ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK ( Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-undang Zakat di Kabupaten Bekasi ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : Mariah NIM : 107044101907
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011M
i
ii
KATA PENGANTAR
Tiada kata selain rasa syukur yang paling dalam kehadirat Allah swt, atas hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sangat sederhana ini dengan baik dan tepat waktu. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan cobaan. Walaupun harus melalui proses yang cukup sulit dan rumit, namun berkat hidayah dan inayah Allah swt sebagai manifestasi kasih sayang-Nya, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah setitik debu untuk menuju jalan kesuksesan. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak pihak yang telah membantu langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah berjasa, baik berupa bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu penulis patut menghaturkan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada:
iii
1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhamad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., selaku Ketua Jurusan dan ibu Hj. Rosdiana, MA., sebagai Sekertaris Jurusan Program Studi Ahwal AlSyakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak. Dr. Abdurrahman Dahlan,M.A., Selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
4.
Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang tidak bias disebutkan satuu persatu yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di kampus ini.
5.
Bapak pimpinan dan staf karyawan perpustakaan utama, perpustakaan Syariah dan Hukum universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan yang telah membantu dan menyediakan bahan-bahan bacaan untuk penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Ayahanda H.Maman dan Ibunda Hj.Nuryanah tercinta atas pengorbanan dan cinta kasihnya baik moril dan materill, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi Penulis. Segala hormat Penulis sembahkan. Tidak lupa kakanda Marini, S.Pd.I dan adinda Maruli, marsan Al-mudzaki,
iv
Mardli As-sirajy yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis hingga penulis berhasil menyusun skripsi ini. 7.
Bapak Solahudin Sebagai Kabag.Humas Direktorat Pajak dan Bapak Teten Kustiawan sebagai Wakil Bendahara BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) yang telah bersedia memberikan waktunya untuk diwawancarai.
8.
Teman-temanku tercinta, teman-teman seperjuangan di Peradilan Agama A dan B angkatan 2007, semuanya yang tidak biasa disebutkan satu persatu, yang
senantiasa
menebarkan
benih-benih
keceriaan
dalam
bingkai
kebersamaan. Semoga ukhuwah dan pertemanan yang kita jalin berjalan dengan baik selamanya 9.
Sahabat Delimaku, Astrian Widiyantri, Desi Amalia, Tajul Mutaqin, Laila Wahdah dan Mariam Mahdalina, yang selalu berbagi dalam suka dan duka, yang setia mendengarkan keluh kesah penulis dan selalu siap membantu penulis ketika penulis mengalami kesulitan. Terimakasih atas persahabatan dan dukungan yang kalian berikan. Semoga persahabatan kita abadi selamanya sampai tua nanti.
10. Rekan-rekan Pondok Pesantren Daar el-Hikam: Abi-Umi, teh ai oweng, njenk,teh imas, dinah, eva, Khususnya orang-orang yang menyayangiku dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebut satu persatu, sehingga menimbulkan kesan tertentu kepada penulis. Hanya kepada Allah-lah penulis berharap dan berdo’a agar beliau-beliau mendapat balasan dari Allah dengan sebaik-baik balasan. Amin……..
v
Suatu kenyataan yang tak terpungkiri lagi terhadap kekurangan dan kebodohan diri Penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, untuk itu kritik dan saran konstruktif selalu Penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya hanya kepada Allah Penulis memohon dan berharap, semoga skripsi yang sederhana ini ada guna dan manfaatnya, baik untuk pribadi Penulis maupun bagi mereka yang mencintai ilmu pengetahuan, serta bagi generasi penerus. Amin ya Rabbal ‘Alamin Sebagai kata akhir, penulis panjatkan doa semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Jakarta, 04 Juli 2011
( Penulis )
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
9
D. Review Studi Terdahulu .......................................................... 10 E.
Kerangka Teori ........................................................................ 11
F.
Metodologi Penelitian ............................................................. 13
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 15 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT A. Pengertian ............................................................................... 18 B. Dasar Hukum .......................................................................... 19 C. Tujuan, Hikmah dan Hakikat .................................................. 23 D. Harta yang Wajib Dizakati....................................................... 26 E. Sasaran Zakat ........................................................................... 29
vii
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK A. Pengertian ............................................................................... 32 B. Dasar Hukum .......................................................................... 33 C. Jenis-jenis ................................................................................ 35 D. Fungsi dan Pengaruhnya di Masyarakat .................................. 37 E. Syarat-syarat Pemungutan ...................................................... 39 F. Perbandingan antara Zakat dan Pajak ..................................... 41
BAB IV
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK A. Zakat dalam Yurisdiksi Pajak Penghasilan .............................. 45 B. Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) ...... 48 C. Penghitungan Zakat dan Pajak Penghasilan ............................ 52 D. Analisis Penulis ........................................................................ 57
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 64 B. Saran-saran ............................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Kesedian menjadi Pembimbing Skripsi 2. Surat Mohon Data atau Wawancara kepada Pimpinan BAZNAS Jakarta Pusat atau wawancara Kepada Bagian Humas Direktorat jendral Pajak 3. Surat Mohon Data
viii
4. Surat keterangan wawancara Kantor Direktorat jendral Pajak 5. Hasil wawancara Kantor Direktorat jendral Pajak 6. Surat Keterangan Wawancara BAZNAS ( Badan Zakat Nasional ) 7. Hasil Wawancara BAZNAS ( Badan Zakat Nasional ) 8. Contoh Lembar SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib PajakPribadi 9. Contoh Lembar Bukti Setor Zakat BAZNAS ( Badan Amil Zakat NAsional) 10. Contoh KArtu Nomor Pokok Wajib Zakat 11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 12. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 13. Peraturan Mentri Keuangan Nomor 254 /PMK.03/2010 14. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Pengertian Zakat Zakat berasal dari Bahasa Arab زآةkata ini bersumber dari fi’il kata kerja yang berarti tumbuh,berkembang,suci atau bersih.Imam Abu bakar bin Muhamad Al-Husainiy mengatakan:
! " #$% & '( ) *+ ,-. /01 2 34 ! 56 7 84 9: ( . ;<4 2 ١ .1 ! Zakat menurut pengertian syara’(terminology)adalah suatu nama yang khusus untuk menentukan kadar harta benda yang akan diserahkan kepada ashnaf (golongan) tertentu dengan syarat-syarat ( yang tertentu pula ) dinamakan zakat karena harta benda itu tumbuh dan mengandung barakah ketika dikeluarkan dan ketika didoakan oleh orang-orang yang menerimanya. Sayyid Sabiq mengatakan :
: (. *+ & >! ?@ ? AB *C DEF " 6 GHI! J0 '( K 9 L:! 4 /: B. M!> 2:B . 2 3! *+ 0$ " /:N 6 O P Q ٢ . 2 3! $ /U V. W+ X. T " R S1! /HI N 11
Bakar,Abu bin Muhamad Al-Husainy, Kifayatul Akhyar fii-halli Ghaayatil Ikhtishaar, (Semarang: Thaha Putra, 2001) h.172 2 Al-Sayyid,Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, (Libanon: Daarul Fikr, 1400 H/1980) h.276
1
2
Zakat merupakan suatu nama ( yang ditetapkan ) kepada sesuatu benda yang dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada fakir miskin.dinamakn zakat karena keberadaannya mengandung harapan barakah,kebersihan jiwa dan pertumbuhan kebaikan.maka hal tersebut dinamakan zakat karena mengandung pengertian tumbuh,bersih dan berakah. yang cukup senisab dan berkewajiban agar mengeluarkannya karena hal itu termasuk salah satu rukun Islam yang kelima. kelebihan ajaran zakat poin-poin lain dari rukun Islam diatas bahwa hanya zakat lah yang memiliki dimensi sosial yang kental.oleh sebab itu zakat dalam mata rantai peningkatan kesejahteraan umat Islam tidak akan mungkin diremehkan.dalam fikih masalah zakat ditempatkan pada kitab kedua dari Rubb al-ibadah,dengan demikian ibadah zakat mudah diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keIslaman seseorang ( ma’lum min al-din bi al-darurah).3 Namun dalam perjalanan sejarah masyarakat Islam ajaran zakat dengan dimensi yang dimiliki sepertinya tercecer dari perhatian umat Islam.zakat menjadi apa yang di sebut sebagai ibadah mahdhah pribadipribadi kaum muslimin dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang
3
Ali yafie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah,( Bandung: Mizan, 1995), cet.ke-3 h.231
3
dikembangkan Rosul dan sahabat,zakat menjadi ajaran yang sempit bersama mundurnya umat Islam dan menurunnya kemauan berpikir4 2. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara( peralihan kekayaan partikelir kesektor) berdasarkan undang-undang(dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbalik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjukan dan
yang
digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran
umum(publieke
uitgaven).5 Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiaban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain6. Akan
tetapi
Undang-undang
perpajakan
No.36
tahun
2008
merumuskan pengertian pajak bab I pasal I sebagai berikut:“Pajak penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorang dan badan
4
Sofyan Idris, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Transformati,( Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997), cet.Ke-I h.76
Pendekatan
5
Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan th 1944,seperti dalam Munawir, Perpajakan (Yogyakarta: liberty 1992)h.57 6
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988), h.999
4
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun.”7 Dari pemaparan diatas maka zakat dan pajak sama-sama kewajiban yang harus dilaksanakan namun Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif dalam konteks mensejahtarakan rakyat. Dengan diberlakukannya Undang-undang No.38 Tahun 1999 dan Undangundang Nomor 17 Tahun 2000, secara eksplisit diakui adanya perbedaan antara zakat dengan pajak. Pemberlakuan dua undang-undang tersebut memisahkan dengan tegas antara kewajiban menunaikan zakat bagi umat Islam dan kewajiban pajak bagi
wajib pajak. Namun
aspek
efektivitas penarikannya bagi
perekonomian, pengakuan pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan metode pengkreditan zakat atas pajak atau metode pengkreditan pajak atas zakat. Cita-cita paling mendasar dari pembentukan negara adalah agar negara mampu melindungi dan mensejahterakan warga dan rakyatnya. Zakat dan pajak memiliki peluang yang sama sebagai alat negara untuk mewujudkan cita-citanya Memperbincangkan relasi zakat dan pajak di Indonesia adalah sebuah hal penting, karena beberapa hal berikut ini :
7
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI,(Jakarta: PT.Intermasa, 1989)
5
a. Keduanya merupakan hal yang signifikan di dalam upaya pensejahteraan rakyat, karena kenyataan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kenyataan lain bahwa pajak adalah primadona penerimaan negara. b. Keduanya memiliki kesamaan. Qardhawi mengungkapkan persamaan antara zakat dan pajak dalam beberapa hal ; (a) keduanya memiliki unsur paksaan, (b) keduanya harus di setorkan kepada lembaga masyarakat (negara), (c) keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, (d) keduanya memiliki tujuan ke masyarakatan, ekonomi, politik di samping tujuan keuangan. c. Keduanya memiliki perbedaan. Masih menurut Qardhawi, keduanya memiliki perbedaan dalam beberapa hal yakni dalam hal nama dan etikatnya, dalam hal hakikat dan tujuannya, dalam hal nisab dan ketentuannya, dalam hal kelestarian dan kelangsungannya, dalam hal pengeluarannya, dalam hal hubungan dengan penguasa dan dalam hal maksud dan tujuannya.8 Pada saat di undangkan, namun terdapat kendala pelaksanaan UU No 38 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa Zakat yang telah di bayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat di kurangkan dari laba / pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena UU pajak penghasilan yang berlaku saat itu belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal zakat.Oleh sebab itu di tetapkan UU Nomor 17 tahun 2000 yang di berlakukan mulai tahun 2001 tentang perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, 8
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988), h.995
6
menegaskan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang di bentuk dan di sahkan oleh pemerintah dapat di kurangkan atas penghasilan kena pajak dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi maupun badan dan zakat bukan merupakan objek pajak bagi si penerima zakat. Dalam kaitan ini, penetapan UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan UU No 17 tahun 2000 (sebagai perubahan atas UU No 7 tahun 1983) tentang pajak penghasilan dapat di pandang sebagai langkah maju menuju sinergi zakat dengan pajak. Pertama, UU No 38 / 1999 telah mengakui bahwa sesungguhnya zakat adalah kewajiban yang harus di tunaikan oleh setiap muslim warga negara Indonesia yang mampu. UU ini memang tidak menyebut hukuman bagi yang melanggar kewajiban zakat, tetapi setidaknya pemerintah telah eksplisit bertanggung jawab memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahik dan amil zakat. Kedua, pemerintah telah melibatkan diri lebih jauh dalam pengelolaan zakat dengan membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) di berbagai tingkat kewilayahan dari kecamatan hingga nasional. Pemerintah juga mengukuhkan dan mengawasi Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang di bentuk secara swadaya oleh masyarakat sehingga pengelolaan dana zakat dapat lebih di pertanggungjawabkan. Ketiga, seperti di sebutkan dalam UU No 38/1999 bahwa zakat yang telah di bayarkan kepada BAZ atau LAZ akan di kurangkan terhadap laba / pendapatan
7
sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. Di dalam UU No 17/2000 juga ditetapkan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata- nyata di bayarkan secara resmi oleh wajib pajak Orang Pribadi pemeluk Islam atau wajib Pajak badan dalam Negeri yang di miliki kaum muslimin, dapat di kurangkan atas penghasilan kena pajak. Dengan kata lain, sebagaimana yang di atur dalam keputusan Dirjen Pajak No KEP- 542/PJ/2001 bahwa zakat atas penghasilan dapat di kurangkan atas penghasilan netto. Dengan demikian dalam rangka meningkatkan semangat berzakat dikalangan umat Islam khususnya berkaitan dengan posisi zakat dalam kehidupan bernegara, ijtihad bahwa zakat bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak merupakan sebuah keberanian sendiri,adanya kenyataan di Malaysia bahwa zakat bisa menguranhi pajak menjadi sebuah inspirasi Indonesia untuk membuat Undang-undang penglolaan zakat No.38 tahun1999 pasal 14 ayat 3 yang berbunyi: “Zakat yang telah dibayarkan kpada Badan Zakat nasional atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesua dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. yang kemudian juga dikuatkan dengan undang-undang No.36 tahun 2008 tentang Pajak penghasilan terutaman pasal 9 ayat 1 huruf g yang berbunyi: “Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”.
