1 POTENSI LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PELUANG

Download POTENSI LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PELUANG INTEGRASI DENGAN. TERNAK KAMBING DI SULAWESI BARAT. Ida Andriani1), Hatta Muhammad1), Sarpina1...

1 downloads 529 Views 76KB Size
POTENSI LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PELUANG INTEGRASI DENGAN TERNAK KAMBING DI SULAWESI BARAT Ida Andriani1), Hatta Muhammad1), Sarpina1) 1) Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat Jl. Marthadinata, No.16 ,Mamuju ABSTRACT Model integration cocoa-goat farming is a form of integrated farming system development such as crop livestcok system (CLS), where the two businesses will create a synergistic pattern of business through business efficiency (cocoa plantations and usahaternak goat). This also resulted in increased value added in the rural farm household income. Mamuju is one area where the development of cocoa cocoa is a commodity and as a main source of income. This assessment aims to determine the potential of cocoa shell waste as integration opportunities with goats to increase the income of farmers in West Sulawesi. The assessment was conducted in the village of Salubara'na, District Sampaga, Kab. Mamuju in January to December 2012. The type of data collected is primary data and secondary data. The data was collected using a survey method and sampling purposive sampling is lacking. Data analysis using descriptive and analytical method percentage. The assessment was conducted in two phases. The first phase of data collection on the characteristics of the profile area. The second phase of excavation data by interview. The study showed that (1) Management of intensive pattern management system that integrates sustainable farmers not widely known. This needs to be done regularly and serious coaching to ensure that the system is able to support the integration of the concept of "multi-faceted" (cocoa-goat). (2) the potential carrying capacity of both forage (legume) and cocoa skin as goat fodder still has quite a large carrying capacity (3) Utilization of cocoa skin as sufficient forage to support livestock enterprises because it can save labor in retrieving forage, the role of the skin cocoa capable of supporting patterns of feed efficiency in cattle business, (4) application of technology implementation in the Village Salubara'na CBC feed showed that goats started liking feed from cocoa pods. Keywords : Integration, cocoa, cattle goats.

1

ABSTRAK Model usahatani integrasi kakao-kambing merupakan salah satu bentuk pengembangan integrated farming system seperti crop livestcok system (CLS), dimana kedua usaha tersebut akan menciptakan pola usaha yang sinergis melalui efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usahaternak kambing). Hal ini juga sekaligus berdampak terhadap peningkatan nilai tambah pendapatan rumahtangga petani di pedesaan. Kabupaten Mamuju merupakan salah satu daerah pengembangan tanaman kakao dimana tanaman kakao merupakan komoditas andalan dan sebagai sumber pendapatan utama. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah kulit kakao sebagai peluang integrasi dengan ternak kambing untuk meningkatkan pendapatan petani di Sulawesi Barat. Pengkajian ini dilakukan di Desa Salubara'na, Kecamatan Sampaga, Kab. Mamuju pada bulan Januari hingga Desember 2012. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dan pengambilan sampel sacara purposive sampling. Analisis data menggunakan metode deskriptif dan analisis persentase. Pengkajian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan pengumpulan data tentang profil karakteristik daerah. Tahap kedua dilakukan penggalian data dengan wawancara. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) Pengelolaan sistem manajemen pola intensif yang terintegrasi secara berkelanjutan belum banyak dikenal petani. Hal ini perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan serius untuk meyakinkan bahwa sistem integrasi mampu mendukung konsep "multi usaha" (kakao-kambing). (2) Potensi daya dukung baik hijauan (leguminosa) maupun kulit kakao sebagai pakan ternak kambing masih memliki daya dukung cukup besar (3) Pemanfatan kulit kakao sebagai pakan ternak cukup mendukung usaha ternak karena mampu menghemat tenaga kerja dalam mengambil hijauan pakan ternak, peranan kulit kakao mampu mendukung pola efisiensi pakan dalam usaha ternak, (4) Penerapan implementasi teknologi pakan KBK di Desa Salubara’na menunjukkan bahwa ternak kambing mulai menyukai pakan dari kulit buah kakao. Kata Kunci : Integrasi, tanaman kakao, ternak kambing.

