BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata (Sugihartono, 2007:8). Secara lebih spesifik Thurston sendiri memformulasikan perasaan sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu obyek psikologis (Azwar, 2005). Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu obyek yang positif (favorable) maupun negatif (unfavorable) (Azwar, 2005).
1
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera, setelah itu diberikan respon sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah rangsangan diterima lalu diseleksi. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil ditafisrkan (Prasilika, 2007). Proses terjadinya persepsi menurut Sobur (2009) adalah sebagai berikut: Penalaran
Rangsangan
Persepsi
Pengalaman
Tanggapan Perasaan
Gambar 1. Proses Terjadinya Persepsi Gambar 1 menunjukkan bahwa teori rangsangan-tanggapan (stimulusrespon), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan seseorang (Sobur, 2009).
2.1.3 Jenis-Jenis Persepsi Menurut Sunaryo (2004), persepsi ada dua macam, yaitu: 1). eksternal persepsi (persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu; 2). self persepsi (persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
berasal dari dalam diri individu). Menurut Notoadmodjo (2003), setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui. Proses selanjutnya diharapkan individu akan mempraktekkan apa yang diketahuinya.
2.1.4 Struktur-Struktur Persepsi Persepsi mengandung tiga komponen yang membentuk struktur persepsi yaitu: a.
Komponen Kognitif (pemikiran/perseptual) Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek persepsi. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari obyek tertentu (Azwar, 2005).
b.
Komponen Afektif (Perasaan) Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek persepsi. Secara umum, komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percaya sebagai benar dan berlaku bagi obyek yang dimaksud. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif (Azwar, 2005).
c.
Komponen Konatif (Predisposisi Tindakan) Komponen perilaku/konatif dalam struktur persepsi menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek persepsi yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh
asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku (Azwar, 2005).
2.1.5 Cara Mengukur Persepsi Winardi (2002) menyatakan, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar seseorang dapat menyadari dan melakukan persepsi, seperti: (1) adanya obyek yang dipersepsi; (2) adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus; (3) diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju persepsi. Melalui proses selektif terhadap suatu rangsangan, seseorang dapat mempunyai tanggapan atau pendapat tentang obyek tertentu. Dalam hal persepsi dapat diukur dari proses memberikan nilai terhadap obyek tertentu dari orang tersebut. Pengukuran persepsi dapat menggunakan lembar pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh informasi/pandangan mengenai suatu masalah melalui indera yang dimilikinya. Hasil pengukuran persepsi dapat berupa persepsi yang benar atau salah (Winardi, 2002).
2.2 Konsep Dasar Metode Mengajar 2.2.1 Pengertian Metode Mengajar Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik anak didik, materi, kondisi lingkungan dimana pembelajaran berlangsung. Penggunaan atau
pemilihan suatu metode mengajar disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain: tujuan, karakteristik anak didik, situasi, kondisi, kemampuan pribadi pendidik, sarana dan prasarana (Usman, 2004). Mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih dimana antara keduanya terdapat saling mempengaruhi melalui pemikiran-pemikiran mereka dan belajar sesuatu dari interaksi tersebut. Mengajar adalah mengisi pikiran anak didik dengan berbagai informasi dan pengetahuan tentang fakta untuk kegunaan pada masa akan datang. Mengajar adalah proses dimana pendidik, anak didik, kurikulum dan variabel lainnya disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mengajar adalah mendorong lahirnya motivasi untuk belajar (Abdul Azis Wahab, 2012). Mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada mahasiswa dalam melakukan proses belajar. Dari konsep ini terlihat bahwa peran seorang guru atau dosen adalah memimpin belajar (learning manager) dan fasilitator belajar. Keterpaduan proses belajar anak didik dengan proses mengajar pendidik
sehingga
terjadi
interaksi
belajar-mengajar
(terjadinya
proses
pembelajaran) harus melalui perencanaan dan pengaturan yang saksama (Sudjana, 2010). Dalam arti luas, mengajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para mahasiswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu
perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental (Sardiman, 2011) Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya anak didik belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh pendidik. Metode mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan anak didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan, sehingga proses belajar berjalan dengan baik dan tujuan pengajaran tercapai. Selain itu metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang ditempuh sehubungan dengan upaya penyampaian bahan pelajaran kepada anak didik yang menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Secara garis besar metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu: (1) metode mengajar konvensional, yaitu metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau disebut metode tradisional; (2) metode mengajar inkonvesional, yaitu suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti mengajar dengan modul, pengajaran berprogram masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan di sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guruguru yang ahli menanganinya. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya anak didik belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang
digunakan oleh pendidik (Widya Wati, 2010). Dari beberapa sumber di atas tentang metode pengajaran dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara kerja yang secara sistematis di gunakan dalam penyampaian pelajaran sehingga proses belajar berjalan dengan baik dan tujuan pengajaran dapat tercapai.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Metode Mengajar Menurut Usman (2004), agar metode mengajar dapat efektif, maka setiap metode harus mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Belajar merupakan akibat dari kegiatan anak didik. Pada dasarnya belajar itu berwujud dari pengalaman, memberi reaksi, dan melakukan. Menurut prinsip ini seseorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan dari semua pembelajaran. Pengajaran harus dilaksanakan melalui pembelajaran tangan pertama. Dengan kata lain, anak didik banyak memperoleh pengalaman belajar. b. Metode tersebut harus memanfaatkan hukum pembelajaran. Metode kegiatan dalam pembelajaran berjalan dengan jalan tertib dan efisien sesuai dengan hukum-hukum dasar yang mengatur pengoperasiannya. Hukum-hukum dasar menyangkut kesiapan, latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis pembelajaran. Pembelajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi, latihan, peninjauan kembali, penelitian, dan evaluasi. c. Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui anak didik. Memanfaatkan pengalaman masa lampau anak didik yang mengandung unsurunsur yang sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan
melancarkan pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan sangat baik melalui korelasi dan pembandingan. Pembelajaran akan dipermudah apabila yang memulainya dari apa yang sudah diketahui peserta didik. d. Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. e. Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan individual dan melalui prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi, seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik. f. Metode harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar para anak didik. Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berpikir dan kegiatan pengorganisasian yang saksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam mengajar anak didik untuk bernalar. g. Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan anak didik dalam hal keterampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap anak didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan. h. Metode tersebut harus menyediakan bagi para anak didik pengalamanpengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman. i. Metode tersebut harus menantang dan meningkatkan motivasi anak didik kearah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses deferensiasi dan integrasi. Proses penyatuan pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah
laku terpadu. Ini paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu. j. Metode tersebut harus memberi peluang bagi anak didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan memberi peluang pada guru atau dosen untuk menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan (remedial dan anrichment). k. Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/kelemahan metode lain. Metode tanya jawab, metode diskusi, metode demontrasi, metode resitasi dan metode simulasi kesemuanya dapat digunakan untuk mendukung kelemahan metode ceramah, kenyataan yang diterima secara umum bahwa metode yang baik merupakan sintesa dari banyak metode atau prosedur. Hal ini didasarkan atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin banyak indra yang dirangsang (Arief, Armai, 2002).
2.2.3 Bentuk-Bentuk Metode Mengajar Menurut berbagai sumber, terdapat beberapa metode mengajar yang dapat digunakan, antara lain: a. Metode Ceramah Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan secara lisan dari pendidik kepada anak didik. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, pendidik dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar dan audio visual lainya (Sagala, 2009:201). Metode ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses
mengajar.
Biasanya
sebelum
menggunakan
metode
lain
dalam
pembelajaran, pendidik menggunakan metode ceramah terlebih dahulu sebgai pengantar. Ada beberapa keunggulan metode ceramah: (1) cepat untuk menyampaikan informasi; (2) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar. Menurut Sagala (2009; 202) agar ceramah menjadi metode yang baik hendaknya diperhatikan: (1) digunakan jika jumlah khalayak cukup ramai; (2) dipakai jika pendidik akan memberikan materi pelajaran baru; (3) dipakai jika khalayaknya telah mampu menerima informasi melalui kata-kata; (4) sebaiknya diselingi oleh penjelasan melalui gambar dan alat-alat visual lainnya; (5) sebelum ceramah dimulai, sebaiknya pendidik berlatih dalam memberikan ceramah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi mahasiswa akan menurun dengan cepat setelah mahasiswa mendengarkan ceramah lebih dari 20 menit secara terus-menerus. Disamping itu masih ada beberapa kelemahan metode ceramah seperti: 1
Komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Akibatnya apabila metode ini diterapkan secara murni, mahasiswa menjadi pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau bertanya.
