kelurahan Kariangau memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan Jumlah Penduduk Kecamatan Kalimantan Barat Tahun 2010 Kelurahan Baru Tengah Megasari Baru Lir Margomulyo Baru Ulu Kariangau Jumlah

Laki-laki (Orang) 11,084 5,716 10,326 7,555 10,817 1,870 47,368

Perempuan Laki-laki (Orang) (%) 10,060 52.42 5,327 51.76 9,283 52.66 6,794 52.65 9,894 52.23 1,557 54.57 42,915

Perempuan (%) 47.58 48.24 47.34 47.35 47.77 45.43

Jumlah (Orang) 21,144 11,043 19,609 14,349 20,711 3,427 90,283

Sumber: Kelurahan Kariangau (2012)

50

5.6

Jumlah Angkatan Kerja dan Pelajar di Kelurahan Kariangau Berdasarkan data di Kelurahan Kariangau jumlah angkatan kerja

sebanyak 2.362 jiwa atau sebesar 49,08% dan pelajar berjumlah 2.451 jiwa atau sebesar 50,92%. Total angkatan kerja dan pelajar di Kelurahan Kariangau adalah sebanyak 4.813 jiwa. Dibandingkan dengan kelurahan lain di Kecamatan Balikpapan Barat, Kelurahan Kariangau memiliki jumlah angkatan kerja dan pelajar yang lebih kecil (Tabel 8). Tabel 8. Perbandingan Angkatan Kerja dan Pelajar di Kelurahan Kariangau Tahun 2010 Kelurahan

Baru Tengah Megasari Baru Lir Margomulyo Baru Ulu Kariangau Jumlah

Angkatan Pelajar Kerja (Orang) (Orang) 16,922 14,927 7,270 8,028 12,822 13,875 9,549 10,350 13,527 14,401 2,362 2,451 62,452 64,032

Angkatan Pelajar Kerja (%) (%) 53.13 46.87 47.52 52.48 48.03 51.97 47.99 52.01 48.44 51.56 49.08 50.92

Jumlah (Orang) 31,849 15,298 26,697 19,899 27,928 4,813 126,484

Sumber: Kelurahan Kariangau (2012)

5.7

Penggunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau Berdasarkan data penggunaan air Kelurahan Kariangau dapat dilihat

bahwa penggunaan air dibagi menjadi enam yaitu penggunaan mata air, sumur gali, sumur pompa, hidran umum, PDAM, dan sungai. Pengguna mata air sebanyak 70 KK atau sebesar 7%. Penggunaan sumur gali sebanyak 110 KK atau sebesar 12%. Sementara itu penggunaan sumur pompa sebanyak 86 KK atau sebesar 9%, pengguna hidran umum sebanyak 197 KK atau sebesar 20%, pengguna PDAM sebanyak 205 KK atau sebesar 21% dan pengguna air sungai sebanyak 304 KK atau sebesar 31% ( Tabel 9).

51

Tabel 9. Penggunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6

Keterangan Mata Air Sumur Gali Sumur Pompa Hidran Umum PDAM Sungai

Jumlah (KK) 70 110 86 197 205 304

Persentase (%) 7 12 9 20 21 31

Sumber: Kelurahan Kariangau (2012)

52

VI. PEMBAHASAN 6.1

Karakteristik Reponden Karakteristik responden yang diteliti adalah usia, jumlah tanggungan,

pendidikan, pendapatan dan persepsi mengenai keindahan hutan. Variabelvariabel ini dipilih karena dianggap akan mempengaruhi besarnya WTP keberadaan dan WTP warisan yang dibayarkan oleh individu atau masyarakat atas barang dan jasa yang diberikan oleh hutan. Analisis ini diharapkan menghasilkan persepsi multipihak mengenai fungsi dan dampak konversi Hutan Kariangau. 6.1.1

Jenis Kelamin Berdasarkan hasil pengambilan responden sebanyak 40 orang diketahui

bahwa 82,00 persen atau sebesar 33 orang berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 18,00 persen atau sebesar tujuh orang berjenis kelamin perempuan (Gambar 4). 7 Laki-Laki

33 Perempuan Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 6.1.2

Tingkat Usia Tingkat usia responden cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 19

tahun sampai 54 tahun. Sebanyak 12,00 persen responden atau sebanyak lima orang berada pada kisaran usia 19 - 24 tahun. Sebanyak 14 orang atau sebanyak

53

352,00 persen berada pada kisaran 25 – 30 tahun. Sedangkan sebanyak enam orang atau sebanyak 15,00 persen pada usia 31 – 36 ( Gambar 5). 49-54 10%

19-24 12%

43-48 10%

37-42 18%

25-30 35%

31-36 15% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

6.1.3

Status Pernikahan Pada penelitian ini sebagian besar responden yaitu sebanyak 77,00 persen

atau 31 orang memiliki status pernikahan sudah menikah. Sedangkan sisanya, sebesar 23,00 persen atau sebanyak sembilan responden belum menikah (Gambar 6). Belum menikah 23%

Menikah 77% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan

54

6.1.4

Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden (berdasarkan pendidikan formal yang

dijalani) cukup bervariasi (Gambar 7). 16 tahun 25%

6 tahun 17% 9 tahun 7%

15 tahun 13% 12 tahun 38% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa sebanyak 38,00 persen menjalani pendidikan formal selama 12 tahun, 25,00 persen responden menjalani pendidikan selama 16 tahun, 17,00 persen responden menjalani pendidikan selama enam tahun, selanjutnya 13,00 persen responden menjalani pendidikan selama 15 tahun. Sedangkan 7,00 persen responden menjalani pendidikan selama sembilan tahun. 6.1.5

Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden pada penelitian ini sebagian besar merupakan

karyawan yaitu sebesar 37,00 persen atau sebanyak 15 orang. Responden dengan pekerjaan PNS dan Wiraswasta sebesar 20,00 persen atau sebanyak delapan orang. Sedangkan sisanya sebagai buruh dan ibu rumah tangga (Gambar 8).