8
Dengan demikian penelitian posisi zakat yang dikaitkan dengan pajak dalam kasus Indonesia yang memberikan peluang bagi umat Islam yang menunaikan zakat untuk dapat mengurangkan zakat yang dibayar itu kepada penghasilan kena pajak kiranya sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh dan akurat kepada masyarakat. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas maka penulis akan membatasi permasalahan ini sebagai berikut: a. Zakat dalam skripsi ini dibatasi pada zakat mal b. Penghasilan kena pajak dalam skripsi ini dibatasipada pajak penghasilan c. Undang-undang di Indonesia dibatasi pada Undang-Undang No.38 Tahun 1999 dan Undang-undang No.17 tahun 2000 serta Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 dan Peraturan Pemerintah No.60tahun 2010. 2. Perumusan Masalah Umat Islam diwajibkan membayar dua hal dari kewajibannya, yaitu pajak untuk Negara, dan zakat untuk mustahiq dalam Agama Islam. Masalahnya dapatkah zakat mengurangi kewajiban penghasilan kena pajak.
9
Hal ini sangatlah penting untuk ditelaah lebih lanjut sehingga dapat memberikan pemahaman yang utuh dan akurat kepada masyarakat. Untuk memperjelas masalah ini, maka penulis merumuskan penelitian ini sebagai berikut: a. Dapatkah Zakat Menjadi Pengurang Pajak ? b. Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak di Indonesia ? c. Bagaimana Pelaksanaan Administratif
Zakat sebagai Pengurang
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia Khususnya Kabupaten Bekasi ? Dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan skripsi ini dapat menjelaskan sesuai dengan tema yang penulis ambil, yaitu“Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-undang Zakat di Kabupaten Bekasi”. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Seiring dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka yang akan menjadi tujuan dari penelitian skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui dapatkah zakat menjadi pengurang pajak b. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak di Indonesia. c. Untuk mengetahui pelaksanaan administratif zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
10
2. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa UIN pada khususnya. b. Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum yang menyangkut hal zakat dan pajak. c.
Sebagai bahan referensi bagi masyarakat yang ingin tahu kewajibankewajibannya dalam mentaati hukum tanpa ada salah satu yang ditinggalkan.
D. Review Studi Terdahulu Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa sebelumnya dan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis yang sekiranya dapat dijadikan sebagai studi review, yaitu: 1. Judul : “Pemberdayaan Zakat Modern Pada Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat
Indonesia.”
Penulis
:
Abdul
Barri/fakultas
Syariah
dan
Hukum/jurusan keadministrasian Islam/tahun 2007. Skripsi ini membahas seputar bagaiman pemberdayaan zakat modern pada yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia. 2. Buku hasil karya Masdar F Mas’udi yang berjudul”Agama,Keadilan,Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam”Inti dari tulisan ini adalah pejabaran posisi zakat dalam struktur ke Islaman dengan mengaca pada pengalaman 12 abad,dia
11
menyatakan
bahwa ajaran
zakat
telah
”kehilangan
hampir
segala-
galanya”sejak munculnya pandangan formalistik meskipun sudah ada upaya untuk menyelesaikan gejala ini,namun Masdar masih menganggapnya awet dan tak kunjung selesai. 3. Buku Hasil karya M.Djamal “Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat”.ini merupakan doa yang menginginkan pengumpulan zakat dengan sistem administrasi pajak dan upaya untuk melepas umat Islam dari kewajiban ganda yakni kewajiban membayar zakat disamping pajak Studi review yang diambil dari dua buku diatas dapat diambil benang merah oleh penulis setelah adanya Undanng-undang kebijakan pengurang penghasilan kena pajak karena telah membayar zakat,kenyatan ini merupakan prestasi yang hendaknya ditindak lanjuti hingga mencapai harapan ideal seperti Negara Malalysia yang dijadikan sebagai tolak ukurnya yakni zakat bisa mengurangi pajak bukan penghasilan kena pajak saja. E. Kerangka Teori Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah pada harta orang Islam untuk diberikan kepada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh Allah. Dan pajak sebagai fungsi alat Negara untuk melakukan retribusi pendapatan kekayaan berhadap-hadapan dengan fungsi zakat yang secara subtansi terdapat beberapa kemiripan. maka timbul Undang-undang pengelolaan zakat No.38 tahun 1999. Akan tetapi pelaksanaan Undang-undang No.38 tahun 1999 belum terealisasikan karena Undang-undang pajak penghasilan yang berlaku saat itu
12
belum terdapat ketentuan yang mengatur perihal zakat. oleh sebab itu kemudian ditetapkan undang-undang No.36 tahun 2008 tentang perubahan ke-4 atas Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang berbunyi : “harta yang dihibahkan,bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b kecuali zakat penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan Zakat nasional dan lembaga amil Zakat orang yang disahin oleh pemetrintah.”9 Mulai tahun 2001 sebenarnya para pembayar zakat penghasilan sudah dapat menjadikan jumlah zakat yang dibayar sebagai faktor pengurang atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Pajak Penghasilan. Ini adalah langkah awal yang baik, walaupun langkah ini belumlah cukup karena zakat bukan hanya ada pada penghasilan kena pajak tapi meliputi banyak hal yang justru oleh pemerintah tidak dikenakan pajak, tapi merupakan sesuatu yang sangat ditekankan dalam Agama. Sebagai misal adalah zakat hasil pertanian, dan zakat hewan ternak. Namun demikian, Pemerintah secara tidak langsung menghargai zakat sebagai salah satu kewajiban (rukun) bagi yang beragama Islam untuk mendorong sekaligus mengingatkan bahwa zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan. Yang kemudian menjadi persoalan adalah adanya anggapan bahwa umat Islam di Indonesia yang membayar zakat seolah-olah terkena pengeluaran berganda, selain membayar pajak juga membayar zakat dari penghasilan yang
9
Depag RI, Lahirnya UU No.38 tahun 1999 tentang zajak Penghasilan, Jakarta : 2006
13
diperolehnya. Oleh karena itu untuk keadilan sudah selayaknya dipikirkan bagaimana agar umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia ini bisa menjadi warga Negara yang baik sekaligus menjadi umat Islam yang taat. Dan salah satu cara yang telah ditempuh adalah ditetapkannya zakat sebagai faktor pengurang dalam perhitungan penghasilan kena pajak (PKP).10 Dan permasalan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak barubaru ini dikuatkan oleh Peraturan Menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 pada Tanggal 28 Desember 2010 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.60 Tahun 2010 Tentang Zakat atau Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari Penghasilan kena pajak pada pasal 1 ayat 1 (a): ”Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah akan tetapi jika pembayaran zakatnya tidak melalui badan atau lembaga yang disahkan oleh Negara maka pengurangan terhadap penghasilan kena pajak tidak berlaku”. F. Metodologi Penelitian Untuk menghasilkan data yang valid, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada
10
sofyan idris, gerakan zakat dalam pemberdayaan ekonomi umat pendekatan transformati, Jakarta, PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I hal.74
14
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala dalam kehidupan manusia.11 Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara mendalam suatu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor atau interaksi-interaksi social atau hukum yang terjadi di dalamnya.12 2. Kriteria Data a. Data Primer 1) Al-Qur’an dan Hadist 2) Undang-Undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang No.36. Tahun 2008 tentang pajak 3) Peraturan Menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2010 tentang zakat yang dapat dikirangi dari penghasilan Netto 4) Wawancara tambahan dari BAZNAS, kantor Direktorat Pajak dan KPP ( Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Bekasi b. Data Sekunder Data sekunder adalah
data yang diperoleh dengan cara
membandingkan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
11
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hl. 20 Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003),h. 36 12
15
masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah AlQur’an, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-undang , serta peraturanperaturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data/informasi
tersebut
digunakan
tehnik
penelitian sebagai berikut : a. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini dilakukan guna memperoleh data sekunder yaitu melalui pengkajian perundang-undangan, buku-buku serta tulisan para pakar hukum yang ada hubunganya dengan penelitian ini. b. Penelitian lapangan Penelitian lapangan dilakukan guna mempeoleh data primer tentang implementasi pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, dengan metode wawancara di Kantor Direktorat Jendral Pajak dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) karena dua lembaga ini adalah lembaga yang berkaitan dengan karyatulis dalam penelitian penulis. 4. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan hasil wawancara yang diperoleh. Sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.