2

PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sistem usaha tani yang dapat medukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing-masing komponen.

saling keterkaitan

berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan. (Pasandaran, Djajanegara, Kariyasa dan Kasryno, 2005). Dikatakan bahwa sistem integrasi tanaman ternak mengemban tiga fungsi pokok yaitu memperbaiki kesejahteraan dan medorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan. Sistem integrasi tanaman ternak terdiri dari komponen budidaya tanaman, budidaya ternak dan pengolahan limbah.

Penerapan teknologi pada masing-masing komponen

merupakan faktor penentu keberhasilan sistem integrasi tersebut. Agar integrasi berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan produktivitas pertanian maka petani harus menguasai dan menerapkan inovasi teknologi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Pasandaran, et. all

(2005) yang mengatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan sistem integrasi adalah kemampuan mengelola informasi yang diperlukan dalam sistem integrasi termasuk informasi mengenai teknologi integrasi tanaman ternak.

Disamping itu keberhasilan petani dalam

penerapan sistem integrasi tanaman ternak perlu didukung oleh kelembagaan yang kuat. Kelembagaan tersebut diantaranya adalah lembaga sosial masyarakat, lembaga agroinput, lembaga keuangan, lembaga pemasaran dan lembaga penyuluhan (Fagi,A,M,. Subandrio, Rusastra Wayan. 2009) Model

usahatani

integrasi

kakao-kambing

pengembangan integrated farming system

merupakan

salah

satu

bentuk

seperti crop livestcok system (CLS), dimana

kedua usaha tersebut akan menciptakan pola usaha yang sinergis melalui efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usahaternak kambing). Hal ini juga sekaligus berdampak terhadap peningkatan nilai tambah pendapatan rumahtangga petani di pedesaan. Kondisi demikian membuka peluang dalam program pengembangan usaha peternakan yang mampu memanfaatkan limbah kulit sebagai pakan ternak.

Model usahatani integrasi ternak

kambing pada perkebunan kakao rakyat perlu dikaji dengan tepat, sehingga mampu tercipta pola usaha sinergis sebagai sebagai model pengembangan usahatani berkelanjutan berbasis tanaman perkebunan kakao dan ternak kambing. (Ben A, Firdaus. 2006). 3

Kulit kakao merupakan salah satu bahan pakan ternak kambing yang cukup memberikan prospek terciptanya model integrasi kakao-kambing.

Kulit kakao mampu

mengurangi porsi pemberian rumput yang harus disediakan peternak khususnya pada usaha pola intensif (dikandangkan penuh) (Dwiyanto, K, dan E Handiwirawan, 2004).

Daya

dukung kulit kakao sebagai salah satu sumber bahan pakan ternak ditentukan oleh produksi kakao yang dihasilkan per satuan luas, serta distribusi produksi sepanjang tahun, karena tanaman kakao merupakan komuditas tanaman tahunan. Tingkat produksi kakao cukup bervariasi, dimana dalam 2-3 bulan terjadi puncak produksi dan bulan-bulan lainnya berproduksi rendah tergantung dari kondisi wilayah.

Sebagai contoh, di wilayah pantai

Barat Sulawesi, puncak produksi dicapai selama 3 bulan (April s/d Juni) yang masing-masing mencapai 20, 25 dan 15% produksi, sedangkan pada bulan-bulan lainnya hanya mencapai rataan sekitar 4 - 6% (Fajar, et al., 2004).

Tingkat produksi kakao sangat bervariasi

tergantung dari potensi bibit dan manejemen pemeliharaan oleh petani, yang akan berpengaruh terhadap produksi kulit kakao yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing. Kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan (Khususnya kakao) sampai saat ini masih merupakan kendala dalam pelaksanaan di tingkat petani. diantaranya

adalah

pembangunan.

keterbatasan

waktu,

tenaga

kerja,

dan

Beberapa kendala keterbatasan

areal

Limbah perkebunan masih belum banyak dimanfaatkan walaupun di

beberapa lokasi memiliki potensi sebagai bahan baku pakan ternak maupun bahan baku kompos. Limbah kulit kakao pada umumnya dibuang petani di sekitar kebun dan berpotensi sebagai media pengembangan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha ramerella) yang sangat merugikan petani (Fajar et al,. 2004). Salah satu teknologi yang dipandang bisa mengatasi persoalan ini adalah dengan integrasi. Integrasi adalah penggabungan atau penyatuan dua jenis usaha/komoditi dalam suatu area tertentu dan merupakan suatu ikatan yang sulit dipisahkan.

Dan salah satu

bentuk integrasi yang cukup menjanjikan untuk konteks petani di Sulawesi Barat adalah integrasi Kambing-Kakao.

Hampir semua kabupaten di Sulawesi Barat memiliki kebun

Kakao. Dimana limbahnya belum dimanfaatkan secara baik, selain itu para petani kakao yang umumnya adalah masyarakat berpenghasilan rendah belum mampu mengelola kebun kakaonya

secara

baik

karena

keterbatasan

modal

umumnya

adalah

masyarakat

berpenghasilan rendah belum mampu mengelola kebun kakaonya secara baik karena keterbatasan modal utamanya dalam hal pemupukan. (Profil Perkebunan Propinsi Sulawesi Barat. 2010). Demikian juga adanya dengan peternakan kambing, limbahnya belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, padahal jika dikelola dengan baik bisa dijadikan sebagai 4

sumber pupuk organik yang dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. (Bakrie, B.,A. Prabowo, M. Silalahi, E. Basri, Tambunan, Soerachman, 1999). Pola usaha terintegrasi antara usaha perkebunan kakao dan usaha ternak kambing di Kab.Mamuju, cukup memberi dampak positif bagi petani di pedesaan khususnya petani perkebunan kakao rakyat. Pola tersebut memberikan peluang dalam pengembangan pola integrated farming system seperti crop livestock system, dimana kedua sektor usaha tersebut memberikan peluang pola usaha yang sinergis yakni tercipta pola efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usaha ternak kambing). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pengkajian ini dilakukan di Desa Salubara'na Kecamatan Sampaga mulai bulan Januari – Desember 2012. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik melalui

observasi maupun melalui wawancara. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei, sedangkan pengambilan sampel petani menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara pada petani, kelompok tani, dan informan kunci. Metode dan Alat Analisis Analisis data dan interpretasinya dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif serta analisis persentase. Pengkajian dilakukan dengan dua tahap tahap pertama dilakukan pengumpulan data tentang profil usahatani kakao dan tahap kedua dilakukan dengan penggalian data dengan wawancara. Informasi yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Daerah Kabupaten Mamuju terletak pada Provinsi Sulawesi Barat pada posisi 1º 38' 110" - 2º 54' 552" Lintang Selatan dan 11º 54' 47" - 13º 5' 35" Bujur Timur. Kabupaten Mamuju yang beribukota di Mamuju, berbatasan dengan KabupatenMamuju Utara di sebelah utara dan Kabupaten Luwu Utara di sebelah timur, Kabupaten

Majene, Kabupaten Mamasa dan 5

Kabupaten Tana Toraja di sebelah selatan serta Selat Makassar di sebelah barat. Kabupaten Mamuju dengan luas wilayah 794.267 Ha, secara administrasi pemerintahan terbagi atas 16 Kecamatan, 143 desa dan 10 Kelurahan. (BPS Sulawesi Barat. 2010). Luas wilayah Desa Salubara’na 1.211 ha sebahagian besar 653 ha (70%) di gunakan untuk pertanian yang komoditas utamanya adalah kakao yang merupakan lahan kering. Secara rinci sumberdaya lahan desa salubara’na dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Potensi sumberdaya lahan Desa Salubara’na No

Penggunaan Lahan

Luas (ha)

Persentase (%)

1 2 3 4

Sawah tadah hujan Pekarangan Perkebunan Hutan Jumlah

3 230 825 153 1,211

0,24 18,99 68,12 12.63 100

Sumber : Data Desa Salubara’na, (2011). Usahatani tanaman kakao merupakan andalan sumber pendapatan keluarga dan telah ditanam secara turun temurun walaupun demikian sampai saat ini, petani belum sepenuhnya menggunakan teknologi yang dianjurkan dalam bubidaya kakao yang baik dan sesuai dengan standar teknis budidaya kakao (teknologi pemangkasan,pemupukan, sanitasi, pengendalian hama penyakit, dan panen sering). (Ditjenbun. 2009). Karaskteristik Sosial Ekonomi Desa Salubara’na Penduduk Desa salubara’na mayoritas suku mandar 522 orang (58,98%), Jawa 120 orang (15,68%), Tator 59 orang (7,71%), Bugis 52 orang (6,79%), Enrekang 7 orang (0,91%) dan suku Makassar 5 orang (0,65%). Sebahagian besar beragama islam 700 orang (92,22%) dan Kristen 59 orang (7,77%). Sebaran penduduk hampir merata dari 5 dusun di desa Salubara’na yaitu antara 110-518 orang per dusun dengan jumlah KK 206 (Tabel 2). Tabel 2. Sebaran penduduk Desa Salubara’na berdasarkan dusun, kepala keluarga dan jenis kelamin. No 1 2 3 4 5

Dusun Salubara'na Salumanurung Kampung Baru Limboro Manding Baru Jumlah

Laki-laki

Perempuan

Total

150 190 211 163 64 778

157 156 307 172 46 838

307 346 518 335 110 1616

Sumber : Profil Desa Salubara’na, 2011.

6

Jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan yakni 382 orang (50.33%) dari jumlah penduduk 757 orang. Dilihat dari segi pendidikan yang paling banyak adalah Sekolah Dasar (48.11%)

dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 46 orang (21.70%) dari total

penduduk yang berpendidikan. Jumlah penduduk usia sekolah pada tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi sangat berpotensi sebagai generasi penerus dan berpotensi cukup baik pula dalam hal turut aktif mendukung pembangunan perdesaan. Khusus di bidang pertanian, kualitas SDM yang baik memudahkan dalam mengadopsi teknologi menuju pola pikir kearah yang lebih maju. Dari segi mata pencaharian, sebahagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani 384 orang (82,08 %) dari total penduduk yang bekerja. (Profil desa Salubara’na 2011) Karakteristik Peternak Kambing Secara umum usaha ternak kambing dilakukan dengan 2 pola usaha yakni pola penggembalaan dan pola intensif (dikandangkan penuh) dimana petani mempersiapkan pakan sesuai jumlah kambing yang dipelihara. Pada pola penggembalaan petani mampu memelihara dalam skala yang lebih besar dibandingkan dengan pada pola intensif karena pertimbangan tenaga kerja mengambil rumput.

dalam model usahatani integrasi,

pemeliharaan disarankan dilaksanakan dengan pola intensif. Kondisi ini mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya adalah daya dukung pakan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan kapasitas daya tampung kandang.

Skala usaha yang direkomendasikan

minimal sebanyak 5 induk untuk setiap petani dengan 1 pejantan pada 2-3 petani (secara berkelompok). Tabel 3.

Usaha Tani Peternak berdasarkan rataan umur, Pengalaman usaha ternak kambing. Komponen Usaha Tani Peternak (Jumlah) Manurun Jaya Harapan Baru Rahmat Allo Tibiar Umur Peternak 17-35 25-45 25-50 20-40 Pengalaman (th) 2 1 5 5 Pemilikan Ternak (ekor) Dewasa 15 5 8 5 Anak 6 8 Total (ekor)

21

13

8

5

Sumber : diolah dari data primer, 2012.

7

Kepemilikan, Pengelolaan Tanaman Kakao dan Ternak Kambing Tanaman kakao yang merupakan komoditas utama yang dibubidayakan dan sebagai sumber pendapatan utama oleh petani di desa Salubara’na.

Hal ini dapat dilihat dari

kepemilikan kebun kakao yang dimiliki oleh masing-masing kelompoktani yakni kepemilikan individu ternak

dan sistem pengelolaan kebun kakaopun dikelolah secara individu. Sedangkan kambing

status

kepemilikan

ada

yang

dimiliki

secara

berkelompok

dan

pengelolaannya pun secara kelompok, disamping itu ada kepemilikan secara individu. Ternak kambing yang pengelolaannya secara berkempok dipelihara di kandang kelompok yang sumber ternak kambingnya merupakan bantuan dari pemerintah. Pola kepemilikan tanaman kakao dan ternak kambing dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pola Kepemilikan tanaman kakao dan ternak kambing. Pola kepemilikan dan pengelolaan No Kelompok tani Tanaman Kakao Ternak Kambing

Limbah

1

Manurung Jaya

Individu

Individu dan kelompok

Individu

2

Harapan Baru

Individu

Kelompok

Individu

3

Rahmat

Individu

Individu dan kelompok

Individu

4

Allo Tibiar

Individu

kelompok

Individu

Sumber : diolah dari data primer, 2012. Pemanfaatan kulit kakao sebagai pakan ternak kambing Kulit buah kakao memiliki peran yang cukup penting dan potensial dalam penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya kambing terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang

dikeringkan

dengan

sinar

matahari

kemudian

digiling

selanjutnya

dapat

digunakansebagai bahan pakan ternak. Buah kakao yang terdiri dari 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji.

Hasil

analisa proksimat mengandung 22% protein dan 3-9 lemak, bahan kering (BK)88%, serat kasar (SK) 40,1 % dan TDN 50,8% dan penggunaannya pada ternak ruminansia 30-40% (Anomus ,2001). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, penggunaan kulit buah kakao sebagai substitusi suplemen sebanyak 15%-5 % dari ransum.

Sebaiknya

sebelum digunakan sebagai pakan, kulit kakao perlu difermentasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%.

8

Bakrie et al. (1999) melaporkan bahwa pemanfaatan kulit kakao sampai 30% dengan kombinasi hijauan (leguminosa), dan tambahan mineral blok pada kambing dara PE di peternakan rakyat mampu meningkatkan pertambahan bobot hidup per ekor dari 38 g menjadi 78 g/hari. Peranan kulit kakao cukup potensial mendukung pertubuhan kambing PE yakni diperoleh pertambahan bobot badan harian sebesar 76,8 g/kg dan 58,6 g/ekor masing-masing pada kambing jantan dan betina dengan pakan kulit buah kakao 30-70% yang didukung suplemen pakan lengkap. (Prabowo dan bahri, 2004) Limbah kulit buah kakao (KBK) merupakan bahan pakan yang potensial karena tersedia sepanjang tahun, mudah diperoleh dan mengandung nutrisi tinggi. Pada areal satu hektar pertanaman kakao produktif dapat menghasilkan limbah kulit buah segar ± 5 ton/ha/tahun setara dengan 812 kg tepung limbah. Kulit buah kakao dengan kandungan protein kasar sebesar 6-9% sangat baik dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Pemanfaatan KBK sebagai pakan, secara otomatis menciptakan kondisi lahan pertanaman kakao menjadi bersih dan tanaman terhindar dari penyakit. Ketersediaan KBK berlimpah dimusim panen, tetapi dalam bentuk segar tidak bisa disimpan lebih dari 3 hari. Metode pengolahan yang sederhana dalam bentuk silase dengan memanfaatkan sumber karbohidrat yang tersedia dilokasi (dedak padi, jagung) mampu menjadi solusi berlimpahnya KBK sehingga dapat dijadikan sebagai pakan cadangan. Daya simpan silase KBK dalam kondisi kedap udara (an-aerob) mencapai 6-8 bulan. Tahapan pembuatan slase KBK adalah sebagai berikut : 1. KBK segar dicacah kasar dengan ukuran 1-2 cm atau dicacah dengan mesin 2. Timbang kulit kakao yang telah dicacah sebanyak 20 kg 3. Tambahkan dedak padi sebanyak 10-20% dari KBK atau 2 kg- 4 kg 4. Beri hijauan segar sebanyak 20-4% dari KBK atau 4 kg-8 kg 5. Semua bahan diaduk hingga rata 6. Disimpan dalam kantong plastik lalu ikat 7. Simpan selama 21 hari atau 3 minggu dalam suhu ruang 8. Simpan dalam kondisi anaerob sebagai cadangan makanan Kelompok tani telah memanfaatkan limbah kakao sebagai sumber pakan untuk ternak kambing, dan telah mengolah limbah tersebut menjadi pupuk organik untuk tanaman kakao.

Secara umum kelompoktani telah mengetahui proses pembuatan pakan ternak

kambing dari kulit buah kakao, namun ternak kambing mereka belum terbiasa dengan pakan dari kulit buah kakao sehingga kulit buah kakao masih dimanfaatkan sebagai pupuk

9

organik saja. Sedangkan limbah ternak kambing, petani telah memanfaatkan sebagai pupuk organik baik limbah padat maupun limbah cair (urine). Penerapan teknologi budidaya tanaman kakao, teknologi budidaya ternak kambing dan teknologi pengolahan limbah di desa Salubara’na dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5. Tingkat Penerapan Teknologi pemanfaatan limbah kakao dan pemberian pakan ternak Kelompoktani (%) Komponen No Manurung Jaya Harapan Rahmat Allo Tibiar Teknologi Baru 1 Teknologi 40 44 46 44 pemanfaatan limbah kakao 2 Pemberian pakan 8,0 16,0 17,1 17,0 ternak Jumlah 48 60 63,1 61 Sumber : Diolah dari data primer, 2012. Pemberian pakan konsentrat masih belum banyak dilakukan petani karena pada umumnya pakan dari kulit kakao belum disukai oleh ternak kambing . Pada kelompok tani Manurung jaya masih rendah 8,0% petani, kelompok tani Harapan baru 16,0 % petani, sedangkan kelompok tani Allo Tibiar 61% dan kelompok tani Rahmat lebih tinggi yakni 17,1 % petani . Pemberian pakan ternak kambing membutuhkan masa adaptasi mencapai dua minggu dalam pemberian pakan non konvensional seperti limbah kakao, dan diberikan dalam jumlah yang bertahap. Penanganan limbah perkebunan khususnya tanaman kakao sampai saat ini masih merupakan kendala dalam pelaksanaan di tingkat petani. Beberapa kendala diantaranya keterbatasan waktu, tenaga kerja, dan keterbatasan areal pembuangan.

Limbah

perkebunan kakao masih belum banyak dimanfaatkan walaupun di beberapa lokasi memiliki potensi sebagai bahan baku kompos dan bahan baku pakan ternak.

Limbah kulit buah

kakao (KBK) di buang petani di sekitar kebun dan berpotensi sebagai media pengembangan hama penggerek buah kakao yang sangat merugikan petani. Teknologi pengolahan limbah tanaman kakao menjadi pupuk organik di desa Salubaran’na yaitu dengan cara membuat lubang/rorak diantara tanaman kakao dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm atau disesuaikan pada kondisi lahan, limbah kakao (daun, ranting, buah yang rusak, kulit buah kakao) dimasukkan kedalam lubang lapis demi lapis lalu dipadatkan dengan cara diinjak-injak, kemudian disiramkan larutan mikroba (PROMI) pada setiap lapis secara merata sampai lapisan terakhir, memadatkan setiap lapis limbah tersebut dengan cara di injak-injak sampai lubang/rorak penuh dan padat, selanjutnya rorak ditutup dengan tanah sampai rata dan padat. Tingkat penerapan teknologi pengolahan limbah kakao menjadi pupuk organik telah 10

di introduksi dan diaplikasikan oleh beberapa kelompoktani diataranya anggota kelompok tani Rahmat 46% petani, Harapan baru 44% petani dan Manurung jaya sekitar 40% petani. Sedangkan Pemanfaatan KBK dalam usaha peternakan kambing merupakan salah satu kebijakan dalam memperkuat sistem ketahanan pakan berbasis bahan baku lokal, dimana teknologi pengolahan KBK sangat sederhana teknologi pengolahan limbah kakao menjadi pakan ternak kambing secara teknis petani sudah mengetahui proses pembuatannya, dan penerapan implementasi teknologi pakan kulit buah kakao di Desa Salubara’na secara bertahap telah diimplementasikan oleh petani. Kesimpulan dan Saran 1. Pengelolaan sistem manajemen pola intensif yang terintegrasi secara berkelanjutan belum banyak dikenal petani. 2. Potensi pakan hijauan (leguminosa) dan kulit buah kakao sebagai pakan ternak kambing masih memiliki potensi sebagai pakan ternak kambing. 3. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak cukup mendukung usaha tanaman kakao-ternak karena mampu menghemat tenaga kerja dalam mengambil hijauan pakan ternak, peranan kulit kakao mampu mendukung pola efisiensi pakan dalam usaha ternak. 4. Penerapan implementasi teknologi pakan kulit buah kakao di Desa Salubara’na secara bertahap telah diimplementasikan oleh petani.

11

DAFTAR PUSTAKA Bakrie, B.,A. Prabowo, M. Silalahi, E. Basri, Tambunan, Soerachman, 1999. Kajian Teknologi Spesifik Lokasi dalam mendukung SPAKU Kambing. Ben A, Firdaus. 2006. Peningkatan produktivitas tanaman kakao dengan integrasi kambing PE. Prosiding seminar nasional hasil-hasil penelitian dan pengkajian teknoogi pertanian. Palembang. Badan Litbang Pertanian. BPS Sulawesi Barat. 2010. Sulawesi Barat dalam angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat. Dinas Perkebunan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat. 2010. Profil Perkebunan Propinsi Sulawesi Barat. Mamuju. Ditjenbun. 2009. Gerakan Peningkatan Produksi http//ditjenbun.deptan.go.id. tgl 21-7-2009.

dan

Mutu

Kakao

Nasional.

Dwiyanto, K, dan E Handiwirawan, 2004. peran Litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi TanamanTernak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Fagi,A,M,. Subandrio, Rusastra Wayan. 2009. Sistem Integrasi Ternak Tanaman : SapiSawit-Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Fajar, U., Sukadar, W. Hartutik, D. Priyanto, F.F. Munier, A. Ardjanhar dan Herman. 2004. Pengembangan sistem usahatani integrasi kakao-kambing-hijauan pakan ternak di Kab. Donggala. Nuraini. Mahata. E. Maria. ____. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Ternak di Daerah sentra Kakao Padang Pariaman. Priyanto.,Dwi. 2008. Model Usahatani Integrasi Kakao Kambing dalam Upaya peningkatan Pendapatan Petani. Badan Penelitian Ternak. Bogor. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Depok. Prabowo, A. dan S. Bahri. 2004. Kajian sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat di lampung. Makalah Seminar Nasional Sistem integrasi tanaman-ternak di Denpasar, 20-22 Juli 2004. Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal.2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pen gembangan Pertanian. Jakarta.

12