55

Wiraswasta 18%

Buruh 5% IRT 20%

PNS 20% Karyawan 37% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

6.1.6

Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden cukup bervariasi. Tingkat pendapatan

responden sebagian besar berjumlah Rp 1.000.000, yakni 33,00 persen atau sebanyak 17 orang responden, sebesar 28,00 persen atau sebanyak 10 orang berpendapatan sejumlah Rp 3.000.000, tujuh orang responden memiliki pendapatan sebesar Rp 500.00, lima orang responden memiliki pendapatan sebesar 2.500.000, dan satu orang responden memiliki pendapatan sebesar Rp 2.000.000, (Gambar 9).

1.000.000 33%

2.000.000 2.500.000 6% 11%

500.000 22% 3.000.000 28% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

56

6.1.7

Jumlah Tanggungan Penelitian ini sebagian besar responden yaitu 32,00 persen atau sebanyak

13 orang memiliki tanggungan dua orang,. Sebesar 27,00 persen atau sebanyak 11 orang memiliki tanggungan satu orang (Gambar 10).

4 orang 10%

5 orang 8%

6 orang 3% 1 orang 27%

3 orang 20% 2 orang 32% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

6.2

Persepsi Responden terhadap Keberadaan Hutan Analisis persepsi masyarakat mengenai keberadaan hutan saat ini

dilakukan dengan metode skala pengukuran yaitu rataan skor. Nilai rataan skor tersebut menunjukan penilaian masyarakat terhadap keindahan, kenyamanan, kesejukan, keberlanjutan ekosistem, kemananan, dan ketersediaan air. Batasan menggunakan rumus batasan skala sebagai berikut : nilai 1,00-1,80 menunjukan penilaian tidak baik; 1,81-2,60 menunjukkan penilaian kurang baik; 2,61-3,40 menunjukkan penilaian cukup baik; 3,41-4,20 menunjukkan penilaian baik dan 4,21-5,00 menunjukkan nilai sangat baik (Tabel 10).

57

Tabel 10. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Kariangau No 1 2 3 4 5 6

Indikator Penilaian Keindahan Kenyamanan Kesejukan Keberlanjutan Ekosistem Keamanan Ketersediaan Air Rataan Total

Rataan Skor 4,05 3,80 4,00 3,45 2,98 3,40 3,61

Keterangan Baik Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

6.2.1

Keindahan Masyarakat Kelurahan Kariangau berpendapat bahwa adanya konversi

lahan hutan di sekitar mereka mengakibatkan berkurangnya keindahan hutan. Sebesar 37,00 persen responden atau sebanyak 15 orang responden menyatakan keindahan di Kelurahan Kariangau sangat indah, sebesar 33,00 persen atau 13 orang responden menyatakan cukup indah dan 13,00 persen atau sebanyak 12 orang responden menyatakan indah. Tidak ada responden yang menyatakan jelek maupun sangat jelek (Gambar 11). 2 Jelek 0% 3 Cukup indah 33%

1 Sangat jelek 0% 5 Sangat Indah 37%

4 Indah 30% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 11. Persepsi Responden Mengenai Tingkat Keindahan

6.2.2 Kenyamanan Menurut keterangan beberapa responden, walaupun adanya konversi lahan hutan menjadi industri masih merasa nyaman. Sebesar 52,00 persen responden atau sebanyak 21 orang menyatakan cukup nyaman, 25,00 persen responden atau 58

sebanyak 10 orang menyatakan nyaman, 20,00 persen atau sebanyak delapan orang menyatakan sangat nyaman, 3,00 persen atau sebanyak satu orang menyatakan kurang nyaman. Tidak ada responden yang menyatakan tidak nyaman (Gambar 12). 1 Tidak nyaman 0%

2 Kurang nyaman 3%

5 Sangat nyaman 20%

3 Cukup nyaman 52%

4 Nyaman 25%

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 12. Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kenyamanan

6.2.3

Kesejukan Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa hutan masih

memberikan kesejukan. Sebesar 55,00 persen responden atau sebanyak 22 orang responden menyatakan cukup sejuk, 22,00 persen responden atau sebanyak sembilan orang menyatakan sejuk (Gambar 13). 2 Kurang sejuk 3%

1 Tidak sejuk 0% 5 Sangat sejuk 20%

3 Cukup sejuk 55% 4 Sejuk 22% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 13. Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kesejukan

59

6.2.4

Keberlanjutan Ekosistem Adanya konversi lahan hutan mengancam keberlanjutan ekosistem yang

ada di Kelurahan Kariangau. Sebesar 55,00 persen atau sebanyak 22 orang menyatakan kurang baik, 20,00 persen atau sebanyak 8 orang menyatakan baik, 18,00 persen atau sebanyak tujuh orang menyatakan sedang (Gambar 14). 1 Tidak baik 0%

5 Sangat baik 7% 4 Baik 20%

2 Kurang baik 55%

3 Sedang 18%

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 14. Persepsi Masyarakat Mengenai Keberlanjutan Ekosistem

6.2.5 Ketersedaiaan Air Hasil wawancara dengan penduduk di Kelurahan Kariangau menyatakan bahwa ketersediaan air di Kelurahan Kariangau masih cukup baik. Sebesar 53,00 persen atau sebanyak 21 orang menyatakan sedang, 32,00 persen atau 13 orang responden menyatakan banyak (Gambar 15). 1 Sangat kurang 0% 2 Kurang 8%

5 Sangat banyak 7%

4 Banyak 32% 3 Sedang 53% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 15. Persepsi Masyarakat Mengenai Ketersediaan Air 60