16
G. Sistematika Penulisan Di dalam melakukan penyusunan proposal ini penulis memberikan gambaran
guna mempermudah pembaca dalam memahami proposal ini, dalam
hal ini penulis menyusunnya dalam lima bab. Isi dari proposal ini secara singkat adalah sebagai berikut: Bab Pertama : Pendahuluan yang diawali dengan Latar belakang masalah yang didalamnya menjelaskan awal mulanya masalah yang diangkat oleh peneliti untuk dijadikan bahan penelitian dan masalah yang diteliti dibatasi dengan pembatasan dan perumusan masalah agar pembahasan permasalah yang diteliti tidak bercabang kemana-mana sehingga fokus dengan apa yang peneliti saja dan masalah yang diteliti ada tujuan dan manfaat penelitian agar penelitian yang diteliti mendapat manfaat khususnya untuk pribadi umumnya untuk maasyarakat luas, review studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab
Kedua :Menyajikan Kajian kepustakaan.Pertama yang membahas tentang
Landasan (kerangka) Teori (untuk studi empiris yang bersifat eksplanatoris dan verifikatif atau kerangka konseptual dan landasan teorotis harus didasarkan pada teori-teori yang relevan. khususnya pada masalah tetang konsep hukum zakat dan pajak menurut fikih dan Undang-undang Bab Ketiga :Menyajikan data hasil penelitian, berupa deskripsi data berkenan dengan variabel yang ditelti secara objektif dalam arti tidak dicampur dengan opini penelitian.deskripsi data penelitian harus ditampilkan secara jelas dan lengkap khususnya tentang profil Badan Zakat Nasional dan Badan Perpajakan
17
terdiri atas sejarah berdirinya, tujuan, visi dan misi sturtur organisasi dan program kegiatan. Bab Keempat :Analisis terhadap data penelitian yang telah didapatkan dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian.dalam kasus analisis kita juga penafsirkan
dan
menginprestasikan
temuan
penelitian
kedalam
bingkai
pengetahuan yang telah mapan,memodifikasikan teori yang ada atau menyusun teori yang ada yang pada tulisan Membahas tentang kondisi zakat dan pajak di Indonesia setelah pengesahan Undang-undang NO.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang lebih khusus menyoroti zakat sebagai pengurang penghalian kena pajak Bab Kelima :Penutup dengan usainya pembahasan diatas dalam bab terakhir ini disampaikan beberapa butir kesimpulan sekaligus berfungsi sebagai jawaban konkret atas masalah yang telah dirumuskan dalam bab pendahuluan.berikut dengan saran-saran yang ditunjukan kepada para cendikiawan muslim untuk lebih gigih dan giat dalam mengembangkan dunia ilmu khususnya yang berkaitan dengan hukum islam konteporer.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT A. Pengertian Zakat menurut bahasa adalah merupakan kata masdar dari zaka’yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji yang semua arti ini sangat populer dalam menterjemahkan baik al-qur’an dan hadist.1 Imam Abu Bakar bin Muhamad AlHusainiy Mengatakan
2 ! " #$% & '( ) ٢ .1 ! *+ ,-. /01 2 34 ! 56 7 84 9: ( . ;<4 “Zakat menurut pengertian Syara’ (terminologi) adalah suatu nama yang khusus untuk menentukan kadar-harta benda yang akan diserahkan kepada ashnaf (golongan) tertentu dengan syarat-syarat (yang tertentu pula) dinamakan zakat karena harta-benda itu tumbuh dan mengadung barakah ketika dikeluarkan dan ketika didoakan oleh orang-arang yang menerimannya”.Sayyid Sabiq mengatakan
P Q 9: (. *+ & >! ?@ ? AB *C DEF " 6 GHI! J0 '( K /HI N L:! 4 /: B. M!> 2:B . 2 3! *+ 0$ " /:N 6 O ٣ . 2 3! $ /U V. W+ X. T " R S1! 1
Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, (Jakarta: salemba diniyah ) cet.1 h.10 2
Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, (Jakarta: salemba diniyah ) cet.1 h.10 3
Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, (Libanon: Daarrul Fikr, 1400H/1980, h.276
18
19
“Zakat merupakan suatu nama (yang ditetapkan)kepada sesuatu benda yang dikeluarkan oleh manusia dari hak Allah kepada fakir miskin.Dinamakan zakat karena keberadaannya mengandung harapan barakah,kebersihan jiwa dan pertumbuhan kebaikan.maka hal tersebut dinamakan zakat karena mengandung pengertian tumbuh,bersih dan barakah. Arti tumbuh dan suci sebenarnya tidak hanya digunakan untuk harta kekayaan tetapi kata itu bisa juga dipakai untuk menerangkan jiwa orang yang mengeluarkan zakat(muzzaki) dalam pandangan yusuf qardawi kata zakat dalam bentuk ma’rifat definisi disebutkan tiga puluh kali dalam al-quran diantaranya duapuluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat bersama shalat dan hanya satu kali disebut dalam kontek yang sama dengan shalat tetapi tidak dalam satu ayat surat al-mu’minun 1-4 menurut penelitiannya dalam Al-Qur’an tiga puluh kali kata zakat disebutkan delapan kali terdapat dalam surat –surat yang diturunkan dimakkah(makkiyah) sedangkan lainnya diturunkan dimadinah(madaniyah).4 B. Dasar Hukum 1. Al-Qur’an Meskipun sudah disinggung secara umum tentang dasar hukum zakat pada
halaman-halaman
sebelumnya
penulis
merasa
perlu
untuk
mengelompokan sumber pijakan zakat. Karena zakat merupakan sesuatu yang diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagai hak Allah Ta’ala yang diserahkan pada orang fakir. Adapun makna zakat itu 4
Yusuf Qarawi, Fikh al-zakat (Beirut: Muasaah al-Risalah, Juz I,1997) cet. 4 h. 39
20
sendiri adalah harapan akan adanya keberkahaan, kesucian jiwa, dan terdapat didalamnya kebaikan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah At-Taubah 10
Ös3y™ y7s?4θn=|¹ ¨βÎ) ( öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκ Ïj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{
(^_` :\/24Z)
∩⊇⊃⊂∪ íΟŠÎ=tæ ìì‹Ïϑy™ ª!$#uρ 3 öΝçλ°;
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 9: At-Taubah :103 ) Setelah turunnya ayat yang mewajibkan zakat dan makna dari zakat itu sendiri untuk diri kita pribadi zakat pun mempunyai makna dalam kehidupan sosial bahwa apabila zakat itu berjalan maka zakat itu sendiri akan menimbul sifat rasa tolong menolong antara sikaya
dan simiskin jadi tidak ada
perbedaan umat dimata Allah karena dengan zakat kita saling mengisi, menjaga pertolongan, saling kasih sayang sekaligus mempererat hubungan antara sesama melalui zakat.Surah At-Taubah 71
tβöθyγ÷Ζtƒuρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ šχρâß∆ù'tƒ 4 <Ù÷èt/ â!$uŠÏ9÷ρr& öΝßγàÒ÷èt/ àM≈oΨÏΒ÷σßϑø9$#uρ tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#uρ ÿ…ã&s!θß™‘u uρ ©!$# šχθãèŠÏÜãƒuρ nο4θx.¨“9$# šχθè?÷σãƒuρ nο4θn=¢Á9$# šχθßϑŠÉ)ãƒuρ Ìs3Ζßϑø9$# Çtã
(b^ :\/24Z)
∩∠⊇∪ ÒΟŠÅ3ym ͕tã ©!$# ¨βÎ) 3 ª!$# ãΝßγçΗxq÷z-y™ y7Íׯ≈s9'ρé& 4
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
21
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.9: At-Taubah: 71 ) Adapun ayat selanjutnya menerangkan bahwa zakat yang sudah dikeluarkan oleh seorang Muzaki di berikan kepada orang-orang yang berhak mendapatkan zakat tersebut dan yang dimaksud orang yang berhak menerima zakat disini ialah 8 ( delapan ) golongan yang dijelaskan dalam Surah At-Taubah ayat 60:
†Îûuρ öΝåκæ5θè=è% Ïπx ©9xσßϑø9$#uρ $pκö n=tæ t,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)à ù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# $yϑ¯ΡÎ) * íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ 3 «!$# š∅ÏiΒ ZπŸÒƒÌsù ( È≅‹Î6¡¡9$# Èø⌠$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ †Îûuρ tÏΒÌ≈tóø9$#uρ É>$s%Ìh9$#
(c_ :\/24Z)
∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya(mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS.9: At-Taubah: 60)
Imam Bukhari dan Muslim telah menghimpun Hadist-hadist yang berkaitan dengan zakat sekitar 800 hadist, termasuk beberapa atsar diantara hadist yang paling popular mengenai zakat adalah
22
e 4 .'5g(. J: g, WC hg *C ($ d : d /, *C ef$ , "4 ", i d. *C ($ k% l 56 m. WC U n J n !6 m - /o :#M 1 hg, i j(I! ٥ .6 p$ i. Uql!. *+ Z. j “Dari Umar ra Rasullah SAW bersabda Islam dibangun atas lima pondasi pokok yakni kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamad itu utusan Allah mendirikan shalat melaksanakan haji menunaikan zakat dan berpuasa dibulan ramadan
Hadist tersebut adalah sebagian dari nash yang bersifat umum yang menegaskan tentang kewajiban Zakat Mal dan Zakat Fitrah.sedangkan beberapa hadist lainya bersifat umum menjelaskan sub-sub masalah zakat seperti jenis harta yang dizakati, nisab, haul, asnaf ( golongan ) yang terkait dengannya. Hadist berikutnya dari ibnu abbas bahwa ketika Nabi SAW mengutus Muadz bin Jabal RA ke yaman beliau bersabda:
T" :! ? J, WC ef$ S A rA4 e3 56 m J, WC ef$ #s5 3, "4 ", , t m 'X !6 N *C ($ eDH. WC 5n J n !6 m - /o : ? '/,- m : & N !6 N 2 g: . #i vw x L g M 1 '/: g, yZ!N% d uC 56 m '/ g, N 7 8 " 81zB '/ m x P2 d% '/: g, yZ!N uC 56 m '/ g, N 7 8 , t m ٦ (J: g, E >Z) .'/< & N hg, {-B. '/< !| m “Dari ibnu Abbas ra berkata Rosul SAW bersabda kepada Muadz bin Jabal ketika diutus keyaman:sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah komunitas ahli kitab maka ketika kau sampai disana ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusannya jika mereka mematuhi 5
Muhamad Musthafa Diba al-Bagho, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet al-Yamama Univ.Damaskus Tahun 1999 hal.7 6 Ibid, Muhamad Musthafa Diba alBagho, h.213
23
mu maka informasikan bahwa Allah telah mewajibkan shadaqah yang akan diambil dari golongan yang kaya diantara mereka dan akan didistribusikan kepada golongan yang fakir.(HR.Bukhori dan Muslim)
Hadist ini menjelaskan bahwa kewajiban zakat adalah sebuah salah satu perkembangan Islam di Mekkah secara mutlak tidak dibatasi berapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harud dizakatkan. Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan kaum Muslimin belaka.dan pada tahun kedua setelah hijrah menurut keterangan yang mashur ditetepkan besar dan jumlah jenis harta yang dijelaskan secara terperinci.7 C. Tujuan, Hikmah, serta hakikat Zakat Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam melaksanakan ibadah zakat. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal dan horizontal.8Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan kesyukuran seorang hamba kepada Allah atas nikmat berupa harta yang diberikan kepadanya serta untuk membersihkan dan mensucikan diri dan hartanya itu.Dalam konteks inilah zakat betujuan untuk menata hubungan seorang hamba dengan Tuhannya sebagai pemberi rezeki. Sedangkan secara horizontal zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang mampu dengan pihak yang tidak mampu dan memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat 7
8
Al-Sayyid Sabiq, Fikih al-Sunnah 3, ( Bandung : Al-ma’arif, 1990) h.7
Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), h. 42
24
dalam kontek ini diharapakan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial diantara sesama manusia.Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Dalam hal ini, para ulama telah membahas mengenai apa hikmah dan tujuan dari adanya zakat. Diantaranya, menurut Yusuf Qardhawi9, secara umum terdapat dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu untuk kehudupan individu dan untuk kehidupan sosial kemasyarakat. Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembang sifat suka berinfak atau memberi, mengobati dari cinta dunia, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia, dengan ungkapan lain, esensi dari semua tujuan ini adalah pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya jiwa manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Tujuan kedua zakat dilihat dari keseimbangan sosial, zakat mendorong umat Islam untuk selalu menghindari kemudbaziran, bakhil dan tamak. Dengan zakat pula dapat memperbaiki perasaan-perasaan yang buruk yang timbul diantara orang-orang kaya dan miskin, dan memperbaiki hubungan antara mereka yang mengeluarkan zakat dengan kelompok-kelompok yang menerima zakat.10 Tujuan zakat dalam hubungan ini secara praktisnya tersebut adalah sebagai berikut: 11
9
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991), h. 848
10
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat, ( Jakarta: PT.Grafindo Persada.2006 )
11
M.Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, ( Jakarta: UI Press, 1988), h. 40
h.133
25
1. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin. 2. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang. 3. Mengangkat derajat dan membantunya keluar dari kesulitan hidup mustahik. 4. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial. Adapun hakikat zakat, berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkannya adalah merupakan hak mustahiq dan bukan merupakan pemberian atau kebaikan hati orang-orang kaya semata. Dengan kata lain, zakat mencermikan kewajiban bagi orang-orang kaya dan hak yang legal bagi golongan miskin, baik di minta ataupun tidak. 12 Dengan demikian di dalam zakat tidak ada istilah hutang budi, balas budi, malu ataupun hina.Hal ini karena hakikatnya zakat adalah pemberian dari Allah swt. Lagi pula menurut Islam seseorang yang kaya tidak lah berlebih kedudukannya di sisi Allah dari prang miskin karena hartanya. Karena yang membedakannya hanya derajat ketakwaannya. Hakikat zakat yang demikian menanamkan kesadaran bahwa segala yang ada di bumi dan di langit serta di seisinya adalah milik Allah, dan harta yang di miliki seseorang itu pada hakikatnya adalah amanah dari Allah swt semata. Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT surat at-taubah ayat 104
12
h. 44
Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008),
26
uθèδ ©!$# 4χr&uρ ÏM≈s%y‰¢Á9$# ä‹è{ù'tƒuρ ÍνÏŠ$t7Ïã ôtã sπt/öθ−G9$# ã≅t7ø)tƒ uθèδ ©!$# ¨βr& (#þθãΚn=÷ètƒ óΟs9r&
(^_} :\/24Z) ∩⊇⊃⊆∪ ÞΟŠÏm§9$# Ü>#§θ−G9$# Artinya: Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (QS. 9: At-Taubah: 104)
Makna ayat ini lanjutan dari ayat sebelumnya yaitu QS: At-Taubah :103 bahwasanya
sekelompok
orang
yang
imanya
masih
lemah,
yang