2
Dosen mengalami kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual pendengar yang heterogen. Mahasiswa yang kecepatan belajarnya lambat akan mengalami kesukaran menerima pengetahuan baru jika dosen mengajar terlalu cepat. Sebaliknya mahasiswa yang kecepatan belajarnya cepat akan menjadi bosan. Akibatnya perbedaan yang terjadi di antara mahasiswa akan menjadi
semakin besar bila dosen hanya mementingkan penyampaian informasi secepatnya tanpa memperhatikan kebutuhan dan kecepatan belajar individu. 3
Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk berpikir dan berperilaku kreatif. Pengajaran tidak berpusat pada mahasiswa, tetapi pada dosen. Akibatnya mahasiswa menjadi pasif dan cenderung cepat merasa bosan. Agar dosen dapat memanfaatkan keunggulan metode ceramah dan
sekaligus mengurangi kelemahan metode ceramah, sebaiknya diterapkan alternatif kombinasi metode ceramah dengan metode mengajar yang lain. b. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab yaitu penyampaian pelajaran dengan cara dosen mengajukan pertanyaan dan mahasiswa menjawab atau penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari pendidik kepada anak didik atau dapat juga sebaliknya. Adapun keunggulan dari metode ini, seperti: (1) situasi kelas akan hidup karena anak-anak aktif berpikir dan menyampaikan buah pikiran; (2) melatih agar anak berani mengungkapkan pendapatnya dengan lisan; (3) timbulnya perbedaan pendapat diantara anak didik akan menghangatkan proses diskusi dengan lisan secara teratur; (4) mendorong anak didik lebih aktif dan sungguh-sungguh; (5) merangsang anak didik untuk melatih dan mengembangkan
daya
pikir;
(6)
mengembangkan
keberanian
dan
(7)
keterampilan anak didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat. Sedangkan untuk kelemahan dari metode ini, antara lain: (1) memakan waktu lama; (2) mahasiswa merasa takut apabila dosen kurang mampu mendorong mahasiswanya untuk berani menciptakan suasana yang santai dan bersahabat; (3)
tidak mudah membuat pertanyaan sesuai dengan tingkat berpikir mahasiswa (Usman, 2004). c. Metode Diskusi Metode diskusi adalah proses melibatkan dua orang anak atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Metode diskusi kelas memunkinkan adanya interaksi antara dosen dengan mahasiswa. Dengan metode diskusi, dosen dapat membaca pikiran mahasiswa tentang konsep yang baru dipelajarinya. Reaksi atau emosi mahasiswa terhadap konsep tersebut dapat diamati untuk melihat kesiapan mereka menerima inovasi atau konsep baru. Metode diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila mahasiswa telah memiliki pengalaman atau konsep dasar tentang masalah yang akan didiskusikan. Maka metode ceramah dapat dimanfaatkan untuk menerangkan teori atau konsep sebelum diskusi dilaksanakan. Urutan metode ini tidak mengharuskan didahului dengan ceramah terlebih dahulu dan dapat disesuaikan dengan kondisi pembelajaran. Cara ini memungkinkan dosen untuk memulai pengajaran dari pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa sehingga konsep baru menjadi lebih mudah dipelajari bagi mahasiswa (Taniredja, 2012). Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.
Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak daripada metode diskusi. Metode diskusi dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan, antara lain: (1) melibatkan mahasiswa sebagai bagian komponen sistem, (2) menstimulasi dan memotivasi mahasiswa, (3) melatih mahasiswa agar kritis dalam menganalisa, dan (4) mengembangkan kemampuan bekerja sama. Menurut Suryosubroto dalam Taniredja, 2012 mengatakan bahwa metode diskusi juga memiliki beberapa kelemahan yang sebelumnya hendaknya dapat diantisipasi, seperti: (1) tidak dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinana anak didik dan partispasi anggotanya; (2) memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya; (3) jalannya diskusi dapat dikuasai atau didominasi oleh beberapa mahasiswa yang menonjol; (4) tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, tetapi hanya hal-hal yang bersifat problematik saja yang dapat didiskusikan; (5) diskusi yang mendalam perlu waktu yang banyak, (6) apabila suasana diskusi hangat dan mahasiswa sudah berani mengemukakan buah pikiran mereka, biasanya sulit untuk membatasi pokok masalahnya, (7) sering terjadi dalam diskusi mahasiswa kurang berani mengemukakan pendapatnya; (8) jumlah mahasiswa di dalam kelas yang terlalu besar akan mempengaruhi kesempatan setiap mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya. d. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode pengajaran yang digunakan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu
kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan metode pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Adapun kelebihan dari metode demonstrasi, seperti: (1) perhatian mahasiswa dapat lebih dipusatkan; (2) proses belajar mahasiswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari; (3) pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri mahasiswa. Sedangkan untuk kelemahan dari metode ini, seperti: (1) mahasiswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan; (2) tidak semua benda dapat didemonstrasikan; (3) sukar dimengerti jika didemonstrasikan
oleh
pengajar
yang
kurang
menguasai
apa
yang
didemonstrasikan (Simamora, Roymond, 2009).
2.2.4 Kinerja Dosen Dalam Proses Belajar-Mengajar Hamzah B. Uno (2008:18), menjabarkan kinerja dosen kedalam tiga kategori, yaitu: kemampuan profesional, kemampuan sosial, dan kemampuan personal. Penjelasan mengenai ketiga kategori tersebut, sebagai berikut: a. Kemampuan Profesional Kemampuan profesional seorang pengajar dapat diukur dari kemampuan seseorang tersebut dalam hal penguasaan materi, sistematika penyajian materi, metode mengajar, kesiapan materi pembelajaran, kemampuan membuat dan menggunakan media pengajaran, serta kemampuan mengatur ruang belajar. b. Kemampuan Sosial Dalam proses belajar-mengajar di kelas, dosen diharapkan mampu berinteraksi sosial dengan baik, yang diidentifikasikan sebagai kemampuan menciptakan suasana kondusif dalam belajar, membangkitkan motivasi belajar
mahasiswa, membuat batas hubungan yang tepat dengan mahasiswa, memberikan kebebasan bertanya dan berpendapat kepada mahasiswa, menghargai mahasiswa, tidak membeda-bedakan status mahasiswa, bersikap adil, memberikan feedback untuk setiap tugas yang diberikan, serta memberikan kesempatan mahasiswa untuk mengekspresikan perasaannya. c. Kemampuan Personal Kemampuan personal dari seorang dosen dicirikan dengan sikap kepribadian yang mantap, luasnya pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan bahan ajar, ketepatan cara berbicara sehingga menarik perhatian peserta didiknya, bersemangat serta bergairah dalam mengajar, kerapian penampilan fisik, kemampuan mengendalikan diri saat marah, luwes dan fleksibel, selera humor baik, jujur dalam mengakui keterbatasan pengetahuan, mampu memberikan kritik ataupun saran membangun, mampu menerima kritik dari mahasiswa, menciptakan kreativitas dalam belajar, serta pemilihan bahasa dalam proses belajar-mengajar (Hamzah B. Uno, 2008:69).
2.2.5 Karakteristik Pengajar yang Efektif dalam Mengajar Menurut Elliot et al. (2000:6), mengidentifikasikan beberapa karakter yang efektif dalam mengajar, sebagai berikut: a. Mampu menggunakan bahasa sebagai media penyampaian materi yang menarik. Jika pengajar mampu menarik perhatian dalam menyarnpaikan ide-ide mereka, akan menggugah motivasi belajar para peserta didiknya.
b. Menguasai materi penbelajaran, sehingga pengajar tidak hanya dapat menyajikan fakta-fakta maupun teori tetapi juga cara berpikir melalui materi pembelajaran yang disampaikan. c. Mampu
menghubungkan
antara
pengetahuan
yang
dikuasai
dengan
kepentingan peserta didiknya mtuk menguasai materi, sehingga memunculkan ketertarikan, pemahaman serta pengganaan materi yang diberikan oleh pengajar.
2.2.6 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Metode Pengajaran Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode pengajaran, seperti: (a) tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya; (b) anak didik dan berbagai macam tingkat kematangannya; (c) situasi yang berbagai macam kualitas keadaannya; (d) fasilitas yang berbagai macam kualitas dan kuantitasnya; (e) pribadi pengajar atau dosen serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda. Menurut penelitian Hermawati (2010), keberhasilan seorang dosen dalam proses belajar-mengajar harus didukung oleh kemampuan pribadinya yang meliputi: a. Kemantapan dan integritas pribadi Seorang dosen dituntut untuk dapat bekerja secara teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai dosen. Kemantapannya dalam bekerja hendaknya menjadi karakteristik pribadinya sehingga pola hidup seperti ini terhayati oleh mahasiswa. Kemantapan dan integritas pribadi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja diciptakan. Melalui kemantapan pribadi dan integritas yang tinggi maka setiap
permasalahan yang dihadapi akan terpecahkan dan akan berpengaruh terhadap proses belajar-mengajar. b. Peka terhadap perubahan dan pembaharuan Dosen harus peka terhadap perubahan yang sedang berlangsung di perguruan tinggi maupun yang sedang berlangsung disekitarnya. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan yang dilakukan oleh perguruan tinggi tetap konsisten dengan kebutuhan lingkungan sekitar dan tidak ketinggalan zaman. Pembaharuan terhadap pengetahuan kependidikan merupakan suatu upaya lembaga pendidikan menjembatani masa sekarang dengan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru. c. Berpikir alternatif Dosen harus mampu berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses perkuliahan. Dosen juga harus mampu memberikan alternatif jawaban dan memilih salah satu dari alternatif tersebut untuk kelancaran proses perkuliahan. d. Adil, jujur dan obyektif Seorang dosen harus adil, jujur dan obyektif dalam menilai mahasiswa dalam proses perkuliahan. Adil diartikan sebagai kemampuan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jujur adalah tulus ikhlas dan menjalankan fungsinya sebagai dosen, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku. Obyektif artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan. e. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Pengertian disiplin dalam pendidikan adalah keadaan tenang dan keteraturan sikap dan keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. f. Ulet dan tekun bekerja Keuletan dan ketekunan dalam bekerja tanpa pamrih merupakan hal yang harus dimiliki oleh dosen. Dosen tidak akan putus asa apabila menghadapi kegagalan dan terus berusaha untuk mengatasinya. g. Berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya Agar dapat mencapai hasil kerja yang baik, seorang dosen harus meningkatkan
diri,
mencari
cara-cara
baru,
menjaga
semangat
kerja,
mempertahankan dedikasi dan loyalitas yang tinggi agar mutu pendidikan selalu meningkat, pengetahuan umum yang dimiliki selalu bertambah. h. Simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak Dosen harus simpatik dan menarik dalam menerangkan materi perkuliahan agar disenangi oleh para mahasiswa. Keluwesan juga harus dimiliki oleh dosen karena dengan sifat ini dosen akan mampu berkomunikasi dengan baik. Kebijaksanaan dan kesederhanaan akan menjalin keterkaitan antara dosen dan mahasiswa.