6.2.6

Keamanan Responden di Kelurahan Kariangau menyatakan bahwa tingkat keamanan

di Kelurahan Kariangau masih cukup aman. Sebesar 60,00 persen atau 24 orang responden menyatakan cukup aman, 28,00 persen atau sebanyak 11 orang menyatakan aman dan 10,00 persen atau sebanyak empat orang menyatakan kurang aman (Gambar 16). 2 kurang aman 10%

1 Tidak aman 0%

5 Sangat aman 2%

4 aman 28% 3 cukup aman 60% Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 16. Persepsi Masyarakat Mengenai Kemanan Hutan 6.3

Kuantifikasi Manfaat Hutan Kelurahan Kariangau

6.3.1

Manfaat Langsung Hasil analisis data penggunaan air rumah tangga responden menunjukkan

bahwa besarnya konsumsi air per kapita per tahun adalah 51,71 m3. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Air yang Dikonsumsi Masyarakat Kariangau No Uraian Jumlah Nilai (Rp/Tahun) 1 Konsumsi air per 51,71 kapita/tahun (m3) 2 Harga air untuk masyarakat 7.010 (rupiah) 3 Populasi masyarakat (orang) 3.427 4 Total air yang dikonsumsi 177,210.17 masyarakat (m3) 5 Nilai air yang dimanfaatkan 1.242.243.291,70 (rupiah) Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

61

Berdasasarkan Tabel 11, harga air untuk masyarakat di Kelurahan Kariangau sebesar Rp 7.010. Jumlah populasi penduduk sebanyak 3.427 jiwa maka jumlah air yang digunakan seluruh masyarakat sebanyak 177,210.17m3 sehingga nilai manfaat air yang digunakan sebanyak Rp 1.242.243.291,70/tahun. Tabel 12. Nilai Air yang Dikonsumsi Perusahaan di Kelurahan Kariangau Nilai No Uraian Jumlah (Rp/Tahun) 1 Konusmsi air per 1,08 karyawan/tahun (m3) 2 Harga air (Rp/ m3) 7.010 3 Jumlah tenaga kerja (orang) 2.362 4 Total air yang dikonsumsi 2,552.04 karyawan (m3) 5 Nilai air yang dimanfaatkan 17,889,800.40 Sumber : Data Sekunder, Diolah (2012)

Di samping konsusmi air masyarakat, adanya Kawasan Industri Balikpapapn (KIK) mengakibatkan adanya pertambahan penggunaan air. Kawasan Industri Kariangau (KIK) dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 2.362 orang. Setiap karyawan diasumsikan menggunakan air sebanyak 1,08 m3 per tahun. Jumlah air yang digunakan karyawan sebanyak 2.552,00 m3 sehingga total nilai air adalah 17.889.800,40/tahun (Tabel 12). 6.3.2

Manfaat Tidak Langsung

6.3.2.1 Nilai Karbon Manfaat tidak langsung yang dihitung dalam penelitian ini adalah manfaat hutan dalam menyerap karbon dan nilai pilihan. Manfaat hutan dalam menyerap karbon dihitung menggunakan metode nilai relative, sedangkan nilai ekonomi hutan dalam mencegah erosi dihitung berdasarkan biaya kerugian akibat adanya erosi. Nilai ekonomi hutan rakyat dalam menyerap karbon dihitung berdasarkan

62

penelitian Syarir Yusuf (2010) satu hektar hutan sekunder dapat menyimpan 95 ton karbon dan satu hektar hutan primer menyimpan 263 ton karbon dengan nilai karbon saat ini $10 ( $1 = Rp 9.650,00). Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka nilai serapan karbon hutan kariangau yang hilang dapat dihitung sebagai berikut: Hutan primer Kariangau

= 3.010,46 x 263 x 10 x 9.650 = 176.932.169.070

Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai karbon hutan primer Kariangau adalah Rp 176.932.169.070. 6.3.2.2 Nilai Pilihan Manfaat pilihan hutan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan nilai manfaat kenakeragaman hayati. Berdasarkan keanekargaman ilmiah hutan ini dibagi menjadi hutan primer dan hutan sekunder. Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan primer sebesar 3.11 US$/Ha/Tahun (www.dephut.go.id) dan nilai keanekargaman

hayati

hutan

sekunder

sebesar

5.65

US$/Ha/Tahun

(www.dephut.go.id). Apabila keadaan hutan tersebut secara secara ekologis penting dan tetap terpelihara relatif alami maka nilai ekonomi manfaat pilihan diperoleh dengan mengalikan nilai manfaat keanekaragaman hayati per hektar per tahun dengan seluruh luasan hutan yang ada menggunakan nilai kurs 1US$ = Rp 9.650 maka diperoleh nilai ekonomi manfaat pilihan hutan primer Kariangau sebesar Rp 2.092.239.717,90.

63

6.3.2.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

WTP

Keberadaan

masyarakat

Kelurahan Kariangau dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima valraiabel penjelas (independent) seperti variabel usia, jumlah tanggungan, pendidikan, pendapatan serta persepsi masyarakat mengenai keindahan hutan. Berdasarkan hasi regresi berganda tersebut diketahui nilai RSq(adj) sebesar 94.6 persen. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 94.6 persen sedangkan sisanya sisanya 5.4 persen dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai Fhitung sebesar 138.81 dengan nilai P sebesar 0.000 menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf (α) 5 persen (Tabel 13). Tabel 13. Hasil Regresi Berganda WTP Keberadaan Predictor Constant Umur Jumlah tanggugan Pendidikan Pendapatan Persepsi RSq(adj) F-Stat DW

Coef -0.6342 0.02547 0.01818

SE Coef 0.7892 0.08618 0.03956

T -0.80 0.30 0.46

P Keterangan 0.427 Tidak Berpengaruh Nyata 0.769 Tidak Berpengaruh Nyata 0.649 Tidak Berpengaruh Nyata

0.3498 0.64779 -0.05772 94.6% 138.81 1.52188

0.1524 0.07800 0.09473 -

2.30 8.30 -0.61 -

0.028 0.000 0.546 0.000 -

Berpengaruh Nyata Berpengaruh Nyata Tidak Berpengaruh nyata -

Sumber : Data Primer, Diolah (2012)

Model yang dihasilkan telah diuji multikoleniaritas, heteroskedestisitas dan normalitasnya, berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa model tidak mengalami pelanggaran asumsi OLS. Adapun model yang dihasilkan adalah sebagai berikut : LnWTP = - 0.634+0.0255Ln X1+0.0182LnX2+0.350LnX3+0.648LnX4-0.0577LnX5

64

Pada

model

diketahui

bahwa

variabel-variabel

penjelas

yang

mempengaruhi WTP responden Kelurahan Kariangau adalah variabel pendidikan dan pendapatan. Variabel pendidikan memiliki nilai P sebesar 0.028 menunjukkan bahwa variabel pendidikan berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.350 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden sebesar satu tahun maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar Rp 0,350. Hal tersebut dikarenakan pendidikan yang tinggi akan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya lingkungan. Nilai P sebesar 0.000 pada variabel pendapatan menunjukan bahwa variabel ini berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada taraf (α) 5 persen. Sedangkan nilai koefisien pada variabel pendapatan bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0.648 memiliki arti bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu rupiah akan meningkatkan WTP responden sebesar Rp 0.648. Pendapatan yang tinggi akan membuat responden memiliki dana lebih untuk membayar dalam pelestarian lingkungan. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap WTP keberadaan adalah usia, jumlah tanggungan dan persepsi. Variabel usia hanya berpengaruh terhadap kesediannya saja karena responden dengan tingkat usia lebih tinggi belum tentu memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang dicerminkan terhadap besarnya nilai WTP yang diberikan, demikan pula sebaliknya responden dengan usia lebih rendah pun belum tentu memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan lebih baik yang dicerminkan terhadap besarnya nilai WTP yang diberikan. Untuk variabel jumlah tanggungan dan persepsi pun tidak dapat

65

mencerminkan kepedulian responden terhadap lingkungan, hal ini dikarenakan nilai WTP yang yang diberikan responden dicerminkan oleh tingkat pendidikan yang diikuti oleh pendapatan responden.

6.2.3.4 Meperkiraan Nilai Rata-rata WTP Keberadaan Hutan Kariangau Dugaan nilai rata-rata WTP keberadaan responden Kelurahan Kariangau diperoleh berdasarkan rasio jumlah nilai WTP yang diberikan responden dengan jmlah total reponden yang bersedia membayar (Tabel 14). Tabel 14. Distribusi Nilai WTP Keberadaan Hutan Kariangau No

WTP (RP)

1 2 3 4 5

A 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 Total

Jumlah Responden Persentase (Orang) (%) B C 7,00 17,00 18,00 45,00 3,00 7,00 3,00 8,00 9,00 23,00 40,00 100,00

WTP X Jumlah Responden (RP) AxB 35.000,00 180.000,00 45.000,00 60.000,00 225.000,00 545.000,00

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Berdasarkan data pada Tabel 14 diperoleh nilai rata-rata WTP keberadaan hutan sebesar Rp 13.625. Nilia rataan WTP ini dikalikan

dengan sseluruh

populasi Kelurahan Kariangau yaitu sebanyak 3.427 jiwa. Hasil dari perkalian antara rataan WTP dengan jumlah populasi Kelurahan Kariangau merupakan nilai keberadaan hutan di Kelurahan Kariangau yakni sebersar Rp 1.867.715.000. 6.3.2.5 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan Hutan Kariangau Tidak jauh berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi WTP Keberadaan, faktor-faktor yang mempengaruhi WTP warisan masyarakat Kelurahan Kariangau dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima valraiabel penjelas (independent) seperti variabel usia,

66

jumlah tanggungan, pendidikan, pendapatan serta persepsi masyarakat mengenai keindahan hutan (Tabel 15). Tabel 15. Hasil Regresi Berganda WTP Warisan Hutan Kariangau Predictor Constant Umur Jumlah tanggugan Pendidikan Pendapatan Persepsi RSq(adj) F-Stat DW

Coef 2.147 0.1517 0.02859

SE Coef 1.580 0.1726 0.07921

T 1.36 0.88 0.36

0.6943 0.3514 -0.0077 75.2% 24.65 1.70370

0.3052 0.1562 0.1897 -

2.27 2.25 -0.04 -

P Keterangan 0.183 Tidak Berpengaruh Nyata 0.386 Tidak Berpengaruh Nyata 0.720 Tidak Berpengaruh Nyata 0.029 0.031 0.968 -

Berpengaruh Nyata Berpengaruh Nyata Tidak Berpengaruh nyata -

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Model yang dihasilkan telah diuji multikoleniaritas, heteroskedestisitas dan normalitasnya, berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa model tidak mengalami pelanggaran asumsi OLS. Adapun model yang dihasilkan adalah sebagai berikut : LnWTP = 2.15+0.152LnX1+0.0286LnX2+0.694LnX3+ 0.351LnX4-0.008LnX5 Pada

model

diketahui

bahwa

variabel-variabel

penjelas

yang

mempengaruhi WTP responden Kelurahan Kariangau adalah variabel pendidikan dan pendapatan. Variabel pendidikan memiliki nilai P sebesar 0.029 menunjukkan bahwa variabel pendidikan berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan Kariangau pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.694 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden sebesar satu tahun maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar Rp 0.694. Hal tersebut dikarenakan pendidikan yang tinggi akan pemahaman yang lebih mengenai pentingnya lingkungan. Nilai P sebesar 0.031 pada variabel pendapatan menunjukan bahwa variabel ini berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP responden Kelurahan

