BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar 1. Universal Precautions a. Pengertian Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya. b. Tujuan Universal Precautions Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan : 1) Mengendalikan infeksi secara konsisten Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah. 2) Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko Prinsip
universal
precautions
diharapkan
akan
mendapat
perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah
10
11
maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui. 3) Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. 4) Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh. c. Macam Universal Precautions Tindakan pencegahan universal meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Cuci tangan Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi (Kurniawati & Nursalam, 2007).
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu: a) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus. b) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.
12
Prinsip-prinsip cuci tangan yang efektif dengan sabun atau handsrub yang berbasis alkohol menggunakan 7 langkah (WHO dalam Prosedur Tetap RSUP Dr. Kariadi Semarang, 2011): a) Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun ke telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan
Gambar 2.1 Langkah pertama cuci tangan b) Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.
Gambar 2.2 Langkah kedua cuci tangan c) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.
Gambar 2.3 Langkah ketiga cuci tangan d) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri bergantian
13
Gambar 2.4 Langkah keempat cuci tangan e) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian
Gambar 2.5 Langkah kelima cuci tangan f) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian
Gambar 2.6 Langkah keenam cuci tangan g) Menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar dengan telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan menggunakan air bersih dan mengalir, lalu keringkan..
Gambar 2.7 Langkah ketujuh cuci tangan
14
2) Penggunaan alat pelindung diri (APD) Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan seperti : a) Penggunaan Sarung Tangan Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang. Menurut Tiedjen (2004), ada tiga jenis sarung tangan yaitu: (1) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan. (2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin. (3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Pemakaian sarung tangan steril menurut Prosedur Tetap Keperawatan RSUP Dr. Kariadi Semarang ( 2011) meliputi :
Gambar 2.8 Sarung Tangan
15
Pelaksanaan : (1)
Cuci tangan dengan seksama
(2)
Buka pembungkus bagian luar kemasan sarung tangan dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya
(3)
Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih dan datar, buka kemasan, jaga sarung tangan tetap pada kemasan dalam
(4)
Jika sarung tangan kanan dan kiri, kenakan sarung tangan yang dominan terlebih dahulu
(5)
Dengan ibu jari dan telunjuk tangan non dominan, pegang tepi manset untuk tangan yang dominan, sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan
(6)
Pakai sarung tangan dominan, pastikan manset tidak tertumpuk di pergelangan tangan, ibu jari dan jari-jari lainnya berada pada tempat yang tepat
(7)
Dengan tangan dominan yang bersarung tangan, selipkan jari di dalam manset sarung tangan kedua
(8)
Kenakan sarung tangan kedua pada tangan non dominan
(9)
Setelah sarung tangan kedua dikenakan, tautkan kedua tangan, manset biasanya jatuh ke bawah
(10) Sarung tangan yang sudah dipakai
dibuang pada
tempatnya. b) Penggunaan Gaun pelindung Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan. c) Penggunaan Celemek (skort) Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuannya untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah maupun cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju seragam.
16
d) Penggunaan Masker dan kaca mata (google) Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google), tujuannya melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut, digunakan selama melakukan tindakan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh lain.
Langkah-langkah perawat / bidan / POS dalam memakai masker agar tidak terjadi infeksi nosokomial baik bagi pasien maupun perawat di ruang rawat inap (Kurniawati & Nursalam, 2007).
Gambar 2.9 Masker Prosedur : (1) Memasang masker menutupi hidung dan mulut, kemudian mengikat tali-talinya (a) Tali bagian atas diikat ke belakang kepala melewati bagian atas telinga (b) Tali bagian bawah diikat ke belakang leher (2) Menanggalkan masker dengan melepaskan ikatan talitalinya, kemudian masker dilipat dengan bagian luar di dalam (3) Masker direndam dengan larutan desinfektans (4) Cuci tangan
17
e) Sepatu tertutup Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah ketat. Sepatu ini dapat berupa sepatu tertutup biasa sebatas mata kaki dan sepatu booth tertutup yang biasa dipakai pada operasi yang memungkinkan terjadinya genangan percikan darah atau cairan tubuh pasien, misalnya pada operasi sectio caesarea atau laparatomy. 3) Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati. Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan kapurisasi. 4) Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan dekontaminasi,
desinfeksi,
sterilisasi.
Dekontaminasi
dan
desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin autoclave. 5) Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian.