mencampurbaurkan amal baik dan buruk dalam kegiatanya. Dan mereka mengharap ampunan dari Allah SWT dan salah satu cara pengampunannya adalah melalui sedekah dan pembayaran zakat.13 D. Harta Yang Wajib di Zakatkan Secara umum zakat terbagi menjadi dua macam: pertama.zakat yang berhubungan dengan badanatau disebut zakat fitrah.zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar yang dilaksanakan maksimal sebelum khatib turun dari mimbar pada hari raya idul fitri,sebagai tanda syukur kepada Allah SWT karena telah selesai menunaikan ibadah puasa selain untuk menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya, kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat maal. Dalam penulisan ini lebih memfokuskan pada zakat maal yang telah
13
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 5, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002) h.706
27
mengalami perkembangan pada perekonomian modern, sehingga dengan demikian hanya sedikit membahas tentang zakat fitrah.14 Menurut Al-Jaziri, ulama mazhab yang empat secara Ittifaq (sependapat) mengatakan bahwa jenis harta yangwajib dizakatkan ada lima macam yaitu : binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba) emas dan perak, perdagangan, pertambangan, harta temuan dan petanian.15Sementara itu menurut Yasuf Al-Qardhawi16 jenis-jenis harta yang wajib dizakati adalah: binatang ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil pertanian, hasil sewa tanah, madu dan produksi hean lainnya, barang tambang dan hasil laut, hasil investasi pabrik dan gudang, hasil pencarian dan profesi, hasil saham dan obligasi. Memperhatikan pendapat diatas,maka jenis harta yang wajib dizakati mengalami perubahan dan perkembangan.artinya jenis- jenis harta sebagaimana disebut diatas,masih dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi dan dunia usaha. Sedangkan dalam Undang-undang tentang pengelolaan Zakat17 disebutkan jenis harta yang dikenai zakat, yaitu: emas dan perak, uang, perdagangan dan
14
Shahih Bukhori (Riyadh: Daar el-Salam,2000 ), h. 925-927
15
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazhab al-Arba’ah,( Beirut: Ihya Turats alarabi,tt), h. 596 16
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Bandung: Mizan, 1996), h. 122-123
17
Bab IV, pasal 11(2), Undang-undang No. 38/1999,h. 9
28
perusahaan,hasil pertanian,hasil perkebunan, hasil perikanan, hasil petambangan, hasil perternakan, hasil pendapatana dan jasa. Dan rikaz (harta temuan). Harta kekayaan sebagaimana disebut diatas, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar, dan waktu/haul). Adapun syarat-syarat yang wajib dizakati yaitu:18 1. Milik penuh, yaitu kekayaan yang berada dibawah kekuasaan pemilik dan tidak tersangkut didalamnya hak orang lain. 2. Berkembang, yaitu kekayaan yang dikembangakan atau mempunyai potensi untuk berkembanga produktif dan memberikan keuntungan atau pendapatan. 3. Cukup nisab, yaitu jumlah minimal yang harus dikeluarkan zakatnya. 4. Lebih dari kebutuhan rutin. Yang dimaksudkebutuhan rutin adalah sesuatu yang harus ada untuk ketahanan hidup seperti makan, minum, pakaian, perumahan dan sebagainya. 5. Bebas dari hutang (pemilikan sempurna) orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senisab yang harus dibayar pada waktu yang sama(dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. 6. Berlaku satu tahun, maksudnya adlah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan
18
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991), h. 848-876
29
dan perniagaan, sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
E. Sasaran Zakat19 Mustahiq zakat atau orang yang berhak menerima zakat harta benda (zakat maal) ada delapan asnaf (golongan) yakni fakir, miskin, amil
(petugas
zakat), muallaf(orang yang baru masuk Islam).Riqab (budak), gharimin (orang yang berhutang), fisabilillah (orang yang berijtihad dijalan Allah).Ibnu sabil (yang dalam perjalanan) sebagaimana didasarkan pada firman Allah SWT yang berbunyi:
†Îûuρ öΝåκæ5θè=è% Ïπx ©9xσßϑø9$#uρ $pκö n=tæ t,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)à ù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# $yϑ¯ΡÎ) íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ 3 «!$# š∅ÏiΒ ZπŸÒƒÌsù ( È≅‹Î6¡¡9$# Èø⌠$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ †Îûuρ tÏΒÌ≈tóø9$#uρ É>$s%Ìh9$#
(c_ :\/24Z)
∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym
Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya(mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”(QS. 9: At-Taubah: 60) 1. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau mempunyai harta yang kurang dari seperdua kecukupanya20, tidak ada oang yang berkewajiban memberi belanja.21
19
Muhamad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 189-194
30
2. Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih tetapi tidak sampai mencukupi. 3. Amilin adalah orang yang bertugas mengambil zakat dari dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq.22 4. Muallaf adalah orang-orang yang yang sedang dilunakan hatinya untuk memeluk Islam atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk memnjegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin. Muallaf ada empat macam: a. Orang yang baru masuk Islam, sedangkan imannya belum teguh. b. Orang Islam yang yang berpengaruh dalam kaumnya, dan kita berpengharapan kalau dia diberikan zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk Islam. c. Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang dibawah pengaruhnyanya. d. Orang yang menolak kejahatan orang anti zakat.23
20
Yang dimaksud dengan kecukupan ialah menurut umur biasa 62 tahun maka yang mencukupi dalam masa tersebut dinamakan”kaya”, tidak boleh diberi zakat, dan ini dinamakan kaya dengan harta.adapun kaya dengan usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu yang tiap-tiap hari atau bulanan, maka kecukupannya dihitung tiap hari atau tiap bulan. Apabila suatu hari penghasilannya tidak mencukupi hari itu dia boleh menerima zakat. Adanya rumah yang didiami, pekakas tumah tangga dan lain-lain yang diperlukan tiap hari tidak dihitung sebagai kekayaan berarti tidak menghalanginya dari keadaan yang tergolong fakir atau miskin 21 22
23
Sualaiman Rajid, Fikih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algonsindo,1995), hal. 213 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak, (Jakarta: kencana, 2006), Hal.96
Departemen Agama RI, Pedoman Zakat seri 9,(Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2006), h.83
31
5. Riqab (orang-orang yang memerdekakan budak) adalah orang yang mmebeli budak dari harta zakatnya untuk memerdekakannya. Dalam hal ini babyak dalil yang cukup dan sangat jelas bahwa Islam telah memenuhi berbagai jalan dalam rangka menghapus perbudakan. Hukun ini sudah tidak berlaku karena pebudakan telah tiada 6. Al-Gharimah (orang yang mempunyai utang) adalah orang yang mempunyai hutang yang dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Dan zakat diberikan agar mereka dapat membayar hutang mereka., menurut kesepakatan para ulama mazhab. 7. Fisabilillah (orang yang berada dijalan Allah) menurut empat mazhab orangorang yang berpegang secara suka rela untuk membela Islam. 8. Ibnu sabil adalah orang asing yang menempuh perjalanan kenegeri lain dan sudah tidak punya harta lagi zakat boleh diberikan kepadanya sesuai dengan ongkos perjalanan untuk kembali kenegaranya24
24
Muhamad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera,2007), h. 189-194
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK A. Pengertian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan partikelir kesektor) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbalik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum(publieke uitgaven).1 Pajak menurut ahli keuangan ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum di satu pihak untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik, dan tujuan- tujuan lain2. Dalam hukum Islam terdapat beberapa istilah yang dapat diartikan sebagai pajak. Misalnya: Istilah jizyah merupakan suatu bagian kekayaan yang diambil dari orang-orang kafir zimmi sebagai kewajiban baginya karena telah dilindungi keselamatan diri dan hartanya oleh pemerintah Islam.3 Al-kharaj merupakan bagian suatu kekayaan yang telah dikeluarkan oleh setiap penduduk yang tunduk dibawah kekuasaan pemerintahan Islam bagi yang memiliki pertanian atau perkebunan. Adh-dariibah merupakan suatu bagian 1
Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Yogyakarta: Libert 1992),h.57 2
3
Yusuf Qardhowi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988), h.999 Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), h.163
32
33
kekayaan yang dikeluarkan oleh orang-orang kafir yang telah dilakukan oleh tentara Islam dengan sebutan al-Harbi dengan membebani pajak 10 % dari kekayaannya.4 Al-‘usyuriyah yaitu pajak yang dikeluarkan oleh setiap warga dibawah kekuasaan pemerintah islam yang terdiri dari golongan Muslim, Ahlul Dzimmi dan Ahlul Harbi. Hal ini dikatakan ‘isyuriyah karena jumlahnya 10% dikeluarkan dari kekayaan Ahlul Harbi dengan istilah “al-“usyur”dan 5% dikeluarkan dari kekayaan Ahlul Dzimmi dengan istilah “Nusful ‘Usyur”serta 2,5% dikeluarkan dari kekayaan orang-oran Muslim dengan istilah”Rubu’ul ‘usyur”.pajak yang seperti ini disebut”Al-Kharaaf 5. Akan tetapi Undang-undang perpajakan No.36 tahun 2008 merumuskan pengertian pajak bab I pasal I sebagai berikut:“Pajak penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorang dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun.”6 B. Sumber Hukum Hukum pajak adalah sabagai hukum positif merupakan bagian hukum nasional yang berlaku dengan memiliki sumber hukum.akan tetapi sumber hukum yang dimilki oleh hokum pajak hanya bersumber pada hukum tertulis yang
4
5
Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), h.172 Asy-Syaukaaniy, Nailul Author, Juz VIII (Mesir: Mustahafaa Al-baby Al-Halaby), h.71
6
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI,(Jakarta: PT.Intermasa, 1989) 6
Abi Fadhil Ahmad bin ali bin Hajar al-Asqolani, Bulughu Al-Maram min Al-Adilatul Ahkam, (Mesir: Daarul Abidin, Tahun 1998), h.295
34
berkaitan dibidang perpajakan karena keberadaan hukum pajak hanya didukung oleh peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai produk legislatif untuk lebih jelasnya mengenai sumber hukum pajak dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 Tentang Perubahan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, Tanggal 21 Desember 1994. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan Pengurangan atau Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal 22 Desember 2000. 4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 18/PJ.24/1995 Tentang Perubahan atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 05/PJ.24/1995 Tanggal 3 Februari 1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tanggal 5 Mei 1995. 5. Peraturan menteri Keuangan NO.254/PMK.03/2010 tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagaman yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
35
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghailan bruto (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 98,tambahan lembaran Negara Republik Indonesia 5148).7 C. Jenis-jenis 8 Dalam hukum pajak terdapat berbagai perbedaan jenis-jenis pajak, yang dibagi kedalam perbedaan pajak menurut golongan, perbedaan pajak menutut sifatnya dan perbedaan pajak menurut lembaga pemungutannya, adapun semua itu dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menurut golongannya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, berikut ini diuraikan pengertian masing-masing: a. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendirir oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan b. Pajak tidak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Adapun dalam pengertian administrative pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak misalnya terjadi penyerahan barang,pembuatan akte. Contoh : pajak pertambahan nilai dan bea materai. 7
8
Hhtp://blogdeta.blogspotcom/2009/Dasar Hukum-Pajak.html 31 mei 2009
Rahmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Yogyakarta: Liberty,1992), h.9-10
36
2. Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif berikut ini diuraukan pengertian masing-masing: a. Pajak Subjektif ( bersifat perorangan) adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak untuk memetapakan pajaknya harus ditemukan alas an-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. Contoh : pajak penghasilan orang pribadi, hubungan antara pajak dan wajib pajak langsung oleh karena besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar tergantung pada besarnya penghasilan sesorang. b. Pajak objektif ( bersifat kebendaan) adalah pajak objektif pertama-tama melihat kepada objeknya baik itu berupa benda dapat pula berupa keadaan,perbuatan
atau
peristiwa
yang
mengakibatkan
timbulnya
kewajiban membayar pajak. 3. Menurut lembaga pemungutannya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak Negara dan pajak daerah,berikut ini diuranikan pengertian masing-masing : a. Pajak Negara adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat yang penyelengaraanya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga Negara pada umumnya.contoh : -
Pajak penghasilan adalah merupakan salah satu pajak Negara memiliki objek yang dapat dokenakan pajak, yakni “penghasilan”. Adapun pengertian penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah setiap
37
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yan berasal di Indonesia maupun yang di luar Indonesia -
PPN (pajak pertambahan nilai) secara tegas diatur dalam UU PPN, yang menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai dikenakan atas pajak penjualan atas barang mewah penyerahan jasa dan ekspor barang pengusaha
-
Pajak bumi dan bangunan, keduanya dapat berdiri sendiri atau secara bersama-sama sebagai objek yang dapat dikenakan pajak bumi dan bangunan adapun yang dimaksud dengan bumi itu sendiri meliputi bagian dalam bumi seperti tanah, peraianran pedalaman serta laut daerah Indonesia,dan yang dimaksud bangunan itu sendiri adalah bangunan yang berdiri diatas permukaan bumi seperti hotel, pabrik jalan tol dan lain-lain.