67

Kariangau pada taraf (α) 5 persen. Sedangkan nilai koefisien pada variabel pendapatan bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 0.351 memiliki arti bahwa peningkatan pendapatan sebesar satu rupiah akan meningkatkan WTP responden sebesar Rp 0.351. Pendapatan yang tinggi akan membuat responden memiliki dana lebih untuk membayar dalam pelestarian lingkungan. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap WTP keberadaan adalah usia, jumlah tanggungan dan persepsi. Variabel usia hanya berpengaruh terhadap kesediannya saja karena responden dengan tingkat usia lebih tinggi belum tentu memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang dicerminkan terhadap besarnya nilai WTP yang diberikan, demikan pula sebaliknya responden dengan usia lebih rendah pun belum tentu memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan lebih baik yang dicerminkan terhadap besarnya nilai WTP yang diberikan. Untuk variabel jumlah tanggungan dan persepsi pun tidak dapat mencerminkan kepedulian responden terhadap lingkungan, hal ini dikarenakan nilai WTP yang yang dierikan responden dicerminkan oleh tingkat pendidikan yang diikuti oleh pendapatan responden. 6.3.2.6 Meperkiraan Nilai Rata-rata WTP Warisan Berdasarkan data pada Tabel 16 diperoleh nilai rata-rata WTP warisan hutan sebesar Rp 12.875. Nilai rataan WTP ini dikalikan dengan jumlah populasi di Kelurahan Kariangau yaitu sebanyak 3.427 jiwa. Hasil dari perkalian antara rataan WT dengan jumlah populasi kelurahan kariangau merupakan nilai warisan hutan yakni sebesar Rp 1.764.905.000.

68

Tabel 16. Distribusi Nilai WTP Warisan Hutan Kariangau No

WTP (RP)

1 2 3 4 5

A 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 Total

Jumlah Responden (Orang) B 7,00 18,00 6,00 3,00 6,00 40,00

Persentase (%) C 17,00 45,00 15,00 8,00 15,00 100,00

WTP X Jumlah Responden (RP) AxB 35.000,00 180.000,00 90.000,00 60.000,00 150.000,00 515000,00

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

6.4

Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Berdasarkan Tabel 17 nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau yang hilang

adalah nilai air masyarakat, nilai air industri, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan. Total nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau adalah sebesar Rp 183.917.161.880. Tabel 17. Nilai Ekonomi Lahan Hutan Kariangau No 1 2 3 4 5 6 7

Keterangan Nilai air masyarakat Nilai air industri Nilai karbon Nilai Pilihan Nilai Keberadaan Nilai Warisan Total

Nilai yang Hilang 1.242.243.291,70 17.889.800,40 94.643.077.520,00 141.993.894,30 1.867.715.000,00 1.764.905.000,00

183.917.161.880,00

Sumber: Data Primer, Diolah (2012)

Berdasarkan Tabel 17 nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau yang hilang adalah nilai air masyarakat, nilai air industri, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan. Total nilai ekonomi lahan Hutan Kariangau adalah sebesar Rp 183.917.161.880.

69

VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1

Simpulan

1. Nilai langsung (tangible) berupa air dari kawasan konservasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebesar Rp. 1.260.133.092,10/tahun. 2. Nilai jasa lingkungan (intangible) hutan Kariangau adalah sebesar Rp. 98.275.697.520/ tahun. Nilai jasa llingkungsn (intengile) terdiri dari : a. Nilai

Hutan Kariangau sebagai penyerap karbon

adalah sebesar

Rp. 94.643.077.520. b. Nilai pilihan Hutan Kariangau yang menunjukan bahwa nilai pemeliharaan hutan Kariangau untuk kemungkinan dimanfaatkan di masa yang akan datang adalah sebesar Rp. 141.993.894,43. c. Nilai keberadaan yang menunjukkan pada nilai yang didasarkan pada terpeliharanya hutan Kariangau tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan hutan tersebut adalah sebesar Rp. 1.867.715.000 d. Nilai warisan yang menunjukan nilai yang diberikan generasi pada saat ini terhadap hutan Kariangau agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang adalah sebesar sebesar Rp. 1.764.905.000. 3. Nilai

total

yang

dimiliki

Hutan

Kariangau

adalah

sebesar

Rp 99,677,824,506.40. 7.2

Saran

1. Pengelolaan kawasan konservasi secara ekonomi memberikan keuntungan yang tinggi kepada masyarakat, namun nilai hasil hutan juga perlu diperhitungkan

untuk

masa

depan

sehingga

dapat

terbentuk

suatu

keseimbangan.

70

2. Perlunya dilakukan sosialisasi nilai manfaat kawasan konservasi / kawasan lindung pada masyarakat, pengambil kebijakan. 3. Perlu adanya kebijakan pemerintah (Kementrian Kehutanan) berupa penambahan jumlah hutan kota dan ruang terbuka hijau yang kondusif dan dapat mendukung

terlaksananya program-program pengelolaan kawasan

konservasi. 4. Melihat besarnya nilai hutan yang hilang serta dampak yang ditimbulkan terhadap ekosistem sebaiknya proporsi luasan hutan Kariangau diperbesar. 5. Perlu adanya kompensasi kepada masyarakat berupa penambahan fasilitas umum karena hilangnya jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan

71

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Persentase Nilai dan Jasa Hutan. www,dephut.go.id/information/intaq/pkn/makalah/persentase_nilai_dan_ja sa_hutan.pdf. diakses pada 02 oktober 2012 Anonim. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.2/Menhut-II/2012. http://www.dephut.go.id/files/P.2_2012.pdf. Diakses pada. 02 Oktober 2012 Anonimus. 2008. Rekalkulasi Penutupan Lahan Hutan Tahun 2008. Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Kementrian Kehutanan Anonim. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.50/Menhut-II/2009. http://www.dephut.go.id/apl/uploads/P.20_2012_PenyelenggaraanKarbon _.pdf. diakses pada 02 Oktober 2012. Anonim. 2006. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Balikpapan. Peraturan Daerah Nomor 5 Kota Balikpapan. Balikpapan Anonim. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tentang Kehutanan. Kopkar Hutan. Jakarta Dijiono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan Metode Travel Cost Taman Wisata Hutan di Taman Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Makalah Pengantar Falsasah Saint Program Pasca Sarjana Intiut Pertanian Bogor, Bogor Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. Howard, E 1996b, ''Author introduction' and 'The town-country magnet' from Garden Cities of To-morrow (1898)', in The city reader, eds. RT LeGates & F Stout, Routledge, London, pp. 321-329. Nurfitiani , F. 2006. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya. Bogor. Purba, A. 2010. Permodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan RTRW Balikpapan. 2006. BAPPEDA Balikpapan. Balikpapan. Kalimantan Timur

72

Sanim, B. 2006. Valuasi Ekonomi (Economic Valuation) dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), Bagi Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan [Bahan Kuliah; PSL-713 Ekonomi Lingkungan dan Analisis KebijakanTidak Dipublikasi]. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta Sihaloho, M. et al. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. Sodality Jurnal Transdisiplin, Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia Vol 1. Bogor. Sitorus. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Bandung: Tarsito Suparmoko, M. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan . PAU- Studi Ekonomi . Univ. Gajah Mada. Yogyakarta. Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan; Teori dan Kebijakan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakrta. Yusuf, S. 2010. Nilai Hasil Hutan yang Hilang Bila Terjadi Perubahan Fungsi Hutan Lindung. Agritek Vol. 18. FPUB. Balikpapan Z. Evalina dan Hunus, S. 2011. Garden City: The Suitability of Its Principles As A Model To The Contemporary Planning. Universitas Syiah Banda Aceh.

73

LAMPIRAN

74

Lampiran 1. Kuisoner A. Krakteristik Responden 1. Nama:………………………………………………………………………. 2. Jenis Kelamin: a. Laki-laki b. Perempuan 3. Umur ……………… tahun 4. Pendidikan terakhir: a. SD d. Akademia/Diploma b. SLTP e. Perguruan Tinggi (S1) 5.

6. 7.

8.

9. 10.

c. SLTA f. Pasca Sarjana (S2/S3) Status perkawinan: a. menikah b. belum menikah Jika sudah menikah, berapa jumlah anggota keluarga?..........orang Berapakah jumlah tanggungan keluarga anda?.............orang Pekerjaan pokok: a. Pegawai Negeri sipil/BUMN f. Ibu Rumah Tangga b. TNI/ABRI g. Pensiunan c. Pegawai Swasta h. Buruh/pabrik d. Pengusaha/Wiraswasta i. Pelajar/Mahasiswa e. Petani j. Lain-lain (sebutkan)……………… Berapa pendapatan anda per-bulan? a. Kurang dari 500.000 d. 2.000.000 – 3.000.000 b. 500.000 – 1.000.000 e. lebih dari 3.000.000 c. 1.000.000 – 2.000.000 f. lainnya Rp…………… (Jika anda mahasiswa, maka data di atas merupakan rata-rata uang saku per bulannya) Apakah anda mempunyai pekerjaan sampingan? a. Ya b. Tidak Jika ya, berapa pendapatan sampingan anda per bulannya? a. Kurang dari 500.000 d. 2.000.000 – 3.000.000 b. 500.000 – 1.000.000 e. lebih dari 3.000.000 c. 1.000.000 – 2.000.000 f. lainnya Rp……………

B. Persepsi Terhadap Keberadaan Hutan. 11. Tahukan Anda apa yang dimaksud hutan? a. Ya, yaitu .............................................. b. Ragu-ragu ........................................... c. Tidak 12. Apakah Anda orang yang peduli dengan lingkungan hutan? a. Ya b. Cukup c. Tidak 13. Menurut anda apakah manfaat hutan yang ada selama ini? a. Kayu b. Kayu Bakar c. Buah-buahan

75

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

d. Rumput e. Lain-lain ..................................................................... Apakah menrurut anda hutan yang ada telah memberikan manfaat lain selain di atas misalnya manfaat hutan untuk mencegah erosi, manfaat hutan sebagai pencegah tanah longsor dan banjir, manfaat hutan meningkatkan ketersediaan air, manfaat hutan dalam menghasilkan oksigen, dan sebagainya... a. Tidak ada b. Iya, misalnya....................... Apakah anda sudah memahami atau merasakan bahwa hutan yang ada selama ini bermanfaat bagi sektor lain, misalnya dengan adanya hutan maka pertanian, perikanan, industri akan mendapat dampak positifnya? Apakah anda sudah memahami atau merasakan bahwa hutan yang ada selama ini bermanfaat bagi sektor lain, misalnya dengan adanya hutan maka pertanian dan perikanan mendapat dampak positifnya? a. Ya, saya paham b. Tidak, saya kira tida berpengaruh Bagaimana nuansa keindahan hutan : a. Sangat indah b. Indah c. Cukup Indah d. Jelek e. Sangat jelek Bagaimana nuansa kenyamanan hutan a. Sangat nyaman b. Nyaman c. Cukup nyaman d. Kurang nyaman e. Tidak nyaman Bagaimana kesejukan dengan adanya hutan a. Sangat sejuk b. Sejuk c. Cukup sejuk d. Kurang sejuk e. Tidak sejuk Bagaimana keberlanjutan hidup flora dan fauna yang berada di lingkungan hutan a. Sangat baik b. Baik c. Sedang d. Kurang baik e. Tidak baik Bagaimana kondisi kemanan dari hutan rakyat anda a. Sangat aman b. Aman c. Cukup aman d. Kurang aman

76

22.

23.

24.

25.

26.