2. Perilaku a. Pengertian perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian
18
organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “SO-R” atau Stimulus – Organisme – Respons.
b. Respon Perilaku Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respons perilaku seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau suatu reaksi terhadap suatu stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. c. Faktor yang mempengaruhi perilaku Menurut Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku manusia tersebut dalam perilaku manusia pada tingkat kesehatan. Sedangkan kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh: 1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, dan persepsi.
19
2) Faktor-faktor pendukung (enabling faktor) Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enabling faktor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas, sumber daya / dana, keterampilan dan keterjangkauan. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. 3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. Hal yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku perawat adalah motivasi, sikap dan perilaku masyarakat, sikap dan perilaku petugas kesehatan dan fasilitas dan peralatan yang memadai.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi universal precautions Faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2003) adalah pengetahuan, sikap dan motivasi : a. Pengetahuan 1) Pengertian Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
20
Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : a) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu b) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada stimulus c) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru e) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus 2) Domain kognitif pengetahuan Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: a) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu
tentang
apa
yang
dipelajari
antara
lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b) Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c) Aplikasi (Application) Sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
21
d) Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis (synthetis) Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun formula baru. Formulasiformulasi yang telah ada. f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilian ini dibutuhkan suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang ada. 3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Sukmadinata (2003), faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut : a) Faktor internal (1) Jasmani Faktor jasmani di antaranya adalah keadaan indera seseorang. (2) Rohani Faktor rohani di antaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor serta kondisi efektif dan kognitif individu. b) Faktor eksternal (1) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih
22
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. (2) Paparan Media Massa Melalui berbagai media cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamphlet, dll) akan memperoleh informasi media ini, berarti paparan media massa mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. (3) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi lebih baik mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk kebutuhan sekunder. (4) Pengalaman Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh
dari
lingkungan
kehidupan
dalam
proses
perkembangannya, misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik, misalnya seminar. Organisasi dapat memperluas jangkuan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh. 4) Alat Ukur Pengetahuan Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari obyek penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan katakata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angkaangka, hasil hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang
23
diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasikan lalu ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif sebagai berikut: a) Pengetahuan baik (76-100%) b) Pengetahuan cukup (55-75%) c) Pengetahuan kurang (< 55%) b. Sikap 1) Pengertian Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003). 2) Tingkatan Sikap Tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah: a) Menerima (receiving) : Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespon (responding) : Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
24
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut c) Menghargai
(valuing)
:
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d) Bertanggung jawab (responsible) : Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 3) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009) adalah : a) Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita. c) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.
25
d) Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f) Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 4) Pengukuran Sikap Menurut Azwar (2009), salah satu aspek yang sangat penting guna memahami
sikap
dan
perilaku
manusia
adalah
masalah
pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak favorabelnya perasaan seseorang, lebih daridapa sekedar positif atau seberapa negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya yang lain. Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu : a) Arah Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orangg yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu
26
objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif. b) Intensitas Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari aspek agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim. c) Keluasan Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel terhadap program keluarga berencana secara menyeluruh, yaitu pada semua aspek dan kegiatan keluarga berencana sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja kegiatan program keluarga berencana tersebut. d) Konsistensi Sikap juga konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap
objek
sikap
termaksud.
Konsistensi
sikap
diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi
27
juga diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, yang tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya, atau yang mudah berubahubah dari waktu ke waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan. Harus dibedakan antara pengertian sikap yang tidak konsisten dan pengertian sikap yang tidak memihak. Sikap yang tidak memihak atau netral tetap disebut sikap juga walaupun arahnya tidak positif dan tidak negatif. Orang dapat saja bersikap netral secara konsisten. e) Spontanitas Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaittu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu individu berkesempatan
untuk
mengemukakan
sikapnya.
Dalam
berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan ”setuju” atau ”tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat. 5) Pembagian sikap Pembagian sikap menurut Azwar (2009) antara lain : a) Sikap mendukung b) Sikap tidak mendukung
28
c. Motivasi 1) Pengertian Motivasi Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin “movere”, yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku, beraktifitas dalam pencapaian tujuan. Karena itu motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force. Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait
dengan
faktor-faktor
lain,
hal-hal
yang
dapat
mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior) (Sunaryo, 2004).
Menurut Walgito (2004) motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi mempunyai 3 aspek, yaitu : a) Keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state) : yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan b) Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini c) Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut 2) Teori-teori motif Mengenai motif ini ada beberapa teori yang diajukan yang memberi gambaran tentang seberapa jauh peranan dari stimulus internal dan eksternal. Teori-teori tersebut adalah (Walgito, 2004) : a) Teori insting (instinct theory) : Perilaku itu sebabkan karena insting,
dan
mengajukan
suatu
daftar
insting.
Insting
29
merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. b) Teori dorongan (drive theory) : Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongandorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. c) Teori insentif (insentive theory) : Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. d) Teori atribusi : Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) ataukah keadaan eksternal. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal. e) Teori kognitif : Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa
manfaat
yang
sebesar-besarnya
bagi
yang
bersangkutan. 3) Jenis-jenis motif Jenis-jenis motif menurut Walgito (2004) adalah: a) Motif fisiologis : dorongan atau motif fisiologis pada umumnya berakar pada keadaan jasmani, misal dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan seksual, dorongan untuk mendapatkan udara segar. b) Motif sosial : motif sosial merupakan motif yang kompleks, dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia.
30
c) Teori kebutuhan dari Murray : Selain teori kebutuhan atau teori motif yang dikemukakan oleh McClellland, dikenal pula teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray atau disebut teori motif. d) Motif eksplorasi, kompetensi dan self-aktualisasi : mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan; motif untuk menguasai tantangan yang ada dalam lingkungan dan menanganinya dengan secara efektif (competency, or effectance motivation); dan motif untuk aktualisasi diri (self actualization) yang berkaitan sampai seberapa jauh seseorang dapat bertindak atau berbuat untuk mengaktualisasikan dirinya. 4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yang berpengaruh terhadap motivasi yaitu: a) Faktor internal Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. Faktor internal meliputi: (1) Faktor fisik Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik misalnya status kesehatan. (2) Faktor proses mental Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Ibu dengan fungsi mental yang normal akan memandang dirinya secara positif, seperti halnya ada kemampuan untuk mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang harus dihadapi.
31
(3) Faktor hareditas Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak perasaanya, setiap kejadian menimbulkan reaksi perasaan padanya. (4) Faktor kematangan usia Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan
dan
proses
berfikir
dalam
melakukan sesuatu. (5) Pengetahuan Tingkat
pengetahuan
seseorang
juga
mempengaruhi
motivasi individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin tinggi motivasi sesorang untuk melakukan universal precautions. b) Faktor eksternal Motivasi yang berasal dari luar diri individu yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal meliputi: (1) Faktor lingkungan Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar individu baik secara fisik, biologis maupun sosial. (2) Dukungan sosial Dukungan
sosial
sebagai
informasi
verbal
maupun
nonverbal, saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. (3) Fasilitas (sarana dan prasarana) Ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang seperti Puskesmas, Posyandu, klinik, bidan desa yang mudah terjangkau oleh masyarakat, serta tersedianya alat-alat data
32
menunjang
keberhasilan
perawat
untuk
melakukan
universal precautions. (4) Media Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info kesehatan. Adanya media ini memudahkan ibu menjadi lebih tahu tentang informasi-informasi kesehatan yang pada akhirnya dapat menjadi motivasi perawat untuk melakukan universal precautions. 5) Pembagian Motivasi Menurut Walgito (2004), ada 3 pembagian motivasi, yaitu : a) Motivasi tinggi jika skor 76%-100% b) Motivasi cukup jika skor 55%-75% c) Motivasi rendah jika skor < 55%
33
B. Kerangka Teori Faktor predisposisi (predisposing factor) 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Nilai 4. Kepercayaan 5. Persepsi
Faktor pendukung (enabling factor) 1. Ketersediaan sarana 2. Sumber daya / dana 3. Keterampilan 4. Keterjangkauan
Faktor pendorong (reinforcing factor) 1. Motivasi 2. Sikap dan perilaku masyarakat 3. Sikap dan perilaku petugas kesehatan
Bagan 2.10 Kerangka Teori Sumber : Notoatmodjo (2003)
Perilaku Universal precautions pada perawat
34
C. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
Sikap
Perilaku universal precautions
Motivasi
Bagan 2.11 Kerangka Konsep
D. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan motivasi. 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku universal precautions pada perawat pelaksana di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
E. Hipotesis Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.
35
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku universal precautions pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku universal precautions pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 3. Ada hubungan antara motivasi dengan perilaku universal precautions pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang.