1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG GLOMERULONEFRITIS AKUT

Download Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih ...

0 downloads 561 Views 259KB Size
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis

akut

masih

menjadi

penyebab

morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang

meskipun

negara-negara nefritis ginjal

maju

saat

di

ini

seluruh

frekuensinya

(Shiva

et al.,

merupakan populasi

lebih

rendah

1994).

Glomerulo-

penyebab dan

ketiga

menduduki

di

gagal

peringkat

ketiga setelah diabetes dan hipertensi (Hricik et al., 1998). Begitu juga pada pasien anak, glomerulonefritis menjadi penyebab ketiga dari terjadinya gagal ginjal tahap

akhir

atau

end

stage

renal

disease

(ESRD),

setelah kasus refluks, obstruksi dan displasia ginjal (Collins et al., 2008). Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit ginjal yang

disebabkan

oleh

proses inflamasi

pada

struktur

glomerular sehingga sel darah merah dan protein keluar ke

dalam

urin.

Glomerulonefritis

berdasarkan

penyebabnya

yakni

ditemukan

penyebab

lain

dapat

primer, yang

bila

dibagi tidak

menimbulkan

glomerulonefritis, atau sekunder bila terdapat penyakit

1

2

lain yang menimbulkan glomerulonefritis (Ehrlich dan Schroeder, 2009). Salah satu penyebab glomerulonefritis akut (GNA) primer tersering adalah glomerulonefritis akut pascainfeksi (Alpers, 2013). Glomerulonefritis akut pascainfeksi

dapat

disebabkan

oleh

agen

bakteri,

virus,

jamur, parasit dan berbagai proses imunologis lainnya, namun

pada

anak-anak

glomerulonefritis

penyebab

akut

paling

yakni

GNA

sering

pasca

dari

infeksi

streptococcus β haemolyticus grup A tipe nefritogenik (GNAPS) (Lumbanbatu, 2003; Vinen dan Oliveira, 2003; Pardede et al., 2005). Selain pascainfeksi, GNA dapat terjadi

karena

suatu

penyakit

imunologis

maupun

vaskular (Vehaskari dan Aviles, 2007). Perubahan akibat inflamasi pada glomerulus seperti infiltrasi leukosit, hiperplasia sel glomerular, bahkan nekrosis

dapat

mengubah

fisiologi

normal

glomerulus

sehingga membuat protein dan sel darah keluar bersama dengan

urin.

filtrasi

Perubahan

glomerular

tersebut

yang

juga

menyebabkan

mengganggu insufisiensi

renal, retensi cairan, dan hipertensi (Jennete, 2012). Fase

akut

pada

GNA

akan

muncul

gejala

seperti

edema, hematuria, hipertensi dan oliguria yang umumnya

3

berlangsung seperti

selama

1—2

proteinuria

minggu.

dan

Gejala

hematuria

laboratorium,

mikroskopis,

akan

hilang dalam waktu 1—12 bulan. Adanya proteinuria yang menetap

dapat

menimbulkan

kecurigaan

telah

terjadi

penyakit ginjal kronik pada anak (Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012). Hipertensi

merupakan

salah

satu

masalah

dalam

manajemen fase akut GNA, selain juga masalah ketidakseimbangan elektrolit dan gagal ginjal akut (Shiva et al.,

1994).

Program

National

Working

High

Group

Blood

on

Pressure

High

Blood

Education Pressure

Educationin Children and Adolescent (2005) menerangkan bahwa

pada

sering

kelompok

terjadi

anak, hipertensi

dibandingkan

sekunder

hipertensi

lebih

esensial.

Menurut Arar et al. (1994), penyakit parenkim ginjal, termasuk

glomerulonefritis,

tersering anak.

terjadinya

hipertensi

Glomerulonefritis

parenkim

ginjal

merupakan

yang

akut

sekunder

paling

merupakan sering

penyebab pada

anak-

penyakit menyebabkan

hipertensi akut atau tiba-tiba (Joesoef dan Setianto, 1996). Hipertensi dapat menimbulkan gagal ginjal melalui mekanisme

peningkatan

tekanan

perfusi

di

glomerulus

4

yang

menyebabkan

Vasokonstriksi terlokalisasi nekrosis Bila

tersebut di

dan

ditangani

menimbulkan

Hal

ini

menimbulkan

lebih dini,

proteinuria

signifikan.

menimbulkan

glomeruli.

glomeruli

tidak

vasokonstriksi

kerusakan menyebabkan

mikroalbuminuria. kerusakan

signifikan

tersebut

(Nadar

et

al.,

2006). Proteinuria

terjadi

akibat

hipertensi

kapiler

glomerular dan bervariasi bergantung derajat tekanan intraglomerular. glomerular,

Semakin

semakin

hiperfiltrasi

besar

tinggi kejadian

kompensatorik

tekanan

intra-

hipertrofi di

serta

glomerulus.

Hiperfiltrasi kompensatorik juga menyebabkan kerusakan glomerular serta gangguan fungsi glomerular termasuk menyeleksi

protein.

Rusaknya

sawar

pengatur

permeabilitas di glomerulus dan kerja angiotensin II menyebabkan

protein

keluar

berlebihan

mengisi

lumen

tubulus proksimal. Banyaknya protein yang lolos hingga mencapai

tubulus

proksimal

akan

diambil

secara

endositosis oleh sel tubular dan menstimulasi produksi abnormal sitokin-sitokin sehingga menyebabkan migrasi makrofag dan limfosit T, proliferasi fibroblast, serta peningkatan

produksi

matriks

ekstrasel.

Mekanisme

5

tersebut mirip dengan terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial yang keduanya merupakan bentuk patologi abnormal pada progresi penyakit ginjal kronik (Metcalfe, 2007). Baik

proteinuria

maupun

hipertensi,

keduanya

berkontribusi terhadap hilangnya fungsi ginjal secara progresif (Peterson et al., 1995). Menurut Wong dan Furth (2007), proteinuria persisten merupakan faktor risiko hilangnya fungsi ginjal secara progresif baik pada

dewasa

atau

anak-anak.

Pasien

yang

telah

terdiagnosis penyakit ginjal kronik menunjukkan sedang terjadi fungsi

kerusakan ginjal,

ginjal

akan

seiring

semakin

berisiko memerlukan

turunnya

dialisis

di

kemudian hari, kemudian mengalami percepatan

munculnya

penyakit

meninggal

prematur

kardiovaskular, akibat

serebrovaskular

dan

penyakit

(Wong

dan

cenderung

kardiovaskular

Furth,

2007;

serta

Pardede

dan

Chunaedy, 2009; Eddy, 2009). Dalam usaha mengurangi morbiditas jangka panjang dan perlu

mortalitas diketahui

hipertensi

yang

pasien

anak

kemungkinan terjadi

glomerulonefritis hubungan

saat

fase

antara akut

akut, derajat

berkembang

menjadi penyakit ginjal kronik. Hal ini penting sebagai

6

dasar

pembuatan

pasien

glomerulonefritis

tersebut

di

Indonesia. memiliki kronik,

keputusan

dunia

akut.

sedikit

Selain

itu,

kemungkinan penting

pemberian

terapi

Studi

mengenai

jumlahnya, karena

hal

termasuk

di

glomerulonefritis

menyebabkan

dilakukan

kepada

penyakit

studi

terkait

ginjal hubungan

derajat hipertensi dengan proteinuria persisten pada pasien

anak

membantu

penderita

pembuatan

glomerulonefritis

keputusan

serta

akut

dapat

untuk

mencegah

progresi atau komplikasi jangka lama pada ginjal.

I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan adalah:

yang

“Apakah

hipertensi

dan

uraian

pada

dirumuskan terdapat

dalam

hubungan

proteinuria

latar

belakang,

penelitian antara

persisten

ini

derajat

pada

anak

penderita glomerulonefritis akut di RSUP dr. Sardjito?”

7

I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Mengetahui

hubungan

antara

derajat

hipertensi

dengan kejadian proteinuria persisten pasien anak penderita glomerulonefritis akut. I.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui

kekuatan

hipertensi

sebagai

hubungan berbagai faktor

kejadian

proteinuria

penderita

glomerulonefritis

risiko

persisten akut

derajat terhadap

pada di

anak

RSUP

dr.

Sardjito. 2. Mengetahui derajat

hubungan

hipertensi

variabel dan

perancu terhadap

kejadian

proteinuria

persisten pada anak penderita glomerulonefritis akut di RSUP dr. Sardjito.

I.4 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang glomerulonefritis akut pada

anak

penelitian

telah Albar

dilakukan. dan

Rauf

Salah

(2005)

di

satunya

adalah

Indonesia

yang

berjudul “The Profile of Acute Glomerulonephritis among Indonesian penelitian

Children”.

rekam

medis

deskriptif, bertujuan

Penelitian

tersebut

potong-lintang, untuk

melihat

merupakan menggunakan

gambaran

atau

8

profil

klinis

pasien

GNA

anak

di

Indonesia.

Subyek

penelitan sebanyak 509 anak penderita GNA di sebelas pusat

studi.

Penelitian

tersebut

melaporkan

tanda

klinis yang sering muncul pada GNA adalah hipertensi (61,8%),

edema

(53,6%).

periorbital

Komplikasi

ensefalopati

(76,3%),

berupa

hipertensif,

dan

edema

dan

hematuria

paru

gagal

akut,

ginjal

akut

berturut-turut terjadi sebanyak 11,5%, 9,2%, dan 10,5%. Sementara

itu,

insidensi

ensefalopati

hipertensi

sebesar 6%. Selain itu, terdapat pula penelitian yang memiliki tujuan

serupa

namun

pada

populasi

lebih

sempit,

berjudul “Gambaran Klinis Glomerulonefritis Akut pada Anak

di

Cipto

Departemen

Ilmu

Mangunkusumo,

Kesehatan

Jakarta”.

Anak

Rumah

Penelitian

Sakit

tersebut

menggunakan metoda penelitian deskriptif retrospektif dan melibatkan 45 anak dengan umur yang dirawat di antara

4

tahun

sampai

16

tahun.

Penelitan

tersebut

melaporkan umur pasien paling sering yakni 6-11 tahun. Hipertensi terjadi pada 87% kasus, dengan hipertensi krisis sebanyak 48,7% kasus. Studi-studi mengenai

profil

tersebut klinis

merupakan pasien

studi

deskriptif

anak

penderita

9

glomerulonefritis

akut

di

beberapa

tempat.

Tidak

dijelaskan hubungan antara berbagai derajat hipertensi yang terjadi dengan kejadian proteinuria persisten pada pasien

anak

Penelitian

yang ini

menderita

mencoba

glomerulonefritis

mengetahui

hubungan

akut. kedua

variabel tersebut melalui suatu studi analitik. I.5 Manfaat Penelitian Ada

beberapa

manfaat

dari

penelitian

ini,

diantaranya: 1. Bagi penulis Manfaat bagi penulis adalah dapat menambah ilmu dan pengetahuan mengenai hubungan antara derajat

hipertensi

dan

luaran

proteinuria

persisten pada anak penderita GNA.

2. Bagi dunia akademis Manfaat bagi dunia akademis adalah sebagai bukti tambahan mengenai hubungan antara derajat hipertensi dan proteinuria persisten pada anak penderita GNA serta membuka peluang penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tersebut.

10

3. Bagi tenaga medis Manfaat menjadi

bagi

dasar

tenaga

medis

penatalaksanaan

adalah

dapat

hipertensi

dan

mengetahui prognosis anak penderita GNA.

4. Bagi masyarakat luas Manfaat bagi masyarakat luas adalah sebagai bahan

edukasi

bahwa

kejadian

anak

penderita

GNA

merupakan

hipertensi hal

yang

pada harus

diperhatikan dan kemungkinan dapat mempengaruhi progresi

penyakit

ginjal

kejadian proteinuria persisten.

kronik

melalui