27.

e. Tidak aman Bagaimana ketersediaan air hutan di daerah anda a. Sangat banyak b. Banyak c. Sedang d. Kurang e. Sangat kurang Tahukah Anda tentang konversi lahan hutan di sekitar Anda? a. Ya b. Tidak Apakah Anda pernah melihat atau tahu cara pengonversian? a. Tidak pernah b. Pernah c. Tidak pernah tapi tahu d. Tidak tahu Bagaimana pendapat Anda mengenai hal itu berkaitan dengan lingkungan? a. Merusak lingkungan, harus dihentikan b. Merusak lingkungan, maka harus dimanagemen lingkungannya c. Tidak merusak lingkungan Apakah Anda tahu bahwa hilangnya lahan hutan berpotensi pada kerusakan lingkungan? a. Ya b. Tidak Menurut Anda, siapa yang bertanggung jawab untuk mengatasi hal ini? a. Pemerintah setempat saja b. Lembaga peduli lingkungan saja c. Semua masyarakat

C. Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar. 28. Menurut anda, bagaimana kualitas lingkungan secara umum dari hutan rakyat di daerah anda? a. Sangat baik b. Baik c. Kurang baik d. Tidak baik 29. Apakah anda setuju apabila dilakukan perbaikan terhadap lingkungan hutan di daerah anda? Perbaikan lingkungan ini dapat meningkatkan kelestarian dari hutan yang ada, sehingga kelestarian dari hutan ini dapat anda wariskan kepada generasi yang akan datang. a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju D. Manfaat Keberadaan Hutan. 30. Manfaat keberadaan hutan merupakan manfaat yang diberikan karena adanya kebradaan hutan. Manfaat keberadaan merupakan manfaat murni hutan setelah manfaat-manfaat lain dihilangkan dari analisis. Manfaat kayu,

77

tanaman pertanian, manfaat hutan dalam menghasilkan oksigen, mecegah tanah longsor, penyedia air semua dihilangkan atau manfaat-manfaat tersebut sudah termasuk di luar manfaat keberadaan. Jadi manfaat keberadaan merupakan manfaat murni hutan, seperti manfaat hutan dalam memberikan nuansa keindahan, kenyamanan, serta meningkatkan kesejukan. Untuk mempertahankan hutan agar manfaat keberadaan hutan tersebut tetap terjaga berapakah anda bersedia untuk membayar agar keberadaan hutan tetap ada? a. Rp 5.000,-/ha/tahun b. Rp 10.000,-/ha/tahun c. Rp 15.000,-/ha/tahun d. Rp 20.000,-/ha/tahun e. Rp 25.000,-/ha/tahun f. Lainnya, sebutkan :…………………./ha/tahun E. Manfaat Warisan Hutan. 31. Pada dasarnya peningkatan perbaikan dan kualitas lingkungan hutan dapat meningkatkan kelestarian hutan di masa yang akan dating sehingga anak/cucu atau generasi anda yang akan datang akan merasakan manfaat dari pelestarian tersebut. Dengan demikian hutan memiliki manfaat yang diwariskan. Apakah anda menyetujui pernyataan di atas? a. Ya b. Tidak 32. Untuk menjaga kelestarian hutan dimasa yang akan dating, maka berapa rupiah uang anda yang bersedia anda bayarkan agar kelestarian hutan dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang a. Rp 5.000,-/ha/tahun b. Rp 10.000,-/ha/tahun c. Rp 15.000,-/ha/tahun d. Rp 20.000,-/ha/tahun e. Rp 25.000,-/ha/tahun f. Lainnya, sebutkan…………………/ha/tahun F. Penggunaan Air 33. Banyaknya air yang digunakan dalam sehari……L

Terima kasih atas partisipasi Anda dalam mengisi kuesioner ini. Tetaplah menjadi insan yang peduli lingkungan. Salam bumi hijau!

78

Lampiran 2. Karakteristik Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Nama A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

Jenis Usia Pendidikan Status Kelamin Terakhir Pernikahan Perempuan 22 12 Belum Menikah Laki-laki 28 12 Menikah Laki-laki 36 15 Menikah Pereampuan 29 15 Menikah Laki-laki 25 16 Belum Menikah Laki-laki 37 12 Menikah Laki-laki 35 12 Belum Menikah Laki-laki 36 12 Menikah Laki-laki 30 12 Menikah Laki-laki 29 12 Belum Menikah Laki-laki 40 16 Menikah Perempuan 41 15 Menikah Perempuan 43 12 Menikah Perempuan 37 16 Menikah Perempuan 24 6 Menikah Laki-laki 48 9 Menikah Perempuan 24 16 Belum Menikah Laki-laki 25 15 Menikah Laki-laki 30 16 Belum Menikah Laki-laki 50 9 Menikah Laki-laki 49 9 Menikah Laki-laki 51 15 Menikah Laki-laki 25 12 Belum Menikah Perempuan 33 12 Menikah Perempuan 29 16 Menikah Laki-laki 39 16 Menikah

Jumlah Tanggungan 1 3 3 2 2 2 2 4 3 1 3 1 6 5 2 1 2 1 1 3 4 1 2 4 2 3

Pekerjaan Wiraswasta karyawan Buruh PNS Wiraswasta Wiraswasta karyawan Wiraswasta Karyawan karyawan karyawan PNS IRT IRT IRT PNS Wiraswasta Wiraswasta PNS Buruh karyawan PNS karyawan IRT PNS karyawan

Pendapatan (Dalam Ribu) 1,000,000 2,000,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 3,000,000 3,000,000 1,000,000 3,000,000 500,000 1,000,000 3,000,000 2,500,000 3,000,000 1,000,000 1,000,000 2,500,000 1,000,000 1,000,000 3,000,000 3,000,000

1 79

Lanjutan Lampiran 2. Karakteristik Responden No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Nama ZA ZB ZC ZD ZE ZF ZG ZH ZI ZJ ZK ZL ZM ZN

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan

Usia 27 34 28 19 30 47 27 47 39 24 54 27 39 32

Pendidikan Terakhir 12 16 16 16 12 6 6 6 6 6 6 12 12 12

Status Pernikahan Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah`` Menikah Menikah Menikah Belum Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah

Jumlah Tanggungan 1 1 3 2 3 2 1 5 2 1 2 2 4 5

Pekerjaan karyawan Wiraswasta IRT karyawan PNS karyawan karyawan karyawan karyawan karyawan PNS IRT IRT IRT

Pendapatan (Dalam Ribu) 1,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 1,000,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000

Sumber : Data Primer Diolah (2012)

280

Lampiran 3. Konsumsi Air di Kelurahan Kariangau No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Responden A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z ZA ZB ZC ZD ZE ZF ZG ZH ZI ZJ ZK ZL ZM ZN Total Rata-rata

Konsumsi Air per hari (Liter) 140.00 143.00 145.00 146.00 150.00 138.00 120.00 180.00 140.00 147.00 148.00 143.00 142.00 145.00 150.00 120.00 130.00 128.00 180.00 142.00 147.00 148.00 145.00 142.00 143.00 148.00 147.00 147.00 146.00 142.00 149.00 152.00 148.00 133.00 123.00 145.00 146.00 148.00 149.00 121.00 5,746.00 143.65

Sumber : Data Primer, Diolah (2012)

81 1

Lampiran 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP Keberadaan di Kelurahan Kariangau The regression equation is Y = - 0.634 + 0.0255 X1 + 0.0182 X2 + 0.350 X3 + 0.648 X4 - 0.0577 X5 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5

Coef -0.6342 0.02547 0.01818 0.3498 0.64779 -0.05772

S = 0.126960

SE Coef 0.7892 0.08618 0.03956 0.1524 0.07800 0.09473

R-Sq = 95.3%

PRESS = 0.747851

T -0.80 0.30 0.46 2.30 8.30 -0.61

P 0.427 0.769 0.649 0.028 0.000 0.546

VIF 1.2 1.2 6.6 6.4 1.0

R-Sq(adj) = 94.6%

R-Sq(pred) = 93.63%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4 X5

DF 1 1 1 1 1

DF 5 34 39

SS 11.1869 0.5480 11.7350

MS 2.2374 0.0161

F 138.81

P 0.000

Seq SS 0.4015 0.0146 9.6586 1.1063 0.0060

Unusual Observations Obs 2 3 22

X1 3.33 3.58 3.93

Y 9.2103 9.6158 9.6158

Fit 9.6584 9.8875 9.8635

SE Fit 0.0436 0.0325 0.0654

Residual -0.4481 -0.2717 -0.2477

St Resid -3.76R -2.21R -2.28R

R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.52188

2 82

Lampiran 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan di Kelurahan Kariangau The regression equation is LnY = 2.15 + 0.152 LnX1 + 0.0286 LnX2 + 0.694 LnX3 + 0.351 LnX4 0.008 Lnx5 Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 Lnx5

Coef 2.147 0.1517 0.02859 0.6943 0.3514 -0.0077

S = 0.254237

SE Coef 1.580 0.1726 0.07921 0.3052 0.1562 0.1897

T 1.36 0.88 0.36 2.27 2.25 -0.04

R-Sq = 78.4%

PRESS = 2.91349

P 0.183 0.386 0.720 0.029 0.031 0.968

VIF 1.2 1.2 6.6 6.4 1.0

R-Sq(adj) = 75.2%

R-Sq(pred) = 71.33%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 Lnx5

DF 1 1 1 1 1

DF 5 34 39

SS 7.9657 2.1976 10.1634

MS 1.5931 0.0646

F 24.65

P 0.000

Seq SS 0.1462 0.0556 7.4347 0.3291 0.0001

Unusual Observations Obs 3 4 16 28

LnX1 3.58 3.37 3.87 3.53

LnY 9.2103 9.2103 9.6158 9.2103

Fit 9.7686 9.7264 9.1064 9.8374

SE Fit 0.0651 0.0813 0.1176 0.0880

Residual -0.5582 -0.5161 0.5094 -0.6270

St Resid -2.27R -2.14R 2.26R -2.63R

R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.70370

83 3

Lampiran 6. WTP Keberadaan dan Warisan di Kelurahan Kariangau No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Ketersediaan Membayar (Rp)

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z ZA ZB ZC ZD ZE ZF ZG ZH ZI ZJ ZK ZL ZM ZN Total Rataan

10,000 10,000 15,000 20,000 20,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 25,000 25,000 10,000 25,000 5,000 10,000 25,000 15,000 20,000 10,000 10,000 15,000 10,000 10,000 25,000 25,000 10,000 25,000 25,000 25,000 10,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 10,000 10,000 10,000 545,000 13,625

Ketersediaan Membayar (Rp) 10,000 10,000 10,000 10,000 20,000 15,000 10,000 10,000 15,000 10,000 25,000 25,000 10,000 25,000 5,000 15,000 20,000 15,000 15,000 10,000 10,000 15,000 10,000 10,000 25,000 25,000 10,000 10,000 25,000 20,000 10,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 10,000 10,000 10,000 515,000 12,875

Sumber : Data Primer Diolah (2012)

4 84

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Toto Sucipto dan Icih Sutarsih. Penulis memulai pendidikan di TK Al-Ishlah Cirebon pada tahun 1995, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri III Cikalahang Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Dukupuntang Kabupaten Cirebon dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri I Sumber Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk Mahasiswa IPB (USMI) dan selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan

Lingkungan. Selama mengikuti

perkuliahan penulis ikut aktif dalam organisasi Resources and Environmental Economic Associaton (REESA) sebagai Staf Divisi E-Ship periode 2009-2010. Selain itu penulis juga turut aktif dalam kepanitiaan PEMIRA FEM 2009 sebagai Staff PPR.

5 85