Keterikatan
tersebut
akan
membuat
seorang
dosen
dapat
mengendalikan proses belajar-mengajar yang diselenggarakannya. i. Bersifat terbuka Dosen harus siap setia saat untuk mendiskusikan apapun dengan lingkungan tempatnya bekerja, baik dengan mahasiswa, orang tua, rekan kerja atau dengan masyarakat sekitar kampus. Dosen diharapkan dapat menampung
aspirasi berbagai pihak, bersedia menjadi pendukung dan terus berusaha meningkatkan serta memperbaiki suasana kehidupan perguruan tinggi berdasarkan kebutuhan dan tuntutan dari berbagai pihak. j. Berwibawa Seorang dosen harus menjadi role model bagi para mahasiswanya. Dosen harus dapat bekerja dengan baik, berdisiplin dan tertib dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian mahasiswa akan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh dosen.
2.2.7 Hubungan Antara Pengajar dan Peserta Didik Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi komponen-komponen
belajar-mengajar.
Sebagai
contoh
bagaimana
cara
mengorganisasikan materi, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan lain-lain. Tetapi disamping komponen-komponen pokok yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan peserta didik, yaitu soal hubungan antara pengajar dan peserta didik. Hubungan pengajar dengan peserta didik di dalam proses belajar-mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Jika hubungan pengajar dan peserta didik tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan. Dalam hubungan ini, salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contacthours didalam hubungan guru-siswa. Contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam presentasi di muka kelas seperti biasanya. Untuk tingkat perguruan tinggi peranan contacthours ini sangat penting sekali.
Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan belajar-mengajar, tidak hanya melalui presentasi atau sistem kuliah di depan kelas. Bahkan sementara dikatakan bahwa metode dengan kuliah (presentasi) tidaklah dianggap sebagai satu-satunya proses belajar yang efisien bila ditinjau baik dari segi pengembangan sikap dan pikiran intelektual yang kritis dan kreatif. Dengan demikian bentuk-bentuk kegiatan belajar selain melalui pengajaran di depan kelas, perlu diperhatikan bentuk-bentuk kegiatan belajar-mengajar yang lain. Cara-cara atau bentuk-bentuk belajar yang lain itu antara lain dapat melalui dengan contact-hours. Dalam saat-saat semacam iu dapat dikembangkan komunikasi dua arah. Dosen dapat menanyakan keadaan mahasiswanya dan begitu juga sebaliknya mahasiswa dapat mengajukan berbagai persoalan-persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses interaksi dan komunikasi yang humanistic. Pengajar yang menerapkan prinsip-prinsip humanistic approach akan tergolong pada humanistic teacher. Hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan studi peserta didiknya. Berhasil dalam arti tidak sekadar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik. Dengan demikian, tujuan kemanusiaan harus selalu diperhatikan, sehingga salah satu hasil pendidikan yang diharapkan yakni human people, manusia yang memiliki kesadaran untuk memperlakukan orang lain dengan penuh respect dan dignity. Namun demikian harus diakui bahwa kegiatan informal semacam itu belum banyak dikembangkan. Di samping itu perlu juga diingat adanya hambatanhambatan tertentu. Misalnya kadang-kadang masih adanya sikap otoriter dari
pengajar, sikap tertutup dari pengajar, peserta didik yang pasif, jumlah mahasiswa yang terlalu besar, sistem pendidikan keadaan dan latar belakang pengajar sendiri maupun peserta didiknya. Untuk mengatasi itu semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari para pengajar perlu ada keaktifan dari pihak peserta didik dan pengajar harus bersikap ramah sebaliknya peserta didik juga harus bersifat sopan, saling hormat-menghormati, rasio dosen dan mahasiswa yang lebih proporsional, masing-masing pihak bila perlu mengetahui latar belakang baik dosen maupun mahasiswa. Apabila hal-hal tersebut dapat terpenuhi, maka akan terciptalah suatu komunikasi yang selaras antara dosen dan mahasiswa dalam proses belajarmengajar.
2.3 Konsep Dasar Motivasi Belajar 2.3.1 Pengertian Motivasi Belajar Berawal dari kata “motif” inilah, maka motivasi adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2011). Motivasi yang diartikan sebagai kekuatan yang berasal dari dalam diri individu akan menyebabkan individu tersebut bertindak dan berbuat. Motivasi belajar adalah masalah yang kompleks dalam organisasi karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Uno, 2009:39)
"Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang memberikan arah kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai" (Sardiman, 2011).
Menurut Mc. Donald dalam Hamalik (2009), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada diri manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), akan tampak menyangkut kegiatan fisik manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau “feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul
dari
dalam
diri
manusia,
tetapi
kemunculannya
karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan berlanjut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak
atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan (Sardiman, 2011). Ada empat komponen utama dalam motivasi belajar yaitu kebutuhan, dorongan, tujuan dan incentive. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan, kebutuhan cenderung permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan; dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan; tujuan adalah hal yang dicapai oleh seorang individu, artinya tujuanlah yang mengarahkan perilaku seseorang itu sedangkan incentive yaitu hal-hal yang disediakan oleh lingkungan dengan maksud merangsang individu untuk bekerja lebih giat dan baik, misalnya hadiah dan harapan (Hamalik, 2008:108) Jadi, motivasi belajar adalah sesuatu hal yang dapat membuat seseorang untuk berbuat demi mencapai tujuan. Seluruh daya penggerak didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang hendak dicapai oleh subyek belajar dapat tercapai.
2.3.2 Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi Teori tentang motivasi yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas adalah “biogenic theories” dan “sociogenic theories”. “Biogenic theories” yang menyangkut proses biologis lebih menekankan pada mekanisme pembawaan biologis, seperti: insting dan kebutuhan-kebutuhan biologis.
Sementara itu yang “sociogenic theories” lebih menekankan adanya pengaruh pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Dari kedua pandangan itu dalam perkembangannya akan menyangkut persoalan-persoalan insting, fisiologis, psikologis dan pola-pola kebudayaan (Sardiman, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor, kebutuhan biologis, insting, dan mungkin unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia. Dalam persoalan ini Skiner lebih cenderung merumuskan dalam bentuk mekanisme stimulus dan respons. Mekanisme hubungan stimulus dan respons inilah akan memunculkan suatu aktivitas (Sardiman, 2011). Jika hal ini dikaitkan dengan kegiatan belajar, maka menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan mahasiswa untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran dosen sangat penting. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa motivasi tidak pernah dikatakan baik, apabila tujuan yang diinginkan juga tidak baik. Sebagai contoh kalau motif yang timbul untuk suatu perbuatan belajar itu, karena rasa takut akan hukuman, maka faktor-faktor tersebut dilibatkan kedalam situasi belajar akan menyebabkan kegiatan belajar menjadi kurang efektif dan hasilnya kurang permanen/tahan lama, kalau dibandingkan dengan perbuatan belajar yang didiukung oleh suatu motif yang menyenangkan. Sehingga dalam kegiatan itu kalau tidak melalui proses dengan didasari motif yang baik, atau mungkin karena rasa takut, terpaksa atau sekedar seremonial; jelas
akan menghasilkan hasil belajar yang semu dan tidak tahan lama (Sardiman, 2011). Memberikan
motivasi
kepada
mahasiswa,
berarti
menggerakkan
mahasiswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan subyek merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa seseorang melakukan aktivitas itu didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia. Sebenarnya semua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan dari soal kebutuhan, kebutuhan dalam arti luas, baik kebutuhan yang bersifat biologis maupun psikologis. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan bahwa motivasi, akan selalu berkaitan dengan soal kebutuhan. Sebab seseorang akan terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada suatu kebutuhan (Sardiman, 2011). Kebutuhan ini timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang, tidak serasi atau rasa ketegangan yang menuntut suatu kepuasan. Jika sudah seimbang dan terpenuhi pemuasannya berarti tercapailah suatu kebutuhan yang diinginkan. Keadaan tidak seimbang atau adanya rasa tidak puas itu, diperlukan motivasi yang tepat. (Sardiman, 2011). Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution (dalam Sardiman, 2011), manusia hidup dengan memiliki berbagai kebutuhan, antara lain: a. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas Hal ini sangat penting bagi seseorang, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi orang
tua yang memaksa anak untuk diam dirumah saja adalah bertentangan dengan hakikat anak. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan perasaan yang bahagia. b. Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk berbuat sesuatu demi kesenangan orang lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai kegiatan, misalnya anak-anak itu rela belajar apabila diberikan motivasi untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang disukainya, misalnya belajar demi orang tua. c. Kebutuhan untuk mencapai hasil Kegiatan belajar akan berhasil baik, jika disertai dengan pujian. Aspek pujian ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila usaha belajar itu tidak dihiraukan orang lain, guru, dosen atau orang tua misalnya, boleh jadi kegiatan anak menjadi berkurang. Dalam kegiatan belajar-mengajar istilahnya perlu dikembangkan unsur reinforcement. Pujian atau reinforcement ini harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil yang optimal. Dalam kegiatan belajar-mengajar itu harus dimulai dari yang mudah atau sederhana dan bertahap menuju sesuatu yang semakin sulit atau kompleks.
d. Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan Suatu kesulitan atau hambatan misalnya kecacatan, mungkin dapat menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga tercapai kelebihan/keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap seseorang terhadap kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak bergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan. Kebutuhan manusia seperti telah dijelaskan sebelumnya senantiasa akan selalu berubah. Begitu juga motif, motivasi yang selalu berubah-ubah atau bersifat dinamis, sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia. Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi (Sardiman, 2011). Teori tentang motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada dikalangan para psikolog. Menurut ahli ilmu jiwa, dijelaskan bahwa dalam motivasi itu ada suatu hierarki, maksudnya motivasi itu ada tingkatantingkatannya, yakni dari bawah ke atas. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu berkaitan dengan soal kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis; (2) kebutuhan akan keamanan (security); (3) kebutuhan akan cinta dan kasih; (4) kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri (Sardiman, 2011).
Disamping itu ada teori-teori lain yang perlu diketahui, antara lain: a. Teori insting Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkaitan dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan respon terhadap adanya kebutuhan seolaholah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Dougall. b. Teori fisiologis Teori ini juga disebutnya “behaviour theories”. Menurut teori ini semua tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti: kebutuhan tentang makanan, minuman, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival. c. Teori psikoanalitik Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsurunsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh dari teori ini adalah Freud. Selanjutnya untuk melengkapi uraian mengenai makna dan teori tentang motivasi itu, perlu dikemukakan adanya beberapa ciri motivasi. Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) tekun menghadapi tugas; (b) ulet menghadapi kesulitan; (c) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin; (d) menunjukkan minat terhadap bermacam-
macam masalah; (e) lebih senang bekerja mandiri; (f) cepat bosan pada tugastugas yang rutin; (g) dapat mempertahankan pendapatnya; (h) tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya; (i) senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal (Sardiman, 2011). Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang tersebut selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal-hal itu semua harus dipahami benar oleh dosen, agar dalam berinteraksi dengan mahasiswa dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal (Sardiman, 2011).
2.3.3 Fungsi Motivasi Dalam Belajar Menurut Sardiman (2011:84), dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi. “Motivation is an essential condition of learning”. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pembelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar bagi para mahasiswa. Perlu ditegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Dengan demikian, motivasi mempengaruhi adanya kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi: a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan (Sardiman. b. Menentukan arah perbuatan, yaitu kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
2.3.4 Macam-Macam Motivasi Menurut Sardiman (2011:86), motivasi dilihat dari dasar pembentukannya, antara lain: a. Motif-motif bawaan Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk bekerja, dorongan untuk beristirahat, dan lain-lain. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang diisyaratkan secara biologis. b. Motif-Motif yang Dipelajari Motif-motif yang dipelajari adalah motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia lain, sehingga motivasi itu dapat terbentuk. Frandsen mengistilahkan dengan affiliative needs. Sebab justru dengan kemampuan berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri. Untuk itulah manusia perlu mengembangkan sifat-sifat kooperatif, membina hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua
dan dosen. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai prestasi (Sardiman, 2011). Disamping itu Frandsen (dalam Sardiman, 2011:87), masih menambahkan jenis-jenis motif berikut ini: a. Cognitive motives Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada didalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual. b. Self-expression Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri. c. Self-enhancement Melalui
aktualisasi
diri
dan
pengembangan
kompetensi
akan
meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai suatu prestasi.
Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis (dalam Sardiman, 2011:88), antara lain sebagai berikut: a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat. Ini sesuai dengan jenis Pshysiological drives dari Frandsen. b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Motivasi jenis ini timbul karena adanya rangsangan dari luar. c. Motif-motif obyektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk meningkatkan minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan dari luar secara efektif (Sardiman, 2011). Motivasi jasmani dan rohaniah, antara lain: Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani seperti: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan (Sardiman, 2011). Motivasi intrinsik dan ekstrinsik, antara lain: a. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Jika dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri (Sardiman, 2011). “Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and meet pipil-needs and purposes”. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya. Perlu diketahui bahwa anak didik yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai adalah belajar (Sardiman, 2011). Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi, motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara essensial, bukan sekedar simbol dan seremonial. Bentuk motivasi ini seperti: cita-cita yang ingin dicapai, adanya kesadaran dan pertimbangan pribadi yang matang, pemikiran akan masa depan tentang kesuksesan. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing bentuk motivasi, sebagai berikut: 1 Cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita peserta didik akan memperkuat semangat belajar dan dapat mengarahkan perilaku belajar. Cita-cita peserta didik akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik, sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri (Slameto, 2010:50). 2 Adanya kesadaran dan pertimbangan pribadi yang matang. Belajar yang efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, image seseorang. Tiap
orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakan. Oleh karena itu, peserta didik harus yakin bahwa dengan belajar yang baik dapat membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan (Slameto, 2010:75). 3 Pemikiran akan masa depan tentang kesuksesan. Menurut Slameto (2010:75) tiap orang akan berusaha agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar, diperlukan sikap yang optimis, percaya akan kemampuan sendiri dan yakin dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik (Slameto, 2010). b. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang belajar karena besok akan ada ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik. Jika dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung berkaitan dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 2011). Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan keadaan anak didik itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi anak didik, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Bentuk teori ini
seperti: pengaruh orang tua, pengaruh teman dan pengaruh guru atau dosen. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing bentuk motivasi, sebagai berikut: 1 Pengaruh orang tua. Adanya dukungan dan cara orang tua mendidik sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak (Slameto, 2010:60). 2 Pengaruh teman. Pengaruh dari teman bergaul peserta didik lebih cepat masuk dalam jiwanya dari yang oran lain duga. Teman bergaul yang baik tentu dapat berpengaruh positif terhadap diri peserta didik, begitu juga sebaliknya. 3 Pengaruh guru atau dosen. Pendidik senantiasa memberikan bimbingan dan juga pengarahan kepada anak didiknya dan membantu apabila mengalami kesulitan, baik yang bersifat pribadi maupun akademis (Uno, 2009:4). Lebih lanjut Uno menjelaskan bahwa pendidik menggunakan berbagai metode dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar dapat memotivasi anak didiknya untuk dapat mengikuti kegiatan yang diberikan.
2.3.5 Bentuk-Bentuk Motivasi Didalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, anak didik dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dalam hal ini pengajar harus berhati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Menurut Sardiman (2011), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar-mengajar, antara lain: a. Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajar. Banyak anak didik yang belajar dan lebih mengutamakan mencapai angka/nilai yang baik. Sebagai contoh saat adanya kuis dikelas dan small group discussion (SGD) dosen memberikan tambahan nilai/angka pada mahasiswa yang aktif menjawab pertanyaan. Angka-angka yang baik itu bagi para peserta didik, khususnya mahasiswa merupakan motivasi yang sangat kuat. b. Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. c. Saingan atau kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar mahasiswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. d. Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada peserta didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga dapat bekerja keras dengan mermpertaruhkan harga diri adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e. Memberi ujian Para peserta didik akan termotivasi untuk belajar kalau mengetahui akan ada ujian. Oleh karena itu, memberi ujian ini juga merupakan sarana motivasi. f. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong mahasiswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri mahasiswa untuk terus belajar dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. g. Pujian Apabila ada mahasiswa yang sukses dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik atau mampu menjawab pertanyaan yang diberikan, maka pengajar perlu memberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan meningkatkan gairah belajar serta akan membangkitkan harga diri. h. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga hasilnya akan lebih baik. i. Minat Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan
alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan caracara sebagai berikut: (a) membangkitkan adanya suatu kebutuhan; (b) menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau; (c) memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik; (d) menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. j. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh mahasiswa, merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar. Dengan adanya berbagai macam motivasi, dosen dapat mengarahkan dan mengembangkan motivasi tersebut untuk menghasilkan hasil belajar yang bermakna.
2.3.6 Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa Mengingat pentingnya peranan motivasi bagi mahasiswa dalam belajar, maka dosen diharapkan dapat membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajar para mahasiswanya. Agar mahasiswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal maka mahasiswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi. Namun dalam kenyataannya tidak semua mahasiswa dapat memiliki motivasi belajar yang tinggi di perguruan tinggi dan tidak sedikit mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Untuk membantu mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah, perlu dilakukan suatu upaya dari dosen agar mahasiswa dapat meningkatkan motivasi belajarnya (Hermawati, 2010).
Dalam rangka mengupayakan peningkatan motivasi belajar mahasiswa, seorang dosen menurut Winkel (dalam Hermawati, 2010) hendaknya selalu memperhatikan hal-hal berikut: a. Seorang dosen hendaknya mampu mengoptimalisasikan penerapan prinsip belajar. Dosen pada prinsipnya harus memandang bahwa dengan kehadiran mahasiswa di ruang kuliah merupakan suatu motivasi belajar yang datangnya dari mahasiswa. Sehingga dengan adanya prinsip seperti ini, dosen akan menganggap mahasiswa sebagai seorang yang harus dihormati dan dihargai. b. Dosen hendaknya mampu mengoptimalisasi unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran. Dalam proses belajar, seorang mahasiswa terkadang dapat terhambat oleh jasmani atau mental dari mahasiswa tersebut (Hermawati, 2010).