-
Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang digunakan oleh orang pribadi atau badan dalam lalu lintas hukum.
b. Pajak daerah adalah pajak-pajak yang dimungut oleh daerah, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing Contoh : pajak kendaraan bermotor, pajak radio, dan pajak pembangunan. D. Fungsi dan pengaruhnya dimasyarakat Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
38
merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Fungsi anggaran (budgetair) adalah Sebagai sumber pendapatan Negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai , belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari pegawai pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.9 2. Fungsi stabilitas yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.10 3. Fungsi redistribusi pendapatan yaitu pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
9
R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965), h.16 R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965), h.6
10
39
juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.11 Setiap pajak terdiri dari sasaran atau objek pajak(tax bas ) dan tarif pajak (tax rate).objek pajak adalah segala sesuatu yang dapat dapat dikenai pajak yang berupa pendapatan,barang-barang ,kekayaan dan juga perpindahan hak milik atas barang.12dan dalam pemungutuan pajak itu sendiri terdapat perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidak cocokan masyarakat terhadap diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam perlawan akibat tekanan pajak. E. Syarat-syarat Pemungutan Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: 1. Pemungutan pajak harus adil yaitu seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya: Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak dan pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib 11
Muhamad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), h.33 12
M.Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Badan Penerbit FE UGM,1987) h.143-144
40
pajak serta sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.13 2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU yaitu sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum serta Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.14 3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian,
baik
kegiatan
produksi,
perdagangan,
maupun
jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasuk pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.15 4. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang 13
Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaen, Perpajakan, ( Jakarta: UPP AMPYKPN, 2005),
14
Muhamad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, ( Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
h.16
2007), h.5 15
hal.27-28
R.Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965),
41
diterima lebih rendah dari pada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak 16 F. Perbandingan Antara Zakat Dan Pajak Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian pajak dan zakat maka diantara kedua terdapat pesamaan dan perbedaan keduanya, Adapun persamaan antara zakat dan pajak adalah: 1. Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat yang harus dibayar tiap tahunnya.17 Bila sorang
muslim
terlambat
membayar
zakat,
karena
keimanan
dan
keislamannnya belum kuat, disini pemerintah Islam akan memaksanya,
16
R.Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Eresco N.V.,1965),
hal.28 17
Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulya, 2003), H.175
42
bahkan memeranggi mereka yang enggan membayar zakat, bila mereka punya kekuatan. 2. Bila pajak harus disetorkan kepada lembaga masyarakat atau Negara, pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian, karena pada dasarnya zakat itu harus diserahkan kepada pemerintah sebagai badan yang disebut dalam Alqur’an yaitu amil zakat. 3. Diantara ketentuan pajak ialah tidak adanya imbalan tertentu. Pada wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan usahanya. Demikia halnya dalam zakat. Pezakat tidak memperoleh suatu imbalan. Ia membayar zakat selaku masyarakat Islam. Dia hanya memperoleh perlindungan,
penjagaan
dan
solidaritas
dari
masyarakat.
Ia wajib
memberikan haertanya untuk menolong warga masyarakat dan membantu mereka dalam menangulanggi kemiskinan, kelemahan dan penderitaan hidup dan demi tegaknya kalimat Allah dan kebenaran di muka bumi tanda mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya. 4. Apabila pajak pada zaman moderen mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik di samping tujuan keuangan, maka zakat itu mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkawan yang lebih luas dan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat18.
18
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, ( Jakarta: Lentera, 1991 ), h.999-1000
43
Adapun beberapa perbedaan antara zakat dan pajak adalah: 1. Zakat mengandung arti suci, tumbuh dan berkah. orang yang mengeluarkan zakat, jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak, hartanya tidak kotor lagi karena hak orang telah disisihkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati itu membawa berkah, dan tumbuh berkembang dari pengetian zakat tersebut sehinga timbul dari simuzaki bahwa zakt itu bukan sebuah perintah semata akan tetapi keharusan bagi simuzaki untuk mengeluarkannya agar harta yang dia memiliki terdapat keberkahaan dan kesucian didalamnya. Sedangkan pajak artinya hutang, pajak tanah, upeti dan sebagainya yang wajib dibayar, sehingga kesan pajak adalah beban berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu di manfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan Negara. 2. Zakat ialah ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda bersyukur kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas muslim ataupun non muslim yang tidak dikaitkan dengan ibadah. Berbeda dengan zakat, harus di niatkan mengeluarkan zakat itu, sedangkan pajak tidak memerlukan niat, apalagi non muslim. 3. Zakat ketentuannya dari Allah dan rasul-Nya yaitu penentuan nisab dan penyalurannya, sedangkan pajak sangan bergantung kepada kebijaksanaan penguasa
(pemeritah). Orang yang dikenakan pajak belum tentu membayar
zakat karena zakat ada patokan nisabnya yang berlaku, sedangkan pajak bisa dimunculkan dan mungkin dihapuskan.
44
4. Zakat adalah kewajiban yang bersifat permanen, terus menerus berjalan selama hidup dan kewajiabn mengeluarkan zakat tidak dihapuskan oleh siapapun. berbeda dengan pajak yang bisa ditambah, dikurangi dan bahkan dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara. 5. Pos- pos penyaluran zakat sudah di jelaskan dalam Al-qur’an dan diikuti oleh amal perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Pos- pos pengeluarannya lebih terbatas bila dibandingkan dengan pajak yang cakupannya lebih umum. 6. Wajib pajak berhubungan dengan pemerintah dan adakalanya orang menghindar dari kewajiban membayar pajak. Berbeda dengan zakat orang yang wajib zakat langsung berhubungan dengan Allah. 7. Maksud dan tujuan zakat mengadung pembinaan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak19.
19
M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah ,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.63
BAB IV ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK A. Zakat dalam yuridiksi pajak penghasilan Menurut pasal 1 (2) UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, zakat didefinisikan sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak kapada yang berhak menerimanya.1 Zakat merupakan ibadah yang bukan hanya berdimensi vertikal yaitu hubungan antara seorang muslim dengan Allah, namun zakat juga merupakan bentuk kepedulian sosial seorang muslim. Dengan demikian, sejak keberadaan UU No.38 Tahun 1999 zakat memiliki peranan penting bagi kepedulian sosial seorang/komunitas muslim dimana didalam sebagian hartanya ada yang merupakan hak orang lain yang wajib dikeluarkan.2 Secara lebih spesifik, dalam pembukaan UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat bahwa dasar-dasar pertimbangan dikeluarkannya undangundang tersebut adalah: 1. Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing; 2. Bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat; 1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
2
Yusuf Qardhowi, Hukum Zakat, (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988), h.1112
45
46
3. Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu. 4. Bahwa upaya penyempurnaan system pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil dan berdayaguna dapat dipertanggung jawabkan.3 Beberapa pertimbangan diatas merupakan dasar dikeluarkannya UU No. 38 Tahun 1999 dengan undang-undang tersebut diharapakan pengelolaan zakat akan semakin efektif dan efisien. Hal ini dilakuakan agar kaum muslimin di Indonesia yang telah membayar zakat tidak terkena beban ganda. Di samping ia harus membayar zakat, ia juga memiliki kewajiban Negara dengan membayar pajak. Dengan ada UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakatupaya dapat memperkecil beban berganda yang telah ditanggung umat muslim di Indonesia. Oleh karena itu pedoman yang dikeluarkan adalah berupa pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak.4 Hal tersebut memang yang diharapakan oleh pemerintah sesuai dengan bunyi pasal 14 ayat 3 undang-undang tersebut berbunyi: “zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dapat dikurangkan
3
A.Rahman Zaenudin, Berbagai pandangan tentang zakat: Implikasinya pada pemerataan, (Jakarta: paramadina, 2000), h.17 4
Ibid
47
dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”5 Adapun peraturan yang mengatur masalah pajak penghasilan khususnya yang berhubungan dengan masalah zakat adalah UU No. 17 Tahun 2000 Tentang pajak penghasilan dapat dilihat dari pasal 4 ayat 3 huruf a No.1 disebutkan bahwa “ yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan amil zakat atau Lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintahkan dan para penerimaan zakat yang berhak”.6 Kemudian pasal 9 ayat 1 huruf g menyatakan: “untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam Negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan b kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang ditentukan atau disahkan oleh pemerintah.” Ketentuan di atas jelas menyatakan bahwa zakat diperlukan sebagai unsur pengurang penghasilan untuk menentukan penghasilan kena pajak yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Untuk menentukan penghasilan kena 5
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
6
Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan
48
pajak suatu penghasilan harus dikurangi dengan biaya-biaya sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 UU No.17 Tahun 2000. Sedangkan untuk menentukan angka penghasilan kena pajak yang akan dikalikan dengan tarif pajak. Suatu penghasilan juga dimungkinkan oleh undang-undang dapat dikurangi dengan pengeluaran tertentu, sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf g UU No.17 Tahun 2000.7 B. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak Sejak tahun 1968, umat Islam Indonesia telah berjuang untuk membentuk lembaga yang berkecimpungan di bidang zakat. Keinginan tersebut dijawab dengan lahirnya undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, meskipun masih juga belum memuaskan semua pihak, namun paling tidak dengan adanya undang-undang tersebut usaha untuk meningkatkan kesejateraan umat melalui jalur zakat mulai terbuka.8 Dengan adanya UU No. 38 tahun 1999 dana yang dikumpulkan berupa ZIS (zakat, infak dan sadaqoh) dapat dikelola lebih efektif dan efisien melalui lembaga khusus yang disahkan oleh pemerintah yakni Badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil zakat (LAZ).9 Adapun zakat yang secara sah dapat dikurangi dari penghasilan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak maka wajib pajak harus melampiri bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarnya pada surat pemberitahuan 7
R.Mansyuri, Pembahasan Mendalam atas Penghasilan. (Jakarta: Penerbit YP4, 2000), h.35
8
A.Rahman Zaenudin, Berbagai Pandangan tentang Zakat: Implikasinya pada pemerataan, (Jakarta: Paramadina,2000), hal.17 9
Tengku M.Hasbi ash-Shiddieq, Pedoman Zakat, (Jakarta: PT.Pustaka Rizki Putra,1999), h.19
49
pajak. Hak ini sesuai dengan keputusan Dirjen Pajak No.KEP-214/PJ/2001 Tanggal 15 Maret 2001. Adapun ketentuan lengkap pasal 3 No.39 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-214/PJ/2001 adalah sebagai berikut: “keterangan atau dokumen lain yang harus dilampirkan pada surat pemberitahuan pajak penghasilan wajib pajak pribadi yang menyelenggarakan pembukuan adalah bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.” Dengan adanya peraturan-peraturan diatas merupakan momentum baru dalam system pengelolaan zakat di Negara kita sekaligus momentum yang tepat untuk meningkatkan penerimaan zakat untuk mengangkat kualitas perekonomian umat Islam di Nergeri ini yang konon kurang lebih 90% penduduknya beragama Islam. Momentum ini semakin kuat ketika pemerintah akan memberlakukan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) mulai Januari 2001. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri agama, Sayyid Agil Husain Al-Munawar yang dimuat di harian Koran Tempo sebagai berikut: “mulai januari 2002 mendatang, pemerintah akan memberlakukan Nomor Pokok Wajib Zakat bagi umat Islam. Pembayaran zakat yang memiliki NPWZ itu akan mendapat potongan pajak penghasilan sebesar 2,5% dari nilai pajak yang harus dibayarkan.10. Dengan demikan, seorang wajib pajak yang memiliki kewajiban zakat akan memiliki dua nomor identitas
10
Koran Tempo, Pemerintah berlakukan Nomor Wajib Pajak., 22 Nopember 2001
50
sekaligus yaitu NPWP dan NPWZ yang menurut kasubdit pemeriksaan II KPDJP, keduanya dikaitkan satu sama lain atau disatukan sekaligus.11 Wacana ini diperkuat oleh peraturan pemerintah yang baru-baru ini dikeluarkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 pasal 1 b yaitu “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.” Adapun hal yang menjelaskan tentang persyaratan adanya bukti setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ditegaskan dalam pasal 2 yang berbunyi “apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat keagamaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto”.12 Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1 juga menjelaskan tentang zakat dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak yang berbunyi “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di
11
12
Berita Pajak, Konsep Penyetoran dan Pemungutan Zakat oleh Negara, 15 Desember 2001
Peraturan Pemerintah Republik Ondonesia No.60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan
51
Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah”. Sedangkan hal yang menjelaskan tentang persyaratan adanya bukti setoran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat keagamaan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.”13 Adapun Mekanisme zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) adalah14: 1. Zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) hanya berlaku bagi muzakki yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga zakat akan mendapatkan bukti setor zakat.dan bukti setor zakat akan diperoleh setelah muzakki mempunyai Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) 3. Apabila muzakki ingin zakat yang dibayarkan mengurangi PKP,maka: -
Pada SPT Tahunan kolom 6 dituliskan jumlah zakat yang dibayarkan ke BAZ dan LAZ
-
13
Bukti setoran zakat lembar 1 disertakan sebagai lampiran SPT Tahunan
Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan 14 BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, makalah forum zakat, hal.4
52
-
Apabila ada kelebihan bayar pada SPT tahunan akibat pembayaran zakat maka zakat yang telah dibayar akan dikembalikan kepada wajib pajak
C. Perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak Sebelum kita membahas tentang perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak kita harus mengetahui dahulu bagaimana perhitungan penghasilan kena pajak dan penghasilan tidak kena pajak itu sendiri adapun ketentuan dan perhitungannya sudah diatur dalam undang-undang perpajakan No.17 tahun 2000 pasal 17 yaitu:15 1. Pajak penghasilan orang pribadi PKP s.d Rp.25.000.000
tarif pajak 5%
Rp.25.000.000 s.d Rp.50.000.000
tarif pajak 10%
Rp.50.000.000 s.d Rp.100.000.000
tarif pajak 15%
Rp.100.000.000 s.d Rp.200.000.000
tarif pajak 25%
Di atas Rp.200.000.000
tarif pajak 35%
2. Pajak penghasilan badan PKP s.d Rp.50.000.000
tarif pajak 10%
Rp.50.000.000 s.d Rp.100.000.000
tarif pajak 15%
Di atas Rp.100.000.000
tarif pajak 30%
Untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak orang pribadi penghasilan nettonya dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak
15
Gustian Djuanda,dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006),h.107
53
(PTKP). Besarnya PTKP bagi wajib pajak orang pribadi berdasarkan status wajib pajak yang bersangkutan. Sedangkan status wajib pajak ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.16 Untuk memperjelas ciri-ciri bahwa pajak penghasilan orang pribadi adalah merupakan pajak subjektif personal yang diatur dalam pasal 7 Undang-undang PPh (pajak penghasilan) memberikan keringanan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang dihubungkan dengan keadaan pribadi wajib pajak (keluarga dan tanggungan) status wajib pajak terdiri dari:17 1. Tidak kawin (TK) beserta tanggungannya misalnya,TK/1:tidak kawin dengan satu tanggungan,TK/2,TK/3,dan TK/0 2. Kawin beserta tanggungannya misalnya kawin tanpa tanggungan (K/0), kawin dengan satu tanggungan (K/1),(K/2),(K/3). Wajib pajak dengan status seperti ini berarti wajib pajak (WP) kawin, istrinya tidak mempunyai penghasilan atau istrinya mempunyai penghasilan tetapi tidak perlu digabung dengan penghasilan suaminya di SPT PPh orang pribadi. 3. Kawin, istri punya penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan suaminya, serta jumlah tanggunannya, disingkat K/i/…misalnya:K/i/O artinya WP kawin,istrinya punya penghasilan dan digabungkan dengan penghasilan suaminya di SPT dan tanpa tanggungan. 4. PH:status wajib pajak (WP) adalah melakukan perjanjian tertulis untuk pisah harta dan penghasilan. 16
Ibid.,hal.109-110 Gustian Djuanda,dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2006), h.110 17
54
Yang boleh menjadi tanggungan adalah anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti orang tua lurus keatas dan anak lurus kebawah, dan keluarga semenda dalam garis lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti mertua, serta anak angkat. yang boleh menjadi tanggungan paling banyak adalah 3 (tiga) orang. Yang dimaksud menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.18 Besarnya penghasilan tidak kena pajak yang boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto wajib pajak pribadi berdasarkan pasal 7 UU Nomor 17 tahun 2000 berlaku sampai dengan tahun pajak 2004. kemudian mulai tanggal 1 januari 2005 berlaku ketentuan PTKP baru berdasarkan peraturan menteri keuangan RI Nomor: 564/KMK.03/2004 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak.besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berdasarkan pasal 1 menteri keuangan Nomor: 564/KMk.03/2004 adalah sebagai berikut:19 1. Untuk diri wajib pajak PTKP sebesar Rp.12.000.000 2. Tambahan untuk wajib kawin PTKP sebesar 1.200.000 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami PTKP sebesar 12.000.000 18
Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaein, Perpajakan, (Yogyakarta : UPPAMPYKPN, 2005), h.130 19
Ahmad Tjahjono dan M.Fakhri Husaein, Perpajakan, (Yogyakarta : UPPAMPYKPN, 2005), h.131
55
4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. Untuk mendapatkan gambaran perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak berikut ini contoh perhitungannya yaitu: Contoh 1: wajib pajak orang pribadi: Saudara D adalah pekerja dengan gaji Rp.2.000.000,- per bulan. ia mempunya istri dan 3 orang anak. Cara menghitungnya adalah: Penghasilan bruto 12x Rp.2.000.000,-
Rp.24.000.000,-
Biaya jabatan 5% x 24.000.000,-
Rp.1.200.000.-
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp.22.800.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x 22.800.000.-
Rp.570.000.-
Penghasilan netto setelah zakat
Rp.22.230.000.-
PTKP K/3: 1. Wajib pajak
: Rp.12.000.000,-
2. Tambahan untuk wajib pajak kawin
: Rp.1.200.000,-
3. Tambahan untuk setiap anggota keluarga 3 x Rp.1.200.000 : Rp.3.600.000,Rp.16.800.000,Penghasilan netto – PTKP K/3
Rp.22.230.000,Rp.16.800.000,Rp.5.430.000,-
PPh terutang 5% x Rp.5.430.000
Rp.271.500,-
56
Contoh 2 : wajib pajak badan yang dimiliki pemeluk agama Islam: Kondisi PT W adalah prusahaan dagang dengan penjualan tahun 2010 sebesar Rp.80.000.000.- harga pokok penjualan Rp.50.000.000 biaya umum dan administrasinya Rp.15.000.000,Penghitungan: Penghasilan bruto
Rp.80.000.000,-
Harga pokok penjualan
Rp.50.000.000,-
Laba bruto usaha
Rp.30.000.000,-
Biaya umum dan adminitrasi
Rp.15.000.000,-
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp.15.000.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x Rp.15.000.000
Rp.375.000,-
Penghasilan netto setelah zakat
Rp.14.625.000,-
PTKP/TK0
Rp.12.000.000,-
Penghasilan kena pajak
Rp.2.625.000,-
PPh terutang 10% x 2.625.000,-
Rp.262.500,-
Contoh 3 wajib pajak badan yang mempunyai tanggungan: Kondisi sdr.Y mempunyai toko dagang dengan penjualan tahun 2010 sebesar Rp.70.000.000,harga
pokok
penjualan
Rp.30.000.000,-
biaya
umum
administrasi
Rp.10.000.000,- sdr Y mempunyai istri dan 3 orang anak. Perhitungan : Penghasilan bruto
Rp.70.000.000,-
Harga pokok penjualan
Rp.30.000.000,-
57
Biaya umum administrasi
Rp.10.000.000,-
Laba bruto usaha
Rp.30.000.000,-
Penghasilan netto sebelum zakat
Rp.30.000.000,-
Zakat yang harus dibayar 2,5% x 30.000.000,-
Rp.750.000,-
Penghasilan netto setelah zakat
Rp.29.250.000,-
PTKP/K3
Rp.16.800.000,-
Penghasilan kena pajak
Rp.12.450.000,-
PPh terutang 5% x 12.450.000
Rp. 622.500,-
D. Analisis Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak 1. Analisis Teori Kewajiban zakat merupakan ketentuan yang datang dari Tuhan bagi umat Islam dimana klausal dan sistematika hukumnya terdapat dalam alQur’an dan dijelaskan lebih rinci dalam al-Hadits. Sebagai suatu kewajiban yang datang dari agama dimana Indonesia bukan Negara agama maka tanpa ada hukum positif atau perundang-undangan sesuatu kewajiban yang harus ditegakan dalam kacamata agama tidak otomatis sama menurut kacamata Negara. Artinya meskipun shalat, puasa atau zakat merupakan kewajiban agama (Islam) namun Negara tidak memiliki pranata hukum untuk menegakan kewajiban tersebut. Untuk itu perlunya proses pengundangan hukum-hukum Islam menjadi hukum Negara Apabila suatu ketentuan syariat kemaslahatannya dianggap perlu untuk dijadikan hukum Negara.
58
Dengan telah diundangkannya UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka proses ke arah pengundangan tersebut disebut sebagai”sedang terjadi”karena proses tersebut sesungguhnya belum final. Artinya untuk menjadi sebuah produk perundang-undangan yang memiliki sifat memaksa sebagaimana biasa dikenal dalam dunia perpajakan maka jika kita lihat UU No.38 Tahun 1999 ketentuan yang dibuat hanya sebatas mengatur pengelolaan zakat khususnya lembaga amil zakat. Padahal hal terpenting suatu perundang-undangan adalah bagaimana ketentuan-ketentuan yang termuat didalam undang-undang dapat menjamin penegakan hukum atas isi perundang-undangan tersebut. Misalnya aturan tentang sanksi jika pihak yang mendapat kewajiban untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan oleh isi ketentuan tersebut tidak menjalankan, contoh dalam bab VII pasal 21 UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat diatur tentang sanksi. Namun sanksi yang dimaksud adalah diperuntukan bagi pengelolaan (amil) zakat bukan bagi pembayar zakat. Bandingkan dalam undang-undang perpajakan yang telah memiliki hukum yang lengkap sesuai tata urutan perundangan Negara Republik Indonesia, yang telah dimulai dari UUD 1945 pasal 23 dalam konteks ini berarti pengundangan peraturan zakat penghasilan belum sejajar dengan peraturan tentang pajak penghasilan.
59
2. Analisis atas Ketentuan Perundang-Undangan a. UU No.38 Tahun 1999 (Tentang Pengeloaan Zakat) Dengan dikeluarkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka munculah kesadaran bahwa peningkatan secara terus menerus terhadap system pengelolaan zakat agar lebih berdayaguna dengan memenuhi prinsip kepastian serta akuntabilitas. Kegiatan pengelolaan zakat mencakup kegiatan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayaguanaan zakat. Dengan adanya undang-undang ini diharapakan sumber dana zakat dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentas kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social dengan pengelolaan secara professional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarkat bersamasama dengan pemerintah. Undang-undang ini lebih bersifat mendidik dan menfasilitasi para wajib zakat dengan memberi arahan, pembinaan serta pengawasan bagi para wajib zakat yang tidak menunaikan kewajibannya atau tidak jujur dengan menginformasikan kewajiban zakat kepada ‘amilin. Adapun yang berkenaan dengan sanksi undang-undang ini hanya mengatur sanksi hukum atas pelanggaran yang dilakukan amil. Dengan demikian, posisi undang-undang ini diharapakan menjadi tonggak dari suatu proses kearah pengelolaan zakat yang penuh otoritas dengan dukungan legal yang memaksa, sebagaimana yang diberlakukan atas
60
penarikan pajak. Dalam kontek syariah zakat sebagai guru dan pajak sebagai murid atau pendukung. Posisi zakat di masa yang akan datang harus lebih kokoh diatas semangat taqwa dan dalam dukungan legal. Dengan diberlakukan undang-undang ini juga, diharapkan komunitas muslimin sedikit terkurangi beban ganda yang ditanggungnya selamai ini, yaitu selain membayar zakat komunitas muslim masih harus membayar zakat. Selain itu, diharapakan juga undang-undang ini akan berefek samping yang positif yaitu meningkatkan kesadaran membayar pajak karena terpacu telah membayar zakat b. UU No.17 Tahun 2000 yang Berkaitan dengan Masalah Zakat UU NO.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan juga mengatur tentang masalah zakat. Hal ini dapat kita kihat di pasal 4 dan pasal 9 undang-undang tersebut. Dalam pasal 4 dan 3 huruf a No.1 disebutkan bahwa”yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah bantuan sumbangan, termasuk zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak,” yang diperkuat oleh peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam oleh wajib pajak dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam yang diakui di Indosesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.” Pasal ini dengan jelas menyatakan bahwa zakat
61
yang dibayarkan bukan merupakan objek pajak, sehingga tidak dipungut pajaknya. Kemudian pasal 9 ayat 1 huruf g menyatakan: “untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan b kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau wajib pajak dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang ditentukan atau disahkan oleh pemerintah. ketentuan di atas secara jelas menyatakan bahwa zakat diperlakukan sebagai unsur pengurang penghasilan untuk menetukan penghasilan kena pajak yang akan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. c. Analisis dari Narasumber dan Hasil Wawancara Pada dasarnya zakat merupakan institusi yang bersumber dari syariat Islam. Sedangkan pajak merupakan institusi yang bersumber dari teori dan praktek dalam pengelolaan Negara. Dalam Negara yang tidak berideologi pada agama (Islam),biasanya institusi pajak lebih mapan berdasarkan undangundang. karena Indonesia bukan Negara Islam institusional lembaga pajak penghasilan jauh lebih maju dibandingkan dengan zakat penghasilan. Dengan telah ditetapkannya UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka kini kedua institusi tersebut telah berdiri relative sejajar sebagai lembaga yang
62
dikelola oleh Negara. Namun, karena peraturan tersebut masih baru maka pemberdayaan dan pengelolaan institusi zakat oleh Negara masih memerlukan reposisi yang membutuhkan waktu. Dalam menentukan apakah zakat dapat dikurangkan terhadap penghasilan kena pajak itu tergantung pada system yang dianut oleh suatu Negara yang ditetapkan dalam peraturan yang telah ada. Sedangkan di Indonesia dengan telah diterbitkannya UU no.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat penghasilan sebagai instrument penggalangan dana publik bagi keperluan Negara disamping instrument pajak penghasilan yang telah ada lebih dahulu. Sebagai sebuah proses atas reposisi institusi zakat penghasilan dimasamasa mendatang, maka keberadaan kedua undang-undang tersebut sudah memadai. Disatu sisi kadang-kadang zakat penghasilan yang sebelumnya dilakukan oleh individu-individu masyarakat menuju pengelolaan yang lebih professional dibawah instirusi Negara melalui lembaga pemerintah. Disisi lain undang-undang pajak penghasilan mencoba untuk mengakomodasi undangundang pengelolaan zakat kedalam pasal-pasal yang ada dalam undangundang pajak penghasilan.contoh peraturan yang menyatakan bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak salam pasal 14 (3) Undang-undang pengelolaan zakatdi tamping dalam Undang-undan pajak penghasilan pasal 9 ayat 1 (g) yang menyatakan bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dengna catatan zakat tersebut
63
merupakan zakat yang benar-benar dibayarkan kepada Badan amil zakat atau Lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. Dalam hal ini, pasal 4 ayat 3 a (1),UU No.17 tahun 2000 kerap menjadi kontraversi karena prinsip”deductible-texable”(boleh dikurang-tidak boleh dikurang) sering digenelasiri pemakaiannya. Contohnya batuan , sumbangan atau hibah yang diberikan kepada para pihak yang satu derajat garis lurus kebawah (anak) bukan merupakan objek pajak sehingga tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Alasan zakat penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak sementara hibah, bantuan atau sumbangan tidak, asumsinya adalah bahwa pemerintah tidak ikut campur dalam aktivitas hibah, bantuan dan sumbangan. Sedangkan dalam zakat pemerintah ikut berpartisipasi dengna memberi inisiatif sejumlah maksimal 30% (tarif PPn) dalam pembayaran zakat yang dikeluarkan oleh wajib pajak. Alasan lain tentang diperkenankannnya zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak sebagai diamanatkan dalam Undangundang pajak penghasilan pasal
9 ayat 1 (g) dimaksudkan untuk
mengakomodasi dari pasal 14 Undang-undang No.38 Tahun 1999 yang telah yang diperkuat dengan Peraturan pemerintah No.60 Tahun 2010 pasal 1 (b) dan Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 pasal 1 ayat 1dan 2 lebih yang menyebutkan bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dengan catatan wajib zakat tersebut memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan Nomor Wajib Pokok Zakat (NPWZ).
64
F. Penemuan dan Pembahasan 1. Profil Daerah Bekasi Kota Bekasi menjadi kota yang supersibuk karena selain harus melayani warga dari daerah sendiri juga dari wilayah yang mengelilinginya seperti DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Perkembangan Kota Bekasi sudah terlihat sewaktu masih berstatus sebagai kecamatan dan kota administratif. Jumlah penduduk Bekasi kian membengkak karena migrasi penduduk dari luar. Lahan permukiman di wilayah seluas 21.049 hektar ini terkonsentrasi di beberapa kecamatan bekas kotif seperti Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Di kecamatan-kecamatan tersebut hampir tidak ada lahan kosong. Total tanah Bekasi yang sudah terbangun seluas 10.773 hektar dengan 90 % berupa permukiman. Sisanya untuk industri dan perdagangan dan jasa masing-masing 4 dan 3 %. Lahan untuk pendidikan dan pemerintahan dan bangunan umum masing-masing 2 dan 1 %. Dan kecamatan Bantargebang dilupakan sebagai pusat industri di wilayah ini. Selama ini Kota Bekasi memang lebih menonjol dengan sektor properti khususnya perumahan. Sejak tahun 2001 wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 52 kelurahan. Arah Timur Arah Barat Arah Utara Arah Selatan
Kabupaten Karawang Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi Laut Jawa Kabupaten Bogor
65
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bekasi Tahun Jumlah Pria (jiwa) Jumlah Wanita (jiwa) Total (jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²)
2010
2009
2008
1.345.500 1.284.051 2.629.551
1.059.221 1.061.901 2.121.122
1.037.065 1.039.081 2.076.146
5
2
-
2.071
-
-
Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah ( Harga Konstant ) Tahun
Sektor
2010 Rupiah (juta)
%
2009
2008
Rupiah (juta) %
Rupiah (juta)
2007 Rupiah (juta)
%
%
Pertanian
881.002
1,90
859.059 1,96
862.060 2,18
841.132 0,16
Pertambangan
580.274
1,25
596.695 1,36
457.832 1,16
482.681 0,09
Industri Pengolahan
37.060.103 79,73
35.043.950 80,02 31.795.223 80,38 30.023.618 5,88
Listrik dan Air Bersih
827.176
1,78
786.107 1,80
723.021 1,83 68.101.568 13,33
Bangunan
547.239
1,18
482.599 1,10
442.792 1,12 406.365.393 79,56
4.334.092
9,32
3.947.359 9,01
3.636.987 9,19
3.353.750 0,66
Angkutan/Komunikasi
692.404
1,49
629.069 1,44
470.245 1,19
520.089 0,10
Bank/Keu/Perum
489.177
1,05
451.850 1,03
371.923 0,94
350.431 0,07
Jasa
1.068.824
2,30
996.686 2,28
795.025 2,01
718.566 0,14
Total
46.480.292
100
Perdagangan, Hotel, Restoran
Laju Pertumbuhan
6
43.793.375 100 39.555.108 100 510.757.229 100 11
-
-
66
Tabel.4.1 Hasil Out Put Item Butir Pertanyaan Undang-undang No.38 Tahun 1999 (X1) Butir Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
r hitung
r table
Keterangan
0.380 0.670 0.819 0.723 0.618 0.470 0.684 0.616 0.592 0.656
0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381
Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dari hasil SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa dari 10 Butir pertanyaan untuk Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, 1 diantaranya adalah tidak valid.hal ini dapat dilihat dari perbandingan r hitung lebih kecil dati r table yaitu butir pertanyaan ke-1 sedangkan untuk butir pertanyaan lainnya yaitu 2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 adalah valid. Tabel.4.2 Hasil Validitas Try Out Butir Pertanyaan Undang-undang Pajak penghasilan No.17 Tahun 2000 Butir Pertanyaan 1 2 3 4 5 6
r Hitung
r Tabel
Keterangan
0.614 0.785 0.588 0.824 0.623 0.713
0,381 0,381 0,381 0,381 0,381 0,381
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
67
Dari hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa butir semua nutir pertanyaan pada variable ini adalah valid. Pertanyaan inilah yang akan dipakai untuk pengujian selanjutnya.hal ini dapat dilihat bahwa r hitung lebih besar dari r table. Tabel.4.3 Hasil Try Out Item Butir Pertanyaan Pelaksanaan Zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena pajak Butir Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
r hitung 0.291 0.584 0.701 0.821 0.721 0.646 0.721 0.851 0.496 0.654
r table 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381 0.381
Keterangan Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dari hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa butir pertabyaan 1,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 valid.pertanyaan inilah yang akan dipakai untuk pengujian selanjutnya.hal ini dapat dilihat bahwa r hitung lebih besar dari r table, sedangkan untuk pertanyaan butir 1 dinyatakan tidak valid.karena r hitung lebih kecil dari r table. 2. Karakterikris responden Dalam penelitian ini karakteristis responden yang dipakai adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan rata-rata perbulan responden.
68
Tabel.4.4 Jenis kelamin
Responden
Laki-laki Perempuan 60 20 Sumber : Data Primer yang diolah Dilihat dari jenis kelamin pada data responden yang telah diolah,
responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 60 orang atau 75%dari 80 responden. sedangkan sebanyak 20 orang atau 25% adalah responden berjenis perempuan. Tabel.4.5 Jenis Usia Usia Responden 17-30 Tahun 20 17-30 Tahun 43 46-60 Tahun 16 Lebih dari 60 Tahun 1 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
Dilihat dari usia responden pada data yang diolah, responden yang berusia 17-30 tahun adalah sebanyak 20 orang atau 25% dari 80 responden.responden yang berusia 31-45 tahun adalah sebanyak 43 orang atau 53,75% responden yang berusia 46-60 tahun adalah 16 orang atau 20% dari 80 responden.sedangkan sebanyak 1 orang atau 1,25%dari 80 responden adalah berusia diata 60 tahun.seingga dapat disimpulkan bahwa dari 80 responden yang diambil secara acak, 42 orang diantaranya atau yang paling banyak menjadi responden dalam
69
penelitian ini adalah 31-45 tahun.hal ini menyimpulkan bahwa kebanyakan wajib pajak PPh diseluruh KPP Kabupaten Bekasi adalah 31-45 tahun. Tabel.4.6 Latar Belakang Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan SD SMP SMU Diplomat Sarjana (S1) Master (S2) Doktor (S3) Total Sumber : Data Primer yang diolah
Jumlah Responden 0 0 26 12 36 6 0 80
Dari data yang telah diolah, respondan yang telah menyelesaikan pendidikan jenjang pendidikan SMU berjumlah 26 orang atau 32,5% dari 80 responden.12 orang atau 15% adalah lulusan diplomat 36 orang atau 45% dan 6 orang atau 7,5% dari 80 orang adalah berpendidikan S2 sedangkan Doktor (S3) adalah 0% atau tidak ada begitu juga dengan lulusan SD dan SMP adalah (0)% atau tidak ada. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 80 responden yang diambil secara acak di KPP Pratama Bekasi adalah kebanyakan responden yang memiliki jenjang pendidikan sarjana S1. Tabel.4.7 Pekerjaan Responden Responden Jenis Pekerjaan Jumlah Responden Pegawai Swasta 48 Wiraswasta 20 Lain-Lain 12 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
70
Dilihat dari pekerjaan responden pada data yang telah diolah, responden yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 48 orang atau 60%, 20 orang atau 25% adalah bekerja sebagai wirausaha dan sisanya lain-lain sebanyak 12 responden atau sekitar 15%. Tabel.4.8 Penghasilan Rata-rata Responden Jumlah Penghasilan Rp.3.000.000 Total Sumber : Data Primer yang diolah
Jumlah Responden 0 30 27 22 80
Dapat dilihat dari table penghasilan rata-rata responden 0 atau tidak ada dari 80 responden yang berpenghasilan dibawah Rp.1.000.000, 30responden atau 37,5% adalah berpenghasilan Rp.1.000.000-2.000.000,28 responden atau 35% dari 80 responden adalah berpenghasilan antara Rp.2.000.000-3.000.000 dan sisanya 22 responden atau 27,5% adalah berpenghasilan lebih 3.000.000. Tabel.4.9 Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat Skala Likert Frekwensi Sangat Setuju 15 Setuju 33 Ragu-ragu 12 Tidak Setuju 14 Sangat Tidak Setuju 6 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
Persentase 18,75% 41,25% 15% 17,5% 7,5% 100%
71
Butir pertanyaan ini adalah butir pertanyaan fovariabel pada variable Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.atau butir pertanyaan yang mengharapkan responden menjawab sangat setuju atau setuju karena dengan ini berarti responden memilki tingkat pelaksanaan yang tinggi mengenai zakat sebagai pengurang pengasilan kena pajak. Dari 80 responden 15 orang atsu 18,75% menjawab sangat setuju 33 orang atau 41,25% menjawab setuju, 12 orang atau 15% menjawab ragu-ragu,14 orang atau 17,5% menjawab tidak setuju dan 6 orang atau 7.5% dari 80 responden menjawab sangat tidak sutuju. Data ini menunjukan bahwa setengah populasi lebih menyetujui zakat dapat mengurangi penghasilan agar umat islam tidak terbebani dengan pembayaran ganda. Tabel.4.9 Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan Skala Likert Frekwensi Sangat Setuju 8 Setuju 41 Ragu-ragu 11 Tidak Setuju 12 Sangat Tidak Setuju 8 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
Persentase 10% 51,25% 13,75% 15% 10% 100%
Butir pertanyaan ini adalah butir pertanyaan favorable,ini artinya jika responden menjawab sangat setuju atau setuju maka responden memang mengetahui bahwa adanya Undang-undang pajak penghasilan No.17 Tahun 2000 telah mengakomodir zakat.
72
Dari 80 orang 10 orang atau 10% menjawab sangat setuju, 41 orang atau 51,25% menjawab setuju, 11 orang atau 13,75% menjawab ragu-ragu, 12 orang atau 15% menjawab tidak setuju dan 8 orang atau 10% dari 80 orang menjawab sangat tidak setuju.ini artinya lebih dari setengah populasi sampel telah mengetahui bahwa undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan telah mengakomodir masalah zakat. Tabel.4.9 Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Skala Likert Frekwensi Sangat Setuju 19 Setuju 34 Ragu-ragu 13 Tidak Setuju 10 Sangat Tidak Setuju 4 Total 80 Sumber : Data Primer yang diolah
Persentase 23,75% 42,5% 16,25% 12,5% 5% 100%
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, begitupun Undang-undang pajak telah disesuaikan agar zakat dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak dengan tujuan umat muslim Indonesia tidak membayar beban ganda. Dan dapat diketahui dukungan masyarakat akan adanya zakat dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak. Dari 80 responden wajib pajak KPP Bekasi adala 19 orang atau 23,75% menjawab sangat setuju, 52 orang atau 65% menjawab setuju, tidak ada atau 0%, menjawab Ragu-ragu 9 orang atau 11,25% menjawab tidak setuju dari 80 responden tidak ada yg menjawab sangat tidak setuju.
73
3. Analisis deskritif Berdasarkan hasil pengolahan regresi bergsn dengan menggunkan SPSS 15,0 for Windos data diketahui deskritif statistic data ini melalui table dibawah ini:
Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pelaksanaan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Valid N (listwise)
N
Min
Max
80
11.00
80 80
Mean
Variance
43.00 31.1125
Std Deviation 8.20311
10.00
27.00 20.9250
23.134
23.134
16.00
43.00 35.3626
45.753
45.753
67.291
80
Tabel ini dapat dilihat mean (rata-rata) dari undang-undang tahun 1999 sebesar 31,1125 dengan standar deviasi 8,20311. Untuk undang-undang No.17 Tahun 2000 memiliki mean 20,9250 dengan standar deviasi dan mean 4,80973 pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sebesar 35,3625 dengan standar 6,76410. 4. Uji Hipotesis Hasil Uji t Hitung
Constans Undang-undang No.38
Unstandardized coefficiien B Std. Error 15.395 2.979 .368 .081
Standardized coefficien Beta
t
Sig
.446
5.167 4.553
.000 .000
74
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Undand-undang No.17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan
.407
.138
.298
.2.953
.004
Dari hasil pengolahan data pada table ini nilai t hitung pada variable X adalah: a. Variabel Undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat memiliki nilai p-value 0,000>0,05 artinya signifikan,sedangkan t hitung 4,553> dari t table 2,000 artinya signifikan,yang artinya secara parsial undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat mempunyai pengaruh sinifikan terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak b. Variable Undang-undang pajak penghasiln No.17 tahun 2000 memilki nilai pValue 0.004>0,05 sedangkan hasil t hiutng 2,953>t table 2,000 berarti variable ini signifikan. Yang artinya secr parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara Undang-undang No.17 Tahun1999 tentang pajak penghasilan terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Hasil penelitian ini yang focus pada daerah penelitian wajib pajak yang ter daftar di KPP Bekasi, peran undang-undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan secara paersial memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
75
Uji f Hitung Model Regression Residual Total
Sum of Squares 1416.896 2197.591 3614.488
df 2 77 79
Mean Square 708.448 28.540
f
Sig
24.823
.000(a)
Dari table hasil uji F diatas sebesar 3,44 artinya f hitung > F table signifikansi sebesar 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 maka regresi bisa dipakai untuk memprediksi variable pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sevara simultan ( bersama-sama) berpengaruh terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. 5. Hasil Uji RegresiLinier Berganda Berdasarkan table diatas diperoleh persamaan berikut: Pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak = 15,395 + 0,369 UU No.38 tahun 1999 + 0,407 UU No.17 tahun 2000 Dari persamaaan tersebut dapat diartikan bahwa 15,395 merupakan nilai konstanta (α) menunjukan jika variable undang-undang No.38 Tahun 1999 dan Undang-undang No.17 tahun 2000 dianggap konstan, maka pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak adala sebesar 15,305. Variabel undang-undang No.38 tahun 1999 mempunya pengaruh positif terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan koefisien regresi 0,368 yang artinya jika factor pelaksanaan terhadap undangundang No.38 tahun 1999 meningkat sebesar 1 tingkat maka pelaksanaan zakat
76
mengurangi penghasilan kena pajak akan sebesar 0,368 dan hasil uji signifikansi sebesar 0,000 < 0.05 artinya signifikan. Dan variable undang-undang No.17 tahun 2000 mempunya pengaruh positif terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan koefisien regresi 0,407 artinya factor pelaksanaan Undang-undang No.17 tahun 2000 meningkat sebesar 1 tingkat maka pelaksanaan zakat mengurangi penghasilan kena pajak akan meningkat sebesar 0,407.dan hasil uji t menunjukan nilai signifikan sebesar 0,0004 < 0,05 artinya variable ini signifikan. Dari dua pengujian secara parsial (t), maka dapat dibuat kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.artinya Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan undang-undang No.17 tahun 2000 berpengaaruh terhadap pelaksanaan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dan dari hasil penelitian penilis di KPP kabupaten Bekasi maka dapat dipersentasikan beapa persent dari seluruhwajib pajak yang melaksanakan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. PERSENTASE PELAKSANAAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK BAGI WAJIB PAJAK KPP KABUPATEN BEKASI KODE UNIT.KERJA Jumlah Wajib Jumlah PPKP Pesrsentase KANT Pajak (WP) WP PPKP WP OR 405 KPP Madya Bekasi 686.098 Jiwa 341.049 Jiwa 51% 432 KPP Pratama 598.761 Jiwa 234.561 Jiwa 42% Bekasi Selatan 413 KPP Pratama 445.792 Jiwa 682 Jiwa 0,22% Cikarang Selatan 414 KPP Pratama 456.784 Jiwa 73 Jiwa 0,05%
77
435
Cikarang utara KPP Pratama Cibitung
433.116 Jiwa
102 Jiwa
0,09%
Alamat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kab.Bekasi KODE KANTOR 405 432 413
UNIT.KERJA
ALAMAT
KPP Madya Bekasi KPP Pratama Bekasi Selatan KPP Pratama Cikarang Selatan
Gd.Menara pasifik Lt.5-6 8800253,8800367 Jl.MH.Yhamrin Kav.107 Jl.Cut Mutia No.125 88346418,8834644
414
KPP Pratama Cikarang utara
435
KPP Pratama Cibitung
Jl.Cikarang Baru Raya Office Park No.10 Mekar Mukti Jababeka Education Park Jl.ki HAjar Dewantara Kav.7,Cikarang Baru Gd.graha Sucofindo, Jl.Arteri Tol Cibitung No.1
NOMOR TELPON
NOMOR FAXMILI 8802525,8822563 8893550
89112105,8911210, 89112107
89112108
89113584,8911360
89113604
88339637,8833963
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dengan adanya Undang-undang No.17 tahun 2000 zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak sehingga dapat mengurangi beban ganda kewajiban yang harus dibayar oleh orang Muslim. 2. Adanya undang-undang zakat sebagai pengurang pengahasilan kena pajak dinilai cukup maju namun pelaksanaannya nampaknya belum begitu maksimal mengingat beberapa kelemahan antara lain dari segi sosilisasi banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya undang-undang tersebut khususnya masyarakat bekasi. 3. Adapun pelaksanaan administrative zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto pribadi muslim atau lembaga muslim dikurangi zakat 2,5 % hasil netto dari pengurangan zakat dibayarkan pajak dengan membawa bukti setor zakat kepada kantor pajak. B. Saran 1. Perlu ditingkatkannya sosialisasi zakat PKP sekaligus kebijakan bukti setor zakat (BSZ) dan NPWZ banyak yang belum mengetahui adanya Undangundang No.17 tahun 200 oleh karena itu perlu sosialisasi kemasyarakat. 2. Perlu adanya perubahan administrative dari Undang-undang No.17 tahun 2000 dan undang-undang zakat No.38 tahun 1999 tentang pajak penghasilan
78
79
agar berubah yang awalnya zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak menjadi zakat sebagai pengurang pajak. 3. Perlunya dilakukan perubahan Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang penggelolaan zakat dengan diberlakukannya sanksi bagi yang tidak membayar zakat karena dalam undang-undang N0.38 tahun 1999 hanya terdapat sanksi untuk amil saja.
80
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqolani, Abi Fadhil Ahmad bin ali bin Hajar, Bulughu Al-Maram min AlAdilatul Ahkam, Mesir: Daarul Abidin, Tahun 1998 Al-Bagho, Muhamad Musthafa Diba, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet al-Yamama Univ.Damaskus Tahun 1999 Al-Husainy, Abu Bakar bin Muhamad, Kifayatul Akhyar fii-halli Ghaayatil Ikhtishaar, Semarang: Thaha Putra, 2001 Ali, M.Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988 Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazhab al-Arba’ah, Beirut: Ihya Turats al-arabi,tt Al-Sayyid, Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz I, Libanon: Daarul Fikr, 1400 H/1980 Ash-Shiddieq, Tengku M.Hasbi, Pedoman Zakat, Jakarta: PT.Pustaka Rizki Putra,1999 Ashshofa, Burhan Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hl. 20 Asnaini, Zakat Produktif dalam Persfektif Hukum Islam, Yogyakarta : Pelajar, 2008
Pustaka
Asy-Syaukaaniy, Nailul Author, Juz VIII, Mesir: Mustahafaa Al-baby Al-Halaby Bab IV, pasal 11(2), Undang-undang No. 38/1999 BAZNAS, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, makalah forum zakat Berita Pajak, Konsep Penyetoran dan Pemungutan Zakat oleh Negara, 15 Desember 2001 Brotodiharjo, R.Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Eresco N.V.,1965 Depag RI, Lahirnya UU No.38 tahun 1999 tentang zajak Penghasilan, Jakarta : 2006 Departemen Agama RI, Pedoman Zakat seri 9, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2006
81
Diba, Al- Al-Bagho, Muhamad Musthafa, Mukhtashor Shahih al-Bukhari, cet alYamama Univ.Damaskus Tahun 1999 Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006 Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak, Jakarta: kencana, 2006 Hhtp://blogdeta.blogspotcom/2009/Dasar Hukum-Pajak.html 31 mei 2009 Idris, Sofyan, Gerakan Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Transformati, Jakarta: PT.Citra Putra bangsa,1997, cet.Ke-I
Pendekatan
Koran Tempo, Pemerintah berlakukan Nomor Wajib Pajak., 22 Nopember 2001 Mahmud, Al-Ba’lyAbdul Al-Hamid, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT.Grafindo Persada. 2006 Mansyuri, R., Pembahasan Mendalam atas Penghasilan. Jakarta: Penerbit YP4, 2000 Mughniyah, Muhamad Jawad, Fikih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2007 Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fikih Konteforer, Jakarta: salemba diniyah, cet.1 Najuddin, Masaail Fiqhiyyah, Jakarta: Kalam Mulya, 2003 Peraturan Menteri Keuangan No.254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan Peraturan Pemerintah Republik Ondonesia No.60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib dapat dikurangkan dari Penghasilan Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa,1988 Qardhowi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 1988 Rajid, Sualaiman, Fikih Islam, Bandung: Sinar Baru Algonsindo,1995 Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI, Jakarta: PT.Intermasa, 1989
82
Redaksi PT.Ichtiar baru-van heove, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan RI, Jakarta: PT.Intermasa, 1989 Saidi, Muhamad Djafar, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007 Sanggona, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003 Shahih Bukhori, Riyadh: Daar el-Salam,2000 Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah Volume 5, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Soemitro, Rahmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan th 1944,seperti dalam Munawir, Perpajakan, Yogyakarta: liberty 1992 Soemitro, Rahmat, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Yogyakarta: Libert 1992 Suparmoko, M., Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Badan Penerbit FE UGM,1987 Tjahjono, Ahmad dan Husaen, M.Fakhri, Perpajakan, Jakarta: UPP AMPYKPN, 2005 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Yafie, Ali, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah, Bandung: Mizan, 1995, cet.ke-3 Zaenudin, A.Rahman, Berbagai pandangan tentang zakat: Implikasinya pada pemerataan, Jakarta: paramadina